SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh Abdullah NIM: 1111034000009
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Mernenuhi Persyaratan Mernperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh Abdullah NIM: 1111034000009
Pembimbing,
PROGRAM STUDI TAF'SIR.IIADIS FAKI}LTAS USHULUDDIN T]NTVERSITAS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438HJ2017 M. NrP. 19701115 199703
|
SELATAN)' telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 April2017. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memeperoleh gelar Sarjana Agama (s.Ag.) pada program studil Ilmu al-Qur'an dan Tafsir.
Jakarta, 17 April}Dl7
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggot4
Anggota,
Penguji II Dr. Bustamin. SE. M.Si
NrP. 19630701 199803 I 003 199903 2 001
ll2
t99603 2 001NIP:19701115
l
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif HidayatullahJakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisanini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlakudi
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.3.
Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya ataumanrpakan hasil jiplakan dari karya orang
lain
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Jakarta,3 April
iv
“Hubungan Budaya Siri’ dengan Hadis Malu (Studi Kasus Siri’ dalam Masyarakat Bugis Desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan)”
Siri’ merupakan adat yang membudaya pada masyarakat Bugis yang dalam
kesehariannya, dimaknai sebagai bentuk penghayatan yang sangat mendalam. Siri’ pada
hakikatnya membawa manusia pada nilai-nilai yang baik. Pada saat yang sama, siri’
mempunyai korelasi yang kuat dengan ajaran malu dalam Islam. Dalam banyak Hadits, sangat ditekankan bahwa seorang Muslim harus memiliki rasa malu, dengan rasa malu itu, akan membawa manusia pada nilai-nilai yang baik. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian pustakan berupa buku-buku, jurnal, skripsi dan artikel yang berkiatan dengan pokok bahasan, serta menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara langsung dengan masyarakat yang berada di wilayah Desa Sabbang Parru. Data-data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif.
Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah: Pertama, Ajaran malu dalam Islam sangat berkaitan dengan budaya siri’ yang hidup pada masyarakat Bugis. Hal ini mengindikasikan bahwa agama Islam beserta ajaran malu telah banyak mempengaruhi
masyarakat Bugis. Kedua, keterkaitan antara budaya siri’ dengan ajaran malu dalam
Islam karena banyaknya kesamaan nilai yang dijunjung, dimana nilai tersebut pada
hakikatnya bersifat pada kebaikan. Budaya siri’ mengajarkan nilai lempu,
ammaccangeng, dan awaraningeng sejatinya sama dengan ajaran Islam yang sangat
menekankan pada kejujuran, kecendikiaan dan keberanian. Ketiga, kuatnya hubungan
antara budaya siri’ dan ajaran malu dalam Islam merupakan suatu hal yang tidak lepas dari proses sejarah dimana Raja Goa, Manrio Gau memberikan akses mudah kepada para pedagang Muslim sehingga pada ujungnya Islam menjadi agama Resmi kerajaan Goa.
v
Segala Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Serta nikmat yang tidak ada henti-hentinya, terutama nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa berkorban menyebarkan dakwah Islam kepada seluruh umat sampai hari kiamat.
Alhamdulillah, atas rahmat dan inayah Allah SWT. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S.1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Membahas dan menyusun skripsi ini bukan hal yang mudah, dibutuhkan semangat, kesungguh-sungguhan dan kerja keras serta keikhlasan dalam menjalani setiap rintangannya.
Di samping itu, penulis juga banyak mendapatkan motivasi, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengucapkan terima kasih kepada:
vi
3. Bapak Hasanuddin Sinaga, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan serta koreksi yang sangat berarti dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.Ag dan Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A sebagai penguji skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik atas pertimbangan dan masukannya yang lebih terarah.
5. Ayahanda Dr. Bustamin, SE. M.Si selaku orang tua kami di tanah rantau yang telah membimbing dan memberi motivasi bagi penulis dan keluarga besar IKAMI Sul-Sel Cab. Ciputat.
6. Para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat serta menjadi berkah bagi penulis, serta para pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan utama maupun perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
dan mendoakan penulis. Tidak lupa bagi Aiman yang selalu membuat penulis merasa terhibur disaat penulis mulai merasa sepi dan rindu akan tanah kelahiran.
8. Penulis juga berterima kasih kepada keluarga besar H. Bulla dan Jamal yang senantiasa memberi semangat dan doa untuk menyelesaikan studi di tanah rantau.
9. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kepala desa Sabbang Paru, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Masyarakat Sipil dan Pemuda atas bantuannya. Sehingga hasil yang didapat penulis sesuai dengan yang penulis inginkan.
10.Sahabat-sahabat tercinta, Firman Faisal, Firdaus Gaffar, M. Sapril Tonjorang, Arif Hidayat, Ceceng Kholilullah, Akky dan Aan Suherman yang selalu memberikan semangat dan dorongan dalam suka dan duka selama mengenyam pendidikan di UIN Syarif Hidaytullah Jakarta.
11.Keluarga besar Pondok Pesantren DDI-AD Mangkoso beserta alumni DDI-AD Jakarta, yang telah banyak memberikan dukungan sehingga penulis dapat melanjutkan studi yang ada di ibu Kota Jakarta.
viii
14.Teman- teman seperjuangan Insan Cendekia Indonesia, Ada bang Amar Midan, bang Ocim, M. Farid Chair (bang Jarwo), bang Rijal, Teteh Laila yang merupakan senior yang selalu memberikan arahan setiap waktunya. Terimaksih kepada adik-adik I.C.I, ada Nur muhaimin (Boy), Abdul Khalid (Adul), Ihsan (Togar), Rio, Beben, Kijo, Iin, Ajeng, Ojan, Fadli, Faras, Nadia, Aini, Umi, Ima, Sauqi, Amar, Ismullah, yang setiap saat menyemangati dan memberi dukungan penuh kepada penulis.
15.Keluarga Besar IKAMI Sul-Sel, Cab. Ciputat, ada Kanda Awaluddin Jenne dkk yang merupakan senior primordial, yang selalu mengingatkan betapa pentingnya kembali membangun daerah masing-masing. Terima kasih kepada adik-adik IKAMI Sul-Sel, ada Moh. Apdal selaku Ketua Umum beserta jajarannya dan organisasi primordial yang ada di bawah naungan IKAMI Sul-Sel yang telah bersama-sama berjuang di tanah Rantau.
ix
dan seluruh kader HMI yang ada muka bumi ini.
Demikianlah ucapan terima kasih yang penulis haturkan atas semua bantuan baik itu moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mudah- mudahan Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.
Jakarta, 4 April 2017
x
Initial Romanization Initial Romanization
ا A ض D{
B ط Ţ
T ظ Z{
ث Th ع ‘
ج J Gh
ح H{ ف F
خ Kh ق Q
د D K
ذ Dh ل L
ر R M
ز Z ن N
س S ة،ه H
ش Sh و W
ص S{ ي Y
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ Fatḥah A A
َ Kasrah I I
َ D{ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama
َ
ي ... Fatḥah dan ya Ai A dan I
و ... َ Fatḥah dan wau Au A da U
Contoh:
xi
اــ Fatḥah dan alif a> a dan garis di atas
يـ ـ Kasrah dan ya I dan garis di atas
و ــ Ḑamah dan wau Ū u dan garis di atas
D. Ta’ Marbūţah
Transliterasi ta’ marbūtah (ة) di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.
Contoh:
ةأرم
: Mar’ahسردم
: Madrasah(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali dikehendaki lafadz aslinya)
E. Shiddah
Shiddah/Tashd d di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
نّبر
: Rabbana>لا ّوش
: Shawwa>l F. Kata Sandang Alif + La>m Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al. Contoh:
لا
: al-Qalam Apabila dikuti dengan huruf syamsyiah, ditulis al. Contoh:
سمشلا
: al-ShamsG. Kata-kata Pengecualian
Untuk kata al-Qur’a>n, al-Sunnah, H{adi>th, berserta nama surat al-Qur’a>n, nama orang, nama tempat, sekte, dan bulan dalam bahasa Arab,tidak dialih-bahasakansesuai dengan KBBI, namun tetap ditulis dalam bahasa Arab dengan menggunakan pedoman transliterasi, serta tidak dimiringkan.
Contoh:
xii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SIDANG ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 15
C. Batasan dan Perumusan Masalah ... 16
D. Tujuan dan Kegunaan ... 16
E. Kajian Pustaka ... 17
F. Metode Penelitian ... 24
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 24
2. Subjek Penelitian ... 25
3. Teknik Pengumpulan Data ... 26
4. Instrumen Pengumpulan Data ... 27
5. Tekhnik Analisa ... 28
xiii
B. Macam-Macam Malu ... 32
C. Dalil-Dalil Malu dalam Hadis ... 39
1. Riwayat Ibn Majah .. ... 39
2. Riwayat Turmuzi ... 40
3. Riwayat Imam Malik ... 41
D. Pemahaman Hadis Tentang Malu ... 42
BAB III KONSEP SIRI’ DALAM MASYARAKAT BUGIS A. Pengertian Siri’ ... 45
1. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Tokoh Masyarakat Bugis ... 46
2. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Indonesia Dari Daerah Lain ... 47
3. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Barat ... 47
B. Macam-Macam Siri’ ... 51
1. Menurut Peneliti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ... 51
2. Menurut Mashadi Said ... 51
3. Menurut Penelitian Zainal Abidin ... 52
C. Nilai-Nilai Dasar Budaya Siri’ ... 53
1. Lempu’ (Jujur) ... 54
2. Amaccangeng (Kecendekiaan) ... 55
xiv
1. Letak Geografis ... 65
2. Keadaan Demografis ... 66
3. Keadaan Pendidikan Dan Kebudayaan ... 67
4. Keadaan Sosial Ekonomi ... 69
5. Keadaan Agama Dan Kepercayaan ... 70
B. Analisa dan Hasil Penelitian ... 72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 83
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel Nama-Nama Responden
- Aparat Desa Sabbang Paru
- Tokoh Adat
- Tokoh Masyarakat
- Masyarakat Sipil
- Pemuda/ Mahasiswa
Wawancara
- Berita Acara Wawancara
- Berita Wawancara
1
A. Latar Belakang Masalah
Hadis dikalangan umat muslim, merupakan sumber hukum dan pedoman
hidup setelah al-Quran.1 Hadis juga dikenal sebagai sunnah, yang disandarkan
langsung kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan segala hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW.2
Kemudian sunnah merupakan perincian dan penjelasan dari kitab al-Quran yang
bertugas menyampaikan ajaran-ajaran kepada umatnya, sehingga umat muslim
wajib mengamalkan dan mempelajarinya, baik secara individual maupun global.
Hal demikian harus diperhatikan sebagai umat muslim untuk selalu berpegang
teguh kepada dua kitab yang diwariskan banginda Nabi Muhammad SAW yaitu
al-Quran dan sunnah. Adapun hadis mempunyai makna sendiri baik secara bahasa
maupun pengertian.
Secara bahasa, hadis berasal dari kata h{adi>th, bentuk jamaknya ahadith.
Dari kata tersebut, hadis memiliki banyak arti, diantaranya al-jadi>d (yang baru),
al-qari>b (yang dekat), dan al-khabar (berita). Kata al-h{adi>th dalam al-Quran
disebut sebanyak 23 kali, yang berarti kisah, ajaran, kata, wahyu, berita, dan
1 Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushtthalahul Hadis, (Penerbit: Bandung: PT Alma Arif,
1970), h. 15.
sebagainya. Jadi, hadis memiliki kemungkinan arti yang luas. 3 Sementara jika
kita melihat defenisi hadis secara istilah, maka hadis dapat berarti segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan,
perbutaan dan ketetapan.4
Para muhadditsin berbeda pendapat dalam mengartikan hadis secara
keseluruhan, perbedaan tersebut di sebabkan oleh sejauh mana bacaan dan
pemahaman mereka masing-masing terhadap penegertian hadis. Perbedaan
pengertian yang dimaksud adalah, pengertian hadis secara terbatas dan
pengertian hadis secara luas. Pengertian secara luas adalah yang mencukup empat
unsur, bahwa yang dikatakan dalam hadis hanyalah perkataan, perbuataan,
pernyataan dan sifat-sifat nabi saja.5 Sedangkan pengertian hadis secara luas
adalah apa yang dikatakan sebagai hadis, tidak hanya disandarkan kepada
Rasulullah SAW saja, tetapi segala bentuk perkataan, perbuataan, dan taqrir
yang disandarkan kepada sahabat thabi’in juga disebut hadis. Oleh karena itu
hadis bagi umat muslim merupakan suatu yang sangat penting dalam
menjalankan kehidupan sebagai umat muslim di dunia, oleh sebab itu
pemahaman umat muslim terhadap hadis dianggap mampu membawa umat
muslim kepada kebaikan dunia dan akhirat. Selain dari itu, lebih jauh
memandang bahwa hadis tidak hanya penting bagi umat Islam, tetapi suatu
anjuran agama yang harus kita patuh kepada sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sekian banyak pengertian di atas tentang hadis dan sunnah, penulis
mencoba memahami perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW, diantara perbuatan
nabi yang paling ditekankan adalah akhlak. Akhlak merupakan ajaran Islam yang
menempati posisi istimewa, di dalam al-Quran saja kita temukan kurang dari
1500 ayat yang berbicara tentang akhlak, belum lagi hadits- hadits nabi, baik dari
perbuatan maupun perkataannya, yang memberikan pedoman akhlak yang mulia.
Akhlak merupakan keharusaan bagi kita semua karena di dalam akhlak
mengajarkan perbedaa nilai-nilai baik dan buruk, tercela dan terpuji berlaku
dimana saja dalam aspek kehidupan. Begitu pentingnya peranan akhlak dalam
kehidupan manusia, maka Allah Swt., mengutus Rasul-Nya untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
ََأ
اَنَرَ بْخ
َِدَمَُُوُبَا
َُنْب
ََفُسوُي
اَهَ بْصَأا
َىِن
اَنَأَبْ نأ
َِدْيِعَسْوُ بأ
َُنْب
َُِباَرْعَأا
اَنَ ثَدَح
وُبَأ
َُدَمَُ َُ:ٍَرْكَب
ٍَدْيِبَعَُنْب
َُنبَُدَمََُُ ِنَرَ بخأٍَدَمََُُنبَِزيِزَعْلاَُدْبَعَاَننَثَدَحٍَروُصْنَمَِنْبَُدْيِعَسَاَننَثَدَحَىىِذَوْرَمْلا
َِهاَ ُلْوُسَرََلاَقََلاَقَُهْنَعَُهاََيِضَرََةَرْ يَرُهَ ِبأَْنَعٍَميِكَحَِنبَِعاَقعَقلاَِنَعََناجَع
-َهاَىلص
ملسوَهيلع
-ََ
َْعُ بَاَََإ
َِق َاْخَأاََمِراَكَمََمََُِأَُتِث
َ
‚Telah memberitahukan kepada kami Abu Muhammad bin Yusuf al-
ashbahani, telah memberitakan kepada kami abu sa’id bin al- A’rabi, telah
menceritakan kepada kami abu Bakr (Muh{ammad bin ‘Ubaid al -Marwadhi>), telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Man’shur, telah
menceritakan kepada kami‘Abd al-‘Azi>z bin Muh{ammad, telah
memberitahukan kepadaku Muh{ammad bin ‘Ajla>n dari al-Qa’qa>’ bin
H{akim, dari Abi> S{alih{, dari Abi> Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia‛6.
Dalam al-Quran disebutkan juga tentang Nabi Muhammad adalah teladan
yang baik bagi seluruh umat manusia. Kita dapat melihat di dalam surat
al-Ahzab (33) ayat 21 dan al-qalam (68) ayat 4.
َ ل
َ ۡويۡل وَ ّ َاوج ۡريَ اكَ ِلَ ٞة سحَةو ۡسأَّ َ وسرَيفَ ۡ لَ اكَ ۡ ق
َاريثكَ ّ َرك وَرخٓ ۡۡ
١٢
َ
َ
‚Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah‛.
َ
َ يظعَق خَى علَك إو
٤
َ
‚Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung‛.
Diantara sekian banyak akhlak terpuji yang dimiliki Rasulullah dan sering
diperhatikan adalah sifat malu karena itu dalam diri orang muslim senantiasa
menjaga harga diri dan pemalu. Malu adalah akhlak bagi seorang muslim. Dan
rasa malu itu merupakan bagian dari keimanan. Sedangkan keimanan merupakan
akidah seorang muslim dan tonggak kehidupannya.7 Malu juga merupakan salah
satu kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbutan yang baik
dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Sehingga umat Islam selalu menjaga
dan melestarikan akhlak dan budaya yang dibawakan oleh Rasul-rasul Allah
melalui kitab yang diturunkannya.
Malu mempunyai hubungan erat dengan akhlak-akhlak yang mulia
lainnya, seperti menjaga kemuliaan diri iffah), mengutamakan orang lain
7 Musthafa Murad, Minha>jul mu’min: pedoman hidup bagi umat muslim, (Solo: Pustaka
i>tha>r), sabar, lemah lembut, pemaaf, dan menggauli keluarga dengan baik.8 Sifat
malu yang dimiliki manusia sangat berperan penting dalam keimanan dan
karakter seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dan manusia bisa melakukan apa
saja ketika rasa malu sudah tidak muncul pada dirinya, baik dalam hal yang
positif maupun yang bersifat negatif. Sehingga Rasulullah menganjurkan
umatnya untuk menanamkan sikap ini pada diri mereka. Sebagaimana dikatakan
dalam sabdanya
ََعَِنْبََةَبْقُعَْنَعٍشاَرِحَِنْبَِيِعْبِرَْنَعَ،ٍروُصْنَمَْنَعَ،ٌريِرَجَاَنَ ثَدَحَ،ٍعِفاَرَُنْبَوُرْمَعَاَنَ ثَدَح
َوٍرْم
َِهَللاَ ُلوُسَرَ َلاَقَ:َلاَقَ،ٍدوُعْسَمَ َِِأ
-َ
ََمَلَسَوَِهْيَلَعَُهَللاَىَلَص
-ََْنِمَُساَنلاَ َكَرْدَأَاَََِنِإ"َ:
َ،يْحَتْسَتََََْاَذِإَ: ََوُْأاَِةَوُ بىنلاَِم َاَك
ََتْئِشَاَمَْعَنْصاَف
"
‚Telah memnceritakan kepada kami ‘Amr bin Ra>fi’, telah menceritakan
kepada kami Ja>ri>i, dari Mans{u>r, dari Rib’iyyi bin H{ira<shi’an ‘Uqbah bin ‘Amr Abi> Mas’u>d berkata, bahwa Rasulullah saew pernah bersabda:
Sesungguhnya diantara ucapan Nabi saw yang paling pertama diberitahukan adalah jika kamu tidak malu, lakukanlah apa saja
sesukamu.‛. (H.R Ibn Ma>jah).9
Pembahasan mengenai malu sudah banyak kita temukan di kalangan
ulama terdahulu dan nasehat-nasehat cendekiawan muslim baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam kitab S{ah{i>h al-Bukha>ri> dan Muslim, memaparkan
hadis-hadis yang menyinggung masalah sifat malu. Diantaranya kedudukan sifat malu
dengan iman, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu> Hurairah Ra yang
menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
8Abdul Mun’im Al-Hasyimi, Akhlak Rasul Menurut Bukhari & Muslim, (Jakarta: Gema
Insani, 2013), h. 282.
9
ََلاَقََلاَقََةَرْ يَرُهَ ِبَأَْنَع
َ
َِهَللاَُلوُسَر
-ملسوَهيلعَهاَىلص
- «
ََنوىتِسَوٌَعْضِبَْوَأََنوُعْ بَسَوٌَعْضِبَُناَمِإا
ٌَةَبْعُشَُءاَيَْْاَوَِقيِرَطلاَِنَعَىَذَأاَُةَطاَمِإَاَهاَنْدَأَوَُهَللاََاِإََهَلِإََاَُلْوَ قَاَهُلَضْفَأَفًَةَبْعُش
َِناَمِإاََنِم
‚ iman mempunyai tujuh puluh cabang lebih, yang paling utama adalah
bacaan laa ilaaha illallah [tiada tuhan selain Allah]. Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan hal-hal yang membahayakan di tengah
jalan. Dan rasa malu adalah bagian dari keimanan‛. (H.RMuslim).10
Hadis di atas memberikan pemahaman kepada umatnnya dari generasi ke
generasi, agar selalu menegakkan tauhid, akhlak serta syariat yang sudah
ditetapkan, sampai datang kepada generasi awal Islam adalah sifat malu. Umat
Islam secara nyata sudah mewarisi ajaran para Nabi dan Rasul, sebagaimana
dikehendaki Allah yang Maha tinggi dan Maha kuasa. Hal ini sudah jelas di
dalam al-Quran al-Karim, maka kewajiban kita adalah berpegang teguh apa yang
di berikaan Allah Taala adalah sifat malu, menghiasi diri dan berakhlak
dengannya.11
Adapun makna hadis malu yang dijelaskan para ulama besar kita, tentang
bila kamu tidak malu, maka lakukanlah sesukamu, terbagi atas tiga bagian:
1. Perintah yang bermakna ancaman
2. Perintah yang bermakna berita
3. Perintah yang bermakna pembolehan
Diantara ketiga makna ini yang paling kuat adalah yang pertama,
walaupun An-Nawawi menguatkan arti yang ketiga, sedangkan ulama yang lain
10
Ima>m Muslim, S{ah{i>h{ Muslim (Beirut: Da>r Ih{ya> Tura>th, tt), vol, 1, hal, 63 . Lihat pula Ima>m Bukha>ri>, S{ah{i>h{ Bukha>ri> (Beirut; Da>r T{ub al-Najah, vol 1, h. 11.
memilih makna kedua.12 Dengan pertimbangan bahwa orang yang tidak
memiliki malu ia akan mengerjakan apa yang dia kehendaki, karena yang
menghalangi dari perbuataan-perbuataan buruk adalah rasa malu.13 Dalam
pemaknaan di atas, dapat kita jelaskan bahwa orang tidak memiliki perasaan
malu, akan menjerumuskan dirinya ke dalam perbuataan keji dan mungkar. Di
sisi lain makna malu juga membolehkan manusia tidak memiliki perasaan malu
untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan bahwa mereka merasa aman dari
Allah SWT dan dari manusia sendiri.14
Kemudian sifat malu dibagi dua macam. Pertama: malu fitri, yaitu watak
bawaan yang didapatkan tanpa usaha dan sudah diciptakan oleh Allah watak ini
sesuai fitrahnya. Kedua: Malu yang didapatkan dengan usaha, yaitu malu yang
didapat dengan makrifat ke pada tuhan dan mengenal ciptaan-Nya. Dari
macam-macam malu diatas menjelaskan bahwa malu sudah ada dalam diri manusia
sehingga bagaimana cara kita memunculkan rasa malu tersebut.15
Indonesia yang kita kenal salah satu negara yang mempunyai penduduk
urutan ke-4 terbesar di dunia yang jumlahnya 254,9 juta jiwa menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) melaporkan berdasarkan data Susenas 2014 dan 2015,16
yang mana di dalamnya terdapat pulau-pulau dan beraneka ragam budaya, adat
12 Must{afa> Murad, Minhajul mukmin: pedoman hidup bagi umat muslim, h. 175.
13 Must{afa> Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wa>fi>: S\harah> H{adi>th Arba’i>n
Ima>m Al-Nawa>wi>.h. 174.
14 Must{afa> Dieb Al-Bugha, Shaikh Muh>yidi>n Mistu, al-Wa>fi: Sharah> H{adi>th Arba’i>n Ima>m
Al-Nawa>wi>, h. 175.
15 Musthafa Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in
Imam An-Nawawi, h. 175-176
16
dan istiadat. Selain itu negara Indonesia dikenal luas di mata dunia dengan
budaya yang menjunjung tinggi keramahan dan sopan santun dan memiliki Nilai
budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia yang masih sangat tinggi nilai
persaudaraan, saling menghormati, dan menghargai orang lain. Adapun daerah
yang masih kental dengan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang kita,
seperti yang terjadi di pulau Sumatera letaknya di daerah Padang yang masih
menjujung tinggi adat istiadat17, kita bergeser ke pulau Jawa. Di pulau Jawa
letaknya di Solo dan Yogyakarta, tidak diragukan lagi dengan dengan bukti
budaya dan etika yang diterapkan oleh masyarakatnya baik dalam hal
berkomunikasi maupun penerapan perilaku.18 Begitu halnya yang terjadi di pulau
Sulawesi yang mana masyarakatnya masih menjujung tinggi warisan nenek
moyangnya dalam hal adat istiadat yang diwariskan kepada cucunya.19
Dari ketiga pulau yang dipaparkan penulis, maka penulis hanya
mengambil satu daerah yang di dalam adatnya, masih kental dengan budaya
malu. Hal ini sangat berkaitan dengan adat yang diterapkan warga Sulawesi
17 Salah satu budaya yang masih dipertahankan masyarakat Minang hingga kini adalah
Pacu Jawi. Selengkapnya, Rizki Hidayat, Konstruksi Makna Dalam Upacara Adat Tradisi Pacu Jawi Sebagai Kearifan Lokal Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumater Barat, Jurnal Ilmu Komunikasi Fisip UR, h. 2
18 Dalam budaya masyarakat Jawa, terdapat beberapa hal mengenai tata krama yang selalu
dijunjung, baik dalam berkomunikasi yang menyampaikan sesuatu secara tidak langsung, atau menempatkan diri pada posisi yang semestinya. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Ryan L Rachim dan H Fuad Nashori, Nilai Budaya Jawa dan Prilaku Nakal Remaja Jawa, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, Vol. 9, No. 1, Mei 2007, h. 31
19 Dalam skripsi Nina Rizky Mulyani Darwis, membandingkan antara logika bawaan
khusus masyarakat Bugis, yang mana masyarakat Bugis mempunyai adat yang
namanya adat Siri’(malu). Siri’ dalam bahasa orang Bugis-Makassar adalah yang
berarti malu atau rasa malu, sekalipun kata Siri’ tidak hanya disebutkan dengan
makna harfiah.20 Jika kita berbicara tentang Siri’ (Bugis) maka kita tidak dapat
terlepas dari persoalan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena Siri adalah
kelakuan atau hasil dari kelakuan masyarakat yang kemudian diwariskan kepada
generasi-generasinya sebagai pusaka yang mesti dijunjung dan dilestarikan
sebagaimana peran masyarakat dalam menjalani hidup dan kehidupannya sebagai
warga yang mengaku berdarah Bugis.
Sejatinya pada masyarakat Bugis, Siri’ ini sudah ditanamkan orang tua
sejak dini dan menjadikan sebagai sumber hukum atau akhlak tertinggi di
Sulawesi, dengan nilai yang ditanamkan orang terdahulu kita. Namun demikian,
makna siri’ mengandung arti positif dan negatif. Sebagaimana saya kutip dari
media online: Siri’ yang sifatnya positif, dianjurkan untuk dilaksanakan.
Misalnya ketika dalam suatu kampung, kehidupan ekonominya tidak
berkembang, hidup dalam nuansa kemiskinan maka sifat malunya menyebabkan
giat berusaha mencari pekerjaan dimana saja, pergi merantau. Tak heran kalau
orang Bugis itu dapat dijumpai di daerah-daerah di Nusantara, bahkan sampai ke
luar negeri.
Siri’ yang kami maksud di sini adalah suatu perasaan baik yang muncul
pada masyarakat Bugis, yang mana budaya siri’ selalu mengajarkan
20 Laica Marzuki, SIRI’: Bagian kesadaran Hukum Rakyat Bugis-Makassar, (Ujung
masyarakatnya agar memagari dirinya dengan siri’ sebagaiamana yang di katakan
dalam Lontara’ Bugis: ‚Taro-taroi alemu siri’, narekko de’ siri’ mu inrekko siri’.
Artinya: perlengkaplah dirimu dengan malu, kalau tidak ada malumu, pinjamlah
malu.‛21 Bahwa budaya malu yang ada di Sulawesi Selatan sangat penting bagi
masyarakatnya, sehingga budaya siri’ selain mengajarkan menjaga harkat dan
martabat manusia dan penciptanya, budaya siri’ juga selalu membawa kebaikan,
seperti yang dikatakan dalam lontara: ‚naiyya siri’e sanggadinna mappapole
deceng‛. Artinya malu selalu membawa kepada perbuatan yang baik. Budaya
siri’ merupakan salah satu kontrol bagi masyarakatnya baik di dalam
lingkungannya maupun di luar daerah, seperti yang telah dikatakan dalam
Lontara: Siri; emmi na to riaseng tau dan akkaritutui siri’mu rilaomu. Artinya:
malulah kita disebut manusia dan berhati-hatilah dengan malumu di negeri
orang.22
Hubungan antara siri’ yang membudaya pada masyarakat Bugis dan
ajaran malu dalam Islam dapat ditelusuri dari kontribusi masuknya Islam ke
Sulawesi pada paruh kedua abad-16, sekitar tahun 1575, yang mana raja Goa,
Manrio Gau’ memberi perilaku istimewa kepada pedagang muslim Melayu yang
membawa ajaran Islam di Sulawesi.23 Berkembangnya Islam di Sulawesi
memberikan banyak perubahan yang dilakukan oleh ulama berkaitan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bugis seperti menyembah
21 Mashadi Said, Jati Diri Manusia Bugis, (Jakarta: Pro de leader, 2016), h. 104.
22 Nadji Palemmui Shima, Arsitektur Rumah Tradisional Bugis, (Makassar: BP
UNM,2006), h. 14
23 Christian Pelras, Manusia bugis, (Jakarta: Nalar bekerjasama dengan Forum
pohon dan hal-hal yang berbaur kemusyrikan. Di saat Islam menjadi agama resmi
pada kerajaan-kerajaan Bugis, ada beberapa perubahan telah terjadi secara
berangsur-angsur dan perubahan ini sangat jelas pada waktu ditetapkan syara’ (
hukum Islam) menduduki posisi paling penting di masyarakat. Hukum Islam
yang diterapkan banyak menghapus adat kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat Bugis seperti dalam kesahari hariannya seorang pria harus membawa
badik atau keris sebagai pembelaan diri.24 Masih banyak adat kebiasaan yang
sampai saat ini menjadi sebagai jati diri manusia Bugis yaitu salah satunya
mempertahankan Siri’ (malu), dalam mengangkat martabat masyarakatnya.
Siri’ yang penulis maksud adalah suatu tingkahlaku atau perasaan
masyarakat terhadap diri sendiri dan orang lain. Serta mengajarkan masyarakat
bugis agar mempertahankan budaya malu di dalam diri masing-masing manusia.
Ini sangat perkaitan dengan ajaran agama Islam apabila dilihat dari konteks hadis
yang berbicara tentang malu, yang selalu mengajarkan umat Islam agar selalu
menjaga perbuatan yang baik dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama Islam
sendiri, maka dari itu budaya malu sangat berkaitan dengan hadis malu yang
mengatakan perbuataan malu selalu membawa kepada kebaikan.
Di sisi lain konteks budaya malu ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa
manusia harus mempunyai malu jika berbuat suatu kesalahan. Kedua, budaya
malu dalam konteks negatif. Ketika terjadi suatu permasalahan sampai bentrok
fisik, biasanya tanpa mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya akan
24 Rahman Rahim, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, (Ujung Pandang: Hasanuddin
merasa mempunyai rasa malu ketika yang terlibat adalah komunitasnya atau
kerabatnya, akan ikut turut campur karena merasa ikut malu ketika merasa kalah.
Contoh lain yang faktual adalah penerapan mas kawin yang tinggi pada prosesi
peminangan anak gadis. Agak malu jikalau anak tetangganya telah menikah
dengan mas kawin yang tinggi dibanding dengan anak gadisnya. Maka dipastikan
mas kawinnya harus lebih tinggi minimal sama. Pada dasarnya nilai Siri’ adalah
sesuatu yang menjadi dasar dalam bertindak bagi manusia Bugis. Telah menjadi
pranata sosial yang mesti dipertahankan. Tapi harus dicamkan bahwa yang harus
dipertahankan tentunya yang tidak melanggar aturan agama dan aturan negara.25
Satu hal perlu kita ketahui bahwa orang Bugis adalah orang yang
memiliki semangat tinggi (berdarah panas): mereka tidak akan menerima
perlakuan sewenang-wenang.26 Orangnya berani dalam menanggapi semua
masalah dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Sehingga kita bisa lihat
dalam kutipan salah satu penulis buku manusia Bugis makassar, yaitu:
‚Dalam kehidupan manusia Bugis-Makassar, Siri’ merupakan unsur yang prinsipil dalam diri mereka, tidak ada satu nilai pun yang paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi selain dari pada Siri’, bagi manusia Bugis makassar, Siri’ adalah jiwa mereka, harga diri mereka. Sebab itu, untuk menegakkan dan membela Siri’ yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia Bugis makassar bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya yang paling berharga demi tegaknya Siri’dalam kehidupan mereka.‛27
Maka tidak heran lagi kita melihat masyarakat Bugis terjadi pertikaian
antara suku dan paling sering kita saksikan tawuran antara perguruan tinggi,
25
http://www.kompasiana.com/lawise/sirik-alias-budaya-malu-orang-bugis-makassar_550d499d813311502cb1e263, 22-06-216.
baik melalui media, berita dan diselasaikan dengan sifat ego yang tinggi dalam
mempertahankan malu (Siri’) mereka. Bahkan saya sebagai penulis dalam
penelitian ini, telah menyaksikan banyak hal yang terjadi di masyarakat Bugis
khusunya di desa Sabbang Paru yang merupakan Tanah kelahiran saya. Bahkan
pernah terjadi satu kasus tawuran antara pemuda kampung saya dengan pemuda
kampung sebelah disebabkan salah satu pemuda dipermalukan di depan umum,
sehingga pemuda ini tidak menerima atas perlakuan tersebut lalu pemuda ini
memukul pemuda kampung sebelah dengan anggapan bahwa mereka telah
mempermalukan saya di depan banyak orang atau dengan bahasa Bugis
nappakasiri’ka, karena yang dipukul juga tidak menerima perlakuan demikian
maka terjadilah bentrokan antara warga disebabkan dua pemuda yang sama-sama
mempertahankan ego dan harga dirinya.28
Ada yang lebih parah dari kasus yang diatas antara suadara kandung
sendiri dia rela menikam kakaknya, diakibatkan seorang kakak telah mencaci
maki adiknya di depan keluarga. Bahkan rata-rata kasus yang kami ceritakan di
atas sering terjadi dikalangan masyarakat Bugis itu yang bersifat negatif. Adapun
beberapa kasus yang bersifat positif seperti perempuan yang sedang jalan berdua
dengan laki-laki yang belum resmi menjadi hubungan suami istri, maka dari
pihak keduanya menganggap itu merupakan suatu aib apalagi sudah sampai
melakukan perbuatan yang dilarang oleh adat dan agama, bahkan kedua orang
28 Salah satu pengalaman pribadi penulis mengenai budaya siri’ yang ada di masayarakat
tua mereka rela mengusir anaknya dari rumah dan yang lebih parahnya mencoret
mereka dari anggota keluarga.29
Masyarakat Sabbang Paru masih sangat kental dengan budaya malu
terhadap orang yang pendidikannya tinggi apalagi dia seorang kiyai bahkan
mereka enggan untuk berbicara sama mereka, dengan alasan saya tidak punya
apa-apa untuk bertemu mereka kalau hanya dengan mengandalkan fisik saja.
Masyarakat di sana juga sangat menghargai anak-anak yang keluar daerah
dengan tujuan menimbah ilmu agama maupun ilmu yang bersifat umum.30 Maka
dari itu penulis sangat termotivasi dalam menggangkat hubungan hadis malu
dengan budaya Siri’ yang ada di Sulawesi khususnya di daerah saya desa
Sabbang Paru kecamatan Lembang kabupaten Pinrang.
Melihat beberapa hadis dan penjelasannya di atas bahwa pengertian malu
dalam Islam masih bersifat umum dan sangat luas maknanya, hal ini disebabkan
karena pemahaman konsep malu dalam hadis memiliki banyak bentuk
pemaknaannya. Al-Bukhari dan Muslim secara definitif juga menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan malu adalah salah satu sifat yang disukai manusia dan
ketiadaan sifat malu merupakan kekurangan dan aib, sebagaimana malu juga
merupakan kesempurnaan iman.31 Selanjutnya penulis merasa bahwa perlu untuk
kita melihat bagaimana pemahaman konsep malu (Siri’) melalui hadis nabi, hal
29Wawancara Pribadi dengan Darwin sebagai kepala desa Sabbang Paru, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Pinrang. Di Ruangan Kepala Desa, pada tanggal 10 November 2016, jam 9.15- 9.55 WITA.
30 Wawancara penulis dengan H. Saharuddin salah satu tokoh Masyarakat. Di Rumah
Pribadinya, pada tanggal 15 November 2016, jam 17.20-18.15 WITA
31 Musthafa Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in
ini karena hadis merupakan penjelas dari makna Al-Qur’an yang bersifat umum.
Selain itu penulis juga merasa perlu untuk melihat pemahaman dari para ulama
muhadisin, mufassir, dan ulama mutakallim sebagai pedoman dalam memahami
kembali makna malu (Siri’) dalam hadis nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam
memahami kembali hadis yang berbicara seputar malu (Siri’), penulis berharap
dapat menemukan makna yang relevan terhadap kasus-kasus yang terjadi daerah
Bugis saat ini.
Berdasarkan pemaparan ini, penulis tertarik untuk melihat bagaimana
hubungan antara budaya siri’ yang terdapat di masyarakat Bugis dengan hadits
malu dalam Islam. Keduanya memiliki nilai yang diacu serta kecenderungan yang
sama, terutama pada tataran akhlak yang apabila dilanggar, akan menimbulkan
rasa malu. Dengan mengambil beberapa responden untuk diwawancarai dari
wilayah Sabbang Parru penulis mencoba untuk melihat bagaimana kaitan dan
hubungan antara siri’ sebagai budaya di masyarakat Bugis dengan ajaran malu
dalam hadits. Maka sebagai langkah awal dalam penelitian ini, penulis memberi
judul yaitu: ‚Hubungan Budaya Siri’ Dengan Hadits Malu (Studi Kasus Siri’
dalam Masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan)‛
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis menemukan topik masalah seputar
budaya Siri’ dan menghasilkan beberapa masalah terkait:
2. Apakah terjadi pergeseran makna dalam memahami hadis malu berkaitan
dengan budaya Siri’?
3. Bagaimana proses terjadinya pergeseran pemahaman masyarakat
sekarang ini, sehingga memaknai siri’ yang lebih condong ke arah Negatif
?
C. Batasan dan Perumusan Masalah
Berangkat dari identifikasi masalah di atas, maka diperlukan suatu
batasan masalah, guna menjaga agar penelitian ini fokus pada pembahasan dan
lebih terarah. Maka penulis memberi batasan masalah penelitian dalam beberapa
hal yang berkaitan dengan hadis malu dalam budaya Bugis (Siri’/ malu) sebagai
berikut:
1. Memaparkan hadis-hadis tentang malu yang diriwayatkan oleh Ibn
Majah, Imam Tirmizi, dan Imam Malik.
2. Mengungkap hubungan hadis malu dalam pengaruh budaya Siri’ di desa
Sabbang Paru kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Dengan demikian, penelitian ini memiliki rumusan masalah adalah:
‚Bagaimana hubungan budaya Siri’(malu), dikaitkan dengan hadis nabi tentang
malu studi kasus di desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang,
Sulawesi-Selatan ?‛
D. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hadis-hadis nabi Muhammad SAW. yang berbicara
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana sikap malu pada masa nabi
Muhammad saw. Sebagai upaya dalam memahami budaya Siri’pada
masyarakat Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis budaya siri pada hadis malu dalam hadis Nabi Muhammad
saw.
4. Mengidentifikasi karakteristik sosial masyarakat Bugis, di desa Sabbang
Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara akademik, penelitian ini kiranya mampu memberikan sumbangsih
pemikiran dalam Islam, khususnya dalam bidang hadis tentang malu yang
saat ini menjadi problema di masyarakat Sulawesi Selatan.
2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada
program studi Tafsir-Hadis di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dapat penulis lakukan,
ditemukan beberapa kajian terdahulu secara spesifik serumpun dengan judul yang
penulis angkat, namun objek kajiannya ada yang hampir sama dan ada pula
kajian yang relatif jauh kaitannya dengan kajian penulis, tetapi masih dalam
lingkup yang sama.
Diantara karya-karya tersebut adalah dokumen, buku, atau jurnal dan
penelitian yang terkait langsung maupun tidak lansung dengan penelitian ini,
1. Jati diri Manusia Bugis, Mashadi Said, 2016. Buku ini membahas bagaimana
nilai-nilai kehidupan Masyarakat Bugis sehari-hari, dimana dalam kehidupan
masyarakat Bugis tidak pernah terlepas dari falsafah siri’. Bedanya dengan
skripsi ini, bahwa penelitian skripsi ini meneliti secara khusus hubungan
budaya siri’dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis
desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang,
Sulawesi-Selatan).
2. Siri’ dan Pesse’, ( harga diri orang Bugis, Makassar, Mandar, Toraja ), Abu
Hamid, 2003. Buku ini mengatakan, dalam menjaga Siri’ dan harga diri yang
ada di sulawesi merupakan kewajiban serta kebanggaan masyarakat Bugis
sendiri. Bedanya dengan penelitian penulis buku ini hnaya mengkaji filosofi
kehidupan masyarakat Bugis secara umum, sedangkan dalam penelitian
skripsi ini meneliti secara khusus tentang hubungan budaya siri’ dengan
hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru,
kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan)..
3. Manusia Bugis, Christian Pelras, 2006. Buku ini membahas pembentukan
identitas masyarakat Bugis serta memperkenalkan budaya dalam bertahan
hidup. Perbedaannya dengan penelitian skripsi ini adalah, penelitiannya di
fokuskan pada pembahasaan tentang kebudayaan masyarakat Bugis serta
tatanan hidup manusia Bugis, sedangkan dalam penelitian skripsi ini penulis
membahas secara khusus hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi
kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
4. Siri’ filosofi suku Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Abu Hamid dkk, 2014.
Buku ini megatakan bahwa siri’ adalah kearifan lokal, sebuah filosofi hidup
tentang harga diri yang kini terus hidup, dijaga, dan tumbuh dalam suku
Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Buku ini hanya mengkaji dari empat
sisi suku yang ada di Sulawesi mengenai peranan dalam penerapan budaya
siri’, berbeda dengan skripsi yang kami teliti yang sifat secara khusus
hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam
masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten
Pinrang, Sulawesi-Selatan).
5. Siri’ bagian kesadaran hukum rakyat Bugis-Makassar, Laica Marzuki, 1995.
Buku ini membahas kesadaran hukum rakyat Bugis-Makassar dan tidak
terlepas dari budaya yang ada atau yang pernah ada pada suku
Bugis-Makassar, berbeda dengan penelitian skripsi ini, penulis buku ini fokus
terhadap penegakan hukum sedangkan kami terfokus kepada hubungan
budaya siri’dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis
desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang,
Sulawesi-Selatan).
6. Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, Rahman Rahim, 1992. Buku ini
membahas mengenai nilai-nilai utama kebudayaan Masyarakat Bugis, serta
mengangkat fungsi dan peranan budaya Bugis di Sulawesi dalam bentuk
kemandiriannya, dan menjadikan karakter masyarakat Bugis dalam menata
kehidupan berkeluarga. Tapi dalam buku ini belum membahas peranan
teliti, penelitian ini lebih tertuju kepada hubungan budaya siri’ dengan hadis
‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru,
kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
7. Kuliah Akhlak, Yunahar Ilyas, 2005, dalam buku tersebut menjelaskan
bahwa malu adalah refleksi dari keimanan seseorang, sifat malu mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mengontrol dan mengendalikan hawa
nafsu seseorang dari perbuatan yang dilarang oleh agama. Dalam buku ini
juga disertakan beberapa hadis yang membahas tentang sifat malu namun
tidak disertai dengan sanad hadis yang lengkap.32 Berbeda dengan penelitian
kami yang secara khusus lebih menekankan kepada hadis yang berbicara
tentang malu dengan sanadnya, hadis yang berkaitan langsung dengan
hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam
masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten
Pinrang, Sulawesi-Selatan).
8. Memahami nilai Budaya siri’ na pacce dalam kehidupan rumah tangga
masyarakat Suku Bangsa Bugis, Nur Alam Saleh, 2001. Buletin ini
megatakan dalam tulisanya penegakan budaya Siri’ dalam rumah tangga
merupakan nilai yang paling tinggi dalam keluarga, serta menjadikan
seorang laki-laki Bugis sebagai pelindung bagi kaum perempuan serta orang
yang teraniaya. Buletin ini hanya berbicara ruanglingkup etika rumah
tangga, sedangkan dalam penelitian skripsi kami menekankan pandangan
masyarakat terhadap hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi
32Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam
kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
9. ‚Pengaruh rasa malu terhadap perilaku mungkar remaja di desa belang
wetan, klaten utara‛33 di tulis oleh Nurul Hidayah dalam penelitian ini
menegaskan pentingnya rasa malu dalam mencegah perbuatan mungkar yang
dilakukan oleh remaja yang berada di desa Wetan utar klaten. Berbeda
dengan penelitian kami yang lebih menekankan kepada satu konsep budaya
di Sulawesi, serta mencari kesamaan konsep tentang hubungan budaya siri’
dengan hadis ‚malu‛ Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa
Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan.
10. ‚Malu dengan pengaruhnya terhadap etika berpakaian remaja putri desa pasir
kecamatan mijen kabupaten demak‛,34 ditulis oleh Khafid dalam penelitian
ini hanya berfokus dalam menjaga sebuah etika berpakaian bagi kaum remaja
putri menghadapi globalisasi. Sedangkan dalam penelitian skripsi ini secara
khusus meneliti hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus
siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
11. ‚Pengamalan Hadis tentang Malu mahasiswa jurusan tafsir hadis fakultas
ushuluddin dan filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta‛. 35 ditulis oleh
Daniati, penelitian ini mengungkapkan bagaimana seorang mahasiswa dalam
33 Nurul hidayah, ‚Pengaruh rasa malu terhadap perilaku mungkar remaja di desa belang
wetan utar, klaten‛, Skiripsi, Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2004.
34 Khafid, ‚Malu dengan pengaruhnya terhadap etika berpakaian remaja putri desa pasir
kecamatan mijen kabupaten demak‛, Skripsi, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2001.
35 Daniati ‚Pengamalan Hadis tentang Malu mahasiswa jurusan tafsir hadis‛, Skripsi,
mengamalkan hadis malu dalam praktik kehidupan belajar didalam kampus.
Sedangkan dalam penelitian skripsi yang telah kami tulis peran hadis malu
terhadap budaya yang ada di Sulawesi yang secara khusus kami kaji tentang
hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam
masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten
Pinrang, Sulawesi-Selatan).
12. ‚Tinjauan kriminologis tentang budaya siri’Dalam tindak pidana
pembunuhan di Masyarakat sulawesi selatan, ditulis Dewi Sartika
Tenriajeng, dalam penelitian ini menjadikan Dalam skripsi ini Penulis
membahas tentang konsepsi hukum yang berlaku di masyrakat bagi pelaku
pembunuhan berdasarkan perspektif kriminologi dan hubungan antara pelaku
pembunuhan jika ditinjau dari budaya Siri’. Sedangkan dalam penelitian
skripsi ini penulis lebih kepada khusus kepada konsep hukum terhadap
budaya malu, berbeda dengan penelitian skripsi yang kami tulis yang secara
khusus lebih kepada hubungan budaya siri’dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus
siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
13. Kajian sosiologi hukum terhadap budaya siri’ (malu) dalam meningkatkan
ketaatan hukum masyarakat Bugis-makassar, ditulis oleh Sumange
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa peranan Budaya Siri‟
dalam masyarakat Bugis-Makassar, apakah ia masih ada ditengah
masyarakat dan untuk mengangkat kearifan lokal Siri’ dari masyarakat
nilai-nilai yang terdapat dan tersembunyi di dalam Budaya Siri’ itu sendiri
agar dapat menjadi panduan untuk berbuat dan bagaimana penerapannya
dalam upaya meningkatkan ketaatan hukum dari masyarakat
Bugis-Makassar itu sendiri. Berbeda dengan kajian skripsi yang telah kami teliti
secara khusus lebih kepenekanan etika budaya siri’ dengan hadis-hadis nabi
serta kami mencari hubungan budaya siri’dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus
siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
14. Hadis-Hadis tentang Malu adalah sebagian dari Iman, kajian Ma’ani al
-Hadis, ditulis oleh Moh. Afifi. Penelitian ini secara umum menjelaskan
kesahihan hadis-hadis tentang malu dari berbagai metode penelitian.
Sedangkan pada penelitian kami secara khusus mengkaji hubungan budaya
siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa
Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).
15. Muhammad al-Ghazali dengan karyanya Khuluq al-Muslim yang
diterjemahkan oleh Abu Laila dan Muhammad Tohir dengan judul Akhlak
seorang Muslim dalam sub judul rasa malu mengutip serta menjelaskakn
beberapa hadis tentang malu dengan penjelasan yang sederhana tanpa
mengaitkannya dengan permasalahan sosial yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat. Sedangkan dalam kajian kami lebih kepada kaitan hadis malu
dan budaya siri’ pada masyarakat Bugis yang ada di desa Sabbang Paru
Beberapa Buku, jurnal dan skripsi sebelumnya, belum ada yang mengkaji
secara spesifik tentang Hubungan Budaya Siri’ Dengan Hadis ‚Malu‛ (Studi
Kasus Siri’ Dalam Masyarakat Bugis Desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang, Sulawesi-selatan ).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif, jenis
penelitian adalah studi kasus. Menurut Bagdan dan Taylor, metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.36 Teknik penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan sosial
termasuk manusia didalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh dari
laporan hasil pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diselidiki dan
keterangan orang yang mengetahui tentang hal itu. Dalam skripsi ini penulis
lebih memilih Studi kasus budaya siri’ dengan hubungan hadis malu dalam
masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten
Pinrang, Sulawesi-Selatan, sehingga dapat kita ketahui pendapat antara
pemuka agama dengan tokoh adat yang ada di masyarakat Bugis.
Penelitiannya ini berupa penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan data
yang peneliti peroleh secara harfiah, penelitian deskriptif adalah penelitian
36 Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau
kejadian-kejadian tertentu sehingga diperoleh deskripsi yang sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.37 Peneliti
mencoba untuk mencermati individu masyarakat secara mendalam dan
menemukan gejala penting yang melatarbelakangi gejala tersebut.
2. Subjek Penelitian
Pada penelitian studi kasus, peneliti tidak melakukan populasi sampel
sebagaimana survei dan eksperimen , melainkan subjek penelitian. Istilah
subjek penelitian menujukkan kepada individu orang atau kelompok yang
dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.38 Subjek penelitian ini adalah
masyarakat Bugis yang ada di desa Sabbang Paru, yang meliputi tokoh-tokoh
adat, pemerintahan, agama, pemuda, dan masyarakat setempat yang lebih
mengetahui kondisi sosial wilayah penelitian. Penelitian dilakukan pada
subjek yang masih kental dengan budaya siri’nya, karena subjek penelitian
adalah orang-orang yang masih identik dengan kegiatan-kegiatan atau
kebiasaan masyarakat dalam mempertahankan budaya Bugis.
Mengenai jumlah subjek yang akan diteliti, penelitian menetapkan 40
orang informan yang di bagi menjadi 5 bagian terdiri atas 5 orang tokoh
adat, 5 orang pejabat pemerintahan, 5 orang tokoh masyarakat, 10 orang
masyarakat sipil, dan 15 orang pemuda masyarakat Bugis di desa Sabbang
paru. Menurut strauss, tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal
37 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h.
18
subjek yang harus dipenuhi dalam satu penelitian kualitatif, apabila data
yang diperoleh telah cukup memadai, maka dapat diambil subjek dalam
jumlah kecil.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan kajian
kepustakaan dengan mencari buku-buku, artikel dan skripsi yang berkaitan
dengan budaya Siri’, dan metode observasi langsung dengan melakukan
wawancara mendalam (depth interview). Wawancara mendalam memainkan
peran besar dalam penelitian studi kasus. Wawancara dalam satu penelitian
bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam
suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka. Wawancara merupakan
suatu alat utama dari metode observasi. Teknik wawancara ini diharapkan
dapat memberikan informasi secara langsung dari responden atau informan
melalui tanya jawab. Wawancara mendalam ini sifatnya kondisional, artinya
susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan
dapat diubah saat wawancara berlangsung.
dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukakn melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
Adapun objek yang akan diwawancarai adalah: 1) Aparat Desa
2) Tokoh Adat 3) Tokoh Masyarakat 4) Masyarakat Sipil
Sedangkan observasi adalah pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang diselidiki.39 Dalam hal ini bertujuan mengamati
fenomena sosial kebudayaan dan agama yang sedang peneliti lakukan, dan
memberikan gambaran objektif tentang kondisi sosial budaya masyrakat
Bugis yang berada di Desa Sabbang Paru. Metode ini dipandang sangat
berguna untuk memperoleh data-data yang dimungkinkan dapat membantu
kelengkapan hasil penelitian.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini agar data yang
diperoleh dapat dipelajari dan diingat kembali adalah pedoman wawancara,
Handphone recorder, dan buku catatan. Pedoman wawancara digunakan
agar lebih fokus memanggil apa yang menjadi sasaran penelitian. Sedangkan
Handphone recorder digunakan untuk merekam perkataan subjek, dan
digunakan untuk memudahkan peneliti mengulang kembali hasil
39 Imam Supriyago, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT Remaja
wawancara, agar memperoleh data yang utuh. Alat perekam digunakan
dengan seizin informan. Buku catatan digunakan untuk mencatat hal-hal
yang tidak terekam atau terlewati dan tidak jelas.
5. Teknik Analisa
Analisa data merupakan salah satu langkah penting untuk
memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Dalam penelitian, data
dianalisis secara kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi
partisipasi wawancara dan dokemen tersebut dideskripsikan dalam bentuk
uraian, maksud utama analisis data ini agar dapat dimengerti, sehingga
penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain.
Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih dilapangan dan setelah
data terkumpul, penelitian menganalisis data-data sepanjang penelitian dan
dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penulisan. Data-data
tersebut bisa berupa informasi-informasi dari masyarakat setempat, tokoh
masyarakat, agama, pemuda dan lain sebagainya.
6. Teknik Penulisan
Untuk teknik penulisannya, penulis berpedoman pada buku pedoman
penulisan karya ilmiah, skripsi, tesis dan desertasi.yang diterbitkan CeQDA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cetakan ke-2 2007.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB Pertama merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang
dan kegunaan, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB Kedua mengutarakan Malu, dalam Hadis, yang meliputi : pengertian
malu dalam Islam, macama-macam malu, dalil-dalil tentang malu dalam
hadis dan pemahaman hadis tentang malu.
BAB Ketiga Konsep Siri’ dalam masyarakat Bugis, yang meliputi :
pengertian Siri’, makan Siri’ dalam masyarakat Bugis, macam-macam
Siri’, nilai-nilai dasar budaya Siri’ dan Siri’ sebagai bagian dari adat
Bugis
BAB Keempat Analisa, yang meliputi : Profil Desa Sabbang Paru,
pengaruh hadis malu dalam budaya Siri’dan hasil penelitian.
30
A. Pengertian Malu dalam Islam
Kata malu merupakan satu kata yang mempunyai makna yang dalam dan
tidak asing lagi di telinga kita, bahkan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
manusia baik yang berupa perbuatan negatif maupun perbuatan positif. Sehingga
dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata malu mempunyai 3 macam arti, yaitu:
1. Perasaan tidak berani tampil di muka orang karena takut salah dan
sebagainya.
2. Merasa terhina karena tercemar nama baiknya.
3. Segan bercampur hormat dan takut. 1
Adapun istilah dalam bahasa Melayu, malu adalah satu perasaan negatif
yang timbul dalam diri seseorang akibat daripada kesadaraan diri mengenai
perlakuan tidak wajar yang dilakukan oleh diri sendiri.2 Sedangkan dalam bahasa
Arab kata malu berasal dari kata h{aya>u yang secara etimologis berarti al-Taubah
wa al-h{ishmah (merasa bersalah karena telah melakukan suatu perbuatan yang
tidak baik atau tidak benar)3. Adapun secara terminologis (istilah) ada beberapa
macam defenisi yang dikemukakan para sufi. Ada yang mendefenisikan dengan
1 J. S. Badudu. Sutan Muhammad Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta: Pustakan
Sinar Harapan,1994), hal, 852-853. Lihat juga Tim penyusun kantor pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indoneisa,(jakarta: balai pustaka,1989), h. 552.
perubahan dan kekalutan yang menimpa manusia karena takut tertimpa sesuatu
yang tercela atau membawa aib dirinya.4 Berbeda dengan Dzunnun al-Misri,
dalam mendefenisikan malu ialah munculnya rasa takut kepada Allah disertai
rasa sedih atas perbuatan yang dilakukannya.5
Yunahar Ilyas, mengatakan malu adalah sifat atau perasaan yang
menimbulkan keengganan dalam melakukan sesuatu yang rendah atau tidak
baik.6 Sedangkan pernyataan dari Soedarsono malu adalah perasaan mundur
seseorang sewaktu lahir/tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela.7
Sehingga menjadikan keistimewaan tersendiri bagi manusia agar mereka tidak
melakukan segala hal yang dikehendakinya agar tidak menyerupai hewan dan
merupakan kombinasi antara rasa takut dan kesucian. Oleh sebab itu, orang yang
memiliki rasa malu jauh dari kefasikan, dan sikap pemberani yang ada pada
dirinya selalu mendorongnya untuk berprilaku malu, bahkan secara mutlak
pencegahan diri dari perbuatan jelek seperti apa yang dilakukan oleh sebagian
anak kecil.8
Malu merupakan pemeliharaan diri, karena rasa takut untuk melakukan
hal-hal yang dibenci, yaitu hal -hal yang bersifat universal dari syari’at, rasional
atau kebiasaan.9 Bahkan ada juga yang mengatakan:‛malu adalah perubahaan
4 https://ms.wikipedia.org/wiki/Malu, 27-06-2016
5 Iyoh Masrurih Daud, Malu Dalam Islam,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1996), h. 10 6 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam
(LPPI), 2005), h. 127.
7 Soedarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), h.
50.
8 Muhammad Abdul Gaffar, Rasa Malu dan Manfaatnya,(Jakarta: Media Da’wah,1997), h.
8.
yang terjadi pada diri manusia dikarenakan oleh rasa takut pada hal-hal yang
akan menghinakan atau memberi aib pada dirinya".10
Dengan demikian secara garis besar dapat ditarik suatu pengertian bahwa
malu adalah perasaan tidak enak, bersalah, sesal yang dimiliki oleh semua
manusia, dan berada dalam diri manusia, ketika seseorang melakukan perbuatan
yang tidak baik terhadap sesuatu yang dilarang oleh norma agama maupun norma
masyarakat, sehingga menyebabkan seseorang enggan melakukan kejahatan dan
kesalahan. Orang yang memiliki perasaan malu senantiasa akan merasa bersalah,
merasa sesal, ketika melakukan perbuatan yang merugikan dirinya dan perbuatan
yang dilarang oleh Allah, seperti berzina, meminum minuman keras, mencuri,
serta meninggalkan shalat dan sebagainya. Bahkan mereka merasa malu kepada
diri sendiri dan malu kepada orang lain ketika melakukan hal-hal yang tidak
terpuji dan mengganggu ketenangan kehidupan bermasyarakat, seperti menghina
sesama manusia, menggunjing terhadap orang lain, tidak menepati janji yang
telah dibuat, dan sebagainya, sehingga sangatlah penting rasa malu dalam
kehidupan sehari-hari untuk dimiliki masing-masing manusia.
B. Macam-Macam Malu
Melihat kembali pengertian tentang malu, maka dapat didefenisikan
bahwa macam-macam malu hanya terdapat dua bagian malu sebagai perbuatan
positif dan perbuatan negatif, dan apabila malu ini hanya berpatokan pada
pandangan manusia sendiri, maka hal itu akan melahirkan manusia-manusia yang
bersikap munafik di depan banyak orang dan dia akan bersikap baik. Begitu
dilihat orang maka manusia tersebut akan melakukakan sikap khianat, serta
meyengsarakan orang dan kejahatan yang lain.11 Maka dari itu malu dibagi tiga
macam, yaitu:
1. Malu kepada Allah SWT.
2. Malu kepada diri sendiri
3. Malu kepada orang lain.
Manusia diciptakan sudah tentulah mengenal tuhannya, bukan berarti
hanya sampai di tataran tersebut tapi bagaimana menjalankan apa yang
diperintahkan, sehingga seseorang akan muncul rasa malu kepada Allah apabila
ia tidak mengerjakan perintah-perintah-Nya, tidak mengikuti petunjuknya serta
tidak menjauhi larangan-larangan-Nya. Berbeda halnya dengan orang yang taat
atau mempunyai rasa malu kepada Allah maka dengan sendirinya akan
merasakan malu pada dirinya sendiri. Ia enggan melakukan perbuatan yang salah
meskipun tidak ada orang yang melihat dan mendengarnya. Bahkan ia dapat
mengendalikan hawa nafsu, dari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang
lain serta larangan yang tidak baik dan dilarang Allah SWT.
Jika seseorang sudah memiliki rasa malu pada dirinya sendiri, ia juga akan
malu mengerjakan perbuatan yang merugikan orang lain.12 Sehingga orang
beranggapan bahwa orang yang melakukan perbuatan yang baik dan tidak
merugikan dirinya dan orang lain, maka diantara mereka tidak ada perbedaan.
Gambar
Dokumen terkait
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerentanan Budaya Melaut Masyarakat Pesisir Suku Bajoe akibat Variabilitas Iklim (Studi kasus Desa Bajoe, Kabupaten
Demikian halnya dengan sunat perem- puan di desa Bodia, bahwa sunat perem- puan adalah praktek budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, budaya yang melekat tersebut
Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan penekanan teori semiotika, dimana data terkait PMII dan kebudayaan siri
Tesis ini berjudul “EKSISTENSI UANG PANAI’ TERHADAP STATUS SOSIAL LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS (Studi Kasus, di Desa Tompo Kecamatan
Masyarakat Desa Padalembara hidup dalam berbeda agama, suku, dan budaya. Termasuk dalam kerukunan di Desa Padalembara menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini