PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP
HASIL BELAJAR IPA KELAS VI DI GUGUS IV
KECAMATAN PETANG
I Gd. Yudi Setiawan
1, I Nym. Wirya
2,I Md. Citra Wibawa
31,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
2Jurusan PG PAUD, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected]
1,
[email protected]
2,
dekwi_petiga@yahoo,com
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran quantum teaching dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan desain post test only with control group
design. Populasi penelitian adalah siswa kelas VI SD di gugus IV Kecamatan Petang yang
berjumlah 162 orang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik random sampling yang dilakukan dengan memberikan undian secara acak kepada setiap kelas yang ada di gugus IV Kecamatan Petang. Berdasarkan hasil undian tersebut, diperoleh SD N 1 Pelaga sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 37 orang siswa dan SD N 3 Pelaga sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 30 orang siswa. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan menggunakan metode tes. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA kelompok siswa dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran quantum teaching dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil analisisnya menunjukkan
thitung = 7,461 dan ttabel = 2,000 untuk db = n1 + n2 – 2 = 65 dengan taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan kriteria pengujian, karena t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi model pembelajaran quantum teaching berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI SD di gugus IV Kecamatan Petang.
Kata kunci: model pembelajaran Quantum Teaching, model pembelajaran konvensional, hasil belajar IPA
Abstract
The purposes of this research were to know the significant differences between students result in science who learnt by Quantum Teaching model and students who learnt using conventional learning model. The type of this research was a quasi experiment by using post test only with control group design. Population of this research was grade six student in cluster six, sub-district Petang which amounts to 162 people. The sample of this research determined by random sampling performed by giving the lottery randomly to each class in group IV District of Petang. Based on the results of the lottery, was obtained SD N 1 Pelaga consisted of 37 students as an experimental group and 30 students grade sixth of SD SD N 3 Pelaga as an control group. Science students learning outcome data were collected using
the test method. Data analysis used descriptive statistics and inferential statistic (t-test). The result of this research show tvalue = 7.461 and ttable = 2.00 for db = n1 + n2 - 2 =
65 with a significance level of 5%. Based on testing criteria, for tvalue > ttable then H0 is rejected
and Ha accepted. So quantum teaching model effect on learning outcomes IPA in sixth grade student in group IV District of Petang.
Keywords: Quantum Teaching model, conventional learning model, students result in science
PENDAHULUAN
Keberhasilan pendidikan suatu Negara ditentukan oleh kualitas/mutu pendidikannyaitu sendiri. Jika kualitas pendidikan yang tinggi maka tingkat keberhasilan pendidikan Negara tersebut juga tinggi ataupun sebaliknya. Namun, di Negara Indonesia kualitas atau mutu pendidikan saat ini masi hrendah di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Salah satunya terlihat dalam pelajaran IPA. Ini dibuktikan antara lain denga data UNESCO (2000) tentang pringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human
Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan perkepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke -105 (1998), dan ke -109 (1999).
Kemudian dibuktikan dengan laporan
programme for international student
assesment (PISA) tahun 2006: Science competencies for tomorrow’s world yang melibatkan 30 negara maju anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan 27 negara lainnya, menyatakan bahwa siswa Indonesia berada pada urutan ke 50 dari 57 negara. Pengetahuan dan pemahaman IPA siswa Indonesia ternyata sangat terbatas sehingga sangat sedikit yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dalam laporan TIMSS (Trend in
International Mathematic and Science
Study) 2003, International Science Report (2007), diketahui bahwa prestasi sains/IPA pelajar Indonesia hanya menduduki peringkat 42 dari sekitar 50 negara yang menjadi peserta. Hal yang tidak kalah memprihatinkan juga adalah terjadinya penurunan prestasi sains/IPA siswa Indonesia pada tahun 2003 yang ternyata lebih rendah daripada prestasinya pada tahun 1999 (Kompas, 2007).
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor masalah antara lain adalah menyangkut faktor efektifitas, efisiensi dan standardisasi
pengajaran. Faktor permasalahan inilah yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Faktor permasalahan lainnya dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan serta permasalahan yang mendasar lainnya ialah rendahnya prestasi siswa. Rendahnya prestasi siswa disebabkan oleh beberapa hal baik dari guru maupun dari siswa itu sendiri. Dari segi tersebut kurangnya pemahaman guru tentang model, pendekatan, strategi, dan metode, serta guru belum memanfaatkan potensi lingkungan sebagai media dan sumber belajar. Jika dilihat dari segi siswa mungkin disebabkan oleh pengetahuan awal siswa yang belum terakomodasi dengan baik dalam pembelajaran, kurangnya minat, motivasi, sikap, kebiasaan belajar dan konsep diri siswa yang berbeda satu sama lain. Menurut Djaali (2008:1) “hal tersebut didasari oleh jiwa manusia yang berbeda satu sama lain. Jiwa manusia dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni aspek kemampuan (ability) dan aspek kepribadian (personality)”. Aspek kemampuan meliputi prestasi belajar, intelegensi, dan bakat, sedangkan aspek kepribadian meliputi watak, sifat penyesuaian diri, minat, emosi, sikap dan motivasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Djamarah dan Zain (2006:1) “paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis dan biologis”. Bahwa dapat disimpulkan aspek kemampuan meliputi prestasi belajar, intelegensi dan bakat. Yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik, akibat perbedaan inilah yang memunculkan variasi sikap dan tingkah laku anak didik dalam mengikuti pembelajaran.
Untuk mengatasi permasalahan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia seperti:
meningkatkan anggaran pendidikan melalui alokasi APBN (20%) yang tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 dan dipertegas dalam Pasal 49 No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, kemudian pengadaan buku-buku pelajaran, peningkatan kualitas guru, peningkatan kualitas proses pembelajaran, dan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum yang diterapkan saat ini yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan pengembangan dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Esensi dari kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sistem pembelajaran berdasarkan paradigma konstruktivis, yang memandang dan mengisyaratkan siswa
harus aktif mengkonstruksi
pengetahuannya selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kurikulum ini
menghendaki adanya perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa (student centered), metodologi yang semula lebih di dominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Guru disini hanya sebagai fasilitator, moderator dan motivator.
Namun, dari hasil observasi dan wawancara yang di lakukan di SD No. 1 dan 3 pelaga pada tanggal 1 September 2014 diperoleh hasil yang berbeda. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional pada setiap pelajaran, tidak terkecuali pada pelajaran IPA. Ketika proses pembelajaran gurulah yang aktif (teacher centered) berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan siswa hanya sebagai pendengar yang pasif dan kadang-kadang aktif dalam proses pembelajaran. Motivasi belajar peserta didik di sekolah tersebut juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan model, pendekatan, strategi, dan metode yang digunakan guru kurang menarik perhatian bagi siswa itu sendiri, sehingga siswa tidak berminat dan kurang termotivasi dalam pembelajaran berlangsung. Padahal motivasi merupakan
salah satu faktor yang kuat dalam proses pembelajaran, karena dengan siswa memiliki motivasi belajar maka akan meningkatkan minat dan keaktifan siswa terhadap suatu pelajaran tersebut. Selain itu, pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum memanfaatkan
pendekatan lingkungan dalam
pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa. Para siswa telah memiliki kemampuan awal yang telah diterima di kelas sebelumnya. Kemampuan awal siswa ini harus digali agar siswa lebih belajar mandiri dan kreatif,
khususnya ketika mereka akan
mengkaitkan dengan pelajaran baru. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih mendekatkan pada lingkungan siswa. Konsep-konsep yang dikembangkan sebaiknya berhubungan dengan alam sekitar agar menjadi konteks pembelajaran yang bermakna. Selain bermakna, pembelajaran IPA pada pelaksanaannya haruslah diupayakan dalam kondisi pembelajaran yang kondusif dalam arti pembelajaran itu harus bersifat aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Maka dari itu peranan dan fungsi guru dalam pembelajaran harus dapat menciptakan situasi kelas yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal. Guru dituntut untuk menciptakan kelas yang kondusif agar siswa mampu memahami apa yang telah disampaikan guru.
Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang sering dihadapi guru maupun siswa dalam pembelajaran IPA adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Wena (2009:2) ”adalah cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam
upaya membelajarkan siswa”. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri dan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seseorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran. Strategi tersebut adalah model pembelajaran quantum teaching. Dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran maka hal-hal abstrak dapat dikonkretkan melalui media sehingga proses pembelajaran dapat lebih aktif, kreatif dan menyenangkan.
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, banyak hal yang bisa siswa dapatkan dalam proses pembelajaran yang akan membantu siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar IPA.
Untuk itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran quantum teaching dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VI gugus IV Kecamatan Petang Tahun Pelajaran 2014/2015
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Mengingat tidak semua variabel/gejala yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini dikategorikan penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Rancangan penelitian ini menggunakan Desain penelitian post test only with control group design dengan memberikan perlakuan eksperimental berupa model pembelajaran quantum teaching terhadap hasil belajar IPA pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Kedua kelompok tersebut, sama-sama diberikan post-test (pengamatan akhir). Kelompok pertama yang terdiri dari satu kelas merupakan kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa model pembelajaran quantum teaching berorientasi keterampilan proses sedangkan kelompok yang kedua juga terdiri dari satu kelas merupakan kelas kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran konvensional.
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah keseluruhan siswa kelas VI Semester Ganjil SD Gugus IV Kecamatan Petang Tahun Pelajaran 2014/2015. Banyak siswa seluruhnya 162 orang yang tersebar dalam 6 kelas yaitu kelas VIA, VIB, VIC, VID, VIE, VIF. Distribusi populasi penelitian dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian
No Nama SD Jumlah Kelas VI
1 SD No. 1 Pelaga 37 orang
2 SD No.2 Pelaga 31orang
3 SD No.3 Pelaga 30 orang
4 SD No.1 Sulangai 29 orang
5 SD No.2 Sulangai 23 orang
6 SD No.3 Sulangai 14 orang
Total Populasi 162 orang
Sebelum penelitian dilanjutkan, populasi terlebih dahulu harus diuji kesetaraanya menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh
kesimpulan tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas VI sekolah dasar di Gugus IV Kecamatan Petang, Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2014/2015. Dengan kata lain, hasil belajar masalah
siswa kelas VI sekolah dasar di Gugus IV Kecamatan Petang adalah setara. Berdasarkan jumlah siswa yang jumlahnya tidak jauh berbeda dan uji kesetaraan yang menunjukkan pasangan kelompok kelas yang setara, maka untuk menentukan dua sampel yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan teknik probability sampling. Teknik ini memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Setelah diperoleh dua kelas sebagai sampel yaitu SD No. 1 Pelaga dan SD No. 3 Pelaga, selanjutnya sampel dirandom kembali untuk menentukan kelas yang bertindak sebagai kelas kontrol dan bertindak sebagai kelas eksperimen. Kelas kontrol akan belajar dengan model pembelajaran konvensional (MPK) dan kelas eksperimen akan belajar dengan model pembelajaran quantum teaching berorientasi keterampilan proses. Berdasarkan hasil sampling diperoleh SD No. 1 Pelaga menjadi kelas eksperimen, yang artinya akan belajar dengan model
pembelajaran quantum teaching
berorientasi keterampilan proses. Sedangkan SD No. 3 Pelaga menjadi kelas kontrol, yang artinya akan belajar dengan model pembelajaran konvensional (MPK).
Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran quantum teaching berorientasi keterampilan proses yang diimplementasikan dalam pembelajaran untuk kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk diberikan pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada mata pelajaran IPA.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Perangkat tes digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA. Perangkat tes yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes pilihan ganda dengan satu jawaban benar. Tes ini terdiri dari 35 butir soal. Setiap item soal disertai dengan empat alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh siswa (alternatif a, b, c, dan d) setiap item diberi skor 1 bila siswa menjawab dengan benar dan siswa yang menjawab salah diberi skor 0. Kemudian
skor setiap item dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil IPA. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (separated varians). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu data yang dianalisis harus berdistribusi normal dan homogen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil post-test terhadap 37 orang siswa kelas VI SD SD No. 1 Pelaga yang belajar dengan model pembelajaran quantum teaching berorientasi keterampilan proses dalam kelompok eksperimen, menunjukkan bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 32 dan skor terendah adalah 15, dengan modus 27,5, median 27 dan mean 26,21. Dengan demikian modus > median > mean (27,5>27>26,21). Apabila hasil tersebut digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok eksperimen merupakan juling negatif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi seperti yang tampak pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Kurva Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Jika mean kelompok eksperimen dikonversi, maka hasil belajar IPA siswa
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 15 -17 18 -20 21 -23 24 -26 27 -29 30 -32 Frek ue ns i A bs olut Kelas Interval
setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran quantum teaching sangat baik, yaitu pada rentangan skor 26,25 < X ≤ 35,00 sebanyak 18 orang atau 52,94%. Hasil ini berbeda dengan perolehan post-test kelompok kontrol. Hasil post-post-test terhadap 20 orang siswa kelas VI di SD SD No. 3 Pelaga yang belajar dengan model pembelajaran konvensional dalam kelompok kontrol, menunjukkan bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 29 dan skor terendah adalah 12, dengan modus 17,95, median 18,5 dan mean 19,5.
Dengan demikian, modus<median<mean (17,95<18,5<19,5). Apabila hasil tersebut
digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok kontrol merupakan juling positif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah seperti yang tampak pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Kurva Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol
Jika mean kelompok kontrol dikonversi, maka hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran Konvensional pada kategori cukup, yaitu pada rentangan skor 14,59 < X ≤ 20,42 sebanyak 18 orang atau 52,94%. Hasil uji prasyarat, yaitu normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hasil
perhitungan menggunakan rumus Chi-Square pada uji normalitas diperoleh hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran quantum teaching berdistribusi normal dengan χ2
hitung = 6,936< harga χ2tabel =9,488
dan kelompok siswa yang dibelajarkan
menggunakan pengajaran model
konvensional juga berdistribusi normal dengan harga χ2
hitung = 2,969 < harga χ2tabel
= 9,488. Begitu pula dengan hasil uji homogenitas menggunakan rumus uji F, varians data hasil belajar IPA siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran quantum teaching dengan kelompok siswa
yang dibelajarkan menggunakan
pengajaran konvensional adalah homogen, yaitu Fhitung= 1,37 < Ftabel = 1,85.
Sedangkan dari pengujian hipótesis diketahui bahwa hasil perhitungan uji-t dengan rumus separated varians diperoleh thitung sebesar 7,461 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% dan db 65 adalah 2,00. Sehingga, thitung > ttabel yaitu 7,461 > 2,00 pada derajat kebebasan 65 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya,
terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran quantum teaching pada kategori dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VI Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 Di Gugus IV Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran quantum teaching dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VI Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 Di Gugus IV Kecamatan Petang , Kabupaten Badung.
Perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran quantum teaching dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh adanya
0 2 4 6 8 10 12 .12 -14 15 -17 18 -20 21 -23 24 -26 27 -29 Freku en si A bs olut ( f) Kelas Interval
perbedaan perlakuan pada kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran quantum teaching siswa belajar dengan suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menumbuhkan minat belajar. Hal ini nampak pada fase penumbuhan minat. Dalam tahap ini, guru menumbuhkan minat belajar peserta didiknya, agar nantinya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dari diri siswa sehingga mampu meningkatkan minat belajar dari peserta didik tersebut. Penumbuhan minat siswa untuk belajar dilakukan dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan yaitu mengkondisikan suasana kelas lebih rileks tetapi serius.
Kemudian pada fase pemberian pengalaman umum, siswa menceritakan pengalaman yang telah siswa alami terkait dengan materi yang akan diajarkan, sehingga ada motivasi dari siswa yang pernah mengenal materi tersebut untuk lebih mengembangkan pengalamannya juga bagi yang sama sekali belum pernah mengenal menjadi lebih tertarik dan tertantang untuk mempelajarinya. Setelah siswa menceritakan pengalamannya, guru menyampaikan materi yang akan dipelajari secara lengkap, sehingga dalam penamaan siswa telah memiliki bekal dan penguasaan materi oleh siswa dapat lebih maksimal. Hal ini nampak pada kegiatan pembelajaran, khususnya pada fase penamaan atau penyajian materi.
Setelah itu, siswa pada fase demonstrasi diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil tugas mandiri yang telah diberikan oleh guru sebelumnya, baik kepada teman kelompoknya maupun kepada seluruh siswa. Hal ini dilakukan agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Pada fase pengulangan dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulas kembali materi yang telah disampaikan oleh guru. Dengan demikian siswa yang tidak memperhatikan guru saat mengajar dapat dihindari, karena setelah guru memberikan materi maka guru akan menunjuk salah seorang siswa untuk menjelaskan kembali materi yang telah diberikan dengan penjelasan dan atau dengan mempraktekan langsung. Terakhir, guru pada fase perayaan guru dengan memberikan pujian
kepada siswa yang berhasil maupun yang tidak berhasil menjawab pertanyaan dan tidak secara langsung menyalahkan jawaban siswa yang kurang tepat, selain itu perayaan dilakukan dengan melakukan tepuk tangan bersama-sama ketika jam pelajaran berakhir. Kondisi ini dapat menumbuhkan semangat belajar.
Model pembelajaran quantum teaching dalam pembelajaran IPA, tidak lepas dari substansi bidang IPA itu sendiri. Bidang IPA adalah disiplin ilmu yang tidak hanya berisi produk keilmuwan berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori tetapi juga memuat proses bagaimana produk itu diperoleh. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh tidak cukup hanya dengan transfer pengetahuan lewat berbagai aktivitas berpikir. Proses konstruksi pengetahuan nampaknya lebih terkondisikan dalam model pembelajaran quantum teaching.
Berbeda halnya dengan
pembelajaran dengan model pembelajaran quantum teaching, pada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, pembelajaran berorientasi pada guru merupakan sistem pendidikan konvensional dimana hampir seluruh proses pembelajaran dikendalikan oleh guru. Pola ini cenderung mengunakan metode ceramah dan kadang-kadang diselingi dengan tanya jawab, diskusi dan penugasan dan informasi hanya terjadi satu arah saja, dimana peran guru masih mendominasi dalam pemberian informasi. Penjelasan yang diberikan oleh guru masih berorientasi pada buku dan guru jarang mengaitkan materi yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa cenderung menghapalkan setiap konsep yang diberikan tanpa memahami dan mengkaji lebih lanjut dari konsep-konsep yang diberikan. Kurang pahamnya siswa terhadap materi yang diberikan akan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa itu sendiri. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang dioptimalkan, siswa kurang dilatih untuk mendeskripsikan sendiri pengetahuan yang telah dimilikinya serta siswa kurang dilatih untuk menjadi
pemimpin diskusi yang mampu
kegiatan pembelajaran ini meliputi (1) kegiatan pendahuluan yang terdiri dari absensi, apersepsi, penyampaian tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa, (2) kegiatan inti yang terdiri dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, (3) kegiatan penutup yang terdiri dari kegiatan menyimpulkan hasil pembelajaran, penilaian, refleksi, umpan balik dan tindak lanjut. Proses apersepsi dan elaborasi juga kurang memberikan aktivitas belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga pada pembelajaran matematika tercipta suasana yang kurang kondusif dan mengakibatkan pemahaman dan ingatan siswa terhadap suatu konsep kurang optimal. Hal ini akan menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA siswa.
Dengan adanya kesesuaian antara hakikat pembelajaran IPA dengan pembelajaran quantum teaching, maka wajar kalau terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran Quantum Teaching dengan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uraian di atas, tampaknya hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang ada dan didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Dengan demikian hasil penelitian yang diperoleh melengkapi penemuan bahwa model pembelajaran quantum teaching lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Temuan hasil penelitian tersebut diatas sesuai dengan temuan Sunardiana (2010) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching & Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Para Siswa Kelas V Semester II SD Negeri 1
Batuagung Kecamatan Jembrana
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali Tahun Ajaran 2010/2011 melalui hasil penelitian tersebut ditunjukka bahwa pembelajaran IPA dengan model Quantum Teaching & Learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini. Pada siklus II hasil belajar yang diperoleh siswa sebesar 83,40 atau
meningkat sebesar 22,22% jika dibanding dengan hasil belajar pada siklus I. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan pelaksanaan
KBM dengan menggunakan model
pembelajaran Quantum Teaching & Learning.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis uji-t sampel tidak berkorelasi diperoleh thitung =
7,461 dan dengan taraf signifikansi 5%, derajat kebebasan 65 diperoleh ttabel =
2,000 yang berarti thitung = 7,461 > ttabel =
2,000. Ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model quantum teaching dengan siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa Kelas VI Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 di Gugus IV Kecamatan Petang. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model model quantum teaching berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional..
Berdasarkan hasil pembahasan, simpulan, dan implikasi yang diuraikan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Bagi siswa, agar lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. 2) Bagi guru, disarankan kepada guru untuk menerapkan model dan pendekatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar seperti menggunakan model pembelajaran quantum teaching sebagai alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 3) Bagi peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran quantum teaching dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung. A. A. G. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
---. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
Agus, Suprijono. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arends, R. 1997. Classroom Instructional and Management. New York: McGraw.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Deporter, Bobbi, dkk . 2005. Mempraktikan Quantum Learning di Ruang
Kelas. Tersedia pada
http://elsusantiely60.blogspot.co m/ (diakses tanggal 2 April 2014). Djamarah, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Hendro. 1993. Pendidikan IPA II. Jakarta:
Dirjen Dikti
Koyan, W. 2009. Statistik Dasar dan Lanjut
(Analisis Data Kuantitatif).
Undiksha Singaraja.
Koyan, W. 2011. Asesmen dalam
Pendidikan. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta: Bumi Aksara
Rasana, Raka. 2009. Model-model
Pembelajaran. Singaraja:
Undiksha.
Rasyid, Harun & Mansyur. 2007. Penilaian
Hasil Belajar. Bandung: CV
Wacana Prima.
Rusman. 2012. Model–Model
Pembelajaran. Depok: PT Raja grafindo Persada.
Santoso, Singgih. 2001. Mengolah Data
Statistik Secara Profesional.
Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Santyasa, I W. 2004. Model problem solving dan reasoning sebagai alternatif pembelajaran inovatif. Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (Konaspi) V, tanggal 5-9 Oktober 2004 di Surabaya.
Srini M. Iskandar. 1997. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam. Jakarta:
DIKTI.
Sriwahyuni, Putu. 2011. Keterampilan proses Terhadap Hasil Belajar IPA SD Negeri 2 Banyuning Tahun Pelajaran 2011/2012.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Undiksha Singaraja.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyanto. 2010. Model-model
Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Pustaka.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Widiana. 2006. Pembelajaran Konvensional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winata. 1992. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Universitas
Terbuka.Praktik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.