• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan pupuk fosfat alam dan fungi Mikoriza arbuskula dalam mempercepat pembentukan kayu pada bibit Maesopsis eminii Engl dan Swietenia macrophylla King

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan pupuk fosfat alam dan fungi Mikoriza arbuskula dalam mempercepat pembentukan kayu pada bibit Maesopsis eminii Engl dan Swietenia macrophylla King"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

\Y

7/12

/zoo8

PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI

.

MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT

PEMBENTUKAN KAYU PADA BIBIT

Maesopsis eminii

Engl

DAN

Swietenia macrophylla

King

Oleh:

RINA BOGIDARMANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

RINA BOGIDARMANTI. Utilization of Natural Phosphate Fertilizer and Arbuscular Mycorrhizal Fungi for Encouragement of Wood Formation on the Seedlings of

Maesopsis enzit~ii Engl. and Swietetzia uzncroplzylln King. (Supervised by SRI

WILARSO BUD1

R

and IMAM WAHYUDI).

The rate of deforestation in Indonesia has reached vulnerable level ( 2 million hectares per year). To deal with the problem, the Government of Indonesia through the Ministry of Forestry formulates a National Forest and Land Rehabilitation Movement called GNRHL or GERHAN. This program requires of avsiilability seedlings appropriately to be transplanted to the field indicated by wood formation at their base stem. The wood development can be enhanced by means do inoculation with Arbuscular Mycorrhizal Fungi and apply natural phosphate fertilizer. This research is airned to observe the influence of naturtal phosphates fertilizer (NPF) and arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) usage to support the growth and wood formation of those seedlings. This experiment was carried out in double Factorial-Randomized Completely design with kind of natural phosphates fertilizer and arbuscular mycorrhizal fungi as a main factor, while dosage of NPF ( 0,5 and 1,O g) and AMF (2,5 and 5,g). Each treatment was conducted in 30 replications with polybag as treatment unit. Those were compared to the withoul. treatment as a control. The improvements were assessed by measure growth and vigour of seedlings. Besides that, the improvement of their wood formation is also observed. The result showed that NPF combine with AMF gave a best response on growth and wood development of both Maesopsis eminii

Engl. and Swietenia macrophylla King. Seedlings. The most crucial information showed that that the wood formation was initiated in the loth week. It is suggested that NPF and AMF can be further developed as a fertilizer to support succeed of GERHAN movement.

Keywords : natural phosphates fertilizer, arbuscular mycorrhizal fungi, wood formation,

(3)

RINGKASAN

RlNA BOGIDARMANTI. Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam Mempercepat Pembentukan Kayu Pada Bibit Maesopsis eminii Engl. dan

Swietenia macrophylla King. (Di bawah bimbingan Sri Wilarso Budi R dan Imam

Wahyudi).

Laju deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia yang sudah mencapai 1.6 - 2.0 juta hektar per tahun, maka Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GNRHL atau GERHAN). Guna menunjang kegiatan tersebut diperlukan bibit yang berkualitas dalam ha1 ini harus memenuhi salah satu kriteria antara lain pangkal batang sudah berkayu,. I~lformasi ~nengenai waktu terbentuknya ltayu pada bagian pangkal batang bibit serta aspek silvikultur apa yang dapat mempengaruhinya saat ini masih kurang, sehingga diperlukan penelitian mengenai ha1 tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pupuk fosfat alam dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dalarn mempercepat pertumbuhan dan masa pembentukan kayu pada bibit Maesopsis eminii Engl dan Swietenia macrophylla King.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan Faktorial Acak Lengkap 3 X 3 dengan ulangan sebanyak 30 polybag sebagai unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu FMA dengan dosis 2,5 g dan 5,O g dan pupuk fosfat alam dengan dosis 0,5 g dan 1,O g, dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa FMA dan pupuk fosfat alam). Parameter yang diamati yaitu parameter pertuimbuhan meliputi tinggi, diameter, berat kering total, nisbah pucuk akar, nilai kekokohan bibit, persen infeksi akar, kadar serapan hara makro dan mikro, index mutu bibit, dan masa pembentukan kayu pada anakan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada anakan Maesopsis eminii Engl, perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter, nisbah pucuk akar dan nilai kekokohan bibit. Pada anakan Swietenia macrophylla King pemberian kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada diameter.. Indeks mutu bibit jenis Swietenia macrophylla

King lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Maesopsis eminii Engl. Sedangkan nilai relative field mycorrhizal dependency (RFMD) anakan Manii lebih tinggi dibandingkan dengan anakan Mahoni. Aplikasi pemberian pupuk fosfat alam dan FMA cenderung meningkatkan serapan hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) dan juga hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn). Hasil pengamatan anatoini batang anakan Manii dabn Mahoni menunjukkan bahwa kedua jenis anakan mengawali pembentukan kayunya pada saat umur 10 MST pada pemberian perlakuan FMA (2,5-5,O g) dikombinasikan dengan pupuk fosfat alam (0,5-1,O g), sedangkan pada kontrol terjadi pada umur 12 MST.

Kata kunci: pupuk fosfat alam, fungi mikorioza arbuskula nasa pembentukan kayu,

(4)

PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN KAYU

PADA BIBIT

Maesopsis etninii

Engl. DAN

Swieterzia mncrophylln

King.

OIeh

RINA BOGIDARMANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM STUD1 ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

SEKOLAH PASCASARJANA

(5)

Judul : Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam dan Fungi Milcoriza Arbuskula Dalam Mempercepat Pembentukan Kayu pada Bibit Maesopsis entinii Engl. Dan Swietenia macropltylla King.

Nama : N N A BOGIDARMANTI

NRP : E. 051040141

Program Studi : ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Mengetahui

2. Ketua Program Studi

-I

V

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN KAYU PADA BIBIT Maesopsis ernitzii Engl. DAN Swietenia nzacropllylla King.

Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan Komisi

Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya. Semua data dan

informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas.

Bogor, Januari 2008

Yang Membuat Pernyataan,

(7)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 29 April 1964 yang merupakan

anak pertalna dari tiga bersaudara pasangan keluarga Bapak Maryoto Martohardjono (Alm)

dengan Ibu Mieke Suharti.

Pada tahun 1976 penulis lulus dari Sekolah Dasar Pengadilan I1 Bogor, tahun 1979

lulus Sekolah Menengah Pertanla Negeri I1 Bogor dan tahun 1982 lulus Sekolah Menengah

Atas Negeri I1 Bogor. Pada tahun 1982, penulis diteriina di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Tes Perintis I. Pada tahun 1987 penulis rnenyelesaikan pendidikan di Jurusan Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Pada tahun 1988 penulis bekerja sebagai Staf peneliti di Kelompok Peneliti

Pemuliaan Pohon, Pusat Litbang Hutan, Bogor. Pada tahun 1996 menjadi Staf peneliti di

Kelompok Peneliti Silvikultur, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Pada

tahun 2005, penulis menjadi Staf peneliti di Kelompok Peneliti Silvikultur, Pusat Litbang

Hutan Tanaman, Bogor.

Pada tahun 2004, penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah Ynag Maha Kuasa yang telah

senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang

berjudul Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alan1 dan Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam

Melnpercepat Pembentukan Kayu pada Bibit Maesopsis etninii Engl. Dan Swierenia

macvophylla King. dapat diselesaikan.

Dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada

selnua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi hingga

terselesaikannya penyusunan tesis ini. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS dan Bapak Dr. lr Imam Wahyudi, MS, selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, lnasukan dan arahan selama

penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen, MSc, selaku dosen Penguji yang telah memberikan

banyak masukan pada penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. Hany Santoso, selaku Kepala Pusat Litbang Hutan Tanaman yang telah

memberikan ijin belajar kepada penulis.

4. Peneliti dan staf teknisi Kelti Silvikultur dan Perlindungan Hutan, yang telah memberi

bantuan sarana dan prasarana selama penelitian berlangsung.

4. Kelompok Peneliti Mikrobiologi Hutan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam,

atas bantuan dan bimbingan selama penelitian berlangsung.

5. Bapak Yadi, staf Laboratorium Silvikultur, BIOTROP, atas bantuannya selama

penelitian berlangsung.

6. Bapak Dr. Ir. Budi Suharjo (suami) beserta ananda tercinta, Fajrianza Adi Nugrahanto,

Aulia Ratnadianti, dan Shafira Rahmadianti atas dukungan moril dan materil serta

pengertiannya selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

7 . Ayahanda (Alm), Ibunda, serta Adinda atas segala doa dan semangat yang diberikan

(9)

Akhir kata penulis nlengharapkan rnasukan dan saran yang membangun guna

pnyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008

(10)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

.

.

...

PENDAHULUAN

... ..

.

..

...

Latar Belakang

...

...

...

Rumusan Masalah

....

Tujuan Penelitian

...

Hipotesis

...

. .

Kerangka Penelltlan

. .

...

Manfaat Penelltlan

...

TINJAUAN PUSTAKA

...

.

.

...

Tinjauan Umum Tentang Kayu

...

Struktur Kayu

. .

...

...

Komponen Klmla sel-sel kayu

...

Peranan Unsur Hara Dalam Pembentukan Kayu

...

Pertumbuhan Pohon

...

Produksi Kayu dan Kulit

...

Pertumbuhan Primer dan Sekunder Batang

...

Kambium Vaskuler

...

Pembelahan Kambium

Mikoriza

...

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

...

...

Peranan FMA dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

Pemupukan

...

...

Fosfat Alam

...

Pengaruh Pemupukan terhadap Simbiosis FMA

...

Tinjauan Tentang Muesopsis etninii Engl

Tinjauan Tentang Swiefenia nzucrophylla King

...

X

...

X l l l

(11)

Halaman

METODOLOGI PENELITIAN

...

Tempat dan Waktu Penelitian

...

.

.

...

Bahan dan Alat

.

.

...

Metode Penel~tlan

. .

...

Rancangan Penelit~an

...

Pelaksanaan Percobaan

...

Inokulasi Bahan Tanaman

...

Pemeriksaan Anatomi Jaringan Batang Anakan

...

Pengukuran dan Pengamatan Parameter

...

Analisis Data

...

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

.

.

...

...

HASIL PENELITIAN

Tinggi Batang

...

. .

...

...

Tinggi Batang Man11

....

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Manii

...

...

Tinggi Batang Mahoni

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Mahoni

...

Diameter

.

Batang

...

. .

...

Diameter Batang Man11

Pola Pertumbuhan Diameter Batang Manii

...

...

Diameter Batang Mahoni

Pola Pertumbuhan Diameter Batang Mahoni

...

Berat Kering Total (BKT)

.

.

...

Berat Kering Total Man11

...

Berat Kering Total Mahoni

...

Nisbah Pucuk Akar (NPA)

...

Nisbah Pucuk Akar Manii

...

Nisbah Pucuk Akar Mahoni

. .

...

Nilai Kekokohan Blblt

...

(12)

Halaman

...

Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan

...

Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan Manii

...

Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem Anaka11 Manii

...

Pengamatan Anatomi Jaringall Batang Anakan Mahoni

...

Rasio Pertumbuhan Xileln dan Floeln Anakan Mahoni

Serapan Hara Makro dan Mikro

...

...

PEMBAHASAN

...

Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Kayu Anakan Manii dan Mahoni

...

...

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

...

...

...

Saran

...

DAFTAR PUSTAKA

... .

.

...

...

...

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Parameter yang Diamati serta Waktu Pengamatan

...

Hasil Analisis Ragam Tinggi Batang Analtan Manii

...

Hasil Analisis Ragam Tinggi Batang Anakan Mahoni

...

Hasil Analisis Ragam Diameter Batang Manii Umur 16 MST

...

Hasil Analsis Ragarn Diameter Mahoni Umur 16 MST

...

Hasil Uji Nilai Tengah Diameter Mahoni Perlakuan Fosfat

...

.

.

...

Rataan Berat Kering Total Anakan Manii dan Mahoni Umur 16 MST

...

Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total Manii Umur 16 MST

...

Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total Mahoni Umur 16 MST

...

Nilai Ratan NPA Anakan Mahoni Dan Manii Umur 16 MST

...

....

...

Hasil Analisis Ragam NPA Manii U~nur 16 MST

Hasil Analisis Ragam NPA Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Rataan Nilai Kekokohan Bibit Mahoni Dan Manii Umur 16 MST

...

Hasil Analisis Ragarn Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST

...

Hasil Analisis Ragam Kekokohan Bibit Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Rataan Persen Infeksi Akar Anakan Manii Umur 2-1 6 MST

...

...

Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan Manii

Rataan Persen Infeksi Akar Anakan Mahoni Umur 2-16 MST

...

Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan Mahoni

...

...

Nilai Rata-rata Indeks Mutu Bibit Anakan Manii dan Mahoni Umur 16 MST

.

.

RFMD Anakan Mann

...

RFMD Anakan Mahoni

...

Proporsi Empulur Anakan Manii sampai Umur 16 MST

...

Proporsi Xilem Anakan Manii Sampai Umur 16 MST

...

...

Proporsi Floem Anakan Manii Sampai U~nur 16 MST

...

Proporsi Kambium Anakan Manii Sanpai Umur 16 MST

...

Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Manii

...

Proporsi Empulur Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST

...

Proporsi Xilem Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST

...

Proporsi Floem Anakan Manii Sampai Umur 16 MST

...

Proporsi Kambium Anakan Manii Sampai Umur 16 MST

...

Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Mahoni

...

Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Manii

...

Persentase Serapan Hara Makro dan Mikro Oleh Anakan Manii

...

Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Mahoni

...

(14)

DAFTAR

GAMBAR

Halaman

Kerangka Pemikiran Penelitian

...

Proses Penjernihan Contoh Uji

...

Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii

...

Boxplot Respon Tinggi Anakan Manii Umur 16 MST

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP0

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MI PO

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP1

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M l P l

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP2

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M1P2

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2PO

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2P1

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2P2

...

Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Mahoni

...

...

Boxplot Respon TinggiAnakan Mahoni Umur 16 MST

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOP0

...

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MlPO

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOPl

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M l P l

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOP2

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M1P2

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2PO

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2P1

...

Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2P2

...

Pola Rataan Pertumbuhan Diameter Batang Anakan Manii

...

PolaPertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOPO

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MlPO

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOPl

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M l P l

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOP2

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M1P2

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2PO

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2P1

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2P2

...

Boxplot Respon Diameter Batang Manii Umur 16 MST

.

.

.

.

...

Pertumbuhan Diameter Batang Mahoni Umur 2-16 MST

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MOPO

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MlPO

...

Pola Pertumbuhan Dianleter Anakan Mahoni Perlakuan MOPl

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M l P l

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MOP2

...

(15)

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2PO

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2P1

...

Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2P2

...

Boxplot Respon Diameter Anakan MahoniUmur 16 MST

...

Boxplot Respon Berat Kering Total Anakan Manii Umur 18 MST

...

Boxplot Respon Berat Kering Total Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Boxplot Respon NPA Anakan Manii Umur 16 MST

...

Boxplot NPA Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST

...

Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Boxplot Infeksi Akar Analtan Manii Umur 16 MST

...

Hifa Pada Akar Anakan Manii Umur 16 MST

...

Arbuskula Pada Akar Anakan Manii Umur 16 MST

...

Boxplot Infeksi Akar Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Boxplot IMB Anakan Manii Umur 16 MST

...

Boxplot IMB Anakan Mahoni Umur 16 MST

...

Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem Anakan Manii

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 2 Minggu

...

...

Anatomi Jaringan batang Manii (MOPO) Umur 4 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 6 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 8 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 10 Minggu

...

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 12 Minggu

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 14 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 16 Minggu

...

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 2 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 4 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 6 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 8 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 10 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (M 1 P2) Umur 12 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 14 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 16 Minggu

...

Rasio Pertumbuhan Xilem Dan Floem Anakan Mahoni

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 2 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 4 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 6 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 8 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 10 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 12 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 14 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 16 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 2 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 4 Minggu

...

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 6 Minggu
(16)

32e

.

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 10 Minggu

...

76

32f

.

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 12 Minggu

...

76

32g

.

Anatomi Jaringan Batang Mahoni (M 1 P2) Umur 14 Minggu

...

76
(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis Laboratorium Serapan Unsur Hara Makro dan Mikro

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan,

Menurut Badan Planologi Kehutanan (2005), selama lima tahun terakhir laju kemsakan

hutan tersebut mencapai 1,6-2,O juta hektar per tahun, sementara kemampuan

pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan baru mencapai 700,000 hektar

(Departemen Kehutanan, 2004). Dengan tingginya tingkat deforestasi tanpa diimbangi

dengan kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan yang memadai, maka ha1 ini akan

mengakibatkan kemsakan hutan menjadi semakin parah.

Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya deforestasi

yang lebih luas, adalah dengan mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan

Lahan (GNRHL). Kegiatan yang telah dimulai sejak tahun 2003 tersebut temtama

dititikberatkan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang terdegradasi

(Departemen Kehutanan, 2004). Kegiatan ini diharapkan dapat memulihkan fungsi

kedua kawasan tersebut baik sebagai pelindung sistem penyangga hidrologis, pengatur

tata air yang secara tidak langsung dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas

sumberdaya hutan, maupun memperbaiki iklim mikro serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di sekitar hutan.

Dalam program GNRHL jenis tanaman yang digunakan disarankan mempakan jenis

tanaman andalan setempat. Hal ini secara logis dapat dimengerti, karena tanaman

tersebut secara alami mempakan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi lingkungan

setempat. Hal lain yang disarankan berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman adalah

penggunaan jenis serbaguna dan tanaman introduksi yang telah beradaptasi dengan

kondisi agroklimat setempat. Untuk daerah Jawa Barat misalnya, Manii (Maesopsis

eminii Engl.) dan Mahoni (Switenia macrophylla King) yang telah banyak ditanam ole11

(19)

konstruksi, bahan baku pembuatan kotak dan tiang (Balai Besar Teknologi Perbenihan,

2000).

Untuk menunjang keberhasilan program GNRHL, salah satu faktor yang sangat penting

adalah penggunaan bibit tanaman yang berkualitas, yaitu yang sehat atau bebas dari

penyakit, berbatang tunggal, pangkal batang berkayu dan tinggi minimal 30 cm

(Departernen Kehutanan, 2004). Pentingnya syarat pangkal batang bibit harus berkayu

pada dasarnya ditujukan agar bibit memiliki kekuatan secara fisiologis untuk dapat

hidup pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung (lingkungan marjinal)

sekalipun.

Berkaitan dengan salah ciri bibit tanaman berkualitas yaitu pangkal batang berkayu,

secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong berbagai pihak terkait untuk

mengetahui kapan atau pada usia berapa bibit suatu jenis tanaman dapat memiliki

karakteristik tersebut. Hal ini menjadi sangat penting, pertama setiap jenis tanaman

memiliki karakteristik morfologis dan fisiologis yang berbeda satu dengan lainnya,

akibatnya bisa diduga usia bibit antar jenis tanaman yang memenuhi kriteria tersebut

akan berbeda satu dengan lainnya. Kedua adalah diperlukannya suatu usaha silvikultur

yang dapat mempercepat proses pembentukan kayu pada setiap jenis bibit tanaman

yang akan diusahakan. Hal ini akan berdampak pada proses percepatan penyediaan bibit

tanaman yang berkualitas pada saat diperlukan.

Secara umum usaha silvikultur yang dapat dilakukan untuk menunjang pengadaan bibit

yang bennutu adalah melalui kegiatan pemupukan. Dengan pemupukan ketersediaan

unsur hara yang diperlukan akan terjamin. Berkaitan dengan ha1 tersebut, pupuk fosfat

alam merupakan salah satu jenis bahan penyubur tanaman yang sudah lama dikenal di

Indonesia. Pupuk jenis ini banyak digunakan terutama untuk meningkatkan produksi

pada perkebunan karet, kelapa sawit, teh, tanaman pangan dan buah-buahan (Kusartuti,

1989). Selain pemupukan, penggunaan mikroorganisme seperti mikoriza dapat pula

meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan. Penggunaan mikoriza pada dasarnya

(20)

tanall. Jenis mikoriza yang dapat berasosiasi dengan jenis tanaman Manii dan Mahoni

adalah jenis yang termasuk endomikoriza FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula).

Meski penggunaan pupuk fosfat alam dan mikoriza telah dikenal baik sebagai sumber

penyedia dan membantu dalam penyerapan unsur hara, namun seberapa besar peran dari

kedua faktor tersebut dalam pembentukan kayu masih belum banyak diketahui. Bahkan

secara lcbih rinci apakah penggunaan kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi

percepatan proses pembentukan kayu pada bibit tanaman. hingga saat ini belum banyak

diketahui. Penelitian mengenai saat terbentuknya kayu pada bibit tanaman hutan barn

dilakukan pada beberapa jenis tanaman, antara lain Gmelina arborea dan nangka

(Artocarpus hete~ophylus) (Rizkiana, 2005) serta jati (Tectona grandis) (Tavita, 2000).

Akan tetapi penelitian-penelitian tersebut dilakukan hanya sebatas pada pengamatan

terhadap waktu terbentuknya kayu secara alami, tidak berkaitan dengan upaya

mempercepat proses pembentukan kayu, yang mungkin dapat dilakukan melalui suatu

perlakuan tertentu.

Oleh karena itu dalam upaya menunjang program GNRHL isu penting yang perlu

dicarikan jalan keluahya adalah tidak saja pada kemampuan penyediaan bibit

berkualitas, namun lebih jauh adalah upaya percepatan pembentukan kayunya. Dimana

salah satu isu krusial yang berkaitan dengan ha1 ini adalah perlunya suatu teknologi yang

mampu mempercepat proses pembentukan kayu pada bibit tanaman, khususnya pada

jenis Manii dan Mahoni.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana di atas, maka beberapa pertanyaan yang

ditujukan sebagai rangkuman dalam perurnusan masalah adalah:

a. Pada umur berapakah pembentukan kayu pada bibit tanaman Manii dan Mahoni

dalam keadaan normal, dalam artian tidak dilakukan perlakuan secara khusus?

b. Pemberian pupuk fosfat alarn dan FMA baik secara terpisah maupun dalam bentuk

kombinasinya dapat memperbaiki mutu bibit, namun apakah kedua perlakuan ini

(21)

signifikan, berapa besar dosis yang marnpu memberikan dampak percepatan yang

paling optimal pada kedua jenis tanaman tersebut?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk fosfat alam dan FMA

terlladap pertumbuhan dan masa pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni.

Hipotesis

a. Penggunaan pupuk fosfat alam dapat memprcepat pertumbuhan dan masa

pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni.

b. Penggunaan FMA dapat mempercepat pertu~nbuhan dan masa pembentukan kayu

pada bibit Manii dan Mahoni.

c. Interaksi antara pupuk fosfat alam dan FMA dapat mepercepat pertumbuhan dan

masa pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni

Kerangka Penelitian

Kebutuhan akau bibit yang bermutu untuk

-.---.--- GNRHL semakin meningkat

!

+

1

1

1

1

L

_

_

.

_ _ _

- mempercepat proses obyektif guna mengetahui [image:21.533.24.464.9.720.2]

pernbentukau kayu (Phospat kisaran usia bibit mulai

Gambar 1. Kerangka penlikiran penelitian

+

I

Informasi waktu pembentukan kayu masih belum lengkap untuk

masing-masing jenis tanaman

I

-

Berbatang Tunggal

Tinggi Minimal 30 cm Batang

Berkayu Bibit Sehat

-

Pangkal

Tolok ukur batang sudah berkayu atau belum, masih

(22)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian mengenai peng&uh kombinasi penggunaan pupuk fosfat alam dan

fungi mikoriza arbuskula ini diharapkan dapat memperkaya kasanah pengetahuan dan

memberikan masukan kepada masyarakat kehutanan umumnya, serta kepada para

peneliti dalam bidang pembibitan khususnya, dalam rnenentukan standar mutu bibit

yang berkualitas. Disisi lain informasi dari hasil penelitian ini lebih jauh dapat

memberikan masukan guna peningkatan mutu bibit khususnya jenis Manii dan Mahoni,

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Kayu

Struktur Kayu

Secara umum yang dimaksud dengan struktur kayu adalah kumpulan massa atau

elemen-elemen sel yang tersusun sedemikian rupa berdasarkan perbedaan bentuk,

ukuran serta fungsinya yang disebabkan oleh aktifitas kambium ke arah dalam batang

selama masa pertumbuhan (Wangaard, 1981).

Pengamatan terhadap struktur atau pun komponen sel-sel penyusun kayu dapat

dilakukan secara makroskopis, mikroskopis dan submikroskopis. Struktur yang dapat

diamati secara makroskopis adalah warna kayu, kayu teras, kayu gubal dan iingkaran

tumbuh. Karakter fisik lainnya yang clapat diamati meliputi rasa, bau, tekstur, kilau dan

serat. Pengamatan mikroskopis dapat dilakukan terhadap seluruh elemen penyusun kayu

beserta dimensinya serta saluran interseluler. Sedangkan pengamatan secara

submikroskopis dapat dilakukan pada struktur renik pada dinding sel kayu yaitu berupa

mikrofibril dan makrofibril (Haygreen & Bowyer, 1982).

Komponen Kimia Sel-sel Kayu

Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarurn

(sofiwood) terdiri dari tiga fraksi (Dirjen Kehutanan, 1976), yaitu : (1) fraksi

karbohidrat (holoselulosa) terdiri dari selulosa dan hemiselulosa

,

(2) fraksi non

karbohidrat yaitu lignin dan (3) fraksi yang diendapkan dalam kayu selama masa

pertumbuhan yang dinamakan zat ekstraktif. Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan

bahwa komponen penyusun unsur-unsur kimia dalam kayu terdiri dari karbon (50 %),

hidrogen (6 %), nitrogen (0,04 - 0,10%), dan abn (0,20 - 0,40%). Sisanya adalah

oksigen. Abu mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan

(24)

Peranan Unsur Hara dalam Pembentukan Kayu Tropis

Kandungan mineral pada kayu ternyata sangat rendah, yaitu hanya berkisar antara 0,2 -

1,0% (Larcher, 1980). Unsur kalsium (Ca) dan Kalium

(K)

merupakan unsur yang

paling banyak dijumpai pada abu kayu, yaitu hampir mencapai 50 % (Larcher, 1980)

Unsur lain yang juga merupakan komponen abu terbanyak adalah unsur P dan sisanya

merupakan unsur mikronutrien lainnya (Kramer & Kozlowski, 1960).

Organ-organ tumbuhan memiliki kandungan nutrien yang berbeda-beda (Larcher,

1980). Daun memiliki kandungan mineral terbanyak karena garam-garam hasil

evapotranspirasi terkonsentrasi pada organ tersebut. Cabang atau ranting yang kecil

memiliki kandungan mineral lebih banyak dibandingkan kayu yang sudah tua. Daerah

kambium diduga juga memiliki kandungan mineral yang tinggi namun belum ada data

yang mengungkapkan besarnya konsentrasi mineral pada organ tersebut (Kramer &

Kozlowski, 1960; Larcher, 1980).

. .

Pertumbuhan Pohon

Produksi Kayu dan Kulit

Kayu (xilem) terdapat di sebelah dalam selubung kulit yang terdiri dari lapisan dalam

(floem) dan lapisan pelindung kulit luar (kulit). Selama pohon tumbuh, pohon

menambahkan kayu yang baru sehingga memperbesar diameter batang dan cabang.

Selain itu pula kulit juga ditambahkan untuk mengganti kulit yang pecah dan

mengelupas ketika batang tumbuh membesar (Haygreen & Bowyer, 1982).

Pertumbuhan Primer dan Sekunder Batang

Pertumbuhan pohon dapat terjadi dalam dua arah, yaitu petumbuhan tinggi

(pertumbuhan vertikal) dan pertumbuhan diameter (pertumbuhan horizontal) (Harada &

Cote, 1984). Pertumbuhan meninggi dihasilkan oleh jaringan yang terdapat di pucuk

apikal dimana jaringan tersebut bersifat meristematik, yaitu akan terus membelah secara

berulang membentuk sel-sel baru. Jaringan tersebut dikenal sebagai meristem apikal

yang akan menghasilkan jaringari primer (Harada & Cote, 1984). Daerah pucuk apikal

(25)

dua daerah yaitu tunika dan korpus. Bidang tunika membelah secara antiklinal (tegak

lurus permukaan) sedangkan bidang pembelahan korpus ke segala arah (Mauseth, 1988).

Pertumbuhan diameter atau pertumbuhan sekunder berasal dari hasil kegiatan meristenl

lateral, yaitu yang disebut kambium vaskuler. Jaringan-jaringan yang dihasilkan

merupakan jaringan sekunder (Harada & Cote, 11984). Haygreen dan Bowyer (1982)

menyatakan bahwa prokambium merupakan satu jaringan primer yang berdiferensiasi

menjadi berkas-berkas vaskuler primer yang &an membentuk xilem primer dan floem

primer. Sebagian dari prokambium yang terletak di antara xiIem dan floem primer akan

berdiferensiasi menjadi kambium vaskuler. Proses selanjutnya merupakan pembentukan

kambium intervaskuler yang merupakan gabungan dari kambium vaskuler untuk

membentuk jaringan xilem dan floem sekunder.

Kambium Vaskuler

Kambium vaskuler terdiri dari suatu cincin selebar satu sampai beberapa sel

meristematik. Sel-sel penyusunnya terdiri dari dua macam, yaitu sel-sel yang panjang

dan ramping yang disebut inisial ksiform dan sel-sel yang pendek dan membulat yang

disebut inisial jari-jari. Sel-sel inisial fusiform akan membelah berulang-ulang

membentuk inisial kambium yang baru atau sel-sel xilem dan floe111 yang baru,

sementara inisial jari-jari akan membentuk jari-jari xilem atau floem atau pun inisial

jari-jari yang baru (Panshin & de Zeeuw, 1980).

Pembentukan xilem dan floem baru merupakan pembelahan secara periklinal, yaitu

pembelahan sejajar permukaan batang pada bidang tangensial. Sedangkan pembentukan

sel-sel inisial baru melalui pembelahan secara radial disebut sebagai pembelahan

antiklinal (Panshin & de Zeeuw, 1980).

Pembelahan Kambium

Sel-sel yang membelah secara periklinal &an membentuk dua macam sel, dimana satu

diantaranya masih tetap bersifat meristematik dan menjadi bagian dari kambium. Sel

(26)

berkembang ke arah radial dan mungkin akan membelah satu atau beberapa kali

sebelum berkembang menjadi elemen xilem atau floem dewasa. Pendewasaan sel-sel

meliputi pertambahan diameter dan panjang, serta pertumbuhan yang diikuti dengan

penebalan dinding sel dan akhirnya diikuti dengan proses lignifikasi. Disamping itu

pula, sel-sel inisial fusiform akan membelah secara antiklinal yaitu menurut bidang yang

tegak lurus dengan permukaan radial atau membelah secara miring menurut bidang

lintang dalam rangka pembesaran kambium (Harada & Cote, 1982; Fahn, 1995).

Pertambahan diameter batang pohon dapat terjadi akibat adanya pembelahan sel-sel

kambium ke arah dalam (xilem sekunder). Pertambahan diameter ini harus diimbangi

pula dengan adanya pertambahan keliling kambium. Faktor-faktor yang menentukan

terjadinya pengembangan keliling kambium antara lain adalah pertumbuhan diameter

inisial fusiform dan inisial jari-jari serta pertambahan jumlah sel-sel inisial jari-jari

(Haygreen & Bowyer, 1982).

Mikoriza

Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara asosiasi fungi

(nyces) dan perakaran (rhyza) tumbuhan tingkat tinggi. Dalam hubungan ini cendawan

tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya, tetapi memberikan sesuatu

keuntungan kepada tanaman inang (host) dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan laimya dari tanaman inangnya (Setiadi, 1992).

Manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dengan adanya mikoriza ini antara lain:

meningkatnya penyerapan unsur hara, meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan,

dan tahan terhadap serangan patogen akar (Fakuara, 1988). Selain itu pula mikoriza

dapat menghasilkan hormon dan zat pengatur tumbuh (Setiadi, 1992).

Mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar berdasarkan struktur tubuh

dan infeksinya terhadap tanaman inang yaitu ektomikoriza, endomikoriza yang biasa

(27)

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Berdasarkan taksonominya, FMA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo

Glomales yang terbagi ke dalam 5 (lima) famili yaitu : Gigasporaceae, Glomaceae

Acaulosporaceae, Paraglomaceae, dan Archaeosporaceae Selanjutnya FMA ini

diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) genus yaitu: Archaeospora, Glomus, Sclerocystis,

Acaulospora, Entrophospora, Paraglomus, Gigaspora, dun Scutellospora (INVAM,

ZOOS).

Karakteristik yang dimiliki oleh FMA yaitu dijumpai adanya 2 (dua) organ khusus di

dalam jaringan akar yang terinfeksi yaitu arbuskula dan vesikel. Menurut Setiadi

(1992), arbuskula diduga berperan sebagai pemindah unsur hara, yaitu yang terjadi dari

lingkungan luar ke cendawan dan selanjutnya baru ke dalam sistem perakaran Yesikel

berbentuk oval dan menggelembung yang terdapat pada hifa. Struktur khusus ini

mengandung minyak dan kadang-kadang berbentuk globul tunggal yang besar dan pada

akar yang tua juga berfungsi sebagai spora istirahat.

Secara umum proses infeksi FMA pada akar tanaman terjadi melalui empat tahap yaitu

1) induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, 2) kontak antara hifa dan

permukaan akar yang menyebabkan terjadinya pengenalan dan pembentukan

apresorium, 3) penetrasi hifa ke dalam akar, dan 4) perkembangan struktur arbuskula

internal dan kemudian akan diikuti dengan proses simbiosis yang fungsional (Bonfante

& Perotto, 1995).

Peranan FMA dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

Simbiosis antara tanaman dan FMA bersifat saling menguntungkan, dimana tanaman

mengirimkan 10-20% hasil fotosintesis untuk kegiatan pembentukan, pemeliharaan dan

pengaktifan struktur mikoriza dan sebaliknya tanaman memperoleh bantuan dalam

penyerapan unsur hara, terutama jika kondisi persediaan fosfor di tanah terbatas, maka

tanaman yang diinfeksi oleh FMA dapat menyerap lebih banyak P dibandingkan

(28)

Setiadi (1998) menyatakan bahwa FMA mempunyai kemampuan untuk berasosiasi

dengan hainpir 90% jenis tanarnan, sehingga dapat diaplikasikan secara luas baik pada

pertanian, hortikultura, perkebunan, kehutanan dan tanaman pakan ternak.

Biasanya tanaman yang bermikoriza mempunyai pertumbuhan yang lebili baik

dikarenakan status nutrisi tanaman tersebut dapat ditingkatkan atau diperbaiki (Setiadi,

1998 b). Adanya peningkatan pertumbuhan pada tanaman yang bermikoriza ini sering

dikaitkan dengan peningkatan serapan P pada tanaman. Bolan (1991) menyatakan

bahwa fosfor merupakan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman

bermikoriza. Selain itu pula, hifa eksternal FMA ini juga mampu mengangkut unsur

hara lain ke tanaman.

Pemupukan

Secara umum pemupukan dapat diartikan sebagai penambahan zat hara ke dalam tanah

(Hardjowigeno, 1989). Dengan adanya penambahan hara tersebut ke dalam tanah maka

dapat memberikan pengaruh yang baik pada pertukaran ion, memperbaiki struktur tanah,

meningkatkan pertumbuhan dan juga daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit

(Sosrosoedarjo dan Rifai, 1982). Kegiatan pemupukan di persemaian dapat digunakan

untuk menghasilkan bibit yang berkualitas untuk ditanam di lapang.

Selanjutnya dalam kegiatan pemupukan, beberapa ha1 yang perlu diperhatikan adalah:

jenis tanaman, jenis tanah, jenis pupuk, dosis pupuk, waktu dan cara pemupukan

(Hardjowigeno, 1989).

Fosfat Alam

Fosfat alam dikenal juga dengan nama rock phosphate. Umumnya dijumpai dalam bentuk flour apatit dengan formula 3Ca(P04)2.CaF2 dan memiliki sejumlah komponen

minor seperti klorida, silika, bahan organik dan garam-garam metal seperti besi,

aluminium, magnesium dan lain-lain (Ayyer dan Akolkar, 2000). Fosfat alam

inerupakan sumber hara

P

dan bersifat dapat melepaskan fosfat secara lambat (slow
(29)

Menurut Harjanto (1986), sumber fosfat di Indonesia terdiri dari fosfat gua dan batu

kapur terfosfatisasi yang umumnya dijumpai pada lokasi tertentu pada pegunungan

gamping atau dolomitik. Deposit yang sekarang mulai diusahakan dalam skala kecil

banyak dijumpai di Pulau Jawa, seperti di Jawa Barat (sekitar Bogor, Ciamis dan

Tasikmalaya), Jawa Tengah (daerah Kebumen dan Pati), Jawa Timur (sekitar Surabaya,

Lamongan, Tuban, Sampang, pulau-pulau sekitar Madura), Kalimantan (Banjarmasin),

Kepulauan Flores dan Papua dengan kandungan P205 berkisar antara 1% sampai 36%

(Kusartuti, 1987).

Kualitas pupuk fosfat alam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat mineralogi,

kelarutan, besar butir, kadar karbonat bebas, kadar PzOs total dan jenis deposit batuan

fosfat. Efektivitas penggunaan fosfat alam sangat ditentukan oleh reaksi kimia, ukuran

butir, sifat-sifat tanah, waktu dan cara aplikasi, takaran fosfat alam, jenis tanaman dan

pola tanam (Rajan et al, 1996). Penggunaan fosfat alam secara Iangsung tergantung dari jenis atau sumber fosfat alam dan jenis tanah. Menurut Mursidi (!987) berdasarkan

kelarutan mineral fosfat dan sifat tanah, maka Ca-P harus digunakan pada tanah masam,

sedangkan A1-P dan Fe-P atau (Ca, Al,

Fe)-

P harus digunakan pada tanah netral atau

basa. Disamping itu pula faktor lain yang mempengaruhi efektivitas dari fosfat alam

ini menumt %a dan Guissou (1996) dalam Muin (2003) adalab status mikoriza pada

tanaman. Tanaman yang diinokulasi dengan FMA akan memanfaatkan lebih banyak

fosfor larut yang berasal dari fosfat alam daripada tanaman yang tidak bermikoriza

(Antunes dan Cardoso, 1991).

Pengaruh Pemupukan Terhadap Simbiosis FMA

Pengaruh pemupukan terhadap perkembangan FMA sangat bervariasi tergantung pada

bermacam-macam faktor diantaranya kandungan bahan organik tanah, tingkat

kesuburan awal tanah, ketergantungan tanaman inang terhadap simbiosis FMA serta

(30)

Setiadi (1998) menyatakan bahwa pemberian pupuk fosfat dalam bentuk mudah larut

sering memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan FMA, sedangkan sebaliknya jika

menggunakan pupuk yang tidak mudah larut seperti batuan fosfat mempunyai efek yang

positif. Namun tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang demikian.

Faktor keseimbangan nutrisi dalam pupuk (pupuk seimbang) ternyata dapat

mempengaruhi respon tanaman terhadap FMA. Sukarno (1998) menyebutkan bahwa

pemberian pupuk N dan P yang tinggi secara individu kepada tanaman dapat berakibat

negatif terhadap pertumbuhan FMA. Namun jika diberikan dalam bentuk pupuk

seimbang (N-P-K) pada konsentrasi yang sama memberikan pengaruh yang lebih baik

dibandingkan jika aplikasinya secara individu.

Tinjauan tentang Maesopsis enzirrii Engl.

Maesopsis eminii Engl. termasuk ke dalam famili Rhamnaceae dan dikenal dalam dunia perdagangan sebagai Kayu Manii. Jenis ini tumbuh tersebar secara alami di daerah

tropika timur Afrika. Tanaman ini di Indonesia diintroduksi pertama kali di daerah

Jawa Barat (Badan Litbang Kehutanan Dan Perkebunan, 2000).

Jenis ini tumbuh baik pada ketinggian 100 - 1500 m di atas permukaan laut, dengan

curah hujan 1400 - 3600 mmltahun. Tumbuh baik pada solum tanah yang dalam, subur,

bebas genangan air, dan juga toleran terhadap tanah yang tidak subur, tanah berpasir dan

asam.

Bentuk pohon meranggas, tinggi mencapai 45 m dengan bebas cabang 213 tinggi total.

Kulit batang benvarna abu-abu pucat, beralur dalam, kulit dalam merah tua. Daun

sederhana, duduk daun saling berhadapan, panjang 6-15 cm dengan tepi daun bergerigi.

Tandan terdiri dari banyak bunga, sepanjang ketiak dam, panjang 1-5 cm. Bunga kecil

berkelamin ganda, mahkota putih kekuningan (Balai Besar Teknologi Perbenihan

(31)

Di Malaysia jenis ini memiliki dua periode musim berbunga yaitu pada bulan Februari -

Mei dan Agustus - September. Sedangkan musim buah masak di daerah Jawa Barat

terjadi pada bulan Juli - Agustus. Buah yang telah masak dicirikan oleh warna kulit

buah ungu kehitaman ( Balai Besar Teknologi Perbenihan, 2000).

Pengekstraksian benih dapat dilakukan dengan cara merendam buah di dalam air selama

satu hari dan pembersihan daging buahnya dilakukan dengan bantuan alat food

processor atau secara manual. Sisa daging buah yang menempel pada kulit benih harus

dibersihkan dengan sikat atau pasir untuk mencegah terjadinya serangan jamur.

Benih yang akan dikecambahkan, sebelum ditabur diberi perlakuan pendahuluan yaitu

dengan merendam benih di dalam larutan HzS04 (20 N) selama 20 menit untuk

meningkatkan daya berkecambahnya (Kumiaty, 1987). Benih dikecambahkan dengan

menggunakan media campuran pasir dan tanah 1 : 1 (vlv) yang telah disterilisasi.

Penyapihan bibit dapat dilakukan untuk kecambah normal yaitu setelah tumbuh

sepasang daun . Wadah bibit yaitu berupa kantong plastik berukuran 10 cm x 15 cm,

dengan medium carnpuran tanah, pasir dan kompos (7 : 2 : 1). Untuk mempercepat

pertumbuhan bibit dapat dilakukan pemupukan dengan NPK (5 g/l air) yang diberikan

setelah bibit berumur tiga minggu. Dosis yang digunakan yaitu sebanyak 1 sendok teh

per bibit dengan frekuensi pemberian 1 - 2 kali setiap dua minggu. Beberapa ha1 yang

perlu diperhatikan dalam melakukan penyapihan bibit yaitu :

(a) akar tanaman tidak boleh ada yang terlipat atau patah,

(b) bibit yang disapih hanya bibit yang sehat dan

(c) penyapihan hanya dilakukanpada waktu pagi atau sore hari.

Tinjauan tentang S~vietetzia mncroplzylla King

Swietenia macrophylla King termas.uk ke dalam famili Meliaceae dan dikenal di dunia

perdagangan sebagai kayu Mahoni. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian

(32)

luas secara alami atau dibudidayakan terutama di Asia bagian Selatan dan Pasifik dan

Afrika Barat (Badan Litbang Kehutanan Dan Perkebunan ,2000).

Pohon selalu hijau dengan tinggi antara 30-35 cm. Kulit berwarna abu-abu dan halus

ketika masih muda, berubah menjadi warna coklat tua, menggelembung dan mengelupas

setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar 35-50 cm, tersusun

bergantian, halus berpasangan, 4-6 pasang daun, panjangnya berkisar 9-18 cm. Bunga

kecil berwarna putih, panjang 10-20 cm, malai bercabang (Badan Litbang Kehutanan

Dan Perkebunan, 2000).

Musim berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun pada tegakan sejak berumur 10

-

15

tahun, akan tetapi pembentukan buah akan menurun bila polinator (serangga) berkurang.

Pembentukan bunga sampai bwah masak memerlukan waktu 9-12 bulan. Biasanya

pembungaan terjadi pada saat pohon menggugurkan d a m atau pada saat daun baru

mulai m~mcul sesaat sebelum musiin hujan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

2001).

Ekstraksi benih dapat dilakukan dengan cara memecah buah, kemudian benih

dikeluarkan. Benih tersebut dibersihkan dengan memotong sayap benih pada bagian atas

(diusahakan tidak sampai merusak struktur bagian dalam benih). Benih ditaburkan

dengan cara berbaring rata dengan media atau ditanam berdiri 1-2 cm di dalam media.

Media yang dapat digunakan adalah pasir, tanah atau campurannya (1:1, 1:2).

Kelompok benih yang baik mutunya dapat mencapai daya berkecambah 90-

1 OO%.(Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).

Kadar air benih yang sesuai untuk penyimpanan berkisar 3-5%. Agar dapat

berkecambah dengan baik, maka setelah benih disimpan, diusahakan disemaikan di

bawah naungan berat. Biasanya bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan (Direktorat

(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Litbang

Hutan Dan Konservasi Alam (P3H dan

KA),

Laboratorium Biologi Tanah Departemen

Tanah Institut Pertanian Bogor, dan di Laboratorium Silvikultur BIOTROP Bogor.

selama 6 (enam) bulan, mulai September 2006 sampai Maret 2007.

Bahan dan AIat

Bahan penelitian yang digunakan adalah benih Manii dan Mahoni yang berasal dari

Balai Teknologi Perbenihan Bogor, media tanah Oxisol yang diambil pada kedalaman

0 - 20 cm dari Arboretum Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, inokulum

FMA Glonzus sp BA 13 koleksi Laboratorium Mikrobiologi Puslitbang Hutan Dan

Konservasi Alam, Bogor, pupuk fosfat alam yang berasal dari Citeureup Bogor, pupuk

dasar yaitu pupuk tunggal dalam bentuk Urea, Sp 36 dan KCI, polybag ukuran 10 cm x

15 cm, bahan kimia untuk pembuatan preparat mikrotom dan pewarnaan alcar : larutan

FAA (Formalacecic acid) 1%, safani~z 2%, aquadest, alkohol lo%, 30%, 50%, 70%, 96

%, xylol mumi, entkellan, HCI 2%, KOH lo%, HzOz, asam laktat 90%, gliserol 87%

dan acidfuchsin.

Alat-alat yang digunakan adalah bak kecambah ukuran 100 cm x 60 cm, ayakan tanah

ukuran 2 mm, mistar, kaliper, gembor, tabung bekas rol film, pinset, scalpel, cawan

petri, kaca obyek, kaca penutup, erlenmeyer, mikrotom penyayat, gunting, mikroskop

binokuler dan mikroskop compound, neraca analitik Ohaus Analytical Plus, oven,

(34)

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan percobaan Faktorial dengan rancangan

Acak Lengkap. Faktor-faktor yang dicobakan yaitu penggunaan pupuk fosfat alam

sebanyak 3 (tiga) taraf dan dosis inokulum FMA 3 (tiga) taraf. Seluruh percobaan

diulang 30 (tiga puluh) kali. Perlakuan yang diberikan terdiri dari :

a. Dosis pupuk fosfat alam (P) terdiri dari 3 (tiga) taraf, yaitu :

Po = tanpa pupuk fosfat alam

P, = dosis pupuk fosfat alam 0.50 glpolybag P2 = dosis pupuk fosfat alam 1 .OO glpolybag

b. Dosis inokulum FMA (M) terdiri dari 3 (tiga) taraf, yaitu :

Ma = tanpa pemberian FMA

MI = dosis FMA 2.5 glpolybag (setara dengan 50 spora) Mz = dosis FMA 5.0 glpolybag (setara dengan 100 spora)

Model rancangan menurut Gomez & Gomez (1986) adalah sebagai berikut :

Yijk = U

+

Ai

+

B,

+

(AB),j.

+

Ejjk

Dimana :

Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh pengaruh

pemberian inoku!um FMA taraf ke-i dan pemberian pupuk fosfat alam taraf ke-j

U = nilai rataan umum

Ai = pengaruh pemberian inokulum FMA taraf ke-i. i = 1,2,3 B, = pengaruh pemberian pupuk fosfat alarn taraf ke-j, j= 1,2, 3

ABij = pengaruh interaksi pemberian inokulum FMA taraf ke-i dan pemberian pupuk fosfat alam taraf ke-j.

EVk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh pengaruh pemberian inokulum FMA taraf ke-i dan pupuk fosfat alam taraf ke-j

Dengan ulangan masing-masing perlakuan sebayak 30 (tigapuluh) bibit tanaman,

maka jumlah seluruh unit percobaan untuk masing-masing jenis tanaman adalah

(35)

Pelaksanaan Percobaan

Inokulasi Bahan Tanaman

a. Persiapan benih

Benih Manii dan Mahoni yang akan dikecambahkan diseleksi terlebih dahulu

dengan cara memilih biji yang memiliki ukuran yang relatif sama besar dan

bentuknya baik. Untuk benih Manii perlakuan pendahuluan yang diberikan yaitu

dengan merendam benih dalam air dingin selama 24 jam Sedangkan untuk benih

Mahoni tidak memerlukan perlakuan pendahuluan, jadi langsung ditabur (Badan

Litbang Kehutanan Dan Perkebunan, 2000).

b. Penyiapan media perkecambahan

Media untuk perkecambahan benih Manii dan Mahoni yaitu berupa campuran

pasir dan tanah 1:1 (14v) yang telah terlebih dahulu disterilisasi. Benih Manii dan Mahoni kemudian ditaburkan pada media perkecambahan. Apabila benih

sudah mulai berkecambah yaitu ditandai dengan munculnya sepasang daun,

maka dilakukan pemindahan ke media sapih.

c. Penyiapan media sapih

Media sapih yang digunakan yaitu jenis tanah Oxisol yang telah diayak dan dibersihkan dari kotoran berupa ranting, daun atau batu. Sterilisasi media

dilakukan dengan cara memasukkan tanah tersebut ke dalam steamer dan proses ini memakan waktu sekitar 7 (tujuh) jam. Media untuk penyapihan dimasukkaxi

ke dalam masing-masing polybag lebih kurang sebanyak 600 g, kemudian diberi

pupuk dasar dalam bentuk pupuk tunggal yaitu 0.0125 g SP36, 0,0292 g KC1 per

polybag yang setara dengan 15 kg per Ha Pz05 dan 50 kg per Ha KzO. Urea diberikan sebanyak 0.0130 g setara dengan 20 kg per Ha N. Media sapih

kemudian ditutup dan dibiarkan selarna 3 (tiga) hari.

d. Inokulasi FMA

(36)

yang diberikan sebanyak 2,5 glpolybag dan 5.0 glpolybag sesuai dengan

perlakuan.

e. Pemberian pupuk fosfat alam

Pemberian pupuk fosfat alam dilakukan dengan cara menaburkan pupuk ke

dalam media sapih sebelum dilakukan penyapihan. Dosis yang dipakai sebesar

0.50 glpolybag dan 1.00 glpolybag sesuai dengan kombinasi perlakuan yang

diberikan. Kegiatan ini dilakukan bersamaan waktunya dengan pemberian

inokulum FMA.

f. Penyapihan

Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyapihan yaitu a k a

tanaman tidak boleh terlipat atau patah, bibit yang disapih hanya bibit yang

sehat, dan penyapihan dilakukan pada pagi atau sore hari. Penyulaman bibit

yang mati dapat dilakukan dalam kurun waktu seminggu setelah tanam (1 MST).

g. Pemeliharaan bibit

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan penyiangan, penyiraman dan

pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan untuk menjaga

ketersediaan air bagi tanaman, dilakukan sekali dalam dua hari tergantung

kondisi kelembaban pada media tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan

mencabut gulma yang tumbuh pada media tumbuh. Sedangkan untuk mencegah

terjadinya serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan

insektisida dan fungisida.

Pemeriksaan anatomi jaringan batang anakan

a. Pembuatan contoh uji

Contoh uji diambil sebanyak 3 (tiga) bibit dari masing-masing perlakuan.

Pengambilan contoh dilakukan setiap selang umur bibit 2 (dua) MST sampai

terjadi pembentukan kayu pada bibit. Pembuatan contoh uji dilakukan dengan

(37)

irisan dilakukan pada ketinggian lebih kurang 113 dari tinggi bibit. Selanjutnya

potongan batang tersebut dijadikan preparat mikrotomnya dengan mengacu pada

metode Sass (1958).

b. Parafinasi

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memasukkan parafin ke dalam rongga pada

jaringan kayu (bibit). Parafin yang digunakan yaitu parafin keras.

c. Pembenaman (Enzbeddiizg)

Pembenaman merupakan penyimpanan materi ke dalam parafin dengan tujuan

untuk memudahkan dalam penyayatan tanpa merusak jaringan. Pembenaman

dilakukan di dalam cetakan parafin yang berisi parafin cair. Potongan contoh uji

segera dimasukkan ke dalam cetakan sebelum parafin tersebut mengeras. Arah

dari contoh uji dapat diatur dengan menggunakan pinset yaitu disesuaikan

dengan arah potongan yang diinginkan. Setiap contoh uji tersebut diberi label

dan dikeluarkan dari cetakan setelah parafin mengeras.

d. Penyayatan

Balok parafin yang telah berisi potongan contoli uji ditempelkan pada penjepit

yang terdapat pada mesin mikrotom Penjepit tersebut dapat diatur sehingga

permukaan contoh uji dapat dibuat sejajar dengan pisau penyayat. Pengaturan

ini diperlukan agar dapat diperoleh hasil sayatan yang sesuai dengan yang

diinginkan.

e. Pe~varnaan (Stairzing)

Pewarnaan dilakukan dengan tujuan agar bagian-bagian tertentu pada sel terlihat

lebih menonjol, sehingga akan mempermudah dalam pengamatan. Bahan

pewarna yang digunakan adalah Safranin 2% yang dilarutkan di dalam aquades.

Perendaman sayatan di dalam larutan pewarna dilakukan minimal selama 8

(38)

f. Penjernihan (Clenrirtg) dan Pengeringan

Proses penjernihan dimaksudkan untuk menghilangkan zat pewrarna (safranin)

yang berlebihan pada jaringan sehingga mempermudah dalam pengamatan.

Proses ini dilakukan dengan mencelupkan jaringan yang telah diberi pewarna ke

dalam larutan alkohol dan xylol. Secara lengkap proses penjernihan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2.

Zat Pewarna

I

Alkohol 10% (I 0 menit)

1

(

Xylol Murni (10 menit)

(

Alkohol Absolut PA (1 0 menit)

Garnbar 2. Proses Penjernihan Contoh Uji

g. Penempelan Sayatan (Mountirzg)

Setelah dilakukan proses penjemihan, sayatan contoh uji kemudian ditempelkan

pada kaca obyek kemudian diteteskan perekat enthellan dan ditutup dengan kaca

penutup agar sayatan melekat dengan sempurna, kaca obyek diletakkan pada alat

pemanas.

h. Pengukuran

Pada pengamatan sayatan contoh uji secara mikroskopis ini dilakukan

pengukuran terhadap proporsi sel penyusun jaringan xilem, floein, kambium dan

(39)

i. Pewarnaan akar

Pewarnaan akar dilakukan untuk mengetahui persen infeksi FMA. Kegiatan ini

dilakukan pada setiap waktu pengambilan sampel (setiap 2 minggu). Contoh

akar diambil dengan menggunakan alat cork-borer. Contoh akar yang telah

diambil diwarnai (distaining) dengan prosedur yang dilakukan di Pusat

Penelitian Bioteknologi IPB Bogor, yang merupakan modifikasi metode Phillip

dan Hayman (1970) sebagai berikut : Akar dari bibit yang sudah diambil dicuci

dengan air biasa sampai bersih. Bagian akar yang masih mudatserabut diambil

dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian diberi larutan KOH 10%

ditunggu sampai akar benvarna kuning bersih. Larutan KOH tersebut dibuang.

Jika akar masih benvama gelap ditambahkan larutan alkalin H202, kemudian

dibilas dengan air, lalu direndam dalam larutan HCl 5% selama beberapa menit.

Tahap berikutnya larutan tersebut dibuang dan ditambahkan larutan lactophenol

acid fuchsin. Kemudian dipanaskan pada suhu 85 OC selama 20-30 OC. Larutan

staining kemudian dibuang dan dicuci dengan air. Kemudian aka-aka tersebut

diletakkan di dalam cawan petri dan dibilas dengan larutan glyceral lactic acid

atau lactophenol. Selanjutnya akar dipotong-potong sepanjang 1 cm kemudian

disusun pada kaca obyek (setiap kaca obyek terdiri dari 10 potong akar), dan

diamati di bawah mikroskop compound dengan perbesaran 100 x. Jumlah a k a

yang terinfeksi dari 10 potong akar tersebut dicatat. Persentase akar. yang

terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :

Contoh a k a yang terinfeksi

Akar terinfeksi (%) =

x

100%

Seluruh contoh akar yang diamati

Pengukuran dan Pengamatan Parameter

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi parameter pertumbuhan dan

pengamatan anatomi jaringan bibit untuk melihat saat terbentuknya kayu.. Secara rinci

parameter-parameter yang diukur serta waktu pengamatannya disajikan pada Tabel

1

(40)

Tabel 1. Paramater yang Dianlati serta Waktu Pengamatan

Teknik pengukuran yang dilakukan untuk masing-masing parameter yang diamati adalah

sebagai berikut:

a. Tinggi bibit

Pengukuran tinggi bibit dilakukan mulai titik bekas kotiledon hingga titik Waktu Pengamatan

2 MST - 14 MST 16 MST No

1 2

tertinggi (meristem apikal) pada batang. Pengukuran tinggi bibit dilakukan

setiap dua minggu sekali selama masa pengamatan. Parameter

Tinggi, Diameter, Anatomi, Persen infeksi Akar Tinggi, Diameter, Anatomi, BKT, NPA, Kekokohan Bibit, Persen Infeksi Akar, Serapan hara, RFMD

b. Diameter batang

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper.

Pengukuran diameter dilakukan pada bagian batang di atas kotiledon (113 tinggi

bibit). Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali selama masa pengamatan.

c. Bcrat kering total (BKT)

Nilai berat kering total diperoleh dengan melakukan penimbangan biomassa

bibit yang telah dioven selama 48 jam pada suhu 7 0 ' ~ . Nilai tersebut dinyatakan

dalam satuan gram.

d. Nisbah pucuk akar (NPA)

Nilai ini menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan

bagian akar bibit.

e. Nilai kekokohan bibit

Nilai kekokohan bibit diperoleh dengan membandingkan tinggi dan diameter

(41)

f. Persen infeksi FMA

Pengukuran persen infeksi ini dilakukan pada setiap selang waktu 2 (dua)

minggu bersamaan dengan saat pengambilan contoh uji untuk pembuatan

preparat mikrotom. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan uji pewarnaan

akar, sehingga dapat diketahui persen infeksi mikoriza terhadap akar.

g. Indeks mutu bibit (IMB)

Indeks mutu bibit diukur berdasarkan persamaan (Bickelhaupt, 1980 dalarn

Hendromono, 2005) :

Indeks Mutu Bibit (Q) = BK pucuk (g)

+

BK akar (g)

(Tinggi bibit (cm) I BK pucuk

Tinggi bibit (cm) ' BK akar (cm))

Bibit yang baik dan mampu bertahan hidup di lapangan jika memiliki nilai

Q > 0,09.

h. Relativefield inycorrhiza dependency (RFMD)

Nilai RFMD menunjukkan tingkat ketergantungan suatu tanaman terhadap FMA

pada suatu tingkat kesuburan tanah tertentu dan dinyatakan dalam persen.

Rumus RFMD menurut Hettrick dan Wilson (1993) adalah sebagai berikut :

BK Tanaman dg mikoriza

-

BK tanaman tanpa mikoriza

Nilai RFMD = X 100%

(42)

i. Analisa jaringan

Analisa jaringan dilakukan untuk mengetahui kandungan dan serapan unsur hara

makro (N, P, Ca

,

Mg dan K) serta unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn) akibat

penggunaan mikroorganisme.

j. Pembentukan kayu

Pengamatan pembentukan kayu dilakukan dengan cara mengambil contoh uji

masing-masing bibit setiap 2 (dua) minggu sekali dan dilakukan pemeriksaan

anatomis jaringannya yang meliputi pembentukan prokambium, empulur, xilem

dan floem.

k. Karakteristik sifat fisik dan kimia tanah

Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan pada awal dan akhir masa

penelitian.

Analisis Data

Untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh faktor-faktor pertumbuhan yang

meliputi pupuk dan FMA, terhadap variabel pengamatan dilakukan dengan

menggunakan analisis deskriptif. Untuk membandingkan faktor-faktor tersebut akan

digunakan analisis ragam (variance analysis). Sedangkan untuk mengetahui pola pertumbuhan dari paramater yang diamati seperti diameter batang dan tinggi tanaman,

terhadap waktu, akan dilakukan analisis dengan regresi. Untuk membantu perhitungan

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berdasarkan serangkaian aktivitas sesuai dengan metodologi yang telah dijelaskan pada

bab terdahulu, maka secara

runtun

hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Tinggi Batang

Hasil pengamatan tinggi batang serta analisisnya, baik untuk tinggi batang anakan

Manii dan Mahoni, adalah sebagai berikut.

Tinggi Batang Manii

Hasil p e n e a n rata-rata tinggi anakan Manii mulai dari urnur 2 hingga 16 Minggu

Setelah Tanam (MST) disajikan pada Gambar 3.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Waktu (MST)

Gambar 3. Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii

Secara umum pertumbuhan tinggi batang anakan Manii hingga umur 16 MST

menunjukkan pola yang relatif sama, yakni tak linear. Pertumbuhan anakan Manii

dengan perlakuan M2P2 sejak urnur 8 MST menunjukkan tingkat pertumbuhan yang

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bahkan mulai umur 12

(44)

rataan tinggi perlakuan M2P1 dan M2PO menunjukkan pertumbuhan yang relatif paling

rendah

Untuk mengetahui lebih rinci pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi anakan

Manii, pada Gambar 4 diperlihatkan sebaran pertumbuhan tinggi batang anakan Manii

sebagai respon perlakuan yang diberikan. Gambar ini merupakan Boxplot yang lazim

digunakan untuk melihat sebaran data, posisi nilai tengah (rataan), simpangan data dan

untuk mengetahui adanya pengamatan ekstrim atau pencilan (outlier.). Secara visual

terlihat bahwa setiap kombinasi perlakuan menunjukkan pola yang berbeda-beda (tak

linear). Tampak bahwa perlakuan M2P2 menunjukkan rataan respon yang paling tinggi,

sedangkan kombinasi perlakuan M2P1 menunjukkan ha1 sebaliknya.

Posphat

m

0

0 1

Micorhiza

Gambar 4. Boxplot Respon Tinggi Anakan Manii Umur 16 MST

Untuk mengetahui seberapa besar tingkat signifikansi perbedaan rataan tinggi anakan

Manii pada umur 16 MST, dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan Analisis

Ragam, yang hasilnya dicantumkan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian analisis

ragam, pengaruh interaksi perlakuan M dan P terhadap pertumbuhan tinggi anakan

Manii sangat nyata (p=0.001). Hal ini membuktikan bahwa efek perlakuan FMA

terhadap tinggi batang berbeda-beda pada dosis fosfat yang berbeda. Akibatnya

(45)

taraf-taraf perlakuan pada masing-masing perlakuan tidak layak untuk diperbandingkan

satu sama lain, meskipun memiliki pengaruh yang nyata (Gomez & Gomez 1986).

Tabel 2. Hasil Analisis Ragarn Tinggi Batang Anakan Manii

Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Manii

Untuk mengetahui pola pertumbuhan tinggi batang Manii selarna kurun waktu

pengamatan dilakukan analisis regresi, hasilnya ditampilkan pada Gambar 5 (Gambar

5a-Gambar 59. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa secara m u m pola

pertumbuhan batang Manii mengikuti pola polinomial berderajat tiga (kubik). Pada

umur hingga 12 MST pola pertumbuhan terlihat menaik secara cepat, setelah memasuki

umur 13 MST pertumbuhan tinggi batang mulai melambat, seperti kurva sigmoid yaitu

kurva berbentuk huruf S.

Sumber Keragaman

M P

M ' P Galat Total Jumlah Kuadrat 670,784 1107,154 3003,031 9591.333 160338,750 Derajat Bebas 2 2 4 72 81

Minggu Setelah Tanam Minggu Setelah Tenam

50

E

-

c

2

: ro.

m t " " F 20.

1 0 ,

Gambar

Gambar 1. Kerangka penlikiran penelitian
Gambar 5h Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Manii Periakuan M2P1
Gambar Ed. Pola Perturnbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan MlPl
Gambar 8e. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya menunjukkan bahwa ada satu isolat yaitu Ba-41, yang mampu menekan penyakit di lapangan meskipun tidak dapat menghambat pertumbuhan salah satu patogen di laboratorium..

Pada proses ini data yang akan dimasukkan berupa Kode Mata Kuliah, Nama Mata Kuliah, Nama dosen dan Ruang.. Proses entri

Kelompok Kerja (Pokja) 3 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2016 akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan

Pada hari ini, Senin tanggal tigabelas bulan Juni tahun dua ribu enam belas kami Pokja Unit Layanan Pengadaan Daerah Provinsi Jawa Timur telah melakukan Evaluasi Dokumen

Mutu fisik lipastik ektrak bayam merah sudah sesuai dengan standart literatur lipstik dan tanggapan volunter terhadap mutu fisik lipstik ekstrak bayam merah

Metodologi penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis terhadap kinerja suatu jaringan awal dimana permasalahan yang dihadapi saat ini adalah jaringan yang berada

Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Rom. Berdasarkan sekilas pandangan di atas, kita dapat memahami tindakan aborsi. Manusia

Hasil penelitian pada pemanfaatan tepung kedelai sebagai bahan substitusi sus kering tepung mocaf dengan variasi penambahan jahe, parameter yang diukur yaitu kadar protein,