• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DENGAN MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULIT PADA REMAJA PUTRI ETNIS CINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DENGAN MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULIT PADA REMAJA PUTRI ETNIS CINA"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Frany Chia NIM : 999114135 NIRM : 990051121705120132

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

ABSTRAK ……… xvi

ABSTRACT ……… xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………... 1

B. RUMUSAN MASALAH ………... 8

C. TUJUAN PENELITIAN ………... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ………... 9

BAB II: DASAR TEORI A. CITRA RAGA 1. Pengertian ……….. 10

2. Komponen citra raga ……….. 12

(3)

2. Remaja putri etnis Cina ……….. 26

3. Citra raga pada remaja putri ………. 28

C. MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULIT 1. Pengertian minat ……… 29

1. Pengertian minat membeli ……… 32

2. Aspek-aspek minat membeli ……….... 34

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli ………... 35

4. Produk kosmetika pemutih kulit ………... 40

D. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DENGAN MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULIT PADA REMAJA PUTRI ETNIS CINA ……….. 42

E. HIPOTESIS ………... 45

BAB III : METODOLODI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN ………... 46

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ………... 46

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN ………… 46

(4)

a. Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit …….. 50

b. Skala Citra Raga ……….. 51

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPUL DATA 1. Uji Validitas ……….. 52

2. Uji Reliabilitas ……….. 53

G. METODE ANALISIS DATA ……….. 54

BAB IV : PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian 1. Uji Coba Alat Penelitian ……….. 55

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ………. 56

a. Skala pengukuran minat membeli produk kosmetika pemutih kulit ………. 58

1. Uji kesahihan butir skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit ………. 58

2. Reliabilitas skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit ………. 59

b. Skala pengukuran citra raga ………. 60

1. Uji kesahihan butir skala citra raga ………. 60

2. Reliabilitas skala citra raga ………. 61

(5)

2. Deskripsi Data Penelitian ………. 63

D. ANALISIS HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi ………. 66

a. Uji Normalitas Sebaran ………. 67

b. Uji Linearitas Hubungan ………. 67

2. Uji Hipotesis ………. 68

E. ANALISIS TAMBAHAN ………. 69

F. PEMBAHASAN ………. 70

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ………. 77

B. SARAN ………. 78

(6)

Kosmetika Pemutih Kulit sebelum uji coba ……… 51

Tabel 2. Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Citra Raga sebelum uji coba ……… 52

Tabel 3. Distribusi Butir-butir Pernyataan yang sahih dan gugur Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit setelah uji coba …… 58

Tabel 4. Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit setelah uji coba ……… 59

Tabel 5. Distribusi Butir-butir Pernyataan yang sahih dan gugur Skala Citra Raga setelah uji coba ……… 60

Tabel 6. Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Citra Raga setelah uji coba…. 61 Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian ……… 63

Tabel 8. Mean teoritis, mean empiris dan standar deviasi ……… 63

Tabel 9. Norma kategorisasi skor ……… 65

Tabel 10. Kategorisasi skor minat membeli ……… 65

Tabel 11. Kategorisasi skor citra raga ……… 66

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Sebaran ……… 67

(7)

B. HASIL UJI COBA ……….. 91

C. RELIABILITAS DAN VALIDITAS SKALA UJI COBA ……….. 108

D. SKALA PENELITIAN ……….. 113

E. HASIL PENELITIAN ……….. 120

F. UJI NORMALITAS ……….. 154

G. UJI LINEARITAS ……….. 158

H. UJI KORELASI ……….. 163

I. HASIL KATEGORISASI ……….. 165

J. ANALISIS TAMBAHAN ……….. 169

(8)

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra raga dengan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit pada remaja putri etnis Cina. Latar belakang penelitian ini adalah adanya penelitian yang menyatakan bahwa banyak sekali orang, terutama wanita yang menginginkan kulit putih, bahkan mereka yang memiliki kulit putih ingin tampil lebih putih lagi. Hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan antara citra raga dengan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit pada remaja putri etnis Cina.

Subjek pada penelitian ini berjumlah 96 remaja putri etnis Cina yang berusia antara 15-18 tahun yang terdaftar sebagai siswi kelas 1, 2 dan 3 di SMU Xaverius Tanjungkarang, Bandar Lampung. Alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah skala citra raga dan skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit. Dari uji coba skala dihasilkan reliabilitas 0,9565 pada skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit dan reliabilitas 0,9595 pada skala citra raga.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada masa sekarang ini, ketika kita membicarakan kosmetika tentunya tidak terlepas dari kaum wanita. Kosmetika dianggap sebagai kebutuhan dasar bagi sebagian besar wanita, karena kecenderungan wanita ingin tampil cantik dan menarik. Kriteria cantik berubah-ubah menurut waktu dan tempat karena apa yang disebut cantik merupakan persepsi dan konstruksi sosial yang dibangun oleh industri-industri kecantikan (Sihombing dalam Kompas Cyber Media, 7 Mei 2000). Industri kosmetika menciptakan apa yang disebut cantik: kulit putih, rambut hitam lurus, tubuh langsing, kulit mulus yang gencar ditiupkan oleh iklan-iklan di media massa, terutama televisi. Pencitraan ini memasuki lebih jauh lagi alam bawah sadar perempuan dan mewajibkan diri perempuan untuk seperti citra-citra yang muncul dalam media massa tersebut. Bahkan perempuan tercantik pun tidak pernah merasa sempurna; ada bagian yang selalu kurang, entah lututnya, payudaranya, warna kulitnya dan lain sebagainya (Germaine Greer dalam The Whole Woman, dalam Kompas Cyber, 14 Mei 2001).

(10)
(11)

aspirasi mereka sama, ingin kulit lebih putih (Bintarti dan Pambudy dalam Kompas Cyber Media, 25 Februari 2001).

Pihak produsen menyadari tingginya harapan wanita Asia untuk memiliki kulit putih sebagai suatu peluang pasar yang menguntungkan dan mereka berlomba-lomba memasarkan produk-produk kosmetika pemutih kulit, baik untuk wajah maupun tubuh, termasuk di Indonesia. Produk kosmetika pemutih kulit banyak dipasarkan di berbagai media di Indonesia. Dimulai dengan produsen kosmetika dari luar negeri yang memproduksi produk pemutih kulit seperti Oil of Olay UV Natural Lighting, Ponds, Plenitude White Perfect L’Oreal, Nivea Whitening, dan lain sebagainya. Serta tak ketinggalan produk dari dalam negeri ikut membanjiri konsumen dengan produk pemutih kulit seperti Sari Ayu White, Citra White, Ovale Whitening, Cempaka White Lotion, Putri Skin White Lotion dan lain-lain. Pasar produk kosmetika pemutih di Indonesia memang menggiurkan dan citra “putih itu indah” gencar ditiupkan melalui iklan di media massa, terutama televisi. Iklan yang bertubi-tubi memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi para wanita tentang kecantikan dan juga menimbulkan minat membeli, tetapi itulah yang dilontarkan oleh industri kosmetika dan industri media massa, yaitu membuat perempuan selalu merasa cemas dan selalu merasa tidak sempurna sehingga mereka akan selalu membeli (dalam Kompas Cyber, 14 Mei 2001).

(12)

sikap (Hurlock, 1993). Minat terjadi karena adanya perhatian dan perasaan senang terhadap obyek tertentu yang menjadi sumber motivasi dalam mengarahkan tindakan seseorang. Untuk membuktikan lebih lanjut obyek minatnya tersebut direalisasikan dengan perilaku membeli. Perilaku membeli ini timbul disebabkan adanya sikap dan keyakinan terhadap produk kosmetika pemutih kulit. Bahwa kosmetika pemutih kulit dapat membuat kulit menjadi lebih putih dan membuat wanita, dalam hal ini remaja putri dapat terlihat lebih cantik.

Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti remaja putri etnis Cina sebagai subyek penelitian, karena mengacu pada riset yang dilakukan L'Oreal yang telah disebutkan sebelumnya bahwa di sejumlah negara Asia lainnya, bahkan di mana para perempuannya memiliki kulit terang seperti di Cina, Taiwan, Thailand, Hongkong, dan Singapura, serta Malaysia, ternyata ingin memiliki kulit yang lebih putih. Hal ini amat menarik perhatian peneliti karena berdasarkan fakta yang ada bahwa orang etnis Cina sebagian besar memiliki kulit yang lebih putih atau lebih terang dibandingkan keturunan pribumi, misalnya etnis Jawa; tetapi orang etnis Cina tetap ingin memiliki kulit yang lebih putih lagi.

(13)

ternyata memakai paling tidak satu macam jenis produk kosmetika yang mengandung pemutih, entah itu kosmetika untuk wajah ataupun kulit dan baik itu produk asing maupun produk dalam negeri. Selain itu, ketika ditanya alasan apa yang membuat remaja putri tersebut menggunakan produk kosmetika pemutih, mereka secara langsung mengatakan ingin tampil lebih putih lagi lalu baru disertai alasan-alasan lain setelah itu, seperti: baunya enak, sudah cocok, harganya terjangkau, dan lain sebagainya. Padahal menurut peneliti, ke-4 subyek yang diwawancara itu telah memiliki kulit yang putih. Dari sini dapat terlihat bahwa persepsi cantik yang dibangun oleh media membuat individu itu mau dan berminat untuk mengkonsumsi kosmetika pemutih. Padahal produk-produk kosmetika pemutih kulit memiliki resiko yang besar bila digunakan, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan-bahan dalam produk pemutih. Kulit dapat mengalami iritasi, belang-belang, dan jangka panjang bisa menderita kanker kulit. Hal ini kadang tidak diketahui oleh sebagian besar konsumen produk kosmetika pemutih kulit (Susanto dalam Kompas Cyber, 30 September 2001).

(14)

tingkat kepuasan individu terhadap tubuhnya itu diwakili oleh bagian tubuh dan penampilan keseluruhan.

Kulit termasuk citra raga, karena kulit termasuk dalam bagian tubuh karena kulit merupakan salah satu bagian kecil pada tubuh kita dan keseluruhan dari tubuh.. karena kulit menunjang penampilan fisik seseorang. Sehingga jelas bahwa kulit termasuk dalam citra raga.

Selain media massa yang telah disebutkan diatas sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra raga, faktor lain yang juga turut mempengaruhi dalam pembentukan citra raga seseorang adalah reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan seseorang, identifikasi terhadap orang lain (Hardy dan Heyes, 1988), budaya dan faktor psikologis (Grogan, 1999). Pengaruh-pengaruh dalam pembentukan citra raga tersebut menimbulkan perasaan penerimaan ataupun penolakan terhadap tubuhnya. Pengaruh pembentukan dari luar memiliki pengaruh yang besar terutama pada masa remaja karena remaja sangat peka terhadap penampilan dirinya, selalu membayangkan dan menggambarkan seperti apa tubuhnya serta apa yang diinginkan dari tubuhnya (Britt dalam Fuhrmann, 1990).

(15)

berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selain itu, orang yang menarik dianggap mempunyai kepribadian yang lebih menyenangkan dan lebih mampu dibandingkan dengan orang yang tidak menarik (Hurlock, 1993).

(16)

2001). Kulit sendiri termasuk dalam citra raga, karena kulit merupakan bagian tubuh dan keseluruhan tubuh. Oleh karena itu, orang yang tidak puas dengan kulitnya dan dirasa tidak menunjang penampilannya, dalam hal ini kulitnya dirasa tidak putih akan menggunakan produk kosmetika pemutih kulit untuk menunjang penampilannya untuk menghasilkan citra raga yang positif atau kepuasan terhadap citra raganya. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang yang membeli pemutih lebih disebabkan oleh citra raganya.

Fenomena tersebut membuat penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan antara citra raga dengan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit pada remaja putri etnis Cina? Asumsinya yaitu jika memiliki citra raga yang positif maka minat membeli produk kosmetika pemutih kulit akan rendah, dan sebaliknya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara citra raga dengan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit pada remaja putri etnis Cina ?

C. TUJUAN PENELITIAN

(17)

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah perbendaharaan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi perkembangan dan psikologi konsumen. Manfaat Praktis:

• Bagi remaja

Penelitian ini diharapkan agar para remaja tidak mendewa-dewakan kulit putih karena citra raga seseorang tidak hanya ditentukan oleh kulitnya saja. • Bagi produsen kosmetika pemutih kulit

(18)

BAB II DASAR TEORI

A. CITRA RAGA 1. Pengertian

Istilah body image pertamakali diperkenalkan oleh Paul Schilder, seorang neurolog dan psikiater pada tahun 1935. Body image atau citra raga bersinonim dengan istilah-istilah seperti body concept dan body scheme, yang kesemuanya mengandung arti cara individu memandang tubuhnya (Sills dalam Trisnawaty, 2000).

Citra raga menurut Schilder (dalam Grogan,1999) adalah gambaran mental yang dimiliki setiap individu tentang penampilan tubuhnya yang dibentuk dalam kerangka pikir dan merupakan refleksi atas sikap dan interaksi dengan orang lain.

Gardner (1996) mengungkapkan bahwa citra raga adalah konsep pandangan seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan penilaian diri sendiri maupun orang lain. Pendapat ini hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Jersild (1979) bahwa citra raga adalah tingkat kepuasan individu terhadap tubuhnya itu diwakili oleh bagian tubuh dan penampilan keseluruhan.

(19)

Kihlstrom dan Cantor (dalam Calhoun dan Acocella, 1990) mengemukakan bahwa citra raga adalah gambaran mental dan evaluasi seseorang terhaadap dirinya, dan merupakan bagian dari konsep diri. Citra raga umumnya dibentuk dengan membandingkan nilai fisik terhadap standar keindahan dari suatu kebudayaan.

Hardy dan Heyes (1988) juga mengungkapkan bahwa citra raga merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat fisik. Citra raga khususnya dipengaruhi oleh pemikiran mengenai fisiknya, yaitu kecantikan dan keburukan raga. Konsep kecantikan itu sendiri sifatnya relatif tergantung budaya.

Menurut Judy Lightstone (1999) citra raga melibatkan persepsi kita, imajinasi, emosi, dan sensasi fisik mengenai tubuh kita. Hal itu tidak statis tetapi selalu berubah karena peka terhadap suasana hati, lingkungan dan pengalaman fisik, serta tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari.

Citra raga berkaitan dengan sikap, pikiran, dan kepercayaan individu terhadaap penampilan fisiknya (Jestes, Dusty A, 2001).

(20)

2. Komponen citra raga

Secara garis besar citra raga terdiri dari dua komponen ( Jersild, 1979; Gardner, 1996) yaitu:

a. Komponen persepsi.

Bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya yaitu mengukur tingkat keakuratan persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh, seperti; tinggi atau pendek, cantik atau jelek, putih atau hitam, kuat atau lemah.

b. Komponen sikap.

Yaitu berhubungan dengan kepuasan atau perasaan individu terhadap tubuhnya. Perasaan ini diwakili dengan tingkat kepuasaan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh ataupun keseluruhan dari tubuh (Jersild, 1979 daan Gardner, 1996).

(21)

mengarah pada sikap yang muncul pada kondisi-kondisi tertentu sehingga muncul harapan-harapan mengenai tubuhnya dan biasanya terjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Jersild, 1979; Gardner, 1996). Oleh karena itu aspek perasaan dan aspek harapan mewakili komponen sikap.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penilaian, perasaan dan harapan yang menyertai obyek citra raga menjadi aspek pengukuran terhadap citra raga.

a. Penilaian adalah bagaimana persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh indvidu seperti: Bentuk tubuh saya sangat indah.

b. Perasaan adalah bagaimana perasaan individu memandang tubuhnya, biasanya perasaan ini diwakilkan oleh tingkat kepuasan dan ketidak puasan.

c. Harapan adalah bagaimana harapan individu setelah melihat gambaran fisiknya, biasanya harapan ini diwakilkan oleh keinginan.

Pengukuran terhadap ke-3 aspek tersebut menghasilkan kepuasan atau ketidak puasan seseorang terhadap tubuhnya. Ketidak puasaan menunjukkan rendahnya citra raga seseorang, sebaliknya kepuasan menunjukkan tingginya citra raga seseorang.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga

(22)

dkk., (1985) menyatakan faktor-faktor sosiokultural berperan penting dalam citra raga. Ditambahkan pula bahwa dalam lingkungan sosial tertentu ada anggapan masyarakat mengenai tubuh ideal seperti: tubuh ramping, kaki panjang, dan wajah menarik. Citra seperti ini banyak digambarkan melalui media massa dan tubuh ideal ini cenderung disukai oleh gadis-gadis. Pendapat ini diperkuat oleh Grinder (1978) bahwa standar ideal dari daya tarik fisik mempengaruhi citra raga remaja dalam berkembangnya nilai remaja bersangkutan.

Menurut Schonfeld (dalam Blyth, dkk., 1985) dan Paludi (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga adalah:

a. Reaksi orang lain.

Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan orang lain. Agar dalam interaksinya seseorang dapat diterima dengan orang lain maka ia akan memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungannya, termasuk pendapat mengenai fisiknya. Bila yang terlontar adalah pendapat atau reaksi negatif maka akan timbul kekhawatiran bahwa dirinya tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan hal ini akan mempengaruhi citra raganya.

b. Perbandingan dengan orang lain atau culture idea.

(23)

keadaan dirinya dengan stereotype yang ada dan ini akan mengurangi citra terhadap raganya.

c. Identifikasi terhadap orang lain.

Beberapa wanita merasa perlu menyulap diri agar serupa atau mendekati idola atau symbol kecantikan yang dianutnya agar ia merasa lebih baik dan lebih menerima keadaan fisiknya.

Selain pendapat diatas, Hardy & Heyes (1988) dan Hurlock (1993) menambahkan faktor peran sosial dalam faktor yang mempengaruhi citra raga. Tubuh bagi kaum wanita berkaitan dengan peranan yang dipegangnya dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan dan perkawinan. Ada anggapan tertentu dalam pekerjaan dan pergaulan lebih mudah diraih oleh mereka yang memiliki daya tarik fisik.

Hal lain tentang faktor yang mempengaruhi citra raga juga terdapat dalam Grogan, 1999. Di dalam buku ini memuat faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga, yaitu:

a. Budaya

Suatu budaya sangat berperan dalam pembentukan citra tubuh ideal, baik pria maupun wanita. Konsep tentang tubuh ideal dalam masyarakat berubah dari masa ke masa.

(24)

Tubuh perempuan yang menjadi soal, 2002) bahwa dalam lukisan-lukisan klasik abad pertengahan sering dijumpai figur-figur perempuan yang bertubuh subur, dengan perut, lengan serta wajah yang berdaging dan berisi. Bahkan para ahli purbakala banyak menemukan figur-figur patung atau relief yang menggambarkan sosok-sosok perempuan bertubuh gemuk dan subur, seperti sebuah patung yang cukup terkenal bernama "Venus of Willendorf" seolah mencitrakan bahwa Dewi Venus yang banyak dipuja sebagai simbol kecantikan itupun bertubuh sangat gemuk. Berbagai gambaran yang didapat tentang perempuan baik dari lukisan maupun foto, bisa ditangkap kesan bahwa bentuk tubuh perempuan yang ideal adalah yang mampu mewakili citra kesuburan.

VENUS OF WILLENDORF Gambar diambil dari www.sekitarkita.com

(25)

M ARI LYN M ON ROE

Gambar diambil dari www.marilyn-monroe.org.uk

Pada akhir tahun 1960-an sampai tahun 1980-an tubuh ideal bagi wanita berubah lagi, yaitu yang bertubuh langsing, nyaris kurus dan berdada rata. Hal ini karena munculnya seorang artis bernama Twiggy yang bertolak belakang dengan citra perempuan yang subur. Ia tidak punya buah dada, ceking, dan memotong pendek rambutnya seperti laki-laki . Ia terlalu kurus untuk ukuran perempuan normal dengan berat hanya 41 kg, seukuran dengan gadis usia belasan tahun. Twiggy mampu mengubah citra bentuk tubuh perempuan (dalam Grogan, 1999 dan Jurnal Perempuan, Media Awareness, 2002).

TW I GGY

(26)

Pada tahun 1990-an sampai sekaraang, tubuh yang ideal bagi wanita adalah tubuh yang memiliki proporsi seimbang antara berat dan tinggi badan. Tubuh wanita yang ideal pada masa saat ini adalah Cindy Crawford, Claudia Schiffer, dan Christy Turlington, yang kesemuanya adalah peragawati dan foto model (Grogan, 1999).

CINDY CRAWFORD Gambar diambil dari www.voodo.cz

(27)

dukung oleh Dwikarya (2003) yang mengatakan bahwa salah satu jenis kulit yang banyak diminati adalah kulit putih, tidak sedikit orang menginginkan kulitnya putih dengan alasan agar menarik dipandang.

b. Media Massa.

Media massa dan iklan adalah salah satu faktor yang turut mempengaruhi citra raga. Media massa, baik itu elektronik maupun non elektronik sering menampilkan bentuk dan ukuran tubuh yang ideal baik pada laki-laki maupun pada wanita. Hal ini berpengaruh pada norma-norma sosial tentang konsep bentuk dan ukuran tubuh yang ideal bagi masyarakat (Grogan, 1999).

Hal ini diperkuat dengan beberapa penelitian. Salah satunya penelitian tentang pengaruh media massa terhadap pembentukan citra raga dilakukan oleh Ferguson (dalam Grogan,1999) yang mengungkapkan bahwa media massa khususnya majalah wanita maupun pria membentuk persepsi sosial dan turut memberikan sumbangan bagi proses kebudayaan tentang konsep tubuh ideal. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menjadikan seseorang dalam memandang tubuhnya akan berdasarkan cara pandang masyarakat memandang tubuhnya.

(28)

Penelitian yang sama tentang pengaruh media masa terhadap pembentukan citra raga juga dilakukan oleh peneliti dari Harvard yang bernama Anne Becker (Sihombing dalam Kompas Cyber Media, 7 Mei 2000), yang meneliti di Kepulauan Fiji. Sejak tahun 1995 di Kepulauan Fiji terjadi kasus bulimia yang cenderung meningkat. Kejadian ini menurutnya agak aneh karena sebenarnya masyarakat di kepulauan Pasifik itu menganut paham makan banyak dan tubuh yang subur adalah cantik karena berkaitan dengan fungsi reproduksi. Ternyata setelah diteliti, penyebabnya adalah televisi yang sejak 1995 menyiarkan secara luas tayangan dari luar Fiji yang memperlihatkan perempuan yang dipersepsikan cantik adalah yang ramping, bahkan cenderung kurus. Maka kasus gadis yang memuntahkan makanannya untuk mengontrol berat badan naik dari 3 persen pada tahun 1995 menjadi 15 persen tahun 1998.

(29)

berkulit cenderung gelap, tetapi 55 persennya ingin berkulit lebih putih. Sementara itu, hasil studi perusahaan kosmetik Procter & Gamble yang asal Amerika, menyebutkan bahwa 70-80 persen perempuan Asia ingin punya kulit lebih putih. Selain itu riset yang dilakukan L'Oreal di sejumlah negara Asia lainnya, bahkan di mana para perempuannya memiliki kulit terang seperti di Cina, Taiwan, Thailand, Hongkong, dan Singapura, serta Malaysia, ternyata memberi hasil sama. Para perempuan berkulit kuning bersih yang sering menimbulkan kekaguman karena kehalusan kulitnya itu, ternyata juga ingin punya kulit yang warnanya lebih putih. Sama halnya Procter & Gamble (P&G) yang asal Amerika, P&G menemukan bahwa 70-80 persen perempuan di Asia yaitu di Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia, ingin punya kulit lebih putih.. Begitu pula yang diungkapkan oleh Dicky Tarmizi, Assistant Brand Manager Oil of Olay untuk kawasan ASEAN, India, dan Australia, dari kantornya di Singapura bahwa studi yang dilakukan oleh Prof. Miho Saitoh dari Universitas Waseda, Jepang, di Jepang, Taiwan, dan Indonesia. Di Indonesia, Prof Miho Saitoh mewawancarai sejumlah mahasiswi Universitas Indonesia, ternyata aspirasi mereka sama, ingin kulit lebih putih. (Bintarti dan Pambudy dalam Kompas Cyber Media, 25 Februari 2001).

c. Faktor Psikologis

(30)

citra raga tersebut menimbulkan perasaan penerimaan ataupun penolakan terhadap tubuhnya, terutama pada masa remaja karena remaja sangat peka terhadap penampilan dirinya, selalu membayangkan dan menggambarkan seperti apa tubuhnya serta apa yang diinginkan dari tubuhnya (Britt dalam Fuhrmann, 1990).

Pendapat senada diungkapkan oleh Hurlock (1973) bahwa persepsi terhadap raga merupakan bagian dari konsep diri. Seseorang yang menerima atau menolak keadaan tubuhnya tergantung dari proses pembentukan konsep dirinya. Bila tubuhnya dapat diterima dengan baik, maka akan memberikan pengukuhan positif terhadap dirinya. Sebaliknya, jika keadaan tubuh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka individu akan mengalami penolakan pada dirinya dan akan memberikan pengukuhan yang negatif terhadap dirinya. Oleh sebab itu memiliki citra raga yang positif, dalam hal ini kulit wajah dan tubuh yang putih merupakan dambaan sebagian remaja, karena dengan memiliki citra raga positif diduga akan dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang terutama dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selain itu, orang yang menarik dianggap mempunyai kepribadian yang lebih menyenangkan dan lebih mampu dibandingkan dengan orang yang tidak menarik (Hurlock, 1993).

(31)

citra raga. Sama halnya dengan media massa dan faktor psikologis seorang individu yang juga turut berperan dalam mempengaruhi citra raga.

Citra raga merupakan bagian dari konsep diri. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh Kihlstrom dan Cantor (dalam Calhoun and Acocella, 1990) bahwa citra raga adalah gambaran mental dan evaluasi seseorang terhadap dirinya, dan merupakan bagian dari konsep diri. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hardy dan Heyes (1988) bahwa citra raga merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat fisik. Hurlock (1993) secara jelas menggambarkan bahwa kegagalan mengalami kepuasan terhadap tubuh, yang berarti memiliki citra raga yang negatif menjadi salah satu timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri dalam remaja. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki citra raga yang negatif akan menyebabkan konsep diri dan harga diri yang negatif pula

B. REMAJA

1. Pengertian remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere (kata bendanya , adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1993).

(32)

Remaja menurut Hurlock (1993) dimulai pada saat anak-anak secara seksual menjadi matang dan berakhir pada saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Neidhart (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1984) berpendapat bahwa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana ia sudah harus dapat berdiri sendiri.

E.H Erikson (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1984) mengemukakan bahwa adolesensia adalah masa dimana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Secara hakiki ia tetap sama walaupun telah mengalami berbagai macam perubahan.

Selain itu, Anna Freud ( dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1984) berpendapat bahwa adolensensia merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan-perubahan dalam hal motivasi seksuil, organisasi daripada ego, dalam hubungannya denag orangtua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya.

Pengertian yang berbeda ini membuat batasan usia remaja yang diberikan oleh para ahli juga berbeda, sesuai dengan sudut pandangnya sendiri. Pada dasarnya pendapat para ahli ini tidak jauh berbeda.

(33)

beranggapan bahwa masa remaja berada diantara umur 13-21 tahun. Ia membagi masa remaja menjadi 3 sub periode, yaitu:

Wanita Pria

Remaja awal 13 – 15 tahun 15 – 17 tahun Remaja tengah 15 – 18 tahun 17 – 19 tahun Remaja akhir 18 – 21 tahun 19 – 21 tahun

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa masa remaja berada diantara umur 13-21 tahun untuk wanita dan umur 15-21 tahun untuk pria. Pertimbangan yang dipikirkan peneliti bahwa: pertama, periode masa remaja antara wanita dan pria berbeda, karena rata-rata laki-laki lebih lambat matang daripada anak perempuan sehingga laki-laki mengalami masa remaja yang lebih singkat (Hurlock, 1993). Kedua, pada usia 13 tahun sebagian besar anak perempuan Indonesia telah matang secara seksual (ditandai dengan haid pada wanita) dan pada usia 21 tahun telah dianggap matang secara hukum. Sedangkan pada sebagian besar anak laki-laki di Indonesia mengalami kematangan seksual pada usia 15 tahun dan pada usia 21 tahun telah dianggap matang secara hukum.

(34)

dalam lingkungan asalnya (Erikson dalam Sarwono, 1994); selain itu individu pada tahap remaja tengah berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya ( Sarwono, 1994). Sehingga pada masa remaja tengah, seorang remaja sangat membutuhkan kawan-kawan, ia senang kalau banyak teman yang menyukainya, ia menyukai teman-teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya. Pada masa ini juga remaja mulai mempererat hubungan dengan kawan lain jenis (Sarwono, 1994), dan yang tidak dapat dipungkiri adalah daya tarik fisik amat diperlukan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan lawan jenisnya. Dilain pihak pada tahap ini seseorang mulai dianggap dewasa dan dapat mulai diperbolehkan untuk memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan dirinya.

2. Remaja putri etnis Cina

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari berbagai macam latar belakang, sosial dan budaya yang khas dan berbeda satu sama lainnya, termasuk didalamnya etnis Cina.

(35)

Skinner dan Hariyono (dalam Samsinar, 1997) membagi etnis Cina di Indonesia menjadi orang Cina totok dan orang Cina keturunan. Kedua hal ini dimasukkan kedalam kelompok etnis Cina karena adanya ciri-ciri khas yang membedakan mereka dengan orang-orang etnis Indonesia. Kaum totok lebih diwakili oleh generasi tua , yaitu mereka yang dilahirkan di luar Indonesia atau di dalam Indonesia tetapi berorientasi budaya ke Negara asal, yaitu daratan Cina. Sedangkan penduduk keturunan Cina lebih diwakili oleh generasi muda, yaitu orang-orang Cina yang lahir dan besar di daerah setempat serta berorientasi pada budaya setempat (Tan dalam Samsinar, 1997). Menurut Hariyono (dalam Samsinar, 1997), orang Cina totok adalah orang orang Cina yang baru menetap di Indonesia selama 1 atau 2 generasi. Sedangkan orang Cina keturunan adalah orang Cina yang telah lama menetap di Indonesia selama 3 generasi atau lebih. Perbedaan lama menetap ini berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut. Masyarakat Cina totok lebih kuat memegang tradisi Cina yang berasal dari nenek moyangnya, sehingga segala perbuatannya juga memiliki ciri khas yang berbeda dibanding Cina keturunan yang sudah banyak meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat Cina keturunan di Indonesia dalam hal tertentu kurang menunjukkan ciri khasnya sebagai orang Cina, namun pada hal-hal lainnya ciri khas sebagai orang Cina juga sering tampak seperti perbedaan-perbedaan fisik masih banyak terlihat misalnya: warna kulit yang lebih putih, bentuk muka yang tipikal dan bentuk mata yang lebih kecil (sipit).

(36)

besar di Indonesia dan telah lama menetap di Indonesia dari mulai dua generasi atau lebih diatasnya.

3. Citra ragapada remaja putri

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja pada wanita berkisar antara usia 13 sampai 21 tahun. Batasan usia ini diambil berdasarkan bahwa sebagian besar anak perempuan Indonesia telah matang secara seksual (ditandai dengan haid pada wanita) pada usia 13 tahun dan pada usia 21 tahun telah dianggap matang secara hukum.

(37)

disebabkan karena remaja wanita mendapatkan tekanan yang lebih besar dari masyarakat dan masyarakat cenderung memberikan penilaian yang lebih banyak terhadap remaja wanita.

C. MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULIT 1. Pengertian Minat

Menurut Hasan (1981) minat adalah adanya intensitas perhatian yang tinggi dalam diri seseorang terhadap suatu hal, peristiwa atau benda. Kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian ini disertai dengan adanya perasaan suka atau senang terhadap subyek tertentu (Rustam dalam Vitriani, 1995).

Chaplin mendefinisikan minat sebagai suatu keadaan motivasi yang menuntun tingkah laku seseorang menuju satu arah atau sasaran tertentu. As’ad (1999) menyatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan tindakan seseorang.

Minat menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah bagian dari sikap yang bisa dibedakan sumber munculnya yaitu perilaku (behavior), sasaran (target), situasi dan waktu.

Individu dikatakan memiliki minat apabila ia menaruh perhatian dan merasa senang terhadap suatu hal ataupun obyek tertentu. Proses timbulnya perhatian ini terjadi secara spontan, wajar, selektif dan tanpa paksaan (The, 1981).

(38)

kognitif dan afektif. Hal ini disebabkan minat belum merupakan perilaku nyata sehingga unsur konatif kurang berperan, dan yang lebih berperan adalah unsur kognitif dan afektif. Perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh berbagai hal dalam menentukan keputusan terhadap suatu produk. Konsumen akan melakukan berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan pembelian suatu barang atau jasa. Salah satu hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan seseorang konsumen adalah mengenai minatnya (Vitriani, 1995).

Crow & Crow (1976) menyatakan bahwa minat merupakan suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk memberikan perhatian kepada seseorang, barang atau jasa. Crow & Crow (1976) juga mengungkapkan faktor-faktor pembentuk minat, yaitu:

1. dorongan dari dalam atau inner urge

dipengaruhi oleh kondisi kepribadian seseorang. Perbedaan minat terjadi karena perbedaan karakteristik masing-masing orang dan pengaalaman orang dengan suatu obyek. Orang yang memiliki pengalaman positif cenderung memiliki dorongan yang besar untuk melakukan aktivitas terhadap obyek yang dihadapi karena keyakinan bahwa aktivitas yang dilakukan akan membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan, dan sebaliknya.

2. Motif sosial atau social motives,

(39)

3. Emosi atau emotion

Perasaan individu yang begitu dominan terutama perasaan senang terhadap suatu obyek yang akan selalu membuat individu memusatkan perhatian pada obyek itu. Perasaan tersebut akan selalu menyertai individu dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan suatu obyek.

Witherington (1976) menyebutkan ciri-ciri minat sebagai berikut:

a. timbul dari perasaan senang terhadap obyek yang menarik perhatian seseorang.

b. menyebabkan seseorang menaruh perhatian secara spontan, mudah, wajar, tanpa dipaksakan dan selektif.

c. Bersifat personal, yaitu setiap individu memiliki perbedaan dalam menentukan obyek yang diminati.

d. Merangsang seseorang untuk mencari obyek-obyek tertentu yang diminati. e. Dapat tercermin dalam suatu pola preferensi (kesukaan) yang konsisten. f. Bersifat diskriminatif karena dapat membantu seseorang di dalam

membedakan hal-hal yang harus dan tidak harus dilakukan.

g. Berkaitan erat dengan kepentingan pribadi seseorang. Minat tidak bersifat bawaan melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pengalaman-pengalaman selama perkembangan.

(40)

Dari beberapa pengertian minat diatas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah adanya intensitas perhatian yang tinggi dalam diri individu yang timbul secara spontan, wajar, selektif dan tanpa paksaan terhadap suatu hal, peristiwa atau benda yang diikuti dengan perasaan suka yang akan memotivasi individu dalam perilaku untuk menuju sasaran tertentu.

2. Pengertian Minat membeli

Markin, Jr (1974) mengatakan bahwa minat membeli adalah suatu aktivitas psikis yang timbul karena daya pikiran dan perasaan senang terhadap suatu obyek yang diinginkan berupa barang atau jasa.

Minat membeli seseorang dapat timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif (Winkel, 1986). Hal ini berarti bahwa bila seseorang senang dengan suatu produk maka minat membeli konsumen dapat muncul atau meningkat. Jadi proses terjadinya minat membeli dipahami sebagai proses yang didahului oleh adanya perhatian terhadap suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu hal yang diperoleh dengan melalui proses sensasi dan persepsi.

(41)

Schiffman dan Kanuk (1997) menjelaskan tahapan perilaku membeli, yakni:

a. Mengetahui.

Individu mengetahui adanya informasi terhadap suatu produk baru tapi sifatnya masih terbatas dan terkadang informasi yang diperoleh karena kebetulan saja. b. Minat.

Individu merasa tertarik terhadap produk tertentu dan berusaha mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai produk tersebut yang akan dipertimbangkan untuk direalisasikan dalam perilaku membeli.

c. Evaluasi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya maka individu akan mengambil keputusan dengan mengkaji keuntungan dan kerugian yang diperoleh dengan membeli produk tersebut.

d. Mencoba.

Individu membeli dan mencoba menggunakan produk-produk tertentu sesuai dengan konsep yang terbentuk dalam tahap evaluasi. Pengalaman pada tahap ini akan menghasilkan tahapan selanjutnya yaitu adopsi atau penolakan.

e. Adopsi atau penolakan.

(42)

Philip Kotler (dalam Winardi, 1981) menjelaskan bahwa minat membeli dapat muncul karena adanya perhatian yang dapat dijelaskan dengan rumus AIDA yaitu: A = Attention (perhatian), I = Interest (minat), D = Desire (keinginan), A = Action (tindakan).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa minat membeli adalah aktivitas psikis dimana unsur kognitif dan afektif sangat berperan, yang timbul oleh adanya perhatian disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu obyek yang diinginkan; yang timbul secara spontan, wajar, selektif dan tanpa paksaan serta akan memotivasi individu dalam perilaku untuk menuju sasaran tertentu.

3. Aspek-aspek minat membeli

Swastha (1984) mengungkapkan beberapa aspek-aspek minat membeli, yaitu:

a. Aspek Produk.

Yaitu bagaimana penilaian individu terhadap tindakan membeli suatu produk ditinjau dari segi mutu, ciri, desain, merek dan kemasan produk.

b. Aspek Harga.

Yaitu penilaian individu terhadap perbandingan antara nilai yang harus dibayar dengan manfaat yang akan diperoleh dalam tindakan pembelian produk.

c. Aspek Promosi.

(43)

d. Aspek Distribusi.

Yaitu penilaian individu terhadap tindakan membeli ditinjau dari kontinuitas keberadaan suatu produk dan kemudahan untuk memperoleh.

Keempat aspek tersebut menentukan terbentuknya minat membeli yang menjadi bahan pertimbangan pokok individu dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk, sehingga peneliti menggunakan keempat aspek tersebut sebagai landasan pengukuran terhadap minat membeli.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli

Menurut Kotler (1993), Kotler dan Susanto A.B (2000) ada macam-macam faktor yang mempengaruhi minat membeli seseorang, yaitu:

a. Faktor Kebudayaan. 1. Budaya atau Kultur.

Merupakan faktor penentu atau faktor yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang yang dipelajari dari serangkaian nilai-nilai, persepsi preferensi dan perilaku melalui sosialisasi dalam keluarga ataupun lembaga inti lainnya. Budaya yang berbeda akan membentuk minat membeli produk yang berbeda pula. Suatu barang yang sangat diminati oleh komunitas tertentu kemungkinan dianggap tidak berharga sama sekali oleh komunitas lain.

2. Sub Kultur.

(44)

kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Sub kultur yang berbeda tentunya menghasilkan kebutuhan yang berbeda dan minat membeli produk yang berbeda pula.

3. Kelas Sosial.

Merupakan susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya memiliki nilai, perhatian dan perilaku yang cenderung sama. Kelas sosial tidak ditentukan berdasarkan satu faktor saja seperti besarnya pendapatan, tetapi merupakan kombinasi dari jenis pekerjaan, besarnya pendapatan, tingkat pendidikan. Kelas sosial akan membentuk preferensi produk dan merek yang berbeda untuk pakaian, rumah dan perabot, mobil serta pengisi waktu senggang.

b. Faktor Sosial. 1. Kelompok Acuan

Adalah kelompok yang memberi pengaruh langsung atau tidak langsungpada sikap dan perilaku seseorang. Kelompok acuan akan mempengaruhi melalui tiga cara, yaitu:

• Menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

• Mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang.

• Mempengaruhi pilihan seseorang akan produk dan merek.

2. Keluarga.

(45)

keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi minat membeli. Semakin mahal harga suatu produk atau jasa bagi individu, maka semakin besar keterlibatan keluarga dalam minat membeli individu.

3. Peran dan Status.

Peran adalah aktivitas yang dimainkan oleh seseorang sesuai denagn orang lain di sekelilingnya. Suatu peran akan membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat berkenaan dengan peran tersebut. Peran dan status mempengaruhi minat membeli karena individu akan cenderung memilih produk yang mencerminkan peran dan statusnya dalam masyarakat.

c. Faktor Pribadi.

1. Usia dan Tahap Siklus Hidup.

Individu mengkonsumsi barang atau jasa berbeda-beda seumur hidupnya sejalan dengan usianya. Usia mempengaruhi selera dalam pilihan produk. Begitu pula halnya dengan tahap-tahap pada siklus hidup yang mempengaruhi minat konsumsi seseorang.

2. Pekerjaan.

Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi individu. 3. Keadaan Ekonomi.

(46)

4. Gaya Hidup.

Gaya hidup menunjukkan pada kehidupan individu yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapatannya dalam interaksinya dengan lingkungan. 5. Kepribadian dan Konsep Diri.

Menurut Kotler, kepribadian merupakan pola sifat individu yang menentukan perilaku seseorang. Kepribadian terutama terbentuk dari konsep diri. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat membelinya.

d. Faktor Psikologis. 1. Motivasi.

Seseorang yang memiliki motivasi yang berbeda tentunya akan memilih produk yang berbeda dan mempengaruhi minat membelinya.

2. Pengalaman.

Individu yang memiliki pengalaman dalam menggunakan sutu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya terhadap produk tersebut. Pengalaman yang positif akan mendorong pengulangan pemakaian prosuk tersebut, sedangkan pengalaman yang negatif akan membuat individu menghentikan pemakaian produk tersebut.

3. Persepsi.

(47)

4. Pengetahuan.

Ketika seseorang bertindak, mereka belajar. Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman. Jika seseorang mengetahui hasil yang ia dapatkan atau kerugian yang ia dapatkan dari suatu produk maka ia akan terus memakainya atau menghentikannya. 5. Kepercayaan dan sikap pendirian.

Kepercayaan dan sikap pendirian akan mempengaruhi pandangan individu. Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang akan seseuatu, misalnya citra atau merek tertentu. Sikap pendirian merupakan evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relative konsisten terhadap obyek atau gagasan.

Hal ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh Loudon & Bitta (1993) dan Kotler (1994) bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat dibagi menjadi 2 faktor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal, dimana masing-masing faktor terdiri dari 4 aspek. Faktor internal terdiri dari aspek pengalaman, aspek kepribadian, aspek sikap dan kepercayaan, serta aspek konsep diri. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari aspek kebudayaan, aspek kelas sosial, aspek kelompok referensi dan aspek keluarga.

(48)

4. Produk kosmetika pemutih kulit

Sejumlah ahli mendefinisikan produk pada batasan yang serupa yaitu produk sebagai segala sesuatu yang ditawarkan oleh pihak pemasaran untuk dikonsumsi oleh konsumen guna memuaskan kebutuhan dan keinginann konsumen. Produk merupakan segala sesuatu yang diperoleh oleh konsumen dalam upaya memenuhi kebutuhan yang dirasakannnya (Hawkins, 1998). Produk juga bisa didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dipasar untuk diperhatikan, dikonsumsi, atau dimiliki sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginann konsumen (Kotler dan Amstrong, 1999)

Konsumen mengkonsumsi alternatif produk sesuai dengan jenis kebutuhan dan keinginannya masing-masing. Dengan kata lain, konsumen membeli produk guna memuaskan kebutuhannya (Bearden & Ingram, 2001). Lury (1998) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mempunyai tujuan guna memenuhi keinginan sesuai dengan jenis kebutuhannya. Pertama, kebutuhan fisiologis seperti makanan dan minuman. Kedua, kebutuhan material seperti pakaian dan perumahan. Ketiga, kebutuhan yang berkaitan dengan pengekspresian identitas diri seperti gaya hidup, kesehatan, pesyen dan kecantikan.

(49)

Kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 1976 adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.

Kosmetika juga didefinisikan sebagtai sediaan atau paduan yang siap digunakan pada bagian luar badan, gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi kulit supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 368 tahun 1994).

Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya permintaan dari pasar maka perusahaan-perusahaan kosmetik menghadirkan produk pemutih kulit dalam berbagai bentuk, seperti: body lotion, sabun, bedak, cream wajah. Pada dasarnya cara kerja produk pemutih adalah mencegah aktivitas melamin yang memberi warna gelap pada kulit saat terkena cahaya melalui tabir surya maupun dengan pengelupasan kulit terluar (Bintarti dan Pambudy , 2001).

(50)

Menurut Dicky Tarmizi, Assistant Brand Manager Oil of Olay untuk kawasan ASEAN, India, dan Australia (dalam Bintarti dan Pambudy , 2001) fungsi kosmetik pemutih kulit adalah membuat kulit menjadi putih pada bagian yang tidak tertutup pakaian sama warnanya dengan kulit di bagian yang tertutup pakaian.

D. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DENGAN MINAT MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PEMUTIH KULUT PADA REMAJA PUTRI ETNIS CINA

(51)

Ketidak puasan terhadap tubuh menjadi salah satu penyebabnya timbulnya penolakan terhadap tubuh dan timbul perasaan negatif terhadap raganya terutama jika ada reaksi dari orang lain yang negatif atau tubuh itu tidak memenuhi standar atau tuntutan dari culture ideal.

Pada saat ini, kriteria cantik di Indonesia adalah : kulit putih, rambut hitam lurus, tubuh langsing, kulit mulus yang gencar ditiupkan oleh iklan-iklan di media massa, terutama televisi. Telah disebutkan diatas bahwa kriteria cantik dibangun oleh industri kosmetik dan tidak bisa dipungkiri bahwa produk kosmetika turut serta dalam membentuk image mengenai kecantikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya iklan-iklan komersil mengenai kosmetika yang mempromosikan produk pemutih kulit salah satunya. Gencarnya promosi yang dilakukan oleh perusahaan kosmetika dan membanjirnya produk itu menimbulkan minat dikalangan remaja wanita dan selanjutnya dapat menimbulkan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit.

Minat membeli produk kosmetika pemutih kulit adalah aktivitas psikis dimana unsur kognitif dan afektif sangat berperan, yang timbul oleh adanya perhatian disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu obyek yang diinginkan; yang timbul secara spontan, wajar, selektif dan tanpa paksaan serta akan memotivasi individu dalam perilaku untuk menuju sasaran tertentu.

(52)
(53)

Evaluasi diri - Perasaan SIKAP - Harapan PERSEPSI

- penilaian

CITRA RAGA

Bagian-bagian tubuh Keseluruhan tubuh

Negatif

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan antara satu faktor dengan satu atau lebih faktor lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara dua variabel yaitu citra raga dan minat membeli produk kosmetika pemutih kulit.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung : minat membeli produk kosmetika pemutih kulit 2. Variabel bebas : citra raga

3. Variabel Kontrol : Remaja putri etnis Cina : Usia

C. DEFINISI OPERSIONAL VARIABEL PENELITIAN

(55)

subyek maka semakin tinggi minat membeli produk kosmetika pemutih kulit, dan sebaliknya semakin rendah skor subyek maka semakin rendah minat membeli produk kosmetika pemutih kulit.

2. Citra raga adalah penilaian, perasaan dan harapan seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi tubuh secara keseluruhan maupun bagian-bagian tubuh yang berasal dari pemikiran terhadap raganya; sebagaimana diungkap oleh skala citra raga, semakin tinggi skor subyek maka semakin positif citra raganya, dan sebaliknya semakin rendah skor subyek maka semakin negatif citra raganya.

3. Remaja putri etnis Cina adalah generasi muda atau Cina keturunan yang lahir dan besar di Indonesia dan telah lamamenetap di Indonesia dari mulai dua generasi atau lebih diatasnya.

4. Usia yang digunakan padapenelitian ini adalah antara 15 – 18 tahun dan sedang duduk dibangku SMU.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah murid SMU Xaverius Tanjungkarang yang memiliki kriteria:

1. Berjenis kelamin perempuan. 2. Berusia 15-18 tahun.

3. Etnis Cina atau keturunan Cina

(56)

pemutih kulit pada remaja putri. Dipilihnya SMU Xaverius Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian karena SMU Xaverius Bandar Lampung terletak di ibukota propinsi Lampung dan sebagian besar murid SMU Xaverius Bandar Lampung adalah keturunan Cina yang berusia 15-18 tahun sesuai dengan apa yang ingin diungkap oleh peneliti.

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Metode Pengumpulan data

Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu skala citra raga dan skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit. Alasan penggunaan skala dalam penelitian ini, yaitu:

• Subjek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya.

• Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan

dapat dipercaya.

• Interpretasi subjek tentang pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah

sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti (Hadi, 1993).

2. Alat pengumpul data

(57)

(Method of Summated Ratings) yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Gable dalam Azwar, 2000). Untuk setiap skala diberikan kategori empat jawaban. adi Masing-masing item akan diberi jangkar penilaian 4, 3, 2, 1 untuk SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) untuk jawaban subjek pada item yang bersifat favorable. Sebaliknya, untuk pernyataan yang bersifat unfavorable akan digunakan penilaian berturut-turut 1, 2, 3, 4 untuk SS, S, TS, STS. Dalam kategori jawaban ini ditiadakan jawaban di tengah. Hal ini menurut Hadi (1991) didasarkan pada tiga alasan, yaitu:

a. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban yang ganda-arti (multi interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrumen.

b. Tersedianya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendancy effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, kearah setuju ataukah kea rah tidak setuju.

(58)

bantak menghilangkan data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden.

a. Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit Skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit oleh

peneliti berdasarkan teori yang telah dijelaskan ditinjauan pustaka, yang memuat unsur-unsur afektif dan kognitif, berdasarkan aspek-aspek: a. Aspek produk

b. Aspek harga c. Aspek promosi d. Aspek distribusi

Skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit terdiri dari 60 butir pernyataan, yang terdiri dari 30 butir pernyataan favorable dan 30 butir pernyataan unfavorable. Berikut dapat dilihat blue print distribusi butir skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit sebelum uji coba pada tabel 1.

(59)

Tabel 1

Distribusi Butir-butir Pernyataan

Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit sebelum uji coba No. aitem favorabel No. aitem unfavorable No.

Aspek-b. Skala Citra Raga

Skala citra raga disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang telah dijelaskan ditinjauan pustaka. Skala dalam penelitian ini mengukur citra raga dari komponen persepsi dan sikap terhadap keseleruhan tubuh yang meliputi proporsi tubuh, bentuk tubuh dan penampilan fisik, serta bagian-bagian tubuh yang meliputi warna kulit, mata, rambut, hidung dan bibir; yang terdiri dari aspek-aspek:

a. Penilaian b. Perasaan c. Harapan

(60)

Tabel 2

Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Citra Raga sebelum uji coba No. Aspek-aspek No. aitem favorable No. aitem

unfavorable

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPUL DATA 1. Uji Validitas

Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1996). Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila dapat menjalankan fungsi ukurnya atau dengan kata lain dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud pengukurannya. Selain itu alat ukur tersebut juga harus mempunyai kecermatan tinggi yaitu kecermatan dalam mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya tersebut. Oleh sebab itu validitas merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala (Azwar, 2000).

(61)

terhadap aitem-aitem tes apakah sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek yang relevan yang didasarkan pada akal sehat, serta validitas logis yaitu apakah keseluruhan aitem telah merupakan sample yang representative bagi seluruh aitem yang mungkin dibuat. Validitas alat penelitian ini diketahui dengan cara melakukan professional judgement oleh dosen pembimbing skripsi

Untuk mengukur kesahihan butir-butir pernyataan digunakan korelasi skor tiap butir dengan skor totalnya dengan memakai rumus Product Moment dari Pearson (Hadi, 1996). Untuk mengambil butir-butir yang sahih ditetapkan r 0,30 karena item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2000).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang berarti mengandung kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Menurut Supratiknya (1998), suatu tes yang reliable atau konsisten akan menunjukkan skor yang sama bila sejumlah orang: a) dites pada dua kesempatan yang berbeda yang menggunakan alat tes yang sama, b) dites dengan dua versi berbeda dari tes yang sama, dan c) dites dengan kelompok-kelompok aitem berlainan dari tes yang sama

(62)

Penelitian ini menggunakan perhitungan koefisien alpha karena skala yang dikenakan satu kali pada subjek penelitian dan skala dapat dibelah menjadi multi bagian yang masing-masing belahan memiliki jumlah aitem yang sama.

G. METODE ANALISIS DATA

(63)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN PENELITIAN 1. Uji Coba Alat Penelitian

Sebelum mengadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengadakan uji

coba alat penelitian.Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat kesahihan butir yang

diukur dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian yang

sesungguhnya.

Dalam uji coba alat penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswi-siswi

Etnis Cina yang duduk di kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 di SMU Fransiskus, Tanjung

Karang, Bandar Lampung. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2003 pada jam

pelajaran di ruang kelas masing-masing siswi.

Cara pengambilan sampel dari remaja putri yang beretnis Cina adalah

dengan menginformasikan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah beberapa hari

sebelum diadakannya uji coba bahwa yang menjadi sampel dalam penelitian ini

adalah remaja putri etnis Cina. Peneliti meminta bantuan dari pihak sekolah untuk

memilih remaja putri etnis Cina yang akan dijadikan sampel pada waktu dilaksanakan

uji coba.

Jumlah subjek uji coba alat penelitian berjumlah 53 orang. Kepada seluruh

subjek diberikan 1 eksemplar skala yang terdiri dari 2 jenis skala; yaitu skala minat

(64)

coba kali ini, dan skala citra raga atau yang disebut juga skala B. Skala uji coba ini

dapat dilihat pada lampiran A (halaman 83).

Berdasarkan 53 eksemplar skala yang telah dibagikan terdapat 3 eksemplar

yang tidak memenuhi syarat, karena ada beberapa item yang tidak dijawab. Oleh

sebab itu, data yang dapat dianalisis hanya 50 eksemplar.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas (kesahihan) yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

instrument pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1996).

Menurut Hadi (2000) suatu alat ukur dapat dikatakan valid apabila memiliki

ciri-ciri:

a. Seberapa jauh suatu alat ukur dapat menangkap dengan jitu gejala atau

bagian-bagian yang hendak diukur.

b. Seberapa jauh alat ukur dapat membaca sesuatu yang diteliti dan dapat

menunjukkan dengan sebenarnya gejala atau bagian gejala yang diukur.

Validitas yang diukur dalam skala ini adalah validita isi (content validity).

Validitas isi yaitu sejauh mana pernyataan dalam skala mencakup keseluruhan

kawasan yang hendak diukur oleh skala minat membeli produk kosmetika pemutih

kulit dan skala citra raga, termasuk didalamnya validitas tampang yaitu pemeriksaan

terhadap aitem-aitem tes apakah sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa tes

tersebut mengukur aspek yang relevan yang didasarkan pada akal sehat, serta

(65)

representatif bagi seluruh aitem yang mungkin dibuat. Validitas alat penelitian ini

diketahui dengan cara melakukan professional judgement oleh dosen pembimbing

skripsi.

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang

berarti mengandung kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Dalam pengolahan data,

reliabititas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam

rentang dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi koefisien reliaabilitas (mendekati 1)

berarti alat tes semakin reliabel.

Reliabilitas alat ukur pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

teknik Alpha dari program SPSS versi 10. Penggunaan teknik Alpha ini didasarkan

pendapat Nunnally (dalam Azwar, 2000) bahwa teknik Alpha merupakan dasar dalam

pendekatan konsistensi internal dan merupakn estimasi yang baik terhadap reliabilitas

pada banyak situasi pengukuran.

Sebagai kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total digunakan batasa

lebih besar atau sama dengan 0,30 dengan alasan bahwa batasan tersebut memiliki

daya diskriminasi yang memuaskan (Azwar, 2000). Kriteria pemilihan batasan

tersebut berdasarkan tabel nilai-nilai r Product Moment dengan taraf signifikansi 1%.

Uji kesahihan butir dan reliabilitas skala minat membeli produk kosmetika

pemutih kulit dan skala citra raga diperoleh setelah peneliti melakukan pengujian alat

(66)

a. Skala pengukuran minat membeli produk kosmetika pemutih kulit 1. Uji kesahihan butir skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit

Uji kesahihan butir skala ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS 10.0 for Window dengan mengukur korelasi antara item-item yang diuji

dengan skor total responden uji coba. Hasil penghitungan menunjukkan koefisien

korelasi item total berkisar antara -0,0655 sampai 0,7538. Hasil pengujian ini

diperoleh 11 item dari 60 item dinyatakan gugur karena mempunyai korelasi yang

rendah terhadap skor total. Rekaman hasil uji kesahihan butir skala minat

membeli produk kosmetika pemutih kulit dapat dilihat pada lampiran C (halaman

109 - 110). Berikut ini disajikan pada tabel 3, nomor item yang sahih dan gugur.

Tabel 3

Distribusi Butir-butir Pernyataan yang sahih dan gugur

Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit setelah uji coba Nomor item sahih Nomor item gugur Favorable Unfavorabel Favorable Unfavorabel

Aspek-aspek

(67)

Pada tabel diatas dapat terlihat bahwa diantara indikator-indikator yang

digunakan dalam skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit tidak

didapati indikator yang hilang akibat keseluruhan itemnya gugur. Skala minat

membeli produk kosmetika pemutih kulit yang terdiri atas item sahih yang telah

diurutkan dan yang akan digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 4 dan

dapat dilihat tampilannya pada lampiran D (halaman 114 - 116).

Tabel 4

Distribusi Butir-butir Pernyataan

Skala Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit setelah uji coba No. aitem favorabel No. aitem unfavorable

Aspek-aspek

Kognitif Afektif Kognitif Afektif Total

2. Reliabilitas skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit

Reliabilitas skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit

diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha dari program SPSS 10.0 for

Window, dan diperoleh reliabilitas sebesar 0, 9565. Rekaman hasil uji reliabilitas

skala minat membeli produk kosmetika pemutih kulit dapat dilihat pada lampiran

(68)

b. Skala pengukuran citra raga 1. Uji kesahihan butir skala citra raga

Uji kesahihan butir skala ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS 10.0 for Window. Hasil penghitungan menunjukkan koefisien korelasi item

total berkisar antara -0,1992 sampai 0,7530. Hasil pengujian ini diperoleh 11 item

yang dinyatakan gugur dari 65 item yang di uji cobakan karena mempunyai

korelasi yang rendah terhadap skor total. Rekaman hasil uji kesahihan butir skala

citra raga dapat dilihat pada lampiran C (halaman 111 - 112). Berikut ini disajikan

pada table 5, nomor item yang sahih dan gugur.

Tabel 5

Distribusi Butir-butir Pernyataan yang sahih dan gugur Skala Citra Raga setelah uji coba

Nomor item sahih Nomor item gugur Aspek-aspek

Favorable Unfavorabel Favorable Unfavorabel 1. Perasaan 1, 2, 3, 4, 7, 8,

Pada tabel diatas dapat terlihat bahwa diantara indikator-indikator yang

digunakan dalam skala citra raga tidak didapati indikator yang hilang akibat

(69)

telah diurutkan dan yang akan digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 6

dan dapat dilihat tampilannya pada lampiran D (halaman 117 - 119).

Tabel 6

Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Citra Raga setelah uji coba Aspek-aspek No. aitem favorabel No. aitem

unfavorable

2. Reliabilitas skala citra raga

Reliabilitas skala citra raga diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha

dari program SPSS 10.0 for Window, dan diperoleh reliabilitas sebesar 0, 9595.

Rekaman hasil uji reliabilitas skala skala citra raga dapat dilihat pada lampiran C

(halaman 112).

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 dan 24 September 2003 dengan

memakai jam belajar. Subjek dalam penelitian ini adalah siswi-siswi kelas 1,2 dan

3 SMU Xaverius Tanjungkarang di Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan

dengan menyebarkan kedua skala pada subjek penelitian sebanyak 105 orang,

(70)

subjek yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti dan

ada item yang tidak dijawab.

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Siswi-siswi yang menjadi subjek penelitian ini sebanyak 105 orang, yang

terdiri dari siswi-siswi kelas 1, 2 dan 3. Kelas 1, 2 dan 3 masing-masing memiliki 7

kelas, sehingga terdapat 21 kelas secara keseluruhan. Peneliti meminta bantuan dari

Kepala Sekolah dan Guru untuk mengambil 5 siswi yang masuk kriteria peneliti

secara acak dari tiap-tiap kelas, sehingga berdasarkan kelasnya maka subjek

penelitian ini terdiri dari 35 orang siswi kelas 1, 35 orang siswi kelas 2 dan 35 orang

siswi kelas 3, yang secara keseluruhan berusia antara 15 sampai 18 tahun.

2. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dari remaja putri yang beretnis Cina adalah peneliti

menginformasikan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah beberapa hari sebelum

diadakannya uji coba bahwa yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah remaja

putri etnis Cina. Peneliti meminta bantuan dari pihak sekolah untuk melihat data

informasi siswa yang dimiliki oleh sekolah untuk melihat apakah subjek yang akan

dikenai penelitian adalah beretnis Cina dan memilih remaja putri etnis Cina yang

(71)

3. Deskripsi Data Penelitian

Hasil pengumpulan data penelitian, diperoleh data dengan deskripsi sebagai

berikut:

Tabel 7

Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi Data Minat Membeli Citra Raga

Mean

Untuk mengetahui kecenderungan variabel bebas (citra raga) dan tingkat

variable tergantung (minat membeli produk kosmetika pemutih kulit) subjek

penelitian, dilakukan uji signifikansi perbedaan antara mean empiris dan mean

teoritis. Berikut ini disajikan mean teoritis, mean empiris serta standar deviasi hasil

penelitian.

Tabel 8

Mean teoritis, mean empiris dan standar deviasi Alat ukur Mean teoritis Mean empiris SD

Minat Membeli 122,5 106,35 16,46

Citra raga 135 136,98 16,70

Mean teoritik adalah rata-rata skor alat penelitian. Mean teoritik ini diperoleh

dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean empirik adalah

rata skor data penelitian. Mean empirik diperoleh dari angka yang merupakan

(72)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mean empiris minat membeli

lebih kecil dari mean teoritisnya. Ini menandakan bahwa rata-rata subjek penelitian

memiliki minat membeli produk kosmetika pemutih kulit yang rendah. Sedangkan

pada citra raga dapat dilihat bahwa mean empiris lebih besar dari mean teoritis. Hal

ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki citra raga yang cenderung tinggi.

Untuk membuat kriteria kategorisasi tingkat miant membeli produk kosmetika

pemutih kulit dan citra raga, terlebih dahulu dilakukan uji signifikansi perbedaan

antara mean empirik dan mean teoritik. Perbedaan mean diuji dengan formula t,

yaitu:

Dari hasil perhitungan t untuk skala minat membeli diperoleh to = -10,313367

< t = 2,617. Dengan demikian, Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan

signifikan anatara mean empiris dan mean teoritis.

Dari hasil perhitungan t untuk skala minat membeli didapatkan to = 1,16167

< t = 2,617. Dengan demikian, Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan

signifikan anatara mean empiris dan mean teoritis.

Proses selanjutnya adalah penetapan kriteria kategorisasi tingkat minat

membeli produk kosmetika pemutih kulit dan citra raga subyek penelitian dengan

Gambar

Gambar diambil dari www.sekitarkita.comTTTTTTTTTTTTT
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak- tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap- lengkapnya dari

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: (1) kegiatan guru memfasilitasi proses pembelajaran matematika berparadigma pedagogi reflektif yang terjadi selama empat kali

Karakteristik dalam individu adalah sarana untuk memberitahu satu terpisah dari yang lain, dengan cara bahwa orang tersebut akan dijelaskan dan

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih. sebelum masa

Software laptop yang dibuat dalam bentuk user interface dengan bahasa C++ berperan sebagai pusat pengaturan semua proses pengenalan nada alat musik suling recorder,

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/ menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII A SMP Barata Semagung Purworejo melalui pembelajaran berbantuan komputer dengan materi

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang bermaksud pindah dengan klasifikasi sebagaimana yang