• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kerusakan Dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Kerusakan Dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN

HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I

KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

Oleh

MUHAMMAD YASRI

087004008/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN

HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I

KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD YASRI

087004008/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : TINGKAT KERUSAKAN DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN MANGROVE

DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT I KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Muhammad Yasri Nomor Pokok : 087004008

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) Ketua

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota

(Dr. Delvian, SP, MP) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua :

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc

Anggota

: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

2. Dr. Delvian, SP, MP

(5)

ABSTRAK

Muhammad Yasri, Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang, di bawah bimbingan B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, dan Delvian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I. Sebagai bahan kajian penelitian adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 98°30' BT - 98°42' BT dan 03°51'30'' LU - 03°59'45''

LU. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode transeck yang diambil secara acak (random) dimulai dari pinggir laut menuju darat dengan ukuran petak 10 x 100 m dengan ukuran sub petak contoh 10 m x 10 m untuk diameter tegakan > 10 cm, 5m x 5 m untuk diameter tegakan 5–10 cm dan 2 m x 2 m untuk diameter tegakan < 5 cm, sedangkan perkiraan tingkat kerusakan mangrove mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Hasil penelitian dari 14 plot contoh yang diambil menunjukan jumlah biomasa yang diperoleh adalah 90,85 ton/ha dengan potensi karbon 41,79 ton/ha dan tingkat kerusakan mangrove berdasarkan kriteria baku yang telah ditetapkan termasuk kategori rusak dengan penutupan 34.82 % dan kerapatan 507 pohon/ha.

(6)

ABSTRACT

Muhammad Yasri, damage estimation and carbon potention the mangrove forest in wildlife protection Karanggading Langkat Timur Laut I in Deli Serdang regency, by guided B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, and Delvian.

This research aims to know about estimation damage and potention carbon stock for mangrove forest in area wildlife protection particular preserve of protection Karanggading Langkat Timur Laut I, Deli Serdang regency reside in geografis

98°30' BT - 98°42' BT and 03°51'30'' LU - 03°59'45'' LU. This research used method

with transect and according to put random with start from edge ocean to upland and with size sample partition 10 x 100 m and sub size sample partition for tree level 10 m x 10 m square with diameter > 10 cm, the sapling 5m x 5 m square with diamtere 5–10 cm and the seedling 2 m x 2 m square under < 5 cm diameter, and whereas damage estimation for mangrove forest refer to decision of ministry country live surrounding number 201 and 2004 years, Oktober 13 and 2004 years about basic criteria and mangrove orientation damage of act determining. The result of 14 taked sample plot biomass calculate refer is 90,85 ton/ha and carbon potention stock 41,79 ton/ha and with estimation damage for mangrove grounded basic criteria damage included (34.82%).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah S.W.T karena dengan rahmat dan

ridhonya tesis Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Suaka Margasatwa

Karang Gading Kabupaten Deli Serdang ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada jurusan Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) di Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc Selaku ketua komisi pembimbing, dan Ibu

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS serta Bapak Dr. Delvian, SP, MP, masing-masing

sebagai anggota pembimbing, selanjutnya juga kepada Bapak Prof. Dr. Erman Munir,

M.Sc dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku komisi penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Djati Witjaksono Hadi, M.Si selaku Kepala

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara yang telah memberikan

dukungan dan semangat dan rekan-rekan Pegawai Balai Besar KSDA Sumatera

Utara. Dan terimakasih saya kepada Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan program magister.

Ucapan terimakasih kepada kedua orang tua Drs. H. Sirajuddin dan Hj.

Nurkiyas yang tiada henti mengiringi penulis dengan do’a, teristimewa buat isteri

tercinta Hernita Br. Karo SP dan anak saya Muhammad Rafi dan juga ucapan terima

kasih kepada semua rekan-rekan PSL angkatan 2008 serta semua pihak yang telah

membantu dalam proses dan pelaksanaan serta penyelesaian penelitian ini, semoga

segala kebaikan ibu, bapak dan rekan sekalian di beri balasan oleh Allah S.W.T

(8)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Yasri, dilahirkan di Desa Tarok, Kecamatan Kampar, Kabupaten

Kampar Propinsi Riau, pada tanggal 9 September 1973 putra dari Bapak Drs. H.

Sirajuddin dan Ibu Hj. Nurkiyas. Menikah dengan Hernita Br. Karo, SP pada tanggal

2 April 1999. Penulis mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad Rafi (17

Januari 2007).

RIWAYAT PENDIDIKAN

- Tahun 1986 Lulus dari SD Negeri 013 Sail Tangkerang Pekanbaru, Propinsi Riau.

- Tahun 1989 Lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Pekanbaru, Propinsi

Riau.

- Tahun 1992 Lulus dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru,

Propinsi Riau

- Tahun 1998 Lulus dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)

Medan.

- Tahun 2008 Mengikuti Pendidikan di Sekolah Pascasarja Universitas Sumatera

Utara Medan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

RIWAYAT PEKERJAAN

- Tahun 1992, tenaga honorer pada Kanwil Kehutanan Propinsi Sumatera Utara diperbantukan pada Cabang Dinas Kehutanan VII Tapanuli Utara di Tarutung

- Tahun 1993, PNS di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara di Medan

- Tahun 1999, Kepala Resort Taman Wisata Alam Holiday Resort dan Kasatgas Pusat Latihan Gajah Holiday Resort di Desa Aek Raso Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu.

(9)

- Tahun 2004-2006, Staf pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II di Medan.

- Tahun 2007 s/d sekarang, Staf pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. iv

ABSTRACT ………. v

KATA PENGANTAR ………. vi

RIWAYAT HIDUP ……… vii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

I. PENDAHULUAN ..………..……… 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Kerangka Pemikiran ………. 4

1.3. Perumusan Masalah ………. 5

1.4. Tujuan ………. 6

1.5. Manfaat ……… 6

II.TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2.1. Pengertian ……….. 7

2.2. Vegetasi Mangrove .………. 8

2.3. Biomassa ………. 15

III.GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ………. 18

3.1. Letak Wilayah ………. 18

3.2. Penduduk ………. 19

3.3. Tenaga Kerja ………. 19

3.4. Sifat Fisika Tanah ………. 20

IV.BAHAN DAN METODE ………. 21

4.1. Tempat dan Waktu ..……… 21

4.2. Bahan dan Alat . …….……… 21

4.3. Metode Penelitian ……..……… 21

4.4. Pelaksanaan Penelitian ……….. 22

4.5. Analisis Data ……….. 23

(11)

4.5.2. Tingkat Kerusakan ………. 24

4.5.3. Biomassa Pohon ………... 25

4.5.4. Diagram Profil ……….. 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 27

1. Hasil ………. 27

1.1. Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove .………. 27

1.2. Dominansi ………. ……… 28

1.3. Tingkat Kerusakan Mangrove ………. 29

1.3.1. Penutupan ………. 29

1.3.2. Kerapatan Tegakan Mangrove ………. 30

1.4. Potensi karbon Tersimpan ….………. 31

1.5. Diagram Profil ……….. 33

2. Pembahasan ………. 35

2.1. Keragaman dan Kerapatan Vegetasi ………. 35

2.2. Tingkat Kerusakan ……… 40

2.3. Potensi Karbon Tersimpan ……… 45

VI. KESIMPULANDAN SARAN ………..………. 48

6.1. Kesimpulan ………. 48

6.2. Saran ……… 48

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Daftar jenis tumbuhan yang terdapat di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Giesen dan Sukotjo,

1991) ……….. 9

2. Kekayaan jenis dan potensi vegetasi mangrove yang ditemui pada lokasi plot penelitian di Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang …… 27

3. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Hutan Mangrove Untuk

Tingkat Pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten

Deli Serdang ……….. 28

4. Indeks Keanekargaman (H') Vegetasi Hutan Mangrove di

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

Kabupaten Deli Serdang ….……….. 29

5. Kondisi Penutupan Vegetasi Hutan Mangrove di kawasan Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang ………... 30

6. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

201 Tahun 2004 Tanggal 13 Oktober 2004 ... 30 7. Biomasa Vegetasi mangrove pada lokasi plot contoh di kawasan

Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten

Deli Serdang ……….. 31

8. Potensi karbon tersimpan pada tingkat pertumbuhan semai, pancang

dan pohon di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 32

9. Rekapitulasi Luas Penutupan Tajuk dan Celah Lokasi Sampel Plot

Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kerangka Berfikir dalam penelitian ……….. 4

2. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak ....……. 22

3. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut I Kabupaten Deli Serdang ………

34

4. Kondisi tegakan mangrove di kawasan konservasi Suaka

Margasatwa karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang ……….. 42

5. Areal Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

Kabupaten Deli Serdang yang dirambah oleh masyarakat ……… 42

6. Pembukaan Jalan di Dalam Kawasan Konservasi Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot I diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………

………..

56 2. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot I diameter > 5 cm di

kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………

………..

58 3. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot II diameter < 5 cm di

kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 59

4. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot II diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 60

5. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot III diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 61

6. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot III diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 62

7. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IV diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 63

8. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IV diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 66

9. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot V diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 67

10. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot V diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 70

11. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VI diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

(15)

12. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 73

13. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 75

14. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VIII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 76

15. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot VIII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 78

16. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IX diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 79

17. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot IX diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 80

18. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot X diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 81

19. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot X diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 82

20. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XI diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 83

21. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XI diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 84

22. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 85

23. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 87

24. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIII diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

(16)

25. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIII diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 90

26. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIV diameter < 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 91

27. Pengukuran biomasa hutan mangrove plot XIV diameter > 5 cm di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……….. 93

28. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Semai di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading

Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 94

29. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat

Pertumbuhan Pancang di Kawasan Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ….…

………

95 30. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove Tingkat

Pertumbuhan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading

Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 96

31. Indeks Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Berdasarkan Tingkat Pertumbuhan di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading

Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 97

32. Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Mangrove Berdasarkan Penyebarannya pada plot penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang

………

98 33. Jumlah dan Klasifikasi Jenis Vegetasi Mangrove di Lokasi Plot

Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 99

34. Hasil Pengukuran Berat Jenis Vegetasi Mangrove Pada Plot Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ………

100

35. Kondisi Vegetasi Mangrove Berdasarkan Penyebaran Plot Contoh di di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut I Kabupaten Deli Serdang ………. 101

36. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Semai di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut

I Kabupaten Deli Serdang ………. 102

37. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Pancang di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

(17)

38. Potensi Biomasa Vegetasi Mangrove Tingkat Pertumbuhan Pohon di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut

I Kabupaten Deli Serdang ………. 104

39. Potensi Karbon Vegetasi Mangrove Berdasarkan Tingkat Pertumbuhannya di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading

Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang ..………. 105

40. Peta Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut I Kabupaten Deli Serdang ……… 106

41. Peta Lokasi Pengambilan Plot Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang ……….. 107

42. Peta Penutupan Vegetasi Kawasan Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang …… 108

43. Peta Hasil Penafsiran Citra Landsat Kawasan Suaka Margasatwa

(18)

ABSTRAK

Muhammad Yasri, Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang, di bawah bimbingan B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, dan Delvian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I. Sebagai bahan kajian penelitian adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 98°30' BT - 98°42' BT dan 03°51'30'' LU - 03°59'45''

LU. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode transeck yang diambil secara acak (random) dimulai dari pinggir laut menuju darat dengan ukuran petak 10 x 100 m dengan ukuran sub petak contoh 10 m x 10 m untuk diameter tegakan > 10 cm, 5m x 5 m untuk diameter tegakan 5–10 cm dan 2 m x 2 m untuk diameter tegakan < 5 cm, sedangkan perkiraan tingkat kerusakan mangrove mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Hasil penelitian dari 14 plot contoh yang diambil menunjukan jumlah biomasa yang diperoleh adalah 90,85 ton/ha dengan potensi karbon 41,79 ton/ha dan tingkat kerusakan mangrove berdasarkan kriteria baku yang telah ditetapkan termasuk kategori rusak dengan penutupan 34.82 % dan kerapatan 507 pohon/ha.

(19)

ABSTRACT

Muhammad Yasri, damage estimation and carbon potention the mangrove forest in wildlife protection Karanggading Langkat Timur Laut I in Deli Serdang regency, by guided B. Sengli J. Damanik, Retno Widhiastuti, and Delvian.

This research aims to know about estimation damage and potention carbon stock for mangrove forest in area wildlife protection particular preserve of protection Karanggading Langkat Timur Laut I, Deli Serdang regency reside in geografis

98°30' BT - 98°42' BT and 03°51'30'' LU - 03°59'45'' LU. This research used method

with transect and according to put random with start from edge ocean to upland and with size sample partition 10 x 100 m and sub size sample partition for tree level 10 m x 10 m square with diameter > 10 cm, the sapling 5m x 5 m square with diamtere 5–10 cm and the seedling 2 m x 2 m square under < 5 cm diameter, and whereas damage estimation for mangrove forest refer to decision of ministry country live surrounding number 201 and 2004 years, Oktober 13 and 2004 years about basic criteria and mangrove orientation damage of act determining. The result of 14 taked sample plot biomass calculate refer is 90,85 ton/ha and carbon potention stock 41,79 ton/ha and with estimation damage for mangrove grounded basic criteria damage included (34.82%).

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mangrove banyak memberikan manfaat kepada kehidupan manusia

baik secara langsung ataupun tidak langsung. Salah satu bentuk potensi yang

jarang di perhitungkan adalah kemampuannya menyerap dan menyimpan karbon

dalam jumlah yang sangat besar baik pada vegetasi (biomasa) maupun bahan

organik lain yang terdapat pada ekosistem mangrove. Kerusakan vegetasi

mangrove akan menurunkan kemampuan alamiahnya untuk menyerap dan

menyimpan karbon.

Untuk mengendalikan tekanan yang mengakibatkan berkurangnya luas

areal dan fungsi ekosistem alami mangrove, diperlukan pendekatan-pendekatan

teoritis dan operasional dengan pengkajian logis, sederhana serta dapat

dipertanggung jawabkan, yang mengacu kepada realitas di lapangan, karena

secara nyata banyak orang yang awam tentang fungsi ekosistem mangrove,

sehingga tidak memperhatikan manfaat dan kegunaan kawasan hutan mangrove.

Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di

Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan

ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di

dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,

Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan

(21)

1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan

penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove

yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan

oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya.

Kekhawatiran terus menurunnya kondisi hutan mangrove juga terjadi pada

hutan mangrove di daerah pesisir pantai timur, termasuk di pesisir pantai barat.

Fenomena ini jelas mengakibatkan kerusakan kualitas dan kuantitas potensi

sumberdaya ekosistem pesisir, keanekaragaman vegetasi hutan mangrove yang

cenderung menurun, dan hilangnya fungsi perlindungan lingkungan hutan

mangrove. Oleh karena itu, untuk mengembalikan fungsi dan manfaat hutan

mangrove perlu diketahui potensi dan tingkat kerusakannya.

Hutan mangrove memiliki beberapa nilai penting, baik secara ekologis

maupun ekonomis. Secara ekologis keberadaan hutan mangrove merupakan

suatu ekosistem penyangga bagi kawasan pesisir secara luas. Keberadaan hutan

mangrove layaknya satu mata rantai yang tidak dapat terpisahkan dengan

ekosistem lainnya, yaitu ekosistem vegetasi hutan pantai, padang lamun, dan

terumbu karang. Kehancuran salah satunya merupakan ancaman bagi ekosistem

lain. Terlebih perannya sebagai pelindung bagi daratan yang berdekatan langsung

dengan ekosistem mangrove. Ikan, udang, kepiting, dan organisme lainnya

menempatkan kawasan mangrove sebagai daerah asuhan (nursery ground),

daerah untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan

(22)

tinggi bagi biota perairan tersebut (Firman, 2009).

Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas

(Kusmana, et al, 2008) : (1) satu atau lebih species tumbuhan yang hidupnya

terbatas hanya di habitat mangrove, (2) species-pecies tumbuhan yang hidupnya

di habitat mangrove, namun juga dapat hidup dihabitat non-mangrove, (3) biota

yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut pohon, cendawan,

ganggang, bakteri dan lain-lain), baik yang hidupnya menetap, sementara,

sekali-sekali, biasanya ditemukan, atau terbatas hanya di habitat mangrove, (4)

proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan eksosistem ini, baik yang

berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, (5) mud flat (dataran lumpur)

yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut, dan (6) penduduk yang

tinggal, baik di dalam maupun sekitar hutan mangrove.

Pengelolaan mangrove yang kurang terencana dengan baik menimbulkan

banyak konflik yang terjadi di kawasan mangrove. Di Sumatera Utara konflik

kepentingan akan kayu bakau dan hasil turunannya serta konversi menjadi lahan

tambak merupakan permasalahan pokok (Delvian, et al., 2006). Dalam rangka

perlindungan kawasan mangrove di Propinsi Sumatera Utara Pemerintah telah

mencanangkan melalui Departemen Kehutanan Kawasan Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut sebagai fungsi perlindungan ekosistem

mangrove.

Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas

(23)

hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya (UU No.5 Tahun

1990). Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5

Nopember 1980 telah menetapkan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat

Timur Laut seluas 15.765 Ha sebagai salah satu kawasan konservasi di Propinsi

Sumatera Utara, dan saat ini diketahui bahwa merupakan satu-satunya kawasan

Suaka Margasatwa di Indonesia dengan potensi tegakan relatif homogen yang

ditumbuhi oleh jenis mangrove.

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut dengan

potensi mangrove di dalamnya telah banyak mengalami perubahan, baik secara

struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan

bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Berdasarkan data pada Balai Besar

Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara selaku Unit Pelaksana Teknis

Departemen Kehutanan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan

konservasi Suaka Marga Satwa Karanggading Langkat Timur Laut diperoleh

data kerusakan kawasan ± 3500 Ha dengan letaknya tersebar dalam bentuk

spot-spot.

Untuk menentukan langkah dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi

Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut yang secara global bisa

berpengaruh kepada iklim perairan di pantai timur maka perlu dilakukan

(24)

1.2. Kerangka Pemikiran

Alur berpikir di dalam melakukan penelitian ini merujuk pada diagram alir

sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka berfikir dalam penelitian

Hutan Mangrove SM. Karanggading Langkat Timur Laut I, II dan III (Kabupaten Deli Serdang & Kab. Langkat)

Pemilihan lokasi penelitian (SM. Karanggading Langkat Timur Laut I Kab. Deli Serdang)

Analisis Variabel

Keanekaragaman Mangrove

Tingkat Kerusakan Mangrove

Potensi Karbon Tersimpan

Diagram Profile

Baik Rusak

Rekomendasi

- Pengawasan - Pelestarian

(25)

Kondisi hutan mangrove di kawasan konservasi Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang telah mengalami

banyak perubahan baik secara luasan maupun bentang lahan, sehingga perlu

dilakukan penelitian untuk menggambarkan kondisi hutan mangrove saat ini.

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut ini tersebar

dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

dengan tiga wilayah pengelolaan yaitu :

a. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut I di Karanggading Kabupaten Deli Serdang.

b. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut II di Secanggang Kabupaten Langkat.

c. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut III di Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Adapun lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I (Resort Konservasi Wilayah Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I di Karanggading Kabupaten

Deli Serdang), yang dijadikan dasar untuk mengetahui : 1) Keanekaragaman

Vegetasi; 2) Tingkat Kerusakan; 3) Potensi Karbon Tersimpan; 4) Diagram Profil.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan survei pendahuluan dan sumber data yang ada, maka

(26)

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang akan di fokuskan kepada :

a. Bagaimanakah tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan Konservasi

Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang.

b. Bagaimanakah potensi karbon tersimpan hutan mangrove di kawasan Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan adalah :

a. Untuk mengetahui tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang.

b. Untuk mengetahui potensi karbon tersimpan hutan mangrove di kawasan

Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli

Serdang.

1.5. Manfaat

Hasil Penelitian Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan

Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

(27)

a. Diketahuinya tingkat kerusakan dan potensi karbon tersimpan hutan

mangrove di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

Kabupaten Deli Serdang.

b. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pengelola kawasan Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut untuk menentukan arah dan

kebijakan managemen, agar tercapai optimalisasi fungsi hutan mangrove.

c. Menambah kasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang potensi karbon

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Kata mangrove berasal dari gabungan dua bahasa yaitu (portugis) mangue

dan bahasa (inggris) dengan kata grove. Mangrove merupakan komunitas

tanaman yang hidupnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan muara sungai

yang mempunyai peranan penting terhadap ekosistem perairan (Macnae,1968).

Mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas atau

masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas

(pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968). Agar

tidak terjadi kerancuan, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan

dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan

mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan

payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau

tidak tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan

yang ada di mangrove.

Hutan mangrove sebagaimana diketahui merupakan ekosistem yang

memiliki produktifitas tinggi dan sebagai penghasil bahan makanan di dalam air,

kotoran-kotoran sampah yang tersimpan di bakau berbentuk endapan merupakan

sumber penghasil karbon organik (Alongi, 1998). Jenis tanaman mangrove

(29)

a. Major mangrove (flora mangrove sebenarnya), yaitu jenis flora yang tumbuh

hanya di habitat mangrove, mampu membentuk tegakan murni dan secara

dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologis mempunyai

bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar napas/udara dan viviparitas)

terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai fungsi fisiologis dalam

mengontrol salinitas, contohnya antara lain jenis species Avicennia,

Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Soneratia, Lumnitzera and Nypa.

b. Minor mangrove (flora mangrove penunjang), adalah flora mangrove yang

tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak

berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya species Excoecaria,

Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras, Osbornia and Pelliciera.

c. Mangrove associates (tumbuhan asosiasi mangrove), yaitu flora yang

berasosiasi dengan tumbuhan mangrove sejati dan penunjang, contohnya

jenis-jenis Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.

2.2. Vegetasi Mangrove

Hasil perhitungan United Nation Environment Programme (UNEP/FAO),

bahwa luas hutan mangrove di seluruh dunia berkisar 15,2 juta Hektar, dimana

yang terbesar dijumpai di Asia dan Afrika dan dari tahun 1980 sebanyak 20 %

atau 3,6 Juta Ha telah hilang atau berubah fungsi peruntukkannya (FAO, 2005).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang

(30)

didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak

yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan

mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili,

dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia,

Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,

Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove

tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan

mangrove di Indonesia :

a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp.

Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora

spp. di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa

ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Hasil penelitian Giesen dan Sukotjo (1991) jenis flora mangrove di

kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut dapat dilihat

(31)

Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan yang terdapat di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Giesen dan Sukotjo, 1991).

No. Nama Daerah Jenis Famili

1. Api-api hitam Avicennia alba Verbenaceae

2. Api-api putih Avicennia officinalis Verbenaceae

3. Bakau Rhizophora apiculata Rhizophoraceae

4. Banat Thypa angustifolia Typaceae.

5. Baru-baru Hibiscus tiliaceus Malvaceae

6. Baru-baru Thespesia populnea Malvaceae

7. Beluntas Pluchea indica Asteraceae

8. Berembang Sonneratia alba Sonneratiaceae

9. Buta-buta Excoeria agallocha Euphorbiaceae 10. Cemara Casuarina equisetifolia Casuarinaceae 11. Cingam Scyphiphora hydrophylus Rubiaceae

12. Dungun Brownlowia tersa Tiliaceae

13. Gepeng Caesalpinia crista Fabaceae.

14. Ibus Livistonia ef.saribus Arecacea

15. Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae

16. Jeriwit Cyperus compressus Cyperaceae

17. Karisan Cyperus javanicus Cyperaceae

18. Keladi air Cryptocoryne ciliata Aractideae

19. Lenggadai Bruguiera parviflora Rhizophoraceae 20. Mata buaya Bruguiera sexangula Rhizophoraceae

21. Mensiang Cyperus malaccensis Cyperaceae

22. Nipa Nyfa fruticans Palmae

23. Nibung Oncosperma tigillarium Arecacea

24. Nyirih Xylocarpus granatum Meliaceae

25. Nyirih batu Xylocarpus moluccensis Meliaceae 26. Paha belalang Fimbristylis ferruginea Cyperaceae

27. Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae

28. Pepayungan Cyperus compactus Cyperaceae

29. Perapat Sonneratia ovate Sonneratiaceae

30. Piai Acrostichum aureum Pterideae

31. Piai Acrotichum speciosum Pterideae

32. Pilang Fagraea crenulata Loganiceae

33. Rotan air Daemonorop leptotus Arecacea

34. Tengar Ceriops tagal Rhizophoraceae

35. Tumus Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae

36. ? Chloris gayana Poaceae

[image:31.595.139.527.173.692.2]
(32)

Pada dasarnya konsep keanekaragaman secara umum dapat dibagi

kedalam dua komponen yaitu banyaknya jenis (Species richness) atau dapat juga

disebut kekayaan jenis dan distribusi individu dalam tiap jenisnya (Eveness)

yang seringkali disebut equitability atau gabungan keduanya atau disebut juga

keanekaragaman (diversity) (Morrison, et al., 1992;). Pengukuran distribusi

individu dalam tiap jenis menjadi penting, karena dapat terjadi pada dua tempat

yang sama keanekaragaman jenisnya tetapi sebaran individu dalam tiap jenisnya

berbeda maka kedua tempat tersebut dapat sangat berbeda.

Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk

tegakan didalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok

tumbuhan-tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya

(Muller-Dombois, 1974), sedangkan komposisi dan struktur suatu vegetasi

merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti: flora setempat, habitat (iklim,

tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan.

Mangrove mempunyai komposisi vegetasi tertentu, pembentuk kelompok

vegetasi ini adalah berbagai spesies tanaman mangrove yang dapat beradaptasi

secara fisiologis terhadap lingkungan yang khas, yaitu salinitas tinggi, sedang

atau rendah, tipe tanah yang didominasi lumpur, pasir atau lumpur berpasir, dan

terpengaruh pasang surut sehingga terbentuk zonasi (Walter, 1971 dalam

Mustafa dan Sunusi, 1981).

Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan

(33)

ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase

penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan

(Soerianegara, 1998).

Ekosistem mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan

darat, dan mempunyai sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut

menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar,

terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan

binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim

faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini

menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi

kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata, et al.,1979).

Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi yaitu

memiliki 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9

jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987).

Pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik,

cenderung kurang terkena dampak gelombang tsunami. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30

pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50%

energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono,

2005). Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi

dengan energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya

(34)

Hasil penelitian Istiyanto, et al., (2003) yang merupakan pengujian model

di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora

spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami

yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui

rumpun tersebut. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa keberadaan

mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang tsunami

yang menerjang pantai. Mazda, et al., (1997) menambahkan bahwa vegetasi

mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang dengan

cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove.

Vegetasi mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang hidup di

sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di

lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan

reaksi tanah an-aerob (Snedaker, 1978). Mangrove adalah jenis tumbuhan halofit

yang hidup di sepanjang areal pantai yang terletak diantara pasang tertinggi

sampai daerah yang mendekati ketinggian rata-rata air laut, atau lebih tinggi dari

permukaan laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub tropis (Aksornkoae, 1993).

Penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok

(Chapman, 1976) yaitu :

a. The Old World Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India,

Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik

(35)

b. The New World Mangrove, meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan

Amerika, Meksiko, dan Pantai Pasifik Amerika dan kepulauan Galapagos,

kelompok ini sebut grup barat.

Hutan mangrove banyak menghasilkan bahan organik yang telah

mengalami proses dekomposisi dan merupakan sumber makanan yang

dibutuhkan oleh fauna invertebrata antara lain jenis kepiting (Grapsidae),

(Fratini, et al., 2000). Bahan organik dari pohon-pohon dan pertumbuhan akar di

bawah permukaan merupakan sumber karbon organik dalam bentuk endapan

pada ekosistem mangrove (Alongi, 1998).

Sampah - sampah yang gugur di habitat mangrove merupakan salah satu

NPP (Net Primary Production) atau unsur utama penghasil karbon organik

(Alongi, et al., 2005). Sumber lain yang juga mempunyai peran penting dalam

penyediaan karbon organik berasal dari material laut dan bahan induk sungai,

produksi benthos, makro algae, epiphyt mikro, dan besarnya produksi

phytoplankton (Bouillon, et al., 2004).

Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity),

ekosistem mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah (genetic

pool) untuk mendukung keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat

mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi biota air

dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat

bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman

(36)

(Cooper, et al., 1995 dalam Irwanto, 2006).

Ekosistem mangrove mampu menyimpan karbon organik dalam jumlah

yang besar (Fujimoto, et al., 1999,) dan pada beberapa ekosistem mangrove,

ditemukan bahwa sedimen yang kaya organik berada pada beberapa meter

kedalaman (Twilley, et al., 1992).

Bagaimanapun, besarnya karbon tersimpan tergantung kepada kondisi

lingkungan. Kenaikan produksi utama karbon berhubungan dengan usia

tegakan, besarnya tingkatan efisiensi karbon yang tersimpan di sedimen

mangrove adalah : 16 % pada tegakan hutan berumur 5 tahun dan 27% pada

tegakan hutan berumur 85 tahun (Alongi, et al., 2004).

(Duarte, 2005) memperkirakan rata-rata global jumlah karbon yang

terakumulasi di mangrove adalah 10,8 mol m2 pertahun, dan sebelumnya

Jennerjahn, et al., (2002) juga menyatakan bahwa rata-rata jumlah karbon yang

terakumulasi di mangrove adalah 10,7 mol m2 pertahun.

Mangrove membentuk struktur akar yang khas, yang disebut akar udara

(aerial roots). Akar udara adalah akar yang terkena udara secara langsung,

selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari, struktur

perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis.

Selanjutnya Kitamura, (2003), menyatakan bahwa struktur perakaran mangrove

dapat dibagi menjadi 6 kategori yaitu : akar tunjang, akar nafas, akar lutut, akar

(37)

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya nyata yang harus

segera dilakukan pada saat ini adalah meningkatkan penyerapan karbon atau

menurunkan emisi karbon (Lasco, 2002). Penurunan emisi karbon dapat

dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada

melalui pengelolaan hutan lindung, pengendalian deforestasi, penerapan praktek

silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki

pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon

melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil

dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak

langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas

bumi (Lasco, 2002).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a)

meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah

cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau

mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis

pohon yang cepat tumbuh, karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam

bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan

cadangan karbon adalah menanam dan memelihara pohon (Lasco, et al., 2004).

Beberapa sistem penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon

(khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi.

(38)

penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada,

khususnya di daerah perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan lama hidup

alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam

bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi sumber emisi

karbon. Canadell (2002), mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial

penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan

peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam

tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa

keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (Van

Noordwijk, et al.,1997; Paustian, et al., 1997).

Suatu lahan mangrove dapat dikategorikan sebagai lahan kritis, apabila

lahan tersebut sudah tidak dapat berfungsi lagi, baik sebagai fungsi produksi,

fungsi perlindungan maupun fungsi pelestarian alam. Berdasarkan hasil-hasil

kajian sebelumnya, kerusakan ekosistem mangrove umumnya disebabkan oleh

faktor biofisik lingkungan dan faktor sosial ekonomi masyarakat setempat.

Berdasarkan cara pengumpulan data, penentuan tingkat kekritisan lahan

mangrove dapat dilakukan dengan tiga cara (Dephut, 1997), yaitu:

a. Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (Geographic Information

System) dan indera (citra satelit).

b. Penilaian secara langsung di lapangan (terestris).

c. Kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove berdasarkan

(39)

1.3. Biomassa

Produksi Biomassa merupakan proses yang ditetapkan secara khusus

melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis

dan proses hilangnya karbon melalui resfirasi. Karbon merupakan produk dari

produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui

jaringan akar halus, daun, dan cabang serta karena adanya penyakit, sisanya

tergabung dalam struktur yang tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air dan

elemen penting lainnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan

pengalokasian karbon (Raymond, et al., 1983; Johnsen, et al., 2001).

Biomassa dapat menstimulasikan penyerapan karbon melalui proses

fotosintesis dan penghilangan karbon melalui resfirasi. Penyerapan karbon bersih

di simpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan

melalui persamaan dengan tinggi dan diameter pohon (Boer, et al., 1996,

Kusmana, 1997, Johnsen, et al., 2001).

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas

permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan

karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman

hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan

bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun,

cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan

(40)

organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu

bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk

makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala plot,

tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian

juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi (Rahayu, S, et

al, 2009)

Biomassa atau phytomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi

oleh organisme (tumbuhan) persatuan unit area pada suatu waktu. Biomassa bisa

dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam gram atau dalam

kalori. Karena kandungan air pada setiap pohon berbeda, maka biomassa diukur

berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr m2 atau kg per ha atau

ton per ha (Poole, 1974; Chapman, 1976; Brown, 1997), sedangkan laju produksi

biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga

unit satuannya juga menyatakan persatuan waktu, misalnya kg per ha per tahun

(Barbour, et al., 1987).

Serasah adalah bahan organik dari bagian pohon yang mati yang jatuh di

lantai hutan (daun, ranting dan alat reproduksi, dan produksi serasah adalah berat

dari seluruh bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah

pada suatu waktu. Pada hutan bakau besarnya prduksi serasah dipengaruhi oleh

(41)

salinitas yang tinggi akibat pengaruh pasang surut air laut, (3) keterbukaan dari

pasang surut dimana makin terbuka makin optimal (Kusmana, et al., 2000).

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas

permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below

ground biomass). Atau dapat dinyatakan bahwa biomassa di atas permukaan

tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang

dikaitkan dengan fungsi sistim produktifitas, usia tegakan, dan penyebaran

organik (Kusmana, et al., 1992).

Menurut Chapman (1976) sebelumnya telah mengelompokkan metode

pendugaan biomassa di atas permukaan tanah ke dalam dua kategori, yaitu (1)

metode pemanenan, yang terdiri atas (a) metode pemanenan individu tanaman,

(b) metode pemanenan kuadrat dan (c) metode pemanenan individu pohon yang

mempunyai luas bidang dasar rata-rata dan (2) metode pendugaan tidak langsung

yang terdiri atas (a) metode hubungan alometrik, yakni dengan mencari korelasi

yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter,

yakni dengan cara menggunakan seperangkat elektroda yang kedua kutubnya di

letakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.

Biomassa hutan dapat memberikan gambaran sumber karbon di tegakan

hutan, sebab sebagian (50%) dari biomassa adalah karbon. Faktor 50% dari

biomassa untuk menduga karbon sudah merupakan hal yang umum digunakan

oleh banyak peneliti, seperti Brown (1999a), Delaney (1999). Biomassa diukur

(42)

bagian tumbuhan yang hidup, semak dan pancang (Brown, et al., 1996).

Sedangkan Jetkins, et al., (2002) menyatakan bahwa kandungan karbon dapat

diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang di

dasarkan pada diameter pohon.

Potensi tumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat,

sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Vegetasi

hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2. Hutan mampu menyerap

karbon melalui (1) pertambahan bersih dari biomassa karbon dan inventarisasi

tegakan, (2) penyerapan melalui tegakan hutan (Faeth, et al., 1994).

Jumlah karbon yang diserap oleh hutan akan ditentukan oleh : (1) jumlah

karbon pada biomassa tegakan, (2) jumlah karbon yang tersisa di bawah

permukaan tanah pada akhir rotasi, dan (3) jumlah karbon yang disimpan di

(43)

III.

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

a. Letak Wilayah

Sebelum ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa, hutan di Langkat Timur

laut oleh Kerajaan Negeri Deli ditetapkan sebagai kawasan Hutan dengan

Zelfbestuur Besluit (ZB) 6/8/1932 No. 148 seluas 9.520 hektar, sedangkan di

Karang Gading ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan ZB 8/8/1935 No.

138 seluas 6.245 hektar. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980 kedua

kawasan tersebut ditunjuk sebagai kawasan Suaka Alam dengan fungsi Suaka

Margasatwa seluas 15.765 hektar, dengan nama Suaka Margasatwa Karang

Gading Dan Langkat Timur Laut.

Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur laut

secara administratif pemerintahan terletak di dua kabupaten yakni kawasan

Langkat Timur Laut dengan luas 9.520 ha, terletak di Kecamatan Secanggang

dan Tanjung Pura Kabupaten Langkat serta Karang Gading dengan luas

6.245 ha, terletak di Kecamatan Labuhan Deli dan Hamparan Perak

Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Suaka

Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, terletak antara 98030'

(44)

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

Kabupaten Deli Serdang terletak di 3 (tiga) desa dan 2 (dua) kecamatan yaitu :

Desa Karanggading Kecamatan Labuhan Deli, Desa Telaga Tujuh Kecamatan

Labuhan Deli dan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, dan

Mengingat terbatasnya waktu, tenaga dan biaya, maka penelitian hanya

difokuskan kepada kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur

Laut I Kabupaten Deli Serdang.

b. Penduduk

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

potensi mangrove di Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduknya pada

tahun 2008 adalah 1.738.431 jiwa yang terdiri dari 870.289 jiwa laki-laki dan

868.142 jiwa perempuan dengan rasio sex 100,25, sedangkan jumlah rumah

tangga sebesar 382.732 dengan rata-rata anggota rumah tangga 4,54 jiwa dan

kepadatan penduduk 696 jiwa/km2.

Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), diperoleh

gambaran tentang perkembangan persentase penduduk miskin menurut

kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sejak tahun 2003 s/d 2007, dari data

tersebut dapat dilihat bagaimana posisi Kabupaten Deli Serdang jika

dibandingkan dengan keseluruhan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara,

di mana persentase penduduk miskin Kabupaten Deli Serdang (5,67 persen)

adalah merupakan terkecil dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di Propinsi

(45)

periode 4 tahun terakhir. Sebagai gambaran jika pada tahun 2003 persentase

penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang sebesar 8,30 persen, secara

meyakinkan angka ini bergerak turun setiap periode waktunya sehingga menjadi

sebesar 5,67 persen pada tahun 2007 dan angka ini terus menurun menjadi

sebesar 5,16 persen pada tahun 2008.

c. Tenaga Kerja

Dari sekitar 1,15 juta penduduk Kabupaten Deli Serdang yang berusia 10

tahun ke atas (penduduk usia kerja), sebanyak 651.419 orang atau 56,75 %

merupakan angkatan kerja. Mereka yang berstatus bekerja (548.129 orang atau

47,74 % dan berstatus menganggur (103.290 orang atau 9 %). Mereka yang

berstatus mencari pekerjaan ini sering disebut pengangguran terbuka (open

employment), sedang mereka yang melakukan kegiatan non ekonomis (bukan

angkatan kerja) sebanyak 496.446 orang.

Penduduk yang mempunyai kegiatan utama sekolah (259.906 orang),

mengurus rumah tangga (189.006 orang), melakukan kegiatan lainnya (47.534

orang). Dilihat dari jenis usaha penduduk yang bekerja lebih dari 33.91 %

penduduk Kabupaten Deli Serdang bekerja di sektor pertanian. Sektor

Perdagangan mencapai 17,12 %, sektor industeri 14,45 %. Sedangkan sektor

terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listerik, gas dan

(46)

d. Sifat Fisika Tanah

Jenis tanah aluvium merupakan endapan dengan umur yang masih relatif

muda dengan proses pengendapannya masih berlangsung sampai saat ini.

Endapan ini sebagian besar dijumpai di sepanjang pesisir, yang terbagi menjadi

alluvium sungai, alluvium rawa, alluvium delta dan alluvium pantai.

Aluvium sungai terdapat sebagai endapan sungai tua di bagian barat laut

serta merupakan endapan yang lebih muda di tepi-tepi beberapa sungai besar

seperti sungai Deli, sungai Buluh, Sungai Percut, Sungai Batang Kuis, Sungai

Serdang, Sungai Kenang, Sungai Perbaungan, Sungai Nipah, Sungai Martebing

dan Sungai Padang. Endapan ini terdiri dari campuran bongkah, kerikil, pasir

dan lempung. Semakin ke-arah hilir konfigurasi ukuran semakin menghalus,

bahkan di bagian muara hanya terdapat pasir dan lumpur.

Aluvium rawa dan delta sebenarnya masih berasal dari endapan sungai

tetapi berbeda kondisi lingkungan pengendapan. Aluvium rawa pada

lingkungan yang tertutup ke arah hilirnya (sebuah cekungan), sedangkan

aluvium delta diendapkan di tepi muara yang lebih terbuka ke arah laut.

Aluvium berwarna abu-abu gelap hingga hitam terdiri dari lumpur organik,

lempung dan sedikit pasir halus, sisa tumbuhan.

Aluvium pantai terutama dijumpai disepanjang pantai. Sungai-sungai

yang bermuara disini membawa muatan sedimen material pasir. Sebagian dari

(47)

IV.BAHAN DAN METODE

4.1. Tempat dan Waktu

Penelitian Tingkat Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan

Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I

di laksanakan di Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karanggading

Langkat Timur Laut I Desa Karanggading Kecamatan Labuhan Deli pada bulan

Desember 2009 s/d Maret 2010.

4.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian Tingkat

Kerusakan dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove di Kawasan Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I adalah Peta Kawasan

Konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I, dan

vegetasi mangrove.

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian Tingkat Kerusakan dan

Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa

Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang adalah :

Hagameter untuk mengukur tinggi pohon, Global Positioning System (GPS),

Spidol, Parang,Tongkat kayu/bamboo sepanjang 2,5 m untuk mengukur lebar

(48)

Ajir / Pancang Bambu ukuran : 1,3 m, Meteran, Tali rafia ukuran 100 m, Jangka

Sorong (calliper) dan Blanko Pengamatan.

4.3. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara metode

jalur (transeck) dan metode jalur berpetak (Kusmana, 1997). Pada setiap lokasi

sampel yang diteliti dibuat jalur dengan lebar 10 m dan panjang 100 m (1000 m2),

jalur dibuat dimulai dari tepi laut dan diupayakan searah tegak lurus tepi laut. Pada

setiap jalur dibuat sub petak ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai (tinggi <

1,5m), 5 m x 5 m untuk tingkat pancang ( tinggi 1,5 m - diameter batang < 10 cm)

dan untuk tingkat pohon (diameter ≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10 m.

T T

5 m

5 m

T T

5 m

P 2 m

2 m

P 2m

2 m S

S

10 m 5 m

5

100m

[image:48.595.140.521.456.586.2]

10 m

Gambar 2. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak Keterangan :

(49)

4.4. Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran biomasa vegetasi mangrove di kawasan konservasi Suaka

Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang

dilakukan dengan pembuatan plot contoh pengamatan dengan intensitas

sampling 5 %. Penentuan awal plot contoh dilakukan secara purposive random

sampling melalui pengamatan citra satelit, plot contoh diambil pada areal yang

memiliki potensi pertumbuhan mangrove yang baik dan jenis tanaman relatif

seragam, untuk selanjutnya diplotkan dilapangan. Plot contoh dibuat berbentuk

transeck dimulai dari tepi laut menuju daratan, dengan langkah-langkah

pengamatan pada plot contoh sebagai berikut : biomasa vegetasi mangrove

diukur dengan pengamatan plot contoh 10 m x 100 m dengan ukuran setiap sub

petak contoh 10 x 10 m, untuk vegetasi yang memiliki pohon berdiameter ≥10

cm, 5 m x 5 m untuk vegetasi yang berdiameter 5-10 cm, dan sub petak 2 m x 2

m untuk vegetasi < 5 cm, data yang diukur meliputi tinggi pohon, diameter

pohon setinggi dada (dbh) dan mencatat nama semua jenis vegetasi yang

ditemui.

Identifikasi jenis vegetasi dilakukan dengan menggunakan buku

determinasi mangrove (manual mangrove) dan jasa pemandu lokal di desa

Karanggading terutama dalam penamaan lokal. Identifikasi dilakukan pada

vegetasi yang ditemui yaitu :

(50)

b. Tingkat pancang, adalah vegetasi dengan diameter batang > 5 cm dan tinggi

> 1,5 m.

c. Tingkat pohon, adalah vegetasi mangrove dengan diameter batang ≥ 10 cm.

Untuk tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiah dengan

menggunakan buku acuan Kusmana, et al, (2008) kemudian dihitung jumlah

individunya. Untuk tingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan nama

daerah, dihitung jumlah individu, diukur tinggi dan diameter batang dari setiap

individu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh

gambaran kondisi vegetasi hutan mangrove pada petakpetak contoh penelitian.

4.5. Analisis Data

Analisis vegetasi adalah cara untuk mengetahui komposisi jenis dan

struktur vegetasi dalam suatu ekosistem (Kusmana, 1997), data yang diperoleh

dari hasil pengukuran di lapangan dihitung untuk menentukan variabel sebagai

berikut :

4.5.1. Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove

Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi dari suatu

jenis vegetasi. Indeks Nilai Penting diperoleh dari perhitungan sebagai

berikut:

Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR

(51)

Dimana KR = kerapatan relatif, FR = frekuensi relatif dan DR = dominansi

relatif.

Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

a. Kerapatan suatu jenis (K), dihitung dengan rumus :

b. Kerapatan relatif (KR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

c. Frekuensi (F) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

d. Frekuensi relatif (FR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

e. Dominasi (D) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

f. Dominasi relatif (DR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

g. Indeks Keanekaragaman (H1)

Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indeks Shannon

Wiennerr :

K = Jumlah individu suatu Jenis

Luas petak contoh

KR = Kerapatan suatu Jenis

Kerapatan seluruh jenis X 100%

F = Jumlah petak ditemukan suatu Jenis Jumlah seluruh petak contoh

FR = Frekuensi suatu Jenis

Frekuensi seluruh jenis X 100%

D = Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh

DR = Dominasi suatu Jenis

Gambar

Gambar 1. Kerangka berfikir dalam penelitian
Tabel  1. Daftar  jenis  tumbuhan  yang  terdapat  di  Suaka  Margasatwa  Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Giesen dan Sukotjo, 1991)
Gambar  2.  Pengambilan contoh menggunakan metode  jalur berpetak
Tabel 2. Kekayaan jenis  dan potensi vegetasi mangrove yang ditemui pada lokasi penelitian  di Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada sistem gerak diferensial seperti pada Gambar 1 (Kiri), robot dapat bergerak karena adanya perbedaan kecepatan angular roda dan hanya dapat bergerak maju dengan

The test tube number 9 was the negative control that showed the negative antibacterial result, and the test tube number 10 was the positive control and showed the presence

Dalam implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance.Dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah terhadap bentuk badan hukum dan

Sebuah jalur transmisi maupun rangkaian listrik dalam sebuah jaringan dapat berupa rangkaian resistor, sebuah rangkaian jalur transmisi ataupun terdiri dari

Pengaturan BUMD sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah belum berbanding lurus dengan perkembangan sistem tata kelola perusahaan yang

World Health Organization (2011) Health

Berdasarkan hasil produksi menunjukkan bahwa pola tanam kedelai dan sorgum terbaik terdapat pada jarak tanam 0,5 m dari tanaman karet dan secara ekonomi tumpangsari sorgum