PENGARUH PEMBELAJARAN TANDUR BERBASIS KEARIFAN
LOKAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA
KELAS IV SEMESTER II
1
Putu Ariantini,
2Ign. I Wy. Suwatra,
3Nym. Kusmariyatni
1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: ariantini48@gmail,com.id
1, wayansuwatra @yahoo.co.id
2[email protected]
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional pada siswa kelas IV di Gugus VII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV semester genap di Gugus VII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 83 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelompok siswa kelas IV SD No. 1 Banjar Bali yang berjumlah 25 orang sebagai kelas eksperimen dan kelompok siswa kelas IV SD No. 2 Banjar Bali yang berjumlah 22 orang sebagai kelas kontrol. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji–t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thitung = 3,71 dan ttabel (pada
taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran tandur berbasis kearifan lokal dan kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Dilihat dari hasil perhitungan rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 20,6 lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol adalah 18,04, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV di Gugus VII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015.
Kata Kunci : pembelajaran tandur, hasil belajar IPA
Abstract
This research purpose were to know the differences of science’s learning result between students who learnt by TANDUR learning based on local wisdom and students who learnt using conventional learning model in grade fourth students Cluster VII District of Buleleng, Buleleng regency in academic year 2014/2015. The type of this research was a quasi experiment. Population of this research was grade fourth students Cluster VII District of Buleleng, Buleleng regency in academic year 2014/2015 which amounts to 83 students. The sample of this study was fourth grade students in SD No. 1 Banjar Bali amounting to 25 students as experimental class and fourth grade students of SD No. 2 Banjar Bali amounting to 22 people as the control class. Science students learning outcome data were collected with a multiple choice test instrument. The data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and inferential statistics (t-test). Based on the analysis of data, obtained t arithmetic = 3,71 dan ttable (at the 5%
significance level) = 2,021. That mean tarithmetic > ttable so it can be interpreted that there is
learning model based on local wisdom and students who learnt using conventional learning model. Viewed from the results of the calculation of average science learning outcomes experimental group was 20,6 higher than the average results of science learning control group was 18,04, so it can be concluded that the application of tandur learning model based on local wisdom influence on students' learning outcomes in science’s in grade fourth students Cluster VII District of Buleleng, Buleleng regency in academic year 2014/2015.
keyword : tandur learning, science’s learning result
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia atau membentuk manusia seutuhnya. Dikatakan demikian karena dengan pendidikan manusia dapat dibentuk untuk lebih sempurna dari makhluk Tuhan yang lainnya. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Mulyasa (2002) pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika, memiliki nalar dan berkemampuan komunikasi sosial. Hal ini mengisyaratkan bahwa keberhasilan pendidikan bukan dilihat dari prestasi akademis di sekolah, melainkan aspek non kognitif lainnya seperti etika, moral dan kemampuan bersosialisasi.
Penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia selalu mengalami dinamika. Hal ini merupakan suatu upaya untuk menyempurnakan kurikulum dalam dunia pendidikan dengan harapan mampu menciptakan lulusan yang handal dan mampu bersaing. Hamalik (2006) sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis telah merencanakan bermacam lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan, yakni menyediakan bermacam kesempatan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga siswa memperoleh pengalaman pendidikan, yang akan bermanfaat untuk dirinya sendiri dan
orang lain. Menurut slameto (dalam Ariantari, 2013) mendefinisikan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran ada hasil yang akan diukur yang disebut degan hasil belajar. Hasil belajar merupakan satu tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Menurut Susanto (2013) Salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah IPA. IPA merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah pondasi awal untuk mendidik siswa menjadi sainstis sejati.
Pada kenyataannya, pembelajaran IPA tidak seperti yang diharapkan. Mata pelajaran IPA menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian siswa, hal ini dikarenakan lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang di terapkan oleh guru. Guru menganggap bahwa siswa sebagai objek pembelajaran, bukan sebagai subjek pembelajaran sehingga guru lebih banyak berperan aktif. Penyampaian pelajaran IPA masih berpusat pada guru, pembelajaran kurang menarik dan pembelajaran indentik dengan menghafal teori serta kurangnya penggunaan media pembelajaran. Akibatnya pencapaian hasil belajar siswa belum sesuai. Pada dasarnya, pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam dan isinya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA memiliki kontribusi penting terhadap
perkembangan teknologi dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Susanto (2013) pembelajaran IPA di sekolah di fokuskan pada 2 aspek, yaitu IPA sebagai ilmu pengetahuan (body of knowledge) dan IPA sebagai proses untuk mengetahui
(processe of knowing). IPA sebagai produk
artinya dalam mempelajari IPA seseorang tidak hanya diarahkan untuk memahami tetapi juga menciptakan suatu hasil dari pemahamannya tersebut, misalnya suatu produk. Produk IPA adalah fakta-fakta, konsep, prinsip serta teori. Sedangkan IPA sebagai proses, artinya dalam mempelajari IPA tidak hanya ditekankan pada penciptaan suatu hasil atau produk tapi dilihat juga bagaimana proses terjadinya produk tersebut. Pembelajaran IPA ditekankan pada proses karena keterampilan dalam pembelajaran IPA di SD menimbulkan keterlibatan siswa secara aktif dan bertujuan agar penguasaan kognitif, afektif dan psikomotor terbentuk dari diri siswa. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap konsep-konsep IPA, degan demikian kegiatan pembelajaran IPA akan mendapatkan pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 30 Januari – 3 Februari 2015 di Gugus VII Kecamatan Buleleng terdapat beberapa permasalahan yaitu, 1) pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Guru masih cenderung menggunakan metode ceramah. 2) Siswa cenderung pasif dan hanya terjadi transfer ilmu oleh guru, bukan karena aktivitas dari siswa itu sendiri, misalnya saja hanya diarahkan untuk duduk, mencatat, dan mendengarkan penjelasan guru, ini dilaksanakan terus menerus tanpa memperhatikan karakteristik siswanya. Hal ini bertentangan dengan paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran guru juga jarang menggunakan media pembelajaran,
media pembelajaran akan digunakan jika diperlukan hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas media pembelajaran yang di miliki sekolah tersebut. Informasi tersebut didapat dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru IPA di Gugus VII Kecamatan Buleleng. Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka dilakukanlah pengumpulan data. Data yang diambil adalah nilai UAS IPA pada semester 1. Rata-rata nilai UAS IPA pada semester 1 yaitu 63,32 sedangkan nilai kriteria ketuntasan minimal yaitu 66. Berdasarkan hasil ulangan tersebut, tampak bahwa rata-rata nilai siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal yang harus dicapai. Rendahnya rata-rata nilai IPA siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memperoleh nilai yang rendah.
Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah pun juga sudah banyak melakukan berbagai kebijakan dalam bidang pendidikan, seperti melakukan perbaikan serta pembaharuan-pembaharuan pada bidang manajemen pendidikan, bidang kurikulum pendidikan dan bidang tenaga pendidikan demi majunya pendidikan di Indonesia, namun hasil yang ditunjukkan masih belum maksimal.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dicarikan sutu solusi. Salah satunya yaitu dengan cara menggunakan model pembelajaran.
Hanafiah, N. (2009:41) menyatakan,
Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangkamensiasati prubahan prilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style)yang keduanya disingkat menjadi SOLAT
(Style of learning and Teaching).
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dan dapat mengemas pembelajaran IPA menjadi lebih mudah dan menyenangkan adalah model pembelajaran TANDUR yang berbasis kearifan lokal.
Pembelajaran TANDUR merupakan model pembelajaran yang dirancang berdasarkan
Quantum Teaching (DePorter, et al.,2002).
Pembelajaran TANDUR merupakan pembelajaran yang memberdayakan potensi siswa, ini berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan yang dikehendaki melalui penggalian pengalaman yang dimiliki dan memanfaatkan pengalaman tersebut sebagai informasi awal untuk melaksanakan pembelajaran lebih lanjut. TANDUR merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Adapun tahapan pembelajaran TANDUR yaitu : 1) Tumbuhkan, pada tahap ini adalah tahap menumbuhkan suasana awal pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa nyaman belajar. Guru menekankan materi pembe;ajaran dan dan mengajukan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pegetahuan awal siswa. 2) Alami, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan konsepnya sendiri dalam mengidentifikasi pristiwa. Melalui tahap ini, siswa mendapatkan pengalaman langsung tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru. 3) Namai, pada tahap ini siswa memberikan suatu identitas, mengurutkan dan mendefinisikan suatu konsep yang telah mereka dapatkan. Tujuannya adalah membuat pengetahuan yang mereka dapatkan lebih bermakna. Pada thap ini guru memberikan kata kunci atau penjelasan singkat dari materi yang sedang dibahas yang tujuannya memfasilitasi siswa. 4) Demonstrasikan, pada tahap ini siswa diberikan kesempatan menunjukkan kemampuannya dalam mengkontruksi pengetahuan atau konsep. Cara yang dilakukan dapat berupa pratikum atau meminta siswa menjelaskan materi dengan menggunakan kata-katanya sendiri atau memperesentasikan hasil diskusinya. 5) Ulangi, siswa diberikan mengerjakan soal-soal latihan secara peroranga untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. 6) Rayakan, pada tahap ini guru memberikan persepsi positif,
memberikan penguatan kepada siswa yang mengalami kemajuan dalam belajar, dan memberikan motivasi. Persepsi positif dapat berupa aplus atau pujian yang bersifat membangun. Sedangkan bagi siswa yang belum mengalami kemajuan guru tetap memberikan motivasi agar dapat meningkatkan prestasinya. Pengguanaan model pembelajaran TANDUR akan dibasiskan dengan kearifan lokal. Kearifan
lokal adalah suatu bentuk kearifan
lingkungan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat di suatu tempat
atau daerah. Rahyono (dalam Atmaja,
2011) menegaskan bahwa kearifan lokal merupakan butir-butir kecerdasan atau kebijaksanaan asli yang dihasilkan oleh suatu masyarakat budaya. Kearifan lokal yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah kearifan lokal tri kaya parisudha. Tri Kaya Parisudha merupakan salah satu pedoman hidup masyarakat Bali yang dijadikan tuntunan untuk berpikir, berbicara, dan berprilaku yang baik menurut Lorea (dalam Arsani, 2013). Tri Kaya Parisudha dihubungkan ke dalam proses pembelajaran, maka Tri Kaya Parisudha erat kaitannya dengan penilaian kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Kearifan lokal Tri Kaya Parisudha ini akan membantu proses menanamkan nilai-nilai moral dan norma yang berarti pula akan membantu tercapainya tujuan pendidikan IPA.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal diduga berpengaruh terhadap hasil belajar IPA. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran ini dilakukan penelitiann yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Tandur Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV Semester II Di Gugus VII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015”. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi
experiment) karena tidak semua variabel
dapat dikendalikan secara ketat. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah kelas IV SD di Gugus VII Kecamatan Buleleng.
Adapun waktu penelitian ini yaitu pada rentang waktu semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas IV di Gugus VII Kecamatan Buleleng pada tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dari penelitian ini terdiri dari 22 orang siswa kelas IV dari SD No. 1 Kampung Kajanan, 14 orang siswa kelas IV dari SD MI At. Toufiq Singaraja, 22 orang siswa kelas IV dari SD No. 2 Banjar bali dan 25 orang siswa kelas IV dari SD No. 1 Banjar Bali, sehingga keseluruhan populasi berjumlah 83 orang. Sebelum menentukan sekolah yang dijadikan tempat penelitian, maka dilakukan uji kesetaraan antara kelompok dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Hasil analisis menyatakan bahwa keempat sekolah tersebut dinyatakan setara. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random
sampling, yang dirandom adalah kelas. Hal
ini disebabkan karena tidak memungkinkan diadakannya pengambilan subjek penelitian secara acak dari populasi yang ada, karena subjek (siswa) secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok (satu kelas). Teknik
random sampling dilakukan dengan sistem
undian. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh sampel yaitu siswa kelas IV SD No. 1 Banjar Bali sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV SD No. 2 Banjar Bali sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model TANDUR dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent
post-test only control group design, dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Non EquivalentPost-test Only Control Group Design
Kelas Treatment Post-test
Eksperimen X O1
Kontrol – O2
Keterangan: X = treatment terhadap kelompok eksperimen, – = tidak menerima treatment, O1 = post–test terhadap kelompok eksperimen, O2 = post–test terhadap kelompok kontrol
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yaitu berupa tes. Metode tes digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA. Jenis instrumen yang digunakan yaitu tes pilihan ganda. Jumlah tes yang diberikan kepada siswa yaitu sebanyak 25 soal. Setiap soal yang benar akan mendapat skor 1 dan 0 untuk jawaban salah. Instrument yang sudah dibuat terlebih dahulu diuji dengan melakukan diuji validitas, reabilitas, daya beda, dan indeks kesukaran.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif yang digunakan meliputi mean, median, modus, standar deviasi, dan varians. Hasil perhitungan mean median modus disajikan dalam bentuk poligon yang bertujuan untuk menafsirkan sebaran data
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA kelas IV baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Adapun analisis statistik inferensial dalam penelitian ini adalah uji-t sampel
independent (tidak berkorelasi) dengan
rumus polled varians. Sebelum menguji hipotesis penelitian, maka dilakukan uji prasarat yang meliputi uji normalitas dengan uji Chi-Square dan uji homogenitas varians dengan uji-F.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa sebagai akibat dari penerapan model TANDUR pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang
hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar IPA Siswa
Data Hasil Belajar IPA
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Mean 20,6 18,04
Median 20,71 16,5
Modus 21 16
Varians 5,58 6,61
Standar deviasi 2,23 2,67
Berdasarkan Tabel 2, diketahui kelompok eksperimen memiliki mean = 20,6, median = 20,71, dan modus = 21. Kemudian data hasil belajar IPA kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Poligon data hasil belajar IPA kelompok eksperimen
Berdasarkan poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M) yaitu 21>20,71>20,6. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Untuk menentukan kategori skor hasil post-test siswa kelompok eksperimen maka skor hasil belajar IPA dikonversikan menggunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi ideal. Dari hasil perhitungan Xi dan SDi, dengan mean= 20,6 data skor post tes siswa kelompok eksperimen tergolong kriteria sangat tinggi.
Sedangkan Data hasil belajar IPA kelompok kontrol mean = 18,04, median = 16,5, dan modus = 16. Kemudian data
hasil belajar IPA kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Poligon data hasil belajar IPA kelompok control
Berdasarkan poligon di atas, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo) yaitu 18,04>16,5>16. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Untuk menentukan kategori skor hasil post-test siswa kelompok eksperimen maka skor hasil belajar IPA dikonversikan menggunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi ideal. Dari hasil perhitungan Xi dan SDi, dengan mean= 18,04 data skor post tes siswa kelompok eksperimen tergolong kriteria sangat tinggi.
Setelah melakukan analisis statistik deskriptif, selanjutnya dilakukan uji prasyarat untuk menguji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas sebaran data post-test hasil
belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Hasil belajar IPA No Kelompok Data Hasil
belajar hitung
2
χ
χ
2tabel Status1 Post-test Eksperimen 1,861 5,591 Normal
2 Post-test Kontrol 3,288 5,591 Normal
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh
2hitung hasil hasil belajar IPAkelompok eksperimen adalah 1,861 dan
2tabel dengan taraf signifikansi 5%dan db = 2 adalah 5,591. Hal ini berarti,
hitung 2
lebih kecil dari
2tabel(
2hitung
2tabel), sehingga data hasilhasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan, untuk data hasil hasil belajar IPA kelompok kontrol, diperoleh
2hitung hasil hasilbelajar IPA kelompok kontrol adalah 3,288
dan
2tabel dengan taraf signifikansi 5%dan db = 2 adalah 5,591. Hal ini berarti,
2hitung lebih kecil dari
2tabel(
2hitung
2tabel), sehingga data hasilhasil belajar IPA kelompok kontrol berdistribusi normal.
Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Rangkuman hasil uji homogenitas varians antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians antar Kelompok Eksperimen dan kontrol
Sumber Data Fhitung Ftabel dengan Taraf
Signifikansi 5% Status Post-test Kelompok
Eksperimen dan Kontrol 1,18 2,03 Homogen
Berdasarkan Tabel 4, diketahui nilai Fhitung 1,18. Sedangkan nilai Ftabel dengan
dbpembilang = 22-1=21, dbpenyebut = 25-1=24,
dan taraf signifikansi 5% adalah 2,03. Hal ini berarti Fhitung > Ftabel sehingga varians
data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.
Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah
normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0).
Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria tolak H0 jika thit > ttab dan terima H0 jika thit < ttab
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t
Data Kelompok N X s2 thitung ttabel
Hasil Belajar Eksperimen 25 20,6 5,58
3,71 2,021 Kontrol 22 18,04 6,61
Keterangan: N = jumlah data, X = mean, s2 = varians Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t
di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 3,71.
Sedangkan nilai ttabel dengan taraf
signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel
(thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas IV semester genap tahun ajaran 2014/2015 di gugus VII Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar siswa. Rata-rata skor hasil belajar yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TANDUR adalah 20,6 dan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 18,04. Berdasarkan pengujian hipotesis, diketahui nilai thitung = 3,71 dan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5%= 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha dan siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama, langkah-langkah pembelajaran TANDUR. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran TANDUR menumbuhkan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, siswa mengkontruksi pengetahuannya melalui tahapan Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Pada tahap tumbuhkan, guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk merangsang minat belajar siswa. Jawaban yang diberikan siswa akan mencirikan kemampuan pikiran (manacika) terkait dengan penguasaan pengetahuan yang dimiliki siswa dan penguasaan berpikir dalam mengungkapkan jawaban. Artinya kemampuan berpikir siswa akan berpengaruh terhadap kemampuan berbicara (wacika) dan perbuatan (kayika). Pada tahap Alami, siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi pristiwa agar siswa mendapatkan pengalaman langsung. Pada tahap Namai, siswa diberikan kesempatan untuk mendefinisikan suatu konsep sesuai dengan pengalaman yang telah didapat agar siswa secara aktif dapat memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa melalui pengamatan lingkungan sekitar. Selanjutnya pada tahap Demonstrasikan, siswa melakukan kegiatan demonstrasi melalui pratikum. Praktikum memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pemikirannya melalui perbuatan (kayika) yang bertanggung jawab yang hasilnya nanti akan disampaikan saat tahap penampilan masing-masing kelompok. Hasil dari kegiatan praktikum yang telah siswa lakukan dapat mempengaruhi reward yang nantinya diberikan oleh guru. Ulangi, pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal-soal untuk meningkatkan pemahamnannya terhadap materi. Rayakan, pada tahap ini guru memberikan apresiasi kepada siswa yang mengalami kemajuan dalam belajar, dan bagi siswa yang belum mengalami
kemajuan guru tetap memberikan motivasi. Dengan demikian, hal ini di dukung oleh DePorter, et.al., (2004) “segala sesuatu yang ingin anda kerjakan harus menjanjikan manfaat bagi anda atau anda tidak akan termotivasi untuk melakukannya”. Model pembelajaran TANDUR dapat menumbuhkan minat, motivasi, empati, simpati dan harga diri siswa dengan memuaskan AMBAK (apakah manfaatnya bagiku).
Kedua, pengembangan aspek Tri Kaya Parisudha yang terdiri dari 3 bagian, yaitu manacika, wacika dan kayika, melatih siswa untuk lebih mudah menguasai materi pembelajaran. Hal ini dikarenakan setiap tahapan yang dilalui siswa melatih kemampuan berpikir, berbicara dan prilaku siswa. Dengan demikian, proses pembelajaran TANDUR berbasis Tri Kaya Parisudha lebih menarik dan menyenangkan. Siswa dilatih untuk memiliki rasa tanggung jawab, rasa percaya diri dan kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga pembelajaran yang berlangsung menjadi bermanfaat. Penjelasan di atas di pertegas oleh pendapat Riyanto (2012) yang menyatakan bahwa “keharmonisan dicapai dengan keterampilan berkomunikasi secara efektif, mendapatkan integritas pribadi, dan menciptakan hubungan yang bermanfaat”. Selain itu juga Subagia (2010) menyatakan bahwa kompetensi dalam ranah pikiran adalah bagian yang paling penting di antara tiga ranah yang ada karena kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbicara dan berbuat. Manacika, wacika dan kayika sudah terlihat pada langkah-langkah pembelajaran TANDUR. Penguasaan pengetahuan siswa diungkapkan dengan bahasa yang lisan dan sopan santun dalam berbicara serta bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Ketiga, media pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar. Dengan bantuan media pembelajaran siswa terbantu untuk memahami materi, karena siswa secara langsung dapat mengamati hal-hal yang berkaitan dengan
materi pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran memberikan pengalaman langsung sehingga pembelajaran lebih bermakna dan mudah diingat oleh siswa. Selain itu juga penggunaan media pembelajaran membantu siswa untuk meningkatkan kemampuannya berpikir dalam penguasaan pengetahauan serta kemampuan berkomunikasi siswa dalam menerima informasi yang didapatkan melalui penggunaan media. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Munthe (2009) yang menyatakan bahwa, siswa lebih mudah mengingat materi pelajaran karena daya ingat otak dengan gambar jauh lebih kuat bertahan dalam otak dibandingkan daya ingat otak akan susunan kalimat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarjana (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kuantum Berorientasi PMRI (MPKBPMRI) Terhadap Pemahaman Konsep Dan Hasil Belajar Matematika Mahasiswa” pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata pemahaman konsep mahasiswa yang dibelajarkan dengan MPKBPMRI sebesar 75,90 sedangkan pemahaman konsep mahasiswa yang dibelajarkan dengan MPK sebesar 67,65. Rata-rata hasil belajar mahasiswa yang dibelajarkan dengan MPKBPMRI sebesar 77,44 sedangkan hasil belajar mahasiswa yang dibelajarkan dengan MPK sebesar 63,38. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep dan hasil belajar yang signifikan terhadap mahasiswa yang dibelajarkan menggunakan MPKBPMRI dengan MPK, hal itu membuktikan bahwa MPKBPMRI berhasil.
Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran konvensional memfokuskan pada metode ceramah. Pernyataan tersebut didukung oleh Rasana (2009) pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus. Di dalam pembelajaran konvensional siswa
cenderung lebih pasif karena hanya mendengarkan ceramah yang diberikan oleh guru. Melalui model pembelajaran konvensional siswa cenderung menjadi objek belajar, sedangkan yang menjadi subjek belajar adalah guru. Guru berusaha memindahkan pengetahuan yang guru miliki kepada siswa. Keadaan ini cenderung membuat siswa pasif dalam menerima pelajaran dari guru. Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal dan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tentunya memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa.
Perbedaan perlakuan pada kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal dan kelompok kontrol yang menggunakan model konvensional mengakibatkan adanya perbedaan hasil belajar siswa. Meskipun ada peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan pembelajaran TANDUR, tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa kendala yang ditemui yaitu: Pertama, ada beberapa siswa yang kurang siap belajar menggunakan pembelajaran TANDUR. Hal tersebut dikarenakan selama ini siswa terbiasa belajar dengan hanya menerima materi pembelajaran dari guru. Kedua, menyita waktu yang cukup lama. Pembelajaran dengan TANDUR memerlukan banyak waktu karena disetiap pembelajaran siswa akan melakukan demonstrasi, misalnya dengan melakukan suatu percobaan.
Berdasarkan pemaparan di aats, dapat diinterprestasikan bahwa penggunaan pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD Di Gugus VII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pengujian hipotesis, diketahui nilai thitung = 3,71 dan nilai ttabel
dengan taraf signifikansi 5%= 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung >
ttabel) sehingga hasil penelitian adalah
signifikan. Perbandingan hasil perhitungan rata-rata hasil belajar IPA dengan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal adalah 20,6 lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA model pembelajaran konvensional sebesar 18,04. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Kualifikasi hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TANDUR berada pada kategori sangat tinggi sedangkan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional berada pada kategori sangat tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran TANDUR berbasis kearifan lokal berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD di gugus VII Kecamatan Buleleng.
DAFTAR PUSTAKA
Arsani, Ni Nyoman Sri. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Bermain Peran Berorientasi Kearifan Lokal Tri Kaya Parisudha Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas V sekolah Dasar Gugug VI Kampung Baru Kecamatan Buleleng. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Atmaja, N. B. 2011. “Lokal Genius dan
Kearifan Lokal sebagai Modal Budaya dalam Pendidikan Karakter”. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Tentang Pendidikan Karakter Berbasis
Lokal Genius yang
Diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha 2011.
DePorter, B. dkk. 2002. Quantum
Teaching: Mempraktikkan
Quantum Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa
---.2004. Quantum Teaching: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung:
Kaifa
Gribbons, Barry dan Joan Herman. 1997.
“True and Quasi Experimental
Designs”. Tersedia pada
http://PAREonline.net/getvn.asp? v=5&n=14 (diakses tanggal 29 Januari 2015).
Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung: PT
Redika Aditama
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group
UU. RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional