• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Yogyakarta periode Januari – Juni 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Yogyakarta periode Januari – Juni 2014."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Kelompok anak lebih sering sakit karena daya tahan tubuhnya yang lebih rentan dari orang dewasa. Terdapat kesulitan klinis untuk membedakan penyebab dari infeksi selain bakteri, sehingga antibiotika diberikan pada hampir semua anak yang menderita demam. Tingginya peresepan antibiotika pada anak dapat menyebabkan terjadinya risiko penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Terdapat 239 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari-Juni 2014. Data yang diambil meliputi profil pasien, diagnosis dan peresepan antibiotika. Data diolah secara deskriptif dan data kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan rumus PDD dan DDD 100 bed-days.

Penyakit yang paling banyak ditemukan adalah bronkopneumonia (46 pasien). Terdapat 13 jenis antibiotika yang diresepkan dengan total nilai DDD 100

bed-days sebesar 60,2 dan nilai PDD sebesar 283,2. Nilai PDD dan DDD terbesar adalah sefotaksim yaitu 154,3 untuk PDD dan 16,7 untuk DDD 100 bed-days. Terdapat beberapa jenis antibiotika dengan nilai PDD yang besar dan memiliki nilai DDD lebih tinggi dari standar DDD WHO. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika kemungkinan belum selektif sehingga dikhawatirkan akan ditemukan ketidakrasionalan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak.

(2)

ABSTRACT

Antibiotics are commonly prescribed for pediatric patients. Physican’s concern regarding the cause of their patient’s infection whether it is bacterials or viruses becomes the main reason of physician to prescribed antibiotics for pediatric patients. The use of antibiotics inappropriately may lead to an irrational use of antibiotics. This study is aimed to describe PDD value (Prescribed Daily Dose) and DDD value (Defined Daily Dose) of antibiotics usage at children patients on children ward in RSUD Panembahan Senopati Bantul.

This is descriptive study with quantitative approach and the data collection were done retrospectively. There were 239 medical records that fulfilled the criteria of inclusion for the period January – June 2014. Data included patients’ profiles, diagnoses and antibiotic prescriptions. Data were analyzed using descriptive method and data of quantity of antibiotic prescriptions were calculated using PDD and DDD 100 bed-days.

The most frequent disease found is bronchopneumonia (46 patients). There are 13 kinds of antibiotics prescribed with total value of DDD 100 bed-days is 60,2 and total value of PDD 100 bed-days is 283,2. The highest PDD and DDD value is cefotaxime i.e.: 154,3 for PDD value and 16,7 for DDD 100 bed-days value. There were some types of antibiotics which had high PDD value and these DDD value are higher than DDD WHO standard. These results indicate that antibiotics usage may have not been selective so that was concerned will find irrational use. Therefore, it should be required follow up study on factors that influence antibiotics usage quantity on children patients.

(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE PDD (PRESCRIBED DAILY DOSE) DAN DDD (DEFINED DAILY DOSE)

PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL ANAK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA PERIODE

JANUARI – JUNI 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ni Putu Ratna Puspita Dewi NIM : 118114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE PDD (PRESCRIBED DAILY DOSE) DAN DDD (DEFINED DAILY DOSE)

PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL ANAK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA PERIODE

JANUARI – JUNI 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ni Putu Ratna Puspita Dewi NIM : 118114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

ii

(6)

iii

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Om Dewa suksma parama acintya ya namah swaha

Om santih santih santi Om

Seburuk apapun kegagalan yang pernah kamu alami, ingat dan percayalah bahwa Tuhan tidak akan melupakan mu. Maka bekerjalah sebaik mungkin

dan jangan pernah putus asa.

Jangan pernah berhenti mencoba apalagi mencoba untuk berhenti

Karya ini kupersembahkan untuk : Tuhan ku, “Ida Sang Hyang Widhi Wasa” sebagai pelindung dan kekuatanku

Orang tua ku tercinta, I Putu Siarka dan Ni Made Ariani sebagai motivator terbesar dalam hidup ku

Made Bagus Putra Negara adikku dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan doa

Ibu Aris Widayati sebagai dosen pembimbing yang selau membimbing dengan sabar I Made Elperayuda, S.H. penyemangatku

Sahabat dan teman-teman seperjuangan di Fakultas Farmasi Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(8)

v

(9)

vi

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat-Nya dalam hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Metode PDD

(Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) Pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari

–Juni 2014” dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini sangatlah sulit untuk menyelesaikannya tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Staf Instalasi Rekam Medik RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian.

(11)
(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah... 5

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 11

B. Tujuan Penelitian ... 12

(13)

x

2. Tujuan khusus ... 12

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 13

A. Definisi Antibiotika ... 13

B. Penggolongan Antibiotika ... 13

C. Penggunaan Antibiotika ... 16

D. Penggunaan Antibiotik Secara Rasional... 17

E. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak ... 19

F. Metode ATC/DDD ... 21

G. Unit Perhitungan Defined daily Dose (DDD)... 24

H. Unit Perhitungan Prescribed Daily Dose (PDD) ... 26

I. Keterangan Empiris ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 27

C. Variabel Penelitian ... 27

D. Definisi Operasional ... 28

E. Subyek Penelitian ... 29

F. Bahan Penelitian ... 29

G. Alat Penelitian ... 30

H. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Tahap orientasi atau studi pendahuluan ... 30

2. Pengambilan data ... 32

(14)

xi

I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Hasil ... 33

1. Cara menghitung PDD dan DDD 100 bed-days ... 33

a. Menghitung Nilai PDD. ... 34

b. Menghitung Nilai DDD 100 bed-days. ... 35

J. Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Pola Penyakit ... 41

B. Pola Peresepan Antibiotika... 43

C. Nilai PDD dan DDD 100 bed-days ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 74

(15)

xii

DAFTAR TABEL

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lembar/Form Data Dasar Pasien ... 75 Lampiran 2. Lembar/Form Data Penggunaan Antibiotika ... 76 Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dari Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77 Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dari Bappeda Kabupaten Bantul ... 78 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 79

(18)

xv INTISARI

Kelompok anak lebih sering sakit karena daya tahan tubuhnya yang lebih rentan dari orang dewasa. Terdapat kesulitan klinis untuk membedakan penyebab dari infeksi selain bakteri, sehingga antibiotika diberikan pada hampir semua anak yang menderita demam. Tingginya peresepan antibiotika pada anak dapat menyebabkan terjadinya risiko penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Terdapat 239 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari-Juni 2014. Data yang diambil meliputi profil pasien, diagnosis dan peresepan antibiotika. Data diolah secara deskriptif dan data kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan rumus PDD dan DDD 100 bed-days.

Penyakit yang paling banyak ditemukan adalah bronkopneumonia (46 pasien). Terdapat 13 jenis antibiotika yang diresepkan dengan total nilai DDD 100

bed-days sebesar 60,2 dan nilai PDD sebesar 283,2. Nilai PDD dan DDD terbesar adalah sefotaksim yaitu 154,3 untuk PDD dan 16,7 untuk DDD 100 bed-days. Terdapat beberapa jenis antibiotika dengan nilai PDD yang besar dan memiliki nilai DDD lebih tinggi dari standar DDD WHO. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika kemungkinan belum selektif sehingga dikhawatirkan akan ditemukan ketidakrasionalan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak.

(19)

xvi ABSTRACT

Antibiotics are commonly prescribed for pediatric patients. Physican’s

concern regarding the cause of their patient’s infection whether it is bacterials or viruses becomes the main reason of physician to prescribed antibiotics for pediatric patients. The use of antibiotics inappropriately may lead to an irrational use of antibiotics. This study is aimed to describe PDD value (Prescribed Daily Dose) and DDD value (Defined Daily Dose) of antibiotics usage at children patients on children ward in RSUD Panembahan Senopati Bantul.

This is descriptive study with quantitative approach and the data collection were done retrospectively. There were 239 medical records that fulfilled the criteria of inclusion for the period January – June 2014. Data included

patients’ profiles, diagnoses and antibiotic prescriptions. Data were analyzed

using descriptive method and data of quantity of antibiotic prescriptions were calculated using PDD and DDD 100 bed-days.

The most frequent disease found is bronchopneumonia (46 patients). There are 13 kinds of antibiotics prescribed with total value of DDD 100 bed-days is 60,2 and total value of PDD 100 bed-days is 283,2. The highest PDD and DDD value is cefotaxime i.e.: 154,3 for PDD value and 16,7 for DDD 100 bed-days value. There were some types of antibiotics which had high PDD value and these DDD value are higher than DDD WHO standard. These results indicate that antibiotics usage may have not been selective so that was concerned will find irrational use. Therefore, it should be required follow up study on factors that influence antibiotics usage quantity on children patients.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika merupakan suatu kelompok obat yang paling sering digunakan saat ini. Permasalahan sering kali timbul terkait dengan penggunaan antibiotika yang tidak rasional yang dikhawatirkan akan memicu pesatnya pertumbuhan kuman-kuman yang resisten. Selain itu, potensi efek samping yang berbahaya bagi pasien serta beban biaya yang tinggi baik bagi pemerintah maupun bagi pasien merupakan dampak negatif lain yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penulisan resep dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat juga dapat mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan mortalitas pasien dan peningkatan biaya perawatan kesehatan (Nelwan, 2007).

(21)

Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002 menunjukkan bahwa 83% pasien mendapat antibiotika dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sebanyak 60%. Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotik di RSUP Dr. Kariadi antara lain 19-76% tidak ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis, dan lama pemberian) dan 1-8% tidak ada indikasi profilaksis. Di bagian Bedah tingkat penggunaan antibiotik yang rasional kurang dari 20% (Dertarini, 2009).

Penggunaan antibiotika pada bayi dan anak memerlukan perhatian khusus karena daya tahan tubuh pada bayi dan anak lebih rentan daripada orang dewasa sehingga lebih sering menderita sakit. Rata-rata anak usia kurang dari 5 tahun mengalami episode demam dan infeksi saluran napas 6-8 kali dalam setahun, serta melakukan kunjungan ke sarana kesehatan seperti rumah sakit lebih sering dibandingkan dengan pasien dewasa. Oleh sebab itu, bayi dan anak-anak lebih berisiko mendapatkan pengobatan antibiotika yang kurang tepat. Kekhawatiran tidak dapat membedakan infeksi bakterial dari sebab lain misalnya virus merupakan alasan utama dokter anak untuk memberikan antibiotika pada hampir semua anak dengan demam. Sehingga untuk pasien anak rawat inap, dokter cenderung meresepkan antibiotika sebagai terapi empiris (Farida, 2005).

(22)

anak-anak yang menderita diare selama tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu dari 64.857 menjadi 74.689 kasus dilaporkan menderita diare (Dinkes DIY, 2013).

World Health Organization (WHO) telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi dan unit perhitungan dalam studi penggunaan obat, yaitu sistem klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dan unit perhitungan Defined Daily Dose (DDD). World Health Organization (WHO) Collaborating Centre for Drug Statistic and Methodology mengklasifikasikan ATC berdasarkan kepada organ atau sistem dimana aksi kimia, farmakologi dan sifat terapi bekerja dari suatu obat. Sistem klasifikasi ini telah digunakan secara internasional (Persson, 2002).

Defined Daily Dose (DDD) merupakan rata-rata dosis pemeliharaan per hari pada orang dewasa untuk indikasi yang utama dari suatu obat. Defined Daily Dose (DDD) adalah suatu unit internasional yang dapat digunakan secara luas untuk menilai penggunaan obat termasuk antibiotika di sarana pelayanan kesehatan (Muller, 2006). Data konsumsi obat yang disajikan dalam Defined Daily Dose (DDD) hanya memberikan perkiraan kasar dari penggunaan obat, bukan penggunaan obat yang sebenarnya karena DDD tidak memperhatikan usia, berat badan pasien dan pertimbangan farmakokinetika obat (WHO, 2011). Oleh karena itu dikembangkanlah metode lain yang disebut dengan Prescribed Daily Dose (PDD) yang didefinisikan sebagai rata-rata dosis yang digunakan.

(23)

analisa penggunaan obat yang terdapat pada resep atau catatan medis (WHO, 2003).

Metode DDD sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa, namun metode DDD juga sering digunakan untuk menghitung kuantitas penggunaan obat pada pasien anak asalkan terdapat indikasi dan dosis pemberian pada populasi anak. Metode DDD juga seringkali tidak menggambarkan penggunaan obat yang sebenarnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan antibiotika dengan dua metode yaitu metode DDD dan PDD. Metode PDD dapat menggambarkan dosis obat yang sebenarnya digunakan dan lebih tepat digunakan untuk pasien anak.

(24)

Kabupaten Bantul sebesar 12,75% dan prevalensi penyakit tuberkolosis pada tahun 2009 sebesar 34,89%.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, didapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini terkait penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari – Juni 2014. Dua rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Seperti apakah pola peresepan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari–Juni 2014 ?

b. Berapakah nilai PDD dan DDD 100 bed-days dari penggunaan antibiotika di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul pada periode Januari –Juni 2014 ?

2. Keaslian penelitian

Dari hasil penelusuran pustaka diketahui telah banyak penelitian serupa yang pernah dilakukan dan dipublikasikan. Berikut adalah penelitian-penelitian serupa beserta perbedaan-perbedaannya dengan penelitian ini :

(25)

pada tahun 2009 adalah sebesar 390,98 sementara untuk nilai DDD/100 hari rawat pada tahun 2010 adalah sebesar 381,34. Hasil dari nilai segmen DU90% adalah pada tahun 2009 terdapat 11 jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90% sementara untuk tahun 2010 terdapat 18 jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini menggunakan subjek uji orang dewasa di rawat inap sementara pada penelitian penulis subjek uji yang digunakan adalah pasien anak di rawat inap. Selain itu pada penelitian ini digunakan metode lain yaitu metode DU90% yang dikombinasikan dengan metode DDD yang digunakan. Pada penelitian penulis, evaluasi kuantitas penggunaan antibiotika dilakukan dengan metode DDD dengan PDD.

b. Penelitian tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Anak di Rawat Inap Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Juni 2013 dilakukan oleh Carolina (2014), dengan jenis penelitian non eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan rancangan studi cross-sectional dan bersifat retrospektif. Hasil yang diperoleh daari penelitian ini yaitu penyakit yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia (20,9%). Terdapat 28 jenis antibiotika yang yang diresepkan dengan total nilai DDD 100

(26)

yang paling sering diresepkan dengan presentase 13,9% dengan nilai DDD patient-days tertinggi yaitu 10,33. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini melakukan evaluasi penggunaan antibiotika dengan menggunakan metode DDD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan metode DDD dengan PDD.

(27)

d. Penelitian serupa tentang Gambaran Perbedaan Antara Prescribed Daily Dose Dengan WHO Defined Daily Dose Pada Peresepan Antibiotik Untuk Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta Selama Tahun 2009 dilakukan oleh Sari (2011). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan studi deskriptif dan pengumpulan data secara retrospektif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai PDD dan DDD untuk antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol tidak sama, PDD amoksisilin 50% lebih besar dari DDD, serta PDD kloramfenikol 10% lebih kecil dari DDD. Adapun untuk antibiotik siprofloksasin, metronidazol dan eritromisin tidak terdapat perbedaan antara DDD dan PDD. Berdasarkan perbandingan kuantitatif yang dihitung dengan satuan PDD dan DDD, amoksisilin tetap menjadi urutan pertama dengan nilai DDD/1000KPRJ 681,09 dan PDD/1000 KPRJ 454,06. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak tempat dan periode penelitian, serta subyek penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) menggunakan subyek pasien rawat jalan di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta selama tahun 2009. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan subyek pasien rawat inap di bangsal anak yang menerima peresepan antibiotik selama periode Januari – Juni 2014.

(28)

Wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 dilakukan oleh Wardani (2012), dengan menggunakan rancangan studi deskriptif dan pengumpulan data secara retrospektif. Penelitian ini menunjukkan bahwa tetrasiklin, levofloksasin dan doksisiklin memiliki PDD yang lebih besar daripada DDD WHO yaitu masing-masing sebesar 100%, PDD amoksiclav 87% lebih besar dari DDD WHO dan PDD amoksisilin 50% lebih besar dari DDD WHO. Antibiotik yang memiliki PDD lebih kecil dari DDD WHO yaitu gramisidin 99,70%; kloramfenikol 66,66%; kotrimoksazol 52%; sefadroksil, sefiksim, spiramisin dan metronidazol masing-masing sebesaar 50%; ampisilin 25%; azitromisin 16,66%; dan linkomisin 16,66%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah terletak pada tempat dan periode penelitian.

(29)

sebesar 10,6 DDD/100pasien-hari. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik dengan kategori Gyssens didapatkan hasil sebesar 55,1% yang memenuhi kategori rasional. Perbedaan dari penelitian ini adalah terletak pada tempak dan periode penelitian, serta metode yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode DDD dan PDD.

g. Penelitian serupa tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotika di Ruang

HCU dan Ruang ICU Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Februari

(30)

Empirical) sebanyak 98,7%, ADT (Antimicrobial Documented Therapy) sebanyak 1,3% dan ADET (Antimicrobial Documented Empirical Therapy) sebanyak 8,6%. Kategori VI paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 88,2%. Penggunaan antibiotika sesuai dengan formularium sebesar 93,9%. Pada penelitian ini terdapat 2 metode pendekatan yang digunakan yaitu, pendekatan kuantitatif dengan metode DDD dan pendekatan kualitatif dengan metode

Gyssens, sementara pada penelitian yang dilakukan oleh penulis digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode DDD dan PDD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya seperti tempat penelitian yang berbeda akan memberikan informasi karakteristik demografi subyek penelitian yang berbeda. Waktu atau periode penelitian yang berbeda akan memberikan informasi karakteristik pola penggunaan antibiotika yang berbeda. Paparan perbedaan-perbedaan di atas mempertegas bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan diharapkan dapat memberikan informasi yang baru.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis

(31)

b. Manfaat praktis

Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan sebagai data pembanding bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul, terkait dengan tingkat penggunaan antibiotika yang dilihat berdasarkan hasil dari perhitungan nilai PDD dan DDD 100 bed-days. Perbandingan tingkat penggunaan antibiotika dapat dilakukan antar bangsal atau antar rumah sakit, serta antar periode waktu tertentu.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari-Juni 2014 dikaji dari segi kuantitas penggunaannya.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan pola peresepan antibiotika yang diterima oleh pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari-Juni 2014.

(32)

13 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Definisi Antibiotika

Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses biokimia dari mikroorganisme lain. Istilah ‘antibiotika’ sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang bukan merupakan produk mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).

B. Penggolongan Antibiotika

Berdasarkan luas aktivitasnya, jenis antibiotika dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1. Antibiotika yang narrow spectrum (spektrum aktivitas sempit).

(33)

2. Antibiotika broad spectrum (spektrum aktivitas luas)

Bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman, baik jenis kuman Gram positif maupun kuman Gram negatif. Antibiotika yang termasuk broad spectrum

antara lain sulfonamide, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin (Tan dan Rahardja, 2003).

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain sebagai berikut (Schmitz, 2009) :

1. Antibiotika beta laktam, yang termasuk antibiotika beta laktam adalah penisilin, sefalosporin dan karbapenem. Antibiotika yang termasuk golongan penisilin yaitu benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetilpenisilin dan ampisilin. Sedangkan antibiotika yang termasuk golongan sefalosporin contohnya adalah azteonam, dan karbapenem contohnya adalah imipenem. 2. Tetrasiklin, contoh : tetrasiklin, oksitetrasiklin dan demeklosiklin.

3. Kloramfenikol, contoh : tiamfenikol dan kloramfenikol. 4. Makrolida, contoh : eritromisin dan spiramisin.

5. Linkomisin, contoh : linkomisin dan klindamisin.

6. Antibiotika aminoglikosida, contoh : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan spektinomisin.

7. Antibiotika polipeptida (bekerja pada bakteri Gram negatif), contoh : polimiksin-B, konistin, basitrasin dan sirotrisin.

(34)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain sebagai berikut (Schmitz, 2009) :

1. Antibiotika yang dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembangbiakan dan menimbulkan lisis. Contoh : penisilin dan sefalosporin.

2. Antibiotika yang dapat mengganggu keutuhan membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan cairan intraseluler. Contoh : polimiksin, amfoterisin B dan nistatin.

3. Antibiotika yang dapat menghambat sintesis protein sel bakteri secara reversibel. Contoh : tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, linkomisin dan klindamisin.

4. Antibiotika yang dapat menghambat metabolisme sel bakteri. Contoh : sulfonamide.

5. Antibiotika yang dapat menghambat sintesis asam nukleat. Contoh : rifampisin dan golongan kuinolon.

Berdasarkan farmakokinetika antibiotika terhadap bakteri maka dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu (Gunawan dkk., 2007) :

1. Time-dependent killing

(35)

2. Concentration-dependent killing

Pada pola ini antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap kuman apabila kadarnya diusahakan relatif tinggi, tetapi dengan catatan kadar yang tinggi ini tidak perlu dipertahankan terlalu lama. Contoh antibiotika yang masuk kedalam golongan ini adalah antibiotika golongan aminoglikosida, flourokuinolon, dan ketolid.

C. Penggunaan Antibiotika

(36)

Penggunaan antibiotika secara bijak erat kaitannya dengan penggunaan antibiotika berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat, dosis yang adekuat, serta tidak lebih lama dari yang dibutuhkan. Terapi inisial dapat menggunakan antibiotika spektrum luas dan harus segera diganti apabila hasil laboratorium mikrobiologi telah keluar, proses ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya mengubah dari spektrum luas ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga mengubah dari terapi kombinasi menjadi terapi tunggal. Indikasi yang tepat diawali dengan diagnosis infeksi yang tepat. Antibiotika tidak diresepkan untuk kasus infeksi virus (Staf Pengajar FKUI, 2008 ; Dertarani, 2009).

D. Penggunaan Antibiotik Secara Rasional

Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus atau nonbakterial lainnya. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (Agustina, 2001).

(37)

Terjadinya penggunaan antibiotika secara tidak rasional telah diamati sejak lama. Suatu survei dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2002. Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotika antara lain 19-76% tidak ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis dan lama pemberian) dan 1-8% tidak ada indikasi profilaksis (Dertarani, 2009).

Penggunaan antibiotika secara tidak rasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Resistensi adalah suatu keadaan dimana mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menentang ataupun merintangi efek dari suatu antibiotika, pada konsentrasi hambat minimal. Bakteri dapat bersifat resisten melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru. Hal ini menjadi perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian, menyebar, dan membebankan biaya yang besar pada individu dan masyarakat. Kepekaan antibiotika terhadap bakteri ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Bari,2008).

(38)

(overuse) atau kurang dari yang seharusnya (underuse) dan meningkatkan penggunaan antibiotika yang tepat (Blondeau, 2001 ; WHO, 2001 ; Reed, 2005).

E. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak

Pasien anak merupakan salah satu populasi terbesar pengidap penyakit infeksi. Besarnya kejadian penyakit infeksi pada anak menyebabkan banyaknya peresepan antibiotika ditujukan pada pasien anak guna menangani penyakit infeksi yang dialami oleh anak (Bauchner, 1999). Sebuah studi di dua kota besar di Indonesia (Semarang dan Surabaya) menemukan 76% peresepan antibiotika ditujukan untuk kelompok pasien anak (Hadi et al., 2008).

Pada pasien anak, semua usia dalam kategorinya masing-masing memiliki kemungkinan terserang penyakit infeksi. Pembagian kategori usia pada anak terdiri atas (Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi, 2009) :

1. Infant (usia anak <1 tahun)

2. Toddler(usia anak 1 ≤ umur < 3 tahun)

3. Pre-school/pra-sekolah (usia anak 3 ≤ umur < 6 tahun) 4. School period/usia sekolah (usia anak 6 ≤ umur ≤ 12 tahun)

(39)

dewasa pada penggunaan antibiotik. Sebagai contoh, volume distribusi beberapa jenis obat lebih besar pada anak daripada dewasa sehingga waktu paruh eliminasinya menjadi lebih lama (IDAI, 2008).

(40)

farmakodinamik antibiotika. Akibat adanya pengaruh pada profil farmakokinetik dan farmakodinamik, hal ini dapat memicu terjadinya efek samping yang tidak diinginkan (Hakim, 2012).

F. Metode ATC/DDD

Sistem ATC/DDD (ATC = Anatomical Therapeutic Chemical, DDD =

Defined Daily Dose) merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran penggunaan obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembagan penelitian penggunaan obat. Sistem Anatomical Theapeutic Chemical (ATC) dimodifikasi dan dikembangkan para peneliti Norwegia oleh The European Pharmaceutical Market Research Association (EPhMRA). Defined Daily Dose

(DDD) digunakan untuk memperbaiki unit pengukuran tradisional untuk digunakan dalan studi penggunaan obat (WHO, 2000).

Tujuan dari sistem ATC/DDD adalah sebagai sarana untuk penelitian penggunaan obat untuk meningkatkan kualitas penggunaan obat. Salah satu komponen ini adalah presentase dan perbandingan dari konsumsi obat tingkat internasional dan level-level lain. Sistem ATC/DDD diklasifikasikan oleh WHO Collaborating Centre untuk memonitoring penggunaan obat pada tingkat internasional di Uppsala-Sweden berdasarkan klasifikasi Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) (WHO, 2000).

(41)

berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut beraksi. Obat diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda (Persson, 2002).

1. Level pertama, level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14 kelompok utama anatomi. Kode level pertama berdasarkan huruf :

A Alimentary tract and metabolism

B Blood and blood forming organs

C Cardiovascular system

D Dermatologics

G Genitourinary system and sex hormone

H Systemic hormonal preparations

J Antiinfectives for systemic

L Antineoplastic and immunomodelating

M Musculo-skeletal system

N Nervous system

P Antiparasitic product, insecticides and repellents

R Respiratory system

S Sensory organs

V Various

2. Level 2, merupakan kelompok utama farmakologi. Contoh : A10 Drug used in diabetes

B01 Antitrombotic agent

(42)

A10B Blood glucose lowering drug, ex : insulin

B01A Antitrombotic agent

4. Level 4, merupakan kelompok kimia. Contoh : A10BA Biguanides

B01AB Heparin in group

5. Level lima, merupakan kelompok zat kimia. Contoh : A10BA02 Metformin

B01AB01 Heparin

Contoh : ATCJ01MA02 adalah kode untuk Ciprofloxacin. Adapun maknanya adalah sebagai berikut (Perssons, 2002) :

Struktur ATC

J Antiinfective for systemic

Level 1, kelompok utama anatomi J01 Antibacterial for systemic use

Level 2, kelompok utama farmakologi J01M Quinolone antibacterial agents

Level 3, kelompok farmakologi J01MA Fluoroquinolones

Level 4, kelompok kimia J01MA02 Ciprofloxacin

(43)

Keuntungan sistem ATC/DDD (Perssons, 2002) :

1. Unit tetap yang tidak dipengaruhi perubahan harga dan mata uang serta bentuk sediaan.

2. Mudah diperbandingkan institusi, nasional, regional dan internasional. Keterbatasan sistem ATC/DDD (Perssons, 2002) :

1. Belum lengkap untuk semua obat : topikal, vaksin, anastesi. 2. Belum bisa untuk penggunaan pediatrik.

G. Unit Perhitungan Defined daily Dose (DDD)

Defined Daily Dose (DDD) diasumsikan sebagai dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa. Defined Daily Dose (DDD) hanya ditetapkan untuk obat yang memiliki kode ATC. Kuantitas penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di rumah sakit dapat menggunakan metode DDD/100 bed-days (rata-rata penggunaan antibiotik selama 100 hari rawat inap) dan DDD/100 patient-days (rata-rata penggunaan antibiotik dari 100 pasien). Perhitungan kuantitas penggunaan antibiotik di komunitas biasanya digunakan DDD 1000 inhibitans per day atau DDD per inhibitans per year

(WHO, 2003). Rumus DDD yang dipakai dalam penelitian ini adalah DDD/100

bed-days. Rumus perhitungan konsumsi antibiotika DDD/100 bed-days adalah : DDD/100 bed-days (Kemenkes RI, 2011) :

(44)

Keterangan :

Populasi : jumlah tempat tidur dikalikan dengan Bed Occupation Rate (BOR) Rumah Sakit dalam periode tertentu.

Bed Occupation Rate (BOR) merupakan angka yang menunjukkan presentase tingkat penggunaan tempat tidur pada satuan waktu tertentu di unit rawat inap (bangsal). Rumus Bed Occupation Rate (BOR) yaitu (Kurniawan, 2010) :

Bed Occupation Rate (BOR) :

Selanjutnya perhitungan DDD dapat dibantu dengan menggunakan perangkat lunak ABC calc yang telah dikembangkan oleh WHO. Data penggunaan obat yang dipresentasikan pada DDD hanya memberikan perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang pasti. Klasifikasi ATC dan DDD dapat digunakan untuk membandingkan penggunaan antibiotik antar bangsal, rumah sakit bahkan antar negara (WHO, 2012).

(45)

H. Unit Perhitungan Prescribed Daily Dose (PDD)

Kuantitas penggunaan antibiotika adalah jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif. Evaluasi penggunaan antibiotika secara retrospektif dapat dilakukan dengan menggunakan metode PDD (Prescribed Daily Dose). Metode PDD ini didefinisikan sebagai dosis rata-rata yang diresepkan. Prescribed Daily Dose (PDD) dapat memberikan rata-rata jumlah harian dari obat yang sebenarnya diresepkan (WHO, 2003).

Rumus PDD yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Porta, et al., 2012) :

I. Keterangan Empiris

(46)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena tidak memberikan perlakuan secara langsung terhadap subyek uji dan hanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena kesehatan yang terjadi dalam suatu populasi tertentu. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu lembar rekam medik pasien anak yang mendapatkan pengobatan antibiotik (Imron dan Amrul, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian rawat inap bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta selama periode Januari–Juni 2014.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pola peresepan

(47)

3. Nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari–Juni 2014.

D. Definisi Operasional

1. Pola peresepan adalah gambaran peresepan antibiotika yang diterima oleh pasien anak rawat inap yang meliputi jenis dan golongan antibiotika yang dipakai, bentuk sediaan dan rute pemakaian, aturan pemakaian, dosis pemakaian dan jumlah antibiotika yang diresepkan.

2. Pola penyakit merupakan jenis diagnosis penyakit yang ditulis sebagai diagnosis utama pada rekam medik pasien oleh dokter pada periode Januari– Juni 2014 pada pasien anak rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul, misalnya: pneumonia.

3. Kuantitas penggunaan antibiotika adalah pengukuran jumlah suatu antibiotika yang digunakan dengan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose).

4. Prescribed Daily Dose (PDD) yaitu dosis harian yang diresepkan yang dihitung dengan mengalikan antara berat badan pasien (kg) dengan dosis antibiotika yang digunakan (gram), kemudian dibagi 100.

(48)

penelitian ini perhitungan DDD 100 bed-days menggunakan standar DDD WHO untuk pasien dewasa.

E. Subyek Penelitian

Pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari–Juni 2014, dalam hal ini data pasien diambil dari lembar rekam medis.

1. Kriteria inklusi subyek :

a. Pasien rawat inap di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati selama periode Januari–Juni 2014 yang memuat tentang terapi antibiotika.

b. Pasien anak yang menggunakan antibiotika yang terdapat dalam klasifikasi ATC.

c. Pasien anak dengan catatan rekam medik yang jelas terbaca oleh peneliti. 2. Kriteria eksklusi subyek :

a. Pasien anak yang pulang paksa atau meninggal sebelum program pemberian antibiotika pada pasien selesai.

b. Pasien anak yang terapinya dilanjutkan di tempat lain (pindah ruangan/rumah sakit).

c. Pasien anak dengan catatan medik yang tidak lengkap.

F. Bahan Penelitian

(49)

periode Januari–Juni 2014 dari subyek yang memenuhi kriteria inklusi di atas. Rekam medis adalah data-data yang diperoleh dari bagian rekam medis RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berkaitan dengan pasien anak yang menjalani rawat inap dan mendapatkan pengobatan antibiotika.

G. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan yaitu lembar data dasar pasien dan lembar data penggunaan antibiotika. Lembar data dasar pasien berisi informasi mengenai nomor rekam medik, jenis kelamin pasien, usia, berat badan pasien, lama rawat inap, diagnosa utama, kondisi pasien saat keluar dan biaya perawatan. Lembar data penggunaan antibiotika berisi informasi mengenai nama antibiotika, dosis dan rute pemberian, indikasi penggunaan, jumlah antibiotika yang diberikan, keterangan berhenti pemakaian dan masalah yang timbul serta rekomendasi.

H. Tata Cara Penelitian 1. Tahap orientasi atau studi pendahuluan

Pada tahap orientasi ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

(50)

Yogyakarta untuk memperoleh surat izin penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

b. Setelah surat izin penelitian diperoleh dari Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta, surat izin tersebut kemudian diserahkan ke Bappeda Kabupaten Bantul untuk memperoleh surat izin penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

c. Setelah surat izin penelitian diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bantul, surat izin tersebut beserta proposal penelitian kemudian diserahkan ke bagian pengembangan RSUD Panembahan Senopati Bantul untuk memperoleh izin penelitian dari pihak RSUD Panembahan Senopati Bantul.

d. Setelah izin penelitian yang diajukan dikonfirmasi oleh bagian pengembangan RSUD Panembahan Senopati Bantul, selanjutnya dilakukan studi pendahuluan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah pasien anak yang memperoleh peresepan antibiotika di bangsal anak rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari sampai Juni 2014.

(51)

302 pasien anak kepada pasien selama pasien menjalani perawatan di rumah sakit dari awal hingga akhir perawatan.

2. Pengambilan data

Rekam medik pasien anak yang masuk dalam kriteria inklusi yaitu sebanyak 239 rekam medik diambil datanya kemudian ditulis ke dalam lembar data pasien dan lembar data penggunaan antibiotika (alat penelitian).

3. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut : a. Editting.

Editing dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data-data yang diperoleh dari lembar rekam medik di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari – Juni 2014.

(52)

b. Entry Data

Pada tahap ini dilakukan pemindahan data dari lembar data pasien dan lembar penggunaan antibiotika kemudian data dimasukkan ke dalam program EXCEL® untuk selanjutnya data dibagi berdasarkan kebutuhan untuk data demografi, data pola penyakit, data pola peresepan dan data untuk perhitungan nilai PDD dan DDD 100 bed-days.

c. Cleaning

Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukan pada program EXCEL® untuk selanjutnya data akan diolah berdasarkan kebutuhannya masing-masing.

I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Hasil

Analisis data dilakukan dengan cara analisa deskriptif menggunakan metode PDD dan DDD. Analisa deskriptif dilakukan dengan menguraikan data-data yang telah diambil menjadi frekuensi dan presentase untuk menggambarkan data demografi pasien, pola penyakit, dan pola peresepan pasien anak yang menerima terapi antibiotika. Kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dihitung dengan metode PDD dan DDD 100 bed-days, yang diproses dengan kombinasi program EXCEL® dan program ABC calc.

1. Cara menghitung PDD dan DDD 100 bed-days

(53)

antibiotik dijadikan dalam satuan yang sama untuk mempermudah dalam proses perhitungan.

a. Menghitung Nilai PDD.

PDD 100 bed-days dihitung dengan rumus (Porta, et al., 2012):

Contoh :

1. Pasien pediatrik pertama dengan BB 15 kg menerima peresepan antibiotika amoksisilin dengan dosis per-tablet 500 mg dengan aturan pakai 3 x sehari selama 5 hari rawat inap.

2 Pasien pediatrik kedua dengan BB 10 kg menerima peresepan antibiotika amoksisilin dengan dosis per-tablet 250 mg dengan aturan pakai 3 x sehari selama 4 hari rawat inap.

Total regimen antibiotika yang diterima masing-masing pasien : Pasien 1 : [(500 x 3) x 5] = 7500 mg = 7,5 gram.

Pasien 2 : [(250 x 3) x 4] = 3000 mg = 3 gram. Nilai PDD amoksisilin pasien 1 :

Nilai PDD amoksisilin pasien 2 :

(54)

Total nilai PDD amoksisilin = 1,13 + 0,3 = 1,43

b. Menghitung Nilai DDD 100 bed-days.

DDD 100 bed-days dihitung dengan rumus (Kemenkes RI, 2011) :

Keterangan :

Populasi : jumlah tempat tidur dikalikan dengan Bed Occupation Rate (BOR) Rumah Sakit dalam periode tertentu.

Bed Occupation Rate (BOR) merupakan angka yang menunjukkan tingkat penggunaan tempat tidur pada satuan waktu tertentu di Unit Rawat Inap (bangsal). Rumus Bed Occupation Rate (BOR) yaitu :

Bed Occupation Rate (BOR) (Kurniawan, 2010) :

Contoh perhitungan DDD 100 bed-days :

(55)

1. Pasien pediatrik pertama menerima peresepan antibiotika amoksisilin dengan dosis per-tablet 500 mg dengan aturan pakai 3 x sehari, dengan lama penggunaan antibiotika selama 5 hari. Pasien dirawat di RSUD Panembahan Senopati selama 7 hari.

2. Pasien pediatrik kedua menerima peresepan antibiotika amoksisilin dengan dosis per-tablet 250 mg dengan aturan pakai 3 x sehari, dengan lama penggunaan antibiotika selama 4 hari. Pasien dirawat di RSUD Panembahan Senopati selama 8 hari.

Dari contoh kasus di atas, diperoleh total dosis antibiotika (gram) yang diterima oleh pasien selama dirawat inap dan total hari perawatan pasien sebagai berikut ini.

1. Total regimen antibiotika yang diterima masing – masing pasien: a. Pasien 1 : [(500 x 3) x 5] = 7500 mg = 7,5 gram.

b. Pasien 2 : [(250 x 3) x 4] = 3000 mg = 3 gram.

Total dosis antibiotika yang diterima oleh semua pasien adalah : 7,5 gram + 3 gram = 10,5 gram.

2. Total lamanya waktu perawatan pasien anak rawat inap/Lenght of Stay (LOS) untuk semua pasien di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah sebagai berikut :

Lama rawat inap pasien 1 + lama rawat inap pasien 2 = 7 hari + 8 hari = 15 hari.

(56)

Bed Occupation Rate (BOR) :

Kemudian dilakukan perhitungan nilai DDD berdasarkan rumus DDD 100 bed-days untuk masing-masing jenis antibiotika.

Diketahui : Total penggunaan amoksisilin = 10,5 gram Nilai standar DDD WHO amoksisilin = 1

BOR = 0,28%

Populasi = 30 x 0,28 = 8,4

Periode penelitian = 181 hari

Nilai DDD 100 bed-days dari amoksisilin =

(57)

J. Keterbatasan Penelitian

(58)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak di rawat inap bangsal anak pada periode Januari-Juni 2014 dikaji dari segi kuantitas penggunaanya. Evaluasi penggunaan antibiotika secara kuantitas dilakukan dengan cara menghitung nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose). Pada penelitian ini digunakan metode PDD dan DDD 100

bed-days. Pertimbangan penggunaan metode PDD dan DDD 100 bed-days karena menurut WHO (2003) menyatakan bahwa untuk pengukuran kuantitas penggunaan antibiotika di rumah sakit dapat digunakan nilai PDD atau DDD 100

bed-days. Hasil perhitungan dengan metode DDD dapat dibandingkan baik antar bangsal, rumah sakit, kota maupun antar negara (WHO, 2003; Kemenkes, 2011).

Pada penelitian ini diperoleh 239 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari-Juni 2014. Dari 239 catatan medik tersebut, didapatkan data mengenai pola penyakit berdasarkan diagnosis yang ditulis oleh dokter, karakteristik pasien, pola peresepan dan kuantitas penggunaan antibiotika. Data penggunaan antibiotika ini dihitung berdasarkan konsep DDD dan PDD, data penggunaan antibiotika diperoleh dari data pasien anak yang menerima peresepan antibiotika selama periode Januari sampai Juni 2014.

(59)

54,4%

45,6% Laki - laki

Perempuan N = 239 dengan presentase sebesar 54,4%. Distribusi jumlah anak berdasarkan jenis kelamin tercantum pada Gambar 2.

Pada penelitian ini rentang umur pasien anak yang diteliti adalah umur anak kurang dari 1 tahun sampai dengan 12 tahun. Pembagian usia anak didasarkan pada klasifikasi yang digunakan pada penelitian Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi (2009), usia anak dikelompokkan menjadi empat yaitu

infant (usia anak < 1 tahun), toddler (1 ≤ usia anak < 3 tahun), pre-school (3 ≤

usia anak < 6 tahun), school period (6 ≤ usia anak < 12 tahun). Jumlah

penggunaan antibiotika berdasarkan umur dari 239 pasien anak yang menerima

peresepan antibiotika, sebagian besar merupakan pasien anak yang berusia 1 ≤

umur < 3 tahun sebanyak 45,2%. Pasien bayi yang berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 24,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok pasien anak

yang banyak terserang penyakit infeksi adalah anak dengan rentang usia 1 ≤ umur

(60)

24,7%

45,2% 14,6%

15,6%

< 1 tahun

1 ≤ umur < 3 tahun 3 ≤ umur < 6 tahun 6 ≤ umur < 12 tahun

N = 239

10 kali lebih rentan terserang penyakit infeksi dikarenakan sistem imunitas yang belum berkembang dengan sempurna (Shea et al., 2001). Jumlah pasien anak yang menerima peresepan antibiotika berdasarkan umur dapat dilihat pada Gambar 3.

A. Pola Penyakit

Pola penyakit diperoleh berdasarkan diagnosis dokter yang tertulis di catatan medik pasien. Dari 239 catatan medik, diperoleh tiga penyakit yang paling banyak ditemukan berdasarkan diagnosis yang ditulis dokter. Diagnosis terbanyak pertama adalah bronkopneumonia ditemukan pada 46 pasien, diikuti urutan kedua adalah Rino Faringitis Akut (RFA) sebanyak 42 pasien dan diurutan ketiga adalah Diare Cair Akut (DCA) ditemukan pada 36 pasien. Pola penyakit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(61)

Tabel I. Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014

Diagnosis Penyakit Jumlah Pasien

Bronkopneumonia 46

Rino Faringitis Acute (RFA) 42

Diare Cair Akut (DCA) 36

Bronkitis 13

Tifoid 10

Gastroenteritis Acute (GEA) 9

Kejang Demam Sedang (KDS) 8

Asma Bronkial 8

Infeksi Saluran Kemih (ISK) 7

Pneumonia 7

Anemia Defisiensi Besi (ADB) 3

Dangue Fever (DF) 3

Glomerulonefritis 2

Vomitus 2

Cepalgia 2

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2

Tonsilitis akut 2

Dangue Haemorrhagic Fever (DHF) 2

Appendicitis 2

Epilepsi 1

Renal Tubular Acidosis (RTA) 1

Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) 1

Batuk Kronis Berulang (BKB) 1

Laringitis 1

Faringitis 1

Hepatitis 1

Total 239

(62)

pasien anak seperti bronkopneumonia sebagian besar disebabkan karena

Streptococcus pneumonia, Rino Faringitis Acute (RFA) sebesar 15% - 30% disebabkan karena infeksi bakteri yaitu Streptococcus grup A, dan penyakit Diare Cair Akut (DCA) disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus dan Escherichia coli (Dipiro et al., 2008). Pengobatan untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri adalah antibiotika. Hasil penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi pada tahun 2012, urutan tiga teratas ditempati oleh demam tifoid, sepsis serta diare (Febiana, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan hasil penelitian serupa menunjukkan bahwa penyakit infeksi bakteri merupakan penyakit yang sering dialami oleh pasien anak. Temuan ini juga serupa dengan data dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY (2013) bahwa pada anak-anak masih banyak didominasi oleh penyakit infeksi. Pada tahun 2012 misalnya, data anak-anak di DIY yang menderita pneumonia adalah sebesar 2.936. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia (Dipiro et al., 2008).

B. Pola Peresepan Antibiotika

(63)

(0,2%), dan sefadroksil (0,2%). Antibiotika terbanyak kedua adalah golongan penisilin (35,2%) dengan jenis antibiotika amoksisilin (8,5%) dan ampisilin (26,7%). Urutan terbanyak ketiga adalah antibiotika golongan aminoglikosida (1,9%) dan golongan imidazol (1,9%). Antibiotika golongan aminoglikosida dengan jenis antibiotika gentamisin (0,2%) dan amikasin (1,7%). Antibiotika golongan imidazol dengan jenis antibiotika metronidazol (1,9%). Data hasil pengamatan pola peresepan golongan dan jenis antibiotika dapat dilihat dalam Tabel II.

(64)

Tabel II. Frekuensi dan Presentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014 Berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotikanya

Golongan

Ampenikol Kloramfenikol 3 0,6

Rifampisin Rifampisin 1 0,2

Makrolida Eritromisin 2 0,4

TOTAL 483 100

(65)

68,9% 31,1%

Intravena Oral N = 483

Sefotaksim banyak ditemukan karena sefotaksim merupakan antibiotika generasi ketiga dari golongan sefalosporin, sefotaksim memiliki aktivitas spektrum luas yang dapat melawan bakteri Gram positif maupun Gram negatif sehingga sering digunakan sebagai terapi empiris pada pediatrik dengan penyakit infeksi bakteri (Babu, 2011).

Rute pemberian yang digunakan dalam pemberian antibiotika dalam penelitian ini yaitu intravena dan oral. Rute pemberian yang paling banyak digunakan adalah secara intravena dengan presentase sebesar 68,9%. Distribusi rute pemberian antibiotika tercantum pada Gambar 4.

(66)

menelan sediaan serta rasa dari sediaan tablet yang biasanya pahit. Untuk itu para tenaga kesehatan cenderung memberikan sediaan injeksi pada pasien anak dimana sediaan injeksi ini biasanya dapat langsung dimasukkan melalui cairan infus atau melalui conecta yang terpasang pada set infus (Shea et al., 2001).

Kedua, rute pemberian oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi yang tergolong ringan contohnya seperti bronkitis, tonsilofaringitis,

(67)

Identifikasi terhadap rute pemberian antibiotika penting untuk dilakukan karena beberapa antibiotika memiliki nilai standar DDD WHO berbeda untuk masing-masing rute pemberian. Salah satu contoh adalah nilai standar DDD untuk siprofloksasin, pada pemberian secara parenteral siprofloksasin memiliki nilai standar sebesar 1, namun pada pemberian secara per-oral siprofloksasin memiliki nilai standar sebesar 0,5. Adanya perbedaan nilai standar dari masing-masing rute pemberian untuk satu jenis antibiotika nantinya akan berpengaruh terhadap penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika yang diperoleh. Penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika ditentukan oleh perbandingan nilai DDD yang diperoleh dengan nilai DDD standar yang telah ditetapkan. Nilai DDD dari suatu antibiotika dikatakan tinggi apabila nilai DDD yang diperoleh lebih besar dari nilai DDD standar yang telah ditetapkan (WHO, 2012).

(68)

69,1% 28,8%

2,1%

Injeksi Tablet Sirup N = 483

Dari 483 pola peresepan antibiotika yang telah diresepkan, diperoleh karakteristik aturan pemakaian antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah 3 x sehari dengan presentase 63,6%. Gambaran distribusi aturan pemakaian antibiotika yang diresepkan pada pasien anak dapat dilihat pada Gambar 6.

Aturan pemakaian antibiotika menggambarkan frekuensi penggunaan antibiotika yang digunakan pasien per hari. Semakin tinggi frekuensi antibiotika yang digunakan dalam satu hari, maka akan menyebabkan dosis penggunaan antibiotika semakin besar. Meningkatnya dosis akan berpengaruh pada jumlah (gram) antibiotika yang diterima oleh pasien. Semakin besar jumlah (gram) antibiotika yang digunakan akan memungkinkan menyebabkan nilai DDD dan PDD dari suatu jenis antibiotika semakin besar pula (WHO, 2012).

(69)

0,2%

Lama penggunaan antibiotika di RSUD Panembahan Senopati Bantul yaitu antara 1 sampai 15 hari. Lama penggunaan antibiotika kemudian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu lama penggunaan antibiotika 1 sampai 5 hari, lama penggunaan antibiotika 6 sampai 10 hari dan lama penggunaan antibiotika 11 sampai 15 hari. Data mengenai lama penggunaan antibiotika dari setiap pasien menunjukkan bahwa lama penggunaan antibiotika selama 1 sampai 5 hari merupakan waktu lama penggunaan antibiotika yang paling sering ditemui di bangsal anak dengan presentase sebesar 82,2%. Distribusi lama penggunaan antibiotika tercantum pada Gambar 7.

(70)

empiris digunakan antibiotika dengan spektrum luas seperti antibiotika golongan sefalosporin atau penisilin dengan lama pemakaian antibiotika adalah 2 sampai 3 hari (Permenkes, 2011). Pada penelitian ini ditemukan bahwa golongan sefalosporin dan penisilin merupakan antibiotika yang paling banyak diresepkan, hal ini ikut berkontribusi terhadap besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai 5 hari.

Kedua, lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi contohnya seperti pneumonia, bronkopneumonia, cystitis, sepsis, dan ISK adalah 3 sampai dengan 7 hari (Coyle and Prince, 2005; Finch, 2010; Kemenkes RI, 2011). Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai dengan 5 hari, mengingat penyakit pneumonia dan bronkopneumonia termasuk penyakit infeksi yang banyak ditemui pada penelitian ini.

(71)

82,2% 17,6%

0,2%

1 sampai 5 hari 6 sampai 10 hari 11 sampai 15 hari N = 483

Pembagian lama rawat inap didasarkan pada studi dari beberapa literatur dimana lama pengobatan serta perawatan untuk sebagian besar penyakit infeksi sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari (Kemenkes, 2011). Pembagian interval dilakukan dengan membagi lama rawat inap menjadi beberapa interval dengan jarak interval adalah

7 hari, sehingga lama rawat inap dibagi menjadi interval ≤ 7 hari (satu minggu),

8≤ lama rawat inap < 15 hari (atau 2 minggu), 15 ≤ lama rawat < 22 hari (tiga

minggu). Frekuensi lama hari rawat inap terbanyak adalah lama rawat inap pasien

anak ≤ 7 hari dengan presentase sebesar 67,8%. Distribusi lama rawat inap pasien

dapat dilihat pada Gambar 8.

(72)

67,8% 30,5%

1,7%

Lama rawat inap ≤ 7 hari

8 ≤ lama rawat inap < 15 hari

15 ≤ lama rawat inap < 22 hari

N = 239

Berdasarkan rumusan dari metode DDD, nilai total lama rawat inap berbanding terbalik dengan hasil nilai DDD yang akan didapat. Nilai DDD yang didapat akan semakin kecil apabila nilai total lama rawat inap pasien semakin besar. Akan tetapi besarnya nilai total lama rawat inap tidak selalu berarti nilai DDD akan lebih kecil dan sesuai standar. Hal ini dapat terjadi karena pada kenyataannya berdasarkan beberapa penelitian banyak ditemukan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sehingga menimbulkan pemakaian yang berlebihan (Hadi et al, 2008).

Temuan terhadap tingginya persentase untuk lama rawat inap ≤ 7 hari, sesuai dengan hasil dari studi literatur yang telah didapatkan, dimana lama pengobatannya serta perawatannya sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari untuk sebagian besar penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang ditemukan sebagai penyakit utama pada penelitian ini seperti pneumonia, diare, demam dengan kejang,

(73)

nasofaringitis, dan ISK dan penyakit utama lain yang jumlahnya kecil seperti tonsilofaringitis akut, bronkiolitis, suspect demam tifoid, cystitis, dan otitis media memiliki rata-rata lama rawat inap ≤7 hari (Kemenkes, 2011).

C. Nilai PDD dan DDD 100 bed-days

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan antibiotika selama periode Januari sampai Juni 2014 dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) 100 bed-days. Metode DDD (Defined Daily Dose) dipilih karena hasil penelitian penggunaan antibiotika dapat dibandingkan dengan hasil penggunaan antibiotika antar bangsal, rumah sakit, kota, bahkan antar negara sekalipun (WHO, 2003).

Prescribed Daily Dose (PDD) didefinisikan sebagai dosis yang diresepkan.

Prescribed Daily Dose (PDD) dapat menggambarkan jumlah harian dari obat yang sebenarnya diresepkan (WHO, 2003).

Pada penelitian ini terdapat 13 jenis antibiotika yang digunakan pada bangsal anak rawat inap selama periode Januari sampai Juni 2014 dengan total nilai DDD 100 bed-days sebesar 60,2. Kode ATC serta nilai standar DDD WHO (g) disajikan dalam Tabel III.

(74)

yang memiliki nilai DDD 100 bed-days paling tinggi adalah golongan penisilin dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 31,7, artinya adalah sebesar 31,7% dari pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul mendapatkan antibiotika golongan penisilin setiap harinya. Hasil DDD 100 bed-days ini dapat dibandingkan antar bangsal atau antar rumah sakit untuk mengetahui perbandingan tingkat penggunaan antibiotika. Tingkat penggunaan antibiotika yang tinggi dikhawatirkan dapat menyebabkan meningkatnya kejadian resistensi terhadap jenis dan golongan antibiotika tertentu. Nilai DDD 100 bed-days masing-masing jenis dan golongan antibiotika tercantum pada Tabel III. Tabel III. Nilai DDD 100 bed-days untuk Masing-Masing Jenis Antibiotika dan Golongannya Beserta Kode ATC dan Standar DDD WHO

Golongan

Aminoglikosida Gentamisin (P) J01GB03 0,24 0,1 0,4 Amikasin (P) J01GB06 1 0,3

(75)

Hasil dari perhitungan nilai DDD 100 bed-days dapat digunakan untuk mengetahui tingkat penggunaan antibiotika di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan dapat dibandingkan antar bangsal atau antar rumah sakit. Nilai DDD 100 bed-days di bangsal anak rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul lebih rendah nilainya apabila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan pada pasien anak dengan demam tifoid di RSUP Dr. Kariadi pada tahun 2011. Hasil penelitian pada pasien anak dengan demam tifoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang memiliki nilai total DDD 100 bed-days sebesar 62,43. Antibiotika yang memiliki nilai DDD paling besar adalah seftriakson dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 31,92 (Putri, 2013).

Penelitian serupa pernah dilakukan di sebuah rumah sakit pedriatrik di Mexico pada tahun 2005-2006. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh penggunaan antibiotika pada tahun 2005 dengan total nilai DDD 100 bed-days

sebesar 89,91 dan pada tahun 2006 total nilai DDD 100 bed-days sebesar 93,88. Antibiotika yang paling banyak digunakan pada tahun 2005 dan 2006 adalah antibiotika golongan Beta-lactam dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 36,0 pada tahun 2005 dan 30,44 pada tahun 2006 (Jasso, 2010). Apabila dibandingkan dengan penelitian di sebuah rumah sakit di Mexico tersebut, maka nilai DDD 100

Gambar

Tabel I.    Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika
Gambar 3. Jumlah Pasien Anak yang Menerima Antibiotika Berdasarkan Umur di
Gambar 1. Jumlah Pasien Anak Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati  Bantul Berdasarkan Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Pasien Anak Laki-laki dan Perempuan yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa didalam golongan sefalosporin generasi ketiga, sefotaksim memiliki nilai PDD tertinggi lalu diurutan kedua yaitu

Johannes, Kupang, periode Januari t Juni 2015 serta mengidentifikasi kerasionalan penggunaan antibiotika yang meliputi ketepatan obat, indikasi, dosis, pasien, dan

Kategori IVd Tidak, karena pada kasus ini belum diketahui jenis bakteri, jadi masih digunakan antibiotika dengan spektrum luas Kategori IIIa Tidak, 3-7 hari merupakan terapi

lama febris kurang dari 5 hari tidak diindikasikan terapi antibiotika karena lebih mengarah ke infeksi virus, lama febris lebih dari 5 hari diindikasikan terapi

Distribusi penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari – Juni 2002 Evaluasi kesesuaian appropriateness penggunaan