• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN KALIBULUS BIMOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN KAMIS LEGI 23 RUWAH 1940 H : DESKRIPSI PROS ES RITUAL, PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Progra m

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN KALIBULUS BIMOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN KAMIS LEGI 23 RUWAH 1940 H : DESKRIPSI PROS ES RITUAL, PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Progra m"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Progra m Studi Sastra Indonesia

Oleh

MELYA PUSPITA SARI NIM: 034114021

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Progra m Studi Sastra Indonesia

Oleh

MELYA PUSPITA SARI NIM: 034114021

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Doa memberikan kekuat an pada orang yang lemah, membuat orang t idak

percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang

ket akut an

K upersembahkan K epada :

Tuhan Yesus K rist us

At as limpahan berkat dan kasih karunia-Nya yang selalu menyert aiku

K eluargaku (Bapak, ibu dan adikku)

At as kasih sayang, doa, dukungan yang t iada hent i di sepanjang hidupku

Christ ian Hut agalung

At as segala ket ulusan cint a,kasih sayang, perhat ian, dukungan dan

(6)

v

Sari, Melya Puspita. 2008. Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H : Deskripsi Proses Ritual, Pandangan Masyarakat, dan Kajian Makna, Fungsi. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini membahas upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Slema n Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H : deskripsi proses ritual, Kajian Pandangan Masyarakat dan kajian makna, fungsi. Studi ini memiliki tiga tujuan yakni (1) mendeskripsikan proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, (2) menguraikan pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang upacara sadranan yang dilaksanakan setiap setahun sekali, (3) menjelaskan makna dan fungsi upacara sadranan.

Judul ini dipilih karena studi kasus tentang upacara sadranan masih jarang dilakukan. Upacara sadranan sekaligus mempunyai nilai penting dan menarik, yakni nilai budi pekerti. Mendidik kita agar tetap menghormati leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia, dengan mengirim doa kepada arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia.

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan Folklor. Penelitian ini menggunakan empat teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara, observasi, kepustakaan, dan dokumentasi.

Hasil penelitian mengenai upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut,

(1) Proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, dilaksanakan setiap tanggal 23 Ruwah sesuai dengan penanggalan Jawa dan pelaksanaan upacara sadranan tahun ini jatuh pada hari Kamis Legi tanggal 06 september 2007. Ritual diadakan dengan membawa sesaji yang mempunyai makna simbolik dan berziarah menaburkan bunga di atas makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia serta mendoakan agar arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus antara lain juru kunci makam, modin, dihadiri oleh rombongan tamu undangan pejabat pemerintahan, pejabat dan sesepuh desa serta didukung dan dihadiri oleh seluruh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus.

(7)

vi

(8)

vii

Sari, Melya Puspita. 2008. The Ceremony of “Sadranan” in Sub District Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman, Kamis Legi 23 Ruwah 1940H: The Description of Ritual Process, Perception of the Society and Mean Review, Function. S-1 Degree Thesis. Indonesian Literature Study program, Department of Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

This thesis is about the Ceremony of Sadranan in Sub District Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman, Kamis Legi 23 RUWAH 1940 H: The Description of Ritual Process, Perception of the society and Mean Review, Function. This study has three objectives, (1) description of Sadranan ritual in Kalibulus, (2) analysis of Kalibulus perspective concerning the ritual, (3) explanation about the meaning and function.

The writer chooses this title because there are only a few studies on that matter. Besides, Sadranan has high moral value (natural ability value) and interesting one. It educates us to have a respect on ancestor and the relatives who have passed away by visiting their graves, flowering, and sending them prays.

The approach of this study is Folklore with techniques such as interview, observation, literature, and documentation.

The results of the research about ceremony of Sadranan in Sub District Kalibulus are

(1) according to Javanese calendar, every 23 RUWAH, the society holds the ritual process. It equals to Kemis legi 6 September 2007 this year. The ritual were done by some sacrificial ceremonies which have symbolic meaning, visiting the graves of ancestors, flowering, and sending the ancestors and the relatives who have passed away prays so that their souls were side by side with The Almighty God. People related to the ceremony are the graves caretaker, modin, and some invited person from government official, the eldest, and all villagers.

(2) People perspectives are (a) based on the function, Sadranan is important because it is the moment to visit the graves of ancestors, to maintain the culture, a ritual for ancestor and passed away relatives so as getting His forgiveness and the best in hand of God. Besides, it is a reflection, as we will undergo a death, the moment to make a pardon toward God, gratefulness expression toward parents and ancestors, and the moment to peace the heart and mind. (b) based on the religion and belief; there is a freedom to conduct sadranan because it is a cultural heritage which it has religious values. There is a belief that whoever attends ceremony of Sadranan, he / she will get a blessing. For younger people, Sadranan is a kind of enjoyment.

(9)
(10)

viii

berkat , rahmat serta kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus bimomartani Ngemplak Sleman Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H: Deskripsi Proses Ritual, Kajian

Makna, Fungsi dan Pandangan Masyarakat disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana S-1 di Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan baik secara material, non material ataupun lahir maupun batin dari berbagai pihak. Semua bantuan dan dukungan tersebut senantiasa ada dalam kehidupan penulis ketika belajar di Universitas Sanata Dharma.

Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penyelesaian penulisan skripsi ini:

1. Susilawati Endah Peni Adji,S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing I atas bimbingan, masukan, kesabaran serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sana ta Dharma.

2. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing II atas bimbingan serta masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sanata Dharma.

(11)

ix

ramah dalam melayani peminjaman buku dan memberikan dukungan.

5. Seluruh staf sekretariat Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, mbak Rus dan mas Tri, yang telah ramah dalam melayani setiap keperluan penulis semenjak awal perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir.

6. Kedua orang tuaku Bapak Sardjono dan Ibu Sri Hardiningsih atas doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada hentinya diberikan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih Pak, Bu buat semua yang telah diberikan buat penulis hingga saat ini.

7. Adikku tersayang Yanna Amalia W buat motivasi dan kasih sayangnya. Thank you bendul.

8. Terima kasih buat semangat hidup dan penyejuk hatiku Christian Hutagalung atas dukungan, bantuan, motivasi, kebaikan yang tiada henti semenjak kita bersama.

9. Keluarga besar angkatan 2003, terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semua akan jadi kenangan yang indah dan tak terlupakan masa- masa kita kuliah bersama di kampus tercinta universitas Sanata Dharma.

(12)

x

12.Seluruh keluarga besar masyarakat Padukuhan Kalibulus, mbah Yah, pakde bude Aris, Pak prapto, mas Tono, Pak Mawardi, terima kasih atas kerjasama dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis ma sih banyak memiliki kekurangan. Segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang masih terdapat dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis semata-mata. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 01 Juni 2008

(13)

xi

(14)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi

(15)

xiii

1.7 Metode Penelitian ... 19

1.7.1 Pendekatan... 19

1.7.2 Metode ... 20

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data... 21

1.7.3.1 Observasi... 21

1.9 Sistematika Penyajian... 26

BAB II: PROSES PELAKSANAAN UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN KALIBULUS, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN 2.1 Pengantar... 27

2.2 Proses Ritual Secara Umum... 27

2.3 Proses Ritual Pelaksanaan Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus .... 28

2.3.1 Waktu serta tempat Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus ... 30

2.3.2 Sesaji dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus... 33

(16)

xiv

BABIII: PANDANGAN MASYARAKAT PADUKUHAN KALIBULUS TENTANG UPACARA SADRANAN

3.1 Pengantar... 41 3.2 Pengertian Pand angan Masyarakat secara Umum ... 41 3.3 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Upacara

Sadranan Berdasarkan Makna, Fungsi, serta, Agama dan Kepercayaan... 42 3.3.1 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Pelaksanaan Upacara Sadranan Berdasarkan Makna Fungsi ... 42 3.3.2 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Pelaksanaan Upacara Sadranan Berdasarkan Agama dan Kepercayaan... 43

BAB IV: MAKNA DAN FUNGSI UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN KALIBULUS, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN

3.1 Pengantar... 46 3.2 Makna Upacara Sadranan ... 46 3.3.Fungsi Upacara sadranan ... 48

BAB V: PENUTUP

(17)

1 1.1 Latar Belakang

Ide-ide dan gagasan- gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan- gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat-istiadat untuk bentuk jamaknya (Koentjaraningrat, 1986 :187).

(18)

dalam melaksanakan pekerjaan mendapatkan keselamatan baik lahir maupun batin (Bratawidjaja, 1988 :9).

Berbagai macam tata upacara adat terdapat dalam masyarakat Jawa, sejak sebelum manusia lahir sampai meninggal dunia. Misalnya upacara adat pada waktu wanita hamil, upacara tedak siten, upacara ruwatan, upacara tingkeban dan lain- lain. Setiap upacara adat tersebut mempunyai makna sendiri-sendiri dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, terutama di desa-desa. Upacara mempunyai banyak unsur, yaitu : bersaji, berkorban, berdoa, makan makanan bersama yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa, intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance atau mabuk, bertapa, dan bersemadi (Koentjaraningrat, 1986 : 378).

Dalam pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat dan kemampuan masyarakat Padukuhan Kalibulus. Di samping tata upacaranya, tersaji pendidikan budi pekerti dan aturan-aturannya. Semua itu merupakan warisan nenek moyang yang perlu kita lestarikan (Bratawidjaja, 1988 : 10). Hal ini mengingat salah satu fungsi upacara adalah sebagai pengokoh norma- norma atau nilai- nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat (Maharkesti dkk, 1988/1989 : 2).

(19)

wujud sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, sorga dan sebagainya, tetapi juga berwujud upacara-upacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala (Koentjaraningrat, 1986 : 204). Upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para antropologi ialah : tempat upacara keagamaan dilakukan, saat-saat upacara keagamaan dijalankan, benda-benda dan alat upacara, orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara (Koentjaraningrat, 1986 : 377-378). Nyadran berarti melaksanakan upacara sadranan. Nyadran masih populer di kalangan masyarakat Jawa. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Sya’ban (kalender Hijriah) sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa Ramadhan. Masyarakat percaya bahwa pada bulan Ruwah para arwah leluhur mempunyai kesempatan tilik kubur (berkunjung ke makamnya) dan tilik omah (berkunjung ke rumah) (Partokusumo via Lokesywara).

(20)

Mendoakan arwah leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia supaya segala kesalahannya dapat diampuni dan amal kebaikannya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu upacara sadranan juga menjadi sarana untuk merekatkan rasa persaudaraan di antara warga masyarakat. Diharapkan dengan adanya upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus ini dapat mengingatkan warga masyarakat yang dulunya berasal dari Padukuhan Kalibulus dan kini sudah tinggal di daerah lain supaya tetap mengingat para leluhurnya dengan selalu berziarah ke makam leluhur.

Makam Padukuhan Kalibulus, tempat dilaksanakannya upacara sadranan merupakan pemakaman umum yang berada di Padukuhan Kalibulus. Dalam komplek pemakaman tersebut, terdapat makam mbah Demang yaitu sesepuh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus atau tokoh pendiri Padukuhan Kalibulus, selain itu terdapat makam tokoh-tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus, mantan lurah Ngemplak dan makam warga masyarakat Padukuhan Kalibulus. Tidak terdapat persyaratan khusus bagi seseorang yang ingin dimakamkan di pemakaman Kalibulus, pemakaman ini terbuka bagi siapa saja akan tetapi lebih diutamakan bagi warga masyarakat Padukuhan Kalibulus beserta keturunan dan kerabatnya.

(21)

diikuti oleh ibu- ibu pembawa bunga (kembang setaman) untuk ziarah, bapak-bapak pembawa pusaka, rombongan orang yang memanggul sesaji yang berisi seperangkat minuman dalam poci yang terbuat dari tanah liat, buah-buahan, apem, nasi tumpeng dan ayam. Di belakangnya terdapat rombongan tamu undangan yang terdiri dari Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para pejabat dan sesepuh desa, serta bapak-bapak rombongan pembawa peti dari kayu (jodang) dan ibu- ibu yang membawa nampan bulat dari bahan bambu (tenong) yang berisi makanan berupa nasi tumpeng, berbagai macam sayur, buah-buahan dan ikan.

(22)

desa setelah didoakan oleh sesepuh desa (modin) dan setelah upacara sadranan selesai dilaksanakan.

Selain tata upacaranya, nilai penting dan menariknya upacara sadranan ini adalah nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam upacara sadranan yaitu agar kita tetap menghormati leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia, dengan mengirim doa kepada arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia agar segala dosa selama hidup dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa. Di zaman modern sekarang ini banyak orang sudah berpikir lebih rasionalis, tetapi upacara sadranan masih mampu memikat anggota-anggota keluarga besar yang kini banyak memperlihatkan aspek-aspek individualistisnya dengan setahun sekali dalam bulan Ruwah mengunjungi makam leluhur. Kita lebih memahami dan mengetahui hal perawatan kuburan, misalnya membiayai perbaikan makam dan cara penghormatan terhadap roh orang yang sudah meninggal.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat masalah pokok yang hendak dijawab. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian hanya dibatasi dan ditekankan pada permasalahan di bawah ini :

2.1 Bagaimanakah proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman?

2.2 Bagaimanakah pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman tentang upacara sadranan?

2.3 Apa makna dan fungsi ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan proses ritual upacara tradisi sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman.

1.3.2 Menjelaskan pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman tentang upacara tradisi sadranan.

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Upacara sadranan merupakan salah satu tradisi Jawa yang masih sering dilakukan oleh masyarakat sampai saat ini. Tetapi penelitian secara khusus tentang upacara sadranan belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan tidak hanya untuk kepentingan peneliti semata, tetapi diharapkan dapat menambah wawasan dan kepustakaan mengenai penelitian tradisi lisan yang masih banyak terdapat dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan gambaran mengenai proses ritual, pandangan masyarakat sekitar tentang tradisi Sadranan serta makna dan fungsi tradisi Sadranan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan upacara sadranan yang dilakukan di Padukuhan Kalibulus. Seperti kita ketahui ada beberapa penelitian yang berisi pembahasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan upacara tradisi sadranan di pulau Jawa. Setiap upacara sadranan di berbagai daerah di pulau Jawa biasanya mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda yaitu waktu pelaksanaan dan tata upacara sadranan dalam pelaksanaan ritualnya.

(25)

sangat kental dengan nuansa kejawen. Warga masyarakat berkumpul dan perlengkapan untuk upacara ritual seperti dupa, kembang setaman telah disiapkan. Selain itu sebagian besar ibu- ibu warga kecamatan Karangwelas membawa makanan, nasi tumpeng kecil lengkap dengan lauk pauknya lengkap, dan upacara pun dimulai. Upacara dipimpin oleh juru kunci makam. Upacara dibuka dengan membakar dupa, sambil menebar kembang setaman di nisan Mbah Agung Rahmatullah. Sesepuh desa dan warga duduk di halaman makam. Setelah ritual kejawen selesai, ritual dilanj utkan dengan doa-doa bernapaskan Islam. Setelah semua ritual usai dilaksanakan, acara dilanjutkan dengan makan bersama.

Selain itu, Sobirin (2006: http://lafadl.wordpress.com) juga pernah mengupas nyadran dalam artikelnya yang berjudul Nyadran di sudut Banyumas, yang memaparkan tentang prosesi nyadran ke makam Bonokeling. Rombongan orang-orang nyadran, yang terdiri dari ratusan lelaki yang berpakaian adat Banyumas dan rombongan perempuan dengan berpakaian kain (jarit) adat Banyumas, memasuki kompleks pemakaman Bonokeling dengan dipimpin oleh juru kunci makam Bonokeling. Semua anak cucu Bonokeling harus sungkem untuk ngalap berkah. Acara ini dilakukan setiap tahun menjelang bulan suci Ramadhan, sebagai bentuk penghormatan anak cucu Bonokeling terhadap leluhur mereka.

(26)

tentang “Nyadran” Ritual Sambut Ramadhan di Desa karanggude Kulon, Kecamatan Karangwelas maupun Sobirin dalam penelitiannya tentang Nyadran di Sudut Banyumas dapat dijadikan bahan referensi.

1.6 Teori

Untuk mengkaji upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus, difokuskan beberapa pemikiran yang akan diteliti dalam kerangka berpikir yang mencakup folklor dan sadranan. Selain itu untuk menjelaskan definisi yang diteliti dalam penelitian ini, bab teori akan dilengkapi dengan batasan istilah, yang mencakup upacara, padukuhan, proses ritual, pandangan masyarakat dan makna fungsi.

1.6.1 Kerangka Berpikir 1.6.1.1 Folklor

Menurut Dundes via Budiaman (1979:13) Folklor adalah sebagian dari kebudayaan yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun dan tradisional di antara anggota-anggota kelompok apa saja, dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan.

Menurut kajian ilmiah, folklor dapat diartikan sebagai tradisi lisan dan adat istiadat (oral and customary tradition ) (Danandjaja, 2003 : 31).

(27)

Folklor berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk artinya “sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah ‘tradisi folk’ yaitu sebagian dari kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Jadi, folklor adalah sebagian kebudayaan yang kolektif dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan, baik yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat” (Danandjaja, 2002 : 1-2).

Menurut Dundes via Budiaman (1979 : 13) kata folklor berasal dari dua kata Inggris : folk dan lore. Folk berarti kelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok lain. Ciri-ciri pengenal tersebut dapat berupa mata pencaharian hidup yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, tingkat pendidikan yang sama dan lain- lain. Tetapi yang terpenting dalam hal ini ialah bahwa mereka telah mempunyai suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah diwariskan secara turun-temurun yang dapat mereka akui sebagai milik kelompoknya sendiri. Di samping itu, yang penting juga ialah bahwa mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Adapun yang dimaksudkan dengan lore ialah tradisi folk yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau tutur kata, ataupun melalui contoh yang disertai perbuatan.

(28)
(29)

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya takhayul dan pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat adapula permainan rakyat, teater rakyat, tari-tarian rakyat, adat- istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain- lain.

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasukyang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan), dan musik rakyat.

Menurut Budiaman (1979: 14-15) betapa pentingnya kita mempelajari folklor dalam rangka mengenal kebudayaan masyarakat tertentu karena fungsi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai sistem proyeksi yang dapat mencerminkan angan-angan kelompok, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi.

(30)

tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Dalam penggolongannya upacara sadranan tergolong dalam folklor sebagian lisan. Jadi upacara sadranan yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan merupakan sebuah tradisi dan adat- istiadat karena masih dilaksanakan oleh warga masyarakat dari dahulu sampai sekarang, turun-temurun sampai anak cucu mereka. Adapun upacara sadranan yang dilakukan di Padukuhan Kalibulus diperingati setiap bulan Ruwah menjelang bulan Ramadhan. Pelaksanaan ritualnya dibuat sebuah prosesi tata upacara sadranan ke makam Kalibulus sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia.

1.6.1.2 Sadranan

Sadranan adalah hari berkunjung ke makam para leluhur atau kerabat yang sudah mendahului dan hal ini merupakan salah satu peristiwa yang penting. Setiap orang berusaha untuk bisa melaksanakan sadranan. Sadranan selalu dilakukan dalam bulan Ruwah yaitu pada bulan menjelang puasa. Orang datang berduyun-duyun untuk berziarah ke makam keluarga. Dalam bulan Ruwah itu kesempatan untuk bertemu dengan keluarga-keluarga yang sudah terpencar-pencar di seluruh penjuru tanah air (Bratawidjaja, 1988 : 135 – 136).

(31)

praktik-praktik ini sering termasuk upacara-upacara di desa sendiri untuk memberi sesaji roh pelindung desa dan tokoh-tokoh legendaris yang sakti, yang secara kebetulan, mungkin dimakamkan di dekat desa.

Partokusumo via Lokesywara (http://www.depdiknas.go.id ) menjelaskan kegiatan lain dalam hal perawatan kuburan dan penghormatan terhadap roh orang mati atau roh leluhur adalah selamatan nyadran. Nyadran berarti melaksanakan upacara sadran atau sadranan yang masih popular di kalangan masyarakat Jawa. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Sya’ban (kalender Hijriah) sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa Ramadhan. Nyadran dilangsungkan dengan selamatan di rumah dan di makam. Maksud selamatan ini adalah mengirim doa dan minta berkah kepada para arwah leluhur. Masyarakat percaya pada bulan Ruwah para arwah leluhur mempunyai kesempatan tilik kubur (berkunjung ke makamnya) dan tilik omah (berkunjung ke rumah).

Menurut Hardjowirogo (1980 : 143) sadranan adalah hari berkunjung ke makam para moyang dan di daerah Surakarta, ini merupakan suatu kejadian penting yang orang segan membiarkan lalu begitu saja dan yang seberapa dapat orang akan berusaha untuk melaksanakan. Sadranan ini selalu dilakukan dalam bulan Ruwah, pada bulan menjelang Ramadhan. Dari mana-mana orang datang berduyun-duyun untuk berziarah ke makam keluarga.

(32)

Ritual ini dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Ramadhan). Seluruh warga Padukuhan Kalibulus dan kerabat-kerabatnya yang tinggal di luar Padukuhan Kalibulus, biasanya menyempatkan waktu untuk datang berziarah ke makam keluarga. Dalam pelaksanaannya, ritual sadranan di Padukuhan Kalibulus diwujudkan dalam sebuah tata upacara. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus merupakan ritual perawatan makam dan penghormatan terhadap roh leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia dengan membersihkan makam leluhur dan sanak-saudara serta diberi sesaji, taburan bunga dan mendoakan arwah leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia. Upacara sadranan bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus adalah sarana untuk mengirim doa bagi leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia supaya amal kebaikannya semasa hidup dapat diterima dan seluruh kesalahannya dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa.

1.6.2 Batasan Istilah 1.6.2.1 Upacara

(33)

kebiasaan yang berlaku sebagian dari perayaan (pelantikan pegawai negeri, peringatan-peringatan penting, peresmian gedung baru).

Upacara sadranan merupakan rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat/agama. Upacara sadranan merupakan perayaan peristiwa penting bagi warga masyarakat Padukuhan Kalibulus karena sampai saat ini masih dilakukan dan dalam pelaksanaan tata upacaranya disesuaikan dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakat Padukuhan Kalibulus. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang telah disepakati oleh semua warga Padukuhan Kalibulus. Di Padukuhan Kalibulus, upacara sadranan dilaksanakan dengan adat Jawa dan tata ritual agama Islam karena mayoritas penduduk di Padukuhan Kalibulus beragama Islam.

1.6.2.2 Padukuhan

(34)

1.6.2.3 Proses Ritual

Proses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988 : 703) adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu atau rangkaian tindakan, perbuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk.

Ritual adalah berkenaan dengan ritus, hal ikhwal ritus. Sedangkan pengertian ritus adalah tata cara dalam upacara keagamaan (KBBI,1988 : 751). Ritua l menurut Martin dkk (2003 : 481) berarti hal ihwal yang berkenaan dengan ritus. Ritus itu sendiri adalah tata cara dalam upacara keagamaan. Ritual nujubulan (mitoni), memperingati seribu hari meninggalnya seseorang (nyewu).

Proses ritual ya ng dimaksud dalam penelitian ini adalah jalannya peristiwa atau rangkaian tindakan dalam tata upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai semua ritual selesai dilaksanakan. Proses ritual upacara sadranan akan dibahas secara mendalam oleh peneliti dalam bab selanjutnya.

1.6.2.4 Pandangan Masyarakat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988 : 643) pandangan berarti pengetahuan atau pendapat, hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat).

(35)

Pandangan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapat masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang pelaksanaan upacara sadranan, ditinjau dari kepercayaan yang dianut oleh warga masyarakat serta makna dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan masyarakat ini akan dibahas peneliti secara mendalam dengan menggunakan metode- metode di bawah ini dan akan diungkapkan pada bab selanjutnya.

1.6.2.5 Makna dan Fungsi

Makna adalah arti atau maksud pembicara/penulis (KBBI, 1988 : 548). Fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal (KBBI,1988 : 245). Makna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah maksud atau arti dari pelaksanaan upacara sadrana n bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus. Fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegunaan upacara sadranan bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus. Makna dan fungsi upacara sadranan bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus akan dibahas oleh peneliti secara mendalam dalam penelitian ini pada bab selanjutnya.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Pendekatan

(36)

dalam penelitian folklor Indonesia perlu kiranya peneliti untuk mengetahui lebih dulu sebab-sebab mengapa perlu meneliti folklor. Sebab utamanya bahwa folklore mengungkapkan kepada kita secara sadar atau tidak sadar, bagaimana folknya berpikir. Selain itu, folklore juga mengabadikan apa yang dirasakan penting (dalam suatu masa) salah satunya adalah folk pendukungnya. Folk lor lisan dan sebagian lisan masih banyak mempunyai fungsi yang menjadikan sangat menarik dan penting untuk diselidiki.

Pendekatan folklor yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk folklor sebagian lisan yaitu upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Melalui pendekatan ini peneliti dapat mengetahui proses ritual, pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang pelaksanaan upacara sadranan dan makna, fungsi.

1.7.2 Metode

(37)

masih dilakukan sampai saat ini, sehingga dapat mengkaji fungsi dan makna upacara sadranan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan empat teknik yaitu : observasi, wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi.

1.7.3.1 Observasi

Sutrisno Hadi via Sugiyono (1999 :139) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik Pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi (1) participant observation (observasi berperan serta) yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari- hari orang yang sedang diamati atau yang

digunakan sebagai sumber data penelitian, (2) non participant observation (observasi nonpartisipan) yaitu peneliti tidak terlibat dan ha nya sebagai pengamat

independent (Sugiyono, 1999 :139).

(38)

terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel yang akan diamati, (2) observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati (Sugiyono, 1999: 140).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi terstruktur, observasi yang telah dirancang secara sistematis, karena penulis sudah mengetahui tentang apa yang akan diamati dan di mana tempatnya yaitu mengamati proses ritual, pandangan masyarakat tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus serta makna, fungsi upacara sadranan. Dalam penelitian ini digunakan observasi non partisipan yaitu hanya dengan mengamati masyarakat Padukuhan Kalibulus, sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih objektif tentang masalah yang diselidikinya. Mendapatkan gambaran tentang upacara tradisi sadranan, memudahkan peneliti membaca situasi dan keadaan masyarakat Kalibulus, sehingga akan memudahkan peneliti untuk diterima oleh masyarakat setempat.

1.7.3.2 Wawancara

(39)

dapat dilaksanakan secara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur (Kuntjara, 2006 67).

Wawancara atau interview ini dilakukan dengan para informan yang dianggap mampu memberikan penjelasan tentang upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan wawancara individual yaitu dengan mewawancarai narasumber secara langsung yang dianggap mampu memberikan penjelasan upacara tradisi sadranan tentang proses ritual, pandanga n masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang upacara tradisi sadranan serta makna, fungsi upacara sadranan. Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai juru kunci, modin, tokoh masyarakat, kaum, remaja dan masyarakat Padukuhan Kalibulus.

1.7.3.2.1 Narasumber dan Responden

(40)

1.7.3.2.2 Alasan

Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil beberapa pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang upacara sadranan karena pendapat mereka sudah cukup mewakili pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus. Sebagai juru kunci, bapak Prapto merupakan orang yang mengetahui tentang seluk beluk makam yang selalu digunakan untuk pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus. Bapak Heri Barnadi sebagai modin adalah orang yang dalam setiap pelaksanaan upacara sadranan yang diadakan setiap satu tahun sekali, selalu ikut serta untuk memimpin ritual doa. Bapak Supriharsana, sebagai ketua RT 02 di Padukuhan Kalibulus selalu ikut berperan serta membantu kelancaran jalannya pelaksanaan upacara sadranan dan juga merupakan bagian dari warga masyarakat Padukuhan Kalibulus. Bapak Aris Sunarto dan bapak Mawardi selain sebagai bagian dari warga masyarakat Padukuhan Kalibulus, beliau juga sebagai tokoh masyarakat di Padukuhan Kalibulus, orang-orang yang menjadi panutan bagi warga masyarakat Padukuhan Kalibulus serta yang mengetahui perihal atau segala sesuatu tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Ibu Sri dan ibu Mulyani serta mas Wawan sebagai wakil dari remaja merupakan bagian dari warga masyarakat dan peserta upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus.

1.7.3.3 Kepustakaan

(41)

memperkaya data yang mungkin tidak sempat diperoleh dalam penelitian lapangan. Dengan demikian data-data yang diperoleh akan lebih dapat dipertanggungjawabkan (Maharkesti dkk, 1988/1989: 6).

Metode kepustakaan adalah mencari data mengenai hal- hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 1993:234). Pelaksanaan teknik ini yaitu menelaah pustaka yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Teknik kepustakaan dipergunakan untuk mendapatkan data yang konkret. Metode kepustakaan diperoleh dengan teknik catat yaitu mencatat data yang berasal dari buku-buku, artikel di situs-situs internet yang membahas tentang upacara sadranan.

1.7.3.4 Dokumentasi

Dokumentasi adalah semua tulisan yang dikumpulkan dan disimpan, yang dapat digunakan bila diperlukan, juga gambar atau foto. Mendokumentasikan adalah mengatur dan menyimpan tulisan atau gambar dan foto sebagai dokumen (KUBI, 1994: 354).

Peralatan video rekaman juga bisa digunakan agar apa yang terjadi selama wawancara terekam dan dapat dilihat kembali oleh peneliti di kemudian hari (Kuntjara, 2006 : 72). Untuk melengkapi data digunakan teknik dokumentasi yang berfungsi sebagai alat untuk merekam informasi dalam bentuk lisan serta

(42)

bentuk foto dan alat perekam gambar (handycam) untuk merekam proses upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus.

1.8 Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan sumber data untuk memperoleh informasi. (1) Sumber data hasil wawancara dengan juru kunci, modin, tokoh masyarakat, dan masyarakat Padukuhan Kalibulus, (2) sumber data tempat dan peristiwa yaitu makam keluarga Padukuhan Kalibulus serta pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, (3) sumber data lainnya untuk membantu penelitian ini digunakan berbagai macam buku dan artikel dari situs-situs internet yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.

1.9 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini akan disajikan ke dalam lima bab.

(43)

27 SLEMAN

2.1 Pengantar

Dalam bab ini akan diuraikan tentang pengertian proses ritual secara umum serta proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak, Sleman. Hal ini meliputi waktu dan tempat pelaksanaan, sesaji yang digunakan dalam upacara sadranan serta makna simbolik yang terkandung dari setiap sesaji dalam upacara sadranan tersebut, dan juga pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan upacara sadranan.

2.2 Proses Ritual Secara Umum

(44)

2.3 Proses Ritual Pelaksanaan Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus Bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus, upacara sadranan merupakan tradisi untuk ziarah atau hari berkunjung ke makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia. Dalam proses pelaksanaan upacara sadranan dari zaman dahulu sampai saat ini, terdapat perubahan dalam proses ritualnya. Akan tetapi dengan adanya perubahan dalam proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus tidak mengubah inti dalam upacara sadranan tersebut. Dari tahun ke tahun perubahan proses ritual upacara sadranan semakin menunjukkan kemajuan ke arah positif. Hal ini menambah antusias warga masyarakat Padukuhan Kalibulus untuk ikut berperan serta mensukseskan acara tersebut sebagai sebuah kebudayaan adat Jawa warisan leleuhur. Saat ini dalam pelaksanaan upacara sadranan dibuat sedemikian kompleks termasuk ritual-ritualnya. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dikemas dalam tata upacara adat Jawa dan sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu yang merupakan warisan nenek moyang. Warga masyarakat mulai berkumpul di rumah joglo. Rumah joglo merupakan rumah kediaman mantan lurah yang sampai saat ini masih digunakan untuk tempat berkumpul warga masyarakat Padukuhan Kalibulus. Saat ini ditempati oleh anaknya yang menjadi sesepuh di Padukuhan Kalibulus.

(45)

tanah liat, buah-buahan, apem, nasi tumpeng dan ayam. Di belakangnya terdapat rombongan tamu undangan yang terdiri dari Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para pejabat dan sesepuh desa, serta bapak-bapak rombongan pembawa peti dari kayu (jodang) dan ibu-ibu yang membawa nampan bulat dari bahan bambu (tenong) yang berisi makanan berupa nasi tumpeng, berbagai macam sayur, buah-buahan dan ikan (Lampiran 1 : gambar 1, gambar 2, gambar 3, gambar 4, gambar 5, gambar 6, dan gambar 7).

Kedua, rombongan kirab berjalan dari rumah joglo menuju ke pemakaman Kalibulus yang berjarak kurang lebih 800 m. Setelah rombongan kirab sampai di pemakaman Kalibulus, kepala dusun selaku pemimpin rombongan kirab, meminta izin kepada juru kunci makam Kalibulus, bapak Prapto Diharjo (55 tahun) untuk berziarah ke makam leluhur di pemakaman Kalibulus (Lampiran 1 : gambar 9). Kepala dusun beserta rombongan kirab pembawa bunga dan sesaji diikuti para tokoh dan sesepuh desa memasuki area pemakaman Kalibulus dan melaksanakan upacara ritual sadranan yang berupa kegiatan ziarah ke makam leluhur, sesepuh atau tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus dan sanak-saudara dengan berdoa dan menaburkan bunga di atas makam leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia (Lampiran 1: gambar 8, gambar 10, gambar 11, dan gambar 12).

(46)

macam makanan tidak ikut masuk ke dalam area makam. Mereka menuju tenda yang telah disiapkan oleh panitia untuk meletakkan berbagai macam makanan tersebut yang nantinya akan dimakan bersama-sama oleh semua warga desa setelah didoakan oleh sesepuh desa (modin) dan setelah upacara ritual sadranan selesai dilaksanakan (Lampiran 1: gambar 18).

Ketiga, upacara sadranan juga diisi sambutan oleh bapak kepala bidang peninggalan budaya dan nilai tradisi Kabupaten Sleman, sambutan oleh ibu camat Ngemplak dan tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus (Lampiran 1: gambar 21). Dan yang terakhir dilanjutkan dengan acara makan bersama-sama oleh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus (Lampiran 1: gambar 23 dan gambar 24).

Warga masyarakat yang belum ziarah ke makam leluhur dan sanak-saudara segera memasuki area pemakaman dan berziarah ke makam leluhur dan sanak-saudaranya dengan menaburkan bunga di atas pusaranya dan berdoa semoga amal ibadahnya dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan diampuni segala kesalahannya. Akhirnya semua ritual upacara sadranan selesai, warga masyarakat kembali ke rumah masing- masing.

2.3.1 Waktu serta Tempat Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus

(47)

baik-buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, Pranata Mangsa, wuku, dan lain- lainnya. Semua itu warisan asli leluhur Jawa yang dilestarikan dalam kebijaksanaan Sultan Agung dalam kalendernya.

Petangan Jawi sudah ada sejak dahulu, merupakan catatan dari leluhur berdasarkan pengalaman baik buruk yang dicatat dan dihimpun dalam primbon. Kata primbon berasal dari kata rimbu, berarti simpan atau simpanan, maka primbon memuat bermacam- macam catatan oleh suatu generasi diturunkan kepada generasi peerusnya. Pada hakikatnya primbon tidak merupakan hal yang mutlak kebenarannnya, namun sedikitnya patut menjadi perhatian sebagai jalan mencapai keselamatn dan kesejahteraan hidup lahir batin. Menurut petangan Jawi berikut ini adalah nama-nama bulan kalender Jawa (Purwadi, 2006 : 23).

(48)

11. 12.

Dulkangidah Besar

Dalam mengadakan upacara sadranan warga masyarakat Padukuhan Kalibulus sangat memperhatikan hari dan waktu. Menurut perhitungan warga masyarakat Padukuhan Kalibulus, upacara sadranan biasa dilakukan oleh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus pada bulan Ruwah sebelum memasuki bulan Ramadhan, biasanya dilaksanakan di atas tanggal 15 bulan Ruwah yaitu pada 23 Ruwah 1940 Hijriah atau di tahun 2007 jatuh pada hari Kamis Legi tanggal 06 September 2007. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dilaksanakan pada tanggal 23 Ruwah karena menurut tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus agar terbagi dengan daerah lain dan tidak bersamaan waktu pelaksanaannya sehingga warga masyarakat Padukuhan Kalibulus yang mempunyai kerabat yang telah meninggal dunia dan dimakamkan di tempat lain masih dapat mengunjungi makamnya.

(49)

NGAYOGYAKARTA. Dengan diliputnya proses upacara sadranan ini oleh JOGJA TV jelas semakin menambah antusias warga masyarakat Padukuhan Kalibulus untuk mengikuti ritual upacara sadranan dengan bersama-sama bertujuan mensukseskan acara tersebut.

Tempat pelaksanaan upacara sadranan dilakukan di pemakaman Kalibulus. Biasanya ritual diadakan di dalam area pemakaman, di depan pusara leluhur/ sesepuh masyarakat Padukuhan Kalibulus yang telah meninggal dunia untuk mengenang leluhur, menyampaikan penghormatan yang tulus ikhlas dengan menaburkan bunga di atas pusaranya dan mendoakannya. Selain itu, ritual juga diadakan di halaman makam, di bawah tenda untuk menyantap bersama-sama makanan yang telah disiapkan sekaligus sebagai wadah untuk bersilaturahmi dengan sesama warga masyarakat Padukuhan Kalibulus dan sanak saudara (Lampiran 1: gambar 20 dan gambar 22).

2.3.2 Sesaji dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus

Dalam upacara sadranan diperlukan adanya perlengkapan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dari upacara sadranan. Berbagai sarana penunjang atau perlengkapan upacara adalah berupa sesaji. Sesaji memegang peranan penting karena merupakan sarana pengantar doa-doa manusia kepada Tuhan

(50)

untuk berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan gaib, dengan jalan mempersembahkan makanan dan benda-benda lain yang melambangkan maksud dari komunikasi tersebut (KBBI, 1988: 768). Dalam Kamus Indonesia Jawa (1991:272) sesajen adalah sajen, sedangkan bersaji adalah nganggo sajen; gawe (misungsungaken) sajen. Sajen atau sesaji dipersembahkan untuk penjaga suatu tempat yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata, akan tetapi dipercaya orang bahwa di tempat tersebut ada penghuninya. Tujuan dari persembahan yang mereka lakukan biasanya sebagai bentuk ucapan syukur supaya arwah para leluhur dan sanak saudara dapat tenang di alam baka serta amal kebaikannya dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga diberikan tempat yang layak.

(51)

Selain itu juga terdapat sesaji sego gurih, nasi putih yang berbentuk nasi tumpeng berukuran sedang, berbagai macam sayur (sayur kentang, sayur tempe), berbagai macam buah (apel, sawo, jeruk, pisang, salak) tahu dan tempe bacem, ikan dan ayam, tape ketan, roti, dan lemper. Semua perlengkapan tersebut sebagai menggambarkan kesejahteraan yang dirasakan oleh warga Padukuhan Kalibulus. Semua sesaji tersebut ditempatkan di nampan bulat yang terbuat dari anyaman bambu (tenong) dan peti berbentuk kotak yang terbuat dari kayu (jodang).Tenong dan jodang merupakan simbol peralatan rumah tangga dalam kebudayaan Jawa. Semua sesaji tersebut akan dimakan bersama-sama oleh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus setelah selesai didoakan dan upacara selesai dilaksanakan (Lampiran 1: gambar 13, gambar 14 dan gambar 15).

2.3.3 Makna Simbolik yang Terkandung dari Setiap Sesaji dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus

(52)

Sesaji merupakan unsur yang pokok dalam pelaksanaan sebuah upacara tradisi. Menurut penuturan yang disampaikan oleh kaum (tokoh agama) Padukuhan Kalibulus yaitu mbah Sasradiharjo (80 tahun), sesaji yang digunakan dalam upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus mempunyai makna sebagai berikut:

a. Sego Gurih

Sego gurih berupa nasi yang dimasak dengan menggunkan santan dan digunakan sebagai wujud persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar seluruh keluarga, sanak saudara selalu diberi keselamatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

b Nasi Tumpeng

Nasi tumpeng, nasi yang berbentuk kerucut seperti bentuk gunung. Nasi tumpeng ini mempunyai makna agar sekeluarga dan sanak saudara yang masih hidup tetap disenangi oleh masyarakat sekitar.

c. Golong

(53)

d. Ketan Kolak

Ketan mempunyai makna mengirim tanda penghormatan kepada para leluhur yang telah meningal dunia, agar selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa supaya diampuni segala kesalahannya. Kolak pisang dan ketela mempunyai makna untuk menolak segala perbuatan buruk dan agar selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa.

e. Apem

Adalah kue yang dibuat dari tepung beras lalu dicampur dengan gula setelah itu diletakkan di atas cetakan lalu dikukus. Apem dalam sesaji mempunyai makna sebagai sebuah payung, supaya jika hujan tidak kehujanan dan jika panas tidak kepanasan dan supaya para nabi menuntun langkah arwah orang yang sudah meninggal dunia serta mengampuni dosa yang pernah dibuat selama hidup di dunia.

f. Buah-buahan

Buah-buahan yang digunakan dalam sesaji melambangkan sebagai sarana penyegar untuk para leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman Kalibulus.

g. Tukon Pasar

(54)

mempunyai makna kekayaan selama hidup dan semoga orang yang ditinggalkan diberikan rejeki dan berkah.

h. Pisang Raja Setangkep

Sebagai sarana untuk memohon pengampunan dosa kepada para malaikat dan mempunyai makna agar orang yang telah meninggal dunia menjadi mulia di mata Tuhan Yang Maha Esa serta memperoleh kemudahan dalam perjalanannya ke alam baka.

i. Ingkung

Adalah satu ekor ayam utuh yang dimasak dengan menggunakan berbagai macam bumbu sepeti bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, daun salam, laos, sere, daun jeruk, garam, lengkuas, jahe, kunyit, bumbu masak, gula merah dan santan kental. Ingkung merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam sesaji untuk upacara sadranan dan dimaksudkan sebagai sarana pelengkap nasi tumpeng.

j. Air Putih

(55)

k. Kembang Setaman

Biasanya terdiri dari tiga macam bunga yaitu cempaka, kenanga dan mawar. Bunga-bunga ini mempunyai makna sebagai sarana menyampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar arwah sanak/saudara yang telah meninggal dunia mendapatkan tempat yang baik di alam baka.

Demikian uraian berbagai macam sesaji yang disediakan beserta makna simbolis yang terdapat dalam upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Warga masyarakat Paduk uhan Kalibulus selalu mempersiapkan secara lengkap berbagai macam sesaji yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara sadranan karena apabila ada sesaji yang ditinggalkan, menurut kepercayaan warga masyarakat sekitar akan terasa tidak lengkap dan dikhawatirkan akan menimbulkan hal- hal yang tidak diinginkan.

2.3.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus

(56)

dalam upacara sadranan adalah kepala Padukuhan Kalibulus, modin yang bertugas untuk membacakan doa yaitu bapak Heri Barnadi, dan dihadiri oleh rombongan tamu undangan yang terdiri dari Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para pejabat dan sesepuh desa dan tentunya didukung, dihadiri oleh seluruh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus.

(57)

41 3.1 Pengantar

Dalam Bab III akan diuraikan pandangan masyarakat tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak, Sleman. Uraian mengenai pandangan masya rakat tentang upacara sadranan didasarkan pada makna dan fungsi. Seberapa pentingnya upacara sadranan untuk kehidupan sehari- hari sehingga masih dilakukan sampai saat ini. Serta dikaitkan dengan agama dan kepercayaan yang diyakini masyarakat Padukuhan Kalibulus.

3.2 Pengertian Pandangan Masyarakat Secara Umum

(58)

sadranan yang masih dilakukan sampai saat ini dari segi makna fungsi, agama dan kepercayaan untuk kehidupan sehari- hari.

3.3 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Upacara Sadranan Berdasarkan Makna, Fungsi, serta Agama dan Kepercayaan

3.3.1 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Pelaksanan Upacara Sadranan Berdasarkan Makna Fungsi

Di Padukuhan Kalibulus terdapat berbagai macam masyarakat. Jadi untuk menguraikan pandangan masyarakat tentang upacara sadranan penulis mengambil beberapa pendapat atau pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus berdasarkan makna fungsi atau apa arti, pentingnya dan kegunaan upacara sadranan masih dilaksanakan sampai saat ini di Padukuhan Kalibulus oleh warga masyarakatnya.

Dari beberapa pendapat yang diperoleh dan diutarakan juru kunci makam, modin, ketua RT, tokoh masyarakat sampai wakil dari ibu- ibu serta dari remaja dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut mereka upacara sadranan yang dilaksanakan rutin setiap satu tahun sekali, yang jatuh pada setiap tanggal 23 Ruwah di Padukuhan Kalibulus mempunyai makna dan fungsi sebagai berikut:

(59)

b. melestarikan budaya leluhur, karena upacara sadranan dilakukan oleh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus sejak dari zaman dahulu, zaman nenek moyang atau leluhur (mbah Demang) Padukuhan Kalibulus,

c. merupakan satu ritual dalam rangka memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya arwah-arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia dapat diampuni dan diterima amal kebaikannya,

d. sebagai bentuk peringatan bahwa nantinya kita semua sebagai manusia akan mengala mi hal yang sama yaitu kematian,

e. upacara sadranan sebagai sarana untuk memohon maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua kesalahan yang telah kita perbuat serta sebagai perwujudan untuk selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, f. merupakan suatu ungkapan balas budi kepada orang tua yang dari kecil telah merawat kita dan saat ini telah meninggal dunia,

g. bentuk ucapan terima kasih kepada leluhur, orang tua dan sanak saudara yang telah meninggal dunia dengan merawat pusaranya,

h. dengan mengikuti pelaksanaan upacara sadranan membuat hati dan pikran tenang, tentram menjalani kehidupan sehari- hari.

3.3.2 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Upacara Sadranan Berdasarkan Agama dan Kepercayaan

(60)

diutarakan kepada penulis oleh beberapa masyarakat seperti dari juru kunci makam, modin, ketua RT, tokoh masyarakat sampai wakil dari ibu- ibu serta dari remaja dapat ditarik kesimpulan bahwa, sebagai berikut.

(61)

b. Menurut pendapat mereka terdapat kepercayaan bahwa dengan melaksanakan upacara sadranan warga masyarakat Padukuhan Kalibulus akan mendapatkan berkah (ngalap berkah). Ada kepercayaan dalam warga masyarakat terutama kalangan orang tua (bapak ibu) bahwa setelah mengikuti upacara sadranan mereka akan mendapatkan, sesuatu mungkin dalam bentuk abstrak (bisa dirasakan tetapi tidak bisa dilihat), seperti perasaan yang tenang dalam menjalani kehidupan sehari- hari maupun konkrit (bisa dilihat dan dirasakan) seperti adanya kepercayaan bahwa rejeki dan pekerjaan akan lancar, usaha yang dijalani akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Sehingga secara tidak langsung akan berdampak ke segi finansial atau ekonomi. Namun sebaliknya, terdapat fenomena yang tercipta di kalangan muda Padukuhan Kalibulus tentang pelaksanaan upacara sadranan. Bagi mereka mengikuti upacara sadranan hanya sekedar untuk turut meramaikan tanpa mengerti lebih dalam akan fungsi dan makna serta manfaatnya. Bagi mereka pelaksanaan upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus lebih kepada sebagai sebuah hiburan tersendiri.

(62)

46 SLEMAN

4.1 Pengantar

Dalam bab IV ini akan dijelaskan kajian mengenai makna dan fungsi upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak, Sleman. Penjelasan mengenai makna dan fungsi upacara sadranan didasarkan pada kebiasaan yang dilakukan oleh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus yang menyelenggarakan upacara sadranan setiap tahun sekali, yang jatuh pada setiap tanggal 23 Ruwah menurut penaggalan Jawa.

4.2 Makna Upacara Sadranan

(63)

4.2.1 Menjaga hubungan antara jiwa orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih hidup

Pelaksanan upacara sadranan dipercaya dapat menjaga hubungan antara jiwa orang yang sudah meninggal dunia, terutama jiwa para leluhur atau sanak saudara dengan orang atau kerabatnya yang masih hidup.. Upacara sadranan menjadi sarana penghubung antara orang yang meninggal dengan orang yang ditinggalkan yaitu dengan selalu mengunjungi, membersihkan makam leluhur atau kerabat yang telah meninggal dunia, menaburkan bunga di atas pusaranya, serta mendoakan arwahnya. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan bahwa kita tidak pernah melupakan leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia dengan merawat dan menjaga kebersihan makamnya.

4.2.2 Upacara sadranan sebagai sebuah kultural atau tradisi

(64)

4.2.3 Upacara sadranan sebagai bentuk penghormatan

Upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus setiap tanggal 23 Ruwah ini dilakukan oleh warga masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia. Proses ritual sadranan dilakukan dengan berdoa dan menaburkan bunga di atas pusara arwah para leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia agar arwahnya dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Warga masyarakat percaya ketika nyadran roh leluhur dan sanak saudara akan datang mengunjungi rumah.

4.2.4 Upacara sadranan sebagai bentuk pembersihan diri

Pelaksanaan upacara sadranan mengandung makna membersihkan diri secara batiniah. Dengan mengikuti upacara sadranan merupakan upaya warga masyarakat Padukuhan Kalibulus untuk membersihkan diri dengan meminta maaf kepada leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia atas kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat. Selain itu, memohon doa restu agar dalam melaksanakan ibadah puasa mendapatkan ketenangan dan kelancaran.

4.3 Fungsi Upacara Sadranan

(65)

ditarik kesimpulan fungsi upacara sadranan yang dilakukan di Padukuhan Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak, Sleman, sebagai berikut.

4.3.1 Fungsi Religius

Fungsi religius yang terkandung dalam pelaksanaan upacara sadranan adalah menekankan pada hubungan antara manusia dengan Tuhan, yaitu sebagai ungkapan perwujudan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan berdoa memohon agar arwah leluhur dan sanak saudara dapat diterima dan diberikan tempat yang layak karena hanya dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa semua itu dapat terwujud.

4.3.2 Fungsi Sosial

(66)

mendoakan arwah para leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia yang kemudian dilanjutkan dengan menaburkan bunga di atas pusaranya mencerminkan sikap sosial yaitu peduli terhadap sesama serta mencerminkan sikap kerukunan antar umat manusia.

Selain itu fungsi sosial dalam pelaksanaan upacara sadranan juga tercermin dengan adanya silaturahmi yang terjalin antar saudara karena biasanya pelaksanaan upacara sadranan juga dijadikan sebagai sarana temu kangen antar saudara yang sudah lama tidak bertemu karena kesibukan masing- masing dan jarak tempat tinggal yang jauh dari kampung halaman. Biasanya ketika sadranan banyak orang meluangkan waktu untuk pulang ke kampung halamannya untuk berziarah ke makam leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia sekaligus bertemu saudara sekerabat yang masih hidup. Jadi upacara sadranan juga menciptakan silaturahmi antar sesama anggota keluarga, sehingga mencerminkan sikap bersosialisasi antar saudara sekerabat.

(67)

51 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Nge mplak Sleman yang dilaksanakan pada Kamis Legi tanggal 23 Ruwah 1940 H di pemakaman Padukuhan Kalibulus. Penelitian mencakup deskripsi proses ritual, pandangan masyarakat dan kajian makna, fungsi.

Upacara sadranan merupakan tradisi untuk ziarah ke makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia. Yaitu dengan mengirimkan doa dan menaburkan bunga di atas pusaranya. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dikemas dalam tata upacara adat dan sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu yang merupakan warisan nenek moyang dan dilaksanakan setiap satu tahun sekali.

(68)

yang berupa kegiatan ziarah ke makam leluhur, sesepuh atau tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus dan sanak-saudara dengan berdoa, membakar kemenyan dan menaburkan bunga di atas makam leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia. Sesaji yang berupa dupa dan kemenyan serta sesaji yang berupa makanan seperti nasi tumpeng, buah-buahan, apem, dan seperangkat minuman diletakkan di depan makam leluhur/ sesepuh masyarakat Padukuhan Kalibulus. Rombongan bapak dan ibu yang membawa berbagai macam makanan langsung menuju tenda yang telah disiapkan oleh panitia untuk meletakkan berbagai macam makanan tersebut yang nantinya akan dimakan bersama-sama oleh semua warga desa setelah didoakan oleh modin dan setelah upacara ritual sadranan selesai dilaksanakan.

(69)
(70)

pelengkap nasi tumpeng, (k) Air Putih melambangkan kesucian yaitu agar arwah orang yang telah meninggal dunia disucikan dan arwahnya dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa atau kemurnian hati, yaitu melambangkan kemurnian hati warga masyarakat Padukuhan Kalibulus ya ng mengikuti upacara sadranan, (l) Kembang Setaman biasanya terdiri dari tiga macam bunga yaitu cempaka, kenanga dan mawar. Bunga-bunga ini mempunyai makna sebagai sarana menyampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar arwah sanak saudara yang telah meninggal dunia mendapatkan tempat yang baik di alam baka.

Dalam penyelenggaraan upacara sadranan pihak-pihak yang terlibat adalah juru kunci yaitu penjaga dan pengurus makam Padukuhan Kalibulus, kepala Padukuhan Kalibulus, modin yang bertugas untuk membacakan doa, dan dihadiri oleh rombongan tamu undangan yang terdiri dari Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para pejabat atau sesepuh desa dan tentunya didukung serta dihadiri oleh seluruh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus.

(71)

bapak Aris Sunarto dan bapak Mawardi. Responden dari (a) remaja Padukuhan Kalibulus yaitu mas Wawan serta ibu- ibu warga masyarakat Padukuhan Kalibulus yaitu (b) ibu Sri dan (c) ibu Mulyani. Pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus Tentang Pelaksanaan Upacara sadranan berdasarkan makna fungsi yaitu sebagai berikut:

a.Upacara sadranan sangat penting dilaksanakan karena merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia dengan menaburkan bunga di atas pusaranya dan mendoakan arwahnya,

b.Melestarikan budaya leluhur,

c.Merupakan satu ritual supaya arwah-arwah leluhur dan sanak saudara dapat diampuni dan diterima amal kebaikannya,

d.Sebagai bentuk peringatan bahwa nantinya kita semua sebagai manusia akan mengalami hal yang sama yaitu kematian,

e.Upacara sadranan sebagai sarana untuk memohon maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa,

f.Merupakan suatu ungkapan balas budi kepada orang tua, g.Bentuk ucapan terima kasih kepada leluhur,

(72)

melaksanakan upacara sadranan. Dalam pelaksanaan upacara sadranan tersebut menggunakan ritual dengan tata cara agama Islam karena sebagian besar warga masyarakat Padukuhan Kalibulus menganut agama Islam jadi tidak terdapat larangan untuk mengikuti upacara sadranan. Pada dasarnya kegiatan upacara sadranan merupakan suatu tradisi yang sudah turun temurun dari leluhur dan di balik pelaksanaan upacara sadranan terdapat nilai tentang Ketuhanan, yaitu adanya kepercayaan bahwa Tuhan adalah yang mempunyai kuasa dan sumber kehidupan. Upacara sadrana n merupakan salah satu sarana sebagai ungkapan syukur dan memohon maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa karena di dalam pelaksanaan upacara sadranan terdapat ritual- ritual doa untuk mendoakan arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia. Selain itu menurut pendapat mereka terdapat kepercayaan bahwa dengan melaksanakan upacara sadranan akan mendapatkan berkah (ngalap berkah), tetapi sebaliknya terdapat fenomena yang tercipta di kalangan muda. Bagi mereka mengikuti upacara sadranan hanya sekedar untuk turut meramaikan tanpa mengerti lebih dalam akan fungsi dan makna serta manfaatnya, upacara sadranan merupakan sebuah hiburan saja.

(73)

sadranan yaitu (a) fungsi religius yang terkandung dalam pelaksanaan upacara sadranan adalah menekankan pada hubungan antara manusia dengan Tuhan, yaitu sebagai ungkapan perwujudan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan berdoa memohon aga r arwah leluhur dan sanak saudara dapat diterima dan diberikan tempat yang layak. (b) fungsi sosial di dalamnya yaitu untuk memelihara hubungan yang harmoni antar sesama warga masyarakat Padukuhan Kalibulus dan juga menciptakan silaturahmi antar sesama anggota keluarga, sehingga mencerminkan sikap bersosialisasi antar saudara sekerabat.

5.2 Saran

Banyak para peneliti yang tertarik meneliti tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di berbagai daerah. Penelitian tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman pada Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H yang mencakup proses ritual, makna dan fungsi serta pandangan masyarakat ini merupakan pertama kali tempat atau objek ini diteliti. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih luas lagi oleh peneliti selanjutnya. Dan diharapkan peneliti berikutnya dapat menggunakan sudut pandang yang berbeda untuk menghasilkan penelitian yang bervariasi dan mengembangkan objek yang ada.

(74)
(75)

Arikunto, Suharsimi.1993. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi III. JAKARA: PT Rinka Cipta.

Badudu, J. S dan Sutan Mohammad Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Bratawidjaja,Thomas Wiyasa. 1988. Upacara Tradisional masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.

Budiaman. 1979. Folklor Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia : Ilmu gossip, dongeng, dan lain – lain. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

………. 2003. Folklor Amerika: Cermin Multikultural yang Manunggal. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Eviyanti. 2006. “ Nyadran Ritual Sambut Ramadhan “. Pikiran Rakyat, Senin 18 September 2006.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/18/0405.htm. down load April 2007.

Hardjowirogo, Marbangun. 1980. Adat Istiadat Jawa. Bandung: Angkasa. Kentjaraningrat. 1969. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara.

…... 1986. Pengantar Ilmu antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan : Sebuah Panduan Praktis.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lokesywara, Zulkarnaen Syri. “ Memahami Essential Messages Upacara Tradisional Melalui Pembelajaran Antropologi Integratif “.

http://www.depdiknas.go.id/jurnal/56/memahami.htm. download April 2007. Maharkesti, dkk. 1988/1989. Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kraton

Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Martin, dkk. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Milenium. Surabaya:

Apollo.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

(76)

Pemberton, John. 2003. “ Jawa “ On The Subject Of “ Java “. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Purwadi. 2006. Petungan Jawa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Sobirin, Mokh. 2006. “ Nyadran di Sudut Banyumas “.

http://lafadl.wordpress.co./2006/10/01/nyadran-di-sudut-banyumas/. download April 2007.

Spradley, James. P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta Tiara Wacana. Sugiyono.1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.

(77)
(78)

Gambar 1. Dua orang rombongan kirab

di depan yang membawa dupa dan kemenyan

(79)
(80)
(81)

Gambar 7. Rombongan ibu-ibu pembawa tenong

yang berisi makanan

(82)

Kalibulus, bapak Prapto Diharjo (baju hijau) untuk berziarah ke makam Padukuhan Kalibulus

(83)

Gambar 11. Ibu-ibu menaburkan bunga (nyekar) di atas makam leluhur dan sanak saudara di makam Padukuhan Kalibulus

Gambar

Gambar 1. Dua orang rombongan kirab di depan yang membawa dupa dan  kemenyan
Gambar 4. Rombongan bapak-bapak yang  memanggul nampan yansg berbentuk rumah- rumahan berisi sesaji berupa seperangkat  minuman, buah,  apem, kolak dan nasi tumpeng
Gambar 7. Rombongan ibu-ibu pembawa tenong yang berisi makanan
Gambar 9. Kepala Padukuhan Kalibulus,  bapak Yusuf (baju biru) memohon izin  kepada juru kunci makam Padukuhan  Kalibulus, bapak Prapto Diharjo (baju hijau) untuk berziarah ke makam Padukuhan Kalibulus
+7

Referensi

Dokumen terkait