TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN
HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA
KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I
KABUPATEN DELI SERDANG
T E S I S
Oleh
MUHAMMAD YASRI
087004008/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN
HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA
KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I
KABUPATEN DELI SERDANG
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD YASRI
087004008/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN MANGROVE
DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA
KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Muhammad Yasri Nomor Pokok : 087004008
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota
(Dr. Delvian, SP, MP) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua :
Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc
Anggota
: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
2. Dr. Delvian, SP, MP
ABSTRAK
Muhammad Yasri, Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang, di bawah bimbingan B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, dan Delvian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I. Sebagai bahan kajian penelitian adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 98°30' BT - 98°42' BT dan 03°51'30'' LU - 03°59'45''
LU. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode transeck yang diambil secara acak (random) dimulai dari pinggir laut menuju darat dengan ukuran petak 10 x 100 m dengan ukuran sub petak contoh 10 m x 10 m untuk diameter tegakan > 10 cm, 5m x 5 m untuk diameter tegakan 5–10 cm dan 2 m x 2 m untuk diameter tegakan < 5 cm, sedangkan perkiraan tingkat kerusakan mangrove mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Hasil penelitian dari 14 plot contoh yang diambil menunjukan jumlah biomasa yang diperoleh adalah 90,85 ton/ha dengan potensi karbon 41,79 ton/ha dan tingkat kerusakan mangrove berdasarkan kriteria baku yang telah ditetapkan termasuk kategori rusak dengan penutupan 34.82 % dan kerapatan 507 pohon/ha.
ABSTRACT
Muhammad Yasri, damage estimation and carbon potention the mangrove forest in wildlife protection Karanggading Langkat Timur Laut I in Deli Serdang regency, by guided B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, and Delvian.
This research aims to know about estimation damage and potention carbon stock for mangrove forest in area wildlife protection particular preserve of protection Karanggading Langkat Timur Laut I, Deli Serdang regency reside in geografis
98°30' BT - 98°42' BT and 03°51'30'' LU - 03°59'45'' LU. This research used method
with transect and according to put random with start from edge ocean to upland and with size sample partition 10 x 100 m and sub size sample partition for tree level 10 m x 10 m square with diameter > 10 cm, the sapling 5m x 5 m square with diamtere 5–10 cm and the seedling 2 m x 2 m square under < 5 cm diameter, and whereas damage estimation for mangrove forest refer to decision of ministry country live surrounding number 201 and 2004 years, Oktober 13 and 2004 years about basic criteria and mangrove orientation damage of act determining. The result of 14 taked sample plot biomass calculate refer is 90,85 ton/ha and carbon potention stock 41,79 ton/ha and with estimation damage for mangrove grounded basic criteria damage included (34.82%).
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah S.W.T karena dengan rahmat dan
ridhonya tesis Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Suaka Margasatwa
Karang Gading Kabupaten Deli Serdang ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada jurusan Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) di Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara (USU) Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc Selaku ketua komisi pembimbing, dan Ibu
Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS serta Bapak Dr. Delvian, SP, MP, masing-masing
sebagai anggota pembimbing, selanjutnya juga kepada Bapak Prof. Dr. Erman Munir,
M.Sc dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku komisi penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Djati Witjaksono Hadi, M.Si selaku Kepala
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara yang telah memberikan
dukungan dan semangat dan rekan-rekan Pegawai Balai Besar KSDA Sumatera
Utara. Dan terimakasih saya kepada Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan program magister.
Ucapan terimakasih kepada kedua orang tua Drs. H. Sirajuddin dan Hj.
Nurkiyas yang tiada henti mengiringi penulis dengan do’a, teristimewa buat isteri
tercinta Hernita Br. Karo SP dan anak saya Muhammad Rafi dan juga ucapan terima
kasih kepada semua rekan-rekan PSL angkatan 2008 serta semua pihak yang telah
membantu dalam proses dan pelaksanaan serta penyelesaian penelitian ini, semoga
segala kebaikan ibu, bapak dan rekan sekalian di beri balasan oleh Allah S.W.T
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Yasri, dilahirkan di Desa Tarok, Kecamatan Kampar, Kabupaten
Kampar Propinsi Riau, pada tanggal 9 September 1973 putra dari Bapak Drs. H.
Sirajuddin dan Ibu Hj. Nurkiyas. Menikah dengan Hernita Br. Karo, SP pada tanggal
2 April 1999. Penulis mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad Rafi (17
Januari 2007).
RIWAYAT PENDIDIKAN
- Tahun 1986 Lulus dari SD Negeri 013 Sail Tangkerang Pekanbaru, Propinsi Riau.
- Tahun 1989 Lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Pekanbaru, Propinsi
Riau.
- Tahun 1992 Lulus dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru,
Propinsi Riau
- Tahun 1998 Lulus dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)
Medan.
- Tahun 2008 Mengikuti Pendidikan di Sekolah Pascasarja Universitas Sumatera
Utara Medan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
RIWAYAT PEKERJAAN
- Tahun 1992, tenaga honorer pada Kanwil Kehutanan Propinsi Sumatera Utara diperbantukan pada Cabang Dinas Kehutanan VII Tapanuli Utara di Tarutung
- Tahun 1993, PNS di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara di Medan
- Tahun 1999, Kepala Resort Taman Wisata Alam Holiday Resort dan Kasatgas Pusat Latihan Gajah Holiday Resort di Desa Aek Raso Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu.
- Tahun 2004-2006, Staf pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II di Medan.
- Tahun 2007 s/d sekarang, Staf pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. iv
ABSTRACT ………. v
KATA PENGANTAR ………. vi
RIWAYAT HIDUP ……… vii
DAFTAR TABEL ………. x
DAFTAR GAMBAR ………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
I. PENDAHULUAN ..………..……… 1
1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Kerangka Pemikiran ………. 4
1.3. Perumusan Masalah ………. 5
1.4. Tujuan ………. 6
1.5. Manfaat ……… 6
II.TINJAUAN PUSTAKA ………. 7
2.1. Pengertian ……….. 7
2.2. Vegetasi Mangrove .………. 8
2.3. Biomassa ………. 15
III.GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ………. 18
3.1. Letak Wilayah ………. 18
3.2. Penduduk ………. 19
3.3. Tenaga Kerja ………. 19
3.4. Sifat Fisika Tanah ………. 20
IV.BAHAN DAN METODE ………. 21
4.1. Tempat dan Waktu ..……… 21
4.2. Bahan dan Alat . …….……… 21
4.3. Metode Penelitian ……..……… 21
4.4. Pelaksanaan Penelitian ……….. 22
4.5. Analisis Data ……….. 23
4.5.2. Tingkat Kerusakan ………. 24
4.5.3. Biomassa Pohon ………... 25
4.5.4. Diagram Profil ……….. 26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 27
1. Hasil ………. 27
1.1. Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove .………. 27
1.2. Dominansi ………. ……… 28
1.3. Tingkat Kerusakan Mangrove ………. 29
1.3.1. Penutupan ………. 29
1.3.2. Kerapatan Tegakan Mangrove ………. 30
1.4. Potensi karbon Tersimpan ….………. 31
1.5. Diagram Profil ……….. 33
2. Pembahasan ………. 35
2.1. Keragaman dan Kerapatan Vegetasi ………. 35
2.2. Tingkat Kerusakan ……… 40
2.3. Potensi Karbon Tersimpan ……… 45
VI. KESIMPULANDAN SARAN ………..………. 48
6.1. Kesimpulan ………. 48
6.2. Saran ……… 48
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Daftar jenis tumbuhan yang terdapat di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Giesen dan Sukotjo,
1991) ……….. 9
2. Kekayaan jenis dan potensi vegetasi mangrove yang ditemui pada lokasi plot penelitian di Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang …… 27
3. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Hutan Mangrove Untuk
Tingkat Pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten
Deli Serdang ……….. 28
4. Indeks Keanekargaman (H') Vegetasi Hutan Mangrove di
Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
Kabupaten Deli Serdang ….……….. 29
5. Kondisi Penutupan Vegetasi Hutan Mangrove di kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang ………... 30
6. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
201 Tahun 2004 Tanggal 13 Oktober 2004 ... 30 7. Biomasa Vegetasi mangrove pada lokasi plot contoh di kawasan
Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten
Deli Serdang ……….. 31
8. Potensi karbon tersimpan pada tingkat pertumbuhan semai, pancang
dan pohon di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 32
9. Rekapitulasi Luas Penutupan Tajuk dan Celah Lokasi Sampel Plot
Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Kerangka Berfikir dalam penelitian ……….. 4
2. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak ....……. 22
3. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut I Kabupaten Deli Serdang ………
34
4. Kondisi tegakan mangrove di kawasan konservasi Suaka
Margasatwa karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang ……….. 42
5. Areal Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
Kabupaten Deli Serdang yang dirambah oleh masyarakat ……… 42
6. Pembukaan Jalan di Dalam Kawasan Konservasi Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot I diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………
………..
56 2. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot I diameter > 5 cm di
kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………
………..
58 3. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot II diameter < 5 cm di
kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 59
4. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot II diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 60
5. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot III diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 61
6. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot III diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 62
7. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IV diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 63
8. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IV diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 66
9. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot V diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 67
10. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot V diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 70
11. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VI diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
12. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 73
13. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 75
14. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VIII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 76
15. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VIII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 78
16. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IX diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 79
17. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IX diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 80
18. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot X diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 81
19. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot X diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 82
20. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XI diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 83
21. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XI diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 84
22. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 85
23. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 87
24. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
25. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 90
26. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIV diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 91
27. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIV diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 93
28. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Semai di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading
Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 94
29. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat
Pertumbuhan Pancang di Kawasan Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ….…
………
95 30. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat
Pertumbuhan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading
Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 96
31. Indeks Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Berdasarkan Tingkat Pertumbuhan di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading
Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 97
32. Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Mangrove Berdasarkan Penyebarannya pada plot penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang
………
98 33. Jumlah dan Klasifikasi Jenis Vegetasi Mangrove di Lokasi Plot
Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 99
34. Hasil Pengukuran Berat Jenis Vegetasi Mangrove Pada Plot Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………
100
35. Kondisi Vegetasi Mangrove Berdasarkan Penyebaran Plot Contoh di di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut I Kabupaten Deli Serdang ………. 101
36. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Semai di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut
I Kabupaten Deli Serdang ………. 102
37. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Pancang di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
38. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut
I Kabupaten Deli Serdang ………. 104
39. Potensi Karbon Vegetasi Mangrove Berdasarkan Tingkat Pertumbuhannya di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading
Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ..………. 105
40. Peta Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 106
41. Peta Lokasi Pengambilan Plot Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang ……….. 107
42. Peta Penutupan Vegetasi Kawasan Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang …… 108
43. Peta Hasil Penafsiran Citra Landsat Kawasan Suaka Margasatwa
ABSTRAK
Muhammad Yasri, Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang, di bawah bimbingan B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, dan Delvian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I. Sebagai bahan kajian penelitian adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 98°30' BT - 98°42' BT dan 03°51'30'' LU - 03°59'45''
LU. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode transeck yang diambil secara acak (random) dimulai dari pinggir laut menuju darat dengan ukuran petak 10 x 100 m dengan ukuran sub petak contoh 10 m x 10 m untuk diameter tegakan > 10 cm, 5m x 5 m untuk diameter tegakan 5–10 cm dan 2 m x 2 m untuk diameter tegakan < 5 cm, sedangkan perkiraan tingkat kerusakan mangrove mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Hasil penelitian dari 14 plot contoh yang diambil menunjukan jumlah biomasa yang diperoleh adalah 90,85 ton/ha dengan potensi karbon 41,79 ton/ha dan tingkat kerusakan mangrove berdasarkan kriteria baku yang telah ditetapkan termasuk kategori rusak dengan penutupan 34.82 % dan kerapatan 507 pohon/ha.
ABSTRACT
Muhammad Yasri, damage estimation and carbon potention the mangrove forest in wildlife protection Karanggading Langkat Timur Laut I in Deli Serdang regency, by guided B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, and Delvian.
This research aims to know about estimation damage and potention carbon stock for mangrove forest in area wildlife protection particular preserve of protection Karanggading Langkat Timur Laut I, Deli Serdang regency reside in geografis
98°30' BT - 98°42' BT and 03°51'30'' LU - 03°59'45'' LU. This research used method
with transect and according to put random with start from edge ocean to upland and with size sample partition 10 x 100 m and sub size sample partition for tree level 10 m x 10 m square with diameter > 10 cm, the sapling 5m x 5 m square with diamtere 5–10 cm and the seedling 2 m x 2 m square under < 5 cm diameter, and whereas damage estimation for mangrove forest refer to decision of ministry country live surrounding number 201 and 2004 years, Oktober 13 and 2004 years about basic criteria and mangrove orientation damage of act determining. The result of 14 taked sample plot biomass calculate refer is 90,85 ton/ha and carbon potention stock 41,79 ton/ha and with estimation damage for mangrove grounded basic criteria damage included (34.82%).
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan mangrove banyak memberikan manfaat kepada kehidupan manusia
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Salah satu bentuk potensi yang
jarang di perhitungkan adalah kemampuannya menyerap dan menyimpan karbon
dalam jumlah yang sangat besar baik pada vegetasi (biomasa) maupun bahan
organik lain yang terdapat pada ekosistem mangrove. Kerusakan vegetasi
mangrove akan menurunkan kemampuan alamiahnya untuk menyerap dan
menyimpan karbon.
Untuk mengendalikan tekanan yang mengakibatkan berkurangnya luas
areal dan fungsi ekosistem alami mangrove, diperlukan pendekatan-pendekatan
teoritis dan operasional dengan pengkajian logis, sederhana serta dapat
dipertanggung jawabkan, yang mengacu kepada realitas di lapangan, karena
secara nyata banyak orang yang awam tentang fungsi ekosistem mangrove,
sehingga tidak memperhatikan manfaat dan kegunaan kawasan hutan mangrove.
Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di
Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan
ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di
dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,
Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan
1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan
penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove
yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan
oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya.
Kekhawatiran terus menurunnya kondisi hutan mangrove juga terjadi pada
hutan mangrove di daerah pesisir pantai timur, termasuk di pesisir pantai barat.
Fenomena ini jelas mengakibatkan kerusakan kualitas dan kuantitas potensi
sumberdaya ekosistem pesisir, keanekaragaman vegetasi hutan mangrove yang
cenderung menurun, dan hilangnya fungsi perlindungan lingkungan hutan
mangrove. Oleh karena itu, untuk mengembalikan fungsi dan manfaat hutan
mangrove perlu diketahui potensi dan tingkat kerusakannya.
Hutan mangrove memiliki beberapa nilai penting, baik secara ekologis
maupun ekonomis. Secara ekologis keberadaan hutan mangrove merupakan
suatu ekosistem penyangga bagi kawasan pesisir secara luas. Keberadaan hutan
mangrove layaknya satu mata rantai yang tidak dapat terpisahkan dengan
ekosistem lainnya, yaitu ekosistem vegetasi hutan pantai, padang lamun, dan
terumbu karang. Kehancuran salah satunya merupakan ancaman bagi ekosistem
lain. Terlebih perannya sebagai pelindung bagi daratan yang berdekatan langsung
dengan ekosistem mangrove. Ikan, udang, kepiting, dan organisme lainnya
menempatkan kawasan mangrove sebagai daerah asuhan (nursery ground),
daerah untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan
tinggi bagi biota perairan tersebut (Firman, 2009).
Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas
(Kusmana, et al, 2008) : (1) satu atau lebih species tumbuhan yang hidupnya
terbatas hanya di habitat mangrove, (2) species-pecies tumbuhan yang hidupnya
di habitat mangrove, namun juga dapat hidup dihabitat non-mangrove, (3) biota
yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut pohon, cendawan,
ganggang, bakteri dan lain-lain), baik yang hidupnya menetap, sementara,
sekali-sekali, biasanya ditemukan, atau terbatas hanya di habitat mangrove, (4)
proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan eksosistem ini, baik yang
berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, (5) mud flat (dataran lumpur)
yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut, dan (6) penduduk yang
tinggal, baik di dalam maupun sekitar hutan mangrove.
Pengelolaan mangrove yang kurang terencana dengan baik menimbulkan
banyak konflik yang terjadi di kawasan mangrove. Di Sumatera Utara konflik
kepentingan akan kayu bakau dan hasil turunannya serta konversi menjadi lahan
tambak merupakan permasalahan pokok (Delvian, et al., 2006). Dalam rangka
perlindungan kawasan mangrove di Propinsi Sumatera Utara Pemerintah telah
mencanangkan melalui Departemen Kehutanan Kawasan Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut sebagai fungsi perlindungan ekosistem
mangrove.
Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya (UU No.5 Tahun
1990). Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5
Nopember 1980 telah menetapkan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat
Timur Laut seluas 15.765 Ha sebagai salah satu kawasan konservasi di Propinsi
Sumatera Utara, dan saat ini diketahui bahwa merupakan satu-satunya kawasan
Suaka Margasatwa di Indonesia dengan potensi tegakan relatif homogen yang
ditumbuhi oleh jenis mangrove.
Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut dengan
potensi mangrove di dalamnya telah banyak mengalami perubahan, baik secara
struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan
bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Berdasarkan data pada Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara selaku Unit Pelaksana Teknis
Departemen Kehutanan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan
konservasi Suaka Marga Satwa Karanggading Langkat Timur Laut diperoleh
data kerusakan kawasan ± 3500 Ha dengan letaknya tersebar dalam bentuk
spot-spot.
Untuk menentukan langkah dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi
Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut yang secara global bisa
berpengaruh kepada iklim perairan di pantai timur maka perlu dilakukan
1.2. Kerangka Pemikiran
Alur berpikir di dalam melakukan penelitian ini merujuk pada diagram alir
sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka berfikir dalam penelitian
Hutan Mangrove SM. Karanggading Langkat Timur Laut I, II dan III (Kabupaten Deli Serdang & Kab. Langkat)
Pemilihan lokasi penelitian (SM. Karanggading Langkat Timur Laut I Kab. Deli Serdang)
Analisis Variabel
Keanekaragaman Mangrove
Tingkat Kerusakan Mangrove
Potensi Karbon Tersimpan
Diagram Profile
Baik Rusak
Rekomendasi
- Pengawasan - Pelestarian
Kondisi hutan mangrove di kawasan konservasi Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang telah mengalami
banyak perubahan baik secara luasan maupun bentang lahan, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk menggambarkan kondisi hutan mangrove saat ini.
Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut ini tersebar
dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
dengan tiga wilayah pengelolaan yaitu :
a. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut I di Karanggading Kabupaten Deli Serdang.
b. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut II di Secanggang Kabupaten Langkat.
c. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut III di Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Adapun lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I (Resort Konservasi Wilayah Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I di Karanggading Kabupaten
Deli Serdang), yang dijadikan dasar untuk mengetahui : 1) Keanekaragaman
Vegetasi; 2) Tingkat Kerusakan; 3) Potensi Karbon Tersimpan; 4) Diagram Profil.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan survei pendahuluan dan sumber data yang ada, maka
Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang akan di fokuskan kepada :
a. Bagaimanakah tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan Konservasi
Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang.
b. Bagaimanakah potensi karbon tersimpan hutan mangrove di kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Tujuan
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang.
b. Untuk mengetahui potensi karbon tersimpan hutan mangrove di kawasan
Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli
Serdang.
1.5. Manfaat
Hasil Penelitian Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan
Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
a. Diketahuinya tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan
mangrove di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
Kabupaten Deli Serdang.
b. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pengelola kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut untuk menentukan arah dan
kebijakan managemen, agar tercapai optimalisasi fungsi hutan mangrove.
c. Menambah kasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang potensi karbon
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Kata mangrove berasal dari gabungan dua bahasa yaitu (portugis) mangue
dan bahasa (inggris) dengan kata grove. Mangrove merupakan komunitas
tanaman yang hidupnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan muara sungai
yang mempunyai peranan penting terhadap ekosistem perairan (Macnae,1968).
Mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas atau
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas
(pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968). Agar
tidak terjadi kerancuan, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan
dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan
mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan
payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau
tidak tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan
yang ada di mangrove.
Hutan mangrove sebagaimana diketahui merupakan ekosistem yang
memiliki produktifitas tinggi dan sebagai penghasil bahan makanan di dalam air,
kotoran-kotoran sampah yang tersimpan di bakau berbentuk endapan merupakan
sumber penghasil karbon organik (Alongi, 1998). Jenis tanaman mangrove
a. Major mangrove (flora mangrove sebenarnya), yaitu jenis flora yang tumbuh
hanya di habitat mangrove, mampu membentuk tegakan murni dan secara
dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologis mempunyai
bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar napas/udara dan viviparitas)
terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai fungsi fisiologis dalam
mengontrol salinitas, contohnya antara lain jenis species Avicennia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Soneratia, Lumnitzera and Nypa.
b. Minor mangrove (flora mangrove penunjang), adalah flora mangrove yang
tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak
berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya species Excoecaria,
Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras, Osbornia and Pelliciera.
c. Mangrove associates (tumbuhan asosiasi mangrove), yaitu flora yang
berasosiasi dengan tumbuhan mangrove sejati dan penunjang, contohnya
jenis-jenis Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
2.2. Vegetasi Mangrove
Hasil perhitungan United Nation Environment Programme (UNEP/FAO),
bahwa luas hutan mangrove di seluruh dunia berkisar 15,2 juta Hektar, dimana
yang terbesar dijumpai di Asia dan Afrika dan dari tahun 1980 sebanyak 20 %
atau 3,6 Juta Ha telah hilang atau berubah fungsi peruntukkannya (FAO, 2005).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan
mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili,
dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia,
Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove
tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan
mangrove di Indonesia :
a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp.
Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Hasil penelitian Giesen dan Sukotjo (1991) jenis flora mangrove di
kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut dapat dilihat
Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan yang terdapat di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Giesen dan Sukotjo, 1991).
No. Nama Daerah Jenis Famili
1. Api-api hitam Avicennia alba Verbenaceae
2. Api-api putih Avicennia officinalis Verbenaceae
3. Bakau Rhizophora apiculata Rhizophoraceae
4. Banat Thypa angustifolia Typaceae.
5. Baru-baru Hibiscus tiliaceus Malvaceae
6. Baru-baru Thespesia populnea Malvaceae
7. Beluntas Pluchea indica Asteraceae
8. Berembang Sonneratia alba Sonneratiaceae
9. Buta-buta Excoeria agallocha Euphorbiaceae 10. Cemara Casuarina equisetifolia Casuarinaceae 11. Cingam Scyphiphora hydrophylus Rubiaceae
12. Dungun Brownlowia tersa Tiliaceae
13. Gepeng Caesalpinia crista Fabaceae.
14. Ibus Livistonia ef.saribus Arecacea
15. Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae
16. Jeriwit Cyperus compressus Cyperaceae
17. Karisan Cyperus javanicus Cyperaceae
18. Keladi air Cryptocoryne ciliata Aractideae
19. Lenggadai Bruguiera parviflora Rhizophoraceae 20. Mata buaya Bruguiera sexangula Rhizophoraceae
21. Mensiang Cyperus malaccensis Cyperaceae
22. Nipa Nyfa fruticans Palmae
23. Nibung Oncosperma tigillarium Arecacea
24. Nyirih Xylocarpus granatum Meliaceae
25. Nyirih batu Xylocarpus moluccensis Meliaceae 26. Paha belalang Fimbristylis ferruginea Cyperaceae
27. Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae
28. Pepayungan Cyperus compactus Cyperaceae
29. Perapat Sonneratia ovate Sonneratiaceae
30. Piai Acrostichum aureum Pterideae
31. Piai Acrotichum speciosum Pterideae
32. Pilang Fagraea crenulata Loganiceae
33. Rotan air Daemonorop leptotus Arecacea
34. Tengar Ceriops tagal Rhizophoraceae
35. Tumus Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae
36. ? Chloris gayana Poaceae
[image:31.595.139.527.173.692.2]Pada dasarnya konsep keanekaragaman secara umum dapat dibagi
kedalam dua komponen yaitu banyaknya jenis (Species richness) atau dapat juga
disebut kekayaan jenis dan distribusi individu dalam tiap jenisnya (Eveness)
yang seringkali disebut equitability atau gabungan keduanya atau disebut juga
keanekaragaman (diversity) (Morrison, et al., 1992;). Pengukuran distribusi
individu dalam tiap jenis menjadi penting, karena dapat terjadi pada dua tempat
yang sama keanekaragaman jenisnya tetapi sebaran individu dalam tiap jenisnya
berbeda maka kedua tempat tersebut dapat sangat berbeda.
Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk
tegakan didalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok
tumbuhan-tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya
(Muller-Dombois, 1974), sedangkan komposisi dan struktur suatu vegetasi
merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti: flora setempat, habitat (iklim,
tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan.
Mangrove mempunyai komposisi vegetasi tertentu, pembentuk kelompok
vegetasi ini adalah berbagai spesies tanaman mangrove yang dapat beradaptasi
secara fisiologis terhadap lingkungan yang khas, yaitu salinitas tinggi, sedang
atau rendah, tipe tanah yang didominasi lumpur, pasir atau lumpur berpasir, dan
terpengaruh pasang surut sehingga terbentuk zonasi (Walter, 1971 dalam
Mustafa dan Sunusi, 1981).
Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan
ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase
penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan
(Soerianegara, 1998).
Ekosistem mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan
darat, dan mempunyai sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan
binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim
faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini
menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi
kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata, et al.,1979).
Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi yaitu
memiliki 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987).
Pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik,
cenderung kurang terkena dampak gelombang tsunami. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30
pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50%
energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono,
2005). Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi
dengan energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya
Hasil penelitian Istiyanto, et al., (2003) yang merupakan pengujian model
di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora
spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami
yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui
rumpun tersebut. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa keberadaan
mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang tsunami
yang menerjang pantai. Mazda, et al., (1997) menambahkan bahwa vegetasi
mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang dengan
cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove.
Vegetasi mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang hidup di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di
lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan
reaksi tanah an-aerob (Snedaker, 1978). Mangrove adalah jenis tumbuhan halofit
yang hidup di sepanjang areal pantai yang terletak diantara pasang tertinggi
sampai daerah yang mendekati ketinggian rata-rata air laut, atau lebih tinggi dari
permukaan laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub tropis (Aksornkoae, 1993).
Penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok
(Chapman, 1976) yaitu :
a. The Old World Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India,
Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik
b. The New World Mangrove, meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan
Amerika, Meksiko, dan Pantai Pasifik Amerika dan kepulauan Galapagos,
kelompok ini sebut grup barat.
Hutan mangrove banyak menghasilkan bahan organik yang telah
mengalami proses dekomposisi dan merupakan sumber makanan yang
dibutuhkan oleh fauna invertebrata antara lain jenis kepiting (Grapsidae),
(Fratini, et al., 2000). Bahan organik dari pohon-pohon dan pertumbuhan akar di
bawah permukaan merupakan sumber karbon organik dalam bentuk endapan
pada ekosistem mangrove (Alongi, 1998).
Sampah - sampah yang gugur di habitat mangrove merupakan salah satu
NPP (Net Primary Production) atau unsur utama penghasil karbon organik
(Alongi, et al., 2005). Sumber lain yang juga mempunyai peran penting dalam
penyediaan karbon organik berasal dari material laut dan bahan induk sungai,
produksi benthos, makro algae, epiphyt mikro, dan besarnya produksi
phytoplankton (Bouillon, et al., 2004).
Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity),
ekosistem mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah (genetic
pool) untuk mendukung keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat
mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi biota air
dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat
bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman
(Cooper, et al., 1995 dalam Irwanto, 2006).
Ekosistem mangrove mampu menyimpan karbon organik dalam jumlah
yang besar (Fujimoto, et al., 1999,) dan pada beberapa ekosistem mangrove,
ditemukan bahwa sedimen yang kaya organik berada pada beberapa meter
kedalaman (Twilley, et al., 1992).
Bagaimanapun, besarnya karbon tersimpan tergantung kepada kondisi
lingkungan. Kenaikan produksi utama karbon berhubungan dengan usia
tegakan, besarnya tingkatan efisiensi karbon yang tersimpan di sedimen
mangrove adalah : 16 % pada tegakan hutan berumur 5 tahun dan 27% pada
tegakan hutan berumur 85 tahun (Alongi, et al., 2004).
(Duarte, 2005) memperkirakan rata-rata global jumlah karbon yang
terakumulasi di mangrove adalah 10,8 mol m2 pertahun, dan sebelumnya
Jennerjahn, et al., (2002) juga menyatakan bahwa rata-rata jumlah karbon yang
terakumulasi di mangrove adalah 10,7 mol m2 pertahun.
Mangrove membentuk struktur akar yang khas, yang disebut akar udara
(aerial roots). Akar udara adalah akar yang terkena udara secara langsung,
selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari, struktur
perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis.
Selanjutnya Kitamura, (2003), menyatakan bahwa struktur perakaran mangrove
dapat dibagi menjadi 6 kategori yaitu : akar tunjang, akar nafas, akar lutut, akar
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya nyata yang harus
segera dilakukan pada saat ini adalah meningkatkan penyerapan karbon atau
menurunkan emisi karbon (Lasco, 2002). Penurunan emisi karbon dapat
dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada
melalui pengelolaan hutan lindung, pengendalian deforestasi, penerapan praktek
silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki
pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon
melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil
dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak
langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas
bumi (Lasco, 2002).
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a)
meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah
cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau
mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis
pohon yang cepat tumbuh, karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam
bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan
cadangan karbon adalah menanam dan memelihara pohon (Lasco, et al., 2004).
Beberapa sistem penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon
(khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi.
penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada,
khususnya di daerah perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan lama hidup
alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam
bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi sumber emisi
karbon. Canadell (2002), mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial
penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan
peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam
tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa
keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (Van
Noordwijk, et al.,1997; Paustian, et al., 1997).
Suatu lahan mangrove dapat dikategorikan sebagai lahan kritis, apabila
lahan tersebut sudah tidak dapat berfungsi lagi, baik sebagai fungsi produksi,
fungsi perlindungan maupun fungsi pelestarian alam. Berdasarkan hasil-hasil
kajian sebelumnya, kerusakan ekosistem mangrove umumnya disebabkan oleh
faktor biofisik lingkungan dan faktor sosial ekonomi masyarakat setempat.
Berdasarkan cara pengumpulan data, penentuan tingkat kekritisan lahan
mangrove dapat dilakukan dengan tiga cara (Dephut, 1997), yaitu:
a. Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (Geographic Information
System) dan indera (citra satelit).
b. Penilaian secara langsung di lapangan (terestris).
c. Kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove berdasarkan
1.3. Biomassa
Produksi Biomassa merupakan proses yang ditetapkan secara khusus
melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis
dan proses hilangnya karbon melalui resfirasi. Karbon merupakan produk dari
produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui
jaringan akar halus, daun, dan cabang serta karena adanya penyakit, sisanya
tergabung dalam struktur yang tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air dan
elemen penting lainnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan
pengalokasian karbon (Raymond, et al., 1983; Johnsen, et al., 2001).
Biomassa dapat menstimulasikan penyerapan karbon melalui proses
fotosintesis dan penghilangan karbon melalui resfirasi. Penyerapan karbon bersih
di simpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan
melalui persamaan dengan tinggi dan diameter pohon (Boer, et al., 1996,
Kusmana, 1997, Johnsen, et al., 2001).
Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas
permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan
karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman
hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan
bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun,
cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan
organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu
bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk
makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala plot,
tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian
juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi (Rahayu, S, et
al, 2009)
Biomassa atau phytomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi
oleh organisme (tumbuhan) persatuan unit area pada suatu waktu. Biomassa bisa
dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam gram atau dalam
kalori. Karena kandungan air pada setiap pohon berbeda, maka biomassa diukur
berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr m2 atau kg per ha atau
ton per ha (Poole, 1974; Chapman, 1976; Brown, 1997), sedangkan laju produksi
biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga
unit satuannya juga menyatakan persatuan waktu, misalnya kg per ha per tahun
(Barbour, et al., 1987).
Serasah adalah bahan organik dari bagian pohon yang mati yang jatuh di
lantai hutan (daun, ranting dan alat reproduksi, dan produksi serasah adalah berat
dari seluruh bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah
pada suatu waktu. Pada hutan bakau besarnya prduksi serasah dipengaruhi oleh
salinitas yang tinggi akibat pengaruh pasang surut air laut, (3) keterbukaan dari
pasang surut dimana makin terbuka makin optimal (Kusmana, et al., 2000).
Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas
permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below
ground biomass). Atau dapat dinyatakan bahwa biomassa di atas permukaan
tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang
dikaitkan dengan fungsi sistim produktifitas, usia tegakan, dan penyebaran
organik (Kusmana, et al., 1992).
Menurut Chapman (1976) sebelumnya telah mengelompokkan metode
pendugaan biomassa di atas permukaan tanah ke dalam dua kategori, yaitu (1)
metode pemanenan, yang terdiri atas (a) metode pemanenan individu tanaman,
(b) metode pemanenan kuadrat dan (c) metode pemanenan individu pohon yang
mempunyai luas bidang dasar rata-rata dan (2) metode pendugaan tidak langsung
yang terdiri atas (a) metode hubungan alometrik, yakni dengan mencari korelasi
yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter,
yakni dengan cara menggunakan seperangkat elektroda yang kedua kutubnya di
letakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.
Biomassa hutan dapat memberikan gambaran sumber karbon di tegakan
hutan, sebab sebagian (50%) dari biomassa adalah karbon. Faktor 50% dari
biomassa untuk menduga karbon sudah merupakan hal yang umum digunakan
oleh banyak peneliti, seperti Brown (1999a), Delaney (1999). Biomassa diukur
bagian tumbuhan yang hidup, semak dan pancang (Brown, et al., 1996).
Sedangkan Jetkins, et al., (2002) menyatakan bahwa kandungan karbon dapat
diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang di
dasarkan pada diameter pohon.
Potensi tumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat,
sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Vegetasi
hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2. Hutan mampu menyerap
karbon melalui (1) pertambahan bersih dari biomassa karbon dan inventarisasi
tegakan, (2) penyerapan melalui tegakan hutan (Faeth, et al., 1994).
Jumlah karbon yang diserap oleh hutan akan ditentukan oleh : (1) jumlah
karbon pada biomassa tegakan, (2) jumlah karbon yang tersisa di bawah
permukaan tanah pada akhir rotasi, dan (3) jumlah karbon yang disimpan di
III.
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
a. Letak Wilayah
Sebelum ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa, hutan di Langkat Timur
laut oleh Kerajaan Negeri Deli ditetapkan sebagai kawasan Hutan dengan
Zelfbestuur Besluit (ZB) 6/8/1932 No. 148 seluas 9.520 hektar, sedangkan di
Karang Gading ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan ZB 8/8/1935 No.
138 seluas 6.245 hektar. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980 kedua
kawasan tersebut ditunjuk sebagai kawasan Suaka Alam dengan fungsi Suaka
Margasatwa seluas 15.765 hektar, dengan nama Suaka Margasatwa Karang
Gading Dan Langkat Timur Laut.
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur laut
secara administratif pemerintahan terletak di dua kabupaten yakni kawasan
Langkat Timur Laut dengan luas 9.520 ha, terletak di Kecamatan Secanggang
dan Tanjung Pura Kabupaten Langkat serta Karang Gading dengan luas
6.245 ha, terletak di Kecamatan Labuhan Deli dan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, terletak antara 98030'
Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
Kabupaten Deli Serdang terletak di 3 (tiga) desa dan 2 (dua) kecamatan yaitu :
Desa Karanggading Kecamatan Labuhan Deli, Desa Telaga Tujuh Kecamatan
Labuhan Deli dan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, dan
Mengingat terbatasnya waktu, tenaga dan biaya, maka penelitian hanya
difokuskan kepada kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur
Laut I Kabupaten Deli Serdang.
b. Penduduk
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
potensi mangrove di Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduknya pada
tahun 2008 adalah 1.738.431 jiwa yang terdiri dari 870.289 jiwa laki-laki dan
868.142 jiwa perempuan dengan rasio sex 100,25, sedangkan jumlah rumah
tangga sebesar 382.732 dengan rata-rata anggota rumah tangga 4,54 jiwa dan
kepadatan penduduk 696 jiwa/km2.
Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), diperoleh
gambaran tentang perkembangan persentase penduduk miskin menurut
kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sejak tahun 2003 s/d 2007, dari data
tersebut dapat dilihat bagaimana posisi Kabupaten Deli Serdang jika
dibandingkan dengan keseluruhan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara,
di mana persentase penduduk miskin Kabupaten Deli Serdang (5,67 persen)
adalah merupakan terkecil dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di Propinsi
periode 4 tahun terakhir. Sebagai gambaran jika pada tahun 2003 persentase
penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang sebesar 8,30 persen, secara
meyakinkan angka ini bergerak turun setiap periode waktunya sehingga menjadi
sebesar 5,67 persen pada tahun 2007 dan angka ini terus menurun menjadi
sebesar 5,16 persen pada tahun 2008.
c. Tenaga Kerja
Dari sekitar 1,15 juta penduduk Kabupaten Deli Serdang yang berusia 10
tahun ke atas (penduduk usia kerja), sebanyak 651.419 orang atau 56,75 %
merupakan angkatan kerja. Mereka yang berstatus bekerja (548.129 orang atau
47,74 % dan berstatus menganggur (103.290 orang atau 9 %). Mereka yang
berstatus mencari pekerjaan ini sering disebut pengangguran terbuka (open
employment), sedang mereka yang melakukan kegiatan non ekonomis (bukan
angkatan kerja) sebanyak 496.446 orang.
Penduduk yang mempunyai kegiatan utama sekolah (259.906 orang),
mengurus rumah tangga (189.006 orang), melakukan kegiatan lainnya (47.534
orang). Dilihat dari jenis usaha penduduk yang bekerja lebih dari 33.91 %
penduduk Kabupaten Deli Serdang bekerja di sektor pertanian. Sektor
Perdagangan mencapai 17,12 %, sektor industeri 14,45 %. Sedangkan sektor
terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listerik, gas dan
d. Sifat Fisika Tanah
Jenis tanah aluvium merupakan endapan dengan umur yang masih relatif
muda dengan proses pengendapannya masih berlangsung sampai saat ini.
Endapan ini sebagian besar dijumpai di sepanjang pesisir, yang terbagi menjadi
alluvium sungai, alluvium rawa, alluvium delta dan alluvium pantai.
Aluvium sungai terdapat sebagai endapan sungai tua di bagian barat laut
serta merupakan endapan yang lebih muda di tepi-tepi beberapa sungai besar
seperti sungai Deli, sungai Buluh, Sungai Percut, Sungai Batang Kuis, Sungai
Serdang, Sungai Kenang, Sungai Perbaungan, Sungai Nipah, Sungai Martebing
dan Sungai Padang. Endapan ini terdiri dari campuran bongkah, kerikil, pasir
dan lempung. Semakin ke-arah hilir konfigurasi ukuran semakin menghalus,
bahkan di bagian muara hanya terdapat pasir dan lumpur.
Aluvium rawa dan delta sebenarnya masih berasal dari endapan sungai
tetapi berbeda kondisi lingkungan pengendapan. Aluvium rawa pada
lingkungan yang tertutup ke arah hilirnya (sebuah cekungan), sedangkan
aluvium delta diendapkan di tepi muara yang lebih terbuka ke arah laut.
Aluvium berwarna abu-abu gelap hingga hitam terdiri dari lumpur organik,
lempung dan sedikit pasir halus, sisa tumbuhan.
Aluvium pantai terutama dijumpai disepanjang pantai. Sungai-sungai
yang bermuara disini membawa muatan sedimen material pasir. Sebagian dari
IV.BAHAN DAN METODE
4.1. Tempat dan Waktu
Penelitian Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan
Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I
di laksanakan di Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading
Langkat Timur Laut I Desa Karanggading Kecamatan Labuhan Deli pada bulan
Desember 2009 s/d Maret 2010.
4.2. Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian Tingkat
Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove di Kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I adalah Peta Kawasan
Konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I, dan
vegetasi mangrove.
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian Tingkat Kerusakan dan
Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa
Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang adalah :
Hagameter untuk mengukur tinggi pohon, Global Positioning System (GPS),
Spidol, Parang,Tongkat kayu/bamboo sepanjang 2,5 m untuk mengukur lebar
Ajir / Pancang Bambu ukuran : 1,3 m, Meteran, Tali rafia ukuran 100 m, Jangka
Sorong (calliper) dan Blanko Pengamatan.
4.3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara metode
jalur (transeck) dan metode jalur berpetak (Kusmana, 1997). Pada setiap lokasi
sampel yang diteliti dibuat jalur dengan lebar 10 m dan panjang 100 m (1000 m2),
jalur dibuat dimulai dari tepi laut dan diupayakan searah tegak lurus tepi laut. Pada
setiap jalur dibuat sub petak ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai (tinggi <
1,5m), 5 m x 5 m untuk tingkat pancang ( tinggi 1,5 m - diameter batang < 10 cm)
dan untuk tingkat pohon (diameter ≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10 m.
T T
5 m
5 m
T T
5 m
P 2 m
2 m
P 2m
2 m S
S
10 m 5 m
5
100m
[image:48.595.140.521.456.586.2]10 m
Gambar 2. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak Keterangan :
4.4. Pelaksanaan Penelitian
Pengukuran biomasa vegetasi mangrove di kawasan konservasi Suaka
Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang
dilakukan dengan pembuatan plot contoh pengamatan dengan intensitas
sampling 5 %. Penentuan awal plot contoh dilakukan secara purposive random
sampling melalui pengamatan citra satelit, plot contoh diambil pada areal yang
memiliki potensi pertumbuhan mangrove yang baik dan jenis tanaman relatif
seragam, untuk selanjutnya diplotkan dilapangan. Plot contoh dibuat berbentuk
transeck dimulai dari tepi laut menuju daratan, dengan langkah-langkah
pengamatan pada plot contoh sebagai berikut : biomasa vegetasi mangrove
diukur dengan pengamatan plot contoh 10 m x 100 m dengan ukuran setiap sub
petak contoh 10 x 10 m, untuk vegetasi yang memiliki pohon berdiameter ≥10
cm, 5 m x 5 m untuk vegetasi yang berdiameter 5-10 cm, dan sub petak 2 m x 2
m untuk vegetasi < 5 cm, data yang diukur meliputi tinggi pohon, diameter
pohon setinggi dada (dbh) dan mencatat nama semua jenis vegetasi yang
ditemui.
Identifikasi jenis vegetasi dilakukan dengan menggunakan buku
determinasi mangrove (manual mangrove) dan jasa pemandu lokal di desa
Karanggading terutama dalam penamaan lokal. Identifikasi dilakukan pada
vegetasi yang ditemui yaitu :
b. Tingkat pancang, adalah vegetasi dengan diameter batang > 5 cm dan tinggi
> 1,5 m.
c. Tingkat pohon, adalah vegetasi mangrove dengan diameter batang ≥ 10 cm.
Untuk tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiah dengan
menggunakan buku acuan Kusmana, et al, (2008) kemudian dihitung jumlah
individunya. Untuk tingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan nama
daerah, dihitung jumlah individu, diukur tinggi dan diameter batang dari setiap
individu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh
gambaran kondisi vegetasi hutan mangrove pada petakpetak contoh penelitian.
4.5. Analisis Data
Analisis vegetasi adalah cara untuk mengetahui komposisi jenis dan
struktur vegetasi dalam suatu ekosistem (Kusmana, 1997), data yang diperoleh
dari hasil pengukuran di lapangan dihitung untuk menentukan variabel sebagai
berikut :
4.5.1. Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi dari suatu
jenis vegetasi. Indeks Nilai Penting diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut:
Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR
Dimana KR = kerapatan relatif, FR = frekuensi relatif dan DR = dominansi
relatif.
Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
a. Kerapatan suatu jenis (K), dihitung dengan rumus :
b. Kerapatan relatif (KR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :
c. Frekuensi (F) suatu jenis, dihitung dengan rumus :
d. Frekuensi relatif (FR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :
e. Dominasi (D) suatu jenis, dihitung dengan rumus :
f. Dominasi relatif (DR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :
g. Indeks Keanekaragaman (H1)
Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indeks Shannon
Wiennerr :
K = Jumlah individu suatu Jenis
Luas petak contoh
KR = Kerapatan suatu Jenis
Kerapatan seluruh jenis X 100%
F = Jumlah petak ditemukan suatu Jenis Jumlah seluruh petak contoh
FR = Frekuensi suatu Jenis
Frekuensi seluruh jenis X 100%
D = Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh
DR = Dominasi suatu Jenis