• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013 - USD Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE

DDD (DEFINED DAILY DOSE) PADA PASIEN RAWAT INAP DI

BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO PADA PERIODE

FEBRUARI – JULI 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

A.A. Sagung Intan Kartika Wardhana NIM : 108114086

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

Persetujuan Pembimbing

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE

DDD (DEFINED DAILY DOSE) PADA PASIEN RAWAT INAP DI

BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO PADA PERIODE

FEBRUARI – JULI 2013

Skripsi yang diajukan oleh : A.A. Sagung Intan Kartika Wardhana

NIM : 108114086

telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

(Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.)

(3)

Pengesahan Skripsi Berjudul

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE DDD (DEFINED DAILY DOSE) PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO PADA PERIODE

FEBRUARI – JULI 2013

Oleh :

A.A. Sagung Intan Kartika Wardhana NIM : 108114086

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal:

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt)

Panitia Penguji : Tanda tangan

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Om Dewa suksma parama acintya ya namah swaha

Sarwa karya prasidhantam

Om santih santih santi Om

Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur tangan Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu

bersabarlah seyakin mungkin.

Ku persembahkan skripsi ini untuk :

Tuhan ku “Ida Sang Hyang Widhi Wasa”, sebagai pelindung dan sumber kekuatanku . . .

Papa dan Mama tercinta sebagai motivator terbesar dalam hidupku . . .

Suryadipta Wardhana adikku dan keluarga besar yang selalu memberi dukungan dan doa . . .

Ibu Aris Widayati yang selalu membimbing dengan sabar . . .

Anak Agung Dwi Wiranata penyemangatku . . .

Sahabat dan teman-teman seperjuangan Muniel, Rere, Defi, Odek, dan Putri . .

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : A.A. Sagung Intan Kartika Wardhana

Nomor Mahasiswa : 108114086

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Metode DDD (Defined Daily Dose) Pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada Periode Februari – Juli 2013 “

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberika royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 8 April 2014

Yang menyatakan

(6)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Metode DDD (Defined Daily Dose) Pada Pasien Rawat Inap di

Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada Periode Februari – Juli

2013 “ dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya selama ini. 2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., sebagai Dosen Pembimbing

Utama skripsi ini atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt., Ph.D., sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

(7)

6. Pak Tarno sebagai Kepala Rekam Medis Rumah Sakit Panti Nugroho, dan Mas Ari yang telah memfasilitasi penulis dalam pengambilan data. 6. Bu Sisca sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Nugroho

yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data.

7. Mama, Papa, Ajung, Nini, Tuwayah, Tante-tante dan Om tercinta yang tidak putus-putusnya mendoakan dan memberi dukungan hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan baik.

8. Agung Dwi Wiranata penyemangatku yang selalu setia menemani dan memberikan masukan positif.

9. Mba Nimas, Mba Kar dan sahabat seperjuangan Muniel, Rere, Defi, Putri, Odek, dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas cinta kasih pertemanan kalian hingga saat ini.

10.Seluruh warga FKK angkatan 2010 kelas C dan semua teman Farmasi USD atas semngat kebersamaan dan keceriaan selama menempuh S1 di Fakultas Farmasi Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti menerima kritik dan saran yang membatu dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 18 Januari 2014

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul ”Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Metode DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada

Periode Februari-Juli 2013”, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Januari 2014

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...………...………...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...………...iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA...v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...iv

INTI SARI...xv

ABSTRACT...xvi

BAB I. PENGANTAR...1

A. LATAR BELAKANG...1

1. Perumusan masalah...5

2. Keaslian penelitian...5

3. Manfaat penelitian...9

B. TUJUAN PENELITIAN...9

a. Tujuan umum ...9

b. Tujuan khusus...9

(10)

A. PENELAAHAN PUSTAKA...11

1. Definisi antibiotika ...11

2. Klasifikasi antibiotika berdasarkan daya kerjanya ... 11

3. Klasifikasi antibiotika berdasarkan mekanisme aksinya... 12

4. Klasifikasi antibiotika berdasarkan sifat farmakokinetiknya...20

5. Penggunaan antibiotika pada anak...21

6. Strategi pemakaian antibiotika yang rasional ...22

7. Resistensi antibiotika ...26

8. Jenis antibiotika untuk anak yang perlu mendapat perhatian...27

9. Penilaian kuantitas penggunaan antibiotika ...28

10.DDD bagi pediatri ...30

B. Keterangan Empiris ...31

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ...32

1. Jenis dan rancangan penelitian ...32

2. Variabel ...32

3. Definisi operasional ...32

4. Bahan penelitian ...34

5. Alat atau instrumen penelitian ...35

6. Tempat pengambilan data ...36

7. Tata cara penelitian ...36

(11)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Pola Penyakit ... 44

B. Pola Peresepan Antibiotika ... 46

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Defined Daily Dose (DDD) ... 52

D. Rangkuman Pembahasan ... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 67

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Daftar Pasien anak yang Menerima Peresepan Antibiotika dan Lama Rawat Inap atau LOSnya ...40

Tabel II. Contoh Perhitungan Jumlah Gram Antibiotika dibagi

DDD WHO Setiap Pasien...41

Tabel III. Jumlah Pasien berdasarkan Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013...44 Tabel IV. Frekuensi dan Persentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien

Rawat Inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotikanya...47 Tabel V. Frekuensi dan Persentase Pemakaian Bentuk Sediaan Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 ...49 Tabel VI. Nilai DDD 100 patient-days Untuk Masing-Masing Jenis

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Strategi Pengobatan Penyakit Infeksi ... 25 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Pasien Anak Laki-laki dan Perempuan yang

Menerima Antibiotika di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 dengan N=216...42 Gambar 3. Jumlah Pasien Anak yang Menerima Antibiotika Berdasarkan Umur

di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 dengan N=216...43 Gambar 4. Distribusi Rute Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 dengan N=374 ... 50 Gambar 5. Distribusi Aturan Pemakaian Antibiotika di Bangsal Anak Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 dengan N=374 ... 51 Gambar 6. Distribusi Jumlah Pasien berdasarkan Lama Penggunaan Antibiotika

di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 dengan N=216 ... 51 Gambar 7. Distribusi Jumlah Pasien Anak Berdasarkan Lama Rawat Inap di

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

INTISARI

Kelompok anak lebih sering sakit karena anak memiliki daya tahan tubuh yang lebih rentan daripada orang dewasa. Ada kesulitan klinisi untuk dapat membedakan penyebab dari infeksi selain bakteri, merupakan alasan utama diberikannya antibiotika pada hampir semua anak yang menderita demam. Tingginya peresepan antibiotika pada anak dapat menyebabkan anak berisiko menerima antibiotika yang tidak tepat. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat memicu terjadinya resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika dari segi kuantitas dengan metode DDD (Defined Daily Dose) pada pasien anak rawat inap di RS Panti Nugroho.

Evaluasi dilakukan dengan rancangan studi cross-sectional, dan termasuk penelitian non eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif. Data diambil secara retrospektif dari lembar catatan medik pasien anak di RS Panti Nugroho selama periode Februari-Juli 2013. Data yang diambil meliputi profil pasien, diagnosis, dan peresepan antibiotika. Data dianalisis secara deskriptif meliputi pola penyakit, pola peresepan antibiotika, dan kuantitas penggunaan antibiotika dengan perhitungan rumus DDD.

Dari 216 catatan medik, didapatkan total penggunaan antibiotika sebesar 31,21 DDD 100 patient-days dengan nilai DDD terbesar adalah amoksisilin yaitu 11,0. Nilai DDD ini apabila dibandingkan dengan standar DDD WHO menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika masih belum rasional dari aspek kuantitasnya. Oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan kerasionalan penggunaan antibiotika di rumah sakit ini. Juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakselektifan penggunaan antibiotika di RS Panti Nugroho.

(16)

ABSTRACT

Antibiotics are commonly prescribed for pediatric patients. Physican’s concern regarding the cause of their patient’s infection whether it is bacterials or viruses becomes the main reason of physician to prescribe antibiotics for pediatric patients. The use of antibiotics inappropriately may lead to antibiotic resistance. The objective of this study is to evaluate the use of antibiotics in terms of their quantity in prescriptions of pediatric patients hospitalized at Panti Nugroho Hospital. The quantity of antibiotics in this study was calculated using the DDD (Defined Daily Dose) method.

This is a descriptive quantitative study with a cross-sectional design using retrospective approach. The data was collected from the patient's medical record sheets during the period of February to July, 2013. The data includes profiles of patients, diagnoses, and antibiotic prescriptions. The data was analysed using descriptive statistics.

There are 216 datasets. The total value of DDD 100 patient-days of the whole antibiotics in the datasets is 31,21. The antibiotic with highest DDD value is amoxicilline i.e.: 11,0. These DDD values are higher than the WHO standard value. These results indicate that the use of antibiotics in Panti Nugroho Hospital is not yet appropriate. Therefore, any efforts are required to improve the use of antibiotics in this hospital. Further study is also needed to explore factors affecting antibiotic prescriptions for pediatric patients in this hospital.

(17)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan antibiotika yang pesat, penggunaan antibiotika semakin berpotensi tidak tepat. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat atau sering disebut tidak rasional, akan memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang utama dari penggunaan antibiotika yang tidak tepat adalah meningkatnya kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotika (Okzurt et al, 2005). Pada masa ini, fenomena resistensi antibiotika telah menjadi masalah global di dunia karena penggunaan antibiotika yang tidak benar dan tidak semestinya. Lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotika (WHO, 2006). Penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap mencapai 23-28%. Dari persentase tersebut, 20-65% penggunaannya dianggap tidak tepat (Widodo, cit., Lestari dkk, 2011). Penulisan resep dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kejadian resistensi antibiotika. Dampak dari resistensi antibiotika adalah pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan mortalitas pasien dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan (Kemenkes, 2011).

(18)

(Dinkes DIY, 2012). Selain itu juga, berdasarkan data 10 besar penyakit anak tahun 2012 di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, penyakit infeksi diantaranya diare, demam dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masuk kedalam 5 besar penyakit terbanyak (Dinkes Sleman, 2013).

Peresepan antibiotika lebih sering ditujukan kepada anak, karena anak merupakan salah satu kelompok terbesar pengidap penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2011). Tingginya peresepan antibiotika untuk anak menyebabkan anak berisiko mendapatkan antibiotika yang kurang tepat. Penggunaan antibiotika pada anak memerlukan perhatian khusus karena ada beberapa dasar perbedaan penggunaan antibiotika untuk anak dengan orang dewasa misalnya terkait volume distribusi obat dalam tubuh, eliminasi maupun waktu paruhnya (IDAI, 2008). Selain itu juga, kekhawatiran klinisi tidak dapat membedakan infeksi dari penyebab lain selain bakteri misalnya virus, merupakan alasan utama klinisi memberikan antibiotika pada hampir semua anak yang menderita demam (Farida dkk, 2008).

(19)

perawat di asuhan keperawatan dan akan diberikan kepada pasien yaitu sebesar 89,47% (Yuniftiadi dkk, 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Borong (2012), di Rumah Sakit M.M Dunda Limboto, Gorontalo, ditemukan ketidaktepatan dosis penggunaan antibiotika untuk penyakit Gastroenteritis Acut (GEA), pneumonia, dan demam tifoid pada pasien anak sebesar 49,02 %. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak terutama pada aspek tidak tepat indikasi dan dosis.

Penggunaan antibiotika yang rasional adalah penggunaan antibiotika yang harus memenuhi tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan meminimalkan efek samping obat (ESO) yang ditimbulkan (WHO, 2001). Tujuan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) tahun 2011 yaitu ”Meningkatkan Kesadaran Seluruh Pemangku Kepentingan dan Komponen Masyarakat Mengenai Dampak

Resistensi Kuman Akibat Penggunaan Antibiotik yang tidak Tepat” (Kemenkes RI, 2011). Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh farmasis terkait hal itu adalah dengan melakukan evaluasi penggunaan obat yang rasional khususnya antibiotika. Cara yang bisa dilakukan antara lain dengan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotika dan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotika di rumah sakit.

(20)

Daily Dose) (WHO, 2003). Penelitian ini menggunakan metode Defined Daily Dose (DDD) 100 patient-days yang dikeluarkan oleh World Health Organization

(WHO). Peneltian dilakukan di Rumah Sakit Panti Nugroho Sleman, karena ingin melihat kuantitas penggunaan antibiotika pada anak menggunakan model rumah sakit swasta yang ada di Yogyakarta. Rumah Sakit Panti Nugroho dipilih karena informasi mengenai pengurusan perizinan penelitian di rumah sakit ini cukup jelas. Selain itu, berdasarkan informasi dari Puskesmas Kecamatan Pakem, Sleman, penyakit infeksi telah mendominasi 10 besar penyakit terbanyak pada anak di wilayah Pakem. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan karena Rumah Sakit Panti Nugroho berada di wilayah tersebut, sehingga kemungkinan kasus infeksi pada anak banyak ditangani di rumah sakit tersebut. Pertimbangan lain yaitu di Rumah Sakit Panti Nugroho terdapat bangsal khusus anak, sehingga data yang tersedia akan mendukung terlaksananya penelitian ini. Ketiga pertimbangan tersebut membuat Rumah Sakit Panti Nugroho dipilih menjadi lokasi penelitian.

(21)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, didapat tiga rumusan masalah dalam penelitian ini terkait penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho periode Februari-Juli 2013. Tiga rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Seperti apakah pola penyakit pasien anak yang menerima peresepan antibiotika di bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho selama periode Februari – Juli 2013 ?

b. Seperti apakah pola peresepan antibiotika pada pasien anak yang menerima antibiotika di bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho selama periode Februari – Juli 2013 ?

c.Seperti apakah gambaran kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho selama periode Februari – Juli 2013 yang dihitung dengan metode DDD 100 patient-days ?

2. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran pustaka diketahui telah banyak penelitian serupa yang pernah dilakukan dan dipublikasikan. Berikut adalah penelitian-penelitian serupa beserta perbedaan-perbedaannya dengan penelitian ini.

(22)

cross-sectional . Penelitian dilakukan di bangsal penyakit dalam. Penggunaan antibiotika dievaluasi secara kuantitatif dengan sistem ATC/DDD dan kualitatif menggunakan metode Gyysens. Hasil yang diperoleh dari 105 peresepan adalah terbanyak seftriakson yaitu 38,955DDD/100pasien-hari dengan kode ATC J01DD04 sedangkan yang paling sedikit gentamisin yaitu 0,507DDD/100pasien-hari dengan kode ATC J01DH02. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada tempat dan lokasi penelitian, periode penelitian, serta metode yang digunakan. Pada penelitian Lestari dkk (2011) menggunakan metode DDD dan Gyysens. Pada penelitian di RS Panti Nugroho ini hanya menggunakan metode DDD.

(23)

menerima antibiotika di bangsal anak RS Panti Nugroho selama periode penelitian.

c. “Kuantitas Penggunaan Antibiotika di Bangsal Bedah dan Obsgin RSUP DR. Kariadi setelah Kampanye Program Pencegahan Pengendalian Resistensi Antibiotika (PP-PPRA)”. Penelitian ini dilakukan oleh Laras (2012), dengan menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan prospektif. Hasil yang didapat adalah nilai DDD 100 patient-days antibiotika di bangsal bedah lebih tinggi daripada di bangsal obsgin. Jenis antibiotika yang tidak sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotika secara statistik lebih banyak di bangsal bedah. Perbedaan dari penelitian ini adalah terletak pada tempat dan periode penelitian serta teknik pengambilan data. Penelitian oleh Laras (2012) dilakukan pengambilan data dengan mengikuti perkembangan kasus pasien selama perawatan (prospektif). Pada penelitian di Rumah Sakit Panti Nugroho ini mengambil catatan medik pada periode tertentu di masa lampau (retrospektif).

(24)

di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian, periode penelitian, teknik pengambilan sampel, serta metode penelitian. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh Febiana (2012) adalah stratified random sampling. Pada penelitian ini adalah studi populasi dengan mengambil seluruh unit sampel pada catatan medik semua pasien yang menerima antibiotika di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho. Metode penelitian pada Febiana (2012) menggunakan metode DDD dan Gyysens. Pada penelitian di Rumah Sakit panti Nugroho ini hanya menggunakan metode DDD.

e. Penelitian tentang kuantitas penggunaan antibiotika dirumah sakit di Belanda oleh Filius et al., (2005), data diambil secara retrospektif berdasarkan sistem ATC dan dosis harian dievaluasi berdasarkan metode Defined Daily Dose (DDD). Hasil yang didapat adalah total nilai DDD antibiotika pada tahun 1997-2001 berturut-turut adalah 47,2 ; 47,7 ; 50,0 ; 52,1 dan 54,7 DDD 100 patient-days. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada tempat dan lokasi penelitian serta periode penelitian.

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi Rumah Sakit Panti Nugroho, terkait dengan hasil dari perhitungan kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal anak rawat inap agar penggunaan antibiotika menjadi lebih selektif.

b. Dapat digunakan sebagai data-data ilmiah untuk bahan pembelajaran mengenai rasionalitas penggunaan antibiotika dari aspek kuantitas menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose) untuk penelitian selanjutnya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013 dikaji dari segi kuantitas penggunaanya menggunakan metode DDD (Defined Daily dose)100 patient-days.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pola penyakit pasien yang menerima antibiotika di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013.

(26)
(27)

BAB II

A. Penelaahan Pustaka

1. Definisi antibiotika

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang mempunyai kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bahkan membunuh mikroorganisme. Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Antibiotika yang relatif non-toksik bagi hospes digunakan sebagai agen kemoterapetik untuk pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan dan tanaman. Istilah ini sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasikan oleh mikroorganisme, tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan semisintetik dengan aktivitas kimia yang mirip (WHO, 2006 dan Dorland, 2010).

2. Klasifikasi Antibiotika berdasarkan daya kerjanya

Klasifikasi antibiotika berdasarkan daya kerjanya dibagi menjadi bakeriostatik dan bakterisida. Antibiotika bakteriostatik, yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri (menghambat sintesis protein). Contohnya kelompok tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan linkomisin.

(28)

rifampisin. Biosintesis dinding sel bakteri menjadi terganggu sehingga bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan tekanan osmosis di luar dan di dalam sel bakteri dan mengakibatkan kehancuran (Wattimena dkk, 1991).

3. Klasifikasi antibiotika berdasarkan mekanisme aksinya :

a. Antibiotika yang menginhibisi atau merusak sintesis dinding sel bakteri. Contohnya : vankomisin, penisilin, dan sefalosporin (Rudolph, 2003).

1). Vankomisin

Vankomisin paling efektif digunakan melalui rute intravena (IV) dan hanya aktif pada bakteri gram positif, khususnya golongan kokus, karena indikasi utama obat ini adalah untuk septikimia atau streptokokus yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus, streptokokus, atau enterokokus. Penggunaan vankomisin biasanya dipakai oleh penderita yang alergi penisllin dan sefalosporin karena vankomisin sifatnya yang lebih toksik. Efek samping obat ini bisa menyebabkan ketulian permanen dan uremia apabila diberikan pada dosis yang besar, pasien penderita gagal ginjal, dan pemejanan atau terapi yang lama. Selain itu juga dapat menyebabkan tromboflebitis pada pemejanan IV yang cukup lama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah kemerahan (The red man syndrome) (Syarif dkk, 2007).

(29)

2). Penisilin

Antibiotika golongan penisilin adalah obat yang stabil dalam suasana asam dan diabsorbsi dengan cepat di saluran pencernaan serta tidak tergantung adanya makanan di lambung. Penisilin sangat efektif terhadap bakteri gram positif maupun negatif. Bakteri gram positif contohnya Enterokokus, dan bakteri gram negatif contohnya E. coli, salmonella, N. Meningitis, Diplokokus pneumonia. Indikasi dari obat ini adalah digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran pencernaan maupun saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan negatif. Penggunaan pada wanita hamil harus sangat hati-hati. Efek samping yang sering terjadi adalah bercak kemerahan dan gatal, shock anafilaksis, mual, muntah serta diare (Junaidi, 2012).

Contoh antibiotika golongan penisilin adalah amoksisilin dan ampisilin. Nilai DDD amoksisilin untuk rute oral maupun parenteral adalah 1 gram. Nilai DDD untuk ampisilin baik oral maupun parenteral adalah 2 gram (WHO, 2006).

3). Sefalosporin

Sama halnya dengan antibiotika beta laktam lain, mekanisme kerja antibiotika sefalosporin adalah menghambat sisntesis dinding sel mikroba yaitu reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

(30)

sefadroksil. Golongan ini digunakan secara oral pada infeksi saluran kemih ringan dan pada infeksi saluran pernapasan yang tidak serius.

b. Generasi II : lebih aktif terhadap kuman gram negatif dan lebih kuat terhadap beta laktamase. Contohnya : sefaklor, sefamandol, sefmetazol dan sefuroksim.

c. Generasi III : lebih aktif terhadap bakteri gram negatif daripada generasi I dan II, meliputi P.aeruginosa dan bacteriodes. Contohnya : sefotaksim, seftriakson, sefiksim, seftazidim digunakan secara parenteral. Standar DDD untuk antibiotika sefotaksim, sefiksim, seftriakson, dan seftazidim berturut-turut adalah 4 ; 0,4; 2 dan 4 gram (WHO, 2006).

d. Generasi IV : bersifat sangat resisten terhadap beta laktamase. Contohnya : sefpirom dan sefepim (Syarif dkk, 2007).

Efek samping dari penggunaan sefalosporin adalah urtikaria, demam, eosinofil, shock anafilaksis jarang terjadi, kenaikan SGOT, nekrosis tubulus, bahaya nefrotoksik juga jarang terjadi tetapi dapat menembus plasenta pada ibu hamil (Wattimena dkk, 1991).

e.Antibiotika yang menginhibisi atau mengganggu metabolisme asam nukleat bakteri. Contohnya : rifampin, kuinolon, dan metronidazol (Syarif dkk, 2007).

4). Rifampin

(31)

Efek samping dan toksisitas dari rifampin yang biasanya terjadi pada minggu pertama pengobatan adalah kadang-kadang muncul gangguan perut, rasa kaku pada kaki, nyeri pada otot dan persendian (Wattimena dkk, 1991).

Contoh antibiotika golongan rifampin adalah rifampisin. Rifampisin memiliki nilai DDD 0,6 gram untuk rute oral maupun parenteral dengan kode ATC J04AB02 (WHO, 2006).

5). Kuinolon dan Flourokuinolon

Semua obat golongan kuinolon dan flourokuinolon merupakan penghambat kuat sintesis asam nukleat. Obat ini menghambat kerja DNA girase, enzim yang bertanggung jawab pada terbuka dan tertutupnya lilitan DNA serta bersifat bakterisid. Kuinolon digolongkan menjadi :

a. Generasi I : digunakan pada infeksi saluran kemih tanpa komplikasi.Yang termasuk kelompok ini adalah asam nalidiksat dan pipemidat.

b. Generasi II : senyawa seperti fluorokuinolon, siprofloksasin, norfloksasin, pefloksasin, ofloksasin merupakan golongan obat dalam kelompok antibiotika ini. Spektrum kerjanya bersifat lebih luas meliputi gram positif dan dapat digunakan untuk infeksi sistemik lain (Syarif dkk, 2007).

(32)

6). Metronidazol

Antibiotika metronidazol spesifik untuk bakteri yang bersifat anaerob, dan paling aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif seperti : bacteroides dan fusobacterium yang umumnya memiliki konsentrasi hambat minimum (MIC) 3,12 mg/L. Metronidazol bisa digunakan melalui rute intravena, oral maupun secara rektal. Pasien yang menerima terapi metronidazol biasanya mengalami mual dan bau logam. Efek samping yang ditimbulkan adalah neuropati, enselopati, dan neutropenia. Untuk penyakit radang usus besar yang disebabkan karena C. difficile, metronidazol adalah pilihan yang tepat apabila dikombinasikan dengan vankomisin (Rudolph, 2003).

Metronidazol untuk pemberian rute oral dan rektal memiliki standar nilai DDD yang ditetapkan oleh WHO adalah 2 gram. Untuk metronidazol intravena memiliki nilai DDD 1,5 gram (WHO, 2006).

b. Antibiotika yang menginhibisi atau menghambat sintesis protein bakteri. Contohnya : aminoglikosida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan klindamisin.

1). Aminoglikosida

(33)

Efek samping dari aminoglikosida yaitu dapat menyebabkan pendengaran hilang secara permanen, muncul gejala-gejaln pusing dan vertigo. Pada pasien usia lanjut sering terjadi efek samping nefrotoksisitas, terutama pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal (Wattimena dkk, 1991).

Contoh antibiotika golongan aminoglikosida adalah gentamisin dan amikasin. Standar nilai DDD yang ditetapkan oleh WHO untuk amikasin adalah 1 gram. Nilai DDD untuk gentamisin parenteral dan bead chain adalah 0,24 gram (WHO, 2006).

2). Tetrasiklin

Pengobatan tetrasiklin ditujukan untuk dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun dan mengalami infeksi yang disebabkan oleh M. pneumoniae, Q. fever, psittacosis, brucellosis, Spesies rickettsial, dan

Lymphogranuloma venereum. Tetrasiklin juga bisa diindikasikan untuk pengobatan gonorrhea dan sifilis untuk pasien yang alergi terhadap penisilin namun tidak dalam kondisi hamil. Doksisiklin adalah salah satu obat golongan tetrasiklin yang efektif untuk mengobati diare yang disebabkan karena bakteri E. coli dan meningitis karena Neisseria meningitidis atau anthrax. Efek samping dan

(34)

3). Kloramfenikol

Kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit ribosom 50S dan menghambat peptidiltransferase dalam sintesis protein. Resistensi terhadap kloramfenikol umumnya karena inaktivasi antibiotika dari kloramfenikol asetiltransferase (Sosa et al, 2010).

Terapi dengan kloramfenikol harus dibatasi hanya pada infeksi yang hasil pengobatannya memiliki keuntungan yang lebih besar daripada resikonya seperti infeksi oleh salmonella, H. influenzae, B. fragilis, dan penyakit ISK. Kloramfenikol dikontraindikasikan pada penderita alergi, penyakit hati yang berat, pasien yang menerima kombinasi obat hematotoksik, gangguan ginjal, pada minggu terakhir kehamilan, setelah melahirkan dan bayi prematur (Wattimena dkk, 1991).

Standar nilai DDD yang ditetapkan oleh WHO untuk antibiotika kloramfenikol baik oral maupun parenteral adalah 3 gram dengan kode ATC J01BA01 (WHO, 2006).

4). Eritromisin

(35)

legionnaire, gonorrhea, atau syphilis selama kehamilan (Rudolph, 2003 dan Syarief dkk, 2007).

5).Klindamisin

Mekanisme kerja klindamisin sama seperti linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, yang bekerja pada subunit 50S dari ribosom bakteri dan menekan sintesis protein. Resistensi terhadap klindamisin terjadi misalnya pada B. fragiis, yang mungkin disebabkan metilasi RNA bakteri dalam unit 50S tadi. Efek samping klindamisin sekitar 8% (2-20%) pasien mengeluh tentang terjadinya diare setelah pemberian klindamisin. Sejumlah pasien juga menderita kolitis pseudomembran (0,01-10%), yang ditandai dengan diare, nyeri abdomen, demam dan adanya mukus dan darah dalam feses. Klindamisin HCL untuk pemakaian oral sedangkan klindamisin fostas untuk intravena dan intramuskular (Wattimena dkk, 1991).

c. Antibiotika yang menginhibisi atau menghambat pembentukan asam folat bakteri. Contohnya : sulfonamid dan trimetoprim (Rudolph, 2003).

1). Sulfonamid dan Trimetoprim

(36)

yang disebabkan karena salmonella, shigella, maupun tifus, infeksi saluran kemih seperti pielonefritis dan pielitis (kecuali yang disebabkan oleh P. aeruginosa dan Neisseria sp), infeksi saluran pernapasan seperti bronkitis akut dan kronis, infeksi THT dan infeksi lain seperti toksoplasmosis. Kombinasi antara sulfametaksasol dengan trimetoprim dikontraindikasikan pada pasien yang peka terhadap sulfonamida, gangguan hati, gangguan ginjal berat, kelainan darah, kehamilan dan bayi baru lahir (Permenkes RI, 2011 dan Juniadi 2012).

Kotrimoksasol merupakan kombinasi antara sulfametoksasol dengan trimetoprim dengan perbandingan (5:1) baik untuk rute oral maupun parenteral. Nilai DDD kotrimoksasol baik oral maupun parenteral menurut standar yang ditetapkan oleh WHO adalah 1,92 gram dengan kode ATC J01EE01 (WHO, 2006).

4. Klasifikasi Antibiotika Berdasarkan Sifat Farmakokinetiknya

Klasifikasi antibiotika berdasarkan sifat farmakokinetiknya dibagi menjadi : (Permenkes RI, 2011).

a. Time dependent killing.

(37)

b. Concentration dependent.

Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri. Untuk kelompok antibiotika concentration dependent, diperlukan rasio KHM sekitar 10. Arti dari nilai 10 ini adalah regimen dosis yang dipilih harus memiliki kadar dalam jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika tidak berhasil mencapai kadar ini ditempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi. Hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi.

5. Penggunaan Antibiotika pada Anak

Penggunaan antibiotika selama 5 dekade terakhir mengalami peningkatan yang besar. Masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. The Center for Disease Control and Prevention in USA menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotika yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun (Akalin, 2002).

(38)

kemampuan membunuh kumannya akan berkurang, atau yang biasa disebut dengan resistensi (Kemenkes RI, 2011).

Perlu pemahaman farmakologi klinis obat yang akan digunakan dalam menggunakan antibiotika pada pasien anak. Farmakologi klinis obat terkait dengan farmakodinamika obat dan farmakokinetiknya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dosis, cara pemberian, dan indikasi pngobatan antibiotika yaitu apakah sebagai pengobatan awal (pengobatan empiris), pengobatan definitif (berdasarkan hasil biakan) atau pencegahan (profilaksis) (IDAI, 2008).

Ada beberapa dasar perbedaan pengobatan antibiotika untuk anak dengan orang dewasa contohnya adalah volume distribusi, karena beberapa jenis obat lebih besar volume distribusinya pada anak daripada dewasa, sehingga eliminasi waktu paruhnya pun lebih lama. Demikian pula daya ekskresi dan eliminasi obat pada anak lebih tinggi daripada dewasa. Sebaliknya daya ekskresi dan eliminasi pada neonatus rendah karena terkait dengan belum matangnya organ-organ yang berperan pada metabolisme obat ( IDAI, 2008).

6. Strategi Pemakaian Antibiotika yang Rasional

Kriteria pemakaian obat yang rasional menurut WHO (2001) adalah : a. Sesuai dengan indikasi penyakit.

Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat.

(39)

Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit. Selain itu, jarak minum obat harus sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.

c. Lama pemberian yang tepat.

Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu.

d. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin.

Hindari pemberian obat yang kedaluwarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit.

e. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.

Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah. f. Meminimalkan efek samping dan alergi obat.

(40)

Terapi antibiotika pada dasarnya dibagi menjadi : (IDAI, 2008) a. Terapi Empiris

Pada saat pengobatan baru dimulai, saat belum diketahui secara definitif mikroba penyebab dan belum didapatkan pembuktian secara laboratorik, maka terapi yang dipakai adalah terapi empiris.

b. Terapi Definitif

Setelah diketahui mikroorganisme penyebab serta uji resistensinya telah teridentifikasi, maka dilakukan terapi definitif dan disesuaikan juga dengan mempertimbangkan keadaan klinis pasien. Pemilihan antimikroba baik itu monoterapi ataupun polifarmasi harus didasarkan pada lokasi infeksi dan pengetahuan mengenai kemungkinan mikroba penyebab infeksi pada lokasi tersebut.

(41)

Gambar 1. Strategi Pengobatan Penyakit Infeksi (IDAI, 2008).

Penggunaan antibiotika yang mengikuti strategi pengobatan akan meningkatkan keberhasilan dalam terapi. Kegagalan pengobatan tidak selalu disebabkan karena resistensi, tetapi perlu diperhatikan yang utama apakah antibiotika yang diberikan sudah sesuai dengan patogen penyebab (IDAI, 2008). Penggunaan antibiotika yang tepat indikasi mencirikan pengobatan yang rasional, sehingga kemungkinan nilai DDD yang dihasilkan akan sama dengan standar DDD dalam WHO. Biakan darah , urin,

(42)

7. Resistensi Antibiotika

Kejadian resistensi meningkat dengan cepat terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Tak lama setelah munculnya Multi Drug Resistance untuk S. typhi di Asia Selatan, tingkat kematian kasus pun masih mencapai 10%. Bahkan untuk negara yang sudah maju, Multi Drug Resistant S. typhi telah mencapai kasus kematian sebesar 1,5% (Gupta, 1994).

Penisilin pada kasus gonorrhea saat ini juga mengalami resistensi yang berkisar antara 9% sampai 90% di sebagian besar Asia dan lebih dari 35% di Afrika bagian Sahara dan Caribbean (Tapsall, 2001 dan Rahman et al, 2002).

Hasil uji kepekaan kuman terhadap antibiotika di rumah sakit Kentucky USA dalam waktu 10 tahun (1990 – 2000) menunjukkan penurunan yang signifikan. Penurunan kepekaan tersebut adalah terhadap kuman Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Klebsiella sp, Streptococcus pneumoniae, dimana kuman ini biasanya terdapat di rumah sakit. Kepekaan tersebut diperkirakan lebih menurun untuk tahun selanjutnya (Rapp et al, 2002).

(43)

Hasil penelitian di RS Dr. Kariadi sebagai salah satu rumah sakit besar di Indonesia juga menghadapi masalah resistensi antibiotika. Data 2002 menunjukkan bahwa semua isolat dari darah memiliki tingkat multiresistensi tinggi terhadap antibiotika (Farida dkk, 2008).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan resistensi adalah :

1). Mikroorganisme menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan antibiotika, seperti misalnya S.aureus menghasilkan beta laktamase, adenylilacting, fosforilacting, acetilacting dari bakteri gram negatif, dan ada pula bakteri gram negatif yang menghasilkan chloramphenicol asetil transferase yang dapat menghambat kerja kloramfenikol.

2). Mikroorganisme melakukan perubahan struktur tubuhnya, misalnya perubahan kromosom dengan menghilangkan protein tertentu pada sub unit ribosom. 3). Mikroorganisme mengubah permeabilitas dinding sel, shingga obat tidak dapat

menembus dinding sel bakteri.

4). Mikroorganisme mengubah fungsi enim sehingga tidak dipengaruhi oleh obat. 5). Mikroorganisme mengubah lintasan metabolisme dengan jalan pintas (reaksi

inhibisi trehadap obat) (IDAI, 2008).

8. Jenis antibiotika untuk anak yang perlu mendapat perhatian

(44)

a. Fluorokuinolon

Pemakaian fluorokuinolon secara umum kontra indikasi untuk anak kurang dari 18 tahun karena dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan (atropati) pada binatang percobaan. Tetapi dari data yang telah dipublikasi, pemakaian kuinolon tidak menimbulkan atropati pada manusia. Maka direkomendasikan bahwa kuinolon dapat dipergunkan pada anak apabila :

1. Tidak ada obat lain yang sensitif terhadap bakteri penyebab.

2. Infeksi disebabkan oleh kuman dengan resistensi ganda (multiresistant).

b. Tetrasiklin

Pemakaian tetrasiklin dibatasi untuk anak karena dapat menyebabkan warna gigi permanen kecokelatan apabila diberikan pada anak berumur kurang dari 8 tahun, hal itu disebabkan karena adanya gangguan pembentukan (hipoplasia) dentin dan email gigi. Kerusakan email sebanding dengan besar dosis dan lama pemberian tetrasiklin. Pertumbuhan gigi secara umum selesai setelah umur 8 tahun, oleh sebab itu tetrasiklin sebaiknya diberikan pada anak lebih dari 8 tahun (IDAI, 2008).

9. Penilaian kuantitas penggunaan antibiotika

(45)

untuk mengetahui perbedan antara jumlah antibiotika yang benar digunakan pasien dibandingkan dengan yang tertulis di catatan medik (Kemenkes RI, 2011). Studi validasi bertujuan untuk memastikan bahwa apa yang tertulis di catatan medik harus sama dengan keadan yang sebenarnya dilakukan.

Metode DDD adalah asumsi dosis per-hari penggunaan antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa. Untuk mengukur kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap dirumah sakit, dapat digunakan metode DDD100 bed-days (rata-rata penggunaan antibiotika selama 100 hari rawat inap) dan DDD100patient-days (rata-rata penggunaan antibiotika per-hari dari 100 pasien). Sedangkan untuk perhitungan di komunitas biasanya digunakan DDD 1000 inhibitants per day atau DDD per inhibitants per year (WHO, 2003). Rumus DDD yang dipakai dalam penelitian ini adalah DDD 100 patient-days.

Rumus perhitungan konsumsi antibiotika DDD 100 patient-days :

Jumlah gram antibiotika yang digunakan oleh pasien

standar WHO DDD dalam gram x

100 (total LOS)

(46)

karena benar-benar disdasarkan pada indikasi tertentu sehingga lebih menandakan penggunaan antibiotika itu lebih rasional. Apabila kuantitas penggunaan antibiotika melebihi nilai standar DDD WHO hal ini menunjukkan bahwa pemilihan dan penggunaan antibiotika kurang selektif. Pemilihan antibiotika yang kurang selektif akan mempengaruhi kerasionlan penggunaan antibiotikanya (Laras, 2012).

10. DDD bagi Pediatri

(47)

B. Keterangan Empiris

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional dan cara pengambilan data yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan tidak diambil pada keadaan kasus selama perawatan, melainkan dari data lembar catatan medik pasien pada periode tertentu pada masa lampau.

2. Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pola penyakit

2. Pola peresepan

3. Nilai DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika di seluruh bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho selama periode Februari sampai Juli 2013.

3. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang didefinisikan sebagai berikut.

a. Pola Penyakit

(49)

sampai Juli 2013 pada pasien anak rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho. Pengambilan data diagnosis yang dimasukkan ke dalam pola penyakit dapat digambarkan dalam contoh berikut ini. Contoh: Dokter menulis diagnosis untuk pasien A adalah GEA, febris, vomitus. Untuk pasien B adalah febris. Maka data diagnosis yang diambil adalah GEA untuk pasien A dan febris untuk pasien B. Hal ini dikarenakan peneliti mengasumsikan bahwa diagnosis febris dan vomitus pada pasien A merupakan symptom dari penyakit GEA, dan febris pada pasien B merupakan diagnosis yang berdiri sendiri dan bukan merupakan symptom yang mengikuti suatu penyakit.

b. Pola Peresepan

Pola atau karakteristik peresepan dalam penelitian ini adalah gambaran peresepan antibiotika yang diterima oleh pasien anak rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari sampai Juli 2013. Pola peresepan yang diambil meliputi golongan dan jenis antibiotika yang dipakai, bentuk sediaan yang diresepkan, rute pemakaian antibiotika, aturan pemakaian, dan lama penggunaan antibiotika.

c. Nilai DDD

(50)

obat tersebut bekerja, dan memberikan efek terapetik. Perhitungan dapat dilakukan dengan perhitungan DDD 100 patient-days, DDD per 100 bed-days atau DDD per 1000 penduduk.

Pada penelitian ini digunakan DDD 100 patients-days dengan rumus :

Jumlah gram antibiotika yang digunakan oleh pasien

standar WHO DDD dalam gram x

100 (total LOS)

Keterangan :

LOS ( Length of Stay ) adalah lama hari rawat inap pasien dari hari pertama pasien masuk bangsal sampai hari keluar pasien dari bangsal yang terdapat di catatan medik pasien anak selama periode Februari –Juli 2013.

Nilai DDD yang diperoleh dari hasil perhitungan lalu dibandingakan dengan nilai standar DDD WHO untuk melihat kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho dari aspek kuantitas. Nilai DDD yang diproleh dari penelitian melebihi nilai standar yang ditetapkan WHO. Hal ini menandakan kemungkinan masih terdapat ketidakselektifan penggunaan antibiotika. Ketidakselektifan penggunaan antibiotika ini dapat berdampak pada ketidakrasionalan penggunaan antibiotika.

(51)

Bahan penelitian yang digunakan adalah semua catatan medik dari pasien anak yang menerima peresepan antibiotika di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari sampai Juli 2013.

Kriteria Inklusi dari bahan penelitian adalah:

1. Catatan medik pada pasien anak berusia ≤ 12 tahun yang menerima peresepan antibiotika periode Februari sampai Juli 2013 di Rumah Sakit Panti Nugroho.

2. Catatan medik yang data penggunaan antibiotikanya lengkap. 3. Catatan medik yang memuat obat-obatan antibiotika yang masuk

dalam klasifikasi ATC

Kriteria eksklusi dari bahan penelitian adalah :

1. Pasien yang pulang paksa atau meninggal sebelum program pemberian antibiotika pada pasien selesai.

2. Pasien yang terapinya dilanjutkan atau dirujuk ke rumah sakit lain. 3. Pasien anak yang masuk kategori anak pada kartu pengobatan, namun

berusia lebih dari 12 tahun.

4. Catatan medik yang tidak jelas terbaca dan tidak bisa dikonfirmasi kejelasannya.

5. Alat atau Instrumen Penelitian

(52)

a. Nama pasien g. Nama antibiotika yang diberikan

b. Jenis kelamin h. Dosis antibiotika

c. Tanggal masuk i. Rute penggunaan antibiotika

d. Tanggal keluar j. Bentuk sediaan antibiotika e. Diagnosis penyakit k. Lama penggunaan antibiotika f. Keterangan keluar pasien l. Frekuensi pemberian antibiotika

6. Tempat Pengambilan Data

Penelitian dilakukan di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho, Yogyakarta. Tempat pengambilan data adalah di ruang instalasi farmasi dan ruang catatan medik Rumah Sakit Panti Nugroho.

7. Tata Cara Penelitian

a. Tahap Orientasi dan Studi Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan proposal kemudian diserahkan ke bagian personalia Rumah Sakit Panti Nugroho untuk memperoleh izin penelitian. Setelah izin penelitian keluar, dilakukan studi pendahuluan di ruang instalasi farmasi untuk memperoleh informasi berapa banyak pasien anak yang menerima antibiotika pada periode Februari sampai Juli 2013. Data ini diperoleh melalui

kartu pengobatan. Kartu pengobatan adalah kartu yang berisi identitas pasien

(53)

Hasil orientasi menunjukkan terdapat 297 pasien anak yang menerima peresepan antibiotika selama periode tersebut. Setelah diketahui terdapat 297 jumlah pasien anak yang menerima antibiotika dari kartu pengobatan tersebut, kemudian dilakukan pencocokan data catatan medik sesuai identitas di kartu pengobatan. Pencocokan data yang dimaksud adalah disesuaikan antara data yang ada di kartu pengobatan dengan data yang ada di catatan medik sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Dari kegiatan tersebut diperoleh 216 jumlah catatan medik yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian.

b. Tahap Pengambilan Data

Tahap pengambilan data dilakukan di ruang catatan medik. Data yang diambil meliputi data 216 catatan medik sesuai dengan jumlah catatan medik yang telah diseleksi menurut kriteria inklusi penelitian. Adapun data yang diambil ditulis di dalam “Lembar Data Dasar Pasien” dan “Lembar Data Penggunaan Antibiotika” (instrumen penelitian)

c. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah berikut ini. : 1. Editting.

Editting dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data – data yang

diperoleh dari catatan medik di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho periode Februari sampai Juli 2013 sebelum ditulis pada “Lembar Data Dasar Pasien” dan “Lembar Data Penggunaan Antibiotika”.

(54)

Entry data yaitu pemindahan data dari “Lembar Data Dasar Pasien” dan “Lembar Data Penggunaan Antibiotika” kedalam buku besar untuk selanjutnya diolah dengan dibantu dengan program ABC Calc. Setelah data antibiotika dimasukan lalu selanjutnya data akan diolah sesuai dengan rumus perhitungan DDD 100 patient-days secara manual dengan bantuan kalkulator. Pengolahan data dilakukan secara manual karena angka-angka dalam perhitungan cukup sederhana sehingga memungkinkan dan lebih cepat apabila dihitung secara manual.

3. Cleaning.

Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dihitung

secara manual tersebut.

8. Tata Cara Analisa Data dan Penyajian Hasil

(55)

Analisa evaluatif dilakukan dengan menghitung dan menganalisa kuantitas penggunaan dengan metode DDD. Penghitungan dilakukan dari data dosis dan lama hari rawat inap yang didapat dan diproses dengan cara manual. Penghitungan data dilakukan dengan bantuan kalkulator sesuai rumus perhitungan DDD 100 patient-days dan dibantu dengan menggunakan program ABC Calc untuk mengubah data dosis tersebut dalam bentuk Defined Daily Dose (DDD).

Contoh Perhitungan DDD 100 patient-days :

Terdapat tiga pasien anak yang menerima peresepan antibiotika. Seluruh pasien menerima antibiotika dengan jalur intravena (IV).

a. Pasien pertama, menerima antibiotika gentamisin dengan dosis 2x5mg selama 3 hari, dan antibiotika ampisilin 2x100 mg selama 3 hari. Lama hari rawat inap (LOS) pasien pertama adalah 7 hari.

b. Pasien kedua, menerima antibiotika sefotaksim dengan dosis 4 x 300 mg selama 2 hari, dan antibiotika gentamisin 2x35 mg selama 3 hari. Lama hari rawat inap (LOS) adalah 5 hari.

c. Pasien ketiga, menerima antibiotika amoksisilin 3x200 mg selama 5 hari, dengan lama rawat inap (LOS) selama 8 hari.

(56)

Tabel I. Daftar Pasien anak yang Menerima Peresepan Antibiotika dan Lama Rawat Inap atau LOSnya

Pasien Regimen Antibiotika LOS

Pasien 1 Gentamisin (IV) 2 x 5mg (3 hari) Ampisilin (IV) 2 x 100mg (3 hari)

7 hari

Pasien 2 Sefotaksim (IV) 4 x 300 mg (2 hari)

Gentamisin (IV) 2 x 35 mg (3 hari)

5 hari

Pasien 3 Amoksisilin (IV) 3 x 200 mg (5 hari)

8 hari

Rumus DDD 100 patient-days :

Jumlah gram antibiotika yang digunakan oleh pasien

standar WHO DDD dalam gram x

100 (total LOS)

Diketahui nilai standar DDD menurut WHO (2013) : Gentamisin (Parenteral) = 0,24 gram

(57)

Tabel II. Contoh Perhitungan Jumlah Gram Antibiotika dibagi DDD WHO Setiap Pasien

Pasien Regimen Antibiotika LOS Total Gram

Antibiotika /

DDD WHO

Pasien 1 Gentamisin (IV) 2 x 5mg (3 hari)

Pasien 2 Sefotaksim (IV) 4 x 300 mg (2 hari)

Jumlah gram antibiotika dibagi DDD dalam WHO per antibiotika untuk seluruh pasien:

Gentamisin: Pasien 1 + pasien 2 = 0,125 + 0,875 = 1,0 Ampisilin : Pasien 1 = 0,3

Sefotaksim : Pasien 2 = 0,6 Amoksisilin : Pasien 3 = 3

Nilai DDD 100 patient-days per antibiotika : Gentamisin : 1/20 x 100 = 5

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 297 jumlah catatan medik pasien yang menerima peresepan antibiotika di bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho selama periode 6 bulan yaitu dari bulan Februari sampai Juli 2013, terdapat 216 catatan medik yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian. Berikut adalah karakteristik 216 pasien tersebut seperti yang tercantum dalam catatan medik.

Perbandingan jumlah pasien laki-laki dan perempuan dari 216 pasien yang menerima peresepan antibiotika, sebagian besar adalah perempuan yaitu 51,9% sedangkan laki-laki sebesar 48,1% seperti yang tercantum pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Pasien Anak Laki-Laki dan Perempuan yang Menerima Antibiotika di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

48,1%

51,9%

Laki-laki dengan jumlah = 104

(59)

Jumlah penggunaan antibiotika berdasarkan umur dari 216 pasien anak yang menerima peresepan antibiotika, sebagian besar bayi berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 33,8%. Pasien anak yang berusia 1 ≤ umur ≤ 3 tahun adalah 28,7 %, diikuti pasien anak berusia 3 ≤ umur ≤ 6 tahun sebanyak 20,8 % dan yang paling sedikit adalah usia 6 ≤ umur ≤ 12 tahun sebesar 16,7 %. Jumlah pasien anak yang menerima antibiotika berdasarkan umur dapat dilihat dalam Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah Pasien Anak yang Menerima Antibiotika Berdasarkan Umur di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

Dari 216 catatan medik pasien tersebut, didapatkan data mengenai pola penyakit berdasarkan diagnosis yang ditulis dokter, karakteristik pasien, pola peresepan, dan kuantitas pengguanaan antibiotika. Data penggunaan antibiotika ini dihitung berdasarkan konsep DDD dan diperoleh dari data pasien anak yang menerima peresepan antibiotika pada periode Februari - Juli 2013.

33,8%

28,7% 16,7%

20,8%

umur < 1 tahun dengan jumlah = 73

1 ≤ umur ≤ 3 tahun dengan jumlah = 62

3 ≤ umur ≤ 6 tahun dengan jumlah = 36

(60)

A. Pola Penyakit

Pola penyakit diperoleh berdasarkan diagnosis dokter yang tertulis di catatan medik pasien. Dari 216 catatan medik, didapat tiga besar penyakit yang paling banyak ditemukan berdasarkan diagnosis yang ditulis dokter. Diagnosis terbanyak pertama adalah Gastroenteristis Acut (GEA) ditemukan pada 46 pasien, diikuti urutan kedua adalah Obstruksi Ductus Naso Lacrimale (ODNL) pada neonatus sebanyak 38 pasien dan diikuti urutan ketiga adalah febris atau demam pada 33 pasien. Diagnosis febris disini merupakan diagnosis yang berdiri sendiri dan bukan merupakan symptom yang mengikuti suatu penyakit, seperti yang dipaparkan pada definisi operasional (lihat bab III). Pola penyakit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.

(61)

untuk balita masih banyak didominasi oleh penyakit infeksi. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi pada anak masih mendominasi sepuluh besar penyakit pada rawat inap di rumah sakit Provinsi DIY tahun 2011.

Tabel III. Jumlah Pasien berdasarkan Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013

Diagnosis Penyakit

Jumlah Pasien

Febris 33

GEA (Gastroenteritis Acut) 46

ODNL (Obstruksi Ductus Naso Lacrimale) 38

Vomitus 4

Tifoid 15

ISPA (Infeksi saluran Pernapasan Akut) 11

BBL (Bayi Baru Lahir) Sesar 7

ISK (Infeksi Saluran Kemih) 8

Bronkitis 11

DF (Dangue Fever) 5

Pneumonia 4

KDK (Kejang Demam Kompleks) 2

KDS (Kejang Demam Sedang) 2

Ikterus Neonatus 5

CKR (Cidera Kepala Ringan) 3

Dispepsia 2

DHF (Dangue Haemorrhagic Fever) 2

Faringitis 2

Diare 2

Penyakit lain 14

(62)

B. Pola Peresepan Antibiotika

Dari 216 catatan medik pasien yang diteliti terdapat 374 peresepan antibiotika. Pola peresepan antibiotika tersebut disajikan sebagai berikut ini.

Antibiotika yang paling banyak digunakan adalah golongan sefalosporin (33,2 %) dengan jenis antibiotika sefotaksim (17,9 %), sefiksim (8,0 %), seftriakson (6,7 %), seftazidim (0,3 %), dan sefadroksil (0,3 %). Antibiotika terbanyak kedua adalah golongan aminoglikosida (28,6 %) dengan jenis antibiotika gentamisin (28,3 %) dan amikasin (0,27 %). Kemudian urutan terbanyak ketiga adalah antibiotika golongan penisilin (21,7 %) dengan jenis antbiotika amoksisilin (19,3 %) dan ampisilin (2,4 %). Data hasil pengamatan penggunaan golongan dan jenis antibiotika terbanyak dapat dilihat dalam Tabel IV.

(63)

Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian-penelitian serupa menunjukkan bahwa golongan ampisilin dan sefalosporin masih banyak digunakan sebagai obat pilihan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi.

Tabel IV. Frekuensi dan Persentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013 berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotikanya

(64)

Banyaknya penggunaan antibiotika golongan ampisilin dan sefalosporin kemungkinan disebabkan terkait penggunaannya yang ditujukan sebagai terapi empiris dimana jenis bakteri penyebabnya belum dapat diketahui, sehingga digunakanlah antibiotika yang mempunyai afinitas spektrum luas seperti ampisilin dan sefalosporin. Selain itu golongan penisilin, sefalosporin, maupun aminoglikosida juga banyak dipergunakan dikalangan pediatri sebagai terapi infeksi baik itu monoterapi maupun kombinasi (IDAI, 2008). Pada penelitian ini antibiotika gentamisin merupakan jenis antibiotika yang paling banyak digunakan. Gentamisin banyak ditemukan, selain karena penggunaannya yang luas di kalangan pediatri, gentamisin juga sering digunakan untuk terapi penyakit ODNL pada hampir semua bayi yang baru lahir. Pada bayi yang baru lahir saluran air matanya masih belum terbuka, sehingga menyebabkan lendir dan bakteri mengumpul di saluran yang tersumbat tersebut. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan pengobatan tetes mata gentamisin.

Dilihat dari jumlah penggunaan penisilin dan sefalosporin yang besar dalam penelitian ini, apabila dikaitkan dengan rumus DDD 100 patient –days, maka semakin besar jumlah penggunaan antibiotikanya, maka kuantitas atau nilai DDD nya akan semakin besar apabila tidak diimbangi dengan lama hari rawat inap yang semakin besar pula.

(65)

(16 %) dan bentuk sediaan topikal (11,8%). Data pengamatan mengenai distribusi bentuk sediaan anibiotika dapat dilihat pada Tabel V.

Tabel V. Frekuensi dan Persentase Pemakaian Bentuk Sediaan Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013

Bentuk Sediaan

Frekuensi Persentase (%)

Injeksi 247 66

Infus 9 2,4

Tablet 3 0,8

Kapsul 1 0,3

Sirup 60 16

Puyer 3 0,8

Drop 7 1,9

Topikal (tetes mata) 44 11,8

TOTAL : 374 100

(66)

Gambar 4. Distribusi Rute Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

Dari 216 catatan medik yang masuk dalam kriteria inklusi, dan 374 pola peresepan antibiotika yang terdokumentasi, didapat karakteristik aturan pemakaian antibiotika yang paling sering diresepkan adalah 2 x sehari (42 %), 3 x sehari (38,2 %), diikuti 1 x sehari (14,2 %), dan 4 x sehari (5,6 %). Gambaran distribusi aturan pemakaian antibiotika pada pasien anak dapat dilihat pada Gambar 5.

Aturan pemakaian antibiotika menggambarkan frekuensi penggunaan antibiotika yang digunakan pasien per hari. Semakin tinggi frekuensi antibiotika yang digunakan dalam satu hari, maka akan menyebabkan dosis penggunaan antibiotika semakin besar. Meningkatnya dosis akan berpengaruh pada jumlah (gram) antibiotika yang diterima oleh pasien. Semakin besar jumlah (gram) antibiotika yang digunakan akan memungkinkan menyebabkan nilai DDD dari suatu jenis antibiotika semakin besar pula (WHO, 2013).

63,6% 24,3%

12,1%

Intravena dengan jumlah = 238

Oral dengan jumlah = 91

(67)

Gambar 5. Distribusi Aturan Pemakaian Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

Dilihat dari lama penggunaan antibiotika setiap pasien, dari 216 catatan medik yang terdokumentasi didapat gambaran karakteristik lama penggunaan antibiotika pasien anak yang paling banyak adalah 1 sampai 5 hari (88 %), kemuadian 6 sampai 10 hari (11 %), dan lama penggunaan lebih dari 10 hari (1 %). Berikut adalah gambaran distribusi lama penggunaan antibiotika pada Gambar 6.

Gambar 6. Distribusi Jumlah Pasien berdasarkan Lama Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

14,2%

42% 38,2%

5,6%

1xsehari dengan jumlah = 53

2xsehari dengan jumlah = 157

3xsehari dengan jumlah = 143

4xsehari dengan jumlah = 21

88% 11%

1%

1-5hari dengan jumlah = 190

6-10hari dengan jumlah = 24

(68)

Karakteristik lama rawat inap pasien anak yang menerima antibiotika dari 216 pasien, frekuensi lama hari rawat inap terbanyak adalah 2-5 hari (83,8 %), 6-10 hari (14,3 %), dan lebih dari 10 hari (1,9 %). Distribusi lama rawat inap dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Distribusi Jumlah Pasien Anak Berdasarkan Lama Rawat Inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari sampai Juli 2013.

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Defined Daily Dose (DDD)

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan antibiotika selama periode Februari sampai Juli 2013 dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose) 100-patient days. Metode DDD (Defined Daily Dose) dipilih karena hasil penelitian dari penggunaan antibiotika menggunakan metode ini dapat dibandingkan dengan hasil penggunaan antibiotika antar bangsal, rumah sakit, kota, bahkan antar negara sekalipun (WHO, 2013).

83,8% 14,3%

1,9%

2 – 5 hari dengan jumlah = 181

6 – 10 hari dengan jumlah = 31

(69)

Hasil penelitian menunjukkan kuantitas antibiotika yang paling tinggi adalah amoksisilin yaitu sebesar 11,0 DDD 100 patient-days. Selanjutnya antibiotika sefotaksim sebesar 4,5 DDD 100 patient-days dan metronidazol sebesar 3,9 DDD 100 patient-days. Gambaran kuantitas penggunaan antibiotika menggunakan konsep DDD 100 patient-days dapat dilihat pada Tabel VI.

Tabel VI. Nilai DDD 100 patient-days untuk Masing-Masing Jenis Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Periode Februari-Juli 2013 beserta Kode ATC dan Standar DDD WHO

Golongan

Sefalosporin Sefotaksim (P)

Sefiksim (O)

Aminoglikosida Gentamisin (P)

Gentamisin (Bead

Imidazol Metronidazol (P)

Metronidazol (O)

Ampenikol Kloramfenikol (P) J01BA01 3 0,17

Kuinolon dan Flourokui-

nolon

(70)

Kuantitas penggunaan antibiotika merupakan jumlah penggunaan antibiotika yang dapat diukur secara prospektif maupun retrospektif melalui studi validasi dengan memperhatikan ATC (Anatomical Therapeutic Chemical) dengan menggunakan metode Defined Daily Dose (DDD). DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2011).

Pada penelitian ini terdapat 17 variasi jenis penggunaan antibiotika pada pasien anak yang teridentifikasi di Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013 dengan total nilai 31,21DDD 100 patient-days. Berdasarkan nilai 31,21DDD 100 patient-days yang diperoleh dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa rata-rata penggunaan antibiotika setiap pasien anak per hari dari 100 pasien di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho periode Februari-Juli 2013 adalah 31,21 gram.

Penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah penelitian di sebuah rumah rumah sakit anak di Belanda, tahun 1997-2001. Dari penelitian tersebut diperoleh total nilai DDD antibiotika pada tahun 1997 (47,2 DDD100 patient-days), tahun 1998 (47,7DDD100 patient-patient-days), tahun 1999 (50,0DDD100

(71)

Penelitian serupa lainnya yang juga pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang, didapatkan nilai DDD sebesar 39,4 DDD/100 hari dengan nilai DDD tertinggi adalah jenis antibiotika seftriakson sebesar 10,6 (Febiana, 2012). Hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan nilai DDD di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho juga menunjukkan angka yang lebih besar.

Meskipun nilai DDD dalam penelitian ini lebih kecil daripada penelitian di RSUP Dr. Kariadi dan Rumah Sakit Anak di Belanda, namun dari nilai 31,21 DDD 100 patient-days ini, apabila dibandingkan dengan standar nilai DDD

menurut WHO, ada beberapa jenis antibiotika yang nilainya melebihi standar yang ditetapkan oleh WHO. Jenis antibiotika itu adalah amoksisilin baik rute oral maupun parenteral, sefotaksim, metronidazol (parenteral), gentamisin (parenteral), seftriakson, dan sefiksim. Nilai beberapa jenis antibiotika yang lebih tinggi dari nilai standar DDD WHO ini sesuai dengan penggunaannya yang paling sering digunakan dalam penelitian ini, dimana urutan antibiotika yang paling sering digunakan berturut-turut adalah gentamisin, amoksisilin, sefotaksim, metronidazol, sefiksim, dan seftriakson. Hal ini membuktikan bahwa semakin sering antibiotika tersebut digunakan maka memungkinkan nilai DDD antibiotika itu akan semakin besar pula.

(72)

misalnya kemungkinan ketidaktepatan dalam indikasi sehingga akan berpengaruh pada kerasionalan penggunaan antibiotikanya. Berdasarkan tingginya nilai DDD beberapa jenis antibiotika yang melebihi nilai standar DDD WHO dalam penelitian ini menunjukkan kemungkinan masih terdapat ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pasien rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari-Juli 2013 dilihat dari segi kuantitasnya.

(73)

amoksisilin rute IV adalah 8,7 dan nilai DDD amoksisilin rute oral 2,3. Pada hal ini dapat terlihat bahwa semakin besar dosis (kekuatan obat dan lamanya penggunaan) akan menyebabkan nilai DDD yang semakin besar pula.

Begitu juga dengan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah injeksi. Hal ini dikarenakan terkait penggunaannya sebagai bentuk sediaan untuk rute intravena yang merupakan rute yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini dimana dosis rute intravena lebih besar daripada dosis oral. Sehingga besarnya dosis itu akan mempengaruhi besarnya nilai DDD yang dihasilkan.

Besar kecilnya nilai DDD juga dipengaruhi oleh total LOS. LOS dalam rumus DDD 100 patient-days adalah sebagai pembagi. Nilai DDD antibiotika akan mendekati standar DDD WHO apabila total jumlah (gram) penggunaannya diimbangi dengan total LOS nya. Jumlah (gram) dosis yang semakin besar apabila LOS nya juga tidak semakin besar akan memungkinkan diperoleh nilai DDD yang lebih besar dari nilai standar DDD dalam WHO.

Gambar

Tabel I.  Daftar Pasien anak yang Menerima Peresepan Antibiotika dan
Gambar 3.  Jumlah  Pasien Anak yang Menerima Antibiotika Berdasarkan Umur
Gambar 1. Strategi Pengobatan Penyakit Infeksi (IDAI, 2008).
Tabel I. Daftar Pasien anak yang Menerima Peresepan Antibiotika dan Lama Rawat Inap atau LOSnya
+7

Referensi

Dokumen terkait