• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI NILAI-NILAI DAKWAH ISLAM DALAM FILM AIR MATA SURGA KARYA HESTU SAPUTRA - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REPRESENTASI NILAI-NILAI DAKWAH ISLAM DALAM FILM AIR MATA SURGA KARYA HESTU SAPUTRA - Test Repository"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI NILAI-NILAI DAKWAH ISLAM

DALAM FILM AIR MATA SURGA

KARYA HESTU SAPUTRA

(Analisis Semiotik Teori John Fiske)

Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

SKRIPSI

OLEH:

AL KHUSNA FADHILA

117-13-019

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan

mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang

beruntung” (Q.S Ali Imran:104)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini merupakan salah satu nafas perjuangan yang tidak akan

terhembus, tanpa adanya semangat dukungan dari berbagai pihak.

Penelitian ini penulis persembahkan kepada: Ibuku Suminah, seorang

inspirator terhebat. Bapakku Arifin, seorang pahlawan yang selalu

menjadi penggerak penulis tuk menjadi lebih baik. Kakakku Al

Fatimah, seorang motivator tuk terus melangkah ke depan.

(7)

Kata Pengantar

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk menyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Q.S Al-Ahqaaf: 15).

Alhamdulillah, Thanks to Allah Tuhan semesta alam. Segalanya takkan dapat terjadi tanpa kehendakNya. Lantunan sholawat senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan serta Nabi akhir jaman, Nabi Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada segenap keluarga serta sahabat-sahabat tercinta teruntuk:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum Selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

IAIN Salatiga.

4. Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi., M.Si Selaku Dosen Pembimbing yang selalu mengarahkan dan senantiasa sabar dalam membimbing penulis.

5. Bapak Ibu dosen IAIN Salatiga

6. Ibu, Bapak, Kakak, Adik, tetesan airmata perjuangannya senangtiasa memberi semangat pada penulis

(8)
(9)

ABSTRAK

Al Khusna Fadhila. 2018. Representasi Nilai-Nilai Dakwah Islam Dalam Film (Analisis Semiotik Teori John Fiske dalam Film Air Mata Surga Karya Hestu Saputra). Skripsi. Fakultas Dakwah. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, S. Psi, M. Si.

Kata kunci: Representasi, Nilai Dakwah Islam, Film.

Representasi merupakan Proses di mana sebuah objek ditangkap oleh indera seseorang, lalu masuk ke akal untuk diproses yang hasilnya adalah sebuah konsep/ ide yang dengan bahasa akan disampaikan/ diungkapkan kembali. Penelitian ini menggunakan analisis semiotik teori John Fiske. Fiske membegi semiotik menjadi tiga level, yaitu level realita, level representasi, dan level ideologi.

Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mengetahui level realitas, level representasi, dan level ideologi dalam film Air Mata Surga. Kedua, mengetahui nilai-nilai Islam yang terkandung dalam film Air Mata Surga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LOGO INSTITUT ... ii

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Metodologi Penelitian ... 6

G. Tinjauan Pustaka ... 9

(11)

Tinjauan Umum Islam ... 13

BAB III PROFIL FILM AIR MATA SURGA ... 43

A. Profil Film Air Mata Surga ... 43

B. Pemain Film Air Mata Surga ... 44

C. Sinopsis Film Air Mata Surga ... 45

BAB IV HASIL ANALISIS ... 49

A. Analisis Semiotik Film Air Mata Surga Teori John Fiske ... 49

1. Analisis pada Level Realitas ... 49

2. Analisis pada Level Representasi ... 54

3. Analisis pada Level Ideologi ... 58

B. Nilai-nilai Islam dalam Film Air Mata Surga... 62

(12)

2. Analisis pada Level Representasi ... 70

3. Analisis pada Level Ideologi ... 73

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persetujuan Pembimbing 2. Lembar Konsultasi Skripsi 3. Daftar Nilai SKK

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari proses

komunikasi. Adanya komunikasi dijadikan sebagai sarana, penyampaian

pesan, terjalinya hubungan antar seseorang, serta dapat terjadinya interaksi

timbal balik.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh

komunikator pada orang lain, baik secara langsung atau tidak langsung,

baik secara verbal maupun non verbal dengan tujuan supaya pesan tersebut

dimengerti oleh penerima.

Menurut Gufron (2016: 29), komunikasi adalah proses

penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan-gagasan,

pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambang-lambang yang

mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non verbal dari

seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok

orang lainnya dengan tujuan saling pengertian dan atau kesepakatan

bersama.

Pesan melalui media massa bermacam-macam seperti film, iklan,

(15)

pesan pada khalayak luas. Pesan itu sendiri oleh Gufron (2016:15), diusahakan dengan memakai bahasa, simbol atau lambang.

Dalam dunia pengaplikasian dunia komunikasi, dunia perfilman telah mempunyai tempat sebagai salah satu media penghibur bahkan pembelajaran bagi masyarakat. Film dianggap sebagai media hiburan ketimbang media pembujuk. Namun, film juga mempunyai kekuatan bujukan atau persuasi yang besar. Kritik publik dan adanya lembaga sensor juga menunjukkan bahwa sebenarnya film sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter masyarakat.

Film sendiri juga mempunyai kemampuan tersendiri dalam melukiskan kehidupan dengan daya tarik yang berbeda dengan media lainnya. Arsyad (2012: 48) mengatakan film dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

Pada umumnya film dibangun melalui tanda-tanda. Tanda itu merupakan sistem yang bekerja sama dengan baik sesuai apa yang diharapkan. Dan dalam hal ini, suara dan gambar merupakan unsur terpenting dalam sebuah perfilman. Gambar dan suara ini dapat dituturkan serta disebutkan, dikategorisasikan dan dianalisis, dengan cara yang sebanding.

(16)

Dengan perkembangan jaman ini, film-film yang mengandung nilai-nilai islami mulai disukai oleh masyarakat, tidak hanya oleh orang Islam namun juga dari kalangan non muslim.

Penyebaran nilai melalui dunia perfilman kini telah banyak ditemui. Salahsatunya film tentang keteguhan seorang perempuan yang dibungkus dengan tahap yang mengandung realitas, representasi dan ideologi. Hal ini disampaikan oleh sutradara Hestu Saputra dalam film Air Mata Surga. Film yang mengangkat genre percintaan ini membungkus pesan yang menarik untuk ditonton dengan pesan-pesan terkandung yang dimunculkan secara tidak langsung.

Dari sekian model analisis semiotik yang ada, penulis memilih model analisis John Fiske yang menuangkan tahap realitas, tahap representasi dan tahap ideologi untuk menganalisis film Air Mata Surga Karya Hestu Saputra.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan dalam penelitian ini adalah rangkaian sequence dalam film Air Mata Surga yang berkaitan dengan penelitian.

(17)

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana nilai-nilai dakwah Islam dengan analisis teori John Fiske level realitas, level representasi, dan level ideologi dalam film Air Mata Surga ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan

dalam film Air Mata Surga adalah sebagai berikut:

Mengetahui nilai-nilai dakwah Islam dalam film Air Mata Surga menggunakan level realitas, level representasi, dan level ideologi teori John Fiske.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca,

baik yang bersifat akademis maupun praktis. Adapun manfaat dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Segi Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai bahan referensi bahan

pustaka, memperkaya literatur di bidang kajian semiotik, khususnya

(18)

b. Segi Praktis

Bagi praktisi komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran ideal tentang bagaimana membaca makna suatu produk media massa khususnya dengan menggunakan pendekatan semiotik. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kosa kata dan istilah yang digunakan dalam film.

E. Penegasan Istilah

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Representasi menurut Chris Barker adalah rekonstruksi sosial yang mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang cara menghasilkannya makna pada beragam konteks (dalam Vera, 2014:97). Representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media.

Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dilihat, diraba, maupun dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku (Djamal, 2017:169).

(19)

dapat didefinisikan sebagai pencapaian kedamaian dan keamanan batiniah melalui kepasrahan kepadan Tuhan. Islam mempercayai bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemelihara alam semesta.

Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan (Vera, 2014:91).

F. Metodologi Penelitian a. Metode

Metode menurut Leedy & Ormron dalam Sarosa (2012: 5), adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis.

Untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan, maka metode yang digunakan untuk menganalisis film Air Mata Surga adalah dengan metode analisis kualitatif.

(20)

Sedangkan menurut Leedy & Ormron dalam Sarosa (2012: 7), penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) di mana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistic-contextual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci (Sugiarto, 2015:8).

Jadi, dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan proses serta makna berdasarkan perspektif subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian ini.

b. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian film Air Mata Surga penulis laksanakan pada bulan Agustus 2018.

c. Objek dan Unit Analisis

(21)

d. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari rekaman video original berupa film Air Mata Surga. Kemudian dilakukan pemilihan visual terhadap adegan-adegan dalam film yang diperlukan untuk penelitian berupa gambar-gambar serta informasi yang berkaitan dengan penelitian.

Selain itu, penulis juga memperoleh data dari literatur yang mendukung penelitian seperti buku-buku, internet, catatan kuliah, dan sebagainya.

e. Teknik Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian diklarifikasikan dengan pertanyaan yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis data menggunakan teknik analisis semiotik John Fiske.

Sarosa (2012: 80), Semiotik digunakan untuk menganalisis bagaimana tanda dan simbol disepakati dan digunakan bersama serta bagaimana keterkaitannya.

John fiske menjelaskan bagaimana sebuah peristiwa menjadi “peristiwa televisi” apabila telah dienkoding oleh kode-kode sosial, yang dikonstruksi dalam tiga tahapan, yaitu: tahap realitas, representasi, dan ideologi.

(22)

ekspresi, suara, dan sebagainya. Tahap kedua, representasi yakni realitas yang terenkode dalam encoded electronically harus ditampakkan pada technical codes, seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya. Sedangkan bahasa gambar atau televisi ada kamera, tata cahaya, editing, musik dan sebagainya. Tahap ketiga adalah ideologi. Semua elemen dikategorikan dalam kode-kode ideologis, seperti patriakhi, individualisme, ras, kelas, matrealisme, kapitalisme, dam sebagainya.

Pada perkembangannya, model dari John Fiske tidak hanya digunakan dalam menganalisis acara televisi, tetapi dapat digunakan dalam menganalisis media yang lain seperti film, iklan, dan lain-lain.

G. Tinjauan Kepustakaan

Sejauh penelusuran yang telah penulis lakukan di perpustakaan IAIN Salatiga, penulis belum menjumpai hasil penelitian yang memiliki titik singgung sama dengan judul yang diangkat dalan penelitian skripsi ini. Berikut beberapa literatur skripsi dengan media film yang menjadi acuan pustaka sebagai komprasi akan keotentikan penelitian ini:

(23)

bertujuan untuk mengetahui apa makna denotasi, konotasi, dan mitos yang mempresentasikan konsep jihad Islam dalam Film In The Name of God.

Kedua, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Film Haji Backpacker oleh Muhammad Muhlas , Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2011. Tujuan penelitian dalam skripsi ini di antaranya: untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan social dalam ibadah haji studi atas film Haji Back Packer karya Danial Rifky

Ketiga, skripsi dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar oleh Ika Fadhilah, Jurusan PAI angkatan 2011 IAIN. Tujuan penelitian di antaranya: 1) untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar. 2) untuk menggunakan metode pengajaran pendidikan Islam dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar. 3) untuk mendeskripsikan implikasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar.

(24)

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, sistematika pembahasannya dapat dideskripsikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Metodologi Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

Berisi landasan teori yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. Pada bab ini berisi pengertian Islam secara umum. Tinjauan umum tentang film yang terdiri dari pengertian film, unsur, jenis film, sinematografi. Tinjauan umum tentang semiotik: pengertian semiotik, tokoh-tokoh semiotika, teori dan model semiotika.

BAB III PROFIL FILM AIR MATA SURGA

Terdiri dari profil Hestu Saputra, para pemain, sinopsis film Air Mata Surga.

BAB IV HASIL ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP FILM AIR MATA SURGA

(25)

Semiotik John Fiske yang terdapat dalam film Air Mata Surga.

BAB V PENUTUP

Terdiri dari Kesimpulan dan Saran

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

I.

Tinjauan Umum Islam

A. Pengertian Umum

Islam adalah agama yang kelahirannya mengalami proses waktu yang amat panjang. Islam merupakan agama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. lewat wahyu, yang untuk pertama kalinya diterima di Gua Hira, yang terletak beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah. Mekah terletak di kawasan Hijaz yang termasuk wilayah Saudi Arabia sekarang. Dengan peristiwa rohani itu, Muhammad SAW. telah manjadi Nabi, sekaligus Rasul, yang berarti utusan Allah, untuk menyebarluaskan agama baru yang disebut Islam (Su’ud, 2003:139).

(27)

B. Sejarah Islam

Mengenai sejarah Kebudayaan Islam, Sunanto (2007:4) para ahli membagi menjadi beberapa periode:

1. Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama kebudayaan Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari:

a. Masa Nabi Muhammad SAW., semenjak hijrah ke Madinah sampai wafatnya, selama 10 tahun.

b. Masa Khulafau ar-Rasyidin dari Abu Bakar, Umar, Usman, Ali selama 30 tahun.

2. Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan Islam, meliputi 3 benua Asia, Afrika, dan Eropa. Ini terjadi pada masa Umawiyah yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun. 3. Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam mencapai

puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan maupun kesenian. Zaman ini meliputi:

a. Masa Abbasiyah I yang berpusat di Baghad, berjalan selama 100 tahun dengan para khalifahnya yang mempunyai kekuasaan penuh, berpikir maju dan pecinta ilmu.

(28)

4. Zaman penyerbuan, di mana umat Islam mengalami penyerbuan di segala penjuru.

5. Zaman kemunduran, yang dimulai oleh zaman gemilang dalam lapangan politik di zaman Utsmaniyah, Shafawi dan Mughal, diakhiri dengan penjajahan hampir seluruh Dunia Islam oleh Eropa Barat.

Masa pemerintahan Khalifah: 1. Masa Abu Bakar (632-634 M)

Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay, Al-Qurasyi At-Taimi, yang dikenal dengan julukan Abu Bakar. Pada tahun 632 M Abu Bakar dibai’at sebagai Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dalam masa kepemimpinannya, Abu Bakar diberi gelar Amirul Mukminin. Abu Bakar merupakan pemimpin yang tegas dalam memutuskan kebijaksanaan penting bagi perkembangan Islam. Selama itu beliau dikenal sebagai pemimpin yang tegas tanpa kompromi.

(29)

terkait peristiwa Isra’ dan senangtiasa jujur hingga sama sekali tidak diketahui ada satu kebohonganpun darinya (Badr, 2014:31).

Sejarah mencatat selama masa jabatannya itu, Abu Bakar telah berhasil menganugerahkan sejumlah kesuksesan, seperti dalam Su’ud (2003:56):

a. Di bawah masa kepemimpinannya Islam telah tersebar di Mesopotamia

b. Dalam waktu bersamaan dua tokoh nabi palsu telah berhasil dilenyapkan, yaitu Tulaihah dan Musaelimah

c. Di samping itu, gagasannya untuk melakukan kodifikasi Qur’an telah menunjukkan hasil awal yaitu mengumpulkan naskah-naskah yang sebelumnya masih terserak.

2. Masa Umar Bin Khatab (634-644 M)

Umar bin Khathab bin Nufail bin Abdul Uzza, Al-Qurasyi Adawi, Kunyahnya Abu Hafshah, dan gelarnya adalah Al-Faruq. Khalifah Umar adalah seorang yang kuat dalam kebenaran dan orang pertama yang diberi gelar Amirul Mukminin, serta orang pertama yang mengumpulkan jamaah untuk menunaikan shalat di malam bulan Ramadhan tahun 14 H. Beliau juga orang pertama yang membukukan penanggalan dengan mengacu pada hijrah, tahun 16 H.

(30)

Mesir, dan berbagai penjurunya. Beliau keluar berjalan sendiri tanpa pengawal untuk mengetahui kondisi rakyat di malam hari.

Dalam literatur Barat, Umar dijuluki L’organisateur de la victoire, dan Abu Bakar sebagai Le pere de la victoire (Mas’ud, 2003:57). Julukan ini berarti Abu Bakar disebut sebagai penggagas dan pelopor berbagai kemenangan penyiaran Islan ke penjuru kawasar di sekitar dunia Arab. Serta umar dijuluki sebagai pelaksana perluasan wilayah daerah Islam.

3. Masa Usman Bin Afan (644-655 M)

Utsman bin Affan bin Ash bin Umayah bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushai, Al-Qurasyi Al-Umawi. Julukannya adalah Abu Abdillah dan Abu Amr.

Khalifah Usman, dalam masa kepemimpinannya telah banyak melakukan keberhasilan, di antaranya:

a. Berhasil ditaklukannya Armenia dan pulau-pulau di Laut Tengah, termasuk Cyprus, dan Persepolis, ibu kota Persia berhasil pula beliau taklukan.

b. Keberhasilannya melakukan kodifikasi Qur’an. Karya besar kodifikasi Al-Qur’an itu diserakan kepada Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia.

(31)

(qira’at sab’ah). Ketujuh qira’at adala Quraisy, Yaman, Jurkum, huwazin, Kudaah, Tamim, danTajik.

4. Masa Ali Bin Abi Thalib (656-661 M)

Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthal ib bin Hasyim bin Abdi Manaf, Al-Hasyimi Al-Quraisyi, Abu Hasan. Khalifah Ali masuk Islam pada usia 10 tahun. Badr (2014:101), Ali menyertai Rasulullah dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, Baiat Ridhwan di Hudaibiyah, dan semua peristiwa penting lainnya kecuali perang Tabuk.

Pada masa khalifah Ali, umat Islam terpecah menjadi dua golongan. Pertama, golongan atau aliran Syi’ah, yaitu aliran yang masih mendukung Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Kedua, golongan Khawarij, yaitu umat Islam yang keluar dari golongan Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

C. Ajaran Islam

(32)

mencakup bidang-bidang keluarga, kemasyarakatan, politik, ekonomi, pendidikan, kesenian dan kejasmanian (kedokteran, olahraga, dan gizi). Akhlaq meliputi tata kama dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan berbangsa dan bernegara di samping dalam bidang hubungan antara makhluk dan Tuhan Allah (Sa’ud, 2003:141).

Rukun iman:

Qs. Al-Baqarah: 285, yang artinya:

ِﻪﺑر ْﻦِﻣ ِﻪﯿَﻟإ َلﺰْﻧُأ ﺎﻤﺑ ُلﻮﺳﺮﻟا َﻦﻣآ

ِﻪِﺘَﻜِﺋﺎَﻠﻣو ِﻪﱠﻠﻟﺎﺑ َﻦﻣآ ﱞﻞُﻛ

ۚ

َنﻮُﻨِﻣﺆﻤْﻟاو

ۚ ِﻪِﻠﺳر ْﻦِﻣ ٍﺪﺣَأ َﻦﯿﺑ ُقﺮَﻔُﻧ ﺎَﻟ ِﻪِﻠﺳرو ِﻪﺒُﺘُﻛو

ﺎَﻨﺑر َﻚَﻧاﺮْﻔُﻏ

ۖ

ﺎَﻨﻌَﻃَأو ﺎَﻨﻌِﻤﺳ اﻮُﻟﺎَﻗو

ﲑِﺼﻤْﻟا َﻚﯿَﻟإو

Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.

Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitaNya dan rasul-rasulNya.(mereka mengatakan): “Kami tidak

membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (mereka berdoa):”Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada

(33)

b. Iman kepada Malaikat c. Iman kepada Nabi dan Rasul d. Iman kepada hari akhir

e. Iman kepada Qadha dan qadha Rukun Islam:

a. Membaca kedua kalimat syahadat

Dalam bahasa Arab, kalimat syahadat berbunyi: Laa ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah. Syahadat artinya “kesaksian” dan diucapkan di depan saksi, ketika seseorang masuk Islam. Syahadat adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah rasul dan utusan Allah (Hassaballa, 2016:39).

b. Mengerjakan sholat

Tujuan utama sholat adalah sebagai perwujudan penyerahan diri pada kebesaran Allah, serta mengingatkan manusia yang mengerjakannya akan keberadaan Allah SWT.

c. Berpuasa

ﺐِﺘُﻛ اﻮُﻨﻣآ َﻦﯾِﺬَّﻟا ﺎﻬّﯾَأ ﺎﯾ

ﻰَﻠﻋ ﺐِﺘُﻛ ﺎﻤَﻛ مﺎﯿِّﺼﻟا ﻢُﻜﯿَﻠﻋ

(34)

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,

sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa”. (Qs. Al-Baqarah: 183)

d. Mengeluaran zakat

e. Menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu

Sillaturohmah (2014:24), Empat mazhab Fikih dalam Islam, yaitu:

1. Mazhab Hanafi

Film lahir akhir abad ke 18 dan mencapai puncaknya antara Perang

Dunia I dan Perang Dunia II. Film dikenal dengan nama “gambar hidup”

atau “wayang hidup”. Bisa juga disebut dengan “sinema”. Sinema dapat

diartikan sebuah gedung pertunjukan (bioskop). Sedangkan teknik

pembuatan film disebut sinematografi (Arifin, 2011:105).

Film merupakan rangkaian peristiwa yang mengalir. Oleh karena

itu, gambar yang dihasilkan juga harus memiliki sifat mengalir, terfokus

pada jalinan cerita, memiliki kualitas gambar yang prima, dan bersifat

dramatik untuk mengunci perhatian penonton (Widagdo, 2007:76).

Berbagai penelitian dalam film telah banyak ditemui, ini artinya film

(35)

pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya (Sobur,

2013:127).

Film mampu menciptakan struktur plot yang mengejutkan dan

menegangkan bagi penonton. Film adalah medium yang menggunakan

saluran berupa gambar dan suara, sehingga dengan tanpa sadar

membentuk imajinasi yang sangat kuat di depan layar lebar. Kekuatan film

menjangkau banyak segmen sosial dan kini mempunyai peran penting

dalam pembentukan karakter. Film mempunyai karakteristik utama yaitu

audio dan visual. Unsur audio visual sendiri, menurut Vera (2014: 92),

terdiri dari: unsur naratif dan unsur sinematik.

Unsur naratif merupakan sebuah materi atau penceritaan dalam

sebuah film. Sedangkan unsur sinematik adalah cara yang digunakan

untuk mengolah bahan yang akan dikerjakan. Unsur sinematik terdiri dari

mise en scene, sinematografi, editing, dan suara.

Melalui media film, informasi dapat disampaikan dengan menarik.

Film yang dinikmati sehari-hari, menurut Harist (2006:241), pembuatanya

melalui tiga tahap, yaitu: secara photografis/ shooting yang melibatkan

beberapa kerabat kerja, mulai dari pemain, sutradara, juru kamera, juru

lampu (lighting), hingga penata dekorasi dan costumer. Tahap kedua, developing atau sering disebut pencucian film, kemudian disusun sesuai

jalan cerita yang telah ditentukan. Dan tahap terakhir adalah mencetak

kembali sehingga menjadi sebuah film.

(36)

Sukses dan tidaknya film menjadi tanggung jawab pelaku

Sinematografi (Widagdo, 2007:5-8), di antaranya:

1. Produser

yaitu orang yang bertanggungjawab atas kelahiran sebuah film.

Para produser adalah orang yang bekerja lebih awal hingga paling

akhir yang memiliki kemampuan dari semua bagian di bawahnya

dalam mengelola film.

2. Manajer Produksi

bertugas untuk mengatur kerja dan memaksimalkan potensi yang

ada di seluruh departemen yang ada. Dalam film, manajer ialah yang

bertanggungjawab dalam operasi produksi mulai tahap hingga pasca

produksi

3. Sutradara

adalah seorang pemimpin yang harus mengontrol aspek dramatis

dan artistik selama proses produksi berlangsung

4. Asisten Sutradara I

Pada tahap pra produksi, diperlukan seorang pembantu sutradara

untuk menerjemahkan hasil direktor treatment ke dalam script break down dan shooting schedule. Asisten sutradara I, inilah yang mendiskusikan segala keperluan shooting dan manajer produksi.

5. Penulis Skenario

(37)

adalah pekerjaan kolaboratif yang dilakukan sipenulis dengan orang

yang punya visi yang sama, dalam hal ini sutradara dan produser.

6. Produser Pelaksana

Tugasnya adalah memaksimalkan hasil produksi dalam bentuk

film, serta memotivasi dan visi untuk terjadinya film, bekerja selama

proses produksi berlangsung.

7. Penata Kamera/ Fotografi

8. Kameramen

Seorang yang mengoprasikan kamera dan yang wajib mengetahui

seluk beluk kamera sehingga menuangkan visual sesuai dengan yang

diinginkan sutradara.

9. Desain Produksi

Bertugas sebagai asisten untuk sutradara menentukan suasana dan

warna yang tampil dalam film.

10.Penata Kostum dan Penata Rias

Bertugas membantu sutradara menghidupkan karakter pemain film.

11.Lighting

Bertugas untuk mengatur pencahayaan, serta mempunyai peranan

yang cukup besar karena kualitas gambar dari sebuah shot akan

(38)

12. Penyuting Gambar/ Editor

13. Penata Suara dan Penata Musik-

14. Talent

Merupakan seorang figur yang dibutuhkan dalam sebuah skenario

dan shooting.

15. Publikasi

Bertugas memungkinkan calon penonton untuk terinformasi

tentang film yang akan ditonton.

16. Penyelenggara Festifal

C. Jenis Film

Pada dasarnya, film terdiri dari dua jenis, yaitu film fiksi dan non

fiksi. Film fiksi terdiri dari film cerita pendek dan film dengan cerita yang

panjang. Contoh film non fiksi yaitu film dokumenter yang menampilkan

dokumentasi sebuah kejadian alam maupun manusia.

Salahsatu hal penting dalam mempelajari pengertian film adalah

genre. Genre menurut Fachruddin (2012: 324), adalah jenis atau ragam,

dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Pada

kenyataannya bahwa setiap genre berfluktasi dalam popularitasnya dan

akan selalu terikat erat pada faktor-faktor budaya. Kategori ini terjadi

dalam bidang seni-budaya seperti musik, film, serta sastra.

(39)

2.) Film laga (action) 3.) Film komedi 4.) Film horor 5.) Film animasi 6.) Film science fiction

7.) Film musical 8.) Film Kartun

D. Sinematografi

Sinematografi berasal dari kata serapan bahasa Inggris

cinematography yang berasal dari bahasa latin kinema yang berarti “gambar”. Sinematografi dapat diartikan sebagai seni dan teknologi dari fotografi gambar yang bergerak (Irawan, 2011:1). Sedangkan menurut Fachruddin (2012: 315-316), Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan mengabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).

A. Type of Shot

(40)

suatu (peristiwa, pemandangan) yang sangat-sangat jauh, panjang dan luas berdimensi lebar. ELS biasa digunakan untuk komposisi gambar indah pada sebuah panorama.

b. Long Shot (LS) merupakan type of shot dengan ukuran framing diantara MLS dan ELS, yakni luas ruang pandangnya lebih besar dibandingkan Medium Long Shot dan lebih sempit dari pada Extreme Long Shot.

c. Medium Long Shot (MLS), Framing kamera dengan mengikutsertakan seting sebagai pendukung suasana diperlukan karena adanya kesinambungan cerita dan aksi tokoh dengan seting tersebut.

d. Medium Shot (MS), merekam subjek kurang lebih setengah badan, pada pengambilan gambar, MS digunakan kombinasi dengan follow shot terhadap gambar bergerak.

e. Middle Close Up (MCU) adalah pengambilan gambar dengan kombinasi framing subjek lebih jauh dari Close Up, tetapi lebih dekat dengan Medium Shot.

(41)

seseorang. CU selalu execellence pada wajah marah, kesal, senang,

sedih, kagum, dan lain sebagainya (Fachruddin, 2012: 154).

g. Big Close Up (BCU), ukuran Close Up dengan framing lebih

memusat pada salahsatu bagian yang mendukung informasi dalam

cerita.

h. Extreme Close Up (ECU) digunakan untuk menampilkan emosi

pada situasi yang dramatis. ECU menggunakan kedekatan dan

(42)

B. Camera Angle

Fachruddin (2012:153), membagi Camera angle dalam 3 bentuk, yaitu: a. High angle (HA): pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi

kamera di atas objek/garis mata orang. Kesan psikologis: objek tampak seperti tertekan.

b. eye level (normal): tinggi kamera sejajar dengan garis mata objek yang dituju. Kesan psikologis: kewajaran, kesetaraan atau derajat. c. Low angle (LA): pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi

kamera dibawah objek atau dibawah garis mata orang. Kesan psikologis: objek tampak berwibawa.

III. Tinjauan Umum Semiotik

Fiske (2014:76), Semiotik melihat komunikasi sebagai penciptaan atau pemunculan makna di dalam pesan-baik oleh pengirim maupun penerima. Makna bersifat absolut, bukan suatu konsep statis yang bisa ditemukan terbungkus rapi di dalam pesan. Makna adalah sebuah proses yang aktif: para ahli semiotik menggunakan kata kerja seperti: menciptakan, memunculkan, atau negosiasi mengacu pada proses ini.

(43)

A. Pengertian Semiotik

Menurut Sobur (2016:95) secara etimologi, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologi, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, dalam Sobur, 2015:95).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji data. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2013:15).

Semiotika dalam wilayah kajian ilmu komunikasi juga memiliki jangkauan yang luas, serta dapat diterapkan pada berbagai level dan bentuk komunikasi, seperti komunikasi antarbudaya, komunikasi politik, dan sebagainya. Kajian semiotik dalam komunikasi massa dapat diaplikasikan dalam pada film, televisi, iklan, lagu, foto jurnalistik dan sebagainya.

Semiotik terdiri atas 3 subdisiplin ilmu yaitu:

1. Semantik, untuk mengkaji hubungan antara tanda dan objek. Semantik mengacu pada makna dalam sebuah tanda.

(44)

perilaku yang dimunculkan oleh sebuah tanda atau sekelompok tanda

(Littlejohn, 2009:159).

3. Sintaks, untuk mengkaji hubungan formal antara satu tanda dengan

tanda lain. Littlejohn (2009:55), sintatik mengacu pada aturan-aturan

yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam sistem

makna yang kompleks.

Menurut Pierce dan Richard, salahsatu bentuk tanda ialah kata-kata.

Objek merupakan sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Adapun interpretan

merupakan tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang

dirujuk oleh sebuah tanda (Badara, 2015:10)

Fiske (2007), semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna

dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun

dalam “teks” media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya

apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (dalam Vera,

2014:2).

Jakobson (1963), Kajian semiotika sampai sekarang telah

membedakan dua kajian semiotika, yaitu semiotika komunikasi dan

semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori

tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengansumsikan 6

faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima kode, pesan, saluran

(45)

Mansoer Pateda (2001: 29), menyebutkan sembilan macam

semiotik, yaitu:

1. Semiotik analitik yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda.

Peirce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan

menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan

sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam

lambang yang mengacu kepada objek tertentu.

2. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda

yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu

tetap seperti yang disaksikan sekarang.

3. Semiotik Faunal (zoosemiotics), yakni semiotik yang khusus

memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan

biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar sesamanya,

tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh

manusia.

4. Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui

bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya

tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati.

5. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam

narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).

6. Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

(46)

7. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.

8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang

berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang

disebut kalimat.

9. Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Semiotik adalah teori tentang tanda, maka masyarakat dapat dikatakan

berdimensi semiotik. Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat selalu

dikelilingi dengan tanda, diatur oleh tanda, ditentukan oleh tanda, bahkan

dipengaruhi oleh tanda.

B. Tokoh dan Model Semiotika

a. Ferdinand De Saussure

Saussure lahir di Genewa pada tanggal 26 November 1957, dari

keluarga Protestan Perancis yang berimigrasi dari daerah Lorraine

ketika perang agama pada akhir abad ke 16. Saussure adalah salah satu

pelopor di bidang semiotik. Sebagai seorang ahli bahasa, Saussure

berfokus pada bagaimana tanda terkait dengan tanda yang lain. Tanda,

bagi Saussure merupakan sebuah objek fisik yang memiliki makna,

serta terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified).

(47)

mengambil wujud sebagai citra-bunyi atau citra-akustik-, yang

berkaitan dengan konsep (petanda). Fiske (2014:73), menjelaskan

bahwa petanda adalah konsep mental yang mengacu pada gambaran

fisik nyata dari tanda.

Penanda adalah bentuk-bentuk medium yang diambil oleh suatu

tanda, seperti bunyi, gambar, atau coretan yang membentuk kata di

suatu halaman. Sedangkan petanda adala konsep dan makna-makna.

hubungan antara bunyi dan bentuk-bentuk bahasa atau penanda,

dengan makna yang disandangya atau petanda, bukan merupakan

hubungan yang pasti harus selalu demikian (dalam Vera, 2014:19).

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa karena hal itu

bukan merupakan tanda. Jadi penanda dan petanda merupakan suatu

kesatuan yang tak terpisahkan.

Sobur (2016:46), ada lima pandangan dari Saussure yang

dikemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme

Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang:

a.) Signifier dan signified

b.) Form (bentuk) dan content (materi, isi)

c.) Langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran)

d.) Synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik)

(48)

b. Roland Barthes

Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menenah Protestan di

Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik

di sebelah barat daya Prancis. Saat usianya belum genap satu tahun,

ayahnya yang seorang perwira angkatan laut meniggal dalam tugas.

Saat usia sembilan tahun, Barthes pindah ke Paris bersama ibunya

yang bergaji kecil sebagai penjilid buku.

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda denotatif)

4. CONOTATIVE SIGNIFIER

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Peta tanda Roland Barthes (Sobur, 2016: 69)

c. Charles Sanders Peirce

Peirce lahir dalam keluarga intelektual pada tanggal 10 September

1839 di Cambridge, Massachusetts, dan meninggal pada tanggal 19

April 1914 di Milford, Pennsylvania. Sobur (2016:40), pada tahun

1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut ia menerima gelar B.A.,

(49)

astronomi dan geodesi untuk survei Pantai Amerika Serikat (United

States Coast Survey). Dari tahun 1879 sampai tahun 1884, ia menjadi

dosen paruh waktu dalam bidang logika di Universitas Johns Hokins.

Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu

di dalam beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada

seseorang, artinya, menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda

yang sepadan, atau mungkin juga tanda yang lebih sempurna (Fiske,

2014:70).

Charles Sanders Peirce dikenal dengan model triadic dan konsep

trikotominya yang terdiri dari:

1. Repesentament atau sign (tanda): bentuk fisik yang diterima oleh

tanda atau berfungsi sebagai tanda serta dapat diterima oleh panca

indera.

Vera (2014:21), Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda (sign)

adalah kata. Sesuatu dapat disebut repesentamen (tanda) jika

memenuhi 2 syarat, yaitu:

a. Bisa dipersepsi, baik dengan panca indera maupun dengan

pikiran atau perasaan.

b. Berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain).

Sesuatu menjadi tanda didasarkan pada ground-nya, dibagi

menjadi:

a. Qualisign adalah tanda yang bedasarkan suatu sifat, seperti:

(50)

pada bendera yang berarti berani, bunga mawar sebagai sifat kasih sayang, pada papan lalu lintas yan bersifat peringatan. b. Sinsign adalag tanda yang didasarkan tampilan pada realitas

atau kenyataan. Contonya: jeritan bisa berarti kesakitan, keheranan, ketertawaan.

c. Legisign adalah tanda yang merupakan suatu peraturan yang berlaku umum. Seperti anggukan bisa diartikan setuju.

2. Interpretant: makna dari tanda

Berdasarkan interpretantnya, tanda dibagi menjadi rhema,

dicisign, dan argument.

3. Object: sesuatu yang meujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object dapat berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda

Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda mejadi tiga kategori, yaitu

a) Ikon (icon)

(51)

b) Indeks (index)

Fiske (2014:80), Indeks adalah tanda dengan sebuah

hubungan langsung yang nyata dengan objek yang diwakilinya. c) Simbol (symbol)

Sebuah simbol adalah sebuah tanda yang keterkaitannya dengan objek merupakan permasalahan konvensi, persetujuan atau aturan. Vera (2014:25), simbol adalah suatu tanda, di mana hubungan

tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi).

Dalam hal ini dapat dicontohkan sebuah foto adalah ikon, asap adalah indeks dari api, dan sebuah kata adalag simbol.

d. Umberto Eco

Umberto Eco lahir pada tanggal 5 Januari 1932 di Alessandria, Piedmont, Italia. Ayanya, Giulio Eco, seorang akuntan dan veteran dari

tiga perang bebeda. Awalnya ia belajar hukum, namun kemudian mempelajari filsafat dan sastra sebelum akhirnya menjadi ahli semiotika. Sebelum menjadi intelektual termasyhur dalam bidang

semiotika, ia mempelajari teori-teori estetika Abad Tengah. Di Universitas Turin, ia menulis tesisnya tentang estetika Thomas

Aquinas.

Sobur (2016:73), pada 1956 Eco menerbitkan tesis yang pernah ia pertahankan sebagai buku pertamanya. Pada 1959 muncul karya

(52)

RAI (jaringan televisi). Pada 1962, Eco menerbitkan Opera apera

(The Open Work). Tulisan-tulisannya muncul dalam II giorno, La

stampa, Corriere della Sera, La Repubblica, L’Espresso dan II

Manifesto. Pada 1966 dia pindah ke Milan dan menerbitkan Le

poetisce di Joyce: dall “summa” al “Finneans Wake”. Di Milan dia

mulai menyusun teorinya tentang semiotika La Struttura assente (The

Absent Structure). Tahun 1976, ia menerbitkan A Theory of Semiotics.

Lalu, pada 1979 Eco menyunting A Semiotic Landscape, kumpulan

esai semiotika. Kemudian The Role of the Reader: Explorations in the

Semiotics of Texts (1981) dan Semiothics and the Philosophy of

Language (1984). Novel-novelnya antara lain The Name of the Rose

(1983), Foucault’s Pendulum (1988), dan The Island of the Day

Before. Eco mengenyam pendidikan dan lulus bidang filsafat dari

University of Turin pada tahun 1954.

Menurut Eco, unsur pokok dalam tipologi pembentukan tanda

adalah (Sobur, 2016:78):

1) Kerja fisik: upaya yang dilakukan untuk membuat tanda.

2) Pengenalan: objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan

kandungan tanda, seperti tanda, gejala, atau bukti.

3) Penampilan: suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek

(53)

4) Replika: kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tetapi

mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui pengayaan.

Contohnya: notasi musik dan tanda-tanda matematika.

5) Penemuan: kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai

yang tidak terlihat oleh kode, menjadi landasan suatu kontinum

materi baru.

e. John Fiske

John Fiske lahir pada tahun 1939 dan menamatkan pendidikannya

di Inggis. Vera (2014:17), Setelah lulus dari Universitas Cambridge, ia

mengajar di beberapa negara, seperti Australia, New Zealand, dan

Amerika Serikat. Fiske juga seorang editor studi budaya di Curtin

University di Australia Barat dari tahun 1980 sampai dengan 1990. Dia

penulis buku-buku yang mengkaji televisi sebagai media massa dan

budaya populer. Buku-buku John Fiske menganalisis acara televisi

yang memiliki pemaknaan berbeda secara sosio-kultural pada

masing-masing khalayak. Fiske tidak setuju dengan teori yang menyatakan

bahwa khalayak mengkonsumsi produk media massa tanpa berfikir.

Dia menolak gagasan yang menganggap penonton tidak kritis.

Tahun 1987 terbit buku Fiske yang berjudul Budaya Televisi. Buku

tersebut mengkaji secara kritis tentang tayangan televisi yang berkaitan

dengan isu-isu ekonomi dan budaya. Buku tersebut dinilai oleh

beberapa ahli sebagai buku pertama tentang televisi yang membahas

(54)

perkembangan penelitian. Fiske dianggap salah seorang sarjana

pertama yang menerapkan semiotika pada teks-teks media mengikuti

tradisi poststrukturalisme (Vera, 2014:18).

Menurut Fiske (2014:66), semiotik memiliki tiga wilayah kajian,

yakni:

1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis

tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam

menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan

dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi

manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaannya

atau konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut.

2. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda di organisasi. Kajian ini

melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk

mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi

pengiriman kode-kode tersebut.

3. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroprasi. Hal ini

pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan

(55)

Dalam pengkajian media, Fiske (2014:29) membagi media menjadi

tiga kategori:

a) Presentasi media: Suara, wajah, tubuh. hal-hal tersebut menggunakan

bahasa ‘alami’ seperti kata-kata yang terucap, ekspresi, bahasa tubuh,

dan sebagainya.

b) Media representasi: buku, lukisan, foto, tulisan, arsitektuk, dekorasi

interior, kebun dan sebagainya.

c) Media mekanis: telepon, radio, televisi, teleks.

Kode-kode sosial oleh John Fiske (Vera, 2014:35), dibagi menjadi tiga

level, yaitu:

1) Level Reality, an event to be televised is already encoded by social

codes as those of: appearance, dress, make up, environment,

behaviour, speech, gesture, and expression

2) Level representation, these are encoded electronically by technical

codes such as those of: camera, lighting, editing, music, and sound.

3) Level ideology, which transmit the conventional representational

encodes, which shape the representations of, for excemple: narrative,

conflic, character, action, dialogue, setting, and casting.

Pada tahap pertama adalah realitas (Reality), yakni peristiwa yang

ditandakan (encoded) sebagai realitas-tampilan, pakaian, lingkungan,

perilaku, percakapan, gestur, ekspresi, suara, dan sebagainya. dalam

bahasa tulis, tahap ini bisa berupa dokumen, transkip wawancara, dan

(56)

Tahap kedua adalah representasi (representation), realitas yang

terencode dalam encoded electronically harus ditampakan pada technical

codes, seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Sedangkan dalam

bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.

Elemen ini kemudian ditransmisikan dalam kode representasi antara lain:

karakter, narasi, action,dialog, setting dan sebagainya.

Tahap ketiga, adalah ideologi (ideology). Elemen yang ada

dikategorikan dalam kode ideologis, seperti individualisme, ras, kelas,

materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Vera (2014:97), ideologi

adalah suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial,

sejarahnya, dan proyeksi ke masa depan, serta merasionalkan suatu bentuk

kekuasaan.

Kepentingan

Nilai Pilihan

Komponen-komponen Ideologi

Menurut Sobur (2016:220), pilihan dapat diubah menjadi kepentingan

dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan kepada

(57)

BAB III

PROFIL FILM AIR MATA SURGA

1.

Profil Film Air Mata Surga

Sutradara : Gestu Saputra

Produser : 1. Agung Saputra

2. Dave Gerald

Eksekutif Produser : Lela Tresna

Penulis Skenario : 1. Rahabi Mandra

2. Titien Wattimena

3. Lintang Pramudya Wardani

Penarah Sinematografi : Ujel Bausad

Pengarah Artistik : Benny Lauda

Penyunting Gambar : Sentot Sahid

Penata Musik : Tya Subiakto

Penata Suara : Satrio Budiono

Penulis Cerita Asli : 1. Sanie Raphie

2. Ainun Najwa

Penata Efek Visual : Hery K.

Penata Busana : Iwan Latiff

(58)

2.

Pemain Film Air Mata Surga

Artis Sebagai Dewi Sandra Fisha Richard Kevin Fikri Morhan Oey Hamzah Adhitya Putri Weni Ayu Diah Pasha Bunda Rowiena Oemboh Halimah Titi Dibyo Eyang Aida Andania Dian

Agatha Valeri Amira Icha Anisa Desi Ingrid Widjanarko Bu Astuti Imas Fitria Riri Drs. Fadholli Ayah Riri

Penara Peran : Wina Galon Perekam Suara : Fery Setyawan Koordinator

Penyutradaraan

(59)

3.

Sinopsis Film Air Mata Surga

Film “Air Mata Surga” menceritakan kisah perjalanan cinta suci

seorang wanita.

Berawal dari perjuangan menyelesaikan S-2. Fisha, gadis muda

yang berasal dari Jogjakarta bertemu Fikri yang saat itu menjadi dosen

pembimbing tesis yang merupakan rekomendasi dari dosennya.

Saat pertemuan pertama dengan Fisha, Fikri telah jatuh hati

dengannya. Hingga suatu waktu, mereka berdua bertemu di kampus Fisha.

Mereka sering menghabiskan waktu berdua. Fikri mencari inspirasi

sedangkan Fisha menemani dan sembari bimbingan tesisnya.

Hamzah, sahabat kecil Fisha mengutarakan isi hatinya lewat

selembar kertas, bahwa selama ini dia mencintai Fisha. Adik dan ibu

Fishapun memberi dukungan pada Fisha untuk menerima cinta Hamzah.

Namun Fisha menganggap Hamzah hanya sebagai sahabatnya saja.

Suatu malam, ketika Fikri mengantar Fisha ke rumahnya, ia

memberanikan diri melamar Fisha. Dikatakanlah saat itu oleh ibu Fisha,

“kenapa harus buru-buru Fikri memilih Fisha sebagai istrinya?”. Dengan

tenang, ia menjawab tentang sebuah cerita tentang seorang ayah dan dua

anaknya.

Pada suatu hari, sang ayah menyuruh kedua anaknya masuk ke

dalam hutan, untuk mengambil sebuah ranting yang menurut

mereka terbaik, dengan syarat, saat menemukan ranting itu,

(60)

pertama masuk ke hutan, ia menemukan sebuah ranting, tapi tidak

diambil ranting itu. ia berfikir di depan sana pasti ada ranting

yang lebih baik lagi, dia berjalan terus, terus, dan dia menemukan

ranting lagi, ranting yang lebih baik dari ranting-ranting

sebelumnya. Dia lanjut berjalan, dia telusuri hutan itu dan dia liat

banyak sekali ranting. Dan tanpa sadar, ia sudah keluar dari

hutan. Tanpa membawa sebatang ranting pun. Dan saat bertemu

ayahnya, anak pertama berkata, “harusnya ada sebuah ranting

yang dia ambil”. Sang ayah tersenyum. Sang ayah berkata, tentu

nak: Andai kita tau kapan hutan itu berakhir.

Tak lama kemudian, anak kedua keluar membawa ranting yang

biasa saja, Dan anak pertama pun berkata, dia banyak menemukan

ranting yang lebih bagus dari ranting anak ke dua.

Dan ayahnya pun bertanya, nak.. kenapa kamu memilih ranting

itu?. Dan anak kedua berkata, dia pilih ranting itu karena dia suka,

walaupun di depan sana banyak ranting yang lebih bagus. Karena

saya suka, akan timbulah rasa sayang. Dan setelah keluar dari

hutan rasa cinta lagi pada ranting itu.

“karena Fisha adalah ranting terindah yang saya temukan”,

begitulah jawaban Fikri. Ibu meminta, lamaran resmi lebih baiknya setelah

Fisha lulus S-2.

(61)

ibu Fikri, Riri mempunyai bibit, bobot, dan bebet yang sudah jelas. Saat

itu juga dengan sikap yang tegas, Fikri memberitahu keluarganya dan

keluarga Riri, bahwa sebentar lagi ia akan menikahi gadis pilihannya yaitu

Fisha.

Ketika Fisha sudah dinyatakan lulus S-2, Fikri dan Fisha menikah.

Saat itu, Fikri berasal dari keluarga kaya, dan Fisha dari keluarga

sederhana. Tradisi keluarga Fikri, adalah segera mendapat keturunan dari

rahim mantunya.

Perjalanan rumah tangga Fikri dan Fisha dipenuhi rasa cinta, kasih

sayang dan kebahagiaan. Sebuah keluarga yang harmonis meski mereka

belum mempunyai keturunan.

Fisha hamil pertama, saat akan acara tujuh bulanan ia mengalami

pendarahan dan akhirnya keguguran. Karena keguguran tersebut, ibu Fikri

menganggap Fisha merah, dan kembali berniat mempertemukan Fikri

dengan Riri, calon yang dulu pernah dijodohkan dengan Fikri.

Ibu Fikri, menyalahkan Fisha, karena menurutnya ia bisa

keguguran karena mengajar TK yang membuat fisiknya lemah. Waktu

demi waktu Fisha sadar akan tanggungjawabnya untuk bisa

membahagiakan Fikri, salahsatunya dengan memberinya keturunan. Dan

memutuskan berhenti dari pekerjaannya menjadi guru TK, dan berfokus

(62)

Fisha hamil kedua, ia mengalami keguguran lagi. Sebuah pukulan yang besar bagi Fisha dan keluarganya, karena sebuah tuntutan keluarga Fikri yang segera menginginkan keturunan dari Fikri.

Ketika ditinggal Fikri bekerja di luar kota, Fisha merasakan sakit di sekitar perutnya, dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah diketahui, penyebab Fisha keguguran selama ini adalah kanker rahim. Sementara itu, ia memutuuskan untuk menyembunyikan sakitnya dari Fikri.

Sebuah pukulan berat bagi Fisha, disaat kangker rahim semakin mengerogoti tubuhnya, keluarga Fikri semakin memberikan cambuk besar bagi dirinya. Keputusan yang berat Fisha ambil, ia menjodohkan suaminya, Fikri dengan Weni, sahabatnya. Diceritakan dalam film ini, Fikri sangat tidak setuju dengan keputusan Fisha. Fisha terus membujuk Fikri, hingga beberapa waktu akhirnya Fikri setuju untuk meminang Weni untuk menjadi istri ke dua. Pernikahan Fikri dan Weni pun berlangsung. Hari berganti hari, tubuh Fisha semakin kurus, wajahnya pucat.

(63)

yang sangat besar kala Fikri mendengar istri yang paling ia cintai

menderita kanker. Tangis Fisha pun terpecah.

Esok harinya ketika Weni dan Fikri berada di meja makan, Fikri

mengajak Weni untuk ke rumah sakit dan memintanya untuk memanggil

Fisha. “Fisha ga ada di kamar mas”, ucap Weni sembari memberikan surat

yang ia temukan di dalam kamar Fisha. Tersentak Fikri langsung berlari

mencari Fisha. Ia baca sepucuk surat dari Fisha:

“mulai hari ini,

dengarlah cintaku menggema di mana-mana,

karena ia sudah menyatu dengan ruang dan waktu..

di tempat pertama kita bertemu”

Fikri lajukan mobilnya secepat mungkin menuju kantor tempat

kerjanya. Sesampainya di sana ia bertemu istri tercintanya, ia

mengutarakan segala isi hatinya bahwa ia sangat mencintainya, begitu pula

Fisha, ia juga mencintai Fikri.

Pertemuan itu adalah awal perpisahan keduanya. Fisha

menghembuskan nafas terakhir setelah mengucapkan syahadat.

(64)

BAB IV

HASIL ANALISIS

A. Analisis Semiotik Film Air Mata Surga Teori John Fiske

John Fiske menjelaskan bahwa peristiwa film dikonstruksi dalam tiga

level analisis, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Hasil

analisis yang penulis lakukan, menggunakan analisis Semiotik teori John

Fiske, diantaranya:

1. Analisis pada Level Realitas

Kode-kode sosial pada level pertama ini meliputi appearance

(penampilan), dress (kostum), make up (riasan), environment

(lingkungan), behavior (perilaku), speech (cara berbicara), gesture

(gerakan), dan expression (ekspresi).

(65)

Gambar 2. Becak melaju melewati rumah Fisha

Gambar 3. Suasana lingkungan sekitar rumah Fisha

Menurut John Fiske (2014:34), komunikasi terjadi melalui

kode-kode berlandaskan budaya yang dikirim oleh medium. Sebuah tanda

sendiri merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima indera

(66)

pengenalan dari para pengguna bahwa itu adalah tanda. Rumah, mobil,

perabot, pada awalnya didefinisikan melalui fungsi teknologis dan

selanjutnya dapat melalui desain, atau fungsi komunikatif.

Gambar 1 memberikan suasana lingkungan rumah Fisha yang

berada di wilayah desa. Hal ini digambarkan dengan adanya ibu

penjual jamu yang sedang berjalan membawa bakul gendong. Selain

itu juga terdapat beberapa tukang becak yang sedang mengantar

maupun sedang menunggu penumpang (gambar 2 dan gambar 3). Ibu

penjual jamu, bapak tukang becak, serta penggambaran lingkungan

merupakan sebuah tanda bahwa objek lingkungan berada di desa.

Potongan gambar tersebut merupakan berlakunya fungsi komunikatif

dalam penyampaian gambar kepada khalayak.

b. Level Realitas kategori Perilaku (behavior)

(67)

Menurut John Fiske, kode-kode yang muncul atau yang

digunakan dalam acara televisi saling berhubungan, sehingga

terbentuk sebuah makna. Teori ini menjelaskan bahwa realitas tidak

muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah

melalui penginderaan manusia sesuai referensi .

Pada subjek ini, penulis menganalisis keterkaitan kode yang

ingin dimunculkan. Selain diberikan suguhan, film ini mengajarkan

kepada penonton untuk berlaku hormat. Bentuk teguran yang

diberikan Fikri kepada asistennya, Astuti, merupakan sebuah kode

yang bermakna berlaku sopan ketika bertemu tamu. Tokoh Astuti

main game, dalam potongan film tersebut merupakan sebuah realitas

yang sering ditemui di masyarakat. Pentingnya pemahaman untuk

bersikap sosial dan individualisme diajarkan melalui film ini.

(68)

Barthes, dalam Budiman (2011:145) berkata bahwa sebuah tanda merupakan perpaduan yang tak dapat terpisahkan antara penanda dan petanda. Lapisan penanda dan penanda merupakan lapis ekspresinya, sedangkan petanda-petanda adalah lapis isinya. Ekpresi memberikan gambaran, menjelaskan emosional tokoh dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Hal ini pula yang ingin disampaikan oleh pemain film tersebut melalui ekspresi yang dimunculkan oleh tokoh Fisha.

(69)

Little John (2009:251) berpendapat bahwa Rupa mengacu

pada gambar diri seseorang di hadapan orang lain. Hal ini melibatkan

rasa hormat, kehormatan, status, koneksi, kesetiaan, dan nilai-nilai

lainnya. Ekspresi Halimah, menunjukkan rupa wibawa di depan

anak-anak dan ibunya. Dagu yang sedikit diangkat ke atas dan mimik wajah

menggambarkan dirinya memiliki rasa hormat yang tinggi.

2. Analisis pada Level Representasi

John Fiske, analisis level representasi dalam bahasa tulis terbagi

menjadi kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.

elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang

dapat mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action, dialog,

setting, dan sebagainya.

Sebagai refleksi dari realitas, film sekedar “memindah” realitas ke

layar tanpa mengubah realitas itu. Sementara itu, sebagai representasi dari

realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan

kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya.

Kode-kode yang termasuk dalam level ini berkaitan dengan

kode-kode teknik, seperti kamera, pencahayaan, penyutingan, musik, dan suara

yang mentransmisikan kode-kode representasi konvensional, yang

(70)

Gambar 7. Ruang kerja Fikri setelah menikah dengan Fisha

(71)

Gambar 10

Menurut Sobur (2016:128), film dibangun dengan tanda.

Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem Tanda-tanda yang bekerja sama dengan baik

untuk mencapai efek yang diharapkan. Sistem penting semiotik dalam film

adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang

menggambarkan sesuatu.

Gambar di atas, telah menjelaskan bahwa Fisha menjadi seorang

yang memberikan inspirasi bagi Fikri, setelah meninggal, inspirasi Fikri

mulai hilang. Hal tersebut dijelaskan melalui tanda-tanda ikonis dalam

film. Barang-barang di dalam ruang kerja Fikri, setelah Fisha meninggal,

juga ikut menghilang.

Fisha, dalam film tersebut merupakan seseorang yang menginspirasi

Fikri. Gambar 10, merupakan kondisi awal ruang kerja Fikri sebelum

bertemu Fisha. Fisha yang merupakan mahasiswa bimbingan tesisnya,

(72)

Perjalanan liku-liku kehidupan tersebut berakhir dengan

meninggalnya Fisha karena sakit kanker. Kode simbolik rasa kehilangan

Fikri yang mendalam digambarkan melalui ruang kerja yang kembali pada

awal saat-saat fikri tak punya inspirasi.

Gambar 11. Fisha mendapat pesan dari Fikri

Pesan pendek dari Fikri untuk Fisha: “rantingku. Kapan pulang?”

Kata rantingku menunjuk kepada Fisha. Ranting sendiri merupakan

panggilan lain dari pasangan yang saling memiliki.

Representasi yang ditunjukan di film tersebut merupakan perwakilan

perasaan Fikri. Adanya kata rantingku menguatkan pesan bahwa ikatan

mereka berdua sebagai pasangan. Rantingku merupakan sebuah simbol

(73)

3. Analisis pada Level Ideologi

Ilmu sosial mengenal dua jenis ideologi, yaitu Ideologi secara

fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan

seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat

dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan ideologi struktural

diartikan sebagai sistem kebenaran, seperti gagasan dan formula politik

atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa (Sobur,

2016:216).

Dalam level ini, penulis berfokus pada kode matrealisme yang

digambarkan dalam film dengan menyertakan bukti berupa potongan

gambar dalam Film.

(74)

Gambar 13

Gambar 14. Pertemuan keluarga Riri dan Keluarga Fikri

Sobur (2016:168), individu berusaha membuat seluruh aspek

hidupnya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi

bagaimana ia ingin dipersepsi oleh orang lain. Status sosial tinggi

(75)

aspek lahiriah dari gaya hidup mewah menggunakan simbol-simbol, dan

memberikan nilai simbolik pada objek di sekitarnya.

Fikri dijodohkan dengan Riri yang memiliki status sosial sama

dengan keluarga Fikri. Namun Fikri menolak, karena Fikri sudah memiliki

calon sendiri yakni Fisha. Status sosial yang sama menjadi salah satu

latarbelakang terjadinya sebuah hubungan sosial. Halimah, menginginkan

anaknya menikah dengan Riri yang memiliki status sosial sama. Gaya

hidup dihubungkan dengan kelas ekonomi dan menunjukkan citra

seseorang. Hal tersebut disampaikan melalui perkataan Halimah:

“Mau kamu itu apa sih Fik?. Riri itu, bibit, bebet, bobotnya udah

jelas”.

(76)

Gambar 16. Ibu Fisha dan Ibu Fikri (Halimah)

Halimah : “Seneng ya, akhirnya dapat anak orang kaya, jadi ngga harus

kerja keraskan”

Ibu Fisha: “Maksud bu Halimah?”

Halimah : “Kita realistis aja”

Gambar di atas menunjukkan salah satu perbedaan kelas sosial.

Halimah, yang memiliki status sosial lebih tinggi berargumen dengan Ibu

Fisha. Halimah yang berkata: “seneng ya, akhirnya dapat anak orang

kaya, jadi ngga harus kerja keraskan”.

Kode matrealisme dijelaskan secara langsung melalui bahasa yang

Gambar

Gambar  1. Ibu jamu gendong berjalan lewat rumah Fisha
Gambar 3. Suasana lingkungan sekitar rumah Fisha
Gambar 4. Bu Astuti (asisten Fikri) main game
Gambar 5. Ekspresi Fisha ketika menolak surat Hamzah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks penelitian ini nilai-nilai moral yang dimaksud adalah tulisan atau narasi yang terdapat dalam novel karya Darwis Tere Liye yang sesuai dengan kandungan ajaran

Agama Islam Negeri Ponorogo 2021 yang berjudul, Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Film Stip&Pensil Karya Ardy Octaviand, penelitian yang ditulis

selain dapat memotivasi dan mengarahkan hidup nilai memiliki peranan paling penting yaitu dapat menjadi pedoman disaat menyelesaikan konflik atau masalah dalam

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye diantaranya: nilai

Mengenai nilai-nilai Bushido pada etos kerja dalam film Wood Job!, berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab IV yang mengacu pada enam prinsip nilai dalam Bushido, yaitu Gi

Hasil analisis novel Air Mata Telaga Kautsar karya Muhammad Makhdlori menemukan tiga nilai religius yang mengacu pada aspek nilai religius menurut Juhari dalam Novianti, dan sirojul

Studi ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam film animasi Nussa dan Rara karya Aditya Triantoro dengan fokus penelitian pada 1) nilai pendidikan Islam, 2) konsep pendidikan Islam, dan 3) relevansu film animasi Nussa dan Rara dalam pendidikan