\Y
7/12
/zoo8
PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI
.
MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT
PEMBENTUKAN KAYU PADA BIBIT
Maesopsis eminii
Engl
DAN
Swietenia macrophylla
King
Oleh:
RINA BOGIDARMANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
RINA BOGIDARMANTI. Utilization of Natural Phosphate Fertilizer and Arbuscular Mycorrhizal Fungi for Encouragement of Wood Formation on the Seedlings of
Maesopsis enzit~ii Engl. and Swietetzia uzncroplzylln King. (Supervised by SRI
WILARSO BUD1
R
and IMAM WAHYUDI).The rate of deforestation in Indonesia has reached vulnerable level ( 2 million hectares per year). To deal with the problem, the Government of Indonesia through the Ministry of Forestry formulates a National Forest and Land Rehabilitation Movement called GNRHL or GERHAN. This program requires of avsiilability seedlings appropriately to be transplanted to the field indicated by wood formation at their base stem. The wood development can be enhanced by means do inoculation with Arbuscular Mycorrhizal Fungi and apply natural phosphate fertilizer. This research is airned to observe the influence of naturtal phosphates fertilizer (NPF) and arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) usage to support the growth and wood formation of those seedlings. This experiment was carried out in double Factorial-Randomized Completely design with kind of natural phosphates fertilizer and arbuscular mycorrhizal fungi as a main factor, while dosage of NPF ( 0,5 and 1,O g) and AMF (2,5 and 5,g). Each treatment was conducted in 30 replications with polybag as treatment unit. Those were compared to the withoul. treatment as a control. The improvements were assessed by measure growth and vigour of seedlings. Besides that, the improvement of their wood formation is also observed. The result showed that NPF combine with AMF gave a best response on growth and wood development of both Maesopsis eminii
Engl. and Swietenia macrophylla King. Seedlings. The most crucial information showed that that the wood formation was initiated in the loth week. It is suggested that NPF and AMF can be further developed as a fertilizer to support succeed of GERHAN movement.
Keywords : natural phosphates fertilizer, arbuscular mycorrhizal fungi, wood formation,
RINGKASAN
RlNA BOGIDARMANTI. Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam Mempercepat Pembentukan Kayu Pada Bibit Maesopsis eminii Engl. dan
Swietenia macrophylla King. (Di bawah bimbingan Sri Wilarso Budi R dan Imam
Wahyudi).
Laju deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia yang sudah mencapai 1.6 - 2.0 juta hektar per tahun, maka Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GNRHL atau GERHAN). Guna menunjang kegiatan tersebut diperlukan bibit yang berkualitas dalam ha1 ini harus memenuhi salah satu kriteria antara lain pangkal batang sudah berkayu,. I~lformasi ~nengenai waktu terbentuknya ltayu pada bagian pangkal batang bibit serta aspek silvikultur apa yang dapat mempengaruhinya saat ini masih kurang, sehingga diperlukan penelitian mengenai ha1 tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pupuk fosfat alam dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dalarn mempercepat pertumbuhan dan masa pembentukan kayu pada bibit Maesopsis eminii Engl dan Swietenia macrophylla King.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan Faktorial Acak Lengkap 3 X 3 dengan ulangan sebanyak 30 polybag sebagai unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu FMA dengan dosis 2,5 g dan 5,O g dan pupuk fosfat alam dengan dosis 0,5 g dan 1,O g, dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa FMA dan pupuk fosfat alam). Parameter yang diamati yaitu parameter pertuimbuhan meliputi tinggi, diameter, berat kering total, nisbah pucuk akar, nilai kekokohan bibit, persen infeksi akar, kadar serapan hara makro dan mikro, index mutu bibit, dan masa pembentukan kayu pada anakan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada anakan Maesopsis eminii Engl, perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter, nisbah pucuk akar dan nilai kekokohan bibit. Pada anakan Swietenia macrophylla King pemberian kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada diameter.. Indeks mutu bibit jenis Swietenia macrophylla
King lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Maesopsis eminii Engl. Sedangkan nilai relative field mycorrhizal dependency (RFMD) anakan Manii lebih tinggi dibandingkan dengan anakan Mahoni. Aplikasi pemberian pupuk fosfat alam dan FMA cenderung meningkatkan serapan hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) dan juga hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn). Hasil pengamatan anatoini batang anakan Manii dabn Mahoni menunjukkan bahwa kedua jenis anakan mengawali pembentukan kayunya pada saat umur 10 MST pada pemberian perlakuan FMA (2,5-5,O g) dikombinasikan dengan pupuk fosfat alam (0,5-1,O g), sedangkan pada kontrol terjadi pada umur 12 MST.
Kata kunci: pupuk fosfat alam, fungi mikorioza arbuskula nasa pembentukan kayu,
PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI MIKORIZA
ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN KAYU
PADA BIBIT
Maesopsis etniniiEngl. DAN
Swieterzia mncrophyllnKing.
OIeh
RINA BOGIDARMANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
PROGRAM STUD1 ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN
SEKOLAH PASCASARJANA
Judul : Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam dan Fungi Milcoriza Arbuskula Dalam Mempercepat Pembentukan Kayu pada Bibit Maesopsis entinii Engl. Dan Swietenia macropltylla King.
Nama : N N A BOGIDARMANTI
NRP : E. 051040141
Program Studi : ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Mengetahui
2. Ketua Program Studi
-I
V
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
PEMANFAATAN PUPUK FOSFAT ALAM DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN KAYU PADA BIBIT Maesopsis ernitzii Engl. DAN Swietenia nzacropllylla King.
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan Komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya. Semua data dan
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas.
Bogor, Januari 2008
Yang Membuat Pernyataan,
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 29 April 1964 yang merupakan
anak pertalna dari tiga bersaudara pasangan keluarga Bapak Maryoto Martohardjono (Alm)
dengan Ibu Mieke Suharti.
Pada tahun 1976 penulis lulus dari Sekolah Dasar Pengadilan I1 Bogor, tahun 1979
lulus Sekolah Menengah Pertanla Negeri I1 Bogor dan tahun 1982 lulus Sekolah Menengah
Atas Negeri I1 Bogor. Pada tahun 1982, penulis diteriina di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Tes Perintis I. Pada tahun 1987 penulis rnenyelesaikan pendidikan di Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Pada tahun 1988 penulis bekerja sebagai Staf peneliti di Kelompok Peneliti
Pemuliaan Pohon, Pusat Litbang Hutan, Bogor. Pada tahun 1996 menjadi Staf peneliti di
Kelompok Peneliti Silvikultur, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Pada
tahun 2005, penulis menjadi Staf peneliti di Kelompok Peneliti Silvikultur, Pusat Litbang
Hutan Tanaman, Bogor.
Pada tahun 2004, penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah Ynag Maha Kuasa yang telah
senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang
berjudul Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alan1 dan Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam
Melnpercepat Pembentukan Kayu pada Bibit Maesopsis etninii Engl. Dan Swierenia
macvophylla King. dapat diselesaikan.
Dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
selnua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi hingga
terselesaikannya penyusunan tesis ini. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS dan Bapak Dr. lr Imam Wahyudi, MS, selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, lnasukan dan arahan selama
penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen, MSc, selaku dosen Penguji yang telah memberikan
banyak masukan pada penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Hany Santoso, selaku Kepala Pusat Litbang Hutan Tanaman yang telah
memberikan ijin belajar kepada penulis.
4. Peneliti dan staf teknisi Kelti Silvikultur dan Perlindungan Hutan, yang telah memberi
bantuan sarana dan prasarana selama penelitian berlangsung.
4. Kelompok Peneliti Mikrobiologi Hutan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam,
atas bantuan dan bimbingan selama penelitian berlangsung.
5. Bapak Yadi, staf Laboratorium Silvikultur, BIOTROP, atas bantuannya selama
penelitian berlangsung.
6. Bapak Dr. Ir. Budi Suharjo (suami) beserta ananda tercinta, Fajrianza Adi Nugrahanto,
Aulia Ratnadianti, dan Shafira Rahmadianti atas dukungan moril dan materil serta
pengertiannya selama penelitian dan penyusunan tesis ini.
7 . Ayahanda (Alm), Ibunda, serta Adinda atas segala doa dan semangat yang diberikan
Akhir kata penulis nlengharapkan rnasukan dan saran yang membangun guna
pnyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Januari 2008
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR IS1
...
DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR LAMPIRAN...
.
.
...
PENDAHULUAN
... ..
.
..
...
Latar Belakang...
...
...
Rumusan Masalah
....
Tujuan Penelitian
...
Hipotesis...
. .
Kerangka Penelltlan. .
...
Manfaat Penelltlan...
TINJAUAN PUSTAKA
...
.
.
...
Tinjauan Umum Tentang Kayu...
Struktur Kayu. .
...
...
Komponen Klmla sel-sel kayu...
Peranan Unsur Hara Dalam Pembentukan Kayu...
Pertumbuhan Pohon...
Produksi Kayu dan Kulit...
Pertumbuhan Primer dan Sekunder Batang...
Kambium Vaskuler
...
Pembelahan KambiumMikoriza
...
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)...
...
Peranan FMA dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman
Pemupukan
...
...
Fosfat Alam
...
Pengaruh Pemupukan terhadap Simbiosis FMA...
Tinjauan Tentang Muesopsis etninii Engl
Tinjauan Tentang Swiefenia nzucrophylla King
...
X
...
X l l l
Halaman
METODOLOGI PENELITIAN
...
Tempat dan Waktu Penelitian
...
.
.
...
Bahan dan Alat.
.
...
Metode Penel~tlan. .
...
Rancangan Penelit~an
...
Pelaksanaan Percobaan...
Inokulasi Bahan Tanaman...
Pemeriksaan Anatomi Jaringan Batang Anakan...
Pengukuran dan Pengamatan Parameter...
Analisis Data...
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
.
.
...
...
HASIL PENELITIANTinggi Batang
...
. .
...
...
Tinggi Batang Man11
....
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Manii
...
...
Tinggi Batang MahoniPola Pertumbuhan Tinggi Batang Mahoni
...
Diameter
.
Batang...
. .
...
Diameter Batang Man11
Pola Pertumbuhan Diameter Batang Manii
...
...
Diameter Batang MahoniPola Pertumbuhan Diameter Batang Mahoni
...
Berat Kering Total (BKT)
.
.
...
Berat Kering Total Man11...
Berat Kering Total Mahoni...
Nisbah Pucuk Akar (NPA)...
Nisbah Pucuk Akar Manii...
Nisbah Pucuk Akar Mahoni. .
...
Nilai Kekokohan Blblt...
Halaman
...
Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan
...
Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan Manii
...
Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem Anaka11 Manii
...
Pengamatan Anatomi Jaringall Batang Anakan Mahoni...
Rasio Pertumbuhan Xileln dan Floeln Anakan MahoniSerapan Hara Makro dan Mikro
...
...
PEMBAHASAN...
Pertumbuhan TanamanPengamatan Anatomi Jaringan Batang Kayu Anakan Manii dan Mahoni
...
...
SIMPULAN DAN SARANSimpulan
...
...
...
Saran...
DAFTAR PUSTAKA
... .
.
...
...
...
DAFTAR TABEL
Halaman
Parameter yang Diamati serta Waktu Pengamatan
...
Hasil Analisis Ragam Tinggi Batang Analtan Manii...
Hasil Analisis Ragam Tinggi Batang Anakan Mahoni...
Hasil Analisis Ragam Diameter Batang Manii Umur 16 MST...
Hasil Analsis Ragarn Diameter Mahoni Umur 16 MST...
Hasil Uji Nilai Tengah Diameter Mahoni Perlakuan Fosfat...
.
.
...
Rataan Berat Kering Total Anakan Manii dan Mahoni Umur 16 MST...
Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total Manii Umur 16 MST...
Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total Mahoni Umur 16 MST...
Nilai Ratan NPA Anakan Mahoni Dan Manii Umur 16 MST...
....
...
Hasil Analisis Ragam NPA Manii U~nur 16 MSTHasil Analisis Ragam NPA Anakan Mahoni Umur 16 MST
...
Rataan Nilai Kekokohan Bibit Mahoni Dan Manii Umur 16 MST...
Hasil Analisis Ragarn Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST...
Hasil Analisis Ragam Kekokohan Bibit Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Rataan Persen Infeksi Akar Anakan Manii Umur 2-1 6 MST...
...
Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan ManiiRataan Persen Infeksi Akar Anakan Mahoni Umur 2-16 MST
...
Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan Mahoni...
...
Nilai Rata-rata Indeks Mutu Bibit Anakan Manii dan Mahoni Umur 16 MST
.
.
RFMD Anakan Mann...
RFMD Anakan Mahoni...
Proporsi Empulur Anakan Manii sampai Umur 16 MST...
Proporsi Xilem Anakan Manii Sampai Umur 16 MST...
...
Proporsi Floem Anakan Manii Sampai U~nur 16 MST...
Proporsi Kambium Anakan Manii Sanpai Umur 16 MST...
Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Manii...
Proporsi Empulur Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST...
Proporsi Xilem Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST...
Proporsi Floem Anakan Manii Sampai Umur 16 MST...
Proporsi Kambium Anakan Manii Sampai Umur 16 MST...
Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Mahoni...
Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Manii...
Persentase Serapan Hara Makro dan Mikro Oleh Anakan Manii...
Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Mahoni
...
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Kerangka Pemikiran Penelitian
...
Proses Penjernihan Contoh Uji...
Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii...
Boxplot Respon Tinggi Anakan Manii Umur 16 MST...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP0...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MI PO...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP1...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M l P l...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan MOP2...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M1P2...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2PO...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2P1...
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Perlakuan M2P2...
Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Mahoni...
...
Boxplot Respon TinggiAnakan Mahoni Umur 16 MSTPola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOP0
...
...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MlPO
...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOPl...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M l P l...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan MOP2...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M1P2...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2PO...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2P1...
Pola Pertumbuhan Tinggi Anakan Mahoni Perlakuan M2P2
...
Pola Rataan Pertumbuhan Diameter Batang Anakan Manii
...
PolaPertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOPO
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MlPO...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOPl
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M l P l
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan MOP2
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M1P2
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2PO...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2P1...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Manii Perlakuan M2P2...
Boxplot Respon Diameter Batang Manii Umur 16 MST.
.
.
.
...
Pertumbuhan Diameter Batang Mahoni Umur 2-16 MST...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MOPO...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MlPO
...
Pola Pertumbuhan Dianleter Anakan Mahoni Perlakuan MOPl...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M l P l...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan MOP2...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2PO
...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2P1...
Pola Pertumbuhan Diameter Anakan Mahoni Perlakuan M2P2...
Boxplot Respon Diameter Anakan MahoniUmur 16 MST...
Boxplot Respon Berat Kering Total Anakan Manii Umur 18 MST...
Boxplot Respon Berat Kering Total Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Boxplot Respon NPA Anakan Manii Umur 16 MST...
Boxplot NPA Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST...
Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Boxplot Infeksi Akar Analtan Manii Umur 16 MST...
Hifa Pada Akar Anakan Manii Umur 16 MST...
Arbuskula Pada Akar Anakan Manii Umur 16 MST...
Boxplot Infeksi Akar Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Boxplot IMB Anakan Manii Umur 16 MST...
Boxplot IMB Anakan Mahoni Umur 16 MST...
Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem Anakan Manii...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 2 Minggu...
...
Anatomi Jaringan batang Manii (MOPO) Umur 4 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 6 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 8 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 10 Minggu...
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 12 Minggu
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 14 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO) Umur 16 Minggu...
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 2 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 4 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 6 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 8 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 10 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (M 1 P2) Umur 12 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 14 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Manii (MlP2) Umur 16 Minggu...
Rasio Pertumbuhan Xilem Dan Floem Anakan Mahoni
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 2 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 4 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 6 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 8 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 10 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 12 Minggu
...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 14 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MOPO) Umur 16 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 2 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 4 Minggu...
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 6 Minggu32e
.
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 10 Minggu...
7632f
.
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MlP2) Umur 12 Minggu...
7632g
.
Anatomi Jaringan Batang Mahoni (M 1 P2) Umur 14 Minggu...
76DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Analisis Laboratorium Serapan Unsur Hara Makro dan Mikro
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan,
Menurut Badan Planologi Kehutanan (2005), selama lima tahun terakhir laju kemsakan
hutan tersebut mencapai 1,6-2,O juta hektar per tahun, sementara kemampuan
pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan baru mencapai 700,000 hektar
(Departemen Kehutanan, 2004). Dengan tingginya tingkat deforestasi tanpa diimbangi
dengan kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan yang memadai, maka ha1 ini akan
mengakibatkan kemsakan hutan menjadi semakin parah.
Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya deforestasi
yang lebih luas, adalah dengan mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GNRHL). Kegiatan yang telah dimulai sejak tahun 2003 tersebut temtama
dititikberatkan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang terdegradasi
(Departemen Kehutanan, 2004). Kegiatan ini diharapkan dapat memulihkan fungsi
kedua kawasan tersebut baik sebagai pelindung sistem penyangga hidrologis, pengatur
tata air yang secara tidak langsung dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas
sumberdaya hutan, maupun memperbaiki iklim mikro serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitar hutan.
Dalam program GNRHL jenis tanaman yang digunakan disarankan mempakan jenis
tanaman andalan setempat. Hal ini secara logis dapat dimengerti, karena tanaman
tersebut secara alami mempakan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi lingkungan
setempat. Hal lain yang disarankan berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman adalah
penggunaan jenis serbaguna dan tanaman introduksi yang telah beradaptasi dengan
kondisi agroklimat setempat. Untuk daerah Jawa Barat misalnya, Manii (Maesopsis
eminii Engl.) dan Mahoni (Switenia macrophylla King) yang telah banyak ditanam ole11
konstruksi, bahan baku pembuatan kotak dan tiang (Balai Besar Teknologi Perbenihan,
2000).
Untuk menunjang keberhasilan program GNRHL, salah satu faktor yang sangat penting
adalah penggunaan bibit tanaman yang berkualitas, yaitu yang sehat atau bebas dari
penyakit, berbatang tunggal, pangkal batang berkayu dan tinggi minimal 30 cm
(Departernen Kehutanan, 2004). Pentingnya syarat pangkal batang bibit harus berkayu
pada dasarnya ditujukan agar bibit memiliki kekuatan secara fisiologis untuk dapat
hidup pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung (lingkungan marjinal)
sekalipun.
Berkaitan dengan salah ciri bibit tanaman berkualitas yaitu pangkal batang berkayu,
secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong berbagai pihak terkait untuk
mengetahui kapan atau pada usia berapa bibit suatu jenis tanaman dapat memiliki
karakteristik tersebut. Hal ini menjadi sangat penting, pertama setiap jenis tanaman
memiliki karakteristik morfologis dan fisiologis yang berbeda satu dengan lainnya,
akibatnya bisa diduga usia bibit antar jenis tanaman yang memenuhi kriteria tersebut
akan berbeda satu dengan lainnya. Kedua adalah diperlukannya suatu usaha silvikultur
yang dapat mempercepat proses pembentukan kayu pada setiap jenis bibit tanaman
yang akan diusahakan. Hal ini akan berdampak pada proses percepatan penyediaan bibit
tanaman yang berkualitas pada saat diperlukan.
Secara umum usaha silvikultur yang dapat dilakukan untuk menunjang pengadaan bibit
yang bennutu adalah melalui kegiatan pemupukan. Dengan pemupukan ketersediaan
unsur hara yang diperlukan akan terjamin. Berkaitan dengan ha1 tersebut, pupuk fosfat
alam merupakan salah satu jenis bahan penyubur tanaman yang sudah lama dikenal di
Indonesia. Pupuk jenis ini banyak digunakan terutama untuk meningkatkan produksi
pada perkebunan karet, kelapa sawit, teh, tanaman pangan dan buah-buahan (Kusartuti,
1989). Selain pemupukan, penggunaan mikroorganisme seperti mikoriza dapat pula
meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan. Penggunaan mikoriza pada dasarnya
tanall. Jenis mikoriza yang dapat berasosiasi dengan jenis tanaman Manii dan Mahoni
adalah jenis yang termasuk endomikoriza FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula).
Meski penggunaan pupuk fosfat alam dan mikoriza telah dikenal baik sebagai sumber
penyedia dan membantu dalam penyerapan unsur hara, namun seberapa besar peran dari
kedua faktor tersebut dalam pembentukan kayu masih belum banyak diketahui. Bahkan
secara lcbih rinci apakah penggunaan kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi
percepatan proses pembentukan kayu pada bibit tanaman. hingga saat ini belum banyak
diketahui. Penelitian mengenai saat terbentuknya kayu pada bibit tanaman hutan barn
dilakukan pada beberapa jenis tanaman, antara lain Gmelina arborea dan nangka
(Artocarpus hete~ophylus) (Rizkiana, 2005) serta jati (Tectona grandis) (Tavita, 2000).
Akan tetapi penelitian-penelitian tersebut dilakukan hanya sebatas pada pengamatan
terhadap waktu terbentuknya kayu secara alami, tidak berkaitan dengan upaya
mempercepat proses pembentukan kayu, yang mungkin dapat dilakukan melalui suatu
perlakuan tertentu.
Oleh karena itu dalam upaya menunjang program GNRHL isu penting yang perlu
dicarikan jalan keluahya adalah tidak saja pada kemampuan penyediaan bibit
berkualitas, namun lebih jauh adalah upaya percepatan pembentukan kayunya. Dimana
salah satu isu krusial yang berkaitan dengan ha1 ini adalah perlunya suatu teknologi yang
mampu mempercepat proses pembentukan kayu pada bibit tanaman, khususnya pada
jenis Manii dan Mahoni.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana di atas, maka beberapa pertanyaan yang
ditujukan sebagai rangkuman dalam perurnusan masalah adalah:
a. Pada umur berapakah pembentukan kayu pada bibit tanaman Manii dan Mahoni
dalam keadaan normal, dalam artian tidak dilakukan perlakuan secara khusus?
b. Pemberian pupuk fosfat alarn dan FMA baik secara terpisah maupun dalam bentuk
kombinasinya dapat memperbaiki mutu bibit, namun apakah kedua perlakuan ini
signifikan, berapa besar dosis yang marnpu memberikan dampak percepatan yang
paling optimal pada kedua jenis tanaman tersebut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk fosfat alam dan FMA
terlladap pertumbuhan dan masa pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni.
Hipotesis
a. Penggunaan pupuk fosfat alam dapat memprcepat pertumbuhan dan masa
pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni.
b. Penggunaan FMA dapat mempercepat pertu~nbuhan dan masa pembentukan kayu
pada bibit Manii dan Mahoni.
c. Interaksi antara pupuk fosfat alam dan FMA dapat mepercepat pertumbuhan dan
masa pembentukan kayu pada bibit Manii dan Mahoni
Kerangka Penelitian
Kebutuhan akau bibit yang bermutu untuk
-.---.--- GNRHL semakin meningkat
!
+
1
1
1
1
L
_
_
._ _ _
- mempercepat proses obyektif guna mengetahui [image:21.533.24.464.9.720.2]pernbentukau kayu (Phospat kisaran usia bibit mulai
Gambar 1. Kerangka penlikiran penelitian
+
I
Informasi waktu pembentukan kayu masih belum lengkap untuk
masing-masing jenis tanaman
I
-
Berbatang Tunggal
Tinggi Minimal 30 cm Batang
Berkayu Bibit Sehat
-
PangkalTolok ukur batang sudah berkayu atau belum, masih
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai peng&uh kombinasi penggunaan pupuk fosfat alam dan
fungi mikoriza arbuskula ini diharapkan dapat memperkaya kasanah pengetahuan dan
memberikan masukan kepada masyarakat kehutanan umumnya, serta kepada para
peneliti dalam bidang pembibitan khususnya, dalam rnenentukan standar mutu bibit
yang berkualitas. Disisi lain informasi dari hasil penelitian ini lebih jauh dapat
memberikan masukan guna peningkatan mutu bibit khususnya jenis Manii dan Mahoni,
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Kayu
Struktur Kayu
Secara umum yang dimaksud dengan struktur kayu adalah kumpulan massa atau
elemen-elemen sel yang tersusun sedemikian rupa berdasarkan perbedaan bentuk,
ukuran serta fungsinya yang disebabkan oleh aktifitas kambium ke arah dalam batang
selama masa pertumbuhan (Wangaard, 1981).
Pengamatan terhadap struktur atau pun komponen sel-sel penyusun kayu dapat
dilakukan secara makroskopis, mikroskopis dan submikroskopis. Struktur yang dapat
diamati secara makroskopis adalah warna kayu, kayu teras, kayu gubal dan iingkaran
tumbuh. Karakter fisik lainnya yang clapat diamati meliputi rasa, bau, tekstur, kilau dan
serat. Pengamatan mikroskopis dapat dilakukan terhadap seluruh elemen penyusun kayu
beserta dimensinya serta saluran interseluler. Sedangkan pengamatan secara
submikroskopis dapat dilakukan pada struktur renik pada dinding sel kayu yaitu berupa
mikrofibril dan makrofibril (Haygreen & Bowyer, 1982).
Komponen Kimia Sel-sel Kayu
Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarurn
(sofiwood) terdiri dari tiga fraksi (Dirjen Kehutanan, 1976), yaitu : (1) fraksi
karbohidrat (holoselulosa) terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
,
(2) fraksi nonkarbohidrat yaitu lignin dan (3) fraksi yang diendapkan dalam kayu selama masa
pertumbuhan yang dinamakan zat ekstraktif. Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan
bahwa komponen penyusun unsur-unsur kimia dalam kayu terdiri dari karbon (50 %),
hidrogen (6 %), nitrogen (0,04 - 0,10%), dan abn (0,20 - 0,40%). Sisanya adalah
oksigen. Abu mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan
Peranan Unsur Hara dalam Pembentukan Kayu Tropis
Kandungan mineral pada kayu ternyata sangat rendah, yaitu hanya berkisar antara 0,2 -
1,0% (Larcher, 1980). Unsur kalsium (Ca) dan Kalium
(K)
merupakan unsur yangpaling banyak dijumpai pada abu kayu, yaitu hampir mencapai 50 % (Larcher, 1980)
Unsur lain yang juga merupakan komponen abu terbanyak adalah unsur P dan sisanya
merupakan unsur mikronutrien lainnya (Kramer & Kozlowski, 1960).
Organ-organ tumbuhan memiliki kandungan nutrien yang berbeda-beda (Larcher,
1980). Daun memiliki kandungan mineral terbanyak karena garam-garam hasil
evapotranspirasi terkonsentrasi pada organ tersebut. Cabang atau ranting yang kecil
memiliki kandungan mineral lebih banyak dibandingkan kayu yang sudah tua. Daerah
kambium diduga juga memiliki kandungan mineral yang tinggi namun belum ada data
yang mengungkapkan besarnya konsentrasi mineral pada organ tersebut (Kramer &
Kozlowski, 1960; Larcher, 1980).
. .
Pertumbuhan Pohon
Produksi Kayu dan Kulit
Kayu (xilem) terdapat di sebelah dalam selubung kulit yang terdiri dari lapisan dalam
(floem) dan lapisan pelindung kulit luar (kulit). Selama pohon tumbuh, pohon
menambahkan kayu yang baru sehingga memperbesar diameter batang dan cabang.
Selain itu pula kulit juga ditambahkan untuk mengganti kulit yang pecah dan
mengelupas ketika batang tumbuh membesar (Haygreen & Bowyer, 1982).
Pertumbuhan Primer dan Sekunder Batang
Pertumbuhan pohon dapat terjadi dalam dua arah, yaitu petumbuhan tinggi
(pertumbuhan vertikal) dan pertumbuhan diameter (pertumbuhan horizontal) (Harada &
Cote, 1984). Pertumbuhan meninggi dihasilkan oleh jaringan yang terdapat di pucuk
apikal dimana jaringan tersebut bersifat meristematik, yaitu akan terus membelah secara
berulang membentuk sel-sel baru. Jaringan tersebut dikenal sebagai meristem apikal
yang akan menghasilkan jaringari primer (Harada & Cote, 1984). Daerah pucuk apikal
dua daerah yaitu tunika dan korpus. Bidang tunika membelah secara antiklinal (tegak
lurus permukaan) sedangkan bidang pembelahan korpus ke segala arah (Mauseth, 1988).
Pertumbuhan diameter atau pertumbuhan sekunder berasal dari hasil kegiatan meristenl
lateral, yaitu yang disebut kambium vaskuler. Jaringan-jaringan yang dihasilkan
merupakan jaringan sekunder (Harada & Cote, 11984). Haygreen dan Bowyer (1982)
menyatakan bahwa prokambium merupakan satu jaringan primer yang berdiferensiasi
menjadi berkas-berkas vaskuler primer yang &an membentuk xilem primer dan floem
primer. Sebagian dari prokambium yang terletak di antara xiIem dan floem primer akan
berdiferensiasi menjadi kambium vaskuler. Proses selanjutnya merupakan pembentukan
kambium intervaskuler yang merupakan gabungan dari kambium vaskuler untuk
membentuk jaringan xilem dan floem sekunder.
Kambium Vaskuler
Kambium vaskuler terdiri dari suatu cincin selebar satu sampai beberapa sel
meristematik. Sel-sel penyusunnya terdiri dari dua macam, yaitu sel-sel yang panjang
dan ramping yang disebut inisial ksiform dan sel-sel yang pendek dan membulat yang
disebut inisial jari-jari. Sel-sel inisial fusiform akan membelah berulang-ulang
membentuk inisial kambium yang baru atau sel-sel xilem dan floe111 yang baru,
sementara inisial jari-jari akan membentuk jari-jari xilem atau floem atau pun inisial
jari-jari yang baru (Panshin & de Zeeuw, 1980).
Pembentukan xilem dan floem baru merupakan pembelahan secara periklinal, yaitu
pembelahan sejajar permukaan batang pada bidang tangensial. Sedangkan pembentukan
sel-sel inisial baru melalui pembelahan secara radial disebut sebagai pembelahan
antiklinal (Panshin & de Zeeuw, 1980).
Pembelahan Kambium
Sel-sel yang membelah secara periklinal &an membentuk dua macam sel, dimana satu
diantaranya masih tetap bersifat meristematik dan menjadi bagian dari kambium. Sel
berkembang ke arah radial dan mungkin akan membelah satu atau beberapa kali
sebelum berkembang menjadi elemen xilem atau floem dewasa. Pendewasaan sel-sel
meliputi pertambahan diameter dan panjang, serta pertumbuhan yang diikuti dengan
penebalan dinding sel dan akhirnya diikuti dengan proses lignifikasi. Disamping itu
pula, sel-sel inisial fusiform akan membelah secara antiklinal yaitu menurut bidang yang
tegak lurus dengan permukaan radial atau membelah secara miring menurut bidang
lintang dalam rangka pembesaran kambium (Harada & Cote, 1982; Fahn, 1995).
Pertambahan diameter batang pohon dapat terjadi akibat adanya pembelahan sel-sel
kambium ke arah dalam (xilem sekunder). Pertambahan diameter ini harus diimbangi
pula dengan adanya pertambahan keliling kambium. Faktor-faktor yang menentukan
terjadinya pengembangan keliling kambium antara lain adalah pertumbuhan diameter
inisial fusiform dan inisial jari-jari serta pertambahan jumlah sel-sel inisial jari-jari
(Haygreen & Bowyer, 1982).
Mikoriza
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara asosiasi fungi
(nyces) dan perakaran (rhyza) tumbuhan tingkat tinggi. Dalam hubungan ini cendawan
tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya, tetapi memberikan sesuatu
keuntungan kepada tanaman inang (host) dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan laimya dari tanaman inangnya (Setiadi, 1992).
Manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dengan adanya mikoriza ini antara lain:
meningkatnya penyerapan unsur hara, meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan,
dan tahan terhadap serangan patogen akar (Fakuara, 1988). Selain itu pula mikoriza
dapat menghasilkan hormon dan zat pengatur tumbuh (Setiadi, 1992).
Mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar berdasarkan struktur tubuh
dan infeksinya terhadap tanaman inang yaitu ektomikoriza, endomikoriza yang biasa
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Berdasarkan taksonominya, FMA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo
Glomales yang terbagi ke dalam 5 (lima) famili yaitu : Gigasporaceae, Glomaceae
Acaulosporaceae, Paraglomaceae, dan Archaeosporaceae Selanjutnya FMA ini
diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) genus yaitu: Archaeospora, Glomus, Sclerocystis,
Acaulospora, Entrophospora, Paraglomus, Gigaspora, dun Scutellospora (INVAM,
ZOOS).
Karakteristik yang dimiliki oleh FMA yaitu dijumpai adanya 2 (dua) organ khusus di
dalam jaringan akar yang terinfeksi yaitu arbuskula dan vesikel. Menurut Setiadi
(1992), arbuskula diduga berperan sebagai pemindah unsur hara, yaitu yang terjadi dari
lingkungan luar ke cendawan dan selanjutnya baru ke dalam sistem perakaran Yesikel
berbentuk oval dan menggelembung yang terdapat pada hifa. Struktur khusus ini
mengandung minyak dan kadang-kadang berbentuk globul tunggal yang besar dan pada
akar yang tua juga berfungsi sebagai spora istirahat.
Secara umum proses infeksi FMA pada akar tanaman terjadi melalui empat tahap yaitu
1) induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, 2) kontak antara hifa dan
permukaan akar yang menyebabkan terjadinya pengenalan dan pembentukan
apresorium, 3) penetrasi hifa ke dalam akar, dan 4) perkembangan struktur arbuskula
internal dan kemudian akan diikuti dengan proses simbiosis yang fungsional (Bonfante
& Perotto, 1995).
Peranan FMA dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman
Simbiosis antara tanaman dan FMA bersifat saling menguntungkan, dimana tanaman
mengirimkan 10-20% hasil fotosintesis untuk kegiatan pembentukan, pemeliharaan dan
pengaktifan struktur mikoriza dan sebaliknya tanaman memperoleh bantuan dalam
penyerapan unsur hara, terutama jika kondisi persediaan fosfor di tanah terbatas, maka
tanaman yang diinfeksi oleh FMA dapat menyerap lebih banyak P dibandingkan
Setiadi (1998) menyatakan bahwa FMA mempunyai kemampuan untuk berasosiasi
dengan hainpir 90% jenis tanarnan, sehingga dapat diaplikasikan secara luas baik pada
pertanian, hortikultura, perkebunan, kehutanan dan tanaman pakan ternak.
Biasanya tanaman yang bermikoriza mempunyai pertumbuhan yang lebili baik
dikarenakan status nutrisi tanaman tersebut dapat ditingkatkan atau diperbaiki (Setiadi,
1998 b). Adanya peningkatan pertumbuhan pada tanaman yang bermikoriza ini sering
dikaitkan dengan peningkatan serapan P pada tanaman. Bolan (1991) menyatakan
bahwa fosfor merupakan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman
bermikoriza. Selain itu pula, hifa eksternal FMA ini juga mampu mengangkut unsur
hara lain ke tanaman.
Pemupukan
Secara umum pemupukan dapat diartikan sebagai penambahan zat hara ke dalam tanah
(Hardjowigeno, 1989). Dengan adanya penambahan hara tersebut ke dalam tanah maka
dapat memberikan pengaruh yang baik pada pertukaran ion, memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan pertumbuhan dan juga daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit
(Sosrosoedarjo dan Rifai, 1982). Kegiatan pemupukan di persemaian dapat digunakan
untuk menghasilkan bibit yang berkualitas untuk ditanam di lapang.
Selanjutnya dalam kegiatan pemupukan, beberapa ha1 yang perlu diperhatikan adalah:
jenis tanaman, jenis tanah, jenis pupuk, dosis pupuk, waktu dan cara pemupukan
(Hardjowigeno, 1989).
Fosfat Alam
Fosfat alam dikenal juga dengan nama rock phosphate. Umumnya dijumpai dalam bentuk flour apatit dengan formula 3Ca(P04)2.CaF2 dan memiliki sejumlah komponen
minor seperti klorida, silika, bahan organik dan garam-garam metal seperti besi,
aluminium, magnesium dan lain-lain (Ayyer dan Akolkar, 2000). Fosfat alam
inerupakan sumber hara
P
dan bersifat dapat melepaskan fosfat secara lambat (slowMenurut Harjanto (1986), sumber fosfat di Indonesia terdiri dari fosfat gua dan batu
kapur terfosfatisasi yang umumnya dijumpai pada lokasi tertentu pada pegunungan
gamping atau dolomitik. Deposit yang sekarang mulai diusahakan dalam skala kecil
banyak dijumpai di Pulau Jawa, seperti di Jawa Barat (sekitar Bogor, Ciamis dan
Tasikmalaya), Jawa Tengah (daerah Kebumen dan Pati), Jawa Timur (sekitar Surabaya,
Lamongan, Tuban, Sampang, pulau-pulau sekitar Madura), Kalimantan (Banjarmasin),
Kepulauan Flores dan Papua dengan kandungan P205 berkisar antara 1% sampai 36%
(Kusartuti, 1987).
Kualitas pupuk fosfat alam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat mineralogi,
kelarutan, besar butir, kadar karbonat bebas, kadar PzOs total dan jenis deposit batuan
fosfat. Efektivitas penggunaan fosfat alam sangat ditentukan oleh reaksi kimia, ukuran
butir, sifat-sifat tanah, waktu dan cara aplikasi, takaran fosfat alam, jenis tanaman dan
pola tanam (Rajan et al, 1996). Penggunaan fosfat alam secara Iangsung tergantung dari jenis atau sumber fosfat alam dan jenis tanah. Menurut Mursidi (!987) berdasarkan
kelarutan mineral fosfat dan sifat tanah, maka Ca-P harus digunakan pada tanah masam,
sedangkan A1-P dan Fe-P atau (Ca, Al,
Fe)-
P harus digunakan pada tanah netral ataubasa. Disamping itu pula faktor lain yang mempengaruhi efektivitas dari fosfat alam
ini menumt %a dan Guissou (1996) dalam Muin (2003) adalab status mikoriza pada
tanaman. Tanaman yang diinokulasi dengan FMA akan memanfaatkan lebih banyak
fosfor larut yang berasal dari fosfat alam daripada tanaman yang tidak bermikoriza
(Antunes dan Cardoso, 1991).
Pengaruh Pemupukan Terhadap Simbiosis FMA
Pengaruh pemupukan terhadap perkembangan FMA sangat bervariasi tergantung pada
bermacam-macam faktor diantaranya kandungan bahan organik tanah, tingkat
kesuburan awal tanah, ketergantungan tanaman inang terhadap simbiosis FMA serta
Setiadi (1998) menyatakan bahwa pemberian pupuk fosfat dalam bentuk mudah larut
sering memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan FMA, sedangkan sebaliknya jika
menggunakan pupuk yang tidak mudah larut seperti batuan fosfat mempunyai efek yang
positif. Namun tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang demikian.
Faktor keseimbangan nutrisi dalam pupuk (pupuk seimbang) ternyata dapat
mempengaruhi respon tanaman terhadap FMA. Sukarno (1998) menyebutkan bahwa
pemberian pupuk N dan P yang tinggi secara individu kepada tanaman dapat berakibat
negatif terhadap pertumbuhan FMA. Namun jika diberikan dalam bentuk pupuk
seimbang (N-P-K) pada konsentrasi yang sama memberikan pengaruh yang lebih baik
dibandingkan jika aplikasinya secara individu.
Tinjauan tentang Maesopsis enzirrii Engl.
Maesopsis eminii Engl. termasuk ke dalam famili Rhamnaceae dan dikenal dalam dunia perdagangan sebagai Kayu Manii. Jenis ini tumbuh tersebar secara alami di daerah
tropika timur Afrika. Tanaman ini di Indonesia diintroduksi pertama kali di daerah
Jawa Barat (Badan Litbang Kehutanan Dan Perkebunan, 2000).
Jenis ini tumbuh baik pada ketinggian 100 - 1500 m di atas permukaan laut, dengan
curah hujan 1400 - 3600 mmltahun. Tumbuh baik pada solum tanah yang dalam, subur,
bebas genangan air, dan juga toleran terhadap tanah yang tidak subur, tanah berpasir dan
asam.
Bentuk pohon meranggas, tinggi mencapai 45 m dengan bebas cabang 213 tinggi total.
Kulit batang benvarna abu-abu pucat, beralur dalam, kulit dalam merah tua. Daun
sederhana, duduk daun saling berhadapan, panjang 6-15 cm dengan tepi daun bergerigi.
Tandan terdiri dari banyak bunga, sepanjang ketiak dam, panjang 1-5 cm. Bunga kecil
berkelamin ganda, mahkota putih kekuningan (Balai Besar Teknologi Perbenihan
Di Malaysia jenis ini memiliki dua periode musim berbunga yaitu pada bulan Februari -
Mei dan Agustus - September. Sedangkan musim buah masak di daerah Jawa Barat
terjadi pada bulan Juli - Agustus. Buah yang telah masak dicirikan oleh warna kulit
buah ungu kehitaman ( Balai Besar Teknologi Perbenihan, 2000).
Pengekstraksian benih dapat dilakukan dengan cara merendam buah di dalam air selama
satu hari dan pembersihan daging buahnya dilakukan dengan bantuan alat food
processor atau secara manual. Sisa daging buah yang menempel pada kulit benih harus
dibersihkan dengan sikat atau pasir untuk mencegah terjadinya serangan jamur.
Benih yang akan dikecambahkan, sebelum ditabur diberi perlakuan pendahuluan yaitu
dengan merendam benih di dalam larutan HzS04 (20 N) selama 20 menit untuk
meningkatkan daya berkecambahnya (Kumiaty, 1987). Benih dikecambahkan dengan
menggunakan media campuran pasir dan tanah 1 : 1 (vlv) yang telah disterilisasi.
Penyapihan bibit dapat dilakukan untuk kecambah normal yaitu setelah tumbuh
sepasang daun . Wadah bibit yaitu berupa kantong plastik berukuran 10 cm x 15 cm,
dengan medium carnpuran tanah, pasir dan kompos (7 : 2 : 1). Untuk mempercepat
pertumbuhan bibit dapat dilakukan pemupukan dengan NPK (5 g/l air) yang diberikan
setelah bibit berumur tiga minggu. Dosis yang digunakan yaitu sebanyak 1 sendok teh
per bibit dengan frekuensi pemberian 1 - 2 kali setiap dua minggu. Beberapa ha1 yang
perlu diperhatikan dalam melakukan penyapihan bibit yaitu :
(a) akar tanaman tidak boleh ada yang terlipat atau patah,
(b) bibit yang disapih hanya bibit yang sehat dan
(c) penyapihan hanya dilakukanpada waktu pagi atau sore hari.
Tinjauan tentang S~vietetzia mncroplzylla King
Swietenia macrophylla King termas.uk ke dalam famili Meliaceae dan dikenal di dunia
perdagangan sebagai kayu Mahoni. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian
luas secara alami atau dibudidayakan terutama di Asia bagian Selatan dan Pasifik dan
Afrika Barat (Badan Litbang Kehutanan Dan Perkebunan ,2000).
Pohon selalu hijau dengan tinggi antara 30-35 cm. Kulit berwarna abu-abu dan halus
ketika masih muda, berubah menjadi warna coklat tua, menggelembung dan mengelupas
setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar 35-50 cm, tersusun
bergantian, halus berpasangan, 4-6 pasang daun, panjangnya berkisar 9-18 cm. Bunga
kecil berwarna putih, panjang 10-20 cm, malai bercabang (Badan Litbang Kehutanan
Dan Perkebunan, 2000).
Musim berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun pada tegakan sejak berumur 10
-
15tahun, akan tetapi pembentukan buah akan menurun bila polinator (serangga) berkurang.
Pembentukan bunga sampai bwah masak memerlukan waktu 9-12 bulan. Biasanya
pembungaan terjadi pada saat pohon menggugurkan d a m atau pada saat daun baru
mulai m~mcul sesaat sebelum musiin hujan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
2001).
Ekstraksi benih dapat dilakukan dengan cara memecah buah, kemudian benih
dikeluarkan. Benih tersebut dibersihkan dengan memotong sayap benih pada bagian atas
(diusahakan tidak sampai merusak struktur bagian dalam benih). Benih ditaburkan
dengan cara berbaring rata dengan media atau ditanam berdiri 1-2 cm di dalam media.
Media yang dapat digunakan adalah pasir, tanah atau campurannya (1:1, 1:2).
Kelompok benih yang baik mutunya dapat mencapai daya berkecambah 90-
1 OO%.(Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).
Kadar air benih yang sesuai untuk penyimpanan berkisar 3-5%. Agar dapat
berkecambah dengan baik, maka setelah benih disimpan, diusahakan disemaikan di
bawah naungan berat. Biasanya bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan (Direktorat
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Litbang
Hutan Dan Konservasi Alam (P3H dan
KA),
Laboratorium Biologi Tanah DepartemenTanah Institut Pertanian Bogor, dan di Laboratorium Silvikultur BIOTROP Bogor.
selama 6 (enam) bulan, mulai September 2006 sampai Maret 2007.
Bahan dan AIat
Bahan penelitian yang digunakan adalah benih Manii dan Mahoni yang berasal dari
Balai Teknologi Perbenihan Bogor, media tanah Oxisol yang diambil pada kedalaman
0 - 20 cm dari Arboretum Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, inokulum
FMA Glonzus sp BA 13 koleksi Laboratorium Mikrobiologi Puslitbang Hutan Dan
Konservasi Alam, Bogor, pupuk fosfat alam yang berasal dari Citeureup Bogor, pupuk
dasar yaitu pupuk tunggal dalam bentuk Urea, Sp 36 dan KCI, polybag ukuran 10 cm x
15 cm, bahan kimia untuk pembuatan preparat mikrotom dan pewarnaan alcar : larutan
FAA (Formalacecic acid) 1%, safani~z 2%, aquadest, alkohol lo%, 30%, 50%, 70%, 96
%, xylol mumi, entkellan, HCI 2%, KOH lo%, HzOz, asam laktat 90%, gliserol 87%
dan acidfuchsin.
Alat-alat yang digunakan adalah bak kecambah ukuran 100 cm x 60 cm, ayakan tanah
ukuran 2 mm, mistar, kaliper, gembor, tabung bekas rol film, pinset, scalpel, cawan
petri, kaca obyek, kaca penutup, erlenmeyer, mikrotom penyayat, gunting, mikroskop
binokuler dan mikroskop compound, neraca analitik Ohaus Analytical Plus, oven,
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan percobaan Faktorial dengan rancangan
Acak Lengkap. Faktor-faktor yang dicobakan yaitu penggunaan pupuk fosfat alam
sebanyak 3 (tiga) taraf dan dosis inokulum FMA 3 (tiga) taraf. Seluruh percobaan
diulang 30 (tiga puluh) kali. Perlakuan yang diberikan terdiri dari :
a. Dosis pupuk fosfat alam (P) terdiri dari 3 (tiga) taraf, yaitu :
Po = tanpa pupuk fosfat alam
P, = dosis pupuk fosfat alam 0.50 glpolybag P2 = dosis pupuk fosfat alam 1 .OO glpolybag
b. Dosis inokulum FMA (M) terdiri dari 3 (tiga) taraf, yaitu :
Ma = tanpa pemberian FMA
MI = dosis FMA 2.5 glpolybag (setara dengan 50 spora) Mz = dosis FMA 5.0 glpolybag (setara dengan 100 spora)
Model rancangan menurut Gomez & Gomez (1986) adalah sebagai berikut :
Yijk = U
+
Ai+
B,+
(AB),j.+
EjjkDimana :
Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh pengaruh
pemberian inoku!um FMA taraf ke-i dan pemberian pupuk fosfat alam taraf ke-j
U = nilai rataan umum
Ai = pengaruh pemberian inokulum FMA taraf ke-i. i = 1,2,3 B, = pengaruh pemberian pupuk fosfat alarn taraf ke-j, j= 1,2, 3
ABij = pengaruh interaksi pemberian inokulum FMA taraf ke-i dan pemberian pupuk fosfat alam taraf ke-j.
EVk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh pengaruh pemberian inokulum FMA taraf ke-i dan pupuk fosfat alam taraf ke-j
Dengan ulangan masing-masing perlakuan sebayak 30 (tigapuluh) bibit tanaman,
maka jumlah seluruh unit percobaan untuk masing-masing jenis tanaman adalah
Pelaksanaan Percobaan
Inokulasi Bahan Tanaman
a. Persiapan benih
Benih Manii dan Mahoni yang akan dikecambahkan diseleksi terlebih dahulu
dengan cara memilih biji yang memiliki ukuran yang relatif sama besar dan
bentuknya baik. Untuk benih Manii perlakuan pendahuluan yang diberikan yaitu
dengan merendam benih dalam air dingin selama 24 jam Sedangkan untuk benih
Mahoni tidak memerlukan perlakuan pendahuluan, jadi langsung ditabur (Badan
Litbang Kehutanan Dan Perkebunan, 2000).
b. Penyiapan media perkecambahan
Media untuk perkecambahan benih Manii dan Mahoni yaitu berupa campuran
pasir dan tanah 1:1 (14v) yang telah terlebih dahulu disterilisasi. Benih Manii dan Mahoni kemudian ditaburkan pada media perkecambahan. Apabila benih
sudah mulai berkecambah yaitu ditandai dengan munculnya sepasang daun,
maka dilakukan pemindahan ke media sapih.
c. Penyiapan media sapih
Media sapih yang digunakan yaitu jenis tanah Oxisol yang telah diayak dan dibersihkan dari kotoran berupa ranting, daun atau batu. Sterilisasi media
dilakukan dengan cara memasukkan tanah tersebut ke dalam steamer dan proses ini memakan waktu sekitar 7 (tujuh) jam. Media untuk penyapihan dimasukkaxi
ke dalam masing-masing polybag lebih kurang sebanyak 600 g, kemudian diberi
pupuk dasar dalam bentuk pupuk tunggal yaitu 0.0125 g SP36, 0,0292 g KC1 per
polybag yang setara dengan 15 kg per Ha Pz05 dan 50 kg per Ha KzO. Urea diberikan sebanyak 0.0130 g setara dengan 20 kg per Ha N. Media sapih
kemudian ditutup dan dibiarkan selarna 3 (tiga) hari.
d. Inokulasi FMA
yang diberikan sebanyak 2,5 glpolybag dan 5.0 glpolybag sesuai dengan
perlakuan.
e. Pemberian pupuk fosfat alam
Pemberian pupuk fosfat alam dilakukan dengan cara menaburkan pupuk ke
dalam media sapih sebelum dilakukan penyapihan. Dosis yang dipakai sebesar
0.50 glpolybag dan 1.00 glpolybag sesuai dengan kombinasi perlakuan yang
diberikan. Kegiatan ini dilakukan bersamaan waktunya dengan pemberian
inokulum FMA.
f. Penyapihan
Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyapihan yaitu a k a
tanaman tidak boleh terlipat atau patah, bibit yang disapih hanya bibit yang
sehat, dan penyapihan dilakukan pada pagi atau sore hari. Penyulaman bibit
yang mati dapat dilakukan dalam kurun waktu seminggu setelah tanam (1 MST).
g. Pemeliharaan bibit
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan penyiangan, penyiraman dan
pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan untuk menjaga
ketersediaan air bagi tanaman, dilakukan sekali dalam dua hari tergantung
kondisi kelembaban pada media tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan
mencabut gulma yang tumbuh pada media tumbuh. Sedangkan untuk mencegah
terjadinya serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan
insektisida dan fungisida.
Pemeriksaan anatomi jaringan batang anakan
a. Pembuatan contoh uji
Contoh uji diambil sebanyak 3 (tiga) bibit dari masing-masing perlakuan.
Pengambilan contoh dilakukan setiap selang umur bibit 2 (dua) MST sampai
terjadi pembentukan kayu pada bibit. Pembuatan contoh uji dilakukan dengan
irisan dilakukan pada ketinggian lebih kurang 113 dari tinggi bibit. Selanjutnya
potongan batang tersebut dijadikan preparat mikrotomnya dengan mengacu pada
metode Sass (1958).
b. Parafinasi
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memasukkan parafin ke dalam rongga pada
jaringan kayu (bibit). Parafin yang digunakan yaitu parafin keras.
c. Pembenaman (Enzbeddiizg)
Pembenaman merupakan penyimpanan materi ke dalam parafin dengan tujuan
untuk memudahkan dalam penyayatan tanpa merusak jaringan. Pembenaman
dilakukan di dalam cetakan parafin yang berisi parafin cair. Potongan contoh uji
segera dimasukkan ke dalam cetakan sebelum parafin tersebut mengeras. Arah
dari contoh uji dapat diatur dengan menggunakan pinset yaitu disesuaikan
dengan arah potongan yang diinginkan. Setiap contoh uji tersebut diberi label
dan dikeluarkan dari cetakan setelah parafin mengeras.
d. Penyayatan
Balok parafin yang telah berisi potongan contoli uji ditempelkan pada penjepit
yang terdapat pada mesin mikrotom Penjepit tersebut dapat diatur sehingga
permukaan contoh uji dapat dibuat sejajar dengan pisau penyayat. Pengaturan
ini diperlukan agar dapat diperoleh hasil sayatan yang sesuai dengan yang
diinginkan.
e. Pe~varnaan (Stairzing)
Pewarnaan dilakukan dengan tujuan agar bagian-bagian tertentu pada sel terlihat
lebih menonjol, sehingga akan mempermudah dalam pengamatan. Bahan
pewarna yang digunakan adalah Safranin 2% yang dilarutkan di dalam aquades.
Perendaman sayatan di dalam larutan pewarna dilakukan minimal selama 8
f. Penjernihan (Clenrirtg) dan Pengeringan
Proses penjernihan dimaksudkan untuk menghilangkan zat pewrarna (safranin)
yang berlebihan pada jaringan sehingga mempermudah dalam pengamatan.
Proses ini dilakukan dengan mencelupkan jaringan yang telah diberi pewarna ke
dalam larutan alkohol dan xylol. Secara lengkap proses penjernihan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.
Zat Pewarna
I
Alkohol 10% (I 0 menit)
1
(
Xylol Murni (10 menit)(
Alkohol Absolut PA (1 0 menit)
Garnbar 2. Proses Penjernihan Contoh Uji
g. Penempelan Sayatan (Mountirzg)
Setelah dilakukan proses penjemihan, sayatan contoh uji kemudian ditempelkan
pada kaca obyek kemudian diteteskan perekat enthellan dan ditutup dengan kaca
penutup agar sayatan melekat dengan sempurna, kaca obyek diletakkan pada alat
pemanas.
h. Pengukuran
Pada pengamatan sayatan contoh uji secara mikroskopis ini dilakukan
pengukuran terhadap proporsi sel penyusun jaringan xilem, floein, kambium dan
i. Pewarnaan akar
Pewarnaan akar dilakukan untuk mengetahui persen infeksi FMA. Kegiatan ini
dilakukan pada setiap waktu pengambilan sampel (setiap 2 minggu). Contoh
akar diambil dengan menggunakan alat cork-borer. Contoh akar yang telah
diambil diwarnai (distaining) dengan prosedur yang dilakukan di Pusat
Penelitian Bioteknologi IPB Bogor, yang merupakan modifikasi metode Phillip
dan Hayman (1970) sebagai berikut : Akar dari bibit yang sudah diambil dicuci
dengan air biasa sampai bersih. Bagian akar yang masih mudatserabut diambil
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian diberi larutan KOH 10%
ditunggu sampai akar benvarna kuning bersih. Larutan KOH tersebut dibuang.
Jika akar masih benvama gelap ditambahkan larutan alkalin H202, kemudian
dibilas dengan air, lalu direndam dalam larutan HCl 5% selama beberapa menit.
Tahap berikutnya larutan tersebut dibuang dan ditambahkan larutan lactophenol
acid fuchsin. Kemudian dipanaskan pada suhu 85 OC selama 20-30 OC. Larutan
staining kemudian dibuang dan dicuci dengan air. Kemudian aka-aka tersebut
diletakkan di dalam cawan petri dan dibilas dengan larutan glyceral lactic acid
atau lactophenol. Selanjutnya akar dipotong-potong sepanjang 1 cm kemudian
disusun pada kaca obyek (setiap kaca obyek terdiri dari 10 potong akar), dan
diamati di bawah mikroskop compound dengan perbesaran 100 x. Jumlah a k a
yang terinfeksi dari 10 potong akar tersebut dicatat. Persentase akar. yang
terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :
Contoh a k a yang terinfeksi
Akar terinfeksi (%) =
x
100%Seluruh contoh akar yang diamati
Pengukuran dan Pengamatan Parameter
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi parameter pertumbuhan dan
pengamatan anatomi jaringan bibit untuk melihat saat terbentuknya kayu.. Secara rinci
parameter-parameter yang diukur serta waktu pengamatannya disajikan pada Tabel
1
Tabel 1. Paramater yang Dianlati serta Waktu Pengamatan
Teknik pengukuran yang dilakukan untuk masing-masing parameter yang diamati adalah
sebagai berikut:
a. Tinggi bibit
Pengukuran tinggi bibit dilakukan mulai titik bekas kotiledon hingga titik Waktu Pengamatan
2 MST - 14 MST 16 MST No
1 2
tertinggi (meristem apikal) pada batang. Pengukuran tinggi bibit dilakukan
setiap dua minggu sekali selama masa pengamatan. Parameter
Tinggi, Diameter, Anatomi, Persen infeksi Akar Tinggi, Diameter, Anatomi, BKT, NPA, Kekokohan Bibit, Persen Infeksi Akar, Serapan hara, RFMD
b. Diameter batang
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper.
Pengukuran diameter dilakukan pada bagian batang di atas kotiledon (113 tinggi
bibit). Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali selama masa pengamatan.
c. Bcrat kering total (BKT)
Nilai berat kering total diperoleh dengan melakukan penimbangan biomassa
bibit yang telah dioven selama 48 jam pada suhu 7 0 ' ~ . Nilai tersebut dinyatakan
dalam satuan gram.
d. Nisbah pucuk akar (NPA)
Nilai ini menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan
bagian akar bibit.
e. Nilai kekokohan bibit
Nilai kekokohan bibit diperoleh dengan membandingkan tinggi dan diameter
f. Persen infeksi FMA
Pengukuran persen infeksi ini dilakukan pada setiap selang waktu 2 (dua)
minggu bersamaan dengan saat pengambilan contoh uji untuk pembuatan
preparat mikrotom. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan uji pewarnaan
akar, sehingga dapat diketahui persen infeksi mikoriza terhadap akar.
g. Indeks mutu bibit (IMB)
Indeks mutu bibit diukur berdasarkan persamaan (Bickelhaupt, 1980 dalarn
Hendromono, 2005) :
Indeks Mutu Bibit (Q) = BK pucuk (g)
+
BK akar (g)(Tinggi bibit (cm) I BK pucuk
Tinggi bibit (cm) ' BK akar (cm))
Bibit yang baik dan mampu bertahan hidup di lapangan jika memiliki nilai
Q > 0,09.
h. Relativefield inycorrhiza dependency (RFMD)
Nilai RFMD menunjukkan tingkat ketergantungan suatu tanaman terhadap FMA
pada suatu tingkat kesuburan tanah tertentu dan dinyatakan dalam persen.
Rumus RFMD menurut Hettrick dan Wilson (1993) adalah sebagai berikut :
BK Tanaman dg mikoriza
-
BK tanaman tanpa mikorizaNilai RFMD = X 100%
i. Analisa jaringan
Analisa jaringan dilakukan untuk mengetahui kandungan dan serapan unsur hara
makro (N, P, Ca
,
Mg dan K) serta unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn) akibatpenggunaan mikroorganisme.
j. Pembentukan kayu
Pengamatan pembentukan kayu dilakukan dengan cara mengambil contoh uji
masing-masing bibit setiap 2 (dua) minggu sekali dan dilakukan pemeriksaan
anatomis jaringannya yang meliputi pembentukan prokambium, empulur, xilem
dan floem.
k. Karakteristik sifat fisik dan kimia tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan pada awal dan akhir masa
penelitian.
Analisis Data
Untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh faktor-faktor pertumbuhan yang
meliputi pupuk dan FMA, terhadap variabel pengamatan dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif. Untuk membandingkan faktor-faktor tersebut akan
digunakan analisis ragam (variance analysis). Sedangkan untuk mengetahui pola pertumbuhan dari paramater yang diamati seperti diameter batang dan tinggi tanaman,
terhadap waktu, akan dilakukan analisis dengan regresi. Untuk membantu perhitungan
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Berdasarkan serangkaian aktivitas sesuai dengan metodologi yang telah dijelaskan pada
bab terdahulu, maka secara
runtun
hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian iniadalah sebagai berikut:
Tinggi Batang
Hasil pengamatan tinggi batang serta analisisnya, baik untuk tinggi batang anakan
Manii dan Mahoni, adalah sebagai berikut.
Tinggi Batang Manii
Hasil p e n e a n rata-rata tinggi anakan Manii mulai dari urnur 2 hingga 16 Minggu
Setelah Tanam (MST) disajikan pada Gambar 3.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu (MST)
Gambar 3. Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii
Secara umum pertumbuhan tinggi batang anakan Manii hingga umur 16 MST
menunjukkan pola yang relatif sama, yakni tak linear. Pertumbuhan anakan Manii
dengan perlakuan M2P2 sejak urnur 8 MST menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bahkan mulai umur 12
rataan tinggi perlakuan M2P1 dan M2PO menunjukkan pertumbuhan yang relatif paling
rendah
Untuk mengetahui lebih rinci pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi anakan
Manii, pada Gambar 4 diperlihatkan sebaran pertumbuhan tinggi batang anakan Manii
sebagai respon perlakuan yang diberikan. Gambar ini merupakan Boxplot yang lazim
digunakan untuk melihat sebaran data, posisi nilai tengah (rataan), simpangan data dan
untuk mengetahui adanya pengamatan ekstrim atau pencilan (outlier.). Secara visual
terlihat bahwa setiap kombinasi perlakuan menunjukkan pola yang berbeda-beda (tak
linear). Tampak bahwa perlakuan M2P2 menunjukkan rataan respon yang paling tinggi,
sedangkan kombinasi perlakuan M2P1 menunjukkan ha1 sebaliknya.
Posphat
m
00 1
Micorhiza
Gambar 4. Boxplot Respon Tinggi Anakan Manii Umur 16 MST
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat signifikansi perbedaan rataan tinggi anakan
Manii pada umur 16 MST, dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan Analisis
Ragam, yang hasilnya dicantumkan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian analisis
ragam, pengaruh interaksi perlakuan M dan P terhadap pertumbuhan tinggi anakan
Manii sangat nyata (p=0.001). Hal ini membuktikan bahwa efek perlakuan FMA
terhadap tinggi batang berbeda-beda pada dosis fosfat yang berbeda. Akibatnya
taraf-taraf perlakuan pada masing-masing perlakuan tidak layak untuk diperbandingkan
satu sama lain, meskipun memiliki pengaruh yang nyata (Gomez & Gomez 1986).
Tabel 2. Hasil Analisis Ragarn Tinggi Batang Anakan Manii
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Manii
Untuk mengetahui pola pertumbuhan tinggi batang Manii selarna kurun waktu
pengamatan dilakukan analisis regresi, hasilnya ditampilkan pada Gambar 5 (Gambar
5a-Gambar 59. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa secara m u m pola
pertumbuhan batang Manii mengikuti pola polinomial berderajat tiga (kubik). Pada
umur hingga 12 MST pola pertumbuhan terlihat menaik secara cepat, setelah memasuki
umur 13 MST pertumbuhan tinggi batang mulai melambat, seperti kurva sigmoid yaitu
kurva berbentuk huruf S.
Sumber Keragaman
M P
M ' P Galat Total Jumlah Kuadrat 670,784 1107,154 3003,031 9591.333 160338,750 Derajat Bebas 2 2 4 72 81
Minggu Setelah Tanam Minggu Setelah Tenam
50
E
-
c2
: ro.
m t " " F 20.
1 0 ,