SKRIPSI
PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA
DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA
PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL
Oleh :
HENY SULISTYARINI 131611123040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI
RAWAT INAP ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA
PENELITIAN QUASY-EXPERIMENTAL
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Oleh :
HENY SULISTYARINI 131611123040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRESS HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI IRNA ANAK RSUD DR SOETOMO SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Prof Dr Nursalam, M.Nurs,(Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan.
2. Dr Kusnanto, SKp., M. Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Keperawatan.
3. Ilya Krisnana, S.Kep Ns., M.Kep., selaku pembimbing ketua yang telah memberi dorongan semangat, saran dan perhatian kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ns.Mkep, selaku pembimbing yang telah membantu penulis dengan arahan, masukan dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai.
5. Iqlima Dwi Kurnia S.Kep. Ns, M.Kep, selaku ketua penguji yang telah memberi bimbingan dan masukan dalam skripsi ini.
7. Seluruh staff dosen Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah membantu kelancaran dalam penelitian. 8. Seluruh responden yang secara sukarela ikut serta dalam penelitian,
menyempatkan waktunya semoga Alloh memberikan balasan dan kekuatan dalam merawat anaknya.
9. Seluruh Staf pendidikan, perpustakaan dan tata usaha Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Seluruh staf pegawai di IRNA Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya yang telah
memberikan kesempatan dan bantuannya dalam pengambilan data penelitian 11. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu mendo’akanku dan memberikan
dukungan baik moral maupun materiil dan selalu menyemangatiku dalam menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016 Program B19 yang telah membantu selama penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Surabaya, Januari 2018
ABSTRAK
PENGARUH MODUL PEMBERDAYAAN ORANG TUA TERHADAP STRES HOSPITALISASI PADA IBU DENGAN ANAK LEUKEMIA DI INSTALASI RAWAT INAP ANAK RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Penelitian Quasy Eksperimental Heny Sulistyarini
Pendahuluan : Pada proses hospitalisasi yang cukup lama akibat kanker pada anak, orang tua biasanya mengalami stres, cemas, marah dan depresi. Upaya untuk mengatasi stres hospitalisasi adalah intervensi pendidikan yang diberikan kepada ibu dengan pemberian modul. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Metode: Desain penelitian adalah quasy-eksperimental yang melibatkan populasi 60 orang terdiri dari 30 orang kelompok perlakuan dan 30 orang kelompok kontrol menggunakan teknik probability sampling dengan simple random sampling.
Variabel independen adalah modul pemberdayaan orang tua, variabel dependen adalah stres hospitalisasi pada ibu pasien. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner selanjutnya dianalisis dengan Wilcoxon signed rank test dan
Mann Whitney. Hasil: Pada kelompok perlakuan setelah pemberian modul
sebagian besar responden mengalami penurunan tingkat stres dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh modul pemberdayaan terhadap penurunan tingkat stres ibu, hasil uji statistik Mann
Whitney didapatkan p=0,002 yang menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Diskusi : Pemberian modul pemberdayaan cukup efektif memberikan dampak positif bagi orang tua penderita Leukemia, yaitu berisi informasi, edukasi, bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan menggali potensi diri dalam memberikan perawatan pada anak sehingga ibu memiliki rasa percaya diri, dapat mengambil keputusan dan melakukan perawatan kepada anak Leukemia. Hal ini terbukti pada penelitian bahwa pemberian modul pemberdayaan dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia.
ABSTRACT
EFFECT OF EMPOWERMENT MODULES TOWARD MOTHER OF LEUKIMIAN CHILDREN’S HOSPITALIZATION STRESS IN
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Quasy Experimental Study
By: Heny Sulistyarini
Introduction: Prolonged hospitalization on children with cancer might evoke stress, anxious, anger and depression to the parents. Efforts to resolve hospitalization stress was education provided by the healthcare provider to mother with modules. This research aimed to explain the influence of empowerment modules toward hospitalization stress on mother of Leukimian Children in RSUD Dr Soetomo. Method : Quasy- experimental design was used and involved 60 people and divided by treatment and control group. probability sampling technique with simple random sampling was used with module empowerment of parent as independent variable, and hospitalization stress on mother as dependent variable. Data collected using questionaire and then analyzed with Wilcoxon Signed ranked
test and Mann Whitney. Result: Most respondents experienced low level of
hospitalization stress after being given module. The result showed the effect of empowerment module statistically reducing stress level of Leukimian children’s mother with p = 0.002, meaned there was significant difference between treatment and control group. Discusion: empowermrnt module quite effectively gave positive impact for Leukimian children’s mother by giving information, education, guidance and training to improve the ability and resources during providing care to Leukimian child. Mother had sense of trust, could take decision and did a wholeheartedly care. It was proven on studies that empowerment module could lowered level of hospitalization stress on mother with Leukemian child.
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ... i
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ... ii
Halaman Persetujuan Sidang ... iii
Halaman Penetapan Panitia Penguji Skripsi ... iv
Ucapan Terima Kasih ...v
Abstrak ... vii
Abstract ... viii
Daftar Isi ... ix
Daftar Gambar ... xii
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
Daftar Singkatan ...xv
BAB 1 PENDAHULUAN ...1
12.1 Latar Belakang ...1
12.2 Rumusan Masalah ...6
12.3 Tujuan Penelitian ...6
12.3.1Tujuan Umum ...6
12.3.2Tujuan Khusus ...6
12.4 Manfaat Penelitian ...6
12.4.1Teoritis ...6
12.4.2Praktis ...7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...8
2.1 Konsep Perawatan Anak...8
2.1.1 Pengertian Anak ...9
2.1.2 Konsep Sehat Sakit ...10
2.1.3 Lingkungan ...10
2.1.4 Prinsip Keperawatan Anak ...10
2.1.5 Peran Perawat Anak ...12
2.2 Konsep Family Centered Care ...15
2.2.1 Pengertian Family Centered Care ...15
2.2.2 Manfaat Penerapan Family Centered Care ...16
2.2.3 Elemen-elemen Family Centered Care ...16
2.2.4 Prinsip-prinsip Family Centered Care ...18
2.3 Konsep Caregiver Empowerment Model ...20
2.3.1 Pengertian Pemberdayaan ...20
2.3.2 Pemberdayaan Kognitif Orang Tua (Ibu) Untuk ... Meningkatkan Kemampuan Merawat Anaknya ...22
2.4 Konsep Orang Tua ...24
2.4.1 Peran Orang Tua ...25
2.5 Konsep Stres Hospitalisasi ...25
2.5.1 Pengertian Stres ...25
2.5.2 Pengertian Hospitalisasi ...26
2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan ... 30
2.6.1 Definisi Pendidikan Kesehatan ... 30
2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan... 31
2.6.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan ... 31
2.6.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan ... 32
2.6.5 Langkah-langkah Dalam Penyuluhan Kesehatan ... 33
2.6.6 Faktor-faktor Keberhasilan Dalam Penyuluhan... 34
2.6.7 Metode Pendidikan Kesehatan... 35
2.6.8 Media Pendidikan Kesehatan... 38
2.7 Konsep Modul ... 40
2.8 Konsep Leukemia Limfoblastik Akut ... 44
2.8.1 Klasifikasi ... 44
2.8.2 Manifestasi Klinik... 45
2.8.3 Faktor Risiko Leukemia... 45
2.8.4 Penatalaksanaan Terapeutik... 46
2.9 Keaslian Penelitian ... 47
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .... 50
3.1 Kerangka Konseptual ... 50
4.3 Identifikasi Variabel ... 54
4.3.1 Variabel Independen ... 55
4.3.2 Variabel Dependen... 55
4.4 Definisi Operasional... 55
4.5 Instrumen Penelitian... 57
4.5.1 Modul Pemberdayaan ... 57
4.5.2 Kuisioner Stress Hospitalisasi Pada Ibu Dengan Anak Leukemia... 58
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian... 58
4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data... 59
4.8 Analisis Data ... 60
4.9 Kerangka Kerja... 62
4.10 Etika Penelitian... 63
4.10.1 Lembar Persetujuan Penelitian ... 63
4.10.2 Tanpa Nama ... 63
4.10.3 Kerahasiaan... 63
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
5.1 Hasil Penelitian... 64
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
5.1.2 Data Umum Responden ... 65
5.1.3 Data Khusus Responden ... 67
5.2.1 Identifikasi Tingkat Stres Hospitalisasi Ibu Kelompok
Perlakuan Pada Fase Pre-Test ...70
5.2.2 Identifikasi Tingkat Stres Pada Kelompok Perlakuan (Sesudah Diberikan Intervensi) ...70
5.2.3 Identifikasi Tingkat Stres Responden Kelompok Kontrol Fase Pre-Test ...72
5.2.4 Identifikasi Tingkat Stres Hospitalisasi Responden Kelompok Kontrol Fase Post-Test ...72
5.2.5 Analisis Tingkat Stres Setelah Responden Mendapatkan Modul Pemberdayaan Orang Tua ...73
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...77
6.1 Kesimpulan ...77
6.2 Saran ...77
DAFTAR PUSTAKA ...79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh pemberian modul pemberdayaan terhadap penurunan stres hospitalisasi ibu dengan anak leukemia berdasarkan teori S. Calista Roy ...50 Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian pengaruh modul pemberdayaan
orang tua terhadap stress hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr. Soetomo
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Keaslian Penelitian ...48 Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ...56 Tabel 5.1 Distribusi karakteristik data umum responden pengaruh modul
pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, 4-17 Desember 2017 ...65 Tabel 5.2 Kondisi tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia
pre –test dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...81
Lampiran 2 Surat Permohonan Data Awal Penelitian ...82
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian ...83
Lampiran 4 Surat Balasan Izin Penelitian ...84
Lampiran 5 Surat Permohonan Uji Etik Penelitian ...85
Lampiran 6 Sertifikat Etik Penelitian ...86
Lampiran 7 Permohonan Menjadi Responden Penelitian ...87
Lampiran 8 Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ...88
Lampiran 9 Format Pengumpulan Data ...89
Lampiran 10 Kuisioner Stres Orang Tua ...91
Lampiran 11 Satuan Acara Kegiatan ...93
Lampiran 12 Tabulasi Data Penelitian ...95
Lampiran 13 Hasil Uji Statistik ...108
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : adrenocorticotropin hormone AML : Acute Mieloblastik Leukemia BB : Berat Badan
COPE : Creating Of Parent Empowerment
DASS : Depresion Anxiety Stress Scale
DVD : Digital Video Disc
FAB : French-American-British
FCC : Family Centered Care
HPA : Hipotalamus-Pituitari-Adrenal IRNA : Instalasi Rawat Inap
LLA : Leukemia Limfoblastik Akut LLK : Leukemia Limfositik Kronis LMA : Leukemia Mieloid Akut mm3 : millimeter kubik
MSG : Mono Sodium Glutamat RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
TV : Televisi
UMR : Upah Minimum Regional
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit jangka panjang, kronis yang tidak
hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga menyerang anak-anak. Pengertian kanker menurut WHO adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas dan menyebar ke organ lain, sehingga meskipun tingkat
ketahanan hidup untuk kanker masa kanak-kanak telah meningkat secara substansial namun ancaman kesakitan dan kematin sangat nyata bagi anak-anak
dan keluarga mereka (Shiryazdi, 2014). Seorang anak yang terdiagnosis kanker akan menjalani perawatan di rumah sakit dengan beberapa prosedur tindakan
invasife. Selama proses hospitalisasi yang cukup lama akibat kanker anak dan
orang tua seringkali mengalami permasalahan psikologis (Supartini, 2004 dalam Krisnana, 2014). Kondisi itu dapat berupa stres, cemas, marah dan depresi. Reaksi
stres hospitalisasi pada orang tua biasanya timbul akibat tingkat keseriusan penyakit pada anaknya, pengalaman hospitalisasi sebelumnya, prosedur medis yang sesuai dengan diagnosa dan pengobatannya serta latar belakang kondisi
keluarganya (Wong, 2009). Adanya pengobatan dan perawatan yang dilakukan di rumah sakit dalam jangka waktu lama menyebabkan stres hospitalisasi pada
orang tua terutama ibunya, hal ini terjadi karena selama proses perawatan di rumah sakit anak dan orang tua akan mengalami berbagai kejadian yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan
Berdasarkan data dari National Conference Pediatric Health Care 2017 terdapat 10.480 anak dibawah 14 tahun terdiagnosis kanker setiap tahunnya di
AS (Belongia, 2017). Di antara macam penyakit kanker pada anak Akut Lympoblastik Leukemia merupakan jenis kanker yang tertinggi jumlahnya. Di Indonesia terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak tiap tahunnya selama kurun
waktu 2008-2015, dan Leukemia merupakan penyakit dengan kasus baru dan jumlah kematian terbanyak (Pusdatin Kemenkes, 2015).
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah penderita kanker terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah 61.200 yang di dalamnya termasuk juga kasus kanker pada anak. Hampir setengah dari jumlah penderita kanker
tersebut adalah kasus kanker darah, dan jenis yang paling banyak diderita adalah Akut Limpoblastik Leukemia (Pusdatin Kemenkes, 2015). Berdasarkan data dari
divisi Hematologi onkologi anak RSUD Dr Soetomo jumlah kasus baru Leukemia di tahun 2015 berjumlah 106 anak, tahun 2016 terdapat 108 anak, di tahun 2017 periode Januari-Oktober sebanyak 101 anak.. Meskipun jumlah kasusnya terus
meningkat tetapi penyebab penyakit ini belum bisa diketahui. Menurut para ahli penyakit leukemia pada anak kemungkinan disebabkan zat-zat kimiawi yang
terdapat pada makanan yang mengandung pengawet yang sering dikonsumsi oleh anak-anak (Ugrasena, 2017).
Anak adalah harapan orang tua yang akan meneruskan cita-cita dan masa depan keluarganya, sehingga ketika anak menderita sakit akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis orang tuanya. Pada anak yang menderita penyakit kronis
dan orang tuanya (Wong dalam Asyanti, 2013). Seorang ibu secara tradisional merupakan perawat utama ketika anaknya sakit sehingga ibu memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami permasalahan psikologis jika dibandingkan dengan ayah. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada ibu dengan anak penderita Leukemia mengalami peningkatan skor stres, cemas dan depresi.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa pada ibu yang anaknya dirawat karena penyakit kronik 46% mengalami kecemasan, 27% mengalami gejala depresi dan
27% terjadi peningkatan stres. Hasil penelitian di ruang Hematologi anak RSUD Dr. Soetomo menunjukkan tingkat stres hospitalisasi orang tua bervariasi mulai dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Kondisi normal atau tidak
stres menduduki persentase yang paling besar yaitu 43,3%, stres ringan 26,7%, stres sedang 16,6% namun terdapat responden yang mengalami tingkat stres berat
(6,7%) dan sangat berat (6,7%) (Krisnana, 2012).
Studi pendahuluan kurun waktu Januari sampai Mei 2017 didapatkan 300 penderita Leukemia yang menjalani rawat inap di instalasi rawat inap anak
RSUD Dr Soetomo serta sampel dari 10 ibu yang anaknya dirawat antara September-Oktober 2017 berdasarkan observasi 1 orang ibu mengalami stres
berat ditandai tidak kooperatifnya ibu dalam tindakan perawatan dan penolakan perawatan selanjutnya, 6 orang stres ringan yaitu pada saat wawancara ibu merasa sedih tetapi bisa menerima kondisi penyakit anaknya dan 3 orang tidak
mengalami stres yaitu ibu tidak marah-marah dan tetap menikmati aktifitasnya di rumah sakit.
kondisi penyakit kronis yang titik tekannya pada perawatan, kadang-kadang orang tua merasa berjuang sendirian menghadapi stresor yang sedang terjadi (Asyanti,
2013). Keluarga mungkin harus beradaptasi terhadap stresor, dimana keluarga harus mempertahankan keseimbangan sehingga dapat memenuhi tujuan dan tugasnya, mengatasi stres serta melaksanakan peran dan fungsinya (Friedman, et. al. dalam Asyanti, 2013). Meskipun stresor ini bervariasi sepanjang waktu, namun
bisa dikategorisasikan dalam 4 macam situasi yaitu saat diagnosa, selama waktu
transisi perkembangan penyakit, hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan perawatan kesehatan anak, dan ketika anak mengalami kekambuhan penyakit dan rawat inap.
Family center care merupakan suatu program dimana seorang perawat
memampukan dan melibatkan keluarga dalam setiap asuhan keperawatan yang
dilakukan terhadap anaknya, sehingga dengan memberdayakan seorang ibu dalam perawatan anaknya diharapkan dapat menurunkan stres hospitalisasi pada ibu tersebut (Soetjiningsih 2005). Dua konsep dasar dalam asuhan pada keluarga
adalah memberdayakan (empowerment) dan memampukan (enabling) (Wong, D.L., et. al., 2010).
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan intervensi yang sering dilakukan untuk menurunkan level stres pada orang tua saat menghadapi anak
sakit adalah intervensi pendidikan mengenai penyakit spesifik anak, intervensi yang menekankan pada stres, pelatihan ketrampilan pemecahan masalah, intervensi untuk meningkatkan koping dan adanya dukungan sosial (Melnyk,
tentang Leukemia dan koping strategi untuk beradaptasi terhadap stresor yang dialami (Geetha C, 2015). Konsep teori Stres Adaptasi Calista Roy menjadi
alternatif pemecahan masalah pada ibu yang mengalami stres hospitalisasi, dengan menggunakan sarana modul pemberdayaan diharapkan dapat merubah persepsi ibu dan meningkatkan koping adaptasi sehingga stres hospitalisasi dapat
diminimalkan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di bagian anak RSUD Dr
Soetomo memaparkan tentang pengembangan model perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan asih, asah, asuh pada anak Leukemia sehingga akan berpengaruh pada kompetensi dan percaya diri ibu untuk merawat anaknya yang
sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak Leukemia (Rachmawati, 2016). Penelitian yang lain menyebutkan bahwa empowerment orang tua dapat
meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat anaknya sehingga meminimalkan stres hospitalisasi (Krisnana, 2012). Berdasarkan studi penelitian di atas sangat relevan jika intervensi pemberdayaan untuk meningkatkan pengetahuan terhadap
orang tua tetap diberikan. Salah satu intervensi pendidikan yang dapat dilakukan adalah pemberian modul. Modul pemberdayaan orang tua merupakan salah satu
modul yang dapat diberikan kepada ibu yang melakukan perawatan pada anak di rumah sakit dengan penyakit kronis seperti Leukemia karena media ini dirancang dengan sistematik dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Selain itu belum ada penelitian sebelumnya untuk menurunkan stres hospitalisasi dengan pemberian modul pemberdayaan, dan belum ada edukasi tentang stres
terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia belum dapat dijelaskan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat
Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia di Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengukur tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia pada
kelompok kontrol dan perlakuan sebelum diberikan modul pemberdayaan. 2. Mengukur tingkat stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia pada kelompok control dan perlakuan setelah pemberian modul pemberdayaan
3. Menganalisis pengaruh pemberian modul pemberdayaan orang tua terhadap stres hospitalisasi pada ibu dengan anak Leukemia.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan adanya pengaruh modul
Leukemia dan dapat sebagai acuan dalam memberikan pelayanan dan pengembangan ilmu keperawatan anak.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Instansi
Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi rumah sakit dalam peningkatan pelayanan kepada pasien dan keluarganya.
2. Bagi perawat
Memberikan masukan bagi perawat yang bekerja di ruang anak dalam memberikan ilmu pengetahuan pada keluarga pasien sehingga meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan. 3. Bagi responden
Meningkatkan kualitas hidup dan kenyamanan hospitalisasi, terutama ibu pasien dengan anak Leukemia sehingga dapat meningkatkan koping adaptasi dan menurunkan tingkat stres selama rawat inap di rumah sakit.
4. Bagi penelitian
Hasil penelitian ini menjadi sumber informasi tentang pengaruh modul
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perawatan Anak
Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut terdiri dari empat komponen, diantaranya manusia dalam hal ini anak, keperawatan, sehat-sakit dan
lingkungan.
2.1.1 Pengertian Anak
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam
proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat.
Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia anak.
Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap
Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses
kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi
tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang
sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka akan berdampak pada
tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan matang.
2.1.2 Konsep Sehat Sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak berada dalam status
kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang
bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk
meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis
sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
2.1.3 Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam perubahan status
kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang cenderung
sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan mempengaruhi status kesehatan anak.
2.1.4 Prinsip Keperawatan Anak
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi
kebutuhan anak. Peran lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam
terwujud kesejahteraan anak (Wong, 2009).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda
perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan berdampak tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus
memperhatikan beberapa prinsip, mari kita pelajari prinsip tersebut. Perawat harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:
1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja melainkan sebagai
individu yang unik dan mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh kembang.
Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak adalah penerus generasi bangsa.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam mensejahterakan anak
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup,
dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Upaya
kematangan anak adalah dengan selalu memperhatikan lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.
7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan mempelajari aspek kehidupan
anak.
2.1.5 Peran Perawat Anak
Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak
dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain,
dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan anak. Mari kita bahas secara jelas tentang peran perawat anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak
dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat, meliputi: 1. Sebagai pendidik.
langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan
dapat mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah oleh perawat melalui pendidikan
kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.
2. Sebagai konselor
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor, perawat dapat memberikan
konseling keperawatan ketika anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan
cara mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif
pemecahannya.
3. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.
Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya
asuhan yang holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu kerjasama
membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif.
4. Sebagai pembuat keputusan etik.
Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada hak
pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan
pasien. Perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu perawat harus
dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.
5. Sebagai peneliti.
Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh dalam upaya
menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan hasil penelitian
kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan
ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik
keperawatan anak.
2.2 Konsep Family Centered Care
2.2.1 Pengertian Family Centered Care
Perlukah orang tua terlibat dalam merawat anak saat anaknya sedang
dirawat? Tentu harus terlibat. Mengapa harus melibatkan orang tua? Karena anak tidak bisa jauh dari orang tua dan orang tua mempunyai sumberdaya yang bisa
membantu penyembuhan anak sehingga keluarga sangat penting dilibatkan dalam perawatan, dimana istilahnya adalah family centered care. Family Centered Care
(FCC) atau perawatan yang berpusat pada keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family Centered Care meyakini adanya dukungan individu,
menghormati, mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Intervensi keperawatan dengan menggunakan pendekatan family centered care
menekankan bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan, perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara klien dengan tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga diberikan kewenangan
untuk terlibat dalam perawatan klien, yang berarti keluarga dengan latar belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi keluarga memberikan manfaat positif
2.2.2 Manfaat Penerapan Family Centered Care
1. Hubungan tenaga kesehatan dengan keluarga semakin menguat dalam
meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap anak.
2. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan informasi yang lebih baik dan proses kolaborasi.
3. Membuat dan mengembangkan tindak lanjut rencana perawatan berkolaborasi dengan keluarga.
4. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki keluarga dan kapasitas pemberi pelayanan.
5. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu tenaga
profesional lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan manajemen perawatan di rumah, mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat atau rumah sakit jika
tidak perlu, lebih efektif dalam menggunakan cara pencegahan). 6. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan. 7. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.
8. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan tenaga profesinya dalam pelatihan-pelatihan.
9. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan profesional. 10.Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan kesehatan yang
diterima.
2.2.3 Elemen-elemen Family Centered Care
1. Memasukkan pemahaman ke dalam kebijakan dan praktik bahwa keluarga
2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga/profesional pada semua tingkat pelayanan keperawatan di rumah sakit, rumah, dan di masyarakat. Perawatan anak secara
individual, pengembangan implementasi dan evaluasi program serta pembentukan kebijakan.
3. Saling bertukar informasi yang lengkap dan jelas antara anggota keluarga dan profesional dalam hal dukungan tentang cara yang supportif di setiap saat. 4. Menggabungkan pemahaman dan penghormatan terhadap keanekaragaman
budaya, kekuatan dan individualitas di dalam dan diantara seluruh keluarga termasuk keanekaragaman suku, ras, spiritual, sosial, ekonomi, bidang pendidikan dan geografi ke dalam kebijakan praktik.
5. Mengenali dan menghormati metode koping yang berbeda dan menerapkan program dan kebijakan menyeluruh yang menyediakan pelayanan
perkembangan, pendidikan, emosi, lingkungan dan dukungan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang berbeda-beda.
6. Mendorong dan memfasilitasi dukungan dan jaringan kerja sama keluarga dengan keluarga.
7. Menetapkan bahwa rumah, rumah sakit, dan pelayanan masyarakat dan sistem
pendukung untuk anak-anak yang memerlukan pelayanan kesehatan khusus dan keluarganya bersifat fleksibel, dapat diakses, dan komprehensif dalam
menjawab pemenuhan kebutuhan keluarga yang berbeda sesuai yang diperlukan.
8. Menghargai keluarga sebagai keluarga, dan anak-anak sebagai anak-anak,
cita-cita yang melebihi kebutuhan mereka untuk mendapatkan layanan dan dukungan kesehatan serta perkembangan khususnya.
2.2.4 Prinsip-prinsip Family Centered Care
1. Menghormati setiap anak dan keluarganya.
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak menghormati anak dan keluarga sebagai subjek perawatan. Perawat menghormati anak dan keluarga memiliki pilihan yang terbaik bagi perawatan mereka.
2. Menghargai perbedaan suku, budaya, sosial, ekonomi, agama, dan pengalaman tentang sehat sakit yang ada pada anak dan keluarga.
Perawat menghargai perbedaan suku, budaya, sosial ekonomi, agama dan
pengalaman tentang sehat sakit anak dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan yang diberikan mengacu kepada standar asuhan
keperawatan dan diperlakukan sama pada semua pasien dan keluarga. 3. Mengenali dan memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan keluarga.
Mengkaji kelebihan keluarga dan membantu mengembangkan kelebihan
keluarga dalam proses asuhan keperawatan pada klien.
4. Mendukung dan memfasilitasi pilihan anak dan keluarga dalam memilih
pelayanan kesehatannya.
Memberikan kesempatan kepada keluarga dan anak untuk memilih fasilitas
kesehatan yang sesuai untuk mereka, menghargai pilihan dan mendukung keluarga.
5. Menjamin pelayanan yang diperoleh anak dan keluarga sesuai dengan
Memonitor pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan, nilai, keyakinan dan budaya pasien dan keluarga.
6. Berbagi informasi secara jujur dan tidak bias dengan anak dan keluarga sebagai cara untuk memperkuat dan mendayagunakan anak dan keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan.
Petugas kesehatan memberikan informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga, dengan benar dan tidak memihak. Informasi yang diberikan harus
lengkap, benar dan akurat.
7. Memberikan dan menjamin dukungan formal dan informal untuk anak dan keluarga. Memfasilitasi pembentukan support grup untuk anak dan keluarga,
melakukan pendampingan kepada keluarga, menyediakan akses informasi
support grup yang tersedia dimasyarakat.
8. Berkolaborasi dengan anak dan keluarga dalam penyusunan dan pengembangan program perawatan anak di berbagai tingkat pelayanan kesehatan.
Melibatkan keluarga dalam perencanaan program perawatan anak, meminta pendapat dan ide keluarga untuk pengembangan program yang akan
dilakukan.
9. Mendorong anak dan keluarga untuk menemukan kelebihan dan kekuatan
yang dimiliki, membangun rasa percaya diri, dan membuat pilihan dalam menentukan pelayanan kesehatan anak.
Petugas kesehatan berupaya meningkatkan rasa percaya diri keluarga dengan
memberikan pengetahuan yang keluarga butuhkan dalam perawatan anak
2.3 Konsep Caregiver Empowerment Model
2.3.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah konsep yang meluas dari banyak disiplin ilmu: psikologi, kesehatan, keperawatan dan industri. Zimmerman dan Rappaport menggambarkan pemberdayaan sebagai kemampuan individu untuk mendapatkan
kontrol secara sosial, politik, ekonomi dan secara psikologis melalui akses informasi, pengetahuan, keterampilan serta pengambilan keputusan. Sementara
Gibson mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses membantu orang untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka. Proses ini meliputi tanggung jawab individu,keluarga dalam perawatan kesehatan atau
tanggung jawab sosial dalam memampukan orang untuk memikul tanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan juga telah didefinisikan sebagai
proses meningkatkan perasaan self-efficacy antar anggota organisasi melalui identifikasi kondisi yang membina ketidakberdayaan masing-masing anggotanya. Pemberdayaan dikonsepkan sebagai proses sosial untuk mengenali,
mempromosikan dan meningkatkan kemampuan orang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, memecahkan masalah mereka sendiri dan
memobilisasi sumber daya yang diperlukan agar bisa mengendalikan hidup mereka.
Akut Limfoblastik Leukemia adalah penyakit menahun dan seumur hidup yang akan diderita oleh pasien dan keluarganya.Tidak jarang kondisi ini menjadikan penderita dan keluarganya jatuh pada kondisi stress,sakit pada
tua yang dapat menyebabkan masalah kesehatan pada orang tua (Foreman dalam Friedman, 2010).
Tidak semua orang tua memiliki koping yang efektif dalam menghadapi masalah anaknya dengan penyakit kronis,hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah sakit yang berlangsung lama dan menghabiskan
kemampuan suportif dari keluarga,kurangnya informasi pada orang tua serta tidak adekuatnya pemahaman tentang penyakit yang diderita anaknya (Nanda, 2012).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian intervensi pemberdayaan dengan menggunakan caregiver empowerment model dapat memberikan manfaat terhadap kemampuan orang tua menyelesaikan masalah stress situasionl yang
dihadapinya.
Intervensi pemberdayaan orang tua yang anaknya mengalami penyakit
kronis yaitu dengan menekankan pada sikap filosofis terhadap konsep bekerja sama antara petugas dan keluarga.Keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis merupakan pengalaman yang traumatis sehingga pendekatan yang
dilakukan adalah memperhalus intervensi keperawatan dengan memberikan penghormatan tulus terhadap kemampuan orang tua baik kognitif, afektif maupun
bertindak secara alami dengan kekuatan yang dimiliki (Figley dalam Ardian, 2013). Selain itu memberdayakan orang tua dapat dilakukan dengan memberikan dorongan atau mobilisasi dengan membantu orang tua mengenali,
mengidentifikasi, serta memanfaatkan kekuatan dan sumber daya guna secara positif mempengaruhi kesehatan anggota keluarga yang sakit (Johnson dalam
dengan menjadi pendengar yang baik, penuh kasih sayang, tidak memghakimi, kolaborator, memotivasi munculnya kekuatan keluarga, partisipatif serta
keterlibatan dalam proses perubahan dan penyembuhan penyakit. Pemberdayaan orang tua juga bisa dilakukan dengan memberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang kondisi penyakit dan perawatannya, mengedepankan empati dan
menunjukkan perhatian yang tulus serta meningkatkan kompetensi dalam merawat anaknya (Hulme PA dalam Ardian, 2013).
2.3.2 Pemberdayaan Kognitif Orang Tua (Ibu) Untuk Meningkatkan Kemampuan Merawat Anaknya.
1. Memenuhi Kebutuhan Nutrisi
Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima anak. Mencegah atau menghambat penurunan berat
badan secara berlebihan. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.
Syarat-syarat diet energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi
kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup, yaitu
sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen. Bila
kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan. Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan
berminyak, makanan asam, pewarna makanan, MSG. Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk makanan padat, makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat berbentuk makanan biasa,
makanan lunak, atau makanan lumat. Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan menggunakan sedotan. Makanan atau minuman
diberikan dengan suhu kamar atau dingin. Bentuk makanan disaring atau cair. Hindari makanan terlalu asam atau asin.
2. Pencegahan Infeksi
1) Mencegah infeksi sekunder serta memantau adanya tanda dan gejala infeksi. Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting
dari infeksi. Lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya.
2) Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah sakit. Minta anak memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang menderita neutropenik berat (leukosit
kurang dari 1000/mm3).
3) Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci
tangan sebelum dan sesudah memegang anak.
5) Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan dan terutama kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi
yang harus), kumur betadin dan kumur antijamur.
6) Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus
diperhatikan, daerah tersebut sering terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi kulit.
7) Makanan hygienis. Jaga kebersihan diri anak termasuk kuku yang bersih. 3. Pencegahan Perdarahan
1) Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.
2) Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit. 3) Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.
4) Jaga agar kuku tetap pendek.
5) Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit.
6) Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk
barang-barang yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai anak.
7) Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.
(sumber : ebookfkunsyiah/perawatan lanjutan di rumah pada penderita Leukemia,
14 September 2008).
2.4 Konsep Orang Tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu dan
membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupannya di masa yang akan datang.
2.4.1 Peran Orang Tua
Dalam keluarga yang ideal ada dua individu yang disebut ayah dan ibu yang mempunyai peranan penting yaitu :
1. Peran Ayah
Ayah sebagai suami dari istri yang berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung dan pemberi rasa aman serta sebagai kepala rumah tangga.Beliau juga sebagai anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson et. al. dalam Putri, 2015).
2. Peran Ibu
Sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya yang berperan sebagai
pengasuh , pelindung dan pendidik bagi putra-putrinya, sebagai anggota dalam kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson et. al. dalam Putri, 2015).
2.5 Konsep Stres Hospitalisasi
2.5.1 Pengertian Stres
Suatu keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang merusak dan tidak terkontrol. Sangat bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan
mental individu orang itu terhadap beban yang dirasakannya. Faktor kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuan
Faktor penyebab stress :
1. Faktor Eksternal Faktor stress yang berasal dari luar : Kerjaan menumpuk,
stress karena jalanan macet.
2. Faktor Internal Berhubungan dengan keadaan diri sendiri: harapan yang terlalu tinggi, ketakutan akan sesuatu hal, trauma.
2.5.2 Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, (Supartini, 2004 hal : 188).
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum
pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang sama. (Supartini, 2004 hal : 188).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat
tua menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini, 2004 hal : 188). Anak adalah bagian dari
kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress (Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188).
Macam-Macam Hospitalisasi : Hospitalisasi Informal, Hospitalisasi Volunter, Hospitalisasi Involunter, dan Hospitalisasi Gawat Darurat.
Rentang Respon Hospitalisasi Menurut Supartini (2004, hal : 189), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya di rumah sakit, sebagai berikut :
1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi. 2. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi.
Manfaat Hospitalisasi Menurut Supartini (2004, hal: 198) antara lain : 1. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi
kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang
dihadapi selama perawatan di Rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat
memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat. akan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri.
saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama
dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok yang baru.
Dampak hospitalisasi menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek, yaitu privasi, gaya hidup,
otonomi diri, peran,dan ekonomi.
2.5.3 Stressor dan Reaksi Keluarga Sehubungan Dengan Hospitalisasi Anak
Bagian integral dari keluarga anak jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & Whaley, 1999)
Reaksi orang tua dipengaruhi oleh : 1. Tingkat keseriusan penyakit anak.
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi 3. Prosedur pengobatan
4. Kekuatan ego individu
5. Kemampuan koping
6. Kebudayaan dan kepercayaan
7. Komunikasi dalam keluarga Pada umumnya reaksi orang tua: denial / disbelief, marah / merasa bersalah, ketakutan, cemas dan frustasi, depresi.
Reaksi sibling :
1. Pada umumnya reaksi sibling : merasa kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, rasa benci, rasa bersalah.
3. Penurunan peran anggota keluarga pola komunikasi. Kehilangan peran orang tua. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat. Kadang
orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial.
4. Cara mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak:
1) Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan.
2) Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak.
3) Beri dukungan pada anak dan keluarga.
4) Beri informasi yang adekuat.
Reaksi orang tua yang anaknya dirawat di Rumah Sakit (hospitalisasi) :
1. Perasaan cemas dan takut : perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan (Perawat harus bijaksana dan bersikap pada anak dan orang tua). Cemas yang paling tinggi dirasakan orang
tua pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit anaknya. Rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada
kondisi sakit terminal. Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua: sering bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada org berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.
2. Perasaan Sedih : Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
psikologis. Stress adalah suatu keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang merusak dan tidak
terkontrol. Stress sangat bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu orang ituterhadap beban yang dirasakannya. Faktor kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan
penilaian terhadap situasi dan kemampuan untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dianggap membebaninya. Faktor penyebab stress
adalah faktor internal dan faktor internal. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. (Supartini, 2004)
2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan
2.6.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran. Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan- tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat
menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran.
2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayati, 2009) yaitu :
1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat
2.6.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmojo (2003) sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1. Sasaran Primer (Primary Target)
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan,
maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan juga sebagainya.
2. Sasaran Sekunder (Secondary Target)
Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan
nantinya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.
3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh
kelompok ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh masyarakat dan kepada masyarakat umum.
2.6.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi menurut Fitriani (2011) yaitu;
1. Dimensi sasaran
1) Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah individu.
2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah kelompok masyarakat tertentu.
3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah masyarakat
luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
1) Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah pasien dan keluarga
2) Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya adalah pelajar. 3) Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasarannya
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
1) Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health Promotion), misal:
peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
2) Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection)
misal : imunisasi
3) Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early
diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
4) Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan
memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu. 2.6.5 Langkah-langkah Dalam Penyuluhan Kesehatan
Menurut Effendy (1998) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu :
1. Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu untuk ditangani melalui
penyuluhan kesehatan masyarakat.
4. Menyusun perencanaan penyuluhan, seperti :
1) Menetapkan tujuan. 2) Penentuan sasaran.
3) Menyusun materi atau isi penyuluhan.
4) Memilih metoda yang tepat.
5. Pelaksanaan penyuluhan. 6. Penilaian hasil penyuluhan.
7. Tindak lanjut dari penyuluhan
2.6.6 Faktor-faktor Keberhasilan Dalam Penyuluhan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan menurut Notoatmojo (2007) yaitu :
1. Faktor penyuluh yang meliputi kurangnya persiapan, kurangnya penguasaan
materi yang akan dijelaskan oleh pemberi materi, penampilam yang kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara pemberi materi yang terlalu kecil, dan penampilan materi yang
monoton sehingga membosankan.
2. Faktor sasaran yang meliputi tingkat pendidikan sasaran yang terlalu rendah,
tingkat sosial ekonomi sasaran yang terlalu rendah, kepercayaan dan adat istiadat yang telah lama tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, dan kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak memungkinkan terjadinya
perubahan perilaku.
3. Faktor proses penyuluhan yang meliputi waktu penyuluhan tidak sesuai
dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan yang dilakukan di tempat yang dekat keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan, jumlah
2.6.7 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmojo (2003) agar mencapai suatu hasil yang optimal,
materi juga harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga alat bantu pendidikan. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Ada 3 macam metode pendidikan
kesehatan, yaitu :
1. Metode Pendidikan Individual (perorangan)
Metode ini digunakan untuk membina perubahan perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai
masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku tersebut. Bentuk pendekatan ini, antara lain :
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih jadi lebih efekti
2) Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali
informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan. 2. Metode Pendidikan Kelompok
1) Kelompok besar
Apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang, antara lain ceramah
dan seminar. (1) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun berpendidikan rendah.
(2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu bentuk penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap
penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. 2) Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya disebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :
(1) Diskusi Kelompok
Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan
pancingan-pancingan yang berupa pertanyaan sehubungan dengan topik yang dibahas. Sehingga terciptalah diskusi kelompok.
(2) Curah Pendapat (brain stroming)
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan.
Tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
boleh ada komentar dari siapa pun. Setelah semuanya mengemukaan pendapat, baru tiap anggota boleh berkomentar dan akhirnya
terbentuklah diskusi.
(3) Bola Salju (snow balling)
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah kurang lebih 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
sehingga akhimya akan terjadi diskusi dari seluruh anggota kelompok.
(4) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang kemudian akan diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.
(5) Memainkan Peran (role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran
tertentu. Setelah mendapatkan peran mereka masing-masing, mereka kemudian memainkan peran tersebut.
(6) Permainan Simulasi (simulation game)
3. Metode Pendidikan Massa
Metode ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat. Berikut ini ada beberapa contoh metode untuk pendekatan massa, yaitu :
1) Ceramah Umum (public speaking).
2) Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan dapat dilakukan melalui media elektronik, baik televisi maupun radio.
3) Simulasi contohnya seperti dialog antara pasien dengan perawat.
4) Billboard biasanya dipasang di tempat-tempat umum dan diisi dengan
pesan-pesan atau informasi–informasi kesehatan.
2.6.8 Media Pendidikan Kesehatan
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Tujuan penggunaan media adalah untuk mempermudah sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Kehadiran
media mempunyai arti yang sangat penting, sebab ketidakjelasan bahan yang akan disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara (ubarak
dkk, 2006). Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu media cetak, media elektronik, dan media papan (bill board).
1. Media Cetak
1) Booklet : digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan ataupun keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman)
berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan : pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2. Media Elektronik
1) Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya
jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat. 2) Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.
3) Video Compact Disc (VCD) atau DVD.
4) Slide : digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip : digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3. Media Papan (Bill Board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi