PUSKESMAS TEUNOM KECAMATAN TEUNOM
KABUPATEN ACEH JAYA
SKRIPSI
OLEH
RUSNAINI
09C10104067
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TEUNOM KECAMATAN TEUNOM
KABUPATEN ACEH JAYA
SKRIPSI
OLEH
RUSNAINI
09C10104067
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
LEMBAR PENGESAHAN
JudulSkripsi :FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYAKIT ISPA PADA MASYARAKAT DI WILAYAHKERJA PUSKESMASTEUNOM
KECAMATANTEUNOM KABUPATENACEH JAYA NamaMahasiswa : RUSNAINI
NIM : 09C10104067
Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYAAKAT
Menyetujui, KomisiPembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Kiswanto,M.SiSusi Sriwahyuni. SKM
NIDN.0119107602 NIDN. 198405162011032002
Mengetahui
DekanFakultas Fakultas Kesehatan KetuaJurusan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Masyarakat
Rusnaini Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesma Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya. Dibawah bimbingan Kiswanto,M.Si dan Susi Sriwahyuni,SKM.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang sering dialami oleh anak-anak di negara berkembang. Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencapaian Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksai Saluran Pernapasan Akut.
sampel dalam penelitian ini adalah 60 masyarakat yang menjadi pasien di Puskesmas Teunom Kecamtan Teunom Kabupaten Aceh Jaya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode Quota sampling.
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 14 responden yang pendidikan masyarakat tinggi 7,1% yang mengalami penyakit ISPA, dibandingkan dari 16 responden yang pendidikan masyarakat rendah 93,8% yang mengalami penyakit ISPA. Dari 49 responden yang pengetahuan masyarakat baik 10,2% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 11 responden yang pengetahuannya tidak baik 90,9% yang mengalami penyakit ISPA. Dari 29 responden yang informasi masyarakat baik 17,2% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 31 responden yang informasinya tidak baik 96,8% yang mengalami penyakit mengalami penyakit ISPA. Dari 53 responden yang lingkungan masyarakatnya baik 7,5% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 7 responden yang pengetahuannya tidak baik 71,4% yang mengalami penyakit ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan semua variabel independen (pendidikan, pengetahuan, informasi, lingkungan) tidakmempunyai hubungan dengan penyakit ISPA dimana p value>α (0,05).
Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Jaya diharapkan agar dapat mengambil kebijakan untuk meningkatkan program pencegahan ISPA baik secara umum maupun khusus.
Adapunriwayathiduppenulisadalahsebagaiberikut:
NamaLengkap
: Rusnaini
Tempat/tanggallahir
: Cot Trap, 10 Oktober 1990
JenisKelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kebangsaan/Suku
: Indonesia/Aceh
Status
: BelumMenikah
Pekerjaan
: Mahasiswi
Alamat
: Desa Cot Trap, KecamatanTeunom
KabupatenAceh Jaya
NamaOrangtua,
Ayah
: Tgk. Amiruddin
Pekerjaan
: Tani
Ibu
: Maisarah
Pekerjaan
: Tani
Alamat
: Desa Cot Trap, KecamatanTeunom
KabupatenAceh Jaya
RiwayatPendidikan
:
SD Negeri 6 Cot Trap
: Berijazahtahun 2003
SMP Negeri 4 PayaBaro:Berijazahtahun 2006
SMA Negeri 1 Teunom : Berijazahtahun 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Polusi adalah sejenis gas yang dapat membahayakan yang berasal atau dihasilkan oleh asap-asap baik dari asap kendaraan bermotor maupun asap-asap
sisa pembakaran dari pabrik-pabrik tertentu. Jarang sekali kita temui keadaan dijalan yang bersih tanpa adanya polusi dari asap kendaraan bermotor. Polusi juga dapat menimbulkan penyakit, karena didalam polusi itu terkandung virus-virus
penyakit yang dapat membahayakan kesehatan kita. Banyak warga yang mengeluh akibat adanya polusi, sampai sekarangpun belum ada cara yang ampuh
untuk menangani polusi, karena semakin hari semakin banyak orang yang mengendarai kendaraan bermotor sehingga banyak pula asap-asap yang dihasilkan dan hal itu akan menyebabkan polusi udara (Prathama, 2001)
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas,
radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Pencemaran udara di Indonesia dapat kita lihat, yaitu semakin banyaknya pembangunan-pembangunan gedung-gedung bertingkat, monorel untuk
mewah sehingga sumber oksigen berkurang, banyaknya masyarakat yang membuang sampah sembarangan sehingga mencemari air. Semua hal tersebut
adalah sebagian kegiatan atau fenomena yang ada dalam pencemaran udara, dimana semua itu akan menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia itu
sendiri (Depkes RI. 2002).
Secara umum partikel-partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia.Partikel-partikel
tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan. Pada saat menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup masuk
kedalam paru-paru. Ukuran debu partikel yang masuk kedalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan bertahan di saluran nafas bagian atas,
sedangkan partikel 3-5 mikron akan tertahan dibagian tengah, partikel lebih kecil 1-3 mikron akan masuk kekantong paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil, kurang 1 mikron akan ikut keluar saat dihembuskan (DepkesRI, 2002).
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang dimulai dari hidung ke alveolibeserta adneksa (Romelan, 2006).Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kematian yang sering dialami oleh anak-anak di negara berkembang. Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di
diantaranya adalah Program Pencapaian Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksai Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).
Periode batuk-pilek pada balita yang menderita ISPA di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun, berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali pertahun, sehingga sebagian besar kunjungan balita kesarana pelayanan kesehatan merupakan kunjungan penderita ISPA yaitu sebesar 40%-60% di Puskesmas dan 15%-30% di
Rumah Sakit (Depkes RI, 2002).
Di Indonesia ISPA meerupakan penyebab kematian balita nomor satu,
sejak tahun 2000 angka kematian balita akibat ISPA 5 per 1000 balita. Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk sebanyak 3 sampai 6 kali
setahun (Depkes RI. 2002).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyakit ISPA yang terjadi
masyarakat diantaranya adalah (a) pendidikan masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan, (b) pengetahuan masyarakat tentang memeliharaha kesehatan dan lingkungannya, (c) informasi yang diperoleh masyarakat dari penyuluh kesehatan
tentang penyakit dan penyebab penyakit tersebut khususnya pada penyakit ISPA, serta (d) lingkungan sekitar masyarakat yang tidak bersih dan membakar sampah
secara sembarangan. (Notoadmodjo. 2003)
Polusi udara yang terjadi di daerah Teunom merupakan salah satu dari penyebab tingginya kasis ISPA, hal ini dapat di lihat dari kehidupan sehari-hari
itu juga disebabkan oleh pembakaran hutan oleh masyarakat sekitar, pembakaran sampah yang tidak teratur, masyarakat yang merokok di sembarang tempat,
kebersihan lingkungan yang membuang sampah sembarangan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut akan mencemari udara dimana masyarakat akan
menghirup udara yang telah tercemari sehingga akan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Pencemaran udara ini akan langsung terlihat efekknya pada anak-anak balita yang masih rentan atau mudah untuk terinfeksi penyakit,
terutama penyakit ISPA. Anak-anak yang masih balita sangat rentan terkena penyakit karena ketahanan tubuh mereka yang masih terlalu muda untuk melawan
penyakit.Anak balita lebih rentan terkena penyakit karena mereka lebih dekat dengan orang tua, dimana terkadang orang tuanya perokok dan merokok disembarang tempat.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya insiden ISPA antara lain adalah status gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dimana faktor
resiko terjadinya ISPA, status gizi merupakan faktor yang paling berhubungan.Berdasarkan penelitian (Kartasasmita, 2000), diketahui bahwa
PrevalensiISPA cenderung lebih tinggi pada anak dengan status gizi buruk. Pada tahun 2011 di Puskesmas Teunom pasien yang mengalami ISPA adalah sebanyak 622 orang pasien, kemudian terjadinya peningkatan kasus pada
tahun 2012 yaitu sebanyak 708 orang pasien yang mengalami ISPA ini semua terjadi karena keadaan dan kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap polusi udara di Daerah Teunom yang kurang memadai dan belum memenuhi
Jumlah desa di wilayah kerja Puskesmas Teunom sebanyak 22 desa, dan jumlah penduduk pada tahun 2011-2012 sebanyak 18.122 jiwa, yang terdiri dari
9.049 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 9.073 jiwa berjenis kelamin perempuan. Tenaga kesehatan yang tersedia di Puskesmas Teunom seluruhnya adalah
sebanyak 67 orang.
Menurut penelitian awal dikatakan bahwa masyarakat sekitar wilayah kerja Puskesmas Teunomkurang memahami sepenuhnya tentang penyakit ISPA
dan faktor apa saja yang berhubungan dengan penyakit ISPA secara umum.Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar merasa bahwa penyakit ISPA hanyalah penyakit
yang biasa terjadi pada anak.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dalam bentuk skripsi yang diberi judul:“Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan Bagaimana pengaruhpengetahuan, pendidikan, lingkungan dan informasi terhadap penyakitISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh Faktor-faktor pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan informasi terhadap penyakit ISPA pada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor Pengetahuan terhadap penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendidikan terhadap penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten
Aceh Jaya Tahun 2013.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor Informasi terhadap penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten
Aceh Jaya Tahun 2013.
4. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap penyakit ISPA pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis
2. Bagi Puskesmas Teunom sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh polusi udara terhadap penyakit ISPA di
Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013. 3. Dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk memperbaiki
kondisi lingkungan agar terhindar dari bahaya pengaruh polusi udara terhadap kesehatan.
1.4.2. Manfaat Teoritis
1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dalam melakukan penelitian khususnya Faktor-faktor pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan
informasi terhadap penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013
2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar sebagai
salah satu bahan masukan atau informasi guna menambah bahan perpustakaan yang dapat digunakan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
3. Bagi pihak lain diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk dipelajari dibangku perkuliahan, dan dapat membandingkan antara
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.Pengetahuan
Pendapat dari WHO (2000) bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media masa.
Pengetahuan adalahsesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).
Secara garis besar menurut (Notoatmodjo. 2005) domain tingkat
pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya
baik melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari orang lain.Pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Menurut Bloom(dalam Notoatmodjo. 2000) kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi dalam 6 kategori yaitu :
1. Pengetahuan(knowledge)mencakup ketrampilan mengingat kembali faktor-faktor yang pernah dipelajari.
3. Penerapan (application)mencakup ketrampilan menerapkan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.
4. Analisis(analysis)meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau meneliti dan mencoba memahami struktur informasi.
5. Sintesis (synthesis) mencakup menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola yang tidak ada sebelumnya.
6. Evaluasi (evaluation)meliputi pengambilan keputusan atau menyimpulkan berdasarkan kriteria-kriteria yang ada biasanya pertanyaan memakai kata:
pertimbangkanlah, bagaimana kesimpulannya.
Pengetahuan atau kognitif menurut Green merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan terjadi melalui panca indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.Teori pengetahuan berkaitan dengan sumber-sumber pengetahuan.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. (Notoatmodjo, 2003)
2.2. Polusi Udara
dijalan yang bersih tanpa adanya polusi dari asap kendaraan bermotor. Polusi juga dapat menimbulkan penyakit, karena didalam polusi itu terkandung virus-virus
penyakit yang dapat membahayakan kesehatan kita. Banyak warga yang mengeluh akibat adanya polusi, sampai sekarangpun belum ada cara yang ampuh
untuk menangani polusi, karena semakin hari semakin banyak orang yang mengendarai kendaraan bermotor sehingga banyak pula asap-asap yang dihasilkan dan hal itu akan menyebabkan polusi udara (Prathama, 2001)
Pencemaran udara atau polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan makhluk hidup, seperti asap pabrik,asap kendaraan, dan pembakaran hutan (Depkes RI. 2002)
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara
mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global (Riyadi. 2000)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai
Pengendalian Pencemaran Udara,Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukanya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh
kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12
pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas,
dan awan panas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun
2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Menurut Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas,pencemaran udara
adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau
polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pencemaran udaraadalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya, polutan (unsur-unsur
berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas udara (lingkungan). Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut berasal dari hasil proses
tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida),CO (karbonmonoksida),SOx (belerang oksida) dan NOx(nitrogen oksida).
2.3. Penyakit ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Nur. 2004)
Menurut (Darmawan. 2000) Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. 3. Infeksi Akut adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Program
Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu ISPA non- Pneumonia ataudikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek
dan ISPA Pneumonia, apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang
terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran
sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit
common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah,
darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.
2.3.1. Penyebab penyakit ISPA
Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan
penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Almatseir. 2003).
a. Tanda-tanda bahaya secara umum (Depkes RI. 2002)
1. Pada sistem pernafasan : napas cepat dan tak teratur, sesak, kulit wajah kebiruan, suara napas lemah atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada
2. Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat dan lemah, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.
3. Pada sistem saraf : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang, dan koma.
4. Gangguan umum : letih dan berkeringat banyak.
b. Pencegahan ISPA dapat dilakukan (Depkes RI. 2002) dengan : 1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2. Imunisasi.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Mencegah kontak dengan penderita ISPA
2.3.2. Pengaruh Pengetahuan Masyarakat dengan Penyakit ISPA
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penciuman, pendengaran,
rasa dan raba, sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga.Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan masyarakat dalam menjaga lingkungannya, terutama ibu-ibu dalam menjaga anak-anaknya agar
terhindar dari penyakit-penyakit dan bahaya dari penyakit tersebut yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, serta tindakan yang
dilakukan oleh ibu bila anaknya terkena suatu penyakit Pneumonia (Notoadmodjo, 2005).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Depkes RIdidapat bahwa salah satu
yang meninggal akibat penyakit ISPA 30 balita (22,0%) tidak di bawa kerumah sakit untuk berobat, hal ini disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan
masyarakat khususnya ibu-ibu tentang penyakit ISPA, keadaan ini juga sesuai dengan hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (1999), dari 13.260 anak
yang menderita batuk dengan nafas cepat, dan sebanyak 20,5% diobati sendiri dan 11,7% tidak diobati (Depkes RI, 2002)
Myrnawati (dalam Darmawan. 2000) juga menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi ISPA dan Pneumonia pada balita adalah gizi kurang, tidak mendapat ASI yang memadai, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak
memadai dan defisiensi vitamin A.
2.4.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Masyarakat
Menurut (Notoatmodjo. 2003) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil tahu dari terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Pengetahuan terjadi melalui panca indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. 2. Pendidikan
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (lingkungan yang datang sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami
pengembangan kemampuan social dan kemampuan individu yang optimum.
3. Informasi.
Informasi adalah segala sesuatu hal atau kejadian yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu. 5. Sosial Budaya
Sosial budaya adalah Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
6. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 7. Usia
Usia adalah umur atau lamanya perjalanan hidup seseorang. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua,
1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
2. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti
misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. 8. Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melakukan seseutu hal atau kegiatan.
Sumber : dari buku ilmu kesehatan masyarakat dan pronsip-prinsip dasar (Notoatmodjo, 2003)
2.6.Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependent
1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Informasi 4. Lingkungan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.7.Hipotesis Penelitian
1. Adanya Pengaruh antara faktor pengetahuan terhadap Penyakit ISPA pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh jaya
2. Adanya Pengaruh antara faktor pendidikanterhadap Penyakit ISPA pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh jaya
3. Adanya Pengaruh antara faktor informasiterhadap Penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh jaya
4. Adanya Pengaruh antara faktor lingkunganterhadap Penyakit ISPA pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom
Kabupaten Aceh jaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifatAnalitikdeskriptif dengan pendekatan Cross Sectional, dimana variable bebas dan terikat diteliti pada saat yang bersamaan saat penelitian dilakukan, yang bertujuanuntuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya tahun 2013.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Mei sampai dengan Agustus tahun 2013.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang menjadi pasien di Puskesmas Teunom Kecamtan Teunom Kabupaten Aceh Jaya sebanyak
150 orang 3.3.2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2005) cara pengambilan sampel pada penelitian
ini adalah secara acak sederhana atau random sampling dengan rumus sebagai berikut:
N n =
Keterangan : N : Populasi Penelitian S : Sampel Penelitian
D : Tingkat Kesalahan/ eror yang di gunakan
150
Jadi jumlah keseluruhan yang diambil adalah sebanyak 60 responden, teknik pengambilan sampel menggunakan Quota Sampling dimana anggota populasi dapat dijadikan sampel yang terpenting jumlah sampel yang telah
ditetapkan dapat dipenuhi.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Setelah data dikumpulkan penulis melakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing (memeriksa), yaitu data yang telah didapatkan di edit untuk mengecek ulang atau mengoreksi untuk mengetahui kebenaran
2. Coding, dimana data yang telah didapat dari hasil penelitian dikumpul dan diberi kode.
3.5. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer
Data yang diperoleh dari peninjauan langsung kelapangan melalui wawancara dan observasi dengan menggunakan kuisioner dan checklist yang
telah disusun sebelumnya. 2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari dinas kesehatan Kabupaten Aceh Jaya,
Puskesmas Teunom serta intansi terkait lainnya.
3.6. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO Variabel Keterangan Variabel Dependen
2 Pendidikan DefinisiJenjang pendidikan formal yang
3 Informasi Definisi pesan yangdidapat oleh responden MengenaipenyakitISPA
4 Lingkungan Definisi keadaan tempat tinggal responden dan situasi keluarga
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuranvariabel dalam
penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke nilai terendah berdasarkan jawaban responden (Notoatmodjo, 2003).
1. Penyakit ISPA
Berat : jika kartu berobat yang digunakan responden menunjukkan banyak catatan tentang penyakit ISPA.
2. Pengetahuan
Baik: jika responden mendapat skor nilai≥ 4dari total skor.
Tidak baik: jika responden mendapat skor nilai < 4 dari total skor. 3. Pendidikan
a. Tinggi : Apabila responden tamat pendidikan Diploma, Sarjana, Spesialis, dan Doktor.
a. Menengah : Apabila responden tamat pendidikan SMA, SMK,
Dan MA
b. Rendah : Apabila responden hanya tamat pendidikan
SD/MI, SMP/MTs 4. Informasi
Baik: jika responden mendapat skor nilai≥ 3dari total skor.
Tidak baik: jika responden mendapat skor nilai < 3 dari total skor. 5. Lingkungan
Baik: jika responden mendapat skor nilai≥ 3dari total skor. Tidak baik: jika responden mendapat skor nilai < 3 dari total skor 6. ISPA
Tinggi: jika responden mendapat skor nilai≥ 2 dari total skor.
Rendah: jika responden mendapat skor nilai < 2 dari total skor.
3.8. Teknik Analisis Data 3.8.1. Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan untuk mendapat data tentang distribusi
3.8.2. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan menentukan
hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (variabel terikat) dengan menggunakan uji statistikChi-square(X2).
Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut akan di hitung nilai odd ratio (OR)
a. Bila tabel 2 x 2, dan dijumpai nilaiexpected(harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah“Fisher’s Exact Test”
b. Bila tabel 2 x 2 tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai
sebaiknya“Continutity Correction (a)”
c. Bila tabel lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3, dan sebagai berikut, maka di gunakan uji“Pearson Chi-Square”
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat computer untuk membuktikan yaitu dengan ketentuan p value> 0,05 (H0 diterima) sehingga
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum
Puskesmas Teunom terletak di jalan Banda Aceh-Meolaboh, KM 189 Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
Adapun batas-batas wilayah kerja puskesmas Teunom : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten pidie
2. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten aceh barat 3. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra hindia 4. Sebelah barat berbatasan dengan kecamtan panga
Puskesmas teunom melakukan pelayanan kesehatan terhadap 4 kemukiman,22 desa dan 82 dusun dengan luas wilayah 66km2,puskesmas teunom
terletak 38 Km dari ibu kota kabupaten aceh jaya 60 KM dari ibu kota aceh barat dan 189 Km dari ibu kota propinsi aceh ,dengan jarak tempuh desa terdekat 2 KM dan jarak terjauh 25 Km.puskesmas teunom membawahi 8 pustu,7 polindes dan 4
posyandu plus.Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya 18.122 jiwa, yang terdiri dari 6014
KK.
B. Misi Puskesmas Teunom:
- Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional kepada masyarakat
- Meningkatkan sumber daya untuk menunjang mutu pelayanan
- Menyiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar yang
optimal
- Menggerakkan peran serta dan kemandirian masyarakat
- Meningkatkan kemitraan dan kerja sama lintas sekitar dan swasta
- Meningkatkan sistem informasi kesehatan
4.1.2 Analisis Univariat
Sebelum dilakukannya analisis bivariat untuk meihat hubungan antar
variabel maka terlebih dahulu dibuat analisi univariat dengan tabel distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti:
1. Pengetahuan
Tabel 4.1. Disstribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
NO Pengetahuan Masyarakat Frekuensi %
1 Baik 49 81,7%
2 Tidak Baik 11 18,3%
Total 60 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.1. diketahui bahwa pengetahuanmasyarakat di wilayah kerja
2. Pendidikan
Tabel 4.2. Disstribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.2. diketahui bahwa pendidikan masyarakat di wilayah kerja
puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya yang paling banyak adalah tingkat menegah yaitu sebanyak 30 orang (50%) sedangkan yang
tinggi hanya 14 orang (23%) dan yang rendah 16 orang (27%).
3. Informasi
Tabel 4.3. Disstribusi Responden Berdasarkan Inormasi Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
NO Informasi Masyarakat Frekuensi %
1 Baik 29 48,3%
2 Tidak Baik 31 51,7%
Total 60 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.3. diketahui bahwa informasimasyarakat di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya terhadap penyakit ISPA yang baik sebanyak 29 orang (48,3%) sedangkan yang tidak baik hanya 31
4. Lingkungan
Tabel 4.4. Disstribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
NO Lingkungan Masyarakat Frekuensi %
1 Baik 53 88,3%
2 Tidak Baik 7 11,7%
Total 60 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.4. diketahui bahwa lingkunganmasyarakat di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya terhadap penyakit
ISPA yang baik sebanyak 53 orang (88,3%) sedangkan yang tidak baik hanya 7 orang (11,7%).
5. ISPA
Tabel 4.5. Disstribusi Responden Berdasarkan penyakit ISPA yang terjadi pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
NO Penyakit ISPA Frekuensi %
1 Tinggi 54 90%
2 Rendah 6 10%
Total 60 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.5. diketahui bahwa penyakit ISPA yang terjadi padamasyarakat di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom
5.1.3 Analisis Bivariat
Analisi bivariat untuk mengetahui hubunbgan variabel independen dan
dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan dengan bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,05.
a. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA
Tabel 4.6. Pengetahuan masyarakat dengan Penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Pengetahuan Penyakit ISPA Total
Rendah Tinggi p
n % n % n % OR
Baik 5 10,2 44 89,8 49 100 1,0 0.880
Tidak Baik 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 6 10 54 90 60 100
Sumber:Data Primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.6. di atas diketahui bahwa 49 responden yang pengetahuan masyarakat baik 10,2% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 11
responden yang pengetahuannya tidak baik 90,9% yang mengalami penyakit mengalami penyakit ISPA. Dari hasil uji chi square didapat nilai p Value = 1,0
dan ini lebih besar dari α = 0,05 sehingga tidak adanyapengaruh yang signifikan antara pengetahuan masyarakat dengan penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
Dilihat dari OR 0,880 maka dapat diartikan bahwa masyarakat yang memiliki pengetahuan baik mempunyai peluang 1 kali untuk mengalami penyakit
b. Pendidikan masyarakat tentang penyakit ISPA
Tabel 4.7. Pendidikan masyarakat dengan Penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Pendidikan Penyakit ISPA Total
Rendah Tinggi p
n % n % n % OR
Tinggi 1 7,1 13 92,9 14 100 0,688
-Mengengah 4 13,3 26 86,7 30 100 Rendah 1 6,3 15 93,8 16 100 Jumlah 6 10 54 90 60 100
Sumber:Data Primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel4.7di atas diketahui bahwa 14 responden yang pendidikan masyarakat tinggi 7,1% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 16 responden yang pendidikan masyarakat rendah 93,8% yang mengalami penyakit
ISPA. Dari hasil uji chi square didapat nilai p Value = 0,688 dan ini lebih besar
dari α = 0,05 sehingga tidakadanyapengaruh yang signifikan antara pendidikan
masyarakat dengan penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
c. Informasi masyarakat tentang penyakit ISPA
Tabel 4.8. Informasi masyarakat dengan Penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Informasi Penyakit ISPA Total
Rendah Tinggi p
n % n % n % OR
Baik 5 17,2 24 82,8 29 100 0,980.160
Tidak Baik 1 3,2 30 96,8 31 100
Jumlah 6 10 54 90 60 100
Sumber:Data Primer (diolah tahun 2013)
responden yang informasinya tidak baik 96,8% yang mengalami penyakit mengalami penyakit ISPA. Dari hasil uji chi square didapat nilai p Value = 0,98
dan ini lebih besar dari α = 0,05 sehingga tidak adanyapengaruh yang signifikan antara informasi masyarakat dengan penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas
Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
Dilihat dari OR 0,160 maka dapat diartikan bahwa masyarakat yang memiliki informasi baik tidak mempunyai peluang untuk mengalami penyakit
ISPA.
d. Lingkungan masyarakat tentang penyakit ISPA
Tabel 4.9. Lingkungan masyarakat dengan Penyakit ISPA di wilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Lingkungan Penyakit ISPA Total
Rendah Tinggi p
n % n % n % OR
Baik 4 7,5 49 92,5 53 100 0,1404,900
Tidak Baik 2 28,6 5 71,4 7 100
Jumlah 6 10 54 90 60 100
Sumber:Data Primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel di atas diketahui bahwa 53 responden yang lingkungan masyarakatnya baik 7,5% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 7 responden yang pengetahuannya tidak baik 71,4% yang mengalami penyakit
ISPA. Dari hasil uji chi square didapat nilai p Value = 0,140 dan ini lebih besar
dari α = 0,05 sehingga tidakadanyapengaruh yang signifikan antara lingkungan
Dilihat dari OR 4,900 maka dapat diartikan bahwa masyarakat yang memiliki lingkungan baik mempunyai 5 kali peluang untuk tidak mengalami
penyakit ISPA.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengetahuan dengan penyakit ISPA
Pengetahuan yang baik belum tentu tidak mengalami penyakit ISPA.Hal
ini terlihat dari masyarakat Teunom yang berada disekitar wilayah kerja Puskesmas Teunom yang rata-rata mempunyai pengetahuan yang baik tetapi
masih juga mengalami penyakit ISPA.
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan diwilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, diketahui bahwa
tidak adanyapengaruh antara pengetahuan dengan penyakit ISPA dimana hasil
chi-square menunjukkan nilainya lebih besar dari α = 0,05 yaitu 1,0. Selain itu
dari 49 responden yang pengetahuan masyarakat baik 10,2% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 11 responden yang pengetahuannya tidak baik 90,9% yang mengalamipenyakit ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2003) Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil tahu dari terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
4.2.2 Pendidikan dengan penyakit ISPA
Pendidikan yang baik belum tentu tidak mengalami penyakit ISPA.Hal
ini terlihat dari masyarakat Teunom yang berada disekitar wilayah kerja Puskesmas Teunom yang rata-rata mempunyai pendidikan yang baik tetapi masih
juga mengalami penyakit ISPA.
Hasil penelitian menunujukkan bahwa tidakadanya pengaruh antara pendidikan dengan penyakit ISPA dimana hasil chi-squaremenunjukkan nilainya
lebih besar dari α = 0,05 yaitu 0,688. Selain itu dari 14 responden yang pendidikan masyarakat tinggi 7,1% yang mengalami penyakit ISPA,
dibandingkan dari 16 responden yang pendidikan masyarakat rendah 93,8% yang mengalami penyakit ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan adalah proses dimana
seseorang mengambil kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat dimana pun hidup, proses social dimana orang di hadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (lingkungan yang datang sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami pengembangan kemampuan social dan kemampuan individu yang optimum.
4.2.2 Informasi dengan penyakit ISPA
Informasi yang baik belum tentu tidak mengalami penyakit ISPA.Hal ini terlihat dari masyarakat Teunom yang berada disekitar wilayah kerja Puskesmas
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan diwilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, diketahui bahwa
tidak adanya pengaruh antara informasi dengan penyakit ISPA dimana hasil chi-square menunjukkan nilainya lebih besar dari α = 0,05 yaitu 0,98. Selain itu dari
29 responden yang informasi masyarakat baik 17,2% yang mengalami penyakit ISPA, sedangkan dari 31 responden yang informasinya tidak baik 96,8% yang mengalamipenyakit ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2003) Informasi adalah segala sesuatu hal atau kejadian yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut.
4.2.3 Lingkungan dengan penyakit ISPA
Lingkungan yang baik belum tentu tidak mengalami penyakit ISPA.Hal
ini terlihat dari masyarakat Teunom yang berada disekitar wilayah kerja Puskesmas Teunom yang rata-rata mempunyai lingkungan yang baik tetapi masih juga mengalami penyakit ISPA.
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan diwilayah kerja puskesmas Teunom Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, diketahui bahwa
tidak adanya pengaruh antara lingkungan dengan penyakit ISPA dimana hasil chi-squaremenunjukkan nilainya lebih besar dari α = 0,05 yaitu 0,140. Selain itu dari
penyakit ISPA, sedangkan dari 7 responden yang pengetahuannya tidak baik 71,4% yang mengalami penyakit ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2003) Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Tidak adanya pengaruh antara pengetahuan dengan penyakit ISPA ( PValue (1,0) >α(0,05)).
2. Tidak adanya pengaruh antara pendidikan dengan penyakit ISPA ( PValue
(0,688) >α(0,05)).
3. Tidak adanya pengaruh antara informasi dengan penyakit ISPA ( PValue
(0,98) >α(0,05)).
4. Tidak adanya pengaruh antara lingkungan dengan penyakit ISPA ( PValue (0,140) >α(0,05)).
5.2 Saran
1. Kepada bapak-bapak, dan ibu-ibu diharapkan agar dapat lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan memelihara kesehatan keluarga, serta mencari
informasi agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit ISPA dan juga ikut serta berperan aktif keluarga dalam menjaga
\kebersihan lingkungan dan seggala faktor yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA sehingga keluarga dapat terjauh dari penyakit ISPA. 2. Kepada Kepala Puskesmas Teunom diharapkan agar dapat lebih
3. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Jaya diharapkan agar dapat mengambil kebijakan untuk meningkatkan program
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2003 Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Anonimous. 1997. Undang-undang No. 23 Pasal 1 ayat 2 Mengenai Pencemaran Lingkungan. Jakarta.
Anonimous. 1999.Peraturan Pemerintah RI No. 41 mengenai pengendalian pencemaran udara. Jakarta
Anonimous. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1407 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara. Jakarta.
Anonimous.2003.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta.
Darmawan, 2000.Infeksi SaluranPernafasan Akut (ISPA).Penerbit : EGC.Jakarta Depkes RI, 2002.Standar ProsedurOperasional Klinik Sanitasi, Untuk
Puskesmas. Jakarta
Depkes. 2002.Profil kesehatan masyarakat Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Kartasasmita. 2000. Status Gizi Terhadap Penyakit ISPA. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2000.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit: Rineka Cipta.Jakarta
Notoatmodjo, S. 2003.Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Penerbit: Rineka Cipta.Jakarta
Notoatmodjo, S. 2005.Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2005.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Penerbit: Rineka a
Cipta.Jakarta
Nur, H, 2004.Faktor - Faktor YangBerhubungan Dengan KejadianPenyakit ISPA Pada Balita.Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Peraturan Pemerintah RI. 1999.Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta Prathama. 2001.Perilaku dalam Organisasi. Penerbit: Erlangga. Jakarta.
Riyadi. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, dasar-dasar dan sejarah perkembangannya. Penerbit: Rineka Cipta. Jakarta
Romelan. 2006.Penyakit ISPA. Penerbit: Rineka Cipta.Jakarta
SK. MenKes. 2002.Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara. Jakarta WHO. 2006. Indoor air pollutan and household energy. Available from: U.S