• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA

DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL

Oleh :

HENY SULISTYARINI 131611123040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI

RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan

Universitas Airlangga

Oleh :

HENY SULISTYARINI 131611123040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRESS HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI IRNA ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Prof Dr Nursalam, M.Nurs,(Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan.

2. Dr Kusnanto, SKp., M. Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Keperawatan.

3. Ilya Krisnana, S.Kep Ns., M.Kep., selaku pembimbing ketua yang telah memberi dorongan semangat, saran dan perhatian kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ns.Mkep, selaku pembimbing yang telah membantu penulis dengan arahan, masukan dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai.

5. Iqlima Dwi Kurnia S.Kep. Ns, M.Kep, selaku ketua penguji yang telah memberi bimbingan dan masukan dalam skripsi ini.

(8)

7. Seluruh staff dosen Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah membantu kelancaran dalam penelitian. 8. Seluruh responden yang secara sukarela ikut serta dalam penelitian,

menyempatkan waktunya semoga Alloh memberikan balasan dan kekuatan dalam merawat anaknya.

9. Seluruh Staf pendidikan, perpustakaan dan tata usaha Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Seluruh staf pegawai di IRNA Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya yang telah

memberikan kesempatan dan bantuannya dalam pengambilan data penelitian 11. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu mendo’akanku dan memberikan

dukungan baik moral maupun materiil dan selalu menyemangatiku dalam menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016 Program B19 yang telah membantu selama penyusunan skripsi.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, Januari 2018

(9)

ABSTRAK

PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Penelitian Quasy Eksperimental Heny Sulistyarini

Pendahuluan : Pada proses hospitalisasi yang cukup lama akibat kanker pada anak, orang tua biasanya mengalami stres, cemas, marah dan depresi. Upaya untuk mengatasi stres hospitalisasi adalah intervensi pendidikan yang diberikan kepada ibu dengan pemberian modul. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya.

Metode: Desain penelitian adalah quasy-eksperimental yang melibatkan populasi 60 orang terdiri dari 30 orang kelompok perlakuan dan 30 orang kelompok kontrol menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling.

Variabel independen adalah modul pemberdayaan orang tua, variabel dependen adalah stres hospitalisasi pada ibu pasien. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner selanjutnya dianalisis dengan Wilcoxon signed rank test dan

Mann Whitney. Hasil: Pada kelompok perlakuan setelah pemberian modul

sebagian besar responden mengalami penurunan tingkat stres dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh modul pemberdayaan terhadap penurunan tingkat stres ibu, hasil uji statistik Mann

Whitney didapatkan p=0,002 yang menunjukkan adanya perbedaan yang

bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Diskusi : Pemberian modul pemberdayaan cukup efektif memberikan dampak positif bagi orang tua penderita Leukemia, yaitu berisi informasi, edukasi, bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan menggali potensi diri dalam memberikan perawatan pada anak sehingga ibu memiliki rasa percaya diri, dapat mengambil keputusan dan melakukan perawatan kepada anak Leukemia. Hal ini terbukti pada penelitian bahwa pemberian modul pemberdayaan dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia.

(10)

ABSTRACT

EFFECT OF EMPOWERMENT MODULES TOWARD MOTHER OF LEUKIMIAN CHILDREN’S HOSPITALIZATION STRESS IN

RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Quasy Experimental Study

By: Heny Sulistyarini

Introduction: Prolonged hospitalization on children with cancer might evoke stress, anxious, anger and depression to the parents. Efforts to resolve hospitalization stress was education provided by the healthcare provider to mother with modules. This research aimed to explain the influence of empowerment modules toward hospitalization stress on mother of Leukimian Children in RSUD Dr Soetomo. Method : Quasy- experimental design was used and involved 60 people and divided by treatment and control group. probability sampling technique with simple random sampling was used with module empowerment of parent as independent variable, and hospitalization stress on mother as dependent variable. Data collected using questionaire and then analyzed with Wilcoxon Signed ranked

test and Mann Whitney. Result: Most respondents experienced low level of

hospitalization stress after being given module. The result showed the effect of empowerment module statistically reducing stress level of Leukimian children’s mother with p = 0.002, meaned there was significant difference between treatment and control group. Discusion: empowermrnt module quite effectively gave positive impact for Leukimian children’s mother by giving information, education, guidance and training to improve the ability and resources during providing care to Leukimian child. Mother had sense of trust, could take decision and did a wholeheartedly care. It was proven on studies that empowerment module could lowered level of hospitalization stress on mother with Leukemian child.

(11)

DAFTAR ISI

Surat Pernyataan ... i

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ... ii

Halaman Persetujuan Sidang ... iii

Halaman Penetapan Panitia Penguji Skripsi ... iv

Ucapan Terima Kasih ...v

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Gambar ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

Daftar Singkatan ...xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

12.1 Latar Belakang ...1

12.2 Rumusan Masalah ...6

12.3 Tujuan Penelitian ...6

12.3.1Tujuan Umum ...6

12.3.2Tujuan Khusus ...6

12.4 Manfaat Penelitian ...6

12.4.1Teoritis ...6

12.4.2Praktis ...7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1 Konsep Perawatan Anak...8

2.1.1 Pengertian Anak ...9

2.1.2 Konsep Sehat Sakit ...10

2.1.3 Lingkungan ...10

2.1.4 Prinsip Keperawatan Anak ...10

2.1.5 Peran Perawat Anak ...12

2.2 Konsep Family Centered Care ...15

2.2.1 Pengertian Family Centered Care ...15

2.2.2 Manfaat Penerapan Family Centered Care ...16

2.2.3 Elemen-elemen Family Centered Care ...16

2.2.4 Prinsip-prinsip Family Centered Care ...18

2.3 Konsep Caregiver Empowerment Model ...20

2.3.1 Pengertian Pemberdayaan ...20

2.3.2 Pemberdayaan Kognitif Orang Tua (Ibu) Untuk ... Meningkatkan Kemampuan Merawat Anaknya ...22

2.4 Konsep Orang Tua ...24

2.4.1 Peran Orang Tua ...25

2.5 Konsep Stres Hospitalisasi ...25

2.5.1 Pengertian Stres ...25

2.5.2 Pengertian Hospitalisasi ...26

(12)

2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan ... 30

2.6.1 Definisi Pendidikan Kesehatan ... 30

2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan... 31

2.6.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan ... 31

2.6.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan ... 32

2.6.5 Langkah-langkah Dalam Penyuluhan Kesehatan ... 33

2.6.6 Faktor-faktor Keberhasilan Dalam Penyuluhan... 34

2.6.7 Metode Pendidikan Kesehatan... 35

2.6.8 Media Pendidikan Kesehatan... 38

2.7 Konsep Modul ... 40

2.8 Konsep Leukemia Limfoblastik Akut ... 44

2.8.1 Klasifikasi ... 44

2.8.2 Manifestasi Klinik... 45

2.8.3 Faktor Risiko Leukemia... 45

2.8.4 Penatalaksanaan Terapeutik... 46

2.9 Keaslian Penelitian ... 47

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .... 50

3.1 Kerangka Konseptual ... 50

4.3 Identifikasi Variabel ... 54

4.3.1 Variabel Independen ... 55

4.3.2 Variabel Dependen... 55

4.4 Definisi Operasional... 55

4.5 Instrumen Penelitian... 57

4.5.1 Modul Pemberdayaan ... 57

4.5.2 Kuisioner Stress Hospitalisasi Pada Ibu Dengan Anak Leukemia... 58

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian... 58

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data... 59

4.8 Analisis Data ... 60

4.9 Kerangka Kerja... 62

4.10 Etika Penelitian... 63

4.10.1 Lembar Persetujuan Penelitian ... 63

4.10.2 Tanpa Nama ... 63

4.10.3 Kerahasiaan... 63

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

5.1 Hasil Penelitian... 64

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

5.1.2 Data Umum Responden ... 65

5.1.3 Data Khusus Responden ... 67

(13)

5.2.1 Identifikasi Tingkat Stres Hospitalisasi Ibu Kelompok

Perlakuan Pada Fase Pre-Test ...70

5.2.2 Identifikasi Tingkat Stres Pada Kelompok Perlakuan (Sesudah Diberikan Intervensi) ...70

5.2.3 Identifikasi Tingkat Stres Responden Kelompok Kontrol Fase Pre-Test ...72

5.2.4 Identifikasi Tingkat Stres Hospitalisasi Responden Kelompok Kontrol Fase Post-Test ...72

5.2.5 Analisis Tingkat Stres Setelah Responden Mendapatkan Modul Pemberdayaan Orang Tua ...73

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...77

6.1 Kesimpulan ...77

6.2 Saran ...77

DAFTAR PUSTAKA ...79

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh pemberian modul pemberdayaan terhadap penurunan stres hospitalisasi ibu dengan anak leukemia berdasarkan teori S. Calista Roy ...50 Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian pengaruh modul pemberdayaan

orang tua terhadap stress hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr. Soetomo

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Keaslian Penelitian ...48 Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ...56 Tabel 5.1 Distribusi karakteristik data umum responden pengaruh modul

pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr.

Soetomo Surabaya, 4-17 Desember 2017 ...65 Tabel 5.2 Kondisi tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia

pre –test dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...81

Lampiran 2 Surat Permohonan Data Awal Penelitian ...82

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian ...83

Lampiran 4 Surat Balasan Izin Penelitian ...84

Lampiran 5 Surat Permohonan Uji Etik Penelitian ...85

Lampiran 6 Sertifikat Etik Penelitian ...86

Lampiran 7 Permohonan Menjadi Responden Penelitian ...87

Lampiran 8 Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ...88

Lampiran 9 Format Pengumpulan Data ...89

Lampiran 10 Kuisioner Stres Orang Tua ...91

Lampiran 11 Satuan Acara Kegiatan ...93

Lampiran 12 Tabulasi Data Penelitian ...95

Lampiran 13 Hasil Uji Statistik ...108

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : adrenocorticotropin hormone AML : Acute Mieloblastik Leukemia BB : Berat Badan

COPE : Creating Of Parent Empowerment

DASS : Depresion Anxiety Stress Scale

DVD : Digital Video Disc

FAB : French-American-British

FCC : Family Centered Care

HPA : Hipotalamus-Pituitari-Adrenal IRNA : Instalasi Rawat Inap

LLA : Leukemia Limfoblastik Akut LLK : Leukemia Limfositik Kronis LMA : Leukemia Mieloid Akut mm3 : millimeter kubik

MSG : Mono Sodium Glutamat RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

TV : Televisi

UMR : Upah Minimum Regional

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit jangka panjang, kronis yang tidak

hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga menyerang anak-anak. Pengertian kanker menurut WHO adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas dan menyebar ke organ lain, sehingga meskipun tingkat

ketahanan hidup untuk kanker masa kanak-kanak telah meningkat secara substansial namun ancaman kesakitan dan kematin sangat nyata bagi anak-anak

dan keluarga mereka (Shiryazdi, 2014). Seorang anak yang terdiagnosis kanker akan menjalani perawatan di rumah sakit dengan beberapa prosedur tindakan

invasife. Selama proses hospitalisasi yang cukup lama akibat kanker anak dan

orang tua seringkali mengalami permasalahan psikologis (Supartini, 2004 dalam Krisnana, 2014). Kondisi itu dapat berupa stres, cemas, marah dan depresi. Reaksi

stres hospitalisasi pada orang tua biasanya timbul akibat tingkat keseriusan penyakit pada anaknya, pengalaman hospitalisasi sebelumnya, prosedur medis yang sesuai dengan diagnosa dan pengobatannya serta latar belakang kondisi

keluarganya (Wong, 2009). Adanya pengobatan dan perawatan yang dilakukan di rumah sakit dalam jangka waktu lama menyebabkan stres hospitalisasi pada

orang tua terutama ibunya, hal ini terjadi karena selama proses perawatan di rumah sakit anak dan orang tua akan mengalami berbagai kejadian yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan

(19)

Berdasarkan data dari National Conference Pediatric Health Care 2017 terdapat 10.480 anak dibawah 14 tahun terdiagnosis kanker setiap tahunnya di

AS (Belongia, 2017). Di antara macam penyakit kanker pada anak Akut Lympoblastik Leukemia merupakan jenis kanker yang tertinggi jumlahnya. Di Indonesia terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak tiap tahunnya selama kurun

waktu 2008-2015, dan Leukemia merupakan penyakit dengan kasus baru dan jumlah kematian terbanyak (Pusdatin Kemenkes, 2015).

Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah penderita kanker terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah 61.200 yang di dalamnya termasuk juga kasus kanker pada anak. Hampir setengah dari jumlah penderita kanker

tersebut adalah kasus kanker darah, dan jenis yang paling banyak diderita adalah Akut Limpoblastik Leukemia (Pusdatin Kemenkes, 2015). Berdasarkan data dari

divisi Hematologi onkologi anak RSUD Dr Soetomo jumlah kasus baru Leukemia di tahun 2015 berjumlah 106 anak, tahun 2016 terdapat 108 anak, di tahun 2017 periode Januari-Oktober sebanyak 101 anak.. Meskipun jumlah kasusnya terus

meningkat tetapi penyebab penyakit ini belum bisa diketahui. Menurut para ahli penyakit leukemia pada anak kemungkinan disebabkan zat-zat kimiawi yang

terdapat pada makanan yang mengandung pengawet yang sering dikonsumsi oleh anak-anak (Ugrasena, 2017).

Anak adalah harapan orang tua yang akan meneruskan cita-cita dan masa depan keluarganya, sehingga ketika anak menderita sakit akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis orang tuanya. Pada anak yang menderita penyakit kronis

(20)

dan orang tuanya (Wong dalam Asyanti, 2013). Seorang ibu secara tradisional merupakan perawat utama ketika anaknya sakit sehingga ibu memiliki

kemungkinan lebih besar mengalami permasalahan psikologis jika dibandingkan dengan ayah. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada ibu dengan anak penderita Leukemia mengalami peningkatan skor stres, cemas dan depresi.

Sebuah penelitian melaporkan bahwa pada ibu yang anaknya dirawat karena penyakit kronik 46% mengalami kecemasan, 27% mengalami gejala depresi dan

27% terjadi peningkatan stres. Hasil penelitian di ruang Hematologi anak RSUD Dr. Soetomo menunjukkan tingkat stres hospitalisasi orang tua bervariasi mulai dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Kondisi normal atau tidak

stres menduduki persentase yang paling besar yaitu 43,3%, stres ringan 26,7%, stres sedang 16,6% namun terdapat responden yang mengalami tingkat stres berat

(6,7%) dan sangat berat (6,7%) (Krisnana, 2012).

Studi pendahuluan kurun waktu Januari sampai Mei 2017 didapatkan 300 penderita Leukemia yang menjalani rawat inap di instalasi rawat inap anak

RSUD Dr Soetomo serta sampel dari 10 ibu yang anaknya dirawat antara September-Oktober 2017 berdasarkan observasi 1 orang ibu mengalami stres

berat ditandai tidak kooperatifnya ibu dalam tindakan perawatan dan penolakan perawatan selanjutnya, 6 orang stres ringan yaitu pada saat wawancara ibu merasa sedih tetapi bisa menerima kondisi penyakit anaknya dan 3 orang tidak

mengalami stres yaitu ibu tidak marah-marah dan tetap menikmati aktifitasnya di rumah sakit.

(21)

kondisi penyakit kronis yang titik tekannya pada perawatan, kadang-kadang orang tua merasa berjuang sendirian menghadapi stresor yang sedang terjadi (Asyanti,

2013). Keluarga mungkin harus beradaptasi terhadap stresor, dimana keluarga harus mempertahankan keseimbangan sehingga dapat memenuhi tujuan dan tugasnya, mengatasi stres serta melaksanakan peran dan fungsinya (Friedman, et. al. dalam Asyanti, 2013). Meskipun stresor ini bervariasi sepanjang waktu, namun

bisa dikategorisasikan dalam 4 macam situasi yaitu saat diagnosa, selama waktu

transisi perkembangan penyakit, hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan perawatan kesehatan anak, dan ketika anak mengalami kekambuhan penyakit dan rawat inap.

Family center care merupakan suatu program dimana seorang perawat

memampukan dan melibatkan keluarga dalam setiap asuhan keperawatan yang

dilakukan terhadap anaknya, sehingga dengan memberdayakan seorang ibu dalam perawatan anaknya diharapkan dapat menurunkan stres hospitalisasi pada ibu tersebut (Soetjiningsih 2005). Dua konsep dasar dalam asuhan pada keluarga

adalah memberdayakan (empowerment) dan memampukan (enabling) (Wong, D.L., et. al., 2010).

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan intervensi yang sering dilakukan untuk menurunkan level stres pada orang tua saat menghadapi anak

sakit adalah intervensi pendidikan mengenai penyakit spesifik anak, intervensi yang menekankan pada stres, pelatihan ketrampilan pemecahan masalah, intervensi untuk meningkatkan koping dan adanya dukungan sosial (Melnyk,

(22)

tentang Leukemia dan koping strategi untuk beradaptasi terhadap stresor yang dialami (Geetha C, 2015). Konsep teori Stres Adaptasi Calista Roy menjadi

alternatif pemecahan masalah pada ibu yang mengalami stres hospitalisasi, dengan menggunakan sarana modul pemberdayaan diharapkan dapat merubah persepsi ibu dan meningkatkan koping adaptasi sehingga stres hospitalisasi dapat

diminimalkan.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di bagian anak RSUD Dr

Soetomo memaparkan tentang pengembangan model perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan asih, asah, asuh pada anak Leukemia sehingga akan berpengaruh pada kompetensi dan percaya diri ibu untuk merawat anaknya yang

sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak Leukemia (Rachmawati, 2016). Penelitian yang lain menyebutkan bahwa empowerment orang tua dapat

meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat anaknya sehingga meminimalkan stres hospitalisasi (Krisnana, 2012). Berdasarkan studi penelitian di atas sangat relevan jika intervensi pemberdayaan untuk meningkatkan pengetahuan terhadap

orang tua tetap diberikan. Salah satu intervensi pendidikan yang dapat dilakukan adalah pemberian modul. Modul pemberdayaan orang tua merupakan salah satu

modul yang dapat diberikan kepada ibu yang melakukan perawatan pada anak di rumah sakit dengan penyakit kronis seperti Leukemia karena media ini dirancang dengan sistematik dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Selain itu belum ada penelitian sebelumnya untuk menurunkan stres hospitalisasi dengan pemberian modul pemberdayaan, dan belum ada edukasi tentang stres

(23)

terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia belum dapat dijelaskan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat

Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengukur tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia pada

kelompok kontrol dan perlakuan sebelum diberikan modul pemberdayaan. 2. Mengukur tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia pada kelompok control dan perlakuan setelah pemberian modul pemberdayaan

3. Menganalisis pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan adanya pengaruh modul

(24)

Leukemia dan dapat sebagai acuan dalam memberikan pelayanan dan pengembangan ilmu keperawatan anak.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Instansi

Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi rumah sakit dalam peningkatan pelayanan kepada pasien dan keluarganya.

2. Bagi perawat

Memberikan masukan bagi perawat yang bekerja di ruang anak dalam memberikan ilmu pengetahuan pada keluarga pasien sehingga meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan. 3. Bagi responden

Meningkatkan kualitas hidup dan kenyamanan hospitalisasi, terutama ibu pasien dengan anak Leukemia sehingga dapat meningkatkan koping adaptasi dan menurunkan tingkat stres selama rawat inap di rumah sakit.

4. Bagi penelitian

Hasil penelitian ini menjadi sumber informasi tentang pengaruh modul

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut terdiri dari empat komponen, diantaranya manusia dalam hal ini anak, keperawatan, sehat-sakit dan

lingkungan.

2.1.1 Pengertian Anak

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,

psikologis, sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam

proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat.

Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia anak.

Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap

(26)

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses

kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi

tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang

sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka akan berdampak pada

tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan matang.

2.1.2 Konsep Sehat Sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak berada dalam status

kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang

bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk

meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis

(27)

sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.

2.1.3 Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam perubahan status

kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang cenderung

sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan mempengaruhi status kesehatan anak.

2.1.4 Prinsip Keperawatan Anak

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal

dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam

menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi

kebutuhan anak. Peran lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam

terwujud kesejahteraan anak (Wong, 2009).

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda

(28)

perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan berdampak tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus

memperhatikan beberapa prinsip, mari kita pelajari prinsip tersebut. Perawat harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja melainkan sebagai

individu yang unik dan mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.

2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai

tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh kembang.

Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.

3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak adalah penerus generasi bangsa.

4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam mensejahterakan anak

(29)

5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup,

dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).

6. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Upaya

kematangan anak adalah dengan selalu memperhatikan lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.

7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan mempelajari aspek kehidupan

anak.

2.1.5 Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak

dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain,

dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan anak. Mari kita bahas secara jelas tentang peran perawat anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak

dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat, meliputi: 1. Sebagai pendidik.

(30)

langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan

dapat mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah oleh perawat melalui pendidikan

kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.

2. Sebagai konselor

Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor, perawat dapat memberikan

konseling keperawatan ketika anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan

cara mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif

pemecahannya.

3. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.

Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya

asuhan yang holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu kerjasama

(31)

membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif.

4. Sebagai pembuat keputusan etik.

Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada hak

pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan

pasien. Perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu perawat harus

dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.

5. Sebagai peneliti.

Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh dalam upaya

menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan hasil penelitian

kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan

(32)

ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik

keperawatan anak.

2.2 Konsep Family Centered Care

2.2.1 Pengertian Family Centered Care

Perlukah orang tua terlibat dalam merawat anak saat anaknya sedang

dirawat? Tentu harus terlibat. Mengapa harus melibatkan orang tua? Karena anak tidak bisa jauh dari orang tua dan orang tua mempunyai sumberdaya yang bisa

membantu penyembuhan anak sehingga keluarga sangat penting dilibatkan dalam perawatan, dimana istilahnya adalah family centered care. Family Centered Care

(FCC) atau perawatan yang berpusat pada keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family Centered Care meyakini adanya dukungan individu,

menghormati, mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Intervensi keperawatan dengan menggunakan pendekatan family centered care

menekankan bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan, perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara klien dengan tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga diberikan kewenangan

untuk terlibat dalam perawatan klien, yang berarti keluarga dengan latar belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi keluarga memberikan manfaat positif

(33)

2.2.2 Manfaat Penerapan Family Centered Care

1. Hubungan tenaga kesehatan dengan keluarga semakin menguat dalam

meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap anak.

2. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan informasi yang lebih baik dan proses kolaborasi.

3. Membuat dan mengembangkan tindak lanjut rencana perawatan berkolaborasi dengan keluarga.

4. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki keluarga dan kapasitas pemberi pelayanan.

5. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu tenaga

profesional lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan manajemen perawatan di rumah, mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat atau rumah sakit jika

tidak perlu, lebih efektif dalam menggunakan cara pencegahan). 6. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan. 7. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.

8. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan tenaga profesinya dalam pelatihan-pelatihan.

9. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan profesional. 10.Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan kesehatan yang

diterima.

2.2.3 Elemen-elemen Family Centered Care

1. Memasukkan pemahaman ke dalam kebijakan dan praktik bahwa keluarga

(34)

2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga/profesional pada semua tingkat pelayanan keperawatan di rumah sakit, rumah, dan di masyarakat. Perawatan anak secara

individual, pengembangan implementasi dan evaluasi program serta pembentukan kebijakan.

3. Saling bertukar informasi yang lengkap dan jelas antara anggota keluarga dan profesional dalam hal dukungan tentang cara yang supportif di setiap saat. 4. Menggabungkan pemahaman dan penghormatan terhadap keanekaragaman

budaya, kekuatan dan individualitas di dalam dan diantara seluruh keluarga termasuk keanekaragaman suku, ras, spiritual, sosial, ekonomi, bidang pendidikan dan geografi ke dalam kebijakan praktik.

5. Mengenali dan menghormati metode koping yang berbeda dan menerapkan program dan kebijakan menyeluruh yang menyediakan pelayanan

perkembangan, pendidikan, emosi, lingkungan dan dukungan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang berbeda-beda.

6. Mendorong dan memfasilitasi dukungan dan jaringan kerja sama keluarga dengan keluarga.

7. Menetapkan bahwa rumah, rumah sakit, dan pelayanan masyarakat dan sistem

pendukung untuk anak-anak yang memerlukan pelayanan kesehatan khusus dan keluarganya bersifat fleksibel, dapat diakses, dan komprehensif dalam

menjawab pemenuhan kebutuhan keluarga yang berbeda sesuai yang diperlukan.

8. Menghargai keluarga sebagai keluarga, dan anak-anak sebagai anak-anak,

(35)

cita-cita yang melebihi kebutuhan mereka untuk mendapatkan layanan dan dukungan kesehatan serta perkembangan khususnya.

2.2.4 Prinsip-prinsip Family Centered Care

1. Menghormati setiap anak dan keluarganya.

Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak menghormati anak dan keluarga sebagai subjek perawatan. Perawat menghormati anak dan keluarga memiliki pilihan yang terbaik bagi perawatan mereka.

2. Menghargai perbedaan suku, budaya, sosial, ekonomi, agama, dan pengalaman tentang sehat sakit yang ada pada anak dan keluarga.

Perawat menghargai perbedaan suku, budaya, sosial ekonomi, agama dan

pengalaman tentang sehat sakit anak dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan yang diberikan mengacu kepada standar asuhan

keperawatan dan diperlakukan sama pada semua pasien dan keluarga. 3. Mengenali dan memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan keluarga.

Mengkaji kelebihan keluarga dan membantu mengembangkan kelebihan

keluarga dalam proses asuhan keperawatan pada klien.

4. Mendukung dan memfasilitasi pilihan anak dan keluarga dalam memilih

pelayanan kesehatannya.

Memberikan kesempatan kepada keluarga dan anak untuk memilih fasilitas

kesehatan yang sesuai untuk mereka, menghargai pilihan dan mendukung keluarga.

5. Menjamin pelayanan yang diperoleh anak dan keluarga sesuai dengan

(36)

Memonitor pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan, nilai, keyakinan dan budaya pasien dan keluarga.

6. Berbagi informasi secara jujur dan tidak bias dengan anak dan keluarga sebagai cara untuk memperkuat dan mendayagunakan anak dan keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan.

Petugas kesehatan memberikan informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga, dengan benar dan tidak memihak. Informasi yang diberikan harus

lengkap, benar dan akurat.

7. Memberikan dan menjamin dukungan formal dan informal untuk anak dan keluarga. Memfasilitasi pembentukan support grup untuk anak dan keluarga,

melakukan pendampingan kepada keluarga, menyediakan akses informasi

support grup yang tersedia dimasyarakat.

8. Berkolaborasi dengan anak dan keluarga dalam penyusunan dan pengembangan program perawatan anak di berbagai tingkat pelayanan kesehatan.

Melibatkan keluarga dalam perencanaan program perawatan anak, meminta pendapat dan ide keluarga untuk pengembangan program yang akan

dilakukan.

9. Mendorong anak dan keluarga untuk menemukan kelebihan dan kekuatan

yang dimiliki, membangun rasa percaya diri, dan membuat pilihan dalam menentukan pelayanan kesehatan anak.

Petugas kesehatan berupaya meningkatkan rasa percaya diri keluarga dengan

memberikan pengetahuan yang keluarga butuhkan dalam perawatan anak

(37)

2.3 Konsep Caregiver Empowerment Model

2.3.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah konsep yang meluas dari banyak disiplin ilmu: psikologi, kesehatan, keperawatan dan industri. Zimmerman dan Rappaport menggambarkan pemberdayaan sebagai kemampuan individu untuk mendapatkan

kontrol secara sosial, politik, ekonomi dan secara psikologis melalui akses informasi, pengetahuan, keterampilan serta pengambilan keputusan. Sementara

Gibson mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses membantu orang untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka. Proses ini meliputi tanggung jawab individu,keluarga dalam perawatan kesehatan atau

tanggung jawab sosial dalam memampukan orang untuk memikul tanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan juga telah didefinisikan sebagai

proses meningkatkan perasaan self-efficacy antar anggota organisasi melalui identifikasi kondisi yang membina ketidakberdayaan masing-masing anggotanya. Pemberdayaan dikonsepkan sebagai proses sosial untuk mengenali,

mempromosikan dan meningkatkan kemampuan orang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, memecahkan masalah mereka sendiri dan

memobilisasi sumber daya yang diperlukan agar bisa mengendalikan hidup mereka.

Akut Limfoblastik Leukemia adalah penyakit menahun dan seumur hidup yang akan diderita oleh pasien dan keluarganya.Tidak jarang kondisi ini menjadikan penderita dan keluarganya jatuh pada kondisi stress,sakit pada

(38)

tua yang dapat menyebabkan masalah kesehatan pada orang tua (Foreman dalam Friedman, 2010).

Tidak semua orang tua memiliki koping yang efektif dalam menghadapi masalah anaknya dengan penyakit kronis,hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah sakit yang berlangsung lama dan menghabiskan

kemampuan suportif dari keluarga,kurangnya informasi pada orang tua serta tidak adekuatnya pemahaman tentang penyakit yang diderita anaknya (Nanda, 2012).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian intervensi pemberdayaan dengan menggunakan caregiver empowerment model dapat memberikan manfaat terhadap kemampuan orang tua menyelesaikan masalah stress situasionl yang

dihadapinya.

Intervensi pemberdayaan orang tua yang anaknya mengalami penyakit

kronis yaitu dengan menekankan pada sikap filosofis terhadap konsep bekerja sama antara petugas dan keluarga.Keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis merupakan pengalaman yang traumatis sehingga pendekatan yang

dilakukan adalah memperhalus intervensi keperawatan dengan memberikan penghormatan tulus terhadap kemampuan orang tua baik kognitif, afektif maupun

bertindak secara alami dengan kekuatan yang dimiliki (Figley dalam Ardian, 2013). Selain itu memberdayakan orang tua dapat dilakukan dengan memberikan dorongan atau mobilisasi dengan membantu orang tua mengenali,

mengidentifikasi, serta memanfaatkan kekuatan dan sumber daya guna secara positif mempengaruhi kesehatan anggota keluarga yang sakit (Johnson dalam

(39)

dengan menjadi pendengar yang baik, penuh kasih sayang, tidak memghakimi, kolaborator, memotivasi munculnya kekuatan keluarga, partisipatif serta

keterlibatan dalam proses perubahan dan penyembuhan penyakit. Pemberdayaan orang tua juga bisa dilakukan dengan memberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang kondisi penyakit dan perawatannya, mengedepankan empati dan

menunjukkan perhatian yang tulus serta meningkatkan kompetensi dalam merawat anaknya (Hulme PA dalam Ardian, 2013).

2.3.2 Pemberdayaan Kognitif Orang Tua (Ibu) Untuk Meningkatkan Kemampuan Merawat Anaknya.

1. Memenuhi Kebutuhan Nutrisi

Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima anak. Mencegah atau menghambat penurunan berat

badan secara berlebihan. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.

Syarat-syarat diet energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi

kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup, yaitu

sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen. Bila

(40)

kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan. Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan

berminyak, makanan asam, pewarna makanan, MSG. Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk makanan padat, makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat berbentuk makanan biasa,

makanan lunak, atau makanan lumat. Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan menggunakan sedotan. Makanan atau minuman

diberikan dengan suhu kamar atau dingin. Bentuk makanan disaring atau cair. Hindari makanan terlalu asam atau asin.

2. Pencegahan Infeksi

1) Mencegah infeksi sekunder serta memantau adanya tanda dan gejala infeksi. Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting

dari infeksi. Lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya.

2) Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah sakit. Minta anak memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang menderita neutropenik berat (leukosit

kurang dari 1000/mm3).

3) Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci

tangan sebelum dan sesudah memegang anak.

(41)

5) Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan dan terutama kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi

yang harus), kumur betadin dan kumur antijamur.

6) Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus

diperhatikan, daerah tersebut sering terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi kulit.

7) Makanan hygienis. Jaga kebersihan diri anak termasuk kuku yang bersih. 3. Pencegahan Perdarahan

1) Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.

2) Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit. 3) Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.

4) Jaga agar kuku tetap pendek.

5) Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit.

6) Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk

barang-barang yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai anak.

7) Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.

(sumber : ebookfkunsyiah/perawatan lanjutan di rumah pada penderita Leukemia,

14 September 2008).

2.4 Konsep Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu dan

(42)

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupannya di masa yang akan datang.

2.4.1 Peran Orang Tua

Dalam keluarga yang ideal ada dua individu yang disebut ayah dan ibu yang mempunyai peranan penting yaitu :

1. Peran Ayah

Ayah sebagai suami dari istri yang berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,

pelindung dan pemberi rasa aman serta sebagai kepala rumah tangga.Beliau juga sebagai anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson et. al. dalam Putri, 2015).

2. Peran Ibu

Sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya yang berperan sebagai

pengasuh , pelindung dan pendidik bagi putra-putrinya, sebagai anggota dalam kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson et. al. dalam Putri, 2015).

2.5 Konsep Stres Hospitalisasi

2.5.1 Pengertian Stres

Suatu keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang merusak dan tidak terkontrol. Sangat bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan

mental individu orang itu terhadap beban yang dirasakannya. Faktor kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuan

(43)

Faktor penyebab stress :

1. Faktor Eksternal Faktor stress yang berasal dari luar : Kerjaan menumpuk,

stress karena jalanan macet.

2. Faktor Internal Berhubungan dengan keadaan diri sendiri: harapan yang terlalu tinggi, ketakutan akan sesuatu hal, trauma.

2.5.2 Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang

menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, (Supartini, 2004 hal : 188).

Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum

pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan

menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang sama. (Supartini, 2004 hal : 188).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat

(44)

tua menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini, 2004 hal : 188). Anak adalah bagian dari

kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress (Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188).

Macam-Macam Hospitalisasi : Hospitalisasi Informal, Hospitalisasi Volunter, Hospitalisasi Involunter, dan Hospitalisasi Gawat Darurat.

Rentang Respon Hospitalisasi Menurut Supartini (2004, hal : 189), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya di rumah sakit, sebagai berikut :

1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi. 2. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi.

Manfaat Hospitalisasi Menurut Supartini (2004, hal: 198) antara lain : 1. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi

kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang

dihadapi selama perawatan di Rumah sakit.

2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat

memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.

3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat. akan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri.

(45)

saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama

dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok yang baru.

Dampak hospitalisasi menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek, yaitu privasi, gaya hidup,

otonomi diri, peran,dan ekonomi.

2.5.3 Stressor dan Reaksi Keluarga Sehubungan Dengan Hospitalisasi Anak

Bagian integral dari keluarga anak jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & Whaley, 1999)

Reaksi orang tua dipengaruhi oleh : 1. Tingkat keseriusan penyakit anak.

2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi 3. Prosedur pengobatan

4. Kekuatan ego individu

5. Kemampuan koping

6. Kebudayaan dan kepercayaan

7. Komunikasi dalam keluarga Pada umumnya reaksi orang tua: denial / disbelief, marah / merasa bersalah, ketakutan, cemas dan frustasi, depresi.

Reaksi sibling :

1. Pada umumnya reaksi sibling : merasa kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, rasa benci, rasa bersalah.

(46)

3. Penurunan peran anggota keluarga pola komunikasi. Kehilangan peran orang tua. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat. Kadang

orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial.

4. Cara mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak:

1) Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan.

2) Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak.

3) Beri dukungan pada anak dan keluarga.

4) Beri informasi yang adekuat.

Reaksi orang tua yang anaknya dirawat di Rumah Sakit (hospitalisasi) :

1. Perasaan cemas dan takut : perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan (Perawat harus bijaksana dan bersikap pada anak dan orang tua). Cemas yang paling tinggi dirasakan orang

tua pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit anaknya. Rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada

kondisi sakit terminal. Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua: sering bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada org berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

2. Perasaan Sedih : Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.

(47)

psikologis. Stress adalah suatu keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang merusak dan tidak

terkontrol. Stress sangat bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu orang ituterhadap beban yang dirasakannya. Faktor kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan

penilaian terhadap situasi dan kemampuan untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dianggap membebaninya. Faktor penyebab stress

adalah faktor internal dan faktor internal. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian

ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. (Supartini, 2004)

2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.6.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri

keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran. Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau

pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan- tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat

(48)

menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran.

2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayati, 2009) yaitu :

1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.

2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.

3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat

2.6.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2003) sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1. Sasaran Primer (Primary Target)

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan,

maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA

(Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan juga sebagainya.

2. Sasaran Sekunder (Secondary Target)

Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan

(49)

nantinya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.

3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh

kelompok ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh masyarakat dan kepada masyarakat umum.

2.6.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi menurut Fitriani (2011) yaitu;

1. Dimensi sasaran

1) Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah individu.

2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah kelompok masyarakat tertentu.

3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah masyarakat

luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan

1) Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah pasien dan keluarga

2) Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya adalah pelajar. 3) Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasarannya

(50)

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

1) Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health Promotion), misal:

peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.

2) Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection)

misal : imunisasi

3) Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early

diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan

sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.

4) Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan

memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu. 2.6.5 Langkah-langkah Dalam Penyuluhan Kesehatan

Menurut Effendy (1998) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu :

1. Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.

2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.

3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu untuk ditangani melalui

penyuluhan kesehatan masyarakat.

4. Menyusun perencanaan penyuluhan, seperti :

1) Menetapkan tujuan. 2) Penentuan sasaran.

3) Menyusun materi atau isi penyuluhan.

4) Memilih metoda yang tepat.

(51)

5. Pelaksanaan penyuluhan. 6. Penilaian hasil penyuluhan.

7. Tindak lanjut dari penyuluhan

2.6.6 Faktor-faktor Keberhasilan Dalam Penyuluhan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan menurut Notoatmojo (2007) yaitu :

1. Faktor penyuluh yang meliputi kurangnya persiapan, kurangnya penguasaan

materi yang akan dijelaskan oleh pemberi materi, penampilam yang kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara pemberi materi yang terlalu kecil, dan penampilan materi yang

monoton sehingga membosankan.

2. Faktor sasaran yang meliputi tingkat pendidikan sasaran yang terlalu rendah,

tingkat sosial ekonomi sasaran yang terlalu rendah, kepercayaan dan adat istiadat yang telah lama tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, dan kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak memungkinkan terjadinya

perubahan perilaku.

3. Faktor proses penyuluhan yang meliputi waktu penyuluhan tidak sesuai

dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan yang dilakukan di tempat yang dekat keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan, jumlah

(52)

2.6.7 Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2003) agar mencapai suatu hasil yang optimal,

materi juga harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga alat bantu pendidikan. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Ada 3 macam metode pendidikan

kesehatan, yaitu :

1. Metode Pendidikan Individual (perorangan)

Metode ini digunakan untuk membina perubahan perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai

masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku tersebut. Bentuk pendekatan ini, antara lain :

1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)

Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih jadi lebih efekti

2) Interview (wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali

informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan. 2. Metode Pendidikan Kelompok

(53)

1) Kelompok besar

Apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang, antara lain ceramah

dan seminar. (1) Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun berpendidikan rendah.

(2) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu bentuk penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap

penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. 2) Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya disebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :

(1) Diskusi Kelompok

Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan

pancingan-pancingan yang berupa pertanyaan sehubungan dengan topik yang dibahas. Sehingga terciptalah diskusi kelompok.

(2) Curah Pendapat (brain stroming)

Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan.

Tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam

(54)

boleh ada komentar dari siapa pun. Setelah semuanya mengemukaan pendapat, baru tiap anggota boleh berkomentar dan akhirnya

terbentuklah diskusi.

(3) Bola Salju (snow balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah kurang lebih 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka

tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya

sehingga akhimya akan terjadi diskusi dari seluruh anggota kelompok.

(4) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang kemudian akan diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan

masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.

(5) Memainkan Peran (role play)

Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran

tertentu. Setelah mendapatkan peran mereka masing-masing, mereka kemudian memainkan peran tersebut.

(6) Permainan Simulasi (simulation game)

(55)

3. Metode Pendidikan Massa

Metode ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang

ditujukan kepada masyarakat. Berikut ini ada beberapa contoh metode untuk pendekatan massa, yaitu :

1) Ceramah Umum (public speaking).

2) Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan dapat dilakukan melalui media elektronik, baik televisi maupun radio.

3) Simulasi contohnya seperti dialog antara pasien dengan perawat.

4) Billboard biasanya dipasang di tempat-tempat umum dan diisi dengan

pesan-pesan atau informasi–informasi kesehatan.

2.6.8 Media Pendidikan Kesehatan

Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat

merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Tujuan penggunaan media adalah untuk mempermudah sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Kehadiran

media mempunyai arti yang sangat penting, sebab ketidakjelasan bahan yang akan disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara (ubarak

dkk, 2006). Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu media cetak, media elektronik, dan media papan (bill board).

1. Media Cetak

1) Booklet : digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik

(56)

2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan ataupun keduanya.

3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk

lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman)

berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Rubrik/tulisan-tulisan : pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan

suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.

6) Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi

kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.

7) Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2. Media Elektronik

1) Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya

jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat. 2) Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.

3) Video Compact Disc (VCD) atau DVD.

4) Slide : digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.

5) Film strip : digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

3. Media Papan (Bill Board)

Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi

Gambar

Tabel 2.1 Daftar Keaslian Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh pemberian modul pemberdayaan terhadap penurunan stres hospitalisasi ibu dengan anak leukemia berdasarkan Teori S
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian pengaruh modul pemberdayaan orang tua terhadap stress hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr Soetomo 2017
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bahwa akan terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara Perlakuan penambahan unsure N dengan dosis pupuk

kepada siswa tentang materi yang telah lalu. Cara guru menutup pelajaran dengan mengutarakan apa yang akan dipelajari pada minggu depan dan mengingatkan peralatan apa saja

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Optimasi Formula Self Nano-Emulsifying

Grandpa Kurt and Grandma Miriam just smiled back at us, their faces frozen like the painted scarecrow faces.. After lunch, Mark slumped to the couch, where he planned

Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

Menurut Samsudin (2009: 33) menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi dalam pembelajaran menggambar geometri menjadi bentuk gambar, dapat meningkatkan

Penulisan skripsi yang berjudul Enkapsulasi dan Kompresi Data dalam Transmisi Jaringan Antar Client dan Server ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam

Pelbagai masalah negatif dan bencana telah berlaku dalam sistem mata wang kini termasuklah kecelaruan sistem nilai sebenar dan wujudnya perniagaan yang tidak sebenar seperti