• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI NILAI-NILAI BUDAYA BUGIS MAKASSAR PADA FILM UANG PANAI KARYA AMRIL NURYAN DAN HALIM GANI SAFIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI NILAI-NILAI BUDAYA BUGIS MAKASSAR PADA FILM UANG PANAI KARYA AMRIL NURYAN DAN HALIM GANI SAFIA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

1

REPRESENTASI NILAI-NILAI BUDAYA BUGIS MAKASSAR PADA FILM UANG PANAI KARYA AMRIL NURYAN DAN HALIM GANI

SAFIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

Indri Fajar Parennui 105331111217

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2021

(2)
(3)
(4)
(5)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

v

SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Indri Fajar Parennui

NIM : 105331111217

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skipsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapa pun).

2. Dalam penyusunan skripsi ini saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi ini 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Juli 2021 Yang Membuat Perjanjian

Indri Fajar Parennui

(6)

vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN Moto

Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(Qs. Al-Baqarah : 153)

Persembahan

Kupersembahkan karya ini buat:

Kedua orang tuaku Ayah handa Muh. Zaid Ridha MDJ dan Ibunda Andriyani, saudaraku, dan sahabatku, atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(7)

viii

ABSTRAK

Indri Fajar Parennui, 2021. Representasi Nilai-Nilai Budaya Bugis- Makassar pada Film Uang Panai. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing Muhammad Akhir dan Haslinda.

Masalah utama pada penelitian ini yaitu nilai-nilai budaya Bugis-Makassar yang terdapat dalam film Uang Panai. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya Bugis-Makassar yang terdapat pada film Uang Panai.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif menggunakan metode deskriptif. Adapun teori yang digunakan yaitu budaya.

Budaya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan, budi dan akal manusia. Penelitian ini mendeskripsikan sebuah adat yang menjadi warisan terun temurun sejak zaman nenek moyang yang berhubungan dengan nilai-nilai budaya Bugis-Makassar yang terdapat dalam film Uang panai. Data dan sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Proses mendapatkan hasil dari penelitian ini, peneliti menggunakan proses yang meliputi menonton berulang-ulang, mengamati, menganalisis, dan mencatat.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai budaya Bugis-Makassar yang terdapat pada film Uang Panai adalah (1) Budaya Siri’ (Harga Diri) rasa malu untuk berbuat buruk, malu berbuat jahat, dan malu dari berbagai aspek yang akan merugikan orang lain, (2) Budaya Pesse’/Pacce’ (Prikemanusiaan) rasa empati dan peduli terhadap lingkungan sekitar, (3) Budaya Sipakatau (Saling Menghargai) memposisikan semua manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang mulia, (4) Budaya Awaranieng/Barani (Keberanian) bertindak dan bertanggungjawab yang dilakukan dengan tolak ukur niat yang baik, (5) Budaya Reso (Kerja Keras) melakukan segala sesuatu dengan pantang menyerah dan tidak berhenti sebelum target tercapai.

Kata kunci: film, kebudayaan, nilai budaya

(8)

ix

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Subhanawata’ala, Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta isi yang ada di dalamnya. Peneliti tidak bisa mengungkapkan semua nikmat yang Allah berikan kepada peneliti sebagai umat-Nya. Seraya memanjatkan rasa syukur karena pada saat ini peneliti masih bisa bernafas dan menghirup udara yang segar serta masih bisa bertukar tawa dengan orang-orang yang di cintai. Semua itu atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah serta nikmat kesehatan dan kesempatan yang tak henti-hentinya Allah berikan kepada ummatnya dan semoga kita semua selalu dalam ridho Allah Subhanawata’ala.

Salam dan shalawat semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan umat Islam Nabi akhir zaman, Muhammad sallahu’alaihiwasallam beserta keluarga, sahabat, dan segenap orang yang beriman dengan baik kepadanya hingga akhir zaman. Beliaulah yang telah hadir membawa misi utama memperbaiki ahlak dan budi pekerti umat manusia. Sehingga martabat manusia terpelihara dan di angkat beberapa derajat, para pengikut nabi Muhammad yang telah beriman dan beramal saleh.

Skripsi ini disusun bertujuan untuk memenuhi persyaratan penelitian pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Selain itu, skripsi ini juga disusun agar dapat memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai representasi nilai-nilai budaya Bugis Makassar pada film Uang Panai karya Amril Nuryan dan Halim Gani Safia. Skripsi ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan

(9)

x

dengan nilai budaya, serta informasi dari berbagai media yang berhubungan dengan nilai budaya.

Selama penyusunan skripsi ini peneliti mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing peneliti. Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Muh. Zaid Ridha MDJ dan Ibunda Andriyani yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, dan mendoakan serta membiayai peneliti selama proses menimba ilmu dan beliaulah yang selalu mengajarkan dan berkata tentang nilai kebaikan dan nilai kedisiplinan bahwa mendisiplinkan diri dari dini merupakan pembentukan kepribadian yang akan mendekatkan kepada kesuksesan sembari tidak lupa mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta isi yang ada di dalamnya, Allah Subhanawata’ala. Maka salah satu bentuk mendisiplinkan diri yaitu membuat skripsi ini dan menyelesaikannya tepat waktu.

Ucapan terima kasih peneliti ucapkan kepada Dr. Muhammad Akhir, M.Pd pembimbing I dan Dr. Haslinda, M.Pd pembimbing II yang penuh kesabaran, keramahan, keterbukaan, dan semangat serta senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada peneliti dalam proses bimbingan. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Semoga skripsi ini dapat berguna dan dapat menjadi pelajaran bagi semua orang yang membacanya.

Terima kasih kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse., M.Ag., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar atas segala kebijakan dan perjuangannya membangun Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. Erwin Akib,S.Pd.,Ph.D, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Program

(10)

xi

Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta seluruh dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah yang telah membekali peneliti dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama menimba ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Peneliti juga sampaikan terima kasih kepada saudaraku Muh. Hidayat Nour Fajri dan M. Sabar yang selalu mendampingi peneliti dalam suka maupun duka selama proses menyelesaikan skripsi ini serta terima kasih kepada teman- teman seperjuangan kelas B angkatan 2017 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah berbagi kisah, motivasi, bantuan dan segala kebersamaan selama ini. Terima kasih untuk berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, peneliti senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun karena peneliti menyadari bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Peneliti berharap skripsi ini dapat menambah wawasan mengenai nilai budaya terutama penelitian yang peneliti bawakan. Mudah- mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi peneliti.

Gowa, Februari 2021

Peneliti

(11)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

SURAT PERJANJIAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Kajian pustaka ... 8

1. Penelitian Relevan ... 8

2. Pengertian Karya Sastra ... 10

3. Jenis Karya Sastra ... 12

4. Sejarah Perfileman di Indonesia ... 20

5. Pengertian Film ... 22

6. Jenis-jenis Film ... 22

7. Pengertian Nilai ... 26

8. Pengertian Kebudayaan ... 28

9. Pengertian Nilai Budaya ... 29

B. Kerangka Pikir ... 35

(12)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Definisi Istilah ... 37

C. Data dan Sumber Data ... 38

D. Teknis Pengumpulan Data ... 38

E. Teknis Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65

RIWAYAT HIDUP ... 72

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan cerminan kehidupan manusia yang dibuat oleh sastrawan dengan tujuan untuk menghibur, memberikan pelajaran, menyampaikan pesan, dan lain-lain untuk dipersembahkan kepada penikmat sastra. Oleh sebab itu, karya sastra memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Hal ini sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh Ratna (2015:332), karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, dan ketiga subjek tersebut adalah masyarakat. Para ahli lain berpendapat menurut Taine dan Endraswara (2008:17), sastra tidak hanya sekedar bersifat imajinatif dan pribadi, tetapi dapat pula merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu, pada saat karya itudilahirkan. Hal ini berarti setiap orang dapat melihat realitas sosial budaya dalam sebuah karya sastra bahkan sebagian karya sastra menjadi respresentasi terhadap kebudayaan tertentu.

Karya sastra saat ini tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Karena sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang yang sering kali menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan pengarang. Bahkan dalam perkembangan dunia teknologi saat ini orang-orang berlomba-lomba membuat sesuatu yang inovasi dan kreatif untuk menarik perhatian khalayak salah satunya adalah film. Dengan teknologi yang semakin canggih maka penampilan dan penyampaian karya sastra akan lebih menarik.

1

(14)

Film saat ini masih menjadi pilihan hiburan bagi masyarakat karena film merupakan hasil dari imajinasi dan kreatifitas pengarang yang diciptakan dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Tidak hanya menjadi hiburan semata untuk masyarakat, namun terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada masyarakat. Lewat film, informasi dan hiburan dapat dikonsumsi lebih mendalam karena film merupakan media auto visual. Konsep teks yang dirancang membuat penonton menciptakan makna tertentu. Penonton dapat membawa pengalaman dan emosi yang dimiliki ke dalam setiap adegan yang terdapat dalam film sehingga membentuk pemikiran penonton bahwa beberapa adegan yang diperankan dalam film sesuai dengan kisah yang pernah mereka alami karena cerita dalam film dituangkan dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian penikmat film lebih meresapi tiap adegan yang mereka lihat. Hal ini juga mendukung perkembangan perfilman di Indonesia yang kian pesat perkembangannya.

Pesatnya perkembangan perfilman di Indonesia membuat film daerah karya anak muda Bugis-Makassar pun mampu menarik perhatian khalayak ramai meski berlatar belakang kedekatan emosional dan nilai budaya daerah yang ditampilkan.

Adapun film yang dimaksud yaitu uang panai yang dengan mudah diterima oleh penonton meski dengan latar belakang budaya yang berbeda, hingga membuat Film Uang Panai sukses menembus Box Office dan mampu menarik 500 ribu penonton serta bersaing dengan film nasional lainnya.

(15)

Film Uang Panai merupakan film kritik sosial yang ditujukan secara tidak langsung untuk masyarakat Bugis-Makassar, dibungkus lewat komedi romantis yang sangat menghibur penonton. Bugis-Makassar adalah suku diantara empat etnis besar yang berada di Sulawesi Selatan, secara umum memiliki kebudayaan dan pandangan hidup yang sama. Bugis-Makassar memiliki tradisi sakral tentang pernikahan yang sudah dilakukan secara turun temurun dan sudah menjadi budaya.

Mungkin sebagian orang atau seluruh penduduk Indonesia tidak banyak yang tahu apa itu uang panai. Tapi dikalangan suku Bugis-Makassar paham betul apa itu dan tujuannya. Ketika sepasang sejoli Bugis-Makassar hendak menuju jenjang pernikahan, pihak laki-laki harus memenuhi salah satu persyaratan wajib sebagai syarat mutlak yaitu uang panai. Sebagian masyarakat Bugis-Makassar menganggap uang panai seperti mahar padahal bukan. Uang panai merupakan kebudayaan yang berupa pemberian sejumlah uang dari pihak calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita dengan tujuan sebagai anggaran belanja kebutuhan yang diperlukan dalam pernikahan dan juga merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada calon mempelai perempuan. Yang kini tanpa disadari makna uang panai sudah mengalami pergeseran makna menjadi ajang gengsi dan menjadi ajang lomba status sosial Bugis-Makassar.

Setiap tahunnya nominal uang panai kian meningkat bagaikan properti investasi yang menjanjikan. Jumlah nominal uang panai dilihat dari banyak aspek mulai dari jenjang pendidikan, gelar, kecantikan, harta benda, warisan dan status sosial keluarga pihak perempuan menjadi tolak ukur utama dalam penentuan

(16)

nominal uang panai yang akan diajukan kepada pihak calon mempelai laki-laki.

Semakin besar jumlah uang panai seorang gadis yang diberikan dari pihak keluarga laki-laki maka semakin tinggi pula status sosial keluarga pihak perempuan tersebut di mata masyarakat Bugis-Makassar dan membuat keluarga mereka menjadi kian terpandang.

Hal inilah yang mendasari pihak keluarga perempuan memberikan patokan uang panai yang tinggi untuk pihak calon mempelai laki-laki, nominal uang panai yang besar mampu membuat suku di luar dari Bugis Makassar tercengang. Hal ini pula yang membuat pihak keluarga calon mempelai laki-laki acap kali merasa kesulitan dalam memenuhi permintaan uang panai dari pihak keluarga perempuan. Efek dari nominal uang panai yang begitu besar mampu membuat banyak kisah cinta yang kandas, ada niat tulus menyempurnakan ibadah yang harus pupus, ada harapan dan angan yang harus rela di kubur, ada kisah yang harus ditutup dan ada malu yang harus ditanggung oleh pihak laki-laki jika tidak mampu memenuhi permintaan pihak perempuan.

Tidak heran jika pihak calon mempelai laki-laki rela berkorban dan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi permintaan dari pihak keluarga perempuan walau harus menempuh berbagai cara untuk memenuhi permintaan pihak calon mempelai perempuan. Bahkan tidak sedikit dari calon mempelai laki- laki menempuh cara, menggadaikan sertifikat tanah, menjual harta benda dan meminjam uang ke rentenir. Hal ini bukanlah merupakan hal yang tabu dikalangan masyarakat Bugis-Makassar, semua itu dilakukan bertujuan agar

(17)

kedua belah pihak keluarga tidak menanggung malu atas kegagalan niat baik yang sementara berlangsung.

Sama halnya dengan Film Uang Panai karya Amril Nuryan dan Halim Gani Safia yang menceritakan sebuah perjuangan seorang pemuda Bugis-Makassar dalam mengumpulkan uang panai dengan jumlah yang cukup fantastis dengan waktu singkat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak keluarga. Dalam perjuangannya mengumpulkan uang panai sang pemuda hampir saja gagal mempersunting pujaan hati dikarenakan adanya perjodohan yang dilakukan oleh ayah sang pujaan hati dengan anak sahabatnya untuk membalas budi baik di masa lalu. Namun nilai malu dan kerja keras yang dipegang teguh oleh sang pemuda sebagai anak suku Bugis-Makassar membuatnya berhasil mempersuting pujaan hati.

Berdasarkan cerita singkat di atas siapapun pasti pernah membayangkan jika perjuangan dan kerja keras untuk bersama pujaan hati dalam ikatan pernikahan mengalami kendala dan terancam gagal. Sungguh sangat menyayat hati jika saja pernikahan gagal karena sebuah adat yang tidak dapat ditentang dan sudah menjadi warisan sejak zaman nenek moyang. Imajinasi yang menjangkau hampir sebagian besar itu dituangkan Amril Nuryan dan Halim Gani Safia dalam Film Uang Panai.

Film Uang Panai sendiri memberi pelajaran bagi setiap penontonnya bahwa ketika sedang berusaha untuk menggapai sesuatu harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras karena sesulit apapun hal yang dihadapi pasti akan membuahkan hasil yang maksimal sebab usaha tidak pernah menghianati hasil.

(18)

Oleh karena itu, alasan peneliti mengambil Film Uang Panai sebagai bahan penelitian karena selain menarik, film ini juga mengandung banyak pesan yang tersirat serta nilai budaya yang terkait dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Film ini tidak hanya mengandung pesan sosial, namun masih ada lagi pesan-pesan yang terkandung dalam film tersebut. Karena seperti yang kita ketahui istilah uang panai merupakan adat istiadat yang dari dulu hingga sekarang melekat erat di masyarakat SulSel dan harus terpenuhi. Hingga peneliti ingin meneliti lebih lanjut nilai-nilai budaya yang terdapat dalam Film “Uang Panai” sehingga peneliti membuat judul “Representasi Nilai-Nilai Budaya Bugis Makassar pada Film Uang Panai Karya Amril Nuryan dan Halim Gani Safia”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu nilai-nilai budaya Bugis Makassar yang terdapat dalam Film Uang Panai?

Nilai-nilai budaya antara lain: (1) Budaya Siri’ (Harga Diri), (2) Budaya Pesse’/Pacce’ (Prikemanusiaan), (3) Budaya Sipakatau (Saling Menghargai), (4) Budaya Awaranineng/Barani (Keberanian), (5) Budaya Reso (Kerja Keras).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya Bugis Makassar yang terdapat dalam Film Uang Panai.

(19)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini kepada pembaca, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis, manfaat tersebut sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, menjadi bahan kajian, serta dapat dimanfaatkan dalam memperkaya wawasan tentang nilai budaya yang terkandung dalam Film Uang Panai.

2. Secara Praktis

Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi peneliti, pendidik, dan bagi pembaca.

a. Bagi peneliti hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi awal dalam penelitian berikutnya, khusunya di bidang sastra.

b. Bagi pendidik, hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk alternatif bahan pengajaran tentang nilai budaya pada film.

c. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman tentang nilai budaya pada film dalam pembelajaran.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan atau yang berhubungan dengan penelitian ini telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya :

Indriastuti (2020), Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Panca Sakti Tegal dengan judul Nilai-nilai budaya dalam novel bumi manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya dalam novel Bumi Manusia dan menjelaskan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif, sedangkan dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Sumber data penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu sumber data utama berupa novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan sumber data tidak utama berupa buku, jurnal, majalah dan berbagai sumber yang mendukung proses penelitian. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Indriastuti yakni terdapat pada nilai-nilai budaya dan kedua penelitian ini

8

(21)

termasuk dalam penelitian kualitatif deskriptif. Perbedaan antara penelitian Indriastuti dengan penelitian ini yaitu penelitian ini menganalisis bentuk representasi nilai-nilai budaya Bugis-Makassar pada Film Uang Panai karya Nuryan dan Halim Gani Safi sedangkan penelitian Indriastuti meneliti nilai-nilai budaya pada novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

Indrasari (2015), Program Studi Ilmu Komunikasi FDK Universitas UIN Alauddin Makassar dengan judul Representasi nilai budaya minangkabau dalam film Tenggelamnya kapal Van Der Wijck (analisis simiotika film). Tujuan penelitian ini untuk mengkaji simbol-simbol budaya Mingkabau secara mendalam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis analisis teks media. Bentuk analisis yang digunakan adalah analisis semiotika Charles Sander Pierce dengan menggunakan tiga jenis tanda yaitu ikon, indeks, dan simbol. Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui analisis dokumen dan riset kepustakaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Indrasari yaitu terdapat pada nilai-nilai budaya. Perbedaan penelitian Indrasari dengan penelitian ini yakni penelitian ini menganalisis nilai budaya Suku Bugis-Makassar pada Film Uang Panai karya Nuryan dan Halim Gani Safia sedangkan penelitian Indrasari menganalisis atau mengkaji simbol-simbol budaya Mingkabau secara mendalam pada film tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berdasarkan tinjauan simiotika.

Yuhafliza dan Ade Novida (2020), Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Almuslim Aceh dengan judul Analisis nilai pendidikan dan nilai budaya dalam film Kartini sutradara Hanung Bramantyo.

(22)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang analisis nilai pendidikan dan nilai budaya dalam film Kartini sutradara Hanung Bramantyo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dialog dan adegan-adegan yang mengandung nilai pendidikan dan nilai budaya. Sumber data dalam penelitian ini adalah film Kartini sutradara Hanum Bramantyo durasi tayang 1:58:23. Data yang dikumpulkan melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Persamaan penelitian Yuhafliza dan Ade Novida dengan penelitian ini yakni mengkaji nilai budaya dan kedua penelitian ini memilih objek penelitian berupa film. Perbedaan penelitian Yuhafliza dan Ade Novida dengan penelitian ini yakni penelitian Yuhafliza dan Ade Novida bertitik fokus terhadap nilai pendidikan dan nilai budaya pada film Kartini sedangkan penelitian ini menganalisis bentuk representasi nilai-nilai budaya Bugis-Makassar pada Film Uang Panai karya Nuryan dan Halim Gani Safi.

2. Pengertian Karya Sastra

Sastra merupakan karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khas.

Selain sastra yang banyak diartikan sebagai tulisan, terdapat juga kesusastraan atau susastra, kata su yang berarti indah dan baik. Jadi, susastra merupakan sebuah tulisan yang indah dan baik hal ini dikatakan menurut Winarni (dalam Haslinda, 2019:19).

(23)

Wellek dan Werren berpendapat bahwa bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya (dalam Haslinda, 2019:20). Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya sehingga dengan ekspresi kreatif tersebut akansenantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pada satu sisi sastra merupakan bentuk refleksi sikap seseorang terhadap gejala yang muncul dari lingkungan alam sekitarnya yang dituangkan dalam bentuk kesenian, disisi lain sastra juga menjadi bentuk hiburan yang tiada lain merupakan sebuah kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosi.

Pengertian yang sama dari karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial (semua aspek kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah dalam bentuk konkret, Sangidu (dalam Haslinda, 2019:21). Karya sastra merupakan curahan pengalaman batin pengarang tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat pada masanya. Sastra juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan, serta nilai-nilai kehidupan yang diamanatkan di dalamnya.

Sastra mempersoalkan manusia dalam segala aspek kehidupannya sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusia dan budayanya dalam kurun waktu tertentu.

Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Sebagai karya sastra imajinatif, karya sastra menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri dan Tuhan, Haslinda (2019:22).

(24)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa karya sastra adalah sebuah karya tulisan atau seni imajinatif dengan berbagai ide dan gagasan yang dituangkan oleh pengarang dengan menawarkan berbagai permasalahan kehidupan dalam masyarakat.

3. Jenis Karya Sastra a. Puisi

Secara etimologi, puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu poeima yang berarti membuat atau poesis yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi berarti karena menulis puisi berarti telah menciptakan sebuah dunia. Menurut Hudson (dalam Rimang, 2012:32), puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuat ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya.

Dengan demikian, puisi merupakan ungkapan batin dan pikiran penyair dalam melahirkan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang digelutinya.

Adapun Emerson (dalam Rimang, 2012:33) memberi penjelasan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkan ada, karena bukannya irama melainkan argumen yang membuat iramalah (yaitu ide atau gagasan) yang menjelmakan suatu puisi.

Jadi, puisi adalah jenis sastra yang merupakan pengungkapan pikiran serta perasaan dari penyair yang bercampur baur dan dikemas secara imajinatif

(25)

menggunakan bahasa yang kreatif, ekspresif hingga memiliki sajak serta ritme yang memberikan irama unik.

b. Prosa (fiksi)

Prosa fiksi merupakan jenis prosa yang dihasilkan dari proses imajinasi.

Prosa berasal dari kata “orate provorsa” yang berarti uraian langsung, cerita langsung, atau karya sastra yang menggunakan bahasa terurai. Kata fiksi berasal dari bahasa latin “fictio” yang berarti membentuk, membuat, atau mengadakan Waluyo (dalam Haslinda, 2019:39). Dalam bahasa Indonesia kata “fiksi” dapat diartikan sebagai yang dikhayalkan atau yang diimajinasikan. Pengarang mengelolah dunia imajinasinya dengan dunia kenyataan yang dihadapi atau kenyataan yang terdapat dalam lingkungannya.

Ragam prosa fiksi meliputi cerita pendek, novel, dan roman. Selain prosa fiksi ada juga prosa fiksi non fiksi yang mencakup 1) fiksi historis (historical fiction) yang menekankan pada sejarah, 2) fiksi biografis (biographical fiction) yang memfokuskan pada aspek biografi seseorang, dan 3) fiksi ilmiah (science fiction) yang berdasar pada ilmu pengetahuan.

Jadi, prosa adalah jenis karya sastra yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain yang berkaitan kehidupan sehari-hari baik dalam bentuk fiksi maupun nonfiksi. Adapun yang termasuk fiksi, misalnya novel, cerpen, dan juga roman.

(26)

c. Drama

Drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian drama adalah komposisisyair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak pelaku melalui tingkah laku atau dialog yang dipentaskan.

1) Jenis-Jenis Drama

Ada beberapa jenis drama bergantung dari dasar yang digunakannya. Dalam bentuk pembagian jenis drama, biasanya digunakan tiga dasar, yaitu: berdasarkan penyajian kisah drama, berdasarkan sarana, serta berdasarkan keberadaan naskah drama tersebut (Wiyanto, 2002: 7).

Berdasarkan penyajian kisah, drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis, antara lain:

a) Tragedi

Tragedi adalah drama yang bercerita tentang kesedihan. Penonton seolah- olah ikutan sedih ketika terdapat adegan yang menyebabkan pemain bernasib buruk sehingga tak jarang penonton ikut bersedih.

b) Komedi

Komedi adalah drama yang bercerita tentang komedi yang penuh dengan kelucuan sehingga menimbulkan kelucuan bagi penonton. Meskipun demikian, sama sekali drama komedi bukan lawak. Drama komedi tetap menuntut nilai-nilai yang terdapat dalam drama.

(27)

c) Tragedi komedi

Tragedi komedi adalah perpaduan antara kisah drama tragedi dan komedi.

Isi lakonnya penuh kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggembirakan dan menggelikan hati.

d) Opera

Opera adalah drama yang dialognya dengan cara dinyanyikan dan diiringi musik. Lagu yang dinyanyikan pemain satu berbeda dengan lagu yang dinyanyikan oleh pemain lainnya. Begitupun dengan irama musik pengiringnya.

Drama jenis ini memang mengutamakan nyanyian dan musik, sedangkan lakonnya hanya sarana.

e) Melodrama

Melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dan dengan diiringi melodi/musik.Tentu saja cara pengucapannya sesuai dengan musik pengiringnya.

Pengungkapan perasaannya diwujudkan dengan ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuh yang diiringi musik.

f) Farce

Farce adalah drama yang menyerupai dagelan, namun tidak sepenuhnya drama tersebut dagelan. Ceritanya berpola komedi dan gelak tawa dimunculkan lewat kata dan perbuatan. Drama ini menonjolkan kelucuan yang mengundang gelak tawa agar penonton merasa senang.

(28)

g) Tablo

Tablo adalah jenis drama yang lebih mengutamakan gerak. Para pemainnya tidak mengucapkan suatu dialog, namun dengan melakukan berbagai gerakan.

Jalan cerita dapat diketahui lewat gerakan-gerakan tersebut. Bunyi-bunyian pengiring (bukan musik) untuk memperkuat kesan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemain. Jadi, drama ini lebih menonjolkan kekuatan akting para pemainnya.

h) Sendratari

Sendratari adalah gabungan antara seni drama serta seni tari. Para pemain adalah penari-penari berbakat. Rangkaian peristiwanya diwujudkan dalam bentuk tari yang diiringi musik. Drama ini tidak ada dialog hanya kadang-kadang dibantu narasi singkat agar penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan.

Berdasarkan dari sarana pementasannya, pembagian jenis drama antara lain:

a) Drama Panggung

Drama panggung sepenuhnya dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukan. Penonton berada di sekitar panggung dan dapat menikmati secara langsung para aktor dan mendengar dialog.

b) Drama Radio

Drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan oleh penikmat. Berbeda dengan drama panggung yang bisa ditonton saat dimainkan, drama radio dapat disiarkan langsung dan dapat juga direkam dulu lalu ditayangkan pada waktu yang dikehendaki.

(29)

c) Drama Televisi

Drama televisi dapat didengar dan dilihat yang hampir sama dengan drama panggung, namun drama televisi tidak dapat diraba. Drama televisi dapat ditayangkan langsung dan dapat pula direkam terlebih dahulu lalu ditayangkan sesuai dengan program acara televisi.

d) Drama Film

Drama film hampir sama dengan drama televisi. Bedanya, drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop. Drama film dapat ditayangkan dari studio televisi sehingga penonton dapat menikmati di rumah masing-masing.

e) Drama Wayang

Drama wayang adalah drama yang diiringi dengan pergelaran wayang. Para tokoh digambarkan dengan wayang atau golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang.

f) Drama Boneka

Drama boneka adalah para tokohnya tidak dimainkan oleh aktor manusia sungguhan, tetapi digambarkan dengan boneka yang dimainkan beberapa orang.

Jenis-jenis drama berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama antara lain:

a) Drama Tradisional

Drama tradisional adalah tontonan drama yang tidak menggunakan naskah.

Naskah tersebut hanya berupa kerangka cerita dan beberapa catatan yang

(30)

berkaitan dengan pemain drama. Watak tokoh, dialog, dan gerak-geriknya diserahkan sepenuhnya kepada pemain.

b) Drama Modern

Drama modern adalah drama yang menggunakan naskah. Naskah yang berisi dialog dan perbuatan para pemain itu benar-benar diterapkan. Artinya, pemain menghafalkan dialog dan melakukan gerak-gerik seperti yang tertulis dalam naskah.

1) Unsur-unsur Drama

Berikut ini unsur-unsur yang terdapat dalam drama antara lain:

a) Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur utama atau unsur pembangun. Unsur intrinsik mencakup enam aspek, yaitu :

(1) Tema merupakan ide pokok atau sebuah gagasan utama dalam cerita drama.

(2) Alur yaitu jalan cerita dari pertunjukan drama dimulai pada babak pertama sampai babak terakhir.

(3) Tokoh drama terdiri atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama disebut juga dengan primadona sedangkan peran pembantu disebut dengan figuran.

(4) Watak merupakan perilaku yang diperankan oleh si tokoh drama tersebut.

Watak dalam tokoh ada dua yaitu watak protagonis dan watak antagonis.

Watak protagonis adalah salah satu jenis watak tokoh dengan berwatak baik.

Sedangkan watak antagonis merupakan watak yang suka menentang atau jahat.

(31)

(5) Latar adalah gambaran tempat, waktu, serta situasi yang terjadi dalam kisah drama yang berlangsung.

(6) Amanat merupakan pesan yang disampaikan oleh pengarang cerita drama tersebut kepada penonton. Amanat dapat disampaikan dengan melalui peran para tokoh drama tersebut.

b) Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun atau membentuk sebuah drama dari luar. Unsur ekstrinsik sangat berpengaruh pada suatu karya sastra tetapi tidak menjadi bagian dari karya sastra tersebut.

Unsur ekstrinsik dalam drama ada berbagai macam hal yaitu seperti latar belakang penulis dari suatu karya sastra tersebut, misalnya asal-usul penulis, pendidikannya, agamanya, dan lain-lain. Bisa juga terkait dengan latar belakang masyarakat pada suatu karya sastra baik itu novel, cerpen maupun drama, misalnya bagaimana kondisi ekonomi dalam karya sastra tersebut, kondisi sosial masyarakat, politik, dan lain-lain.

Selain itu, unsur ekstrinsik ini juga bisa merupakan nilai-nilai yang terkandung pada karya sastra baik itu novel, cerpen maupu drama, misalnya nilai religius atau agama, moral, sosial, budaya dan lain-lain. Serta latar belakang dalam pembuatan karya sastra, misalnya motivasi penulis membuat dan menyelesaikan karya sastra tersebut.

(32)

4. Sejarah Perfilman di Indonesia

Pertunjukan Lumiere bersaudara di Grand Cafe, Boulevard de Capucines N0.14 Prancis menjadi tonggak sejarah perfilman di dunia. Peristiwa pada 28 Desember 1895 menjadi titik awal film sebagai media hiburan yang tak kunjung surut popularitasnya hingga kini.Lebih lanjut munculnya film dan bioskop diikuti oleh negara-negara lain, seperti Inggris pada Februari 1986, Uni Soviet pada bulan Mei tahun 1896 yang diikuti Jepang pada tahun yang sama. Tujuh tahun kemudian tepatnya tahun 1903, Korea memulai industri perfilmannya dan diikuti tahun selanjutnya pada tahun 1905, Italia mengikuti jejak negara-negara sebelumnya. Sedangkan Menurut Alkhajar (2007:47), Indonesia memutar film pertama kali pada 5 Desember 1900, bertempat di Batavia (Jakarta).

Dimulai oleh Usman Ismail pada tahun 1950 yang dikenal sebagai bapak perfilman Indonesia mendirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dengan Darah dan Doa sebagai produksi film pertama. Film ini bukan film pertama Usman Ismail sebelumnya dia menyutradarai Harta Karun dan Tjitra untuk perusahaan South Pacific Film tetapi dia selalu menyatakan bahwa film Darah dan Doa merupakan film pertamanya. Dalam tulisannya, Pengantar ke Dunia Film, Usman Ismail menjelaskan alasannya mengatakan demikian karena membuat pertama kalinya, sebuah film diselesaikan secara seluruhnya. Baik secara teknis kreatif maupun secara ekonomis, dilakukan oleh anak-anak Indonesia. Buat pertama kalinya pula film Indonesia mempersoalkan kejadian- kejadian yang sifatnya nasional. Dewan Film Indonesia, dalam konferensinya 11

(33)

Oktober 1962 lalu, menetapkan hari pertama pengambilan gambar pertama film ini 30 Maret sehingga ditetapkan sebagai hari Film Nasional.

Dalam konteks sejarahnya, perfilman Indonesia pernah mengalami dua kali masa puncak krisis. Krisis merupakan suatu kondisi yang tidak mengenakkan dimana dalam kondisi tersebut terlihat ancaman kehancuran sekaligus harapan.

Menurut Nugroho (1995:160), menilik dari data yang ada sejarah film nasional mengalami masa kritis ini dalam rentang waktu 25 hingga 30 tahun. Krisis pertama perfilman nasional terjadi tahun 1957, ketika para produser menyatakan menutup perusahaan dengan alasan bangkrut. Ini berarti terjadi 27 tahun sejak awal pertumbuhan perfilman tahun 1930-an. Perfilman Indonesia memerlukan waktu 11 tahun untuk mengalami fase kebangkitan kembali pada tahun 1968.

Krisis kedua terjadi pada tahun 1992 hingga akhir tahun 1990an.

Pertumbuhan film sangat bergandung pada tradisi bagaimana unsur-unsur perpaduan teknologi dan unsur seni dari film yang dalam masyarakat berkembang pesat. Film dengan bentuk penayangan sekarang banyak diproduksi. Konsep teks yang dirancang dalam film membuat penonton menciptakan makna tertentu.

Penonton film dapat membawa pengalaman dan emosi yang dimiliki ke dalam setiap adegan dalam film sehingga membentuk pemikiran penonton bahwa beberapa adegan yang diperankan dalam film sesuai dengan kisah yang pernah mereka alami karena cerita dalam film dituangkan dari kehidupan masyarakat.

Dengan demikian penikmat film lebih meresapi tiap adegan yang mereka lihat.

(34)

5. Pengertian Film

Menurut Cangara (dalam Wahyuningsih, 2019: 1), film dalam artian sempit adalah penyajian gambar melalui layar lebar. Adapun dalam pengertian yang luas, gambar yang disiarkan melalui televisi dapat dikategorikan sebagai film. Adapun Gamble (dalam Wahyuningsih, 2019:2) berpendapat bahwa film adalah sebuah rangkaian gambar statis yang direpresentasikan di hadapan mata secara berturut- turut dalam kecepatan yang tinggi.

Menurut Trianton (dalam Nurhidayah, 2017:17), film bukan semata-semata barang dagangan melainkan alat penerangan dan pendidikan. Film merupakan karya senimatografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pendidikan budaya. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa film adalahmedia ekspresi artistik bagi para seniman dan perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide yang dimilikinya dan merupakan suatu alat penyampaian pesan yang terjadi di lingkungan sekitar kepada khalayak umum melalui cerita realitas yang dipindahkan ke layar.

6. Jenis-Jenis Film

Heru Effendy (dalam Nurhidayah, 2017: 19-21) menguraikan jenis film, yaitu; a) Film Dokumenter, b) Film Cerita Pendek, c) Film Cerita Panjang, d) Profil Perusahaan (Company Profile), e) Iklan Televisi, f) Program Televisi, dan g) Video Klip.

(35)

a. Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang isinya merupakan dokumentasi dari sebuah peristiwa faktual atau yang nyata. Menurut Sumarno (dalam Nurhidayah, 2017:19) film dokumenter juga mengandung subjektivitas si pembuat. Film ini kerap menyajikan realita melalui berbagai cara yang dibuat untuk berbagai macam tujuan. Intinya jenis film ini berpijak pada realitas yang senyata mungkin.

b. Film Cerita Pendek

Film cerita pendek adalah film yang mempunyai durasi tayang kurang dari 60 menit. Di beberapa negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film jenis ini dijadikan eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang sebelum memproduksi film panjang. Contoh film cerita pendek karya Garin diantaranya adalah film Saat Cinta Lewat di Depan Rumah, film Gerbong 1, 2, 3, dan lain-lain.

c. Film Cerita Panjang

Film cerita panjang adalah film yang lazimnya berdurasi antara 90 sampai 100 menit. Film panjang juga diedarkan dalam bentuk piringan, cakram atau diska baik sebagai VCD maupun DVD. Contoh film cerita panjang diantaranya adalah film Surat Untuk Bidadari, Bulan TertusukIlalang, dan lain-lain.

d. Profil Perusahaan (Company Profile)

Company Profile atau film dengan objek profil perusahaan diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan.

Contohnya adalah video-video profil niaga yang sering tayang di televisi. Film

(36)

profil perusahaan sebenarnya adalah iklan terselubung. Lantaran di dalamnya terdapat produk tertentu yang ditawarkan. Film jenis ini merupakan bentuk kreatif dari iklan.

e. Iklan Televisi

Iklan televisi adalah iklan yang sering muncul menyelatayangan program di televisi. Iklan di televisi pada dasarnya merupakan film yang sengaja diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi tentang produk atau layanan masyarakat.

f. Program Televisi

Program televisi adalah film yang diproduksi untuk dikonsumsi pemirsa televisi. Film ini biasanya terbagi menjadi dua kelompok yaitu cerita dan noncerita serta kelompok fiksi dan nonfiksi.

g. Video Klip

Video klip merupakan sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Pada perkembangannya vedio klip digarap secara apik seperti proses produksi film cerita, dengan model-model video klip yang merupakan aktris dan aktor film yang memerankan karakter tertentu sesuai isi lagu.

Menurut Ismail (dalam Tahdjoyo, 2017: 15), dilihat dari jenis temanya, film dibedakan menjadi empat jenis dengan melalui konten isi film terbagi atas action, drama, komedi dan film propaganda.

(37)

a. Action

Istilah ini selalu berkaitan dengan adegan berkelahi, kebut-kebutan, tembak- menembak sehingga tema ini dengan sederhana bisa dikatakan sebagai film yang berisi pertarungan secara fisik antara protagonis dengan antagonis.

b. Drama

Tema ini mengetengahkan human interest sehingga yang dituju adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. Tema ini juga dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya.

c. Komedi

Tema ini sebaiknya dibedakan dengan lawakan, sebab jika dalam lawakan biasanya yang berperan adalah para pelawak. Film komedi tidak harus dilakonkan oleh pelawak, tetapi pemain film bisa. Intinya, tema komedi selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak.

Biasanya adegan dalam film komedi juga merupakan sindiran dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi. Dalam konteks ini, ada dua jenis drama komedi yaitu slapstik dan situation comedy. Slapstik adalah komedi yang memperagakan adegan konyol seperti sengaja jatuh atau dilempar kue dan lainnya. Sedangkan komedi situasi adalah adegan lucu yang muncul dari situasi yang dibentuk dalam alur dan irama film.

(38)

d. Tragedi

Tema ini menitik beratkan pada nasib manusia. Sebuah film dengan akhir cerita sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan, bencana alam dan lainnya bisa disebut film tragedi.

e. Horor

Sebuah film yang menawarkan suasana menakutkan dan menyeramkan dapat membuat penontonnya merinding, itulah yang disebut film horror. Suasana horor dalam sebuah film bisa dibuat dengan cara animasi, special effect atau langsung oleh tokoh-tokoh dalam film tersebut.

f. Film Propaganda

Tema film ini melibatkan beberapa bentuk propaganda yang dapat dikemas dalam berbagai cara, tetapi yang paling sering produksi gaya dokumenter atau skenario fiksi, yang diproduksi untuk meyakinkan pemirsanya pada sudut pandang politik tertentu atau mempengaruhi pendapat atau perilaku penonton.

7. Pengertian Nilai

Secara etimologi kata nilai atau value berasal dari bahasa latin yaitu valeredan bahasa perancis yaitu valoir (Mulyana, 2004:7). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1004), nilai mempunyai pengertian yaitu sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengetian yang memuaskan.

(39)

Menurut Setiadi (dalam Siregar, 2015:9) nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), serta religius (nilai agama).

Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat membuat orang yang menghayatinyamenjadi bermartabat. Nilai selalu berhubungan dengan kebaikan, kebijakan, dan keluhuran budi, serta akanmenjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi, serta dikejar seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan dan ia merasa menjadi manusia sebenarnya hal ini dikemukakan oleh Adisusilo (dalam Elneri1 dkk, 2018:5).

Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik simpulan bahwa nilai adalah seperangkat tingkah laku seseorang menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi prilaku yang ketat, teologi, estetika, maupun logika. Nilai juga merupakan unsur penting dan tidak dapat disepelehkan bagi orang yang bersangkutan sebab dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan pilihan dan pilihan merupakan persyaratan dalam mengambil suatu tindakan. Oleh karena itu, nilai diyakini dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.

(40)

8. Pengertiaan Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengelolah atau mengerjakan. Dari artian ini berkembang pula kata culture, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “kultur” yang berarti sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam.

Menurut Koentjaraningrat (2015:79), kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut menurut menurut Liliweri (2002: 8), kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk prilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan menurut Taylor (dalam Liliweri, 2002:62), mendefinisikan kebudayaan tersusun oleh kategori-kategori kesamaan gejala umum yang disebut adat istiadat yang mencakup teknologi, pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, estetika, rekreasional dan kemampuan-kempuan serta kebiasaan- kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.

Dari definisi para ahli yang ada di atas, dapat ditarik simpulan bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan,

(41)

serta meliputi sistem ide atau sebuah gagasan yang ada dalam pikiran seorang manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.

Kebudayaan merupakan benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, yang berupa prilaku, serta benda-benda yang bersifat nyata, sebagai contoh pola prilaku, peralatan hidup, bahasa, organisasi sosial, seni, dan religi. Yang secara keseluruhannya ditunjukkan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan dalam bermasyarakat.

9. Pengertian Nilai Budaya

Nilai budaya adalah nilai yang terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhi dalam mengambil alternative, cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia Koentjaraningrat (dalam Warsito, 2012:99). Lebih lanjut Clyde Kluckhold (dalam Waristo, 2012:99) berpendapat bahwa nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin berkaitan dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia. Sedangkan Menurut Sumatmadja (dalam Koentjaraningrat, 2002:180), mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nila-nilai yang melekat dimasyarakat yang mengatur

(42)

keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebutlah yang dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat ditarik simpulkan bahwa nilai budaya yaitu setiap manusia dalam melakukan aktivitas atau tindakan selalu berpedoman pada nilai atau sistem nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat itu sendiri dan sangat banyak mempengaruhi tindakan dan prilaku manusia, baik secara individu, kelompok bahkan masyarakat tentang baik, buruk, patut atau tidak patut dan sesuai atau tidak sesuai.

Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok motto suatu lingkungan atau organisasi. Nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam pikiran aebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arahan dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai budaya itu bersifat umum, luas, dan tidak konkret, maka nilai-nilai dari suatu kebudayaan tidak dapat digantikan dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat. Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam budaya memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan masyarakat.

(43)

Nilai-nilai luhur masyarakat Bugis pada hakikatnya sama dengan nilai yang dijunjung tinggi masyarakat Makassar. Hanya saja berbeda dari segi bahasa.

Menurut Rahim (1985:144) bahwa nilai-nilai utama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis sekaligus sebagai kearifan lokalnya adalah kejujuran, kecendikian, kepatutan, keteguhan, usaha (kerja keras), dan siri’ atau malu.

Mengacu pada kesamaan tersebut, maka penelitian analisis nilai-nilai budaya pada Film Uang Panai.

Menurut Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat, 2015:81), tujuh unsur kebudayaan universal yaitu:

1) Bahasa, suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasikan budaya.

2) Sistem pengetahuan, pengetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan sifat-sifat peralatan yang dipakai.

3) Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi : kekerabatan (garis keturunan), asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup

4) Sistem peralatan hidup dan teknologi, jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para anggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda material.

Unsur teknologi yang paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang

(44)

meliputi, alat-alat produksi, senjata, wadah,makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta alat-alat transportasi.

5) Sistem mata pencarian hidup, merupakan segala usaha hidup manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencarian hidup atau sistem ekonomi meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan.

6) Sistem religi, sebuah sistem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal suci yang tidak terjangkau oleh akal. Sistem religi yang meliputi, sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan

7) Kesenian, segala hasrat manusia terhadap keindahan.

Etnis Bugis dan etnis Makassar adalah dua diantara empat etnis besar yang berada di Sulawesi Selatan. Pada hakikatnya kebudayaan dan pandangan hidup orang Bugis pada umunya sama dan serasi dengan kebudayaan dan pandangan hidup orang Makassar. Oleh karena membahas tentang nilai budaya Bugis sulit dilepaskan dengan pembahasan tentang budaya Makasssar. Hal ini sejalan dengan pandangan Abdullah (1985:37) yang mengatakan bahwa dalam sistem keluarga atau dalam kekerabatan kehidupan manusia Bugis-Makassar, dapat dikatakan hampir tidak terdapat perbedaan dan didalam kehidupan masyarakat Bugis- Makassar terdapat nilai-nilai budaya yang telah dianut serta menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari diantaranya:

(45)

1) Budaya Siri’ (Harga Diri)

Sebagai penanda penting estetika masyarakat Bugis-Makassar adalah harga diri (siri’). Siri’ disepadankan dengan rasa malu Basya (dalam Haslinda, 2019:159). Masyarakat Bugis-Makassar yang memiliki nilai harga diri dalam dirinya akan selalu malu (masiri). Malu untuk berbuat buruk, malu untuk berbuat jahat, malu untuk tidak berbuat baik, malu untuk tidak membantu sesama, malu kalo tidak melaksanakan ibadah (shalat, puasa, sedekah, dll), malu berbuat curang, dan malu dari berbagai aspek lainnya.

Malu bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah harga mati yang sebanding dengan nyawa. Orang yang memiliki harga diri atau siri’ akan selalu dihargai dan diteladani. Sedangkan orang yang tidak memiliki nilai siri’ akan selalu dipandang hina dan dipandang rendah. Siri’ juga dibagi atas tiga bagian yaitu siri’ terhadapTuhan, siri’terhadap sesama manusia, dan siri’ terhadap diri sendiri.

2) Budaya Pesse’/Pacce’ (Prikemanusiaan)

Menurut Limpo (1995:91), Pacce secara harfiah berarti perasaan pedis, perih atau pedih. Sedangkan menurut Moein (1990:33), istilah pesse’/pacce’

adalah suatu perasaan yang menyayat hati, pilu bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga masyarakat atau keluarga atau sahabat tertimpa kemalangan. Pesse’/pacce’ (solidaritas) yang merupakan nilai kebersamaan yang kuat sebagai pondasi masyarakat Bugis-Makassar dalam bertindak, bekerja, berperilaku, maupun menentukan undang-undangnya.

(46)

3) Budaya Sipakatau (Saling Menghargai)

Menurut Mattulada (1985:88) negara dapat menjadi jaya bukan karena para pemimpinnya keterunan dewa-dewa yang ternama melainkan karena kecakapan dan kejujuran penguasa yang begitu diucapkan ia harus dapat dinyatakan dalam perbuatan. Sipakatau bermakna saling menghargai sebagai individu yang bermartabat. Nilai-nilai Sipakatau menunjukkan bahwa budaya Bugis-Makassar memposisikan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan secara baik.

Semangat ini mendorong tumbuhnya sikap dan tindakan yang diimplementasikan dalam hubungan sosial yang harmonis yang ditandai oleh adanya hubungan intersubyektifitas dan saling menghargai sebagai sesama manusia.

4) Budaya Awaranieng/Barani (Keberanian)

Menurut Mattulada (1985:88), bahwa negara sungguh-sungguh dapat dijadikan negara yang jaya di mana rakyat berbahagia, bukan karena penguasa itu keturunan dewa-dewa yang ternama melainkan karena kecakapan dan kejujuran penguasa yang terwujud begitu diucapkan ia harus dapat dinyatakan dalam perbuatan. Niat yang benar harus bersandar pada keberanian, dan keberanian bertolak dari niat yang benar. Niat yang benar dan keberanian lahir dari kejujuran. Keberanian tidak cukup hanya memiliki nyali besar untuk mengambil tindakan tetapi juga memikirkan segala resiko yang ada.

(47)

5) Budaya Reso (Kerja Keras)

Nilai yang menjadi identitas setiap pribadi masyarakat Bugis-Makassar adalah budaya kerja keras sehingga kemana pun merantau prinsip kerja keras menjadi bagian hidup masyarakat Bugis-Makassar. Fakta menunjukkan, suku Bugis-Makassar terkenal sebagai pelaut handal. Kehandalan tersebut lahir dari keyakinan terhadap usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan pantang menyerah (kerja keras), Rahim (dalam Haslinda, 2019:117), menggambarkan bahwa nilai usaha atau kerja keras adalah kunci kesuksesan dari semua nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis-Makassar.

Dalam budaya Bugis-Makassar makna reso merupakan satu sistem dengan nilai kehormatan yang merupakan salah satu bentuk dari manifestasi nilai budaya siri’.

Masyarakat Bugis-Makassar akan sangat merasa malu jika seseorang yang sudah cukup umur namun tidak memiliki pekerjaan, bahkan menjadi beban bagi orang lain. Sehingga, tidak mengherankan jika dalam kebudayaan Bugis- Makassar memegang teguh prinsip reso. Di dalam Lontara, nenek moyang masyarakat Bugis-Makassar mencela dan sangat membenci orang-orang yang tidak mau berusaha atau bekerja keras dan hanya bermalas-malasan untuk menghabiskan waktunya. Sebab, bermalas-malasan akan menjauhkan seseorang dari rahmat sang maha pengcipta (Tuhan).

(48)

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan alur pikir penelitian dan penelitian yang dilakukan. Pada bagian ini, peneliti menguraikan secara rinci tentang latar belakang masalah, usulan yang menjadi dasar penelitian.

Pada penelitian ini dimulai dari karya sastra yaitu puisi, prosa, dan drama.

Namun yang akan dibahas pada kerangka pikir hanya drama. Salah satu cakupan dari drama adalah film. Film yang akan dibahas berjudul uang panai yang merupakan film yang bergenre komedi namun memiliki nilai-nilai budaya yang tersirat di dalamnya. Nilai-nilai budaya dalam Film Uang Panai terdiri dari lima yaitu nilai budaya siri’, nilai budaya pesse’/pacce’, nilai budaya sipakatau, nilai budaya awaranieng/barani dan nilai budaya reso.

Tujuannya agar simpulan dan teori bisa relevan dengan simpulan penelitian yang akan dihasilkan.

(49)

Film

NILAI BUDAYABUGIS MAKASSAR

Budaya Siri’

(Harga Diri)

Budaya Pesse’/Pacce’

(Prikemanusiaan)

Budaya Awaranineng/Baran

i (Keberanian)

Analisis

Temuan

Budaya Reso (Kerja Keras)

Prosa Drama

Karya Sastra

Puisi

Uang Panai

Budaya Sipakatau (Saling

Menghargai)

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif karena penelitian ini membahas tentang nilai- nilai budaya dalam Film Uang Panai Karya Amril Nuryan dan Halim Gani Safia dalam bentuk kalimat dan paragraf.

B. Definisi Istilah

1. Budaya Siri’ (Harga Diri) adalah rasa malu untuk berbuat buruk, malu untuk berbuat jahat, malu untuk tidak berbuat baik, malu untuk tidak membantu sesama, malu kalau tidak melaksanakan ibadah (shalat, puasa, sedekah, dll), malu berbuat curang dan malu dari berbagai aspek lainnya.

2. Budaya Pesse’/Pacce’ (Prikemanusiaan) adalah suatu perasaan yang menyayat hati, pilu bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga masyarakat atau keluarga atau sahabat tertimpa kemalangan. Pesse’/pacce’

(solidaritas) yang merupakan nilai kebersamaan yang kuat sebagai pondasi masyarakat Bugis-Makassar dalam bertindak, bekerja, berperilaku, maupun menentukan undang-undangnya.

3. Budaya Sipakatau (Saling Menghargai) adalah saling menghargai sebagai individu yang bermartabat. Nilai-nilai sipakatau menunjukan bahwa budaya Bugis-Makassar memposisikan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan secara baik.

38

(51)

4. Budaya Awaranieng/Barani (Keberanian) adalah kecakapan dan kejujuran yang harus diwujudkan dalam perbuatan. Niat yang benar harus bersandar pada keberanian, dan keberanian bertolak ukur dari niat yang benar. Niat yang benar dan keberanian lahir dari kejujuran.

5. Budaya Reso (Kerja Keras) adalah pekerjaan yang harus dikerjakan dengan bersungguh-sungguh tanpa mengenal lelah dan berhenti sebelum target tercapai.

C. Data dan Sumber Data

1. Data dalam penelitian iniberupa data kualitatif. Data kualitatif berupa kata- kata atau gambar, bukan berupa angka-angka (Aminuddin, 1990:16). Adapun data dalam penelitian ini berupa semua adegan dan dialog yang terdapat dalam Film Uang Panai yang menunjukkan adanya nilai-nilai budaya yang dianggap representatif. Proses pengambilan data yang dilakukan berdasarkan kepentingan yang sesuai dengan kepentingan tujuan peneliti.

2. Sumber data dalam penelitian ini adalah Film “Uang panai” yang mengandung nilai budaya, berdurasi 1:59:43 detik yang disutradari oleh Asril Sani

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi. Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh bersumber dari Film Uang Panai. Selain itu, digunakan pula teknik menyimak dan teknik catat dengan cara menonton berulang-ulang, mengamati dan menganalisis Film Uang Panai.

(52)

Teknik menyimak digunakan untuk mendengarkan dan memahami sejumlah nilai- nilai budaya yang terdapat dalam film tersebut. Teknik catat digunakan untuk mencatat adegan-adegan yang menampilkan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam film secara keseluruhan ke dalam kartu data yang telah disiapkan.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara atau proses penyusunan data yang akan di peroleh dari hasil kegiatan lapangan, dokumentasi, wawancara, dan lain sebagainya sehingga penyusunan dalam menganalisis lebih terperinci dan mudah dipahami.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menganalisis data yang sudah terkumpul dan tersistematis, teknik yang akan digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Anlisis deskriptif adalah analisis untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel.

Adapun langkah-langkah teknik analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Memutar film yang menjadi objek penelitian.

2. Mentransfer rekaman ke dalam bentuk tulisan atau skenario.

3. Menganalisa isi film dan mengklasifikasikannya mengenai materi dan muatan-muatan nilai budaya yang terdapat dalam film tersebut. Kemudian menghubungkannya dengan teori yang digunakan.

4. Membuat simpulan data yang telah dianalisis dalam bentuk paragraf deskriptif sehingga memunculkan garis besar hasil penelitian.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam film Uang Panai yaitu Budaya Siri’ (Harga Diri), Pesse’/Pacce (Prikemanusiaan), Sipakatau (Saling Menghargai), Awaranieng/Barani (Keberanian), Reso (Kerja Keras). Adapun nilai-nilai budaya dalam film Uang Panaisebagai berikut.

1. Budaya Siri’ (Harga Diri)

Budaya siri’ merupakan hal yang paling penting karena menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar. Budaya siri’ dapat membentuk sikap dan kepribadiaan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara karena menimbulkan sikap malu, malu ketika melakukan sesuatu yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ayah Farhan : Oyah, you punya bisnis bagaimana sekarang?

(Bagaimana dengan bisnismu sekarang?

Ayah Risna : Ahh... Krisis! Sejak gudang terbakar saya banyak utang

(Krisis! Semenjak gedung terbakar saya memiliki banyak utang)

Ayah Farhan : How Can?

(Bagaimana bisa?)

Ayah Risna : Belakangan ini, collector sering mi datang!

(Akhir-akhir ini, penagih utang sering datang!)

41

Gambar

Tablo adalah jenis drama yang lebih mengutamakan gerak. Para pemainnya  tidak  mengucapkan  suatu  dialog,  namun  dengan  melakukan  berbagai  gerakan

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Ara’ yang mengkaji tentang uang panai’ dan status sosial perempuan dalam perspektif budaya siri’

Penelitian dengan judul “Analisis Desain Artistik Sebagai Representasi Budaya Bugis-Makassar Dalam Membentuk Watak Tokoh Sentral Pada Film Athirah”akan diidentifikasi serta

Persepsi masyarakat terhadap uang panai’ sangat penting dalam suatu perkawinan, bukan hanya sebagai syarat pernikahan dari adat Suku Bugis-Makassar, tetapi sebagai uang

Adapun status antara janda dan perawan tidak luput dijadikan sebagai tolak ukur tingginya uang panai dalam perkawinan Bugis Makassar. Bagi perempuan yang janda dan

JikaUang Panai’ tidak mahal maka strata dalam masyarakat meningkat bukan merupakan dampak positif dari mahalnya Uang Panai’... JikaUang Panai’ mahal maka nilai

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap khalayak dalam hal ini penonton film uang panai’ (2016) secara mendalam, melakukan resepsi terhadap suatu teks

Distansi estetis pada peristiwa yang teguh pada pendirian salah satu yang dialami atau dilakukan tokoh dengan sikap yang mempercayai dan meyakini bahwa apa

Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana budaya siri’ pada Suku Bugis Makassar dalam Film “Badik Titipan Ayah” dan sub masalahnya ialah: Bagaimana budaya siri’ yang terkandung