SKRIPSI
Oleh :
Eva Herdianti Kurnia 0713010152/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
i
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perubahan PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “ Veteran” Jawa Timur” dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, motivasi, nasehat, dukungan dan doa dari banyak pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih ke berbagai pihak atas keberhasilan penyusunan skripsi ini.
1. Bapak Prof Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
ii
5. Seluruh Dosen Jurusan Akuntansi yang telah memberikan tambahan ilmu bagi penulis selama perkuliahan dan Staf Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak dan Ibu serta seluruh anggota keluargaku tercinta (mbak Ika, mbak Ari, mbak Ira, Fariski) yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan baik moril maupun materil.
7. Deby Wardaningtyas yang telah membimbing materi kompre sebelum lisan, Fachrul Rusdyawan yang telah membimbing selama proses penyusunan skripsi, Slamet Anang rekan seperjuangan, Indrawan Oktafianto, Luthfi Maulana, Bagus Santoso, Tomy Angga, Prapto Hadi atas dukungan, nasehat, bantuan dan doanya.
8. Teman-teman dan keluarga besar HMAK yang selalu memberikan dukungan dan doa.
9. Responden dan berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktu demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
iii
Surabaya, Desember 2011
iv
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI………. iii
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR GAMBAR……… viii
DAFTAR LAMPIRAN……… ix
ABSTRAKSI………. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Perumusan Masalah………..…… 4
1.3. Tujuan Penelitian………..…… 5
1.4. Manfaat Penelitian………..……. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu………..……… 7
2.2. Landasan Teori………...…………... 13
2.2.1. Standar Akuntansi Keuangan……… 13
2.2.2. International Financial Reporting Standard (IFRS)……... 14
v
Pelaporan………... 18
2.2.3. Aset
Tetap………..……... 20
2.2.3.1. Pengertian
Aset Tetap...……….. 20
2.2.3.2. Penggolongan
Aset Tetap….………... 21
2.2.3.3. Perolehan
Aset Tetap……….……. 23
2.2.3.4. Penilaian dan
Pencatatan Aset Tetap……….. 24
2.2.3.5. Harga
Perolehan Aset Tetap……… 25
2.2.3.6. Penyusutan
Aset Tetap……… 26
2.2.4. Akuntansi…
…...………...…………. 29
2.2.4.1. Pengertian
Akuntansi……….. 29
2.2.4.2. Tujuan
vi
Spesialisasi Akuntansi……… 32
2.2.5. PSAK No. 16
dan Perubahannya………..…………... 33 2.2.5.1. Pengukuran Aset Tetap……...……… 36 2.2.5.2. Revaluasi Aset Tetap………...………….... 37 2.2.5.3. Perbedaan Antara PSAK No. 16 Tahun 2004
Dengan PSAK Tahun 2009………. 42 2.2.5.4. IFRS dan Indo-GAAP………... 45
2.2.6. Pemahaman
Akuntansi Tentang Aset Tetap………... 47
2.2.7. PSAK No. 16
Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang
Aset Tetap……….. 49 2.3. Kerangka Pikir………...………..……….…. 50 2.4. Hipotesis………...….. 50
BAB III METODE PENELITIAN
vii
3.3. Teknik Pengumpulan Data………….………... 56
3.3.1. Jenis Data……….……….. 56
3.3.2. Pengumpulan Data………. 56
3.3.3. Instrumen Penelitian……….. 57
3.4. Tehnik Analisis dan Uji Hipotesis………. 57 3.4.1. Uji Validitas, Uji Reabilitas, Uji Normalitas………. 57
3.4.1.1. Uji Validitas……… 57
3.4.1.2. Uji Reabilitas……… 58
3.4.1.3. Uji Normalitas………. 58
3.4.2. Tehnik Analisis………... 59
3.4.3. Uji Hipotesis……… 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian………. 61
viii
4.1.2.4. Tujuan………. 63
4.1.3. Riwayat Progdi Akuntansi……….. 64
4.1.3.1. Visi Progdi Akuntansi………. 65
4.1.3.2. Misi Progdi Akuntansi……….... 65
4.1.3.3. Tujuan Progdi Akuntansi……….... 65
4.1.4. Internasional Financial Reporting Standard……… 66
4.1.4.1. Pengertian IFRS……….. 66
4.1.4.2. Adopsi IFRS………... 66
4.1.4.3. Konvergensi IFRS di Indonesia……….. 69
4.1.4.4. Dampak IFRS Terhadap Sistem Akuntansi dan Pelaporan………. 70
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian……….. 72
4.2.1. Perubahan PSAK No. 16 (X)……….. 73
4.2.2. Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y)………. 76
4.2.3. Uji Validitas………. 78
4.2.3.1. Uji Validitas Variabel Perubahan PSAK No. 16 (X)………... 79
4.2.3.2. Uji Validitas Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y)……….. 80
4.2.4. Uji Reabilitas………... 81
4.2.5. Analisis Regresi Linier Sederhana……….. 82
4.2.5.1. Hasil Uji Normalitas………... 82
4.2.5.2. Persamaan Regresi Linier Sederhana………. 83
4.2.5.3. Nilai dan R……… 83
4.2.5.4. Hasil Uji T………... 84
ix
Penelitian………. 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan……… 89 5.2. Saran……….. 89
x
2009………. 42
TABEL 2 Distribusi Frekuensi Variabel Perubahan PSAK No. 16………. 74
TABEL 3 Distribusi Frekuensi Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap……….... 77
TABEL 4 Uji Validitas Pada Variabel Perubahan PSAK No. 16……… 80
TABEL 5 Uji Validitas Pada Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap……….... 81
TABEL 6 Hasi Uji Reliabilitas………. 81
TABEL 7 Hasil Uji Normalitas……… 82
TABEL 8 Persamaan Regresi Linier Sederhana………... 83
TABEL 9 Nilai R dan ……….. 84
TABEL 10 Hasil Uji T……… 84
xii
Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden Pada Variabel Perubahan PSAK No. 16 Lampiran 3 Rekapitulasi Jawaban Responden Pada Variabel Pemahaman Akuntansi
Tentang Aset Tetap
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel-Variabel Pada Survey Pendahuluan Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Perubahan PSAK No. 16
dan Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Lampiran 6 Input Regresi
Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas Variabel Perubahan PSAK No. 16 dan Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
xiii JAWA TIMUR
ABSTRAK Oleh
Eva Herdianti Kurnia
Indonesia akan memberlakukan standar akuntansi keuangan dengan menggunakan standar akuntansi Internasional, yaitu melalui konvergensi International Financial Reporting Standart atau IFRS mulai awal tahun 2012. Saat ini di Indonesia terdapat tiga macam sistem pelaporan keuangan, yaitu standar akuntansi keuangan (SAK), standar akuntansi keuangan tanpa entitas akuntabilitas publik (SAK-ETAP), standar akuntansi syariah. Namun hanya (SAK) yang nantinya akan dirubah kedalam sistem IFRS. Perguruan tinggi sebagai unit yang menghasilkan lulusan akuntansi sebagai sumber daya manusia dari profesi akuntan harus mempersiapkan diri untuk menghadapi konvergensi IFRS tersebut, dan mahasiswa akuntansi harus menguasai dan memahami ketentuan-ketentuan pada aset tetap dengan mempelajari kembali perubahan-perubahan yang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empiris perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur berjumlah 280 orang dengan pengkategorian yang telah menempuh mata kuliah seminar akuntansi 1 dan sampel yang bisa mewakili jumlah populasi yang ada adalah 165 orang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Sederhana.
Tujuan dan hipotesis penelitian ini terjawab, karena perubahan PSAK No. 16 berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap. Pada hasil analisis juga diperoleh nilai koefisien determinan ( ) sebesar 58,3%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia akan memberlakukan standar akuntansi keuangan dengan
menggunakan standar akuntansi internasional, yaitu melalui konvergensi
International Financial Reporting Standart atau IFRS mulai awal tahun 2012. IFRS (International Financial Reporting Standart) merupakan suatu upaya untuk
memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap
kurangnya transparasi informasi keuangan. Tujuan dari IFRS yaitu memastikan
bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang
dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas
tinggi.
Saat ini di Indonesia terdapat tiga macam sistem pelaporan keuangan, yaitu
standar akuntansi keuangan (SAK), standar akuntansi keuangan-entitas tanpa
akuntabilitas publik (SAK-ETAP), standar akuntansi syariah. Namun hanya standar
akuntansi keuangan (SAK) yang nantinya akan dirubah kedalam sistem IFRS
karena yang menggunakan sistem pelaporan ini adalah perusahaan yang listed di
bursa efek. Dan nantinya perusahaan tersebut harus menggunakan sistem ini secara
total.
Standar akuntansi keuangan merupakan kerangka acuan dalam prosedur
untuk membentuk kesamaan prosedur dan menjelaskan bagaimana laporan
keuangan disusun dan disajikan, karena itu SAK sangat berarti dalam hal kesatuan
bahasa untuk menganalisa laporan-laporan keuangan bagi perusahaan dan unit
ekonomi lainnya.
Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan
oleh para stakeholder perusahaan. Salah satu stakeholder perusahaan adalah
investor atau pemegang saham yang berkepentingan terhadap nasib investasinya.
Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait
dengan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang
berguna untuk pengambilan keputusan para pemakainya.
Laporan keuangan utama yang dihasilkan dari proses akuntansi adalah
neraca dan laporan laba rugi. Salah satu pos dalam neraca adalah aset tetap. Aset
tetap merupakan unsur penting dalam suatu perusahaan, ketika perusahaan baru
berdiri agar dapat melakukan kegiatan normal (operasional) sebagaimana maksud
dan tujuan berdirinya perusahaan. Adanya aset tetap merupakan sarana dan alat
(instrument) untuk melaksanakan kegiatan usaha, dan sangat menentukan untuk
berjalannya kegiatan usaha. Peran aset tetap sangat besar dalam perusahaan baik
ditinjau dari segi jumlah dana yang diinvestasikan, dari segi pengolahannya yang
melibatkan banyak orang, dari segi pembuatannya yang sering jangka panjang
maupun dari segi pengawasannya. Mengingat pentingnya akuntansi aset tetap
dalam laporan keuangan tersebut, maka perlakuannya harus berdasarkan pada
Dari konvergensi yang telah dilakukan, terdapat perubahan dan pencabutan
pada beberapa PSAK. Pada PSAK No. 16 (2009) tentang aset tetap terdapat
perubahan yaitu suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model
revaluasi (revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan
kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
Sedangkan sebelumnya, pada PSAK No. 16 (2004) mengatur bahwa suatu aset tetap
(aktiva tetap) yang memenuhi kiualifikasi untuk diakui sebgai aset (aktiva) pada
awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
konvergensi IFRS. Permasalahan yang pertama adalah kurang siapnya infrastuktur
seperti DSAK sebagai financial accounting standart setter di Indonesia.
Permasalahan yang kedua adalah kondisi perundang undangan yang belum tentu
sinkron dengan IFRS. Permasalahan yang ketiga adalah kurang siapnya sumber
daya manusia dan dunia pendidikan di Indonesia. Dari penjelasan tersebut
nampaknya penerapan konvergensi IFRS dimungkinkan sangat berpengaruh
terhadap dunia bisnis di Indonesia. Proses konvergensi selain mempengaruhi dunia
bisnis, juga akan berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Terutama bagi
pendidikan tinggi yang memiliki sekolah atau fakultas ekonomi dan bisnis.
Sehingga pembelajaran akuntansi harus disesuaikan dengan IFRS sejak dini.
Namun saat ini pada sumber daya manusia dan dunia pendidikan di
Indonesia masih belum menunjukkan kesiapan menghadapi konvergensi IFRS. Hal
ini dapat dilihat dari minimnya pengajaran dan pembahasan topik-topik akuntansi
pendidikan akuntansi di Indonesia. Kondisi ini diperparah lagi dengan minimnya
staf-staf pengajar yang memiliki kompetensi dan keahlian IFRS di
universitas-universitas baik swasta maupun negeri di Indonesia. Hingga saat ini, masih banyak
akuntan yang kurang menguasai pelaporan keuangan berdasarkan PSAK. Belum
lagi dengan penggunaan IFRS nantinya. Menyadari bahwa perguruan tinggi
merupakan unit yang menghasilkan lulusan akuntansi sebagai sumber daya manusia
dari profesi akuntan maka pihak perguruan tinggipun harus mempersiapkan untuk
menghadapi konvergensi IFRS tersebut. Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh
perguruan tinggi khususnya jurusan akuntansi, antara lain buku literature yang
mengarah ke pemahaman konvergensi IFRS harus segera disediakan. Selain itu para
akademis/universitas diharapkan memperbaharui pengetahuan, merevisi kurikulum
dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait dan memberikan input.
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul “Perubahan PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman
Akuntansi Tentang Aset Tetap Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang penelitian diatas, maka rumusan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Apakah perubahan PSAK No.
16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji
secara empiris perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang
aset tetap pada mahasiawa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang berguna bagi :
1. Perguruan Tinggi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan dan dasar
penelitian yang mungkin dapat diterapkan oleh perguruan tinggi dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan untuk menghadapi persaingan yang ketat
dimasa yang akan datang demi menghasilkan lulusan yang berkualitas.
2. Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan
kepustakaan/referensi empiris mengenai perubahan PSAK No. 16 terhadap
pemahaman akuntansi tetang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan
akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “veteran” Jawa
Timur.
4. Peneliti lain
Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat
memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam, serta memberikan solusi
yang tepat pada pokok permasalahan yang diteliti. Dan juga diharapkan
dapat menjadi bahan referensi untuk mengkaji topik yang berkaitan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dipakai
sebagai bahan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini dan sebagai acuan
oleh peneliti dalam penyusunan skripsi ini dilakukan oleh :
1. Mega Anjasmoro, mahasiswi akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
(2010).
Judul Skripsi:
Adopsi International Financial Report Standard : “Kebutuhan atau Paksaan?” Studi Kasus Pada PT. Garuda Airlines Indonesia.
Rumusan Masalah:
1. Mengapa GA mengimplementasikan standard akuntansi internasional
pada laporan keuangannya?
2. Dari beberapa konsep aplikasi standard akuntansi internasional,
manakah yang mereka gunakan dalam pelaporan keuangannya?
3. Bagaimana proses pengadopsian dan pengaplikasian IFRS pada GA
secara rill?
4. Manfaat dan hambatan apa yang diperoleh dan dihadapi GA dalam
proses adopsi IFRS?
Kesimpulan:
GA melakukan adopsi IFRS bukan atas paksaan dari pemerintah namun atas
inisiatif dari manajemen perusahaan tersebut karena kebutuhan atas standar
yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan serta
kebutuhan untuk memenuhi tuntutan dari para lease GA untuk mengadopsi
IFRS agar memberikan kemudahan kepada pihak tersebut untuk
menginterpretasikan laporan keuangan GA.
GA menganut konsep harmonisasi dimana GA menggunakan IFRS
dan standar dari AICPA apabila PSAK tidak mengatur perlakuan akuntansi
untuk sebuah item. Namun apabila PSAK mengaturnya, maka standar yang
dipakai kembali mengacu kepada PSAK. Alasannya adalah karena PSAK
masih belum mempunyai rules yang lengkap tentang perlakuan akuntansi
untuk jasa penerbangan. Sedangkan untuk item – item lain, peraturan pada PSAK telah mampu menjawab cara – cara pelaporannya.
Proses adopsi IFRS pada GA terdiri dari 3 tahap. Tahap yang
pertama adalah pemahaman tentang IFRS dan PSAK serta pemahaman
mempersiapkan SDM dengan IFRS capability. Dan tahap yang terakhir
adalah pengembangan software akuntansi. Sedangkan proses pengaplikasian
IFRS pada GA terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pembuatan laporan keuangan
yang terdiri dari input data dan interpretasi hasil. Dan yang terakhir adalah
tahap pembuatan laporan konsolidasi. Setelah semua tahap tersebut selesai
laporan keuangan siap untuk diaudit, dilaporkan, dipertanggungjawabkan,
dan diterbitkan.
Adapun manfaat dari adopsi IFRS pada GA adalah pihak GA
mendapatkan kemudahan untuk melakukan pencatatan terhadap akun-akun
yang berhubungan dengan bisnis penerbangan, laporan keuangan GA
mencerminkan nilai wajar perusahaan yang menimbulkan dampak GA lebih
dipercaya oleh pihak eksternal dan menghasilkan laporan keuangan yang
lebih transparan, credible serta valuable. Manfaat selanjutnya adalah
laporan keuangan memiliki daya banding yang lebih tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai alat analisis manajemen. Dan manfaat yang terakhir
adalah GA mampu bersaing di pasar global sehingga pada akhirnya GA
memperoleh legitimasi dari lingkungan bisnisnya bahwa perusahaan ini
memiliki profesionalitas dan pelayanan yang memuaskan. Sedangkan
hambatan yang dihadapi GA dalam melakukan adopsi IFRS adalah kesiapan
SDM, kesiapan sistem akuntansi, dan hambatan dalam pembiayaan. Untuk
mengatasi hal tersebut, GA mempunyai solusi dengan mempersiapkan SDM
2. Vanesa Agustin, mahasiswi akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya
(2004).
Judul Skripsi:
Revaluasi Terhadap Aktiva Tetap Pada PT “ X”.
Rumusan Masalah:
1. Aspek PPh atas revaluasi aktiva tetap.
2. Pengaruh revaluasi aktiva tetap terhadap jumlah PPh badan terutang.
Kesimpulan:
Dalam perhitungan aspek PPh yang, menurut ketentuan yang berlaku, atas
selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap akan dikenakan PPh final.
Besarnya PPh final yang ditetapkan diperoleh dari selisih lebih dari
revaluasi aktiva tetap yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajaknya
kemudian dikalikan dengan tariff PPh final sebesar 10% yang sebelumnya
terlebih dahulu dikurangi dengan kompensasi kerugian pada tahun berjalan
dan tahun-tahun sebelumnya. Karena PT. “X” tidak mempunyai kerugian
pada tahun-tahun sebelumnya maka selisih lebih dari penilaian kembali
aktiva tetap tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan pajaknya. Dari
perhitungan yang dilakukan besarnya PPh final atas aktiva tetap tanah dan
bangunan sebesar Rp. 1.451.949.800,00.
Dengan dilakukannya revaluasi aktiva tetap akan menambah beban
tersebut diakibatkan oleh kenaikan beban penyusutan setelah dilakukan
revaluasi. Hal tersebut akan berpengaruh kepada PPh terutang yang akan
dibayarkan, maka besarnya PPh badan berkurang dari Rp.
63.544.033.802,00 setelah dilakukannya revaluasi aktiva tetap. Namun
besarnya PPh badan tersebut akan ditambahkan dengan PPh final sebesar
Rp. 1.451.949.800,00. Besarnya PPh seluruhnya yang akan dibayar oleh
perusahaan adalah Rp. 64.995.983.602,00 yang diperoleh dari besarnya
badan terutang ditambahkan dengan besarnya PPh final.
3. Ricky Yulianto, mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur (2008).
Judul Penelitian:
Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Revaluasi Aktiva Tetap di PT X.
Rumusan Masalah:
1. Apakah terjadi perbedaan debt to equity ratio, fixed assets to net worth,
return on investment sebelum dan sesudah pelaksanaa revaluasi aktiva
tetap di PT X?
2. Apakah terjadi perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan
sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap di PT X?
1. Terdapat perbedaan pada debt to equity ratio, fixed assets to net worth,
return on investment sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap
dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan revaluasi aktiva tetap.
2. Terdapat perbedaan pada kinerja keuangan perusahaan sesudah
pelaksanaan revaluasi aktiva tetap dibandingkan dengan sebelum
pelaksanaan revaluasi aktiva tetap.
Kesimpulan:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan debt to equity ratio,
fixed assets to net worth dan return on investment sebelum dan sesudah
pelaksanaan revaluasi aktiva tetap dan membuktikan ada tidaknya
perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah pelaksanaan
revaluasi aktiva tetap di PT X.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil uji statistik, disimpulkan bahwa debt to equity ratio,
fixed assets to net worth, return on investment tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya
revaluasi aktiva tetap.
2. Berdasarkan hasil uji statistik juga menunjukkan tidak adanya perbedaan
kinerja laporan keuangan perusahaan antara sebelum dan sesudah
revaluasi aktiva tetap jika dilihat dari debt to equity ratio, fixed assets to
4. Sahnidar dan Narumondang Bulan Siregar, Jurnal Akuntansi Universitas
Sumatra Utara (2009).
Judul Penelitian:
Penerapan PSAK No. 16 Terhadap Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan Bududaya Coklat Pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawan Kebun Maryke.
Rumusan Masalah:
Membandingkan penerapan PSAK No. 16 terhadap akuntansi aktiva tetap
tanaman menghasilkan dengan penerapan akuntansi pada PTPN II (Persero)
kebun Maryke.
Kesimpulan:
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawan Kebun Maryke
mempunyai tanaman menghasilkan yaitu coklat, dimana tanaman
menghasilkan tersebut di golongkan kedalam aktiva tetap. Tanaman
No. 16 dan BAPEPAM No. SE-02/PM/2002. Tanaman menghasilkan
tersebut diperoleh dengan cara membangun sendiri.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Standar Akuntansi Keuangan
Indonesia telah memiliki standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Prinsip atau standar akuntansi yang dipakai di Indonesia tersebut dikenal
dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun
dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ikatan Akuntan Indonesia
adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh
untuk berbagai aktivitas bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar
tersebut selain ditujukan untuk mengatur perlakuan akuntansi dari awal sampai
ke tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap pengguna, standar-standar
tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari perolehan,
penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen
akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pelaporan atas keuangan perusahaan.
2.2.2. International Financia Reporting Standard 2.2.2.1. Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan
(IASB). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama
Komisi Standar Akuntansi Internasional (IASC), merupakan lembaga
independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan
mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang
berkualitas tinggi, dapat dimengerti dan diterapkan untuk mengharuskan
penyajian laporan keuangan yang transparan, berkualitas tinggi dan memiliki
daya banding.
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya
merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan oleh
International Accounting Standards Committee (IASC). Kemudian IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang
dilakukan.
2.2.2.2. Adopsi IFRS
Usaha-usaha untuk menjadikan International Financial Reporting
Standard (IFRS) menjadi global accounting standard menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendalanya adalah adanaya fakta belum semua negara
menerima konsep, “standar akuntansi dan pelaporan keuangan tunggal”. Di
samping itu perbedaan bahasa adalah alasan yang paling lazim ditemukan.
Untuk mewujudka cita-citanya, IASB telah merangkul organisasi dunia
seperti Persatuan bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Organization for Economic
International Organization of Securities Commision (IOSCO) dan lain-lain telah mendukung harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan.
Sehingga, adopsi dan konvergensi IFRS adalah suatu fenomena yang sedang
dan akan menggejala di seluruh dunia.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan telah dianggap
sebagai suatu hal yang mendesak yang harus dilakukan oleh setiap negara
berkembang. Manfaat utama yang diperoleh dari harmonisasi standar akuntansi
dan pelaporan keuangan adalah adanya pemahaman yang lebih baik atas laporan
keuangan oleh penguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai negara.
Hal ini tentunya memudahkan suatu perusahaan menjual sahamnya secara lintas
negara atau lintas pasar modal.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan juga diyakini
banyak pihak memberikan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan yang
menghabiskan sangat banyak dana dan sumber daya setiap tahunnya
sebagaimana dialami oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang sahamnya
diperdagangkan di lintas pasar modal. Penggunaan standar akuntansi dan
pelaporan keuangan juga dapat menambah kepercayaan investor asing terhadap
laporan keuangan perusahaan-perusahaan nasional.
Ada beberapa kendala yang menjadi penghambat penerapan IFRS
sebagai standar akuntansi dan pelaporan keuangan di dunia hingga saat ini.
Kendala-kendala tersebut berkaitan dengan faktor-faktor sebagai dijelaskan
dibawah ini (Purba, 2010:8):
b. Sistem perpajakan dan fiskal.
c. Nilai-nilai budaya korporasi.
d. Sistem pasar modal dan peraturan terkait dengan kepemilikan korporasi.
e. Kondisi ekonomi dan aktivitas bisnis.
f. Teknologi.
Dari keenam faktor diatas, faktor penghambat yang paling sering
ditemukan adalah sistem perpajakan dan hukum yang belumtentu sinkron antara
suatu Negara dengan negara-negara yang pengadopsi IFRS lainnya. Sebagai
contoh, adopsi IFRS sangat sulit dilakukan bagi negara-negara yang
menerapkan system ekonomi syariah dan ekonomi komunis. Indonesia sebagai
negara yang menerapkan system perbankan ganda, yaitu system ekonomi
syariah dan system ekonomi kapitalis juga dapat dipastikan akan mengalami
kesulitan dalam mengadopsi secara penuh IFRS pada masa yang akan datang.
Sejak tahun 1994, Indonesia sebenarnya telah mengadopsi sebagian
besar IAS. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi
atas Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diberlakukan sejak tahun 1994
adalah saduran dari IAS dan interpretasi SIC yang diterbitkan sebelum 1994.
Namun setelah itu, tidak semua perubahan IAS, interpretasi SIC dan
standar-standar yang ada pada IFRS di adopsi oleh Dewan Standar akuntansi Keuangan
DSAK yang berdada di bawah Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah
merencanakan adopsi penuh IAS dan IFRS yang rampung pada tahun 2010 dan
mulai menerapkannya pada tahun 2012. Indonesia sebenarnya masih memiliki
regulasi yang tidak mendukung sehingga adopsi penuh akan sulit dilakukan. Di
samping itu, perhatian dan komitmen yang kuat dari pelaku bisnis, pemerintah
Indonesia dan otoritas pasar modal masih sangat minim.
2.2.2.3. Konvergensi IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan perusahaan-perusahaan di
Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar
akuntansi keuangan lokal (SAK). Tahun 2012 baru akan diterapkan standar
akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Indonesia harus
melakukan program konvergensi jika kita tidak ingin tertingal. Sehingga, dalam
perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia tidak terlepas dari
perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional.
Di Indonesia sendiri sistem pelaporan keuangan ada tiga macam/standar
pelaporan keuangan Indonesian, yang dimana didalamnya memiliki tiga pilar
yang berlaku yaitu:
a. Standar Akuntansi Keuangan. Sistem inilah yang nantinya akan dirubah
kedalam sistem IFRS karena yang menggunakan sistem pelaporan ini adalah
perusahaan yang listed di bursa efek. Dan nantinya perusahaan tersebut
b. SAK ETAP. Standar Akuntansi Keuangan-Enritas Tanpa Akuntanbilitas
Publik adalah pelaporan keuangan yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan yang sahamnya tidak terdaftar di bursa efek. Sistem ini tidak
termasuk dalam daftar perubahan yang akan dirubah dalam system IFRS.
c. Standar Akuntansi Syariah. Sistem pelaporan yang digunakan dengan
asas-asas syariah.
SAK-ETAP dan Standar Akuntansi Syariah tidak termasuk dalam
system IFRS (Non-IFRS). IFRS hanya diadaptasi untuk Standar Akuntansi
Keuangan (Sudarmakiyanto, 2010).
Dibalik dipergunakannya IFRS banyak sekali keuntungan yang akan
diperoleh oleh investor luar karena dengan sistem ini investor luar tidak perlu
belajar dengan sistem pelaporan keuangan yang ada di negara tertentu. IFRS ini
juga sangat mempercepat proses arus masuk dan keluar dana dari para investor.
2.2.2.4. Dampak IFRS Terhadap Sistem Akuntansi dan Pelaporan
1. Penyajian.
a. Konsep Other Comprehensive Income didalam laba rugi komprehensif.
b. Perubahan definisi-definisi seperti kewajiban menjadi liabilitas dan hak
minoritas menjadi kepentingan non pengendali (non controlling
interest).
c. Pos luar biasa tidak lagi diperbolehkan.
d. Perubahan nama laporan keuangan.
a. Peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value).
Standar IFRS lebih condong menggunakan nilai wajar, terutama
property investasi, beberapa asset tak berwujud, asset keuangan, dan
asset biologis. Dengan demikian maka diperlukan sumber daya yang
kompeten untuk menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa
konsultan penilai terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai
pasar aktif.
b. Penggunaan estimasi dan “judgement”.
Akibat karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip, akan lebih banyak
dibutuhkan “judgement” untuk menentukan bagaimana suatu keuangan
dicatat. Hal ini berbeda dengan sistem pelaporan yang digunakan
Amerika saat itu US GAP karena US GAP lebih bersifat Ruled Based
yang lebih mengedepankan sub-sub bidang pelaporan yang rumit namun
tidak memerlukan tigkat “judgement” yang tinggi karena semua sudah
terkontrol secara jelas.
3. Pengungkapan.
Persayaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci. IFRS
mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik
kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus
sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan
yang diambil oleh manajemen (Sudarmakiyanto, 2010).
2.2.3. Aset Tetap
Aset tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relatif
permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk
diperjualbelikan (Rudianto, 2009:272). Perusahaan menggunakan berbagai
macam aset tetap, seperti peralatan, perabotan, alat-alat, mesin-mesin, bangunan
dan tanah. Aset tetap (fixed assets) merupakan aktiva jangka panjang atau aset yang relatif permanen. Aset tersebut dimiliki dan digunakan oleh perusahaan
serta tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari operasi normal. Dalam
perusahaan, aset tetap bisa menempati bagian yang sangat signifikan pada total
aset perusahaan secara keseluruhan (Warren dkk, 2006:504).
Untuk dikategorikan sebagai aset tetap, suatu aset tidak harus digunakan
secara terus-menerus atau bahkan sering. Termasuk dalam aset tetap adalah aset
yang dalam keadaan siap pakai bila dibutuhkan ketika peralatan yang biasa
dipakai rusak atau hanya dipakai selama periode sibuk. Aset tetap yang tidak
digunakan lagi tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap. Untuk dapat
dikelompokkan sebagai aset tetap, maka suatu aset harus memiliki kriteria
tertentu, yaitu berwujud, umurnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak diperjualbelikan, material, dimiliki perusahaan
(Rudianto, 2009:272).
2.2.3.2. Penggolongan Aset Tetap
Menurut Harahap (2002:22) aset tetap dapat dikelompokkan dalam
berbagai sudut antara lain:
a. Tangible assets (aset berwujud) yaitu aset yang mempunyai wujud, dapat diamati oleh panca indra. Ciri umumnya yaitu member manfaat
ekonomi pada masa mendatang bagi perusahaan.
Contoh: seperti lahan (tanah), gedung, peralatan, mesin.
b. Intangible assets (asset tak berwujud) yaitu aset yang tidak dapat di amati secara langsung. Bukti adanya aset ini terdapat dalam bentuk
perjanjian, kontrak atau paten, dan aset ini mempunyai wujud nyata.
Contoh: seperti patens, copyright, hak monopoli (francise), cap dan
merek dagang (trademark and trade names), biaya pendirian
(organization cost), biaya pengembangan software (software development) dan goodwill.
2. Sudut disusutkan atau tidak, terdiri dari:
a. Depreciated plant assets yaitu aset tetap yang disusutkan seperti bangunan (building), peralatan (equipment), mesin (machinary), inventaris, jalan dan lain-lain.
b. Underpreciated plan assets, aset tetap yang tidak disusutkan seperti tanah (land).
3. Berdasarkan jenisnya, aset dapat dibagi sebagai berikut:
a. Lahan (tanah).
Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat
bangunan maupun yang masih kosong. Harga perolehan tanah
meliputi: purchase price yang disetujui, biaya notaries, administrasi,
komisi perantara, hak milik, biaya penelitian.
Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas
lahan/air. Jika bangunan didirikan, biayanya meliputi:
1. Biaya penggalian, perataan dan pengurukan (bukan untuk
tanah).
2. Bangunan sementara yang dipakai untuk aktivitas konstruksi.
3. Asuransi kebakaran selama periode konstruksi.
4. Kompensasi pekerja dan asuransi kecelakaan.
5. Biaya izin mendirikan bangunan.
6. Bahan baku.
7. Overhead.
8. Upah (tenaga kerja).
9. Beban honorarium arsitek.
c. Perabot.
Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboratorium, perabot
pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan. Perolehannya harus
diidentifikasi dengan fungsi produksi, penjualan atau fungsi umum dan
administrasi. Meliputi meja, kursi, karpet, lemari etalase, perlengkapan
pameran, dan lain-lain.
d. Inventaris/Peralatan.
Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan
dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik,
inventaris laboratorium, inventaris gudang dan lain-lain.
Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin
yang bersangkutan.
f. Kendaraan.
Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truck, tractor, mobil,
kendaraan roda dua, dan lain-lain.
g. Prasarana
Di Indonesia adalah merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat
klasifikasi khusus prasarana seperti : jalan, jembatan, pagar, dan
lain-lain.
2.2.3.3. Perolehan Aset Tetap
Tidak setiap aset tetap perusahaan selalu dibeli oleh perusahaan dari
pihak lain. Aset tetap dapat diperolehh dengan berbagai cara, di mana
masing-masing cara perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan aset
tetap tersebut. Cara perolehan tersebut antara lain (Rudianto, 2009:274):
1. Pembelian tunai.
2. Pembelian angsuran.
3. Ditukar dengan surat berharga.
4. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain.
5. Diperoleh sebagai donasi.
Sedangkan menurut Muljo (2007:205) aset tetap dapat peroleh dengan:
1. Pembelian berdasarkan kontrak pembayaran ditangguhkan.
2. Perolehan melalui lease modal.
4. Perolehan melalui penerbitan sekuritas.
5. Perolehan dengan membangun sendiri.
6. Perolehan dari pembelian atau penemuan.
2.2.3.4. Penilaian dan Pencatatan Aset Tetap
Untuk memperoleh aset tetap, perusahaan harus mengeluarkan sejumlah
uang yang tidak hanya dipakai untuk membayar barang itu sendiri sesuai
dengan nilai yang tercantum di dalam faktur, tetapi juga untuk beban
pengiriman, pemasangan, perantara, balik nama dan sebagainya. Dan
keseluruhan uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap tersebut
disebut dengan harga perolehan. Sedangkan di neraca, aset tetap dicatat sebesar
nilai bukunya.
Harga perolehan adalah keseluruhan uang yang dikelurkan untuk
memperoleh suatu aset tetap sampai siap digunakan oleh perusahaan. Aset tetap
yang dimiliki perusahaan dicatat dan diakui sebesar nilai bukunya, yaitu harga
perolehan aset tetap tersebut dikurangi dengan akumulasi depresiasi aset tetap.
Sedangkan nilai buku adalah nilai bersih dari suatu aset seperti yang tercantum
dalam neraca, yaitu harga perolehan aset tetap tersebut setelah dikurangi dengan
akumulasi depresiasi dari aset tersebut. Akumulasi depresiasi berarti kumpulan
dari seluruh beban depresiasi selama beberapa periode akuntansi (Rudianto,
2009:274).
Harga perolehan aset tetap meliputi semua jumlah yang dikeluarkan
untuk mendapatkan aset tetap dan membuatnya siap digunakan. Atau dengan
kata lain, hanya biaya yang bermanfaat untuk meyiapkan aset berumur panjang
hingga dapat digunakan, yang termasuk ke dalam biaya aset tetap. Biaya-biaya
yang dikeluarkan, tetapi tidak membuat set siap pakai, tidak menambah manfaat
dari aset tetap yang bersangkutan. Biaya-biaya semacam itu tidak dimasukkan
sebagai bagian dari total biaya aset tetap. Contohnya, biaya-biaya berikut harus
didebit langsung ke dalam akun beban:
a. Kerusakan akibatnya kekerasan.
b. Kesalahan pemasangan.
c. Pencurian yang tidak diasuransikan.
d. Kerusakan selama bongkar pasang.
e. Denda akibat tidak lengkapnya izin dari badan-badan pemerintah (Warren
dkk, 2006:506).
Beberapa pertimbangan dalam rangka menentukan harga perolehan aset
tetap berwujud dan tak berwujud adalah sebagai berikut:
1. Purchase discount diperlakukan sebagai pengurang cost.
2. Earning timbul dari sales bukan dari purchases.
3. Discount untuk perolehan property, harus diperlakukan sebagai pengurang
asset cost, dan bukan dilaporkan sebagai revenue.
4. Jika discount tidak dimanfaatkan maka dilaporkan sebagai discount lost atau
interest expense (Muljo, 2007).
Penyusutan adalah pengalokasian biaya aset secara sistematik dan
rasional selama masa manfaat dari aset bersangkutan. Sedangkan akumulasi
penyusutan merupakan penjumlahan seluruh biaya aset yang telah menjadi
beban pada periode sebelumnya. Beban penyusutan merupakan pengakuan atas
penurunan nilai pelayanan aset (Muljo, 2007:215).
Perusahaan tidak diharuskan menggunakan satu metode penyusutan
tunggal bagi semua asetnya. Metode-metode yang digunakan dalam akuntansi
dan laporan keuangan mungkin juga berbeda dari metode-metode yang
digunakan dalam penentuan pajak penghasilan dan pajak property. Tiga metode
yang paling umum digunakan adalah metode garis lurus, metode unit produksi,
metode saldo menurun (Warren dkk, 2006:510).
Metode penyusutan (Rudianto, 2009:277) dapat diklasifikasikan
sebgai berikut:
1. Metode garis lurus.
Metode garis lurus (straight line method) adalah suatu metode perhitungan penyusutan aset tetap di mana setiap periode akuntansi diberikan beban
yang sama secara merata.
Penyusutan =
2. Metode jam jasa.
Metode jam jasa (service hour method) adalah suatu metode perhitungan
penyusutan aset tetap, di mana beban penyusutan pada suatu periode
akuntansi dihitung berdasarkan berapa jam periode akuntansi tersebut
Penyusutan =
3. Metode hasil produksi.
Metode hasil produksi (productive output method) adalah suatu metode
perhitungan penyusutan aset tetap, di mana beban penyusutan pada suatu
periode akuntansi dihitung berdasarkan berapa banyak produk yang
dihasilkan periode akuntansi tersebut dengan mempergunakan aset tetap itu.
Penyusutan =
4. Metode beban menurun (reducing charge method).
a. Metode jumlah angka tahun (sum of years digits method). b. Metode saldo menurun (declining balance method).
c. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method).
d. Metode tariff menurun (declining rate on cost method).
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban penyusutan periodik yaitu:
1. Harga perolehan aset (assets cost).
Meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan
penyiapan untuk dapat digunakan. Harga perolehan aktiva ini dikurangi nilai
residu yang diperkirakan yaitu harga perolehan aset yang dibebankan ke
pendapatan di masa depan.
2. Nilai residual atau nilai sisa (residual or savalge value).
Merupakan jumlah yang diperkirakan dapat direalisasikan pada saat aset
penghentian penggunaan yang diterapkan perusahaan dan juga kondisi pasar
serta faktor-faktor lainnya.
3. Masa manfaat (useful life).
Aktiva tetap selain tanah, memiliki masa manfaat terbatas karena
faktor-faktor fisik dan fungsional tertentu.
4. Masa penggunaan (pattern of use).
Untuk membandingkan harga perolehan aktiva tehadap pendapatan, beban
penyusutan periodik harus mencerminkan setepat mungkin pola
penggunaannya (Muljo, 2007:215).
Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode pembukuan
biasanya akhir tahun buku, apakah kuartal, akhir semester, akhir tahun atau
pada saat terjadi transaksi tertentu yang menyangkut aset tetap seperti pada saat
penjualan atau penarikan.
Jurnal pembebenan biaya penyusutan adalah sebagai berikut:
Biaya Penyusutan xxx
Akumulasi Penyusutan xxx
Biaya penyusutan dapat diklasifikasikan kedalam biaya overhead, biaya
penjualan, atau biaya umum dan administrasi, tergantung pada penggunaan aset
tetap itu. Perkiraan akumulasi penyusutan merupakan perkiraan lawan terhadap
harga pokok aset tetap tersebut. Pengurangan ini dimaksudkan untuk
menghitung nilai buku aset tetap yang bersangkutan (Harahap, 2002:55).
2.2.4.1. Pengertian Akuntansi
Akuntansi merupakan bahasa bisnis yang dapat memberikan informasi
tentang kondisi bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu
(Harahap, 2002:1). Warren dkk (2006:10) menjelaskan bahwa, secara umum
akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan
laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi
dan kondisi perusahaan.
Komite teknologi AICPA (The Committee on Terminology of the
American Instititute of Certified Public Accountans) mendefinisikan akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran transaksi serta
kejadian yang bersifat keuangan, dengan cara yang berdaya guna dan dalam
bentuk satuan uang, serta interpretasi dari hasil proses tersebut (Ikhsan dan
Ishak, 2005:5).
Perspektif yang lebih luas ditawarkan oleh AAA (American Accounting
Association) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi ekonomi yang memungkinkan
pembuatan pertimbangan dan keputusan berinformasi oleh pemakai informasi
dan yang terkini (Ikhsan dan Ishak, 2005:5).
Menurut Suwardjono (2005:10), akuntansi dapat didefinisikan sebagai
seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa
berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu
lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian (pelaporan) informasi
tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam
Akuntansi juga dapat didefinisikan sebagai berikut, akuntansi adalah
proses sistematis untuk mengolah transaksi menjadi informasi keuangan yang
bermanfaat bagi para penggunanya (Warsono dkk, 2009:3).
Dari pengertian yang telah disebutkan diatas dapat di simpulkan,
akuntansi merupakan suatu proses pencatatan dan pengolahan data-data
keuangan sehingga menjadi laporan keuangan yang berguna bagi para pemakai
untuk pengambilan keputusan ekonomisnya. Dalam hal ini akuntansi berperan
dalam penyediaan informasi keuangan organisasi, dimana informasi ini dapat
berfungsi sebagai media pertanggungjawaban dan sekaligus dapat digunakan
untuk menilai kinerja dan manajemen.
2.2.4.2. Tujuan Akuntansi
Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:6) informasi keuangan melalui
pelaporan keuangan sebagai hasil dari sistem informasi keuangan memiliki
tujuan antara lain:
1. Menyediakan informasi laporan keuangan yang dapat dipercaya dan
bermanfaat bagi investor serta kreditor sebagai dasar pengambilan
keputusan dan pemberian kredit.
2. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan perusahaan dengan
menunjukkan sumber-sumber ekonomi perusahaan serta asal dari kekayaan
tersebut.
3. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kinerja
4. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam melunasi utang-utangnya.
5. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumber-sumber
pendanaan perusahaan.
6. Menyediakan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam
memperkirakan arus kas masuk ke dalam perusahaan.
Dalam arti sempit sebagai proses, fungsi, atau praktik dapat
didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengesahan, pengukuran,
pengakuan, pengklasifikasian, penggabungan, peringkasan, dan penyajian data
keuangan dasar (bahan olah akuntansi) yang terjadi dari kejadian-kejadian,
transaksi-transaksi, atau kegiatan operasi suatu unit organisasi dengan cara
tertentu untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang
berkepentingan (Suwardjono. 2005:10).
2.2.4.3. Profesi di Bidang Akuntansi
Menurut Warsono dkk (2009:8), profesi di bidang akuntansi terdiri dari:
1. Penyusun laporan keuangan, sebagai pihak internal perusahaan yang
bertanggungjawab terhadap laporan keuangan yang diterbitkan.
2. Analis laporan keuangan, sebagai pihak independen yang memberi
konsultasi dan rekomendasi kepada orang atau lembaga yang ingin melihat
prospek suatu organisasi melalui evaluasi laporan keuangan.
3. Auditor, sebagai pihak independen yang bertanggungjawab terhadap
auditor, yaiyu auditor internal, auditor eksternal, maupun auditor
pemerintah.
4. Praktisi perpajakan, sebagai pihak independen yang memberikan konsultasi
dan rekomendasi tentang jumlah pajak yang harus dibayar individu maupun
organisasi.
5. Manajer keuangan, sebagai pihak internal perusahaan yang berperan
mengoptimalkan pemerolehan dan penggunaan dana.
6. Pengembang sisten informasi, sebagai pihak internal perusahaan atau pihak
independen yang terlibat dalam pengembangan system informasi. Individu
yang kompeten dibidang akuntansi dapat memberikan usulan tentang
system informasi yang sedang dikembangkan, atau terlibat dalam
perancangan dan implementasi sistem informasi.
2.2.4.4. Bidang Spesialisasi Akuntansi
Dalam praktik sehari-hari, terdapat dua bidang yang lazim ditemukan
yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Bidang lainnya termasuk
akuntansi biaya, akuntansi lingkungan, akuntansi pajak, sistem akuntansi,
akuntansi internasional, akuntansi untuk organisasi nirlaba, dan akuntansi sosial
(Warren dkk, 2006:15).
Akuntansi keuangan (financial accounting) terutama berkaitan dengan
pencatatan dan pelaporan data serta kegiatan ekonomi perusahaan. Walaupun
laporan tersebut menghasilkan informasi yang berguna bagi manajer, namun hal
itu merupakan laporan utama bagi pemilik, kreditor, lembagapemerintah dan
Akuntansi manajerial (managerial accounting), atau akuntansi
manajemen (management accounting), menggunakan baik akuntansi keuangan
maupun data yang diestimasi untuk membantu manajemen dalam menjalankan
operasi perusahaan sehari-hari dan merencanakan masa depan operasi. Akuntan
manajemen mengumpulkan dan melaporkan informasi relevan dan tepat waktu
bagi pengambilan keputusan manajemen.
2.2.5. PSAK No. 16 dan Perubahannya
PSAK 16 (2004) tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain menyatakan
bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap
pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pada
pengakuan awal aktiva tetap, suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi
untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada
awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Biaya perolehan adalah
jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang
diberikan untuk memperoleh suatu aktiva tetap pada saat perolehan atau
konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap
dipergunakan (IAI, 2004:16.1).
PSAK 16 (2009) tentang Aset Tetap telah dinyatakan berlaku efektif
pada Januari 2009 menggantikan PSAK No. 16 (2004) tentang Aktiva Tetap
Terdapat beberapa perbedaan antara PSAK 16 (2009) dengan PSAK 16 yang
lama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:
1. Pergantian penggunaan istilah “aktiva” menjadi “aset” pada seluruh PSAK.
2. Pengukuran setelah pengakuan awal.
PSAK 16 (2009) maupun PSAK 16 (2004) mengatur bahwa suatu aset
tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kualifikasi untuk di akui sebagai aset
(aktiva) pada awalnya harus diukur sebagai biaya perolehan. Sedangkan dalam
PSAK 16 (2009), selain pengukuran dengan nilai perolehan tersebut masih ada
pilihan model pengukuran lain. Berdasarkan PSAK 16 (2009), setiap entitas
mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah
pengukuran awal yaitu model biaya atau model revaluasi. Sedangkan PSAK 16
yang lama (2004) tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam
pengukuran aktiva tetap.
Revisi pada tahun 2009 terhadap PSAK 16 ini merupakan langkah baru
dalam acuan pengakuan aset tetap di dalam akuntansi di Indonesia.
Sebelumnya, pengakuan nilai buku aktiva tetap disajikan dari nilai buku
dikurangi dengan akumulasi penyusutan, namun dengan revisi PSAK 16 tahun
2009 ini membuka alternatif lain penilaian aset tetap dengan cara revaluasi,
yaitu di hitung dengan wajar.
Di dalam PSAK 16 (2009) yang dimaksud aset tetap adalah aset
berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
(IAI, 2009:16.2). Nilai yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam standar ini
dapat dikategorikan dalam dua macam, yaitu biaya perolehan awal dan biaya
setelah perolehan. Biaya perolehan awal sendiri baru boleh diakui sebagai aset
tetap adalah jika besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan
berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas, dan biaya perolehan
aset dapat diukur secara andal. Biaya-biaya yang terjadi setelah perolehan
tersebut tidak semuanya dapat dikategorikan sebagai bagian dari aset tetap
(dikapitalisasi ke dalam aset tetap). Syarat-syarat agar biaya setelah perolehan
awal dapat dikapitalisasi hampir sama dengan syarat-syarat biaya tersebut dapat
diakui sebagai aset tetap, yang intinya adalah terdapat manfaat ekonomis di
masa depan dan biaya tersebut dapat diukur secara handal.
Pada PSAK 16 (2004) nilai dari aset dinilai berdasarkan haraga
perolehan (cost), dan pengukurannya menggunakan historical cost tanpa
mempertimbangan harga pasar, dan juga nilai aset tetap dapat berfluktuasi
diantara saat aset itu dibeli dan saat dijual. Sedangkan pada PSAK 16 (2009)
dengan dilakukannya revaluasi terhadap aset tetap akan dapat menambah nilai
nominalnya, yang juga akan berpengaruh terhadap perhitungan untung-rugi
secara fiskal, juga mungkin dapat menambah masa manfaatnya. Revaluasi aset
tetap tersebut dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya
karena devaluasi nilai rupiah, adanya kekurang sepadanan antara biaya (historis)
2.2.5.1. Pengukuran Aset Tetap
Adapun mengenai pengukuran aset tetap (2009) dapat dibagi kedalam
dua bagian, yaitu:
1. Pengukuran awal ketika aset tersebut diperoleh.
Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap
pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan adalah
jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan
lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau
konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset
pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam
PSAK lain.
2. Pengukuran setelah pengakuan awal.
Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan
pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16
(2009) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi
aset tetap terutama tentang pengukuran nilai asset tetap setelah perolehan.
PSAK 16 (2009) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi
aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:
Dengan metode ini setelah diakui sebagai aset tetap, aset tetap dicatat
sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai aset.
b. Metode revaluasi (PSAK 2009).
Dengan metode ini setelah diakui sebgai aset tetap, suatu aset tetap yang
nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah
revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah
tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang
cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda
secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai
wajar pada tanggal neraca.
2.2.5.2. Revaluasi Aset Tetap
Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan,
yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau
penurunan nilai aset tetap yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain.
Sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan keuangan tidak lagi
mencerminkan nilai yang wajar.
Tujuan revaluasi aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan
dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga
mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Dengan
selisih lebih aset tetap, dan terjadi penambahan nilai aset tetap sebesar selisih
lebih tersebut, dan mengakibatkan besarnya beban penyusutan semakin
bertambah. Tindakan penilaian kembali ini dilakukan karena aset tetap yang
didasarkan pada harga perolehan (historical cost), dianggap kurang
mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki perusahaan, sebagai akibat
adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi. Melalui penilaian
kembali ini nilai aset tetap bertambah besar menyebabkan beban penyusutan di
tahun-tahun mendatang akan bertambah besar yang dapat berakibat pajak
penghasilan terutang berkurang.
Selisih lebih antara nilai revaluasi dengan nilai buku aset tetap
dibukukan dalam akun-akun selisih penilaian kembali aset tetap. Akun ini
dibukukan lansung sebagai kenaikan modal dan tidak dapat diperlakukan
sebagai laba luar biasa. Jurnal yang diperlukan sehubungan dengan penilaian
kembali (Agustin, 2004):
a. Untuk mencatat penilaian kembali
Aset tetap xxx
Selisih lebih penilaian kembali aset tetap xxx
b. Untuk mencatat perubahan akumulasi penyusutan
Beban penyusutan xxx
c. Untuk mencatat pembebanan dan pembayaran pajak
Pajak penghasilan revaluasi xxx
Kas xxx
Dalam penilaian profesi appraisal, digunakan beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Nilai pasar wajar (fair market value).
Nilai pasar wajar adalah harga yang dilekatkan pada proses jual beli di pasar
pada saat tertentu di mana penjual dan pembeli masing-masing melakukan
secara sadar tanpa paksaaan serta mengetahui atau memiliki pengetahuan
mengenai keadaan pasar serta kegunaan aset yang dimaksud.
2. Biaya produksi baru (cost of replacement new).
Biaya produksi baru adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu aset atau barang sesuai dengan jenisnya yang dihitung
berdasarkan harga pasar setempat saat itu untuk bahan-bahan, upah kerja, alat
produksi, biaya tak terduga, yang dikeluarkan dari keuntungan jasa kontraktor
tetapi tidak termasuk ongkos lembur atau potongan-potongan yang diberikan
oleh leveransir atau pedagang.
Nilai sehat adalah nilai berdasarkan atas biaya reproduksi baru dikurangi
penyusutan atau dengan memperhatikan sifat/cirri fisik, kegunaan dan
pemanfaatan dari aset atau barang dimaksud (Harahap, 2002:126).
Penyusutan aset tetap yang telah dinilai kembali dapat dihitung dengan
dihitung dari jumlah harga perolehannya, yaitu :
a. Nilai penilaian kembali akan tampak di neraca dan penghasilan biaya atas
dasar harga perolehan yang ditujukkan dalam laporan rugi-laba.
b. Depresiasi dicatat dengan mendebet rekening depresiasi dan mengkredit
rekening akumulasi depresiasi.
c. Untuk menghilangkan rekening modal penilaian kembali, maka setiap
tahunnya selama umur penggunaan aset, modal penilaian kembali
diturunkan jumlahnya dengan mendebet rekening modal penilaian kembali
dan mengkredit akumulasi depresiasi penilaian kembali.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam melakukan
penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap berwujud, yaitu sebagai berikut:
1. Cost Bases
a. Current Cost Bases
Pendekatan Current Cost Bases dapat berupa Current Reproduction
Cost (biaya reproduksi sekarang). Biaya reproduksi sekarang aset
tetap adalah estimasi biaya yang diperlukan untuk memproduksi
menyesuaikan jumlah akumulasi npenyusutannya. Sedangkan biaya
penggantian sekarang aset tetap adalah estimasi biaya yang
diperlukan untuk memperoleh aset tetap baru yang sejenis pada
harga sekarang dengan menyesuaikan akumulasi penyusutannya.
b. Adjusted Historical Cost
Biaya historis yang disesuaikan merupakan dasar penilaian harga
perolehan yang disesuaikan dengan tingkat harga umum. Dalam hal
ini, penyesuaian terhadap nilai aset tetap tersebut dilakukan dengan
menggunakan indeks harga umum.
2. Income Capital (Kapitalisasi Pendapatan)
Pertimbangan utama dalam pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah
manfaat masa depan dari aset tetap yang digunakan. Masa manfaat
depan ini bias dinyatakan dalam nilai sekarang (present value) dari laba bersih atau arus kas bersih yang diharapkan dari aset tersebut.
3. Market Data/Comparative Approach
Pendekatan harga pasar dilakukan dengan cara membandingkan aset
tetap yang akan direvaluasi dengan aset sejenis yang ada di pasaran.
Dasar penilaian lain yang merupakan variasi dari pendekatan data pasar
adalah Fair Market Value (nilai pasar wajar), yaitu suatu tingkat harga dimana transaksi terjadi tanpa adanya tekanan (Agustin, 2004).
1. Pendekatan data pasar.
Pendekatan data pasar adalah suatu metode penilaian di mana perkiraan nilai
pasar berdasarkan atas nilai yang terjadi pada saat transaksi yang sejenis
sewaktu itu.
2. Pendekatan biaya.
Pendekatan biaya adalah suatu metode penilaian di mana nilai aset diperoleh
dari biaya reproduksi baru dikurangi penyusutan.
3. Pendekatan Pendapatan.
Pendekatan pendapatan adalah suatu metode penilaian di mana keuntungan
bersih dianalisis guna mendapatkan besarnya jumlah investasi dalam
menghasilkan keuntungan tersebut (Harahap, 2002:126).
Langkah revaluasi aset tetap dapat memberikan beberapa manfaat:
1. Laporan laba rugi
Kenaikan nilai aset tetap, mempunyai konsekuensi naiknya beban
penyusutan aset tetap yang dibebankan kedalam laba rugi, atau dibebankan
ke harga pokok produksi, yang dapat berpengaruh pada besarnya PPh badan
terutang.
Menunjukkan posisi kekayaan yang wajar. Dengan demikian berarti
pemakai laporan keuangan menerima informasi yang lebih akurat. Selisih
lebih penilaian kembali tersebut digunakan tambahan cadangan modal.
2.2.5.3. Perbedaan Antara PSAK No. 16 Tahun 2004 dengan PSAK Tahun 2009
PSAK No. 16 Tahun 2009 PSAK No. 16 Tahun 2004 Perubahan
Dalam Standar Akuntasi Keuangan (SAK) 1 Juli 2009, PSAK No. 17 Tahun 2004 tentang Akuntasi Penyusutan dihilangkan dan
pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 tentang Aset Tetap
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1 Oktober 2004, PSAK No. 17 Tahun 2004 tentang Akuntansi
Penyusutan pengaturannya dipisahkan dengan PSAK No. 16 Tahun 2004 tentang Akitva Tetap dan Aktiva Lain-lain
Penggantian
Penggantian penggunaan istilah “Aktiva” menjadi “Aset” dalam seluruh PSAK. Penggantian penggunaan isitlah ini disebabkan karena istilah aset lebih deskriptif untuk mempresentasikan makna yang dikandung dalam definisi. Istilah aktva (dari bahasa Jerman: aktiva) yang berarti aktif mempunyai makna teknis yaitu sesuatu yang secara aktif atau fisis dikelola oleh entitas sebagai lawan dari pasiva yang merupakan asal (sumber) dari seuatu tersebut. Jadi, aset lebih mengadung makna semantik daripada aktiva
Masih menggunakan istilah “Aktiva”.
Komponen Biaya Perolehan
Dalam PSAK NO. 16 Tahun 2009 Par. 17, dijelaskan bahwa yang termasuk biaya yang dapat diatribusikan secara langsung diantaranya adalah:
1. biaya imbalan kerja yang timbul
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 Par. 14, dijelaskan bahwa contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung diantaranya :
secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap;
2. biaya penyiapan lahan untuk pabrik; 3. biaya handling dan penyerahan awal;
4. biaya perakitan dan instalasi; 5. biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut;
6. komisi professional
2. biaya pengiriman awal (intial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling costs); 3. biaya pemasangan (installation costs); dan
4. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.
Dapat kita lihat bahwa poin 1 dan 5 tidak termasuk dalam contoh biaya yang dapat diatribusikan langsung dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 Par. 14.
Bukan Komponen Biaya Perolehan
Dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007)Par. 21,
dijelaskan mengenai hal-hal yang termasuk dalam
komponen biaya perolehan aset tetap
Penjelasan PSAK No. 16 (Revisi 2007) Par. 21, tidak
dipaparkan dalam PSAK No. 16
Tahun 2004.
Pertukaran Aset Tetap
Dalam hal Pertukaran Aset Tetap, PSAK No. 16 Tahun 2009
menjelaskannya dalam Par. 24., dimana tidak dibedakan antara perlakuan pencatatan atas pertukaran aset tetap yang sejenis maupun tidak sejenis.
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 dibedakan antara perlakuan pencatatan atas pertukaran aset tetap sejenis (Par. 21) dan pertukaran aset tetap tidak sejenis (Par. 20).
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Kita ketahui dalam hal pengukuran awal, dimana dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 diatur dalam Par. 15 dan dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 diatur dalam Par. 13, dimana keduanya mengatur bahwa pada awalnya suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset harus diukur sebesar biaya perolehan. Tetapi kemudian sehubungan dengan pengukuran setelah pengakuan awal, PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 29 menyatakan bahwa suatu entitas mempunyai dua pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap
Mengenai pengukuran setelah
pengakuan awal pada dasarnya PSAK No. 16 Tahun 2004 tidak