POLA PENGELOLAAN USAHA KOMUNITAS MUSIK
“INDIE”
(Studi Kasus: Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
DI SUSUN OLEH :
EDY SISWANTO NIM : 011324008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 27 Mei 2008 Penulis
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Edi Siswanto
Nomor Mahasiswa : 011324008
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul
Pola Pengelolaan Usaha Komunitas Musik “Indie”………. ……… ……… ………
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 27 Mei 2008
Yang menyatakan
vi
“… Rawe-rawe Rant as M alang-malang
Putung… ”
( Berjuanglah sampai titik darah terakhir demi cita-cita, Bung Tomo 1945)
Buah karya ini kupersembahkan untuk :
Bapa Jesus Kristus dan Bunda Maria
vii
ABSTRAK
POLA PENGELOLAAN USAHA KOMUNITAS MUSIK “INDIE”
(Studi Kasus: Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, Flower Market Band, Yogyakarta)
Edi Siswanto 011324008
Universitas Sanata Dharma 2008
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola pengelolaan usaha yang dilakukan oleh komunitas musik indie, yaitu mencakup aspek produksi, pemasaran, keuangan, dan aspek personalia.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang dilaksanakan pada Monophone Band, Apollo-10 Band, Flower Market Band, dan Captain OI Band pada bulan September 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh grup band indie yang ada di Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 4 grup band, diambil menggunakan purposive sampling, yakni berdasarkan album musik rekaman yang sudah dimiliki. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisa data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Pola pengelolaan produksi yang dilaksanakan hanya bersifat insidental, tanpa ada perencanaan yang lebih matang.
2. Pola pengelolaan pemasaran selain dominan melalui konser panggung (live performance) juga melalui berbagai media seperti surat kabar, internet, televisi dan radio lokal.
3. Pola pengelolaan keuangan yang dilaksanakan masih minimalis, yakni tidak dimilikinya modal tetap usaha maupun besarnya pendapatan yang akan diraih. Sehingga baik biaya maupun besaran dana yang dikeluarkan untuk kesejahteraan anggota memiliki besaran yang tidak pasti.
viii
ABSTRACT
THE PATTERN OF MANAGEMENT OF “INDIE” MUSIC COMMUNITY (A Case Study of: Monophone Band, Apollo-0 Band, Flower Market Band,
Captain OI Band, Yogyakarta)
Edi Siswanto 011324008
Sanata Dharma University Yogyakarta
2008
The research aims to describe the pattern of the management of indie music community, which includes four aspects like production, marketing, finances, and personnel.
The research is an Explorative Description research conducted at Monophone Band, Apollo-10 Band, Captain OI Band, and Flower Market Band in September 2007. The populations of this research were 4 group bands required by
purposive sampling, based on indicator like album music record. The techniques of data analysis were interview, observation, and documentation. Data analysis method used in this research was qualitative data analysis.
The result of this research shows that:
1. The pattern of production management which is done is just accidental, without well plan management.
2. The pattern of marketing, besides the dominant factor, namely life performance, done by some means of media like newspaper, internet, TV and local radio.
3. The pattern of financial management is very simple. There is no fixed capital and no good management in managing the future income so the cost of production and the wages of the personnel are not certain.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Tuhan atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul” Pola Pengelolaan Usaha Komunitas
Musik Indie” dengan baik.
Banyak kesulitan dan hambatan yang penulis alami selama proses
penyusunan skripsi ini. Namun atas dukungan berbagai pihak penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
baik ini penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Sosial, Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi Universitas
Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing I yang senantiasa dengan penuh
kerelaan, kesabaran dan ketekunan membimbing serta mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Indra Darmawan, S.E.,M.Si., selaku Dosen pembimbing II yang
senantiasa dengan penuh kerelaan, kesabaran, dan ketekunan membimbing
serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Y.M. Vianey Mudayen, S.Pd yang telah memberikan masukan demi
x
5. Almarhum ayahandaku tercinta yang walaupun tidak sempat melihat
keberhasilanku dalam menyelesaikan studi, pada akhirnya aku mampu
meneruskan cita-cita untuk meraih gelar sarjana.
6. Ibuku tercinta yang kini menjanda tetap memberikan cinta, semangat dan
motivasi agar aku bisa tetap survive dalam meraih cita-citaku.
7. Kedua kakakku yang dengan penuh pengertian memberikan perhatian dan
pengorbanan baik materi ataupun psikologis dengan harapan agar aku pantang
menyerah.
8. Bapak Heri Antono selaku dosen Prodi Sastra Indonsia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma yang telah begitu besar memberikan dorongan dan
motivasi baik materiil dan spiritual. Terima kasih banyak pak,
mudah-mudahan saya bisa membalas budi baik bapak.
9. Nonikku sayang yang rela bersabar hati dan menungguku untuk cepat meraih
gelar sarjana, untuk akhirnya kembali bersamanya.
10.Teman-teman mahasiswa PDU 2001 atas kebersamaannya selama kuliah
11.Sumanto, Lojon, Joyo, Sigit, Setip, Ronald, Srie P, Hohok, Bruno, Dion,
Agnes, Elis dan yang mungkin terlupakan, terimakasih atas dukungan dan
semangatnya.
12.Penghuni tetap Tutul 23b, Pegy, Nonok, Putra, Dewok, Wahde, Komang, Ale,
Martin yang sudah memberikan banyak masukkan dalam penulisan skripsiku.
xi
13.Kawan-kawan BMC AAYKPN, Samuel, Lobor, Komet, Gondang, Komeng,
Penjol, Sekar, Tolok, Lindut, Vita, Ana Piglet, yang telah memberikan ruang
untuk berbagi suka dan duka bersama.
14.Kawan-kawan Tunas Patria APMD, Zeca, Suryo, Teddy, Erwin, Moli, Om
Doel, Waley, Koko, Fitri dan yang mungkin tidak tersebut, makasih atas
dukungan kalian selama ini.
15.Semua pihak yang tidak tercantum namanya disini, namun telah banyak
berjasa bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, Juni 2008
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN………. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI………... v
MOTO……….. vi
ABSTRAK ……….. vii
ABSTRACT ………. viii
KATA PENGANTAR………... ix
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar belakang Masalah………. ……... 1
B. Rumusan Masalah……….. ……... 6
C. Tujuan Penelitian………... 7
D. Manfaat Penelitian………. 7
BAB II LANDASAN TEORI….……….... 8
A. Globalisasi dan Budaya Pop………. 8
B. Perkembangan Industri Musik Nasional dan Internasional………. 14
C. Pasar Bebas dan Pasar Indie Label………... 17
D. Prinsip Dasar Pengelolaan Usaha……….. 18
BAB III METODE PENELITIAN………. 27
A. Jenis Penelitian………...27
B. Subjek dan Objek Penelitian………... 27
C. Sumber Data………. 28
xiii
E. Teknik Pengumpulan Data……… 29
F. Metode Analisis Data……… 30
G. Kisi-kisi Pedoman Wawancara……….. 33
BAB IV. GAMBARAN UMUM ………... 37
A. Sejarah Singkat Yogyakarta……….. 37
B. Letak Geografis……… 39
C. Kependudukan………... …….. 39
D. Perkembangan Musik Yogyakarta dari Major Label Sampai Indie Label……… 40
E. Profil Band Indie Yogyakarta………. 45
1. Flower Market Band………... 45
2. Monophone Band……….. 47
3. Apollo-10 Band………... 48
4. Captain OI band……… 50
BAB V. PEMBAHASAN………... 53
A. Komunitas Musik Indie Sebagai Perlawanan Anak Muda Terhadap Monopoli Pasar oleh Pihak Major Label ………. 53
B. Pola Pengelolaan Produksi Komunitas Musik Indie………. 58
C. Pola Pengelolaan Keuangan Komunitas Musik Indie………... 63
D. Pola Pengelolaan Pemasaran Komunitas Musik Indie ………. 73
E. Pola Pengelolaan Personalia Komunitas Musik Indie………... 78
BAB VI. PENUTUP………. 85
A. Kesimpulan……… 85
B. Saran ………. 90
DAFTAR PUSTAKA……….. xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pada masa Orde Baru masih berkibar kegiatan perekonomian di Negara
Indonesia seperti dibelenggu oleh sebuah pasungan yang menyebabkan
berbagai ketimpangan pasar. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengatur
perekonomian, tidak jarang selalu mengorbankan pasar-pasar kecil dengan
hanya beracuan pada keberadaan sebuah identitas pasar yang dinilai mampu
lebih banyak mendatangkan keuntungan. Bentuk-bentuk usaha yang bergerak
dalam sektor perkebunan ataupun pertanian dan lainnya yang pada mulanya
mendominasi, dengan segera tergeser oleh kehadiran bentuk-bentuk usaha
yang bersifat modern seperti industri migas, ekspor, impor, dan lain
sebagainya.
Dominasi bentuk-bentuk usaha yang lebih modern terhadap usaha-usaha
kecil dan menengah merupakan akibat dari kekalahan dalam proses pemasaran
yang cenderung dipengaruhi oleh modal. Kepemilikan modal yang minim
dalam usaha- usaha kecil atau menengah memaksa mereka untuk lebih bekerja
keras dalam usahanya untuk menjadi pesaing bagi bentuk-bentuk usaha
modern. Sedangkan asumsi yang lain adalah bisa jadi hal tersebut memang
sebuah unsur kesengajaan dari pihak-pihak tertentu yang berharap segala
oleh bentuk-bentuk usaha yang memiliki skala lebih besar atau identik
dipegang oleh pihak-pihak yang bermodal besar (kapitalis).
Bentuk-bentuk monopoli pasar tidak hanya tercipta dalam aspek
perdagangan saja, melainkan merambah hingga aspek-aspek yang lain seperti
pendidikan, budaya, dan lain sebagainya hingga tidak terkecuali adalah aspek
hiburan yaitu musik dan gaya hidup.
Musik merupakan bentuk media hiburan yang sedang ngetrend di era yang
sekarang ini. Tak ubahnya sebuah serum, trend tersebut mampu merasuk dan
menyebar dengan cepat keseluruh organ tubuh dan sekaligus
mengkontaminasi setiap orang yang terjangkiti sehingga mereka merasa
kecanduan untuk menikmatinya berulangkali. Seperti halnya yang terjadi
pada generasi muda sekarang, trend musik pun dengan cepat mampu merasuki
mereka dan dengan cepat pula menjelma menjadi sebuah kebiasaan yang
sepertinya wajib mereka konsumsi.
Berbagai macam jenis musik pun bermunculan dari Pop, Rock, Reggae,
Ska, dan masih banyak jenis lain yang mungkin masih akan bermunculan.
Tidak hanya dalam jenis musik saja yang menimbulkan keragaman, dengan
tidak mau kalah para pengemar dari berbagai macam jenis musik itupun
berusaha mengidentitaskan diri mereka sesuai dengan jenis musik yang
mereka sukai yang pada akhirnya juga menimbulkan keragaman. Seperti para
pengemar musik Punk menamakan diri mereka sebagai Punker, para
pengemar musik Reggae menamakan diri mereka sebagai Rasta Mania, begitu
menyebut dirinya sebagai Rocker, dan mungkin masih banyak
identitas-identitas lain ada yang selalu menyesuaikan identitas-identitas mereka dengan jenis,
genre atau aliran musik yang mereka gemari.
Oleh karena hal di atas muncul asumsi masyarakat ditinjau dari sudut
pandang ekonomi, bahwa musik merupakan sebuah bidang usaha yang
bergerak dalam bidang jasa yang memiliki nilai jual yang tinggi, karena secara
kasat mata sangat diminati oleh seluruh lapisan masyarakat untuk
mengkonsumsinya. Berdasar pada asumsi tersebut dengan cepat para kaum
pemodal menciptakan peluang usaha dengan menciptakan
perusahaan-perusahaan industri rekaman dengan tujuan mampu memberikan kepuasan
bagi para pengemar musik untuk dapat menikmati alunan musik sesuai
jenis-jenis musik yang sedang ngetrend untuk dinikmati, entah itu musik Pop, Rock,
Reggae atau jenis musik yang lain.
Sebelum perusahaan industri musik rekaman ada, para pengemar musik
hanya mampu mendengar sekaligus menonton para musisi idola mereka pada
saat konser atau tampil secara langsung diareal terbuka, di layar televisi atau
pada moment- moment tertentu saja. Hal tersebut mengakibatkan para
pengemar musik sering dipaksa untuk merogoh sakunya lebih dalam hanya
untuk menikmati alunan musik yang mereka sukai. Sebagai contah jika hal
tersebut dibuat dalam perhitungan adalah, berapa jumlah biaya yang harus
dikeluarkan ketika inggin menonton konser para musisi idola mereka, belum
digunakan sebagai ajang konser berjauhan dengan rumah kediaman para
pengemar itu sendiri.
Berdasarkan acuan-acuan diatas dan sekaligus dampak dari modernisasi
maka tanpa mau menyia-nyiakan peluang yang ada, maka para pemodal yang
sebelumnya sudah memahami fenomena yang terjadi dengan segera
menjadikan hal tersebut sebagai lahan subur dalam berbisnis, yaitu dengan
mendirikan perusahaan industri musik rekaman. Sebut saja studio rekaman
dalam skala besar seperti Sony record music yang sampai sekarang mampu
mendominasi pasar musik rekaman dari studio-studio lain yang ada baik itu
lingkup nasional maupun internasional.
Di tengah derasnya budaya pop yang cenderung seragam, studio rekaman
yang sudah dikenal berskala besar seperti Sony record music, sering
diidentitaskan sebagai Major Label. Perusahaan ini mengadopsi aliran-aliran
musik yang tidak semaunya mereka pilih. Sasaran pihak major adalah
jenis-jenis musik yang sedang populer dikalangan masyarakat terutama para kawula
muda seperti sekarang ini, sehingga jenis musik lain yang dianggap sudah
tidak popular memiliki peluang yang kecil untuk bisa masuk keperusahaan ini.
Dampak susahnya jenis atau aliran musik yang sudah dianggap tidak
popular untuk masuk dalam perusahaan berkelas Major Label membuat
banyak para musisi vakum (berhenti dari kreativitasnya untuk sementara
waktu) dalam berkreasi dan beralih profesi. Kepercayaan diri mereka seperti
hilang karena jenis atau aliran musik yang biasa mereka bawakan sudah tidak
Dari persamaan asumsi jenis atau aliran musik yang dinyatakan sudah
tidak populer dimasyarakat banyak, band-band ataupun musisi yang sulit
memperoleh peluang masuk dalam industri Major label melahirkan suatu
bentuk perlawanan bahwa mereka juga inggin diakui bahwa me reka ada.
Band-band tersebut akhirnya membentuk sebuah kelompok-kelompok dan
menjadi sebuah komunitas yang biasa di sebut dengan Indie1. Indie berarti cap
simbolik untuk menunjukkan semangat independent (merdeka), tanpa sudi di
kendalikan pihak manapun, terutama institusi pasar. ( Triyono Lukmantoro)
Di Yogyakarta tidak sedikit para musisi muda dengan berbagai bakat dan
talenta, ikut bergerak dalam bidang musik dengan berpayung pada indie label.
Mereka tidak lagi peduli untuk bisa masuk dalam kelas major label dengan
harapan bisa cepat terkenal ataupun memiliki nilai jual yang tinggi, karena
mereka mereka memilki asumsi bahwa setiap orang atau individu memiliki
selera musik yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup peluang bahwa jenis
atau aliran musik tersebut adalah yang mereka bawa.
Sebut saja Flow Market Band, Produk, Apollo-10 Band, Monophone
Band, Captain OI Band, dan lain sebagainya, merupakan band-band yang
bernaung dalam identitas “Indie Label”. Dengan segala kemerdekaannya
mereka berjuang untuk mendapatkan pasarnya sendiri, dengan visi dan misi
diakui masyarakat banyak bahwa mereka memang benar-benar ada dengan
bukti autentik karya-karya mereka.
Prinsip dasar yang digunakan untuk memproduksi indie label adalah
merupakan manifestasi terhadap hegemoni pasar yang selama ini
menguntungkan media dominan. Indie label mencoba untuk melakukan
resistensi terhadap dominasi logika industri budaya (culture industry) yang
semakin meraksasa.
Dengan dasar ingin mendapat pengakuan dari masyarakat, sekaligus
sebagai upaya mensejajarkan diri dengan perusahaan Major Label maka,
dalam menjalankan kreativitasnya dalam bermusik komunitas indie
menerapkan sistem pengelolaan yang bersifat swadaya, yaitu pola-pola
pengelolaan yang sepenuhnya mereka jalankan sesuai dengan kemampuan
yang mereka meliki. Adapun bentuk-bentuk pengelolaan yang menjadi fokus
penelitian disini meliputi pola pengelolaan keuangan, pola pengelolaan
produksi, pola pengelolaan personalia, dan pola pengelolaan pemasaran.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka pemikiran diatas studi ini akan mengkaji
masalah-masalah pokok yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pengelolaan aktivitas produksi musik indie?
2. Bagaimana pola pengelolaan keuangan kelompok musik indie?
3. Bagaimana pola pengelolaan susunan personalia kelompok musik indie?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mencari data-data yang
dapat mendukung terhadap masalah penelitian antara lain:
1. Mendeskripsikan laju produksi yang dikelola oleh kelompok musik indie
2. Mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang menyokong laju
produktifitas komunitas musik indie.
3. Mendeskripsikan perihal personalia yang menyangkut susunan perorangan
yang sudah ada dalam komunitas musik indie secara jelas.
4. Mendeskripsikan model- model pemasaran yang diambil oleh komunitas
musik indie dalam usahanya meraih pasar sesuai dengan apa yang mereka
ingginkan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti, sekaligus sebagai sumbangan bagi mahasiswa lain
yang tertarik menyikapi keterkaitan budaya pop yang sedang merajalela
dengan idealisme kemerdekaan dalam hal bermusik terhadap kegiatan
ekonomi menyangkut pola pengelolaan proses produksi, pemasaran,
personalia (struktur organisasi), dan permodalan dalam komunitas musik
“Indie”. Dengan harapan mampu merangsang bentuk-bentuk penelitian baru
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Globalisasi dan Budaya Pop
Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam kategori Negara sedang
berkembang, dan identik dengan faham konsumerisme dalam memajukan
sektor pembangunannya.
Faham konsumerisme ditegaskan oleh Fiske, yaitu merupakan faham yang
menyatakan setuju atas pengekploitasian pendapatan terhadap segala bentuk
keingginan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain faham
ini menyatakan bahwa masyarakat akan cenderung selalu memiliki keingginan
terhadap sega la sesuatu yang mereka inggin peroleh atau miliki walaupun
tanpa didukung oleh segi keuangan yang mereka miliki. Misalnya masyarakat
lebih rela berhutang hanya untuk memiliki sebuah sepeda motor yang
sebenarnya suatu saat (jangka panjang) mampu mereka miliki dengan
perencanaan yang lebih matang, fenomena lain adalah banyaknya kalangan
pelajar yang rela menunda uang SPP hanya untuk digunakan membeli
HandPhone yang sedang ngetrend disaat itu, terdorong oleh asumsi yang
dijadikan sebagai alasan tidak mau dikatakan “udik” atau ketinggalan jaman.
Keberadaan perekonomian yang memang relatif masih tertinggal dalam
negara-negara sedang berkembang, mengadopsi paradigma-paradigma untuk
segera mengambil langkah sebagai cara untuk mengejar ketertinggalan dan
Adapun proses dari globalisasi itu sendiri muncul akibat dari keingginan
setiap negara untuk meraih kesetaraan posisi dengan negara- negara maju.
Beracuan pada perihal tersebut maka faham liberaralisasi perdagangan pun di
munculkan, yaitu kebebasan setiap negara untuk memasarkan segala bentuk
sumber daya alam, budaya, seni dan lain sebagainya sebagai asset yang selalu
berbeda dengan negara lain dengan tujuan lebih meningkatkan sektor
perekonomian negara itu sendiri.
Seperti halnya negara sedang berkembang lainnya, dengan mengadopsi
faham- faham liberalisasi tanpa disadari Indonesia juga sudah menjadi pelaku
faham globalisasi. Faham liberalisasi sangat jelas terlihat pada
aktivitas-aktivitas produksi, keuangan dan perdagangan sering didominasi oleh
institusi- institusi moneter internasional. Akibat yang ditimbulkan adalah
bahwa sektor nasional yang sudah dimiliki menjadi terbengkalai dan tidak
berkembang.
Berdasarkan konteksnya ciri utama dari globalisasi adalah peningkatan
konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh
perusahaan-perusahaan transnasional, maupun oleh perusahaan-perusahaan
keuangan dan dana global. Proses ini ditandai dengan semakin sedikitnya
perusahaan transnasional yang mampu meraih pangsa besar atau peningkatan
proporsi secara cepat dari sumberdaya ekonomi, produksi dan pangsa pasar.
Globalisasi dalam perkembangannya mengadopsi berbagai faham budaya
bentuk budaya populer, yaitu kecenderungan trend yang sedang ada dan
berkembang sebagai paradigma awam kelompok masyarakat.
Kelemahan negara sedang berkembang dalam menghadapi globalisasi
berakar dari sejumlah faktor. Secara ekonomi, NSB lemah unt uk memulai
integrasi dengan pasar dunia karena rendahnya kapasitas ekonomi domestik
dan infrastruktur sosial sebagai warisan masa penjajahan.
Stuart Hall (dalam Storey 1994) menggambarkan budaya pop sebagai:
Sebuah arena konsensus dan resistensi. Budaya pop merupakan tempat di mana hegemoni muncul, dan wilayah dimana hegemoni berlangsung. Ia bukan ranah dimana sosialisme, sebuah kultur sosialis yang telah terbentuk sepenuhnya dapat sungguh-sungguh ‘diperlihatkan’. Namun, ia salah satu tempat dimana sosialis me boleh jadi diberi legalitas. Itulah mengapa budaya pop menjadi suatu yang penting.
Keberadaan globalisasi dan budaya pop merambah hingga pada aspek-aspek
tertentu tidak terkecuali aspek penelitian yaitu musik.
Pada 1941, Adorno mempublikasikan sebuah esai yang sangat
berpengaruh ‘On Popular Music’ (dalam Storey 1994). Tiga pernyataan
spesifik perihal musik pop, yaitu pertama, ia menyatakan bahwa musik pop itu
‘distandarisasikan’, dengan kata lain sekali pola musikal/ lirikal ternyata
sukses, ia dieksploitasi hingga kelelahan komersial, yang memuncak pada
kristalisasi standar. Untuk menyembunyikan standarisasi, industri musik
menggunakan apa yang Adorno sebut ‘Pseudo-individualisasi’ : dengan kata
lain, standarisasi hit-hit lagu manjaga para penikmat musik tetap menerimanya
dengan tetap mendengarkannya.
Pernyataan kedua, bahwa musik pop mendorong pendengaran pasif. Musik
pop beroperasi didalam semacam dialektika yang letih, yaitu untuk
konsumsi terhadap musik pop menghasilkan pengalihan dan pemalingan
perhatian dalam diri konsumen.
Pernyataan ketiga, adalah klaim bahwa musik pop beroperasi seperti
‘semen sosial’. Fungsi sosial-psikologisnya adalah meraih penyesuaian fisik
dengan mekanisme kehidupan saat ini dalam diri konsumen musik pop.
‘Penyesuaian’ ini memanifestasikan dirinya sendiri dalam ‘dua tipe
sosial-psikologis utama perilaku massa’, yaitu tipe penurut “ritmis” dan tipe
“emosional”. Yang pertama menari- nari dalam pemalingan perhatian dalam
ritme eksploitasi dan operasinya sendiri. Yang kedua berkubang dalam
kesengsaraan yang sentimental, lupa akan kondisi eksistensi yang nyata.
Ditegaskan oleh argument Leon Resselson yang menganalisis bahwa
kekuatan dari industri musik adalah melalui pendekatan ekonomi politik
budaya, yaitu:
Lebih dari setiap seni pertunjukan lain, dunia lagu didominasi oleh lelaki berduit disatu sisi dan sensor moral terhadap media disisi lain.kemungkinan suara -suara alternatif yang membuat mereka didengarkan senantiasa lirih kadang kala, seperti saat ini, tidak ada. Merupakan ilusi bahwa lagua adalah komoditas yang tersedia secara bebas…kenyataanya adalah bahwa lagu merupakan properti privat dari organisasi-organisasi bisnis. (Leon Resselson)
Asumsi yang dibuat adalah bahwa industri musik menentukan nilai guna
produk-produk yang dihasilkan. Industri musik merupakan industri kapitalis,
karenanya produk-produknya adalah produk-produk kapitalis, dan juga
pembawa ideologi kapitalis.
Rosselson berpendapat bahwa ‘musik rakyat’ (lantaran asal- usulnya dalam
naungan kapitalisme) merupakan musik alternatif bagi musik kapitalis dalam
industri musik.
Sebagaimana ditunjukkan Frith (1983), industri musik tidak menjual
single, gagasan hegemonik, melainkan sebaliknya sebuah medium yang harus
melalui ratusan gagasan yang berkompetisi mengalir yang pada akhirnya
pencarian keuntungan yang efisien tidak mencakup penciptaan
‘kebutuhan-kebutuhan baru’ dan ‘memanipulasi’ khalayak melainkan, sebaliknya
pemberian respons pada kebutuhan-kebutuhan yang ada dan ‘pemuasan’
khalayak.
Dalam karya Stuart Hall dan Paddy Whanel (1964), bahwa ‘potret anak
muda sebagai orang lugu yang dieksploitasi’ oleh industri musik pop ‘terlalu
disederhanakan’.
Sosiolog Amerika Devis Riesman (1990) menaruh perhatian pada
bagaimana khalayak musik pop bisa dibagi dalam dua kelompok, ‘kelompok
mayoritas, yang menerima gambaran dewasa tentang anak muda secara agak
kritis, dan kelompok minoritas yang disitu beberapa tema pemberontakan
sosial terangkum. Sebagaimana ia tunjukkan, kelompok minoritas senantiasa
kecil.
Pemberontakan kelompok minoritas mengambil suatu bentuk simbolik
seperti tang ditegaskan oleh Riessman sebagaimana berikut:
Jadi, mengkonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada (way of
being) di dunia. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya
kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi bagian dari
subkultural anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan
mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal.
Menurut Riesman, tidak menjadi soal apakah komunitas itu bersifat nyata
atau imajiner. Yang penting adalah bahwa musik menyediakan sense
(pengertian) akan komunitas. Ia adalah komunitas yang tercipta melalui
tindakan konsumsi: ‘tatkala ia mendengarkan musik, bahkan jika tak ada
orang lain di sekelilingnya, ia mendengarkan dalam sebuah konteks “orang
lain” atau imajiner, tindakannya mendengarkan tentu saja seringkali
merupakan sebuah upaya menjalin hubungan dengan mereka’.
Tatkala kita mengatakan musik populer, seringkali yang ada di benak kita
adalah lagu. Sebagaimana Gabriel Marcus uraikan, 1‘kata-kata adalah bunyi
yang bisa kita rasakan lebih dahulu sebelum menjadi pernyataan-pernyataan
untuk dipahami’.
B. Perkembangan Industri Musik Nasional dan Internasional
Secara umum perkembangan industri musik lingkup nasional maupun
internasional belum bisa di paparkan secara jelas, hal ini akibat dari identitas
musik yang tidak lepas dari khasanah tradisi suatu wilayah yang selalu
memunculkan keragaman dalam perkembangannya.
Musik (music) bersumber dari kata “muse” yang kemudian diambilalih
kedalam bahasa Inggris dan jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai bentuk ‘renungan’. Jadi pada hakikatnya musik adalah suatu
perenungan kehidupan.
Menurut Cambell (1977), musik lahir dari paduan ingatan manusia tentang
alam semesta ciptaan para dewa, dengan demikian musik tidak hanya
menghibur tetapi juga merupakan hasil perenungan penciptanya berdasarkan
ingatan- ingatan akan pengalaman hidupnya dan ketika disajikan pun akan
menggugah seseorang untuk merenungkan hidupnya seperti yang terungkap
dalam musik.
Habermayer (1999) menjelaskan bahwa musik adalah bagian integral dari
kehidupan seseorang karena musik merupakan aspek vital kehidupan
seseorang yang juga merupakan bahan dasar kehidupan yang menjadikan
seseorang memiliki hakikat sebagai manusia. Hal tersebut lebih dipertegas
oleh teori Brown (1997) yang mengatakan bahwa musik berkaitan langsung
dengan emosi (emotion) dan perasaan (feelings).
Globalisasi yang merambah hingga pada aspek hiburan yaitu musik,
mengadopsi penguasa-penguasa yang memiliki modal besar (kapitalis) untuk
mendirikan sejumlah perusahaan industri musik rekaman yang di adopsi oleh
pihak-pihak dari ‘luar’. Perusahaan-perusahaan tersebut dengan segera
meraksasa mendominasi perindustrian musik rekaman. Sebut saja EMI
secara nyata menegaskan sebuah kebenaran bahwa mereka memayungi
industri musik yang komersial.
Bukan hanya di Indonesia, industri musik di tingkat internasional juga
membenarkan bahwa keberadaan industri musik rekaman merupakan sebuah
acuan kemajuan dari dunia musik. Sebut saja WBM (Warner Broz Music),
Atlantic Record, dan Sony Music Record yang juga mendominasi dunia musik
di luar negeri. (Colorado, 2003)
Keberadaan perusahaan-perusahaan industri rekaman yang dengan cepat
meraksasa, memberikan dampak bagi genre atau aliran-alairan musik yang
tidak memenuhi kriteria untuk bisa masuk dan dikomersialkan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut.
Dengan berbenderakan ‘Major label’ perusahaan-perusahaan diatas
mampu memonopoli pasar musik baik lingkup nasional maupun internasional.
Adapun kriteria yang disesuaikan adalah bahwa jenis, genre atau aliran musik
yang berhak di komersilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah jenis,
aliran musik yang sedang populer atau memiliki prospek finansial yang tinggi.
Sebagai akibat dari pengkriteriaan industri musik yang dimonopoli oleh
pihak major label, terciptalah pemberontakan dari para musisi ataupun
komponis yang mengantungkan hidupnya secara total dalam bermusik.
Berbagai genre, bentuk, jenis atau aliran musik yang selama ini tidak
mendapatkan tempat di perusahaan ‘major label’, bergumul dengan waktu
Indie merupakan cap simbolik yang beasal dari kata independent yang
berarti merdeka, yaitu kemerdekaan dalam berkreatifitas tanpa sudi di
kendalikan pihak manapun, terutama institusi pasar. (Triyono Lukmantoro,
Kompas, Februari 2007 )
Musik dalam budaya pop menjadi sebuah keseragaman, yaitu jenis-jenis
aliran musik yang berpeluang banyak diadopsi oleh studio-studio rekaman
adalah jenis atau aliran musik yang dominan digemari oleh masyarakat
banyak, sehingga memiliki peluang keuntungan (profitable) yang jelas dalam
pasar.
Musik Indie dapat diartikan sebagai ruang kebebasan untuk berekspresi
dan berkreasi dengan tujuan sebagai ajang promosi kreatif, bebas, tidak
terstandarisasikan dan ditujukan pada masyarakat umum serta produser musik.
(admin, Rockisnotdead)
Berdasarkan tujuan diatas sangat jelas bahwa komunitas musik yang
bernaung pada bendera “Indie Label” lebih menitikberatkan keberhasilannya
pada kebebasan untuk berkarya, sesuai dengan kemauan mereka tanpa harus
mempedulikan entah produksi yang mereka hasilkan setara dengan jumlah
pengorbanan yang selama ini mereka keluarkan atau malah tanpa hasil
apa-apa.
C. Pasar Bebas dan Pasar Indie label
Pasar dalam konteks ekonomi umum memiliki pengertian sebagai mata
penjual dan pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat konsumen. Pasar
akan tercipta jika ada suatu pertemuan antara orang yang mau menjual dan
orang yang mau membeli suatu barang atau jasa tertentu dengan harga
tertentu.
Berdasarkan pada pengertian pasar secara umum maka dapat didefinisikan
bahwa
pasar bebas diera yang modern ini merupakan suatu wadah yang lebih luas meliputi adanya proses transaksi yang menghubungkan antara produsen dan konsumen, penjual dan pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat konsumen tanpa harus dipatok pada satu tempat atau lokasi, melainkan sebuah kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi (transaksi) sesuai dengan harga atau kesep akatan tertentu. (Martin Khor, 1993)
Hal ini didukung oleh keberadaan tehnologi yang serba canggih, tanpa
harus beranjak kemana- mana setiap orang berkesempatan menjadi salah satu
pengguna pasar bebas, seperti layanan internet yang mampu mengakses
berbagai macam informasi, hiburan, pendidikan, ekonomi, pemasaran, bahkan
hingga keperihal transaksi jual beli.
Mengutip asumsi Syahrani selaku musisi Jazz di Indonesia pada salah satu
surat kabar harian, ia menyatakan bahwa :
“dalam pengembangan usahanya komunitas indie membentuk pasarnya sendiri, yaitu dengan memanfaatkan berbagai media baik itu media cetak maupun media elektronik yang semakin menglobal akibat modernisasi massa”. ( Kompas, 11 Mei 2007)
Semangat independent yang dimiliki komunitas “indie”, membawa asumsi
bahwa segala bentuk usaha yang dilakukan oleh komunitas tersebut tidak mau
dikekang oleh institusi- institusi yang ada baik itu dalam hal berkarya ataupun
dalam konteks pasar.
Adapun media- media yang ssering dilibatkan sebagai bentuk pemasaran
berupa media cetak yang berupa majalah-majalah, atau tabloid yang banyak
dijumpai dimana- mana, ataupun media elektronik yaitu sarana internet,
website, ataupun stasiun radio-radio lokal yang mampu memberikan informasi
secara cepat kemasyarakat publik.
D. Prinsip Dasar Pengelolaan Usaha
Sebuah usaha muncul akibat pemahaman akan sebuah ide, adapun
langkah-langkah yang ditujukan dalam mengembangkan ide tersebut meliputi
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Perencanaan Usaha
Adalah suatu cetak biru tertulis (blue print) yang berisikan tentang
misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian finansial, strategi
usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta
ketrampilan pengelolaannya.
Adapun fungsi dari perencanaan usaha ada dua, yaitu:
a) Sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha
Sebuah perencanaan usaha yang matang cenderung sudah
mempertimbangkan berbagai resiko yang dihadapi dan selanjutnya
siap untuk dilaksanakan. Konsistensi pelaku dalam menjalankan
kegiatannya dengan beracuan pada perencanaan usaha yang sudah
disusun juga mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha yang
b) Sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber
dari luar
Minimnya modal yang dimiliki juga berpengaruh pada bentuk usaha
yang akan dijalankan. Maka, adalah suatu tindakan yang sangat tepat
memiliki perencanaan usaha yang mampu menjadi perhitungan untuk
menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam menyediakan modal
usaha.
Menurut Zimmerer (1993: 331) beberapa unsur yang harus ada dalam
perencanaan usaha antara lain, ringkasan pelaksana/ eksekutif, profil
usaha, strategi usaha, produk dan jasa, strategi pemasaran, analisis
pesaing, ringkasan karyawan dan pemilik, rencana operasional, data
financial (keuangan), proposal/ usulan pinjaman, dan jadwal operasional.
Secara rinci dapat diuraikan bahwa ringkasan eksekutif atau pelaksana
menjelaskan tentang maksud usaha didirikan, usulan finansial sebagai
penopang keuangan dalam kegiatan usaha, permintaan dana dan cara
pembayaran kembali pinjaman sebagai bentuk antisipasi kurangnya modal
usaha.
Perencanaan usaha secara detail memuat berbagai komponen meliputi:
1) latar belakang usaha, yaitu memuat laporan singkat sejarah perusahaan
atau situasu yang ada saat itu.
2) Gambaran usaha secara detail, yaitu keunikan yang dimiliki dan atau
faktor- faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan seperti kualitas,
3) Analisis pasar, memuat tentang potensi pembeli terhadap barang,
jumlah pelanggan dipasar, pengaruh pasar eksternal terhadap penjualan
(contoh: inflasi, tinggi rendahnya tingkat pengangguran, tingkat
pendapatan), dan lain sebagainya.
4) Analisis pesaing, memuat gambaran tentang jumlah pesaing yang ada
mencakup kelemahan ataupun kelebihan yang mereka miliki.
5) Perencanaan strategi usaha, memuat tentang rencana untuk
memasarkan produk khususnya berkenaan dengan strategi pemasaran
(harga, promosi, periklanan, dan pelayanan pada pelanggan) sekaligus
untuk membandingkan produk yang akan dipasarkan dengan produk
yang sudah ada dipasar.
6) Spesifikasi organisasi manajemen, yaitu memuat tentang
pengorganisasian perusahaan baik secara legal maupun fungsional
yaitu meliputi orang-orang kunci dalam perusahaan, beserta latar
belakang, dan sifat-sifat spesifik lain yang mempengaruhi keberhasilan
usaha.
7) Perencanaan keuangan, memuat hal- hal berkaiatan dengan keuangan
yang harus dikeluarkan maupun jumlah pendapatan dalam perusahaan.
8) Perencanaan aksi strategis, memuat tentang penjelasan misi dari
perusahaan, tujuan dan sasaran spesifik yang akan dicapai, prosedur
pengawasan untuk menjaga perusahaan dari serangan, dan lain
2. Pengelolaan Keuangan
ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan keuangan yaitu:
a. Aspek Sumber Dana
berasal dari asalnya, sumber dana perusahaan dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu:
1) Dana yang berasal dari perusahaan, disebut pembelanjaan
internal. Ada tiga jenis sumber dana internal yang dapat
dijadikan sumber keuangan perusahaan, yaitu: 1) penggunaan
dana perusahaan, 2) penggunaan cadangan, 3) penggunaan laba
yang tidak dibagi/ ditahan.
2) Dana yang berasal dari luar perusahaan, disebut pembelanjaan
eksternal. Sumber dana eksternal mencakup:
a) Dana dari pemilik atau penyertaan
b) Dana yang berasal dari utang/ pinjaman baik jangka pendek
maupun jangka panjang, atau disebut pembelanjaan asing
c) Dana bantuan program pemerintah pusat dan daerah
d) Dana dari teman atau keluarga yang inggin menanamkan
modalnya
e) Dana ventura, yaitu dana dari perusahaan yang inggin
menginvestasikan dananya pada perusahaan kecil yang
b. Aspek Rencana dan Penggunaan Dana
beberapa aspek yang harus diperjatikan dalam merancang
penggunaan biaya, yaitu:
1) Biaya awal
2) Proyeksi/ rancangan keuangan, yang mencakup :
a) Neraca harian (balance sheet)
b) Laporan laba rugi (income statements)
c) Laporan arus kas (cash flow statements)
3) Analisis pulang pokok (break-even analysis)
biaya awal (start-up cost), adalah biaya yang diperlukan ketika
perusahaan akan berdiri. Biaya awal perusahaan yang baru
berdiri pada umumnya meliputi:
a) Biaya awal yang tidak terduga (unik)
b) Biaya administrasi (gaji karyawan dan peralatan kantor)
c) Biaya (sewa) bangunan
d) Biaya asuransi
e) Biaya tambahan atau biaya secara umum
c. Aspek Pengawasan atau Pengendalian Keuangan yaitu memuat
pertanggung jawaban atas pemasukan ataupun pengeluaran
keuangan berhubungan dengan kegiatan usaha.
3. Teknik dan Strategi Pemasaran
Pemasaran adalah kegiatan meneliti kebutuhan dan keingginan
mempromosikan, serta mendistribusikan barang dan jasa. Tujuan
pemasaran dipaparkan J. Supranto, 1993 adalah bagaimana agar barang
dan jasa yang dihasilkan disukai, dibutuhkan, dan dibeli oleh konsumen.
Perencanaan pemasaran meliputi: 1) menentukan kebutuhan dan
keingginan pelanggan, 2) memilih pasar sasaran khusus, 3) menempatkan
strategi pemasaran dalam persaingan, 4) memilih strategi pemasaran
4. Teknik Pengembangan Usaha
Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan perluasan usaha atau
peningkatan output akan menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti
mencapai skala ekonomis (Economic of Scale). Sebaliknya, bila
peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang
(Diseconomics of Scale), maka tidak baik dilakukan.
Lingkup usaha ekono mis adalah diversifikasi usaha ekonomis yang
ditandai oleh biaya produksi total bersama. Dengan memanfaatkan biaya
yang ada diperlukan pertimbangan dalam menetukan mencapai sasaran
yang lebih optimal.
5. Manajemen dan Strategi Kewirausahaan
a Manajemen kewirausahaan
Menyangkut semua kekuatan perusahaan yang menjamin bahwa
usahanya betul-betul eksis. Bila usaha baru inggin berhasil, maka
wirausaha harus memiliki empat kompetensi, diantaranya:
2) buat ramalan pendanaan untuk me nghindari tidak terbiayainya
perusahaan
3) bangun tim manajemen, bukan menonjolkan perorangan (not a’one
person’ show)
4) beri peran tertentu, khusus bagi wirausaha penemu
Strategi kewirausahaan menyangkut kesesuaian kemampuan
internal dan aktivitas perusahaan dengan lingkungan eksternal, dimana
perusahaan harus bersaing dengan menggunakan keputusan-keputusan
strategis.
Strategi pertama, sering dipilih oleh wirausaha (Market Leader),
meskipun paling beresiko. Strategi kedua, menyangkut pengembangan
keterampilan untuk menanggapi peluang yang diciptakan oleh
perusahaan yang berada dipasar pertama Strategi ketiga, yaitu
perubahan karakteristik produk, pasar, atau industri yang berbasis pada
inovasi, dengan cara:
a) menciptakan manfaat
b) meningkatkan nilai inovasi
c) beradaptasi dengan lingkungan sosial ekonomi pelanggan
d) menyajikan apa yang dianggap bernilai oleh pelanggan
b. Strategi kewirausahaan
Beberapa keputusan strategis yang diperlukan dalam kondisi
pertumbuhan, yaitu:
2) Strategi yang menyangkut penetrasi pasar, ekspansi pasar,
diversifikasi produk dan jasa, atau ekspansi usaha
3) Kemampuan untuk memperoleh modal investasi dalam rangka
penelitian dan pegembangan, proses produksi dan penggantian
peralatan, dan dalam rangka penambahan sumber daya manusia.
4) Analisis sumber daya manusia, sehingga memiliki ketrampilan
yang unik untuk mengimplementasikan strategi.
5) Analisis pesaing terbaik yang ada maupun yang potensial untuk
menetapkan strategi bersaing.
6) Kemampuan untuk menopang keunggulan strategi perusahaan dan
untuk memodifikasi strategi dalam menghadapi perubahan
permintaan pelanggan dan perilaku strategi persaingan baru.
7) Penentuan harga barang atau jasa untuk jangka pendek dan jangka
panjang.
8) Interaksi perusahaan dengan masyarakat luas
9) Pengaruh pertumbuhan perusahaan yang cepat terhadap aliran kas.
c. Strategi bagi pemimpin pasar
Apabila perusahaan telah memiliki peluang pasar yang besar
seperti pada masa pertumbuhan, maka strateginya:
1) Bersikap menyerang dan agresif untuk mempertahankan pangsa
pasar.
3) Tidak boleh ada anggapan bahwa perusahaan yang berhasil tidak
memiliki tantangan.
d. Strategi bagi bukan pemimpin pasar
1) Secara agresif menggunakan kompetensi terbaiknya untuk meraih
peluang pasar sehingga tidak tertandingi oleh pesaing.
2) Mengembangkan strategi sebagai pengikut.
e. Strategi yang lain
1) Pertahanan bersaing.
2) Mencoba untuk produk yang menjadi “ andalan utama yang baru”
(big hitter), dan tidak berkonsentrasi pada perbaikan keberhasilan
produk yang sudah ada.
3) Mengambil langkah positif dan proaktif untuk menguasai manajer
kunci dan ahli teknik professional yang selalu diikutsertakan dalam
pembentukan keberhasilan perusahaan.
Secara umum prinsip dasar pengelolaan usaha adalah seperti yang telah
dirinci diatas. Tidaklah berbeda dengan bentuk-bentuk usaha yang lain,
industri musik juga memerlukan prinsip pengelolaan dalam menentukan
keberhasilan dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang musik. Mulai
dari perencanaan usaha, pengelolaan keuangan, teknik dan strategi pemasaran,
teknik pengembangan usaha, dan manajemen dan strategi kewirausahaan.
Perencanaan usaha disektor industri musik penting dilakukan, hal tersebut
jenis, atau aliran musik yang akan di kelola yang identik akan berbagai
keunikan tersendiri.
Pengelolaan keuangan merupakan faktor yang juga vital mempengaruhi
proses kegiatan usaha tak terkecuali dalam industri musik. Sebagai contoh
dalam industri musik memerlukan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam
proses produksinya seperti, biaya rekaman, pengemasan, pemasaran, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain modal yang dimiliki akan mempengaruhi
produktifitas produksi yang dijalankan.
Selain dari perencanaan usaha dan pola pengelolaan keuangan faktor lain
yang juga berpengaruh dalam industri musik adalah teknik dan strategi
pemasaran. Salah satu contoh yang dimunculkan disini adalah pemasaran
produk melalui internet. Maraknya dunia komunikasi memberikan pilihan bagi
pengusaha industri musik rekaman dalam memasarkan produknya. Dengan
biaya yang lebih murah mereka dapat memasarkan produknya melalui internet
tanpa harus mengeluarkan biaya mahal untuk memasang iklan- iklan khusus
yang memuat produk mereka dalam bentuk poster atau media surat kabar
lainnya.
Dalam mengelola industri musik rekaman, hal lain yang tak kalah penting
adalah manajemen dan strategi pemasaran. Hal ini bertujuan untuk lebih
memfokuskan kegiatan usaha terhadap sasaran pasar yang akan di capai.
Sebagai contoh industri musik cenderung menentukan sasaran pasar pada
generasi muda karena mereka lebih mengemari musik-musik yang ada. Tidak
pihak-pihak yang kompeten dibidangnya dalam menunjang proses produksi
musik tak terkecuali dalam aspek pemasarannya.
Dapat diambil garis besar bahwa strategi-strategi dalam mengelola industri
musik terlalu tidaklah berbeda dengan pola pengelolaan industri lain pada
umumnya. Hal yang menjadi acuan pentingnya pengelolaan dalam setiap
usaha adalah bahwa segala bentuk usaha tidak terlepas dari pasar yang akan
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya metode agar penelitian dapat
berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang memuaskan. Dalam
penelitian ini, penyusun menggunakan metode deskriptif eksploratif yaitu
bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Data-data
dikumpulkan sesuai dengan topik penelitian yang dibahas. Data-data yang
diperoleh dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif.
Dalam metode penelitian deskriptif mencakup beberapa teknik,
diantaranya penyelidikan dengan teknik interview dan observasi. Adapun
ciri-ciri metode deskriptif adalah sebagai berikut:
a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang
b. Data yang ada mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisa
B. Subjek Dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah orang atau individu sebagai anggota
komunitas musik “Indie” yang dapat dimintai keterangan berkaitan dengan
permasalahan pada penelitian ini, yaitu tokoh formal atau pihak pemegang
b. Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah Pola Pengelolaan Usaha
Komunitas Musik “Indie”. Suatu studi kasus pemberontakan pasar dalam
budaya pasar bebas dengan pusat penelitian di Yogyakarta.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 108), “populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh grup Band musik Indie di Yogyakarta.
2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 109), “sampel” adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Penentuan sampel dari
populasi penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara sengaja
dengan beracuan pada indikator yang sudah ditentukan. Sampel disini
mengambil 5 band yang tergabung dalam kumunitas musik “Indie” di
Yogyakarta, yaitu Flow Market Band, Monophone Band, Apollo-10 Band,
Captain OI Band, dan Produk Gagal Band.
Adapun indikator pengambilan sampel didasarkan pada keberadaan
album yang sudah dimiliki dan bersifat original karya dari band yang
D. Data Yang Dicari
Dalam mencari data penilitian maka unsur-unsur yang akan dicari meliputi
sebagai berikut:
1. Pola pengelolaan aktivitas produksi komunitas musik Indie
2. Pola pengelolaan sektor keuangan komunitas musik Indie
3. Pola pengelolaan sektor pemasaran komunitas musik Indie
4. pola pengelolaan sektor personalia komunitas musik Indie
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, dengan
demikian diharapkan dan dimungkinkan diperoleh data yang valid.
Teknik-teknik pengumpulan data yang dipakai adalah:
1) Metode Interview
Metode interview yaitu cara pengumpulan data melalui wawancara
langsung dengan responden untuk mengungkapkan data yang belum
terjaring melalui metode kuesioner.
2) Metode Observasi
Metode observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan me lalui
pengarahan dan percakapan langsung terhadap segala hal yang berkaitan
dengan objek penelitian.
3) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode penyelidikan untuk memperoleh
sesuai permasalahan yang diteliti, yaitu berupa catatan, buku, surat kabar,
majalah, agenda, rapat, dan sebagainya.
F. Metode Analisis Data
Dalam menganalisa data akan menggunakan metode analisa data kualitatif,
yaitu suatu metode analisis data yang tidak menggunakan angka-angka tetapi
dalam penganalisaannya diungkapkan dengan kata-kata yang berupa
keterangan, gambaran ataupun paparan mengenai objek yang diteliti.
Menurut Nasution, penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati
orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam hal ini
analisis data didukung dengan data-data kuantitatif yang dapat jadikan
referensi oleh peneliti dan kemudian dijelaskan dalam bentuk kata-kata atau
kalimat. (Julia, 1997)
Seiddel (1998), mengemukakan bahwa analisis data kualitatif mencakup
beberapa tahap, yaitu:
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, yaitu dengan memberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Dalam penelitian ini
sampel yang diambil adalah lebih dari satu, maka agar dalam penelusuran
data tidak terjadi ketimpangan diperlukan kode yang secara pasti mampu
membedakan data antara sampel satu dengan yang lainnya.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintetiskan,
3. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,
mencari dan menemukan pola dan hubungan- hubungan, dan membuat
temuan-temuan umum.
Selanjutnya menurut Janice McDrury 1999 collaboration group analysis
of data tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
a. Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang
ada dalam data.
b. Mempelajari kata-kata kunci itu , berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.
c. Menuliskan model yang ditemukan.
d. Koding yang telah dilakukan.
G. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Sebelum melakukan interview atau wawancara penelitian maka hendaknya
kisi-kisi ini dibuat sebagai landasan pertanyaan yang kemungkinan akan
diajukan pada subjek penelitian berkaitan dengan rumusan masalah yang akan
diteliti.
Secara umum maka dapat disusun kisi-kisi sebagai berikut:
a. Sejarah Perusahaan (grup band)
1) Ide, latar belakang pendirian, pendiri, nomor akta notaris
2) Tahun berdirinya dan mulai beroperasi
3) Alasan pemilihan lokasi perusahaan
b. Visi, Misi, Tujuan, Strategi
1) Visi dan misi perusahaan (grup band)
2) Tujuan perusahaan (grup band)
3) Strategi perusahaan (grup band)
c. Bagian Produksi
1) Cara mendapatkan bahan baku (sumber, syarat pembayaran, supplier)
2) Cara mendapatkan bahan penolong (sumber, syarat pembayaran,
supplier)
3) Proses produksi
4) Perhitungan BOP (biaya operasional produksi) dan harga pokok
produksi
5) Pengaruh bencana alam terhadap kegiatan produksi
6) Penyimpanan produk
7) Pengendalian kualitas
8) Pengendalian limbah produksi
d. Bagian Pemasaran
1) Pangsa pasar perusahaan
2) Penentuan harga dan mark up
3) Promosi yang dijalankan perusahaan
4) Pembentukan image konsumen
5) Saluran distribusi
6) Pelayanan kepada pelanggan
e. Bagian Keuangan
1) Cara memperoleh modal, sumber modal, penggunaan modal
2) Struktur modal perusahaan
3) Likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas
4) Modal kerja
5) Cara mengendalikan keuangan (termasuk system akuntansi)
6) Penyusunan anggaran
7) Harga transfer
f. Personalia
1) Perekrutan karyawan perusahaan
2) Penempatan karyawan pada bagian-bagian yang ada dalam perusahaan
3) Kesejahteraan karyawan (gaji, insentif, bonus, dan lain- lain)
4) Penyelesaian perselisihan antara karyawan dengan pimpinan dan antar
karyawan
5) Promosi/ demosi karyawan
6) Sanksi dan PHK (pemutusan hubungan kerja)
7) System pengawasan karyawan
8) Penilaian kinerja karyawan
9) Evaluasi karyawan
g. Organisasi dan Manajemen
1) Bentuk perusahaan dan status hukumnya.
2) Struktur organisasi dan pembagian wewenang.
4) Desent ralisasi dan sentralisasi atau penyebaran dan pemusatan
37
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KOMUNITAS MUSIK INDIE
A. Sejarah Singkat Yogyakarta
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I
Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran
Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II) kemudian bergelar
Adipati Paku Alam 1.
Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang- -undang No.3
tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut. Disebutkan
bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah Kasultanan
Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Sesudah Sri Sultan Hamengku Buwono IX wafat pada 3 Oktober 1988, Sri
Paku Alam VIII, Wakil Gubernur Kepala Derah Istimewa Yogyakarta
ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sehari- hari Gubernur
Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, diberi kedudukan sebagai Pejabat
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan Keputusan
Presiden RI No. 340 tahun 1988.
Sebagai ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta
kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran
Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman
kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan,
baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten
Pakualaman.
Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan
peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan
tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan
dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang
banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas
kejayaan Kerajaan Mataram.
Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan
di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat
banyak mahasiswa dan pelajar dari seluruh daerah di Indonesia. Tidak
berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi
propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan
wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan
di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata
Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta
merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan
DIY sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai
Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum
maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
B. Letak Geografis
Letak Astronomi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 º15- 8 º15 Lintang
Selatan dan garis 110 º5- 110 º4 Bujur Timur, dengan batas wilayah:
Sebelah Barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
Sebelah Barat Laut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Sebelah Timur Laut Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Sebelah Timur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah
Sebelah Selatan Samudera Indonesia.
Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2 terdiri atas Kota
Yogyakarta 32,50 km2 , Kabupaten Sleman 574,82 km2 , Kabupaten Bantul
506,85 km2 ,Kabupaten Kulon Progo 586,27 km2,Kabupaten Gunung Kidul
1485,36 km2.
C. Kependudukan
Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan registrasi
tahun 2000 sebanyak 3.120.478 jiwa. Pada tahun 2004 berdasarkan hasil
Susenas jumlah penduduk tercatat sebanyak 3.220.808 jiwa dengan perincian:
Bantul 816.256 jiwa, Kabupaten Kulonprogo 375.884 jiwa dan Kabupaten
Gunung Kidul 686.732 jiwa.Kepadatan penduduk Daerah Istimewa
Yogyakarta rata-rata 1.011 jiwa/km2. (Sumber data :BPS Propinsi DIY)
D. Perkembangan Musik Yogyakarta Dari Major Label Sampai Indie label
Yogyakarta selain sebagai kota pelajar adalah juga merupakan suatu
wilayah yang kental akan seni dan budaya-budaya daerah yang lahir dari adat atau
budaya masyarakat yang sampai saat ini dilestarikan. Dalam bidang seni
khususnya musik masyarakat, sebagai salah satu wilayah yang masih memegang
teguh adat kesultanan atau keraton masyarakat jogja sudah dibiasakan dengan seni
musik yang disebut dengan Karawitan, yaitu suatu seni bermusik yang didominasi
oleh seperangkat alat musik klasik sperti kenong, gong, dan lain sebagainya.
Dalam perkembangannya musik karawitan menyesuaikan dengan berbagai budaya
baru yang diadopsi dari modernisasi dan melahirkan bentuk-bentuk gaya bermusik
yang berbeda.
Tidak berbeda seperti kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung dan lain sebagainya, Yogyakarta juga memunculkan berbagai
keragaman khususnya berkaitan dengan dunia musik. Banyak terdapat berbagai
jenis aliran ataupun genre musik yang dimunculkan oleh para musisi sebagai
dampak dari modernisasi zaman.
Yogyakarta selain sebagai kota pelajar ataupun kota seni dan budaya,
ternyata wilayah ini juag mampu menghasilkan para musisi yang tangguh dan
digambarkan banyaknya para musisi yang berasal dari kota gudeg tersebut mampu
menembus pasar industri musik lingkup nasional berdasarkan pada karya-karya
yang telah berhasil mereka buat. Sebut saja Sheila on 7 yang sempat mengebrak
pasar industri musik dengan album mereka yang berhasil terjual lebih dari 30.000
copy. Letto band yang juga hingga saat ini masih sering menghiasi acara layar
televisi dan menjadi sebuah icon yang mungkin tak akan pernah terlupakan bagi
para pengemarnya.
Atmosphere dunia musik diwilayah Yogyakarta bukan hanya didasarkan
pada jenis, aliran ataupun genre musik yang telah mampu menembus pasar
industri musik lingkup nasional saja. Dari reggae, Ska, Pop, Rock, Keroncong dan
lain sebagainya menjadi sebuiah keistimewaan tersendiri bagi wilayah tersebut
dalam menyikapi berbagai keragaman khususnya dalam bidang musik.
Keragaman selera musik yang dimunculkan memberikan dampak
tersendiri bagi para musisi. Dampak positif akan diperoleh ketika musik yang
mereka usung menjadi lirikan para pengusaha industri musik rekaman (Major
Label) untuk diadopsi, dan tentunya hal tersebut akan mampu memunculkan
peluang bagi para musisi yang bersangkutan akan memperoleh popularitas dan
nilai jual yang tinggi akan karya-karyanya. Adapun dampak negative yang
sebaliknya diperoleh adalah jika para pengusaha industri musik rekaman (Major
Label) sama sekali tidak tertarik dengan musikalitas yang mereka hasilkan, hal
tersebut semakin menguatkan asumsi bahwa para musisi tersebut harus berjuang
karya-karya mereka mampu dikenal dan diakui oleh masyarakat khususnya para
pecinta musik.
Berawal dari keragaman yang dimunsulkan membawa sebuah akibat
bahwa tidak sedikit berbagai jenis, aliran atau genre musik yang ada tidak mampu
meraih pasar khsususnya pasar industri musik rekaman dengan latar belakang
kurang atau terbatasnya pengelolaan yang mampu dilakukan. Ironisnya jenis,
aliran, atau genre musik tersebut merupakan ragam musikalitas yang tidak masuk
dalam kategori Major label.
Major label merupakan perusahaan yang didominasi oleh para pemodal
dengan tujuan meraih keuntungan. Secara per suku kata dapat pula diartikan,
Major berarti besar dalam konteks perusahaan sehingga dapat pula bermakna
perusahaan besar, sedangkan label Adapun langkah utama yang dijadikan
dasarkan perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya adalah dengan
mengadopsi jenis, aliran atau genre musik yang bersifat populer atau sedang
ngetrend. Langkah tersebut diambil dengan alasan bahwa pengakuan masyarakat
terhadap jenis, aliran atau genre musik yang di cap sedang ngetrend membuka
peluang bisnis bahwa musik tersebut secara kasat banyak digemari oleh
masyarakat pencinta musik dan tentunya akan mampu menghasilkan keuntungan
yang relatif besar.
Keberadaan industri musik rekaman sekelas Major Label di wilayah
Yogyakarta melahirkan band-band atau musisi yang mampu menembus pasar
blantika musik lingkup nasional. Shaggy dog Band, Sheila on 7 band, Letto band
khususnya untuk wilayah Yogyakarta. Karya-karya mereka pun dengan segera
menjelma menjadi sebuah bentuk apresiasi yang tidak asing menghiasi
media-media hiburan baik media-media elektronik (radio dan televisi), media-media surat kabar dan
media lain- lainnya.
Sony Music Record, Entertainment Music Industries (EMI), Universal
Music record, merupakan beberapa perusahaan industri musik berskala Major
Label. Perusahaan ini mengadopsi berbagai jenis, aliran, atau genre musik dengan
indikasi ngetrend atau populer dimasyarakat. Keberadaan dari
perusahaan-perusahaan tersebut tidak jarang memberikan dampak tersingkirnya jenis, aliran,
atau genre musik yang sudah tidak populer dimasyarakat. Berdasarkan pada
ketimpangan tersebut muncul komunitas yang menamakan dirinya “Indie”.
Indie berarti cap simbolik untuk menunjukkan semangat independent
(merdeka), tanpa sudi dikendalikan pihak manapun terutama institusi pasar
(Kompas, 2007). Komunitas ini muncul akibat dominasi perusahaan Major Label
dalam upaya meraih perluasan pasar khususnya di sektor industri musik rekaman.
Aspek lain yang melatarbelakangi munculnya komunitas musik indie adalah
asumsi yang menyatakan bahwa jenis, aliran, atau genre musik yang mereka
adopsi di cap sudah tidak populer atau ngetrend dikalangan masyarakat pecinta
musik. Berawal dari munculnya asumsi di atas mendorong para musisi atau
band-band yang sudah dianggap usang tersebut memberikan semangat perlawanan yaitu
dengan tetap menghasilkan karya-karya mereka dengan tujuan meraih pasar
Secara garis besar keberadaan komunitas musik indie bertujuan
mempertahankan idealis mereka dalam hal musik, yaitu inggin tetap eksist dan
diakui bahwa mereka ada. Bentuk upaya yang mampu dimunculkan komunitas
tersebut dalam meraih eksistensi dunia musik yaitu dengan tetap
mengapresiasikan konsep musik yang mereka anut dengan tujuan mampu
menghasilkan karya-karya yang nantinya dapat dinikmati masyarakat banyak
khususnya masyarakat pecinta musik.
Komunitas musik indie pada awalnya muncul dari dominasi kreativitas
anak muda dalam menyikapi segala aspek yang dinilai syarat dengan berbagai
ketimpangan, yakni khusus nya dalam bidang musik. Pangsa pasar yang selama ini
dinilai hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar (Major Label)
memunculkan sebuah bentuk perlawanan yaitu memunculkan berbagai bentuk
usaha dengan sistem pengelolaan yang mereka ciptakan sendiri.
Banyaknya band-band indie yang ada di Yogyakarta menarik simpati
peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang pola pengelolaan dari komunitas
tersebut dalam melangsungkan kegiatannya di sektor musik tentunya. Oleh karena
jumlah band indie di Yogyakarta belum memiliki data yang pasti peneliti
memfokuskan penelitiannya terhadap band-band indie yang bersifat sudah