• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR

BIDANG CIPTA KARYA

3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Berdasarkan Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, pembangunan bidang cipta karya diarahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas. Isu strategis yang mendasari terwujudnya kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan adalah rendahnya layanan air minum aman, rendahnya layanan sanitasi layak, meluasnya kawasan kumuh, dan penanggulangan kemiskinan. Hal tersebut dituangkan pada program universal akses 100-0-100, yaitu menuju tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 %, tercapainya 100 % pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia, serta meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah, dan drainase lingkungan) menjadi 100 % pada tingkat kebutuhan dasar.

Ketiga hal tersebut menjadi dasar dari penyusunan Rencana Strategis Direktorat jenderal Cipta Karya tahun 2015-2019, dimana pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu membangun sistem, fasilitasi Pemerintah Daerah serta pemberdayaan masyarakat. Melalui 3 (tiga) pendekatan tersebut, diharapkan target Gerakan Nasional 100-0-100 dapat tercapai.

Kinerja Ditjen Cipta karya terlihat dari cakupan pelayanan infrastruktur Cipta Karya yang terus meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya cakupan pelayanan air minum layak dari 47,7 % pada tahun 2009 menjadi 68,36 % pada tahun 2014. Cakupan pelayanan infrastruktur sanitasi yang layak juga mengalami peningkatan dari 51 % pada tahun 2009 menjadi 61,04 % pada tahun 2014. Dengan kecenderungan yang ada, diperkirakan target Millenium Development Goals pada tahun 2015 dapat tercapai, yakni 68,87 % untuk air minum dan 62,41 % untuk sanitasi layak. Di samping itu, luas permukiman kumuh juga mengalami penurunan yang signifikan dari 57.800 Ha pada tahun 2009 menjadi 38.431 Ha pada tahun 2014. Kondisi ini menunjukan bahwa kegiatan pembangunan yang dilakukan Ditjen Cipta Karya telah menunjukan kemajuan dalam hal kualitas lingkungan permukiman di tanah air menuju kondisi permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang menunjukkan diagram program Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2015-2019 yang menunjukkan kawasan permukiman dan infrastruktur perkotaan/pedesaan.

(2)

III-2

Gambar 3. 1 Diagram Program Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2015-2019

(Sumber :Renstra Dirjen Cipta Karya, 2015-2019)

Sesuai RPJMN 2015-2019, Ditjen Cipta Karya memberikan fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman. Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permuki man tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan hingga operasional dan pemeliharaan infrastruktur.

Khusus untuk penanganan kumuh akan diprioritaskan pada kawasan-kawasan permukiman kumuh di kawasan strategis kabupaten/kota dan kabupaten/kota KSN yang akan ditangani secara terpadu sehingga dapat menjadi kawasan pemukiman yang layak huni dan berkelanjutan . Sedangkan untuk air minum dan sanitasi akan dilaksanakan dengan pendekatan entitas yang diprioritaskan pada kawasan regional dan daerah-daerah rawan air/sanitasi. Dalam bidang penataan bangunan, program perlu difokuskan pada upaya pengaturan untuk menjamin keandalan bangunan gedung serta peningkatan kualitas kawasan di kota pusaka dan kota hijau.

Sesuai arahan RPJMN, Ditjen Cipta Karya juga dituntut untuk mengembangkan infrastruktur perdesaan. Pencapaian sasaran tersebut terjabarkan ke dalam pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan.

(3)

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

3.1.2.1 Arahan Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional menurut RTRWN antara lain yaitu : 1. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi :

a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang me rata dan berhierarki, dengan strategi :

 Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan serta antara kawasan perkotaan dan wilayah disekitarnya;

 Mengembangkan pusat pertumbuhan baru dikawasan yang belum terlayani ol eh pusat pertumbuhan;

 Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan

 Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan me rata di seluruh wilayah nasional, dengan strategi :

 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;

 Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisol asi;

 Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumberdaya air; dan

 Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal. c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional meliputi :

 Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem;

 Melestarikan keanekaragaman hayati;

 Mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan;

 Melestarikan keunikan bentang alam; dan

 Melestarikan warisan budaya nasional dengan strategi :

 Menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung;

 Mencegah pemanfaatan ruang dikawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

 Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

 Membatasi pengembangan prasarana dan sarana didalam dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;

 Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai zona penyangga

(4)

III-4

yang me misahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun dan me rehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional.

Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan landasan hukum dan acuan spasial bagi pemanfaatan ruang dan pengendaliannya. Menurut PP nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN, rencana struktur ruang wilayah nasional terdiri atas :

1. Sistem Perkotaan Nasional

Sistem perkotaan nasional merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam struktur ruang. Sistem perkotaan nasional dibagi menjadi tiga bagian, yakni PKN (Pusat Kegiatan Nasional), PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), dan PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Selain sistem perkotaan nasional dikembangkan PKSN untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara.

a. Kriteria dari PKN (Pusat Kegiatan Nasional) adalah sebagai berikut:

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. Kriteria dari PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) adalah sebagai berikut :

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

c. Kriteria dari PKL (Pusat Kegiatan Lokal) adalah sebagai berikut :

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau

 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

d. Kriteria dari PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional) antara lain yaitu :

 Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

 Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

 Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau

 Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

Berdasarkan PP 26 tahun 2008 Kota Depok merupakan bagian dari salah satu Pusat Kegiatan Nasional yaitu PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek dengan fungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi .

(5)

2. Sistem Jaringan Transportasi Nasional

Transportasi merupakan salah satu aspek yang mendukung suatu pembangunan. Keterpaduan sistem jaringan transportasi menjadi salah satu tujuan secara nasional. Maka dari itu dalam rencana struktur ruang wilayah nasional sistem jaringan transportasi terdiri atas :

1) Sistem jaringan transportasi darat

Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan nasional, jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.

2) Sistem jaringan transportasi laut

Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran. 3) Sistem jaringan transportasi udara.

Sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan

3. Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional

Sistem jaringan telekomunikasi nasional terdiri atas: 1) Jaringan terestrial

Jaringan terestrial dikembangkan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah nasional.

2) Jaringan satelit.

Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi nasional melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi.

4. Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah.Wilayah sungai dan cekungan air tanah lintas negara ditetapkan dengan kriteria melayani kawasan perbatasan negara atau melintasi batas negara.

A. Kawasan Strategis Nasional dan Rencana Struktur Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR

Sesuai ketentuan Kawasan Strategis Nasional yang diditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tersebut, Kota Depok merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan ekonomi yaitu Kawasan Perkotaan Jabodetabek Punjur termasuk Kepulauan Seribu, yang terdiri dari Kota Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Cianjur. Dengan arahan rehabilitasi/revitalisasi kawasan KSN dengan sudut kepentingan ekonomi (I/A/1). Penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk mewujudkan :

a. keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan;

b. daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; dan

c. perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan

(6)

III-6

ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup, dengan strategi :

a. mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan; dan

b. mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan; mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.

KSN Jabodetabek Punjur selanjutnya diatur dalam Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Kawasan Jabodetabek Punjur meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta, seluruh wilayah Kab.Bekasi, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh wilayah Kota Depok, seluruh wilayah Kab.Bogor,seluruh wilayah Kota Bogor, sebagian wilayah Kab.Cianjur yang meliputi Kec. Cugenang, Kec. Pacet, Kec. Sukaresmi, dan Kec.Cipanas, seluruh wilayah Kab.Tangerang, dan seluruh wilayah Kota TangerangRencana struktur ruang merupakan rencana pengembangan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan social dan ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang Kawasan Jabodetabek Punjur terdiri atas : 1. Sistem pusat permukiman

Sistem pusat permukiman merupakan hierarki pusat permukiman sesuai dengan RTRWN 2. Sistem jaringan prasarana

Sistem jaringan prasarana meliputi sistem transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, sistem penyediaan air baku, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan air limbah bahan berbahaya dan beracun, system drainase dan pengendalian banjir, system pengelolaan persampahan, sistem jaringan tenaga listrik, dan sistem jaringan telekomunikasi, dan direncanakan secara terpadu antar daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat, serta memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat-pusat permukiman.

Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman

Sistem pusat permukiman diarahkan pada terbentuknya fungsi dan hierarki pusat permukiman sesuai RTRWN. Pengembangan sIstem pusat permukiman meliputi upaya mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Kawasan Perkotaan Jakarta, dengan DKI Jakarta sebagai kota inti, dan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan kota lainnya sebagai kota satelit.

Arahan Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana

Arahan pengembangan sistem jaringan prasarana antara lain terdiri dari : 1. Sistem Penyediaan Air Baku

Penyediaan air baku dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada dan pengembangan prasarananya, serta memperhatikan keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air untuk kegiatan rumah tangga, pertanian, industrik, perkotaan, pemeliharaan sungai, serta keseimbangan lingkungan secara terpadu.

2. SistemPengelolaan Air Limbah

(7)

a. Penataan sistem pengelolaan air limbah harus memperhatikan kualitas sanitasi lingkungan dan meminimalkan pencemaran air tanah dan air permukaan.

b. Strategi pengelolaan air limbah diarahkan untuk mengurangi, memanfaatkan kembali, dan menyediakan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah bagi kegiatan permukiman dan industrik dengan memperhatikan baku mutu limbah cair.

c. Memisahkan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dengan sistem pengelolaan air limbah industri.

d. Sistem pengelolaan air limbah dilaksanakan secara terpusat terutama pada kawasan perumahan padat, pusat bisnis, dan sentra industri.

3. Sistem Drainase dan Pengendalian Banjir

Arahan RTRW Kawasan Jabodetabekpunjur untuk drainase dan pengendalian banjir antara lain : a. Sistem drainase dan pengendalian banjir diarahkan untuk mengurangi bahaya banjir dan genangan air bagi kawasan permukiman, industri, perdagangan, perkantoran, dan persawahan serta jalan.

b. Strategi dilaksanakan melalui pengelolaan sungai terpadu dengan sistem drainase wilayah, pengendalian debit air sungai dan peningkatan kapasitas sungai, peningkatan fungsi situ dan waduk sebagai daerah penampungan air dengan sistem polder, pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan budidaya secara ketat, dan pengendalian pembangunan di sempadan sungai.

c. Arahan drainase dan pengendalian banjir dilakukan melalui upaya :

 Rehabilitasi hutan dan lahan serta penghijauan kawasan tangkapan air

 Penataan kawasan sempadan sungai dan anak-anak sungainya

 Normalisasi sungai dan anak-anak sungainya

 Pengembangan waduk pengendali banjir dan pelestarian situ serta daerah retensi air

 Pembangunan prasarana pengendali banjir

 Pembangunan prasarana drainase 4. Sistem Pengelolaan Persampahan yaitu :

a. Sistem pengelolaan persampahan dikembangkan secara terpadu di kawasan Jabodetabekpunjur melalui kerjasama antar daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat;

b. Strategi pengelolaan persampahan diselenggarakan dengan pemanfaatan kembali, daur ulang, dan pengolahan sampah dengan memperhatikan criteria teknis sesuai peraturan perundangan;

c. Arahan pengelolaan persampahan terpadu pada kawasan Jabodetabekpunjur memperhatikan penentuan lokasi TPA dan pengolahan sampah terutama insinerator yang tidak mencemari lingkungan; dan

d. Penentuan lokasi TPA harus memperhatikan daya tamping dan volume sampah domestik dan non domestik dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur serta berada pada jarak aman yang tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

(8)

III-8

3.1.2.2 Arahan RTRW Provinsi Jawa Barat dan RTRW Kabupaten/Kota

A. Kebijakan dan strategi penataan ruang Provinsi Jawa Barat

1. Kebijakan dan Strategis Perencanaan Tata Ruang

Kebijakan dan strategi perencanaan tata ruang, terdiri dari :

a. Penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang yang dilakukan dengan pendekatan partisipatif dengan strategi meningkatkan peran kelembagaan dan peranserta masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

b. Peninjauan kembali RTRWP dapat dilakukan 5 (lima) tahun sekali. Dengan strategi :  Menjadikan RTRWP Jawa Barat sebagai acuan bagi perencanaan sektoral dan

wilayah

 Menyusun kesepakatan RTRWP dengan RTRW Provinsi yang berbatasan.

c. Tindaklanjut RTRWP ke dalam rencana yang lebih terperinci dengan strategi menyusun rencana tata ruang Kawasan Strategis Provinsi.

d. Penyelarasan RTRW Kabupaten/Kota dengan subtansi RTRWP dengan strategi menyelaraskan RTRW Kabupaten/Kota dengan RTRWP.

2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah

Kebijakan dan strategi pengembangan wilayah terdiri dari :

a. Pembagian 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP) dengan strategi :  menetapkan konsep pemerataan pengembangan wilayah; dan  menetapkan tema, fokus dan rencana pengembangan di setiap WP. b. Pengembangan Wilayah melalui keterkaitan fungsional antar WP.

c. Kawasan yang terletak di bagian utara provinsi, mencakup WP Bodebekpunjur dan sebagian WP Purwasuka, WP KK Cekungan Bandung, dan WP Ciayumajakuning, menjadi kawasan yang dikendalikan perkembangannya. Strategi mengendalikan pengembangan wilayah :

 memenuhi kebutuhan pelayanan perkotaan yang berdaya saing dan ramah lingkungan;

 membatasi kegiatan perkotaan yang membutuhkan lahan luas dan potensial menyebabkan alih fungsi kawasan lindung dan lahan sawah;

 menerapkan kebijakan yang ketat untuk kegiatan perkotaan yang menarik arus migrasi masuk tinggi;

 mengembangkan sistem transportasi massal;

 meningkatkan koordinasi dan kerjasama antarprovinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di KSN; dan

 mengembangkan mekanisme pembagian peran (role sharing) terutama dengan provinsi yang berbatasan dalam pengelolaan kawasan lindung berbasis DAS danpemanfaatan sumberdaya alam.

d. Kawasan yang terletak di bagian timur provinsi, mencakup sebagian WP Ciayumajakuning, WP KK Cekungan Bandung dan WP Priangan Timur-Pangandaran, ditetapkan sebagai kawasan yang didorong perkembangannya.Strategi mendorong pengembangan wilayah, meliputi :

 memprioritaskan investasi untuk mengembangkan kawasan sesuai dengan arahan RTRWP;

(9)

 mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian, kelautan dan perikanan, pariwisata, industri dan perdagangan/jasa;

 memprioritaskan pengembangan infrastruktur wilayah;

 menjamin ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana permukiman yang memadai, terutama di wilayah perbatasan; dan

 meningkatkan koordinasi dan kerjasama antarprovinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di wilayah perbatasan.

e. Kawasan yang terletak di bagian selatan provinsi, meliputi sebagian WP KK Cekungan Bandung, WP Sukabumi dan sekitarnya serta WP Priangan Timur-Pangandaran, ditetapkan menjadi kawasan yang dibatasi perkembangannya. Strategi membatasi pengembangan wilayah, meliputi :

 mempertahankan dan menjaga kelestarian kawasan lindung yang telah ditetapkan;  meningkatkan produktivitas lahan dan aktivitas budidaya secara optimal dengan

tetap memperhatikan fungsi lindung yang telah ditetapkan;  meningkatkan akses menuju dan keluar kawasan;

 meningkatkan sarana dan prasarana permukiman terutama di wilayah perbatasan;  meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar provinsi dalam mewujudkan

kesetaraan peran dan fungsi di KSN; dan

 mengembangkan mekanisme pembagian peran (role sharing) terutama dengan provinsi yang berbatasan dalam pengelolaan kawasan lindung berbasis DAS. f. Kawasan yang terletak di bagian barat provinsi, meliputi sebagian WP Bodebekpunjur,

WP KK Cekungan Bandung dan WP Sukabumi dan sekitarnya, ditetapkan menjadi kawasan yang ditingkatkan perkembangannya. Strategi meningkatkan pengembangan wilayah, meliputi :

 mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian, kelautan dan perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan/jasa;

 memprioritaskan pengembangan infrastruktur wilayah;  mengembangkan sistem transportasi massal;

 menjamin ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana permukiman yang memadai, terutama di wilayah perbatasan; dan

 meningkatkan koordinasi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di wilayah perbatasan.

Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, terdiri dari :

1) Pemantapan peran perkotaan di Jawa Barat sesuai fungsi yang telah ditetapkan, yaitu Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Nasional–sistem Provinsi (PKNp), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Wilayah–sistem Provinsi (PKWp), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dengan strategi :

 Meningkatkan peran PKN sebagai pusat koleksi dan distribusi skala internasional, nasional atau beberapa provinsi.

 Mengembangkan kegiatan ekonomi di bagian timur dengan orientasi pergerakan ke arah Cirebon.

(10)

III-10

 Meningkatkan peran kawasan perkotaan di Jawa Barat bagian Selatan menjadi PKNp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa provinsi.

 Meningkatkan peran PKW sebagai penghubung pergerakan dari PKL ke PKN terdek at melalui pengembangan prasarana dan permukiman yang dapat memfasilitasi kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya.

 Meningkatkan peran kawasan perkotaan di Jawa Barat bagian Timur dan Selatan menjadi PKWp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan provinsi atau beberapa Kabupaten/Kota.

 Meningkatkan peran PKL perkotaan sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan.

 Meningkatkan peran PKL perdesaan sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan.

2) Pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsi kegiatan dominannya, dengan strategi :

 Mengendalikan mobilitas dan migrasi masuk terutama ke wilayah pusat pertumbuhan.  Mengendalikan pertumbuhan permukiman skala besar dan mendorong pengembangan

permukiman vertikal di kawasan padat penduduk, antara lain di kawasan perkotaan Bodebek dan kawasan perkotaan Bandung Raya.

 Mengendalikan pertumbuhan kawasan permukiman skala besar dan mendorong permukiman vertikal di Kawasan Pantura untuk mengurangi kecenderungan alih fungsi lahan sawah.

 Mengendalikan perkembangan kegiatan industri manufaktur dan kawasan permukiman skala besar di koridor Bodebek-Cikampek-Bandung.

3) Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara serta wilayah yang berada di antara wilayah utara dan selatan untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan dengan strategi:

 Menetapan WP Bodebekpunjur, WP Purwasuka, WP Ciayumajakuning, dan WP KK Cekungan Bandung.

 Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan ekonomi wilayah belakangnya (hinterland).

 Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan PKL untuk mendukung klaster perekonomian di WP, melalui penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas sesuai standar pelayanan minimal.

4) Pengendalian dan pengembangan sistem kota di wilayah selatan sesuai daya dukungnya. Dengan strategi :

 Menetapkan WP Sukabumi dan sekitarnya serta WP Priangan Timur-Pangandaran;  Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan ekonomi; dan

 Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan PKL untuk mendukung klaster perekonomian di WP, melalui penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas sesuai standar pelayanan minimal.

(11)

5) Penataan dan pengembangan sistem prasarana wilayah yang dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong pengembangan wilayah untukterwujudnya sistem kota di Jawa Barat, dengan strategi :

 Mengembangkan dan peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana wilayah untuk mendukung pergerakan di sepanjang koridor kawasan perkotaan Bandung Raya - Cirebon, dan kawasan perkotaan Pangandaran ke arah Cirebon.

 Mengembangkan sistem angkutan umum massal di kawasan Perkotaan Bodebek, kawasan Perkotaan Bandung Raya, dan Cirebon untuk mengurangi masalah transportasi perkotaan.  Realisasi rencana pengembangan pelabuhan laut Internasional Cirebon dan Bandara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka, untuk memantapkan peran kawasan perkotaan Cirebon dan mengurangi intensitas kegiatan di Kawasan Perkotaan Bodebek dan Kawasan Perkotaan Bandung Raya.

 Meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan prasarana serta fasilitas pendukung kegiatan perkotaan dan perdesaan pada WP.

 Mengembangkan sistem energi dan kelistrikan yang dapat memantapkan fungsi PKW, PKWp, PKL perkotaan, dan PKL perdesaan.

 Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana sumber daya air berbasis DAS untuk menunjang kegiatan perkotaan dan pertanian.

 Mengembangkan sistem Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) regional sesuai dengan proyeksi pertumbuhan penduduk, perkembangan kegiatan perkotaan dan ekonomi.

 Mengembangkan sistem telekomunikasi yang merata terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi yang dikembangkan di PKL perkotaan, PKL perdesaan, PKW, dan PKWp.

 Meningkatkan pelayanan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan budaya terutama di PKL perkotaan dan PKL perdesaan, untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk serta mengurangi mobilitas dan migrasi ke pusat kegiatan di PKN dan PKW.

6) Pendorong terlaksananya peran WP dan KSP dalam mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan sebaran penduduk, dengan strategi :

 Menentukan fungsi setiap WP agar terjadi sinergitas pembangunan.

 Menentukan arah pengembangan wilayah sesuai potensi dan kendala di setiap WP.  Optimalisasi fungsi PKW dan PKL dalam setiap WP.

 Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana untuk mendukung mobilitas dan pemenuhan kebutuhan dasar di dalam WP.

Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi :

1) Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung, meliputi : a. Pencapaian luas kawasan lindung sebesar 45% dengan strategi :

 meningkatkan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan hutan;  memulihkan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi;

 Alih fungsi secara bertahap kawasan hutan cadangan dan hutan produksi terbatas menjadi hutan lindung; dan

 Membatasipengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang mendorong alih fungsi kawasan lindung.

(12)

III-12

 menetapkan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS).

b. Menjaga dan meningkatkan kualitas kawasan lindung dengan strategi :

 Optimalisasi pendayagunaan kawasan lindung hutan dan non hutan melalui jasa lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

 Pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan pada kawasan lindung;

 Pencegahan kerusakan lingkungan akibat kegiatan budidaya;  Rehabilitasi lahan kritis di kawasan lindung; dan

 Penyusunan arahan insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi dalam hal alih fungsi dan/atau penerbitan izin pembangunan dan/atau kegiatan di dalam kawasan lindung. 2) Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya meliputi :

a. Mempertahankan lahan sawah berkelanjutan serta peningkatan produktivitas pertanianguna menjaga ketahanan pangan Jawa Barat dan nasional, dengan strategi :  Pengukuhan kawasan pertanian berlahan basah dan beririgasi teknis sebagai kawasan

lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya lainnya;

 Revitalisasi dan rehabilitasi jaringan irigasi teknis yang tidak berfungsi optimal untuk menjaga keberlangsungan pasokan air bagi lahan sawah;

 Pemeliharaan jaringan irigasi teknis dan setengah teknis melalui kerjasama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat;  Peningkatan produktivitas lahan sawah tadah hujan;

 Peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan dengan sistem pola tanam yang mendukung pelestarian unsur hara dan kesuburan tanah, serta disesuaikan dengan perubahan iklim global;

 Stabilisasi pasokan dan harga sarana produksi pertanian serta harga jual gabah untuk mempertahankan pertanian tanaman pangan; dan

 Penyusunan dan penetapan pedoman pengendalian alih fungsi lahan sawah berkelanjutan.

b. Mendorong pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau kecil dengan pendekatan keterpaduan ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pembangunan berkelanjutan, dengan strategi :

 Penyiapan pranata pengelolaan pesisir, laut dan pulau kecil .  Penetapan batas zonasi laut.

 Rehabilitasi kawasan pelestarian ekologi pesisir dan pulau kecil serta kawasan perlindungan bencana pesisir.

 Pengembangan perikanan budidayadan pemanfaatan hutan bakau secara lestari dan terpadu.

 Pengembangan perikanan tangkap.

 Pengendalian eksploitasi barang muatan kapal tenggelam.  Pengendalian pencemaran di kawasan pesisir dan laut.

(13)

 Pengendalian penguasaan tanah timbul oleh masyarakat dan/atau kelompok masyarakat.

c. Optimalisasi potensi lahan budidaya dan sumberdaya alam guna mendorong pertumbuhan sosial ekonomi di wilayah yang belum berkembang karena keterbatasan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan strategi :

 Peningkatan aksesibilitas dan mobilitas serta pengembangan ekonomi di kawasan budidaya wilayah tertinggal;

 Peningkatan akses kawasan budidaya ke jaringan arteri primer dan kolektor primer;  Peningkatan sarana dan prasarana pendukung di pusat kegiatan lokal perkotaan dan

perdesaan; dan

 Peningkatan produktivitas dan komoditas unggulan serta pengembangan keterkaitan hulu dan hilir.

d. Mengutamakan pembangunan hunian vertikal pada kawasan permukiman perkotaan guna optimalisasi dan efisiensi ruang budidaya yang semakin terbatas, terutama pada kawasan yang perlu dikendalikan perkembangannya dengan strategi :

 Penyediaan lingkungan siap bangun untuk pembangunan hunian vertikal di perkotaan dengan peran swasta dan masyarakat.

 Pembangunan rumah susun bersubsidi bagi golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di kawasan perkotaan.

 Revitalisasi kawasan permukiman kumuh perkotaan menjadi kawasan hunian vertikal.  Pemanfaatan hunian vertikal bagi golongan menengah ke atas di perkotaan.

 Sosialisasiperubahan persepsi dan budaya masyarakat untuk dapat beradaptasi dengan pola hidup pada hunian vertikal.

e. Mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan Negara dengan strategi :

 Menetapkan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi khusus Pertahanan dan Keamanan.

 Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar Kawasan Strategis Nasional untuk menjaga fungsi Pertahanan dan Keamanan.

 Mengembangkan Kawasan Lindung dan/atau Kawasan budidaya tidak terbangun disekitar Kawasan Strategis Nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun.

 Turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan/TNI

Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri dari :

1) Pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan kepada arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan pemberi an insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi;

2) Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang; 3) Pemberian izin pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan Kabupaten/Kota berpedoman

pada RTRWP; dan

4) Pemberian izin pemanfaatan ruang oleh Kabupaten/Kota yang berdampak besar dan/atau menyangkut kepentingan nasional dan/atau provinsi, dikoordinasikan dengan Gubernur. Strategi pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui penyelenggaraan k oordinasi penataan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(14)

III-14

Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Jawa Barat, meliputi :

1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

Sistem perkotaan di Provinsi Jawa Barat terdiri atas :

a. penetapan Kawasan Perkotaan Bodebek, Kawasan Perkotaan Bandung Raya, dan Cirebon sebagai PKN, dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala internasional, nasional atau beberapa provinsi;

b. penetapan Pangandaran dan Palabuhanratu sebagai PKNp, yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa provinsi;

c. penetapan Kota Sukabumi, Palabuhanratu, Cikampek-Cikopo, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan Pangandaran sebagai PKW, dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala nasional;

d. penetapan Kota Banjar dan Rancabuaya sebagai PKWp, yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan provinsi atau beberapa kabupaten/kota;

e. penetapan kawasan Cikarang, Cibinong, Cimanggis, Cibadak, Cianjur, Sindangbarang, Purwakarta, Karawang, Soreang, Padalarang, Sumedang, Pamanukan, Subang, Jalan Cagak, Jatibarang, Sumber, Majalengka, Kuningan, Garut, Pameungpeuk, Singaparna, Ciamis dan Banjarsari sebagai PKL Perkotaan, dengan wilayah pelayanan kabupaten/kota dan beberapa kecamatan; dan

f. penetapan Jampang Kulon, Sagaranten, Jampang Tengah, Sukanagara, Wanayasa, Plered, Rengasdengklok, Cilamaya, Ciwidey, Banjaran, Majalaya, Ciparay, Cicalengka, Rancaekek, Cilengkrang, Cililin, Ngamprah, Cisarua, Lembang, Tanjungsari, Wado, Tomo, Conggeang, Ciasem, Pagaden, Kalijati, Pusakanagara, Karangampel, Kandanghaur, Patrol, Gantar, Arjawinangun, Palimanan, Lemahabang, Ciledug, Kertajati, Jatiwangi, Rajagaluh, Cikijing, Talaga, Cilimus, Ciawigebang, Luragung, Kadugede, Cikajang, Bungbulang, Karangnunggal, Kawali, Cijeungjing, Cikoneng, Rancah, Panjalu, Pamarican dan Cijulang sebagai PKL Perdesaan, dengan wilayah pelayanan kabupaten/kota dan beberapa kecamatan.

2. Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Tujuan pengembangan infrastruktur wilayah adalah untuk menyediakan infrastruktur wilayah yang mampu mendukung aktivitas ekonomi, sosial dan budaya melalui :

a. penyediaan infrastruktur jalan dan perhubungan yang handal dan terintegrasi untuk mendukung tumbuhnya pusat pertumbuhan;

b. penyediaan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi yang handal berbasis DAS untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air serta pengendalian daya rusak air;

c. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur energi dan kelistrikan; d. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur telekomunikasi; dan e. peningkatan penyediaan infrastruktur permukiman.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah di Provinsi Jawa Barat, meliputi : a. pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan;

b. pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi berbasis DAS; c. pengembangan infrastruktur energi dan kelistrikan;

(15)

e. pengembangan infrastruktur permukiman, yang terdiri atas:  pengembangan hunian vertikal di perkotaan;

 pengembangan kawasan siap bangun atau lingkungan siap bangun di perkotaan;  peningkatan pelayanan sistem air minum;

 pengelolaan air limbah dan drainase;  pengelolaan persampahan;

 peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh;  pembangunan kawasan dan sarana olahraga;

 pembangunan pusat kebudayaan;  pembangunan rumah sakit;

 pembangunan pasar induk regional;

 pengembangan/pembangunan home industry;  peningkatan prasarana dasar permukiman perdesaan;  peningkatan dan pembangunan pusatkegiatan belajar; dan

 pembangunan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pembantu.

Rencana pola ruang kawasan lindung provinsi, meliputi :

a. menetapkan kawasan lindung provinsi sebesar 45% dari luas seluruh wilayah daerah yang meliputi kawasan lindung berupa kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan, yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2018;

b. mempertahankan kawasan hutan minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS);

c. mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrorologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air; dan

d. mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

Kawasan lindung, terdiri dari :

A. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, terdiri atas:

1. Kawasan hutan yang berfungsi lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) terletak di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, Kawasan Bandung Utara, Kawasan Bandung Selatan, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Kuningan; dan

2. Kawasan resapan air, tersebar di Kabupaten/Kota. B. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat, meliputi : 1. sempadan pantai;

2. sempadan sungai;

3. kawasan sekitar waduk dan danau/situ; 4. kawasan sekitar mata air; dan

5. RTH di Kawasan Perkotaan.

(16)

III-16

1. Sempadan pantai, terletak di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis;

2. Sempadan sungai, terletak di seluruh DAS;

3. Kawasan sekitar waduk dan danau/situ yang meliputi :

a. Waduk Ir. H. Juanda-Jatiluhur, terletak di Kabupaten Purwakarta;

b. Waduk Cirata, terletak di Kabupaten Purwakarta-Cianjur- Bandung Barat;

c. Waduk Cileunca, Waduk Cipanunjang, dan Situ Sipatahunan, terletak di Kabupaten Bandung;

d. Waduk Saguling, Situ Ciburuy, dan Situ Lembang, terletak di Kabupaten Bandung Barat; e. Situ Gede, Waduk Pongkor, Situ Kemang, Waduk Lido dan Waduk Cikaret, terletak di

Kabupaten Bogor;

f. Waduk Darma, Waduk Wulukut dan Waduk Dadap Berendung, terletak di Kabupaten Kuningan;

g. Waduk Sedong dan Situ Patok, terletak di Kabupaten Cirebon; h. Waduk Cipancuh dan Situ Bolang, terletak di Kabupaten Indramayu;

i. Waduk Sindang Pano, Waduk Sangyang, Situ Anggrarahan dan Situ Rancabeureum, terletak di Kabupaten Majalengka;

j. Waduk Jatigede, terletak di Kabupaten Sumedang; k. Waduk Cibeureum, terletak di Kabupaten Bekasi; l. Situ Kamojang, terletak di Kabupaten Karawang; m.Situ Bagendit, terletak di Kabupaten Garut; n. Situ Gede, terletak di Kota Tasikmalaya; dan o. Situ Bojongsari, terletak di Kota Depok.

4. Kawasan sekitar mata air, tersebar di Kabupaten/Kota; danRTH di Kawasan Perkotaan, tersebar di Kabupaten/Kota.

Kawasan pelestarian alam, meliputi :

3) Kawasan taman nasional yang meliputi :

a. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, terletak di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor;

b. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, terletak di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor; dan

c. Taman Nasional Gunung Ciremai, terletak di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka.

4) Taman hutan raya yang meliputi :

 Taman Hutan Raya Ir. H Juanda, terletak di Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat;

 Taman Hutan Raya Pancoran Mas, terletak di Kota Depok; 2) Taman wisata alam.

Kawasan Budidaya Provinsi, terdiri atas :

Kawasan pertanian pangan, ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;

(17)

2. terutama berlokasi di lahan beririgasi teknis; dan

3. memiliki kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan hortikultura dan memperhatikan aspek penetapan kawasan hortikultura sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Pengembangan kawasan pertanian pangan diarahkan untuk : 1. mempertahankan kawasan pertanian pangan irigasi teknis; 2. mendukung ketahanan pangan provinsi dan nasional;

3. meningkatkan produktivitas melalui pola intensifikasi, diversifikasi, dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi tanah dan perubahan iklim;

4. ditunjang dengan pengembangan infrastruktur sumberdaya air yang mampu menjamin ketersediaan air;

5. meningkatkan kesejahteraan petani dandan pemanfaatan lahan yang lestari.

Kawasan pertanian pangan irigasi teknis, tersebar di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan, ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. pengembangan permukiman perkotaan di kawasan rawan bencana alam dan bencana alam geologi, dilaksanakan dengan persyaratan teknis;

2. berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana gunung api; 3. memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan;

4. memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung; dan

5. sesuai kriteria teknis kawasan peruntukan permukiman yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan untuk :

1. mengembangkan kawasan permukiman vertikal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi;

2. kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi, mencakup kawasan perkotaan yang menjadi kota inti PKN;

3. mengendalikan kawasan permukiman horizontal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah, termasuk kota mandiri dan kota satelit; dan

4. kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah, mencakup kawasan perkotaan selain yang berfungsi sebagai kota inti PKN.

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan, diarahkan pada pengembangan ruang permukiman horisontal dengan mempertimbangkan kegiatan dalam kawasan perdesaan, mencakup kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pengelolaan sumberdaya alam, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Ruang Terbuka Hijau (RTH), Komponen RTH yang termasuk dalam kawasan budidaya, terdiri atas :

1. RTH privat, meliputi :

a. pekarangan rumah tinggal;

(18)

III-18

c. taman dan taman di atap bangunan (roof garden); dan d. lapangan olahraga.

2. RTH publik, meliputi :

a. RTH taman dan hutan kota, meliputi :

1) taman RT, taman RW, taman kelurahan dan taman kecamatan; 2) taman kota;

3) hutan kota; dan

4) sabuk hijau (green belt). b. RTH jalur hijau jalan, meliputi :

1) pulau jalan dan median jalan; 2) jalur pejalan kaki; dan

3) ruang di bawah jalan layang. c. RTH fungsi tertentu, meliputi :

1) RTH sempadan rel kereta api;

2) jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi; 3) RTH sempadan sungai;

4) RTH sempadan pantai;

5) RTH pengamanan sumber air baku/mata air; 6) lapangan olahraga; dan

7) Taman Pemakaman. Pengembangan RTH, meliputi :

1. pengembangan luasan RTH paling sedikit 30% dari luasan kawasan perkotaan, meliputi RTH privat seluas 10% dan RTH publik seluas 20%; dan

2. penegasan dan perlindungan kawasan yang termasuk ke dalam RTH.

B. Wilayah Pengembangan BODEBEKPUNJUR

Sektor unggulan yang dapat dikembangkan di WP Bodebekpunjur, meliputi pariwisata, industri manufaktur, perikanan, perdagangan, jasa, pertambangan, agribisnis dan agrowisata. Fokus pengembangan WP Bodebekpunjur, meliputi :

1. Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi, diarahkan sebagai kota terdepan yang berbatasan dengan ibukota negara yang merupakan bagian dari pengembangan KSN Jabodetabekpunjur untuk mendorong pengembangan PKN kawasan perkotaan Jabodetabek, menjadi simpul pelayanan dan jasa perkotaan, serta mengembangkan sektor perdagangan, jasa dan industri padat tenaga kerja;

2. Kabupaten Bogor dan Bekasi, diarahkan menjadi kawasan penyangga dalam sistem PKN kawasan perkotaan Jabodetabek, serta untuk mengembangkan sektor industri ramah lingkungan dan hemat penggunaan air tanah, serta kegiatan pertambangan mineral logam dan non logam untuk mendukung pembangunan di Bodebekpunjur; dan

3. Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, diarahkan pada kegiatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan lindung di KSN Jabodetabekpunjur.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah di WP Bodebekpunjur, terdiri atas : 1. Pengembangan infrastruktur jalan, meliputi :

(19)

a. Pembangunan jalan tol Bogor Ring Road, Depok-Antasari, Jagorawi-Cinere, Cimanggis-Cibitung, Cikarang-Tanjungpriok, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu dan Serpong-Cinere; b. Pembangunan jalan lingkar Leuwiliang di Kabupaten Bogor; dan

c. Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis. 2. Pengembangan infrastruktur perhubungan, meliputi :

a. Pengembangan Pelabuhan Lautdi Kabupaten Bekasi;

b. Pembangunan dan penyelenggaraan terminal tipe A di Kota Bogor, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok;

c. Peningkatan/ Pembangunan rel ganda KA Perkotaan Cikarang (lintas Manggarai-Jatinegara-Bekasi);

d. Peningkatan rel ganda KA Perkotaan Parung Panjang-Tenjo; e. Pengembangan KA Perkotaan Jabodetabek;

f. Peningkatan jalur KA Antar Kota Bogor-Sukabumi;

g. Pembangunan shortcut jalur KA Perkotaan Parung Panjang-Citayam; h. Optimalisasi fungsi Pangkalan Udara Atang Sanjaya di Kabupaten Bogor; i. Pengembangan angkutan massal perkotaan; dan

j. Peningkatan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. 3. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air, meliputi :

a. Pembangunan Waduk Ciawi, Narogong, Genteng, Sodong, Tanjung, Parung Badak, Cijuray, dan Cidurian di Kabupaten Bogor dan Waduk Limo di Kota Depok;

b. Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ; c. Pengembangan infrastruktur pengendali banjir; dan d. Peningkatan kondisi jaringan irigasi.

4. Pengembangan infrastruktur energi, meliputi :

a. Pengembangan lapangan panas bumi eksisting di lapangan panas bumi Awi Bengkok dan Gunung Salak di Kabupaten Bogor;

b. Pengembangan prospek panas bumi di lapangan panas bumi Ci seeng dan Gunung Pancar di Kabupaten Bogor, serta lapangan panas bumi Gunung Gede -Pangrango di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur;

c. Pengembangan pemanfaatan sampah sebagai energi di TPA di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Depok;

d. Pengembangan pipanisasi gas regional dan gas kota di Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi;

e. Pengembangan pemanfaatan energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energi angin dan bio-energi;

f. Pengembangan pemanfaatan gas alam di Kabupaten Bekasi (SPPBE, LNG Terminal, PLTG, dan LPG plant); dan

g. Pengembangan desa mandiri energi.

5. Pengembangan infrastruktur permukiman, terdiri atas : a. Pengembangan permukiman perkotaan meliputi :

1) Pengembangan hunian vertikal di Kawasan Perkotaan Bodebek; 2) Pengembangan kawasan siap bangun atau lingkungan siap bangun;

(20)

III-20

3) Peningkatan ketersediaan air bersih perkotaan dan pengembangan Instalasi Pengolahan Air (IPA)/Water Treatment Plant (WTP) di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor; 4) Pengembangan pengolahan air limbah yang memperhatikan baku mutu limbah cair dan

merupakan sistem yang terpisah dari pengelolaan air limbah industri secara terpusat, terutama pada kawasan perumahan padat, pusat bisnis dan sentra industri;

5) Penataan jaringan drainase perkotaan;

6) Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Nambo dengan cakupan pelayanan untuk wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok; 7) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh di Kota Depok dan Kota Bekasi; 8) Pembangunan kawasan olahraga terpadu di PKN, PKW dan pembangunan sarana

olahraga di PKL;

9) Pembangunan Rumah Sakit Tipe A di PKN, Rumah Sakit Tipe B di PKW dan Rumah Sakit Tipe C di PKL;

10) Pembangunan pusat kebudayaan di PKN dan PKW;

11) Pengendalian permukiman di kawasan Puncak untuk mendukung fungsi konservasi kawasan; dan

12) Pembangunan Pasar Induk Regional di Kabupaten Bogor. b. Pengembangan permukiman perdesaan, meliputi :

1) Peningkatan infrastruktur dasar permukiman di desa tertinggal, desa terpencil, permukiman kumuh nelayan, desa di kawasan perbatasan dengan Provinsi Banten dan DKI, serta kawasan rawan bencana;

2) Penataan kawasan permukiman perdesaan dengan prinsip konservasi dan pengelolaan bencana;

3) Pembangunan sarana olahraga dan pusat kegiatan belajar; dan 4) Pembangunan Puskesmas.

6. Optimalisasi Kawasan Industri, meliputi :

a. Kawasan Industri MM2100, terletak di Cibitung Kabupaten Bekasi;

b. Kawasan Industri EJIP (NEGAI), terletak di Cikarang, Cibarusah Kabupaten Bekasi; c. Kawasan Industri Internasional Bekasi, terletak di Desa Sukaresmi, Kabupaten Bekasi; d. Kawasan Industri Jababeka terletak di Cikarang, Kabupaten Bekasi;

e. Kawasan Industri Lippo Cikarang, terletak di Cikarang, Kabupaten Bekasi;

f. Kawasan Industri Patria Manunggal Jaya, terletak di Cikarang, Kabupaten Bekasi; g. Kawasan Industri Gobel, terletak di Cibitung, Kabupaten Bekasi;

h. Pusat Kawasan Industri dan Pergudangan Bertaraf Internasional Marunda, terletak di Kabupaten Bekasi;

i. Kawasan Industri Sentul, terletak di Kabupaten Bogor; dan

j. Pusat Kawasan Industri Cibinong, terletak di Citeureup-Cileungsi-Klapanunggal-Gunungputri, Kabupaten Bogor.

Arahan Menurut RTRW Kota Depok

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Depok No 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok Tahun 2012-2032. Tujuan penataan ruang wilayah kota Depok adalah mewujudkan kota pendidikan, perdagangan dan jasa yang nyaman, religius dan berkelanjutan. Dalam mewujudkan tujuan penataan ruang, perlu ditetapkan kebijakan penataan ruang. Kebijakan

(21)

dan strategi penataan ruang wilayah Kota Depok dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, meliputi :

a. pengembangan pusat-pusat pelayanan yang berhirarki yang memperkuat kegiatan pendidikan, perdagangan dan jasa berskala regional, dengan strategi:

 menetapkan hirarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;

 mengatur hirarki dan distribusí wilayah pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal hingga skala regional;

 mengoptimalkan pengembangan kawasan pendidikan tinggi yang sudah ada dan berskala nasional hingga internacional dan menjadi pusat riset dan inovasi teknologi ; dan

 mengembangkan kawasan pendidikan terpadu yang terintegrasi dengan kawasan Sentra Niaga dan Budaya (SNADA).

b. pengembangan sistem jaringan prasarana perkotaan yang terdistribusi secara hirarkis, dengan strategi :

 mengembangkan dan menyeimbangkan aksesibilitas menuju pusat-pusat pelayanan di seluruh wilayah kota;

 menata dan mengembangkan sistem transportasi perkotaan berbasis terminal, angkutan jalan, kendaraan, parkir, dan jaringan jalan untuk pejalan kaki;

 memfasilitasi upaya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kereta api;

 memfasilitasi upaya peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan listrik dan gas;

 mengembangkan jaringan telekomunikasi yang mendukung pengembangan cyber city;

 mengelola dan mengembangkan jaringan sumber daya air;

 menata dan meningkatkan kualitas dan kapasitas jaringan drainase;

 mengembangkan sistem jaringan air minum;

 mengembangkan jaringan dan pelayanan pengolahan limbah secara terpadu;

 meningkatkan sistem pengelolaan sampahmelalui pemanfaatan pelayanan regional maupun lokal;

 menyediakan jalur evakuasi bencana yang mudah diakses oleh masyarakat; dan

 mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk mengurangi terjadinya kebakaran.

c. pengembangan infrastruktur yang mendukung pengembangan kegiatan pendidikan, perdagangan dan jasa, dengan strategi :

 meningkatkan aksesibilitas dari dan menuju kawasan pendidikan, perdagangan dan jasa dengan mengoptimalkan sistema angkutan umum massal; dan

 mengembangkan jaringan infrastruktur terpadu di kawasan pendidikan, riset dan inovasi teknologi, serta perdagangan jasa.

2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi : a. kebijakan pengembangan kawasan lindung, meliputi :

1) peningkatan pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung, dengan strategi :

 mempertahankan kawasan yang berfungsi lindung yang belum berubah fungsi;

 mengembalikan fungsi kawasan yang berfungsi lindung yang telah berubah fungsi; dan

(22)

III-22

2) peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang proporsional di seluruh wilayah kota, dengan strategi :

 mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang telah ada;

 mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi;

 meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau melalui pengadaan tanah untuk kepentingan umum; dan

 mengembangkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau.

3) peningkatan kerjasama dan pembagian peran dengan provinsi atau Kabupaten/Kota lain yang berbatasan untuk pengelolaan lindung berbasis Daerah Aliran Sungai, dengan strategi :

 menyusun kerjasama dengan perguruan tinggi; dan

 menyusun kerjasama dengan wilayah perbatasan. b. kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi :

1) pengembangan kawasan pendidikan, perdagangan dan jasa dalam mendukung kesetaraan fungsi di PKN Jabodetabekpunjur, dengan strategi :

 mengoptimalkan pengembangan dan penataan kawasan pendidikan tinggi berskala nasional maupun internasional yang sudah ada sebagai pusat kegiatan riset dan inovasi teknologi;

 mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa berskala regional;

 mengarahkan pengembangan pusat perdagangan dan jasa baru ke wilayah Kota Depok bagian selatan, barat dan timur;

 menata perkembangan pusat perdagangan dan jasa di wilayah pusat Kota Depok;

 mengembangkan kawasan pendidikan terpadu yang terintegrasi dengan kawasan SNADA di wilayah selatan Kota Depok;

 mewajibkan penyediaan parkir dan prasarana yang memadai bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa;

 merevitalisasi kawasan pasar yang tidak tertata dan/atau menurun kualitas pelayanannya; dan

 mengarahkan sistem pusat perdagangan dan jasa yang terintegrasi, melalui pendekatan superblok atau penggunaan campuran di kawasan yang telah didominasi oleh kegiatan perdagangan/komersial.

2) pengelolaan pertumbuhan kawasan budi daya untuk membentuk ruang kota yang kompak dan efisien dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan strategi :

 mempertahankankawasan terbangun berkepadatan rendah di sebagian wilayah kota;

 mengendalikan perkembangan kawasan pusat kota;

 mengoptimalkan perkembangan subpusat kota;

 mengelola perkembangan kegiatan industri;

 mengendalikan jenis pemanfaatan ruang yang dapat dikembangkan sesuai daya dukung dan daya tampung;

 memfasilitasi pertumbuhan kawasan perumahan secara vertikal;

(23)

terkendali;

 membatasi pemanfaatan air tanah untuk kegiatan budidaya; dan

 mewujudkan dan mengembangkan cyber city.

3) penyediaan fasilitas keagamaan dalam setiap kegiatan pemanfaatan ruang. 4) peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara.

3. Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis, meliputi pengembangan kawasan strategis kota melalui kebijakan penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi, kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya dan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, dengan strategi :

a. menata kawasan agar tercapai penggunaan infrastruktur kawasan secara efisien; b. menata kawasan agar menjadi identitas khas jatidiri kota; dan

c. menata kawasan agar terjaga fungsi ekologis lingkungan kota.

1) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Depok

Rencana struktur ruang wilayah Kota Depok, meliputi : a. Pengembangan sistem pusat pelayanan kegiatan kota; b. Sistem jaringan prasarana utama wilayah kota; dan c. Sistem jaringan prasarana lainnya.

1. Sistem Pusat Pelayanan Kota, meliputi :

a. pusat pelayanan kota (PPK), meliputi semua kelurahan di Kecamatan Beji; Kelurahan Depok, DepokJaya, Pancoran Mas di Kecamatan Pancoran Mas; Kelurahan Mekarjaya, Tirtajaya di Kecamatan Sukmajaya

b. subpusat pelayanan kota (SPK), terdiri dari :

1) SPK Cinere, yang meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Cinere; seluruh Kelurahan di Kecamatan Limo; dan Kelurahan RangkapanJaya, RangkapanJaya Baru, dan Mampang di Kecamatan Pancoran Mas;

2) SPK Sawangan, yang meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Bojongsari dan seluruh Kelurahan di Kecamatan Sawangan;

3) SPK Cipayung, yang meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Cipayung;

4) SPK Tapos, yang meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Cilodong; Kelurahan Sukmajaya di Kecamatan Sukmajaya; dan Kelurahan Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cimpaeun, Tapos, Leuwinanggung di Kecamatan Tapos;

5) SPK Cimanggis, meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Cimanggis; Kelurahan Cisalak, Baktijaya, Abadijayadi Kecamatan Sukmajaya, dan Kelurahan Sukatani di Kecamatan Tapos; dan

6) pusat lingkungan (PL), meliputi seluruh kelurahan di wilayah Kota Depok. 2. Sistem Jaringan Prasarana Utama Wilayah

Sistem jaringan prasarana utama wilayah Kota Depok meliputi : a. Sistem jaringan transportasi darat, yang meliputi :

 Jaringan jalan;

 Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan

 Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

(24)

III-24  Stasiun Universitas Indonesia di Kelurahan Pondok Cina

 Stasiun Pondok Cina di Kelurahan Pondok Cina;

 Stasiun Depok Baru di Kelurahan Depok;

 Stasiun Citayam di Kelurahan Bojong Pondok Terong; dan

 Depo KRL di Kelurahan Ratu Jaya. 3. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Sistem jaringan prasarana lainnya meliputi : a. sistem Jaringan energi/kelistrikan; b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan prasarana sumber daya air, meliputi : 1) sistem jaringan sumber daya air lintas provinsi; 2) wilayah sungai di wilayah kota;

3) cekungan air tanah (CAT); 4) sistem jaringan irigasi;

5) sistem jaringan air baku untuk air minum, meliputi :

 pembangunan jaringan air minum perpipaan perkotaan melalui sumber air baku dari Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Ciliwung, dan Sungai Cikeas;

 pengembangan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan di kawasan budi daya dari sumber air tanah dan air permukaan;

 pengembangan tampungan air di kawasan budi daya harus terpadu sebagai upaya untuk menambah cadangan air baku daerah; dan

 pengelolaan sumur dalam di Kelurahan Kedaung, Kelurahan Sawangan, Kelurahan Pengasinan, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Jatijajar, Kelurahan Cisalak Pasar, dan Kelurahan Mekarsari.

6) sistem pengendalian banjir. d. infrastruktur perkotaan, meliputi :

1) sistem penyediaan air minum (SPAM) kota, meliputi jaringan air minum perpipaan dan bukan jaringan air minum perpipaan;

2) sistem pengelolaan air limbah kota; 3) sistem persampahan kota;

4) sistem drainase kota;

5) penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki; 6) jalur evakuasi bencana; dan

(25)

Gambar 3. 2Peta Struktur Ruang Kota Depok

(26)

III-26

1) Pengembangan jaringan air minum perpipaanmeliputi :

a. Peningkatan cakupan pelayanan air minum di seluruh wilayah Kota Depok berdasarkan wilayah pelayanan;

b. penambahan kapasitas pengambilan air sesuai dengan arahan penyediaan, pengembangan, konservasi dan penataan kawasan sumber air baku daerah dengan arahan kawasan lindung;

c. pengembangan instalasi pengolahan air (IPA);

d. pemeliharaan secara rutin, peningkatan, dan/atau pembangunan reservoir; e. pengembangan jaringan perpipaan transmisi;

f. pengembangan jaringan perpipaan distribusi primer dan sekunder; g. pemeliharaan sumber-sumber air baku dari pencemaran; dan

h. pengelolaan jaringan air minum melalui alternatif kerjasama antardaerah dan kerjasama pemerintah dan swasta.

2) Sistem pengelolaan air limbahmeliputi :

a. sistem pembuangan air limbah setempat, yang pengembangannya meliputi :

 peningkatan kualitas septic tank;

 peningkatan kualitas pengumpulan/pengangkutan lumpur tinja;

 peningkatan Instalasi Pengolahan Lumpur tinja (IPLT) di Kelurahan Kalimulya; dan

 pengembangan IPLT baru.

b. sistem pembuangan air limbah terpusat yang pengembangannya meliputi :

 pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk kegiatan rumah sakit, industri, rumah tangga, perhotelan, perdagangan, dan kegiatan lain yang menghasilkan limbah;

 pengembangan IPAL skala kawasan secara komunal; dan

 pengembangan pengolahan air limbah dilakukan dengan memperhatikan baku mutu limbah cair dan merupakan sistem yang terpisah dari pengelolaan air limbah industri secara terpusat terutama pada kawasan perumahan padat, pusat bisnis dan sentra industri.

3) Pengembangan sistem persampahan kota mencakup : a. Pengembangan aspek fisik yang meliputi :

 Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo;

 Tempat pemrosesan akhir (TPA);

 Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST);

 Tempat penampungan sementara (TPS);

 Stasiun peralihan antara (SPA); dan

 Angkutan persampahan kota.

b. Pengembangan aspek non fisik yang meliputi :

 pengembangan pengelolaan sampah perkotaan secara terpadu melalui pendekatan 4R (Reuse, Reduce, Recycle, Replace) dengan peningkatan peran masyarakat;

 peningkatan fasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;

(27)

 peningkatan pelayanan pengelolaan sampah melalui sistem pengumpulan sampah sesuai rute pelayanan angkutan sampah;

 pengelolaan sampah melalui alternatif kerjasama antardaerah dan kerjasama pemerintah dan swasta; dan

 pengembangan dan peningkatan peran kelembagaan yang mengelola sistem persampahan.

4) Sistem drainase kota meliputi :

a. Jaringan drainase primer yaitu sungai Ciliwung, sungai Angke, sungai Pesanggrahan, sungai Cipinang, sungai Sunter, dan sungai Krukut.

b. Jaringan drainase sekunder yaitu sungai Prumpung, Jantung, Ciliwing-Katulampa, Gede, Tanah Baru, Sugutamu, Cikumpa, Grogol, Mekarsari, Cipinangag,dan sungai Cisalak.

c. Jaringan drainase tersier yaitu Sungai Laya, Beji, Pladen, Pondok Jaya, Pondok Terong, Bungur, Cinangka, Karet, Suwuk, Cempedak, Sukamaju, Cimanggis, Enggram, Caringin, Bojongsari, Rawa Kalong, dan sungai Cikaret.

5) Sistem Proteksi Kebakaran meliputi : d. pemetaan kawasan resiko kebakaran; e. penerapan jarak antar bangunan;

f. penyediaan sarana dan prasarana pemadam kebakaran; dan g. pemberdayaan peran masyarakat pada kawasan rawan kebakaran.

2) Rencana Pola Ruang

Arahan rencana pola ruang wilayah Kota Depok dibagi dalam rencana kawasan lindung, dan rencana kawasan budidaya dengan luas rencana masing-masing kawasan sebagaimana Tabel 3.1 Sedangkan arah lokasi kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3. 1Luas Rencana Pola Ruang Kota Depok

No. Pola Ruang Luas (Ha)

Kawasan Lindung 2.934,71

1 Si tu / Da nau 137,64

2 Sungai 53,46

3 Ka wa san Resapan Ai r 549,48

4 Sempadan Situ / Danau 179,73

5 Sempadan Sungai 484,77

6 Sempadan infrastruktur (sempadan rel kereta, s empadan jalur pipa gas dan jalur hijau ja ringan listrik tega ngan ti nggi)

443,07

7 Ka wa san lindung lainnya 7,60

8 Rua ng Terbuka Hijau 1.078,96

Kawasan Budidaya 17.094,29

9 Peruma han Kepadatan Ti nggi 591,40

10 Peruma han Kepadatan Sedang 7.691,68 11 Peruma han Kepadatan Rendah 6.533,81 12 Ka wa san Perdagangan dan Jasa 964,18

13 Ka wa san Perkantoran 10,89

14 Ka wa san Peruntukan Industri 327,70

15 Ka wa san Pertanian 529,58

16 Ka wa san Penunjang Pertanian 4,39

(28)

III-28

No. Pola Ruang Luas (Ha)

18 Fa s ilitas Pendidikan 116,05

19 Fa s ilitas Kesehatan 5,78

20 Fa s ilitas Olahraga dan Rekreasi 32,80

21 Fa s ilitas Transportasi 29,30

22 Infra struktur Kota 57,12

Total Luas 20.029,00

Sumber :RTRW Kota Depok, 2012-2032

Tabel 3. 2 Rencana Pengembangan RTH Kota Depok

No. Jenis Fasilitas RTH Eksisting (Ha) Prosentase (%) Rencana (Ha) Prosentase (%) A. RTH PUBLIK 1 RTH ta ma n 294,38 1,47 1.280,85 6,39 2 RTH huta n kota 104,60 0,52 458,47 2,29

3 Ka wa san lindung lainnya 7,60 0,04 7,60 0,04 4 Ja l ur hijau jalan 56,39 0,28 68,49 0,34 5 Sempadan rel kereta 47,24 0,24 47,24 0,24

6 Sempadan situ 179,73 0,90 179,73 0,90

7 Sempadan sungai 484,77 2,42 484,77 2,42

8 Sempadan jalur pipa gas 57,00 0,28 57,00 0,28 9 Ja l ur hijau jaringan listrik

tega ngan ti nggi 338,83 1,69 338,83 1,69 10 La ha n pertanian pangan

berkelanjutan 0,00 0,00 217,17 1,08

11 RTH ta ma n pemakaman 175,48 0,88 429,02 2,14 12 RTH l a pangan olahraga milik

pemerintah 38,62 0,19 247,43 1,24

13 RTH ha laman perkantoran milik

pemerintah 230,89 1,15 243,09 1,21

LUAS RTH PUBLIK 2.015,53 10,06 4.059,69 20,27 B. RTH PRIVAT

14 Peka rangan rumah ti nggal 1.132,89 5,66 2.511,98 12,54 15 RTH ka wasan perdagangan dan

ja s 45,36 0,23 111,56 0,56

16 RTH ka wasan perkantoran 0,74 0,00 12,03 0,06 17 RTH ka wasan industri 76,74 0,38 76,74 0,38 LUAS RTH PRIVAT 1.255,73 6,27 2.712,30 13,54 LUAS TOTAL RTH 3.271,26 16,33 6.771,99 33,81 LUAS KOTA DEPOK 20.029,00

(29)

Gambar 3. 3 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Depok 2012 - 2032

Gambar

Gambar 3. 2 Peta Struktur Ruang Kota Depok
Tabel 3. 1 Luas Rencana  Pola Ruang Kota Depok
Gambar 3. 3 Peta Rencana  Pola Ruang  Wilayah  Kota Depok 2012 - 2032
Gambar 3. 4 Peta Kawasan  Strategis Kota Depok 2012 - 2032
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti yang berkaitan dengan penggunaan teori Utami

antara kemahiran berbicara dan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2013/2014 tergolong

Sistem pembayaran mikro elektronik ini dapat diimplementasikan dengan tiga cara, yaitu dengan sistem berbasis internet, berbasis kartu (smartcard), dan berbasis

Tembung tangan tengen sajrone cuplikan (30) ing ndhuwur nuduhake anane majas kolokasi .Tangan tengen sajrone cuplikan ing ndhuwur digunakake pangripta kanggo

Faizah menyimpulkan bahwa pelaksanaan arisan kurbanoleh jamaah Masjid Al-Munawaroh termasuk akad yang diperbolehkan ( mubah ), karena telah terpenuhinya syarat dan rukun akad.Di

Disetiap jalur pendakian tentunya sudah disertai rambu - rambu yang menunjukkan arahan bagi pendaki gunung agar sesuai jalur yang sudah ditentukan, namun masih

Berdasarkan mata kuliah prasyarat pembelajaran mikro yang terdapat pada program studi pendidikan kimia UIN Walisongo Semarang, peneliti tertarik untuk mengetahui

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan RPP, keterlaksanaan LKS, aktivitas siswa saat diterapkan pembelajaran, hasil belajar siswa dan respons