REPRESENTASI NILAI-NILAI DAKWAH ISLAM
DALAM FILM AIR MATA SURGA
KARYA HESTU SAPUTRA
(Analisis Semiotik Teori John Fiske)
Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
SKRIPSI
OLEH:
AL KHUSNA FADHILA
117-13-019
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
MOTTO
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung” (Q.S Ali Imran:104)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini merupakan salah satu nafas perjuangan yang tidak akan
terhembus, tanpa adanya semangat dukungan dari berbagai pihak.
Penelitian ini penulis persembahkan kepada: Ibuku Suminah, seorang
inspirator terhebat. Bapakku Arifin, seorang pahlawan yang selalu
menjadi penggerak penulis tuk menjadi lebih baik. Kakakku Al
Fatimah, seorang motivator tuk terus melangkah ke depan.
Kata Pengantar
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk menyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Q.S Al-Ahqaaf: 15).
Alhamdulillah, Thanks to Allah Tuhan semesta alam. Segalanya takkan dapat terjadi tanpa kehendakNya. Lantunan sholawat senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan serta Nabi akhir jaman, Nabi Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada segenap keluarga serta sahabat-sahabat tercinta teruntuk:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum Selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
IAIN Salatiga.
4. Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi., M.Si Selaku Dosen Pembimbing yang selalu mengarahkan dan senantiasa sabar dalam membimbing penulis.
5. Bapak Ibu dosen IAIN Salatiga
6. Ibu, Bapak, Kakak, Adik, tetesan airmata perjuangannya senangtiasa memberi semangat pada penulis
ABSTRAK
Al Khusna Fadhila. 2018. Representasi Nilai-Nilai Dakwah Islam Dalam Film (Analisis Semiotik Teori John Fiske dalam Film Air Mata Surga Karya Hestu Saputra). Skripsi. Fakultas Dakwah. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, S. Psi, M. Si.
Kata kunci: Representasi, Nilai Dakwah Islam, Film.
Representasi merupakan Proses di mana sebuah objek ditangkap oleh indera seseorang, lalu masuk ke akal untuk diproses yang hasilnya adalah sebuah konsep/ ide yang dengan bahasa akan disampaikan/ diungkapkan kembali. Penelitian ini menggunakan analisis semiotik teori John Fiske. Fiske membegi semiotik menjadi tiga level, yaitu level realita, level representasi, dan level ideologi.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mengetahui level realitas, level representasi, dan level ideologi dalam film Air Mata Surga. Kedua, mengetahui nilai-nilai Islam yang terkandung dalam film Air Mata Surga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LOGO INSTITUT ... ii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Penegasan Istilah ... 5
F. Metodologi Penelitian ... 6
G. Tinjauan Pustaka ... 9
Tinjauan Umum Islam ... 13
BAB III PROFIL FILM AIR MATA SURGA ... 43
A. Profil Film Air Mata Surga ... 43
B. Pemain Film Air Mata Surga ... 44
C. Sinopsis Film Air Mata Surga ... 45
BAB IV HASIL ANALISIS ... 49
A. Analisis Semiotik Film Air Mata Surga Teori John Fiske ... 49
1. Analisis pada Level Realitas ... 49
2. Analisis pada Level Representasi ... 54
3. Analisis pada Level Ideologi ... 58
B. Nilai-nilai Islam dalam Film Air Mata Surga... 62
2. Analisis pada Level Representasi ... 70
3. Analisis pada Level Ideologi ... 73
BAB V PENUTUP ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Persetujuan Pembimbing 2. Lembar Konsultasi Skripsi 3. Daftar Nilai SKK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari proses
komunikasi. Adanya komunikasi dijadikan sebagai sarana, penyampaian
pesan, terjalinya hubungan antar seseorang, serta dapat terjadinya interaksi
timbal balik.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh
komunikator pada orang lain, baik secara langsung atau tidak langsung,
baik secara verbal maupun non verbal dengan tujuan supaya pesan tersebut
dimengerti oleh penerima.
Menurut Gufron (2016: 29), komunikasi adalah proses
penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan-gagasan,
pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambang-lambang yang
mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non verbal dari
seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok
orang lainnya dengan tujuan saling pengertian dan atau kesepakatan
bersama.
Pesan melalui media massa bermacam-macam seperti film, iklan,
pesan pada khalayak luas. Pesan itu sendiri oleh Gufron (2016:15), diusahakan dengan memakai bahasa, simbol atau lambang.
Dalam dunia pengaplikasian dunia komunikasi, dunia perfilman telah mempunyai tempat sebagai salah satu media penghibur bahkan pembelajaran bagi masyarakat. Film dianggap sebagai media hiburan ketimbang media pembujuk. Namun, film juga mempunyai kekuatan bujukan atau persuasi yang besar. Kritik publik dan adanya lembaga sensor juga menunjukkan bahwa sebenarnya film sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter masyarakat.
Film sendiri juga mempunyai kemampuan tersendiri dalam melukiskan kehidupan dengan daya tarik yang berbeda dengan media lainnya. Arsyad (2012: 48) mengatakan film dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.
Pada umumnya film dibangun melalui tanda-tanda. Tanda itu merupakan sistem yang bekerja sama dengan baik sesuai apa yang diharapkan. Dan dalam hal ini, suara dan gambar merupakan unsur terpenting dalam sebuah perfilman. Gambar dan suara ini dapat dituturkan serta disebutkan, dikategorisasikan dan dianalisis, dengan cara yang sebanding.
Dengan perkembangan jaman ini, film-film yang mengandung nilai-nilai islami mulai disukai oleh masyarakat, tidak hanya oleh orang Islam namun juga dari kalangan non muslim.
Penyebaran nilai melalui dunia perfilman kini telah banyak ditemui. Salahsatunya film tentang keteguhan seorang perempuan yang dibungkus dengan tahap yang mengandung realitas, representasi dan ideologi. Hal ini disampaikan oleh sutradara Hestu Saputra dalam film Air Mata Surga. Film yang mengangkat genre percintaan ini membungkus pesan yang menarik untuk ditonton dengan pesan-pesan terkandung yang dimunculkan secara tidak langsung.
Dari sekian model analisis semiotik yang ada, penulis memilih model analisis John Fiske yang menuangkan tahap realitas, tahap representasi dan tahap ideologi untuk menganalisis film Air Mata Surga Karya Hestu Saputra.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan dalam penelitian ini adalah rangkaian sequence dalam film Air Mata Surga yang berkaitan dengan penelitian.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana nilai-nilai dakwah Islam dengan analisis teori John Fiske level realitas, level representasi, dan level ideologi dalam film Air Mata Surga ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dalam film Air Mata Surga adalah sebagai berikut:
Mengetahui nilai-nilai dakwah Islam dalam film Air Mata Surga menggunakan level realitas, level representasi, dan level ideologi teori John Fiske.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca,
baik yang bersifat akademis maupun praktis. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Segi Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai bahan referensi bahan
pustaka, memperkaya literatur di bidang kajian semiotik, khususnya
b. Segi Praktis
Bagi praktisi komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran ideal tentang bagaimana membaca makna suatu produk media massa khususnya dengan menggunakan pendekatan semiotik. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kosa kata dan istilah yang digunakan dalam film.
E. Penegasan Istilah
Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Representasi menurut Chris Barker adalah rekonstruksi sosial yang mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang cara menghasilkannya makna pada beragam konteks (dalam Vera, 2014:97). Representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media.
Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dilihat, diraba, maupun dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku (Djamal, 2017:169).
dapat didefinisikan sebagai pencapaian kedamaian dan keamanan batiniah melalui kepasrahan kepadan Tuhan. Islam mempercayai bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemelihara alam semesta.
Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan (Vera, 2014:91).
F. Metodologi Penelitian a. Metode
Metode menurut Leedy & Ormron dalam Sarosa (2012: 5), adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis.
Untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan, maka metode yang digunakan untuk menganalisis film Air Mata Surga adalah dengan metode analisis kualitatif.
Sedangkan menurut Leedy & Ormron dalam Sarosa (2012: 7), penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) di mana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistic-contextual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci (Sugiarto, 2015:8).
Jadi, dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan proses serta makna berdasarkan perspektif subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian ini.
b. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian film Air Mata Surga penulis laksanakan pada bulan Agustus 2018.
c. Objek dan Unit Analisis
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari rekaman video original berupa film Air Mata Surga. Kemudian dilakukan pemilihan visual terhadap adegan-adegan dalam film yang diperlukan untuk penelitian berupa gambar-gambar serta informasi yang berkaitan dengan penelitian.
Selain itu, penulis juga memperoleh data dari literatur yang mendukung penelitian seperti buku-buku, internet, catatan kuliah, dan sebagainya.
e. Teknik Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian diklarifikasikan dengan pertanyaan yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis data menggunakan teknik analisis semiotik John Fiske.
Sarosa (2012: 80), Semiotik digunakan untuk menganalisis bagaimana tanda dan simbol disepakati dan digunakan bersama serta bagaimana keterkaitannya.
John fiske menjelaskan bagaimana sebuah peristiwa menjadi “peristiwa televisi” apabila telah dienkoding oleh kode-kode sosial, yang dikonstruksi dalam tiga tahapan, yaitu: tahap realitas, representasi, dan ideologi.
ekspresi, suara, dan sebagainya. Tahap kedua, representasi yakni realitas yang terenkode dalam encoded electronically harus ditampakkan pada technical codes, seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya. Sedangkan bahasa gambar atau televisi ada kamera, tata cahaya, editing, musik dan sebagainya. Tahap ketiga adalah ideologi. Semua elemen dikategorikan dalam kode-kode ideologis, seperti patriakhi, individualisme, ras, kelas, matrealisme, kapitalisme, dam sebagainya.
Pada perkembangannya, model dari John Fiske tidak hanya digunakan dalam menganalisis acara televisi, tetapi dapat digunakan dalam menganalisis media yang lain seperti film, iklan, dan lain-lain.
G. Tinjauan Kepustakaan
Sejauh penelusuran yang telah penulis lakukan di perpustakaan IAIN Salatiga, penulis belum menjumpai hasil penelitian yang memiliki titik singgung sama dengan judul yang diangkat dalan penelitian skripsi ini. Berikut beberapa literatur skripsi dengan media film yang menjadi acuan pustaka sebagai komprasi akan keotentikan penelitian ini:
bertujuan untuk mengetahui apa makna denotasi, konotasi, dan mitos yang mempresentasikan konsep jihad Islam dalam Film In The Name of God.
Kedua, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Film Haji Backpacker oleh Muhammad Muhlas , Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2011. Tujuan penelitian dalam skripsi ini di antaranya: untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan social dalam ibadah haji studi atas film Haji Back Packer karya Danial Rifky
Ketiga, skripsi dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar oleh Ika Fadhilah, Jurusan PAI angkatan 2011 IAIN. Tujuan penelitian di antaranya: 1) untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar. 2) untuk menggunakan metode pengajaran pendidikan Islam dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar. 3) untuk mendeskripsikan implikasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika pembahasannya dapat dideskripsikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Metodologi Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi landasan teori yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. Pada bab ini berisi pengertian Islam secara umum. Tinjauan umum tentang film yang terdiri dari pengertian film, unsur, jenis film, sinematografi. Tinjauan umum tentang semiotik: pengertian semiotik, tokoh-tokoh semiotika, teori dan model semiotika.
BAB III PROFIL FILM AIR MATA SURGA
Terdiri dari profil Hestu Saputra, para pemain, sinopsis film Air Mata Surga.
BAB IV HASIL ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP FILM AIR MATA SURGA
Semiotik John Fiske yang terdapat dalam film Air Mata Surga.
BAB V PENUTUP
Terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
I.
Tinjauan Umum Islam
A. Pengertian UmumIslam adalah agama yang kelahirannya mengalami proses waktu yang amat panjang. Islam merupakan agama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. lewat wahyu, yang untuk pertama kalinya diterima di Gua Hira, yang terletak beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah. Mekah terletak di kawasan Hijaz yang termasuk wilayah Saudi Arabia sekarang. Dengan peristiwa rohani itu, Muhammad SAW. telah manjadi Nabi, sekaligus Rasul, yang berarti utusan Allah, untuk menyebarluaskan agama baru yang disebut Islam (Su’ud, 2003:139).
B. Sejarah Islam
Mengenai sejarah Kebudayaan Islam, Sunanto (2007:4) para ahli membagi menjadi beberapa periode:
1. Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama kebudayaan Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari:
a. Masa Nabi Muhammad SAW., semenjak hijrah ke Madinah sampai wafatnya, selama 10 tahun.
b. Masa Khulafau ar-Rasyidin dari Abu Bakar, Umar, Usman, Ali selama 30 tahun.
2. Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan Islam, meliputi 3 benua Asia, Afrika, dan Eropa. Ini terjadi pada masa Umawiyah yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun. 3. Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam mencapai
puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan maupun kesenian. Zaman ini meliputi:
a. Masa Abbasiyah I yang berpusat di Baghad, berjalan selama 100 tahun dengan para khalifahnya yang mempunyai kekuasaan penuh, berpikir maju dan pecinta ilmu.
4. Zaman penyerbuan, di mana umat Islam mengalami penyerbuan di segala penjuru.
5. Zaman kemunduran, yang dimulai oleh zaman gemilang dalam lapangan politik di zaman Utsmaniyah, Shafawi dan Mughal, diakhiri dengan penjajahan hampir seluruh Dunia Islam oleh Eropa Barat.
Masa pemerintahan Khalifah: 1. Masa Abu Bakar (632-634 M)
Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay, Al-Qurasyi At-Taimi, yang dikenal dengan julukan Abu Bakar. Pada tahun 632 M Abu Bakar dibai’at sebagai Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dalam masa kepemimpinannya, Abu Bakar diberi gelar Amirul Mukminin. Abu Bakar merupakan pemimpin yang tegas dalam memutuskan kebijaksanaan penting bagi perkembangan Islam. Selama itu beliau dikenal sebagai pemimpin yang tegas tanpa kompromi.
terkait peristiwa Isra’ dan senangtiasa jujur hingga sama sekali tidak diketahui ada satu kebohonganpun darinya (Badr, 2014:31).
Sejarah mencatat selama masa jabatannya itu, Abu Bakar telah berhasil menganugerahkan sejumlah kesuksesan, seperti dalam Su’ud (2003:56):
a. Di bawah masa kepemimpinannya Islam telah tersebar di Mesopotamia
b. Dalam waktu bersamaan dua tokoh nabi palsu telah berhasil dilenyapkan, yaitu Tulaihah dan Musaelimah
c. Di samping itu, gagasannya untuk melakukan kodifikasi Qur’an telah menunjukkan hasil awal yaitu mengumpulkan naskah-naskah yang sebelumnya masih terserak.
2. Masa Umar Bin Khatab (634-644 M)
Umar bin Khathab bin Nufail bin Abdul Uzza, Al-Qurasyi Adawi, Kunyahnya Abu Hafshah, dan gelarnya adalah Al-Faruq. Khalifah Umar adalah seorang yang kuat dalam kebenaran dan orang pertama yang diberi gelar Amirul Mukminin, serta orang pertama yang mengumpulkan jamaah untuk menunaikan shalat di malam bulan Ramadhan tahun 14 H. Beliau juga orang pertama yang membukukan penanggalan dengan mengacu pada hijrah, tahun 16 H.
Mesir, dan berbagai penjurunya. Beliau keluar berjalan sendiri tanpa pengawal untuk mengetahui kondisi rakyat di malam hari.
Dalam literatur Barat, Umar dijuluki L’organisateur de la victoire, dan Abu Bakar sebagai Le pere de la victoire (Mas’ud, 2003:57). Julukan ini berarti Abu Bakar disebut sebagai penggagas dan pelopor berbagai kemenangan penyiaran Islan ke penjuru kawasar di sekitar dunia Arab. Serta umar dijuluki sebagai pelaksana perluasan wilayah daerah Islam.
3. Masa Usman Bin Afan (644-655 M)
Utsman bin Affan bin Ash bin Umayah bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushai, Al-Qurasyi Al-Umawi. Julukannya adalah Abu Abdillah dan Abu Amr.
Khalifah Usman, dalam masa kepemimpinannya telah banyak melakukan keberhasilan, di antaranya:
a. Berhasil ditaklukannya Armenia dan pulau-pulau di Laut Tengah, termasuk Cyprus, dan Persepolis, ibu kota Persia berhasil pula beliau taklukan.
b. Keberhasilannya melakukan kodifikasi Qur’an. Karya besar kodifikasi Al-Qur’an itu diserakan kepada Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia.
(qira’at sab’ah). Ketujuh qira’at adala Quraisy, Yaman, Jurkum, huwazin, Kudaah, Tamim, danTajik.
4. Masa Ali Bin Abi Thalib (656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthal ib bin Hasyim bin Abdi Manaf, Al-Hasyimi Al-Quraisyi, Abu Hasan. Khalifah Ali masuk Islam pada usia 10 tahun. Badr (2014:101), Ali menyertai Rasulullah dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, Baiat Ridhwan di Hudaibiyah, dan semua peristiwa penting lainnya kecuali perang Tabuk.
Pada masa khalifah Ali, umat Islam terpecah menjadi dua golongan. Pertama, golongan atau aliran Syi’ah, yaitu aliran yang masih mendukung Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Kedua, golongan Khawarij, yaitu umat Islam yang keluar dari golongan Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
C. Ajaran Islam
mencakup bidang-bidang keluarga, kemasyarakatan, politik, ekonomi, pendidikan, kesenian dan kejasmanian (kedokteran, olahraga, dan gizi). Akhlaq meliputi tata kama dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan berbangsa dan bernegara di samping dalam bidang hubungan antara makhluk dan Tuhan Allah (Sa’ud, 2003:141).
Rukun iman:
Qs. Al-Baqarah: 285, yang artinya:
ِﻪﺑر ْﻦِﻣ ِﻪﯿَﻟإ َلﺰْﻧُأ ﺎﻤﺑ ُلﻮﺳﺮﻟا َﻦﻣآ
ِﻪِﺘَﻜِﺋﺎَﻠﻣو ِﻪﱠﻠﻟﺎﺑ َﻦﻣآ ﱞﻞُﻛ
ۚ
َنﻮُﻨِﻣﺆﻤْﻟاو
ۚ ِﻪِﻠﺳر ْﻦِﻣ ٍﺪﺣَأ َﻦﯿﺑ ُقﺮَﻔُﻧ ﺎَﻟ ِﻪِﻠﺳرو ِﻪﺒُﺘُﻛو
ﺎَﻨﺑر َﻚَﻧاﺮْﻔُﻏ
ۖ
ﺎَﻨﻌَﻃَأو ﺎَﻨﻌِﻤﺳ اﻮُﻟﺎَﻗو
ﲑِﺼﻤْﻟا َﻚﯿَﻟإو
Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitaNya dan rasul-rasulNya.(mereka mengatakan): “Kami tidak
membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (mereka berdoa):”Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
b. Iman kepada Malaikat c. Iman kepada Nabi dan Rasul d. Iman kepada hari akhir
e. Iman kepada Qadha dan qadha Rukun Islam:
a. Membaca kedua kalimat syahadat
Dalam bahasa Arab, kalimat syahadat berbunyi: Laa ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah. Syahadat artinya “kesaksian” dan diucapkan di depan saksi, ketika seseorang masuk Islam. Syahadat adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah rasul dan utusan Allah (Hassaballa, 2016:39).
b. Mengerjakan sholat
Tujuan utama sholat adalah sebagai perwujudan penyerahan diri pada kebesaran Allah, serta mengingatkan manusia yang mengerjakannya akan keberadaan Allah SWT.
c. Berpuasa
ﺐِﺘُﻛ اﻮُﻨﻣآ َﻦﯾِﺬَّﻟا ﺎﻬّﯾَأ ﺎﯾ
ﻰَﻠﻋ ﺐِﺘُﻛ ﺎﻤَﻛ مﺎﯿِّﺼﻟا ﻢُﻜﯿَﻠﻋ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa”. (Qs. Al-Baqarah: 183)
d. Mengeluaran zakat
e. Menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu
Sillaturohmah (2014:24), Empat mazhab Fikih dalam Islam, yaitu:
1. Mazhab Hanafi
Film lahir akhir abad ke 18 dan mencapai puncaknya antara Perang
Dunia I dan Perang Dunia II. Film dikenal dengan nama “gambar hidup”
atau “wayang hidup”. Bisa juga disebut dengan “sinema”. Sinema dapat
diartikan sebuah gedung pertunjukan (bioskop). Sedangkan teknik
pembuatan film disebut sinematografi (Arifin, 2011:105).
Film merupakan rangkaian peristiwa yang mengalir. Oleh karena
itu, gambar yang dihasilkan juga harus memiliki sifat mengalir, terfokus
pada jalinan cerita, memiliki kualitas gambar yang prima, dan bersifat
dramatik untuk mengunci perhatian penonton (Widagdo, 2007:76).
Berbagai penelitian dalam film telah banyak ditemui, ini artinya film
pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya (Sobur,
2013:127).
Film mampu menciptakan struktur plot yang mengejutkan dan
menegangkan bagi penonton. Film adalah medium yang menggunakan
saluran berupa gambar dan suara, sehingga dengan tanpa sadar
membentuk imajinasi yang sangat kuat di depan layar lebar. Kekuatan film
menjangkau banyak segmen sosial dan kini mempunyai peran penting
dalam pembentukan karakter. Film mempunyai karakteristik utama yaitu
audio dan visual. Unsur audio visual sendiri, menurut Vera (2014: 92),
terdiri dari: unsur naratif dan unsur sinematik.
Unsur naratif merupakan sebuah materi atau penceritaan dalam
sebuah film. Sedangkan unsur sinematik adalah cara yang digunakan
untuk mengolah bahan yang akan dikerjakan. Unsur sinematik terdiri dari
mise en scene, sinematografi, editing, dan suara.
Melalui media film, informasi dapat disampaikan dengan menarik.
Film yang dinikmati sehari-hari, menurut Harist (2006:241), pembuatanya
melalui tiga tahap, yaitu: secara photografis/ shooting yang melibatkan
beberapa kerabat kerja, mulai dari pemain, sutradara, juru kamera, juru
lampu (lighting), hingga penata dekorasi dan costumer. Tahap kedua, developing atau sering disebut pencucian film, kemudian disusun sesuai
jalan cerita yang telah ditentukan. Dan tahap terakhir adalah mencetak
kembali sehingga menjadi sebuah film.
Sukses dan tidaknya film menjadi tanggung jawab pelaku
Sinematografi (Widagdo, 2007:5-8), di antaranya:
1. Produser
yaitu orang yang bertanggungjawab atas kelahiran sebuah film.
Para produser adalah orang yang bekerja lebih awal hingga paling
akhir yang memiliki kemampuan dari semua bagian di bawahnya
dalam mengelola film.
2. Manajer Produksi
bertugas untuk mengatur kerja dan memaksimalkan potensi yang
ada di seluruh departemen yang ada. Dalam film, manajer ialah yang
bertanggungjawab dalam operasi produksi mulai tahap hingga pasca
produksi
3. Sutradara
adalah seorang pemimpin yang harus mengontrol aspek dramatis
dan artistik selama proses produksi berlangsung
4. Asisten Sutradara I
Pada tahap pra produksi, diperlukan seorang pembantu sutradara
untuk menerjemahkan hasil direktor treatment ke dalam script break down dan shooting schedule. Asisten sutradara I, inilah yang mendiskusikan segala keperluan shooting dan manajer produksi.
5. Penulis Skenario
adalah pekerjaan kolaboratif yang dilakukan sipenulis dengan orang
yang punya visi yang sama, dalam hal ini sutradara dan produser.
6. Produser Pelaksana
Tugasnya adalah memaksimalkan hasil produksi dalam bentuk
film, serta memotivasi dan visi untuk terjadinya film, bekerja selama
proses produksi berlangsung.
7. Penata Kamera/ Fotografi
8. Kameramen
Seorang yang mengoprasikan kamera dan yang wajib mengetahui
seluk beluk kamera sehingga menuangkan visual sesuai dengan yang
diinginkan sutradara.
9. Desain Produksi
Bertugas sebagai asisten untuk sutradara menentukan suasana dan
warna yang tampil dalam film.
10.Penata Kostum dan Penata Rias
Bertugas membantu sutradara menghidupkan karakter pemain film.
11.Lighting
Bertugas untuk mengatur pencahayaan, serta mempunyai peranan
yang cukup besar karena kualitas gambar dari sebuah shot akan
12. Penyuting Gambar/ Editor
13. Penata Suara dan Penata Musik-
14. Talent
Merupakan seorang figur yang dibutuhkan dalam sebuah skenario
dan shooting.
15. Publikasi
Bertugas memungkinkan calon penonton untuk terinformasi
tentang film yang akan ditonton.
16. Penyelenggara Festifal
C. Jenis Film
Pada dasarnya, film terdiri dari dua jenis, yaitu film fiksi dan non
fiksi. Film fiksi terdiri dari film cerita pendek dan film dengan cerita yang
panjang. Contoh film non fiksi yaitu film dokumenter yang menampilkan
dokumentasi sebuah kejadian alam maupun manusia.
Salahsatu hal penting dalam mempelajari pengertian film adalah
genre. Genre menurut Fachruddin (2012: 324), adalah jenis atau ragam,
dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Pada
kenyataannya bahwa setiap genre berfluktasi dalam popularitasnya dan
akan selalu terikat erat pada faktor-faktor budaya. Kategori ini terjadi
dalam bidang seni-budaya seperti musik, film, serta sastra.
2.) Film laga (action) 3.) Film komedi 4.) Film horor 5.) Film animasi 6.) Film science fiction
7.) Film musical 8.) Film Kartun
D. Sinematografi
Sinematografi berasal dari kata serapan bahasa Inggris
cinematography yang berasal dari bahasa latin kinema yang berarti “gambar”. Sinematografi dapat diartikan sebagai seni dan teknologi dari fotografi gambar yang bergerak (Irawan, 2011:1). Sedangkan menurut Fachruddin (2012: 315-316), Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan mengabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).
A. Type of Shot
suatu (peristiwa, pemandangan) yang sangat-sangat jauh, panjang dan luas berdimensi lebar. ELS biasa digunakan untuk komposisi gambar indah pada sebuah panorama.
b. Long Shot (LS) merupakan type of shot dengan ukuran framing diantara MLS dan ELS, yakni luas ruang pandangnya lebih besar dibandingkan Medium Long Shot dan lebih sempit dari pada Extreme Long Shot.
c. Medium Long Shot (MLS), Framing kamera dengan mengikutsertakan seting sebagai pendukung suasana diperlukan karena adanya kesinambungan cerita dan aksi tokoh dengan seting tersebut.
d. Medium Shot (MS), merekam subjek kurang lebih setengah badan, pada pengambilan gambar, MS digunakan kombinasi dengan follow shot terhadap gambar bergerak.
e. Middle Close Up (MCU) adalah pengambilan gambar dengan kombinasi framing subjek lebih jauh dari Close Up, tetapi lebih dekat dengan Medium Shot.
seseorang. CU selalu execellence pada wajah marah, kesal, senang,
sedih, kagum, dan lain sebagainya (Fachruddin, 2012: 154).
g. Big Close Up (BCU), ukuran Close Up dengan framing lebih
memusat pada salahsatu bagian yang mendukung informasi dalam
cerita.
h. Extreme Close Up (ECU) digunakan untuk menampilkan emosi
pada situasi yang dramatis. ECU menggunakan kedekatan dan
B. Camera Angle
Fachruddin (2012:153), membagi Camera angle dalam 3 bentuk, yaitu: a. High angle (HA): pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi
kamera di atas objek/garis mata orang. Kesan psikologis: objek tampak seperti tertekan.
b. eye level (normal): tinggi kamera sejajar dengan garis mata objek yang dituju. Kesan psikologis: kewajaran, kesetaraan atau derajat. c. Low angle (LA): pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi
kamera dibawah objek atau dibawah garis mata orang. Kesan psikologis: objek tampak berwibawa.
III. Tinjauan Umum Semiotik
Fiske (2014:76), Semiotik melihat komunikasi sebagai penciptaan atau pemunculan makna di dalam pesan-baik oleh pengirim maupun penerima. Makna bersifat absolut, bukan suatu konsep statis yang bisa ditemukan terbungkus rapi di dalam pesan. Makna adalah sebuah proses yang aktif: para ahli semiotik menggunakan kata kerja seperti: menciptakan, memunculkan, atau negosiasi mengacu pada proses ini.
A. Pengertian Semiotik
Menurut Sobur (2016:95) secara etimologi, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologi, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, dalam Sobur, 2015:95).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji data. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2013:15).
Semiotika dalam wilayah kajian ilmu komunikasi juga memiliki jangkauan yang luas, serta dapat diterapkan pada berbagai level dan bentuk komunikasi, seperti komunikasi antarbudaya, komunikasi politik, dan sebagainya. Kajian semiotik dalam komunikasi massa dapat diaplikasikan dalam pada film, televisi, iklan, lagu, foto jurnalistik dan sebagainya.
Semiotik terdiri atas 3 subdisiplin ilmu yaitu:
1. Semantik, untuk mengkaji hubungan antara tanda dan objek. Semantik mengacu pada makna dalam sebuah tanda.
perilaku yang dimunculkan oleh sebuah tanda atau sekelompok tanda
(Littlejohn, 2009:159).
3. Sintaks, untuk mengkaji hubungan formal antara satu tanda dengan
tanda lain. Littlejohn (2009:55), sintatik mengacu pada aturan-aturan
yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam sistem
makna yang kompleks.
Menurut Pierce dan Richard, salahsatu bentuk tanda ialah kata-kata.
Objek merupakan sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Adapun interpretan
merupakan tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk oleh sebuah tanda (Badara, 2015:10)
Fiske (2007), semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna
dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun
dalam “teks” media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya
apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (dalam Vera,
2014:2).
Jakobson (1963), Kajian semiotika sampai sekarang telah
membedakan dua kajian semiotika, yaitu semiotika komunikasi dan
semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori
tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengansumsikan 6
faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima kode, pesan, saluran
Mansoer Pateda (2001: 29), menyebutkan sembilan macam
semiotik, yaitu:
1. Semiotik analitik yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda.
Peirce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan
menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan
sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam
lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
2. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda
yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu
tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3. Semiotik Faunal (zoosemiotics), yakni semiotik yang khusus
memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan
biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar sesamanya,
tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh
manusia.
4. Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui
bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya
tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati.
5. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6. Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
7. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang
disebut kalimat.
9. Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem
tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
Semiotik adalah teori tentang tanda, maka masyarakat dapat dikatakan
berdimensi semiotik. Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat selalu
dikelilingi dengan tanda, diatur oleh tanda, ditentukan oleh tanda, bahkan
dipengaruhi oleh tanda.
B. Tokoh dan Model Semiotika
a. Ferdinand De Saussure
Saussure lahir di Genewa pada tanggal 26 November 1957, dari
keluarga Protestan Perancis yang berimigrasi dari daerah Lorraine
ketika perang agama pada akhir abad ke 16. Saussure adalah salah satu
pelopor di bidang semiotik. Sebagai seorang ahli bahasa, Saussure
berfokus pada bagaimana tanda terkait dengan tanda yang lain. Tanda,
bagi Saussure merupakan sebuah objek fisik yang memiliki makna,
serta terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified).
mengambil wujud sebagai citra-bunyi atau citra-akustik-, yang
berkaitan dengan konsep (petanda). Fiske (2014:73), menjelaskan
bahwa petanda adalah konsep mental yang mengacu pada gambaran
fisik nyata dari tanda.
Penanda adalah bentuk-bentuk medium yang diambil oleh suatu
tanda, seperti bunyi, gambar, atau coretan yang membentuk kata di
suatu halaman. Sedangkan petanda adala konsep dan makna-makna.
hubungan antara bunyi dan bentuk-bentuk bahasa atau penanda,
dengan makna yang disandangya atau petanda, bukan merupakan
hubungan yang pasti harus selalu demikian (dalam Vera, 2014:19).
Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa karena hal itu
bukan merupakan tanda. Jadi penanda dan petanda merupakan suatu
kesatuan yang tak terpisahkan.
Sobur (2016:46), ada lima pandangan dari Saussure yang
dikemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme
Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang:
a.) Signifier dan signified
b.) Form (bentuk) dan content (materi, isi)
c.) Langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran)
d.) Synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik)
b. Roland Barthes
Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menenah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik
di sebelah barat daya Prancis. Saat usianya belum genap satu tahun,
ayahnya yang seorang perwira angkatan laut meniggal dalam tugas.
Saat usia sembilan tahun, Barthes pindah ke Paris bersama ibunya
yang bergaji kecil sebagai penjilid buku.
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Peta tanda Roland Barthes (Sobur, 2016: 69)
c. Charles Sanders Peirce
Peirce lahir dalam keluarga intelektual pada tanggal 10 September
1839 di Cambridge, Massachusetts, dan meninggal pada tanggal 19
April 1914 di Milford, Pennsylvania. Sobur (2016:40), pada tahun
1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut ia menerima gelar B.A.,
astronomi dan geodesi untuk survei Pantai Amerika Serikat (United
States Coast Survey). Dari tahun 1879 sampai tahun 1884, ia menjadi
dosen paruh waktu dalam bidang logika di Universitas Johns Hokins.
Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu
di dalam beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada
seseorang, artinya, menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda
yang sepadan, atau mungkin juga tanda yang lebih sempurna (Fiske,
2014:70).
Charles Sanders Peirce dikenal dengan model triadic dan konsep
trikotominya yang terdiri dari:
1. Repesentament atau sign (tanda): bentuk fisik yang diterima oleh
tanda atau berfungsi sebagai tanda serta dapat diterima oleh panca
indera.
Vera (2014:21), Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda (sign)
adalah kata. Sesuatu dapat disebut repesentamen (tanda) jika
memenuhi 2 syarat, yaitu:
a. Bisa dipersepsi, baik dengan panca indera maupun dengan
pikiran atau perasaan.
b. Berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain).
Sesuatu menjadi tanda didasarkan pada ground-nya, dibagi
menjadi:
a. Qualisign adalah tanda yang bedasarkan suatu sifat, seperti:
pada bendera yang berarti berani, bunga mawar sebagai sifat kasih sayang, pada papan lalu lintas yan bersifat peringatan. b. Sinsign adalag tanda yang didasarkan tampilan pada realitas
atau kenyataan. Contonya: jeritan bisa berarti kesakitan, keheranan, ketertawaan.
c. Legisign adalah tanda yang merupakan suatu peraturan yang berlaku umum. Seperti anggukan bisa diartikan setuju.
2. Interpretant: makna dari tanda
Berdasarkan interpretantnya, tanda dibagi menjadi rhema,
dicisign, dan argument.
3. Object: sesuatu yang meujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object dapat berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda mejadi tiga kategori, yaitu
a) Ikon (icon)
b) Indeks (index)
Fiske (2014:80), Indeks adalah tanda dengan sebuah
hubungan langsung yang nyata dengan objek yang diwakilinya. c) Simbol (symbol)
Sebuah simbol adalah sebuah tanda yang keterkaitannya dengan objek merupakan permasalahan konvensi, persetujuan atau aturan. Vera (2014:25), simbol adalah suatu tanda, di mana hubungan
tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi).
Dalam hal ini dapat dicontohkan sebuah foto adalah ikon, asap adalah indeks dari api, dan sebuah kata adalag simbol.
d. Umberto Eco
Umberto Eco lahir pada tanggal 5 Januari 1932 di Alessandria, Piedmont, Italia. Ayanya, Giulio Eco, seorang akuntan dan veteran dari
tiga perang bebeda. Awalnya ia belajar hukum, namun kemudian mempelajari filsafat dan sastra sebelum akhirnya menjadi ahli semiotika. Sebelum menjadi intelektual termasyhur dalam bidang
semiotika, ia mempelajari teori-teori estetika Abad Tengah. Di Universitas Turin, ia menulis tesisnya tentang estetika Thomas
Aquinas.
Sobur (2016:73), pada 1956 Eco menerbitkan tesis yang pernah ia pertahankan sebagai buku pertamanya. Pada 1959 muncul karya
RAI (jaringan televisi). Pada 1962, Eco menerbitkan Opera apera
(The Open Work). Tulisan-tulisannya muncul dalam II giorno, La
stampa, Corriere della Sera, La Repubblica, L’Espresso dan II
Manifesto. Pada 1966 dia pindah ke Milan dan menerbitkan Le
poetisce di Joyce: dall “summa” al “Finneans Wake”. Di Milan dia
mulai menyusun teorinya tentang semiotika La Struttura assente (The
Absent Structure). Tahun 1976, ia menerbitkan A Theory of Semiotics.
Lalu, pada 1979 Eco menyunting A Semiotic Landscape, kumpulan
esai semiotika. Kemudian The Role of the Reader: Explorations in the
Semiotics of Texts (1981) dan Semiothics and the Philosophy of
Language (1984). Novel-novelnya antara lain The Name of the Rose
(1983), Foucault’s Pendulum (1988), dan The Island of the Day
Before. Eco mengenyam pendidikan dan lulus bidang filsafat dari
University of Turin pada tahun 1954.
Menurut Eco, unsur pokok dalam tipologi pembentukan tanda
adalah (Sobur, 2016:78):
1) Kerja fisik: upaya yang dilakukan untuk membuat tanda.
2) Pengenalan: objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan
kandungan tanda, seperti tanda, gejala, atau bukti.
3) Penampilan: suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek
4) Replika: kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tetapi
mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui pengayaan.
Contohnya: notasi musik dan tanda-tanda matematika.
5) Penemuan: kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai
yang tidak terlihat oleh kode, menjadi landasan suatu kontinum
materi baru.
e. John Fiske
John Fiske lahir pada tahun 1939 dan menamatkan pendidikannya
di Inggis. Vera (2014:17), Setelah lulus dari Universitas Cambridge, ia
mengajar di beberapa negara, seperti Australia, New Zealand, dan
Amerika Serikat. Fiske juga seorang editor studi budaya di Curtin
University di Australia Barat dari tahun 1980 sampai dengan 1990. Dia
penulis buku-buku yang mengkaji televisi sebagai media massa dan
budaya populer. Buku-buku John Fiske menganalisis acara televisi
yang memiliki pemaknaan berbeda secara sosio-kultural pada
masing-masing khalayak. Fiske tidak setuju dengan teori yang menyatakan
bahwa khalayak mengkonsumsi produk media massa tanpa berfikir.
Dia menolak gagasan yang menganggap penonton tidak kritis.
Tahun 1987 terbit buku Fiske yang berjudul Budaya Televisi. Buku
tersebut mengkaji secara kritis tentang tayangan televisi yang berkaitan
dengan isu-isu ekonomi dan budaya. Buku tersebut dinilai oleh
beberapa ahli sebagai buku pertama tentang televisi yang membahas
perkembangan penelitian. Fiske dianggap salah seorang sarjana
pertama yang menerapkan semiotika pada teks-teks media mengikuti
tradisi poststrukturalisme (Vera, 2014:18).
Menurut Fiske (2014:66), semiotik memiliki tiga wilayah kajian,
yakni:
1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis
tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam
menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan
dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi
manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaannya
atau konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut.
2. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda di organisasi. Kajian ini
melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk
mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi
pengiriman kode-kode tersebut.
3. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroprasi. Hal ini
pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan
Dalam pengkajian media, Fiske (2014:29) membagi media menjadi
tiga kategori:
a) Presentasi media: Suara, wajah, tubuh. hal-hal tersebut menggunakan
bahasa ‘alami’ seperti kata-kata yang terucap, ekspresi, bahasa tubuh,
dan sebagainya.
b) Media representasi: buku, lukisan, foto, tulisan, arsitektuk, dekorasi
interior, kebun dan sebagainya.
c) Media mekanis: telepon, radio, televisi, teleks.
Kode-kode sosial oleh John Fiske (Vera, 2014:35), dibagi menjadi tiga
level, yaitu:
1) Level Reality, an event to be televised is already encoded by social
codes as those of: appearance, dress, make up, environment,
behaviour, speech, gesture, and expression
2) Level representation, these are encoded electronically by technical
codes such as those of: camera, lighting, editing, music, and sound.
3) Level ideology, which transmit the conventional representational
encodes, which shape the representations of, for excemple: narrative,
conflic, character, action, dialogue, setting, and casting.
Pada tahap pertama adalah realitas (Reality), yakni peristiwa yang
ditandakan (encoded) sebagai realitas-tampilan, pakaian, lingkungan,
perilaku, percakapan, gestur, ekspresi, suara, dan sebagainya. dalam
bahasa tulis, tahap ini bisa berupa dokumen, transkip wawancara, dan
Tahap kedua adalah representasi (representation), realitas yang
terencode dalam encoded electronically harus ditampakan pada technical
codes, seperti kamera, lighting, editing, musik, suara. Sedangkan dalam
bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
Elemen ini kemudian ditransmisikan dalam kode representasi antara lain:
karakter, narasi, action,dialog, setting dan sebagainya.
Tahap ketiga, adalah ideologi (ideology). Elemen yang ada
dikategorikan dalam kode ideologis, seperti individualisme, ras, kelas,
materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Vera (2014:97), ideologi
adalah suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial,
sejarahnya, dan proyeksi ke masa depan, serta merasionalkan suatu bentuk
kekuasaan.
Kepentingan
Nilai Pilihan
Komponen-komponen Ideologi
Menurut Sobur (2016:220), pilihan dapat diubah menjadi kepentingan
dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan kepada
BAB III
PROFIL FILM AIR MATA SURGA
1.
Profil Film Air Mata Surga
Sutradara : Gestu Saputra
Produser : 1. Agung Saputra
2. Dave Gerald
Eksekutif Produser : Lela Tresna
Penulis Skenario : 1. Rahabi Mandra
2. Titien Wattimena
3. Lintang Pramudya Wardani
Penarah Sinematografi : Ujel Bausad
Pengarah Artistik : Benny Lauda
Penyunting Gambar : Sentot Sahid
Penata Musik : Tya Subiakto
Penata Suara : Satrio Budiono
Penulis Cerita Asli : 1. Sanie Raphie
2. Ainun Najwa
Penata Efek Visual : Hery K.
Penata Busana : Iwan Latiff
2.
Pemain Film Air Mata Surga
Artis Sebagai Dewi Sandra Fisha Richard Kevin Fikri Morhan Oey Hamzah Adhitya Putri Weni Ayu Diah Pasha Bunda Rowiena Oemboh Halimah Titi Dibyo Eyang Aida Andania Dian
Agatha Valeri Amira Icha Anisa Desi Ingrid Widjanarko Bu Astuti Imas Fitria Riri Drs. Fadholli Ayah Riri
Penara Peran : Wina Galon Perekam Suara : Fery Setyawan Koordinator
Penyutradaraan
3.
Sinopsis Film Air Mata Surga
Film “Air Mata Surga” menceritakan kisah perjalanan cinta suci
seorang wanita.
Berawal dari perjuangan menyelesaikan S-2. Fisha, gadis muda
yang berasal dari Jogjakarta bertemu Fikri yang saat itu menjadi dosen
pembimbing tesis yang merupakan rekomendasi dari dosennya.
Saat pertemuan pertama dengan Fisha, Fikri telah jatuh hati
dengannya. Hingga suatu waktu, mereka berdua bertemu di kampus Fisha.
Mereka sering menghabiskan waktu berdua. Fikri mencari inspirasi
sedangkan Fisha menemani dan sembari bimbingan tesisnya.
Hamzah, sahabat kecil Fisha mengutarakan isi hatinya lewat
selembar kertas, bahwa selama ini dia mencintai Fisha. Adik dan ibu
Fishapun memberi dukungan pada Fisha untuk menerima cinta Hamzah.
Namun Fisha menganggap Hamzah hanya sebagai sahabatnya saja.
Suatu malam, ketika Fikri mengantar Fisha ke rumahnya, ia
memberanikan diri melamar Fisha. Dikatakanlah saat itu oleh ibu Fisha,
“kenapa harus buru-buru Fikri memilih Fisha sebagai istrinya?”. Dengan
tenang, ia menjawab tentang sebuah cerita tentang seorang ayah dan dua
anaknya.
Pada suatu hari, sang ayah menyuruh kedua anaknya masuk ke
dalam hutan, untuk mengambil sebuah ranting yang menurut
mereka terbaik, dengan syarat, saat menemukan ranting itu,
pertama masuk ke hutan, ia menemukan sebuah ranting, tapi tidak
diambil ranting itu. ia berfikir di depan sana pasti ada ranting
yang lebih baik lagi, dia berjalan terus, terus, dan dia menemukan
ranting lagi, ranting yang lebih baik dari ranting-ranting
sebelumnya. Dia lanjut berjalan, dia telusuri hutan itu dan dia liat
banyak sekali ranting. Dan tanpa sadar, ia sudah keluar dari
hutan. Tanpa membawa sebatang ranting pun. Dan saat bertemu
ayahnya, anak pertama berkata, “harusnya ada sebuah ranting
yang dia ambil”. Sang ayah tersenyum. Sang ayah berkata, tentu
nak: Andai kita tau kapan hutan itu berakhir.
Tak lama kemudian, anak kedua keluar membawa ranting yang
biasa saja, Dan anak pertama pun berkata, dia banyak menemukan
ranting yang lebih bagus dari ranting anak ke dua.
Dan ayahnya pun bertanya, nak.. kenapa kamu memilih ranting
itu?. Dan anak kedua berkata, dia pilih ranting itu karena dia suka,
walaupun di depan sana banyak ranting yang lebih bagus. Karena
saya suka, akan timbulah rasa sayang. Dan setelah keluar dari
hutan rasa cinta lagi pada ranting itu.
“karena Fisha adalah ranting terindah yang saya temukan”,
begitulah jawaban Fikri. Ibu meminta, lamaran resmi lebih baiknya setelah
Fisha lulus S-2.
ibu Fikri, Riri mempunyai bibit, bobot, dan bebet yang sudah jelas. Saat
itu juga dengan sikap yang tegas, Fikri memberitahu keluarganya dan
keluarga Riri, bahwa sebentar lagi ia akan menikahi gadis pilihannya yaitu
Fisha.
Ketika Fisha sudah dinyatakan lulus S-2, Fikri dan Fisha menikah.
Saat itu, Fikri berasal dari keluarga kaya, dan Fisha dari keluarga
sederhana. Tradisi keluarga Fikri, adalah segera mendapat keturunan dari
rahim mantunya.
Perjalanan rumah tangga Fikri dan Fisha dipenuhi rasa cinta, kasih
sayang dan kebahagiaan. Sebuah keluarga yang harmonis meski mereka
belum mempunyai keturunan.
Fisha hamil pertama, saat akan acara tujuh bulanan ia mengalami
pendarahan dan akhirnya keguguran. Karena keguguran tersebut, ibu Fikri
menganggap Fisha merah, dan kembali berniat mempertemukan Fikri
dengan Riri, calon yang dulu pernah dijodohkan dengan Fikri.
Ibu Fikri, menyalahkan Fisha, karena menurutnya ia bisa
keguguran karena mengajar TK yang membuat fisiknya lemah. Waktu
demi waktu Fisha sadar akan tanggungjawabnya untuk bisa
membahagiakan Fikri, salahsatunya dengan memberinya keturunan. Dan
memutuskan berhenti dari pekerjaannya menjadi guru TK, dan berfokus
Fisha hamil kedua, ia mengalami keguguran lagi. Sebuah pukulan yang besar bagi Fisha dan keluarganya, karena sebuah tuntutan keluarga Fikri yang segera menginginkan keturunan dari Fikri.
Ketika ditinggal Fikri bekerja di luar kota, Fisha merasakan sakit di sekitar perutnya, dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah diketahui, penyebab Fisha keguguran selama ini adalah kanker rahim. Sementara itu, ia memutuuskan untuk menyembunyikan sakitnya dari Fikri.
Sebuah pukulan berat bagi Fisha, disaat kangker rahim semakin mengerogoti tubuhnya, keluarga Fikri semakin memberikan cambuk besar bagi dirinya. Keputusan yang berat Fisha ambil, ia menjodohkan suaminya, Fikri dengan Weni, sahabatnya. Diceritakan dalam film ini, Fikri sangat tidak setuju dengan keputusan Fisha. Fisha terus membujuk Fikri, hingga beberapa waktu akhirnya Fikri setuju untuk meminang Weni untuk menjadi istri ke dua. Pernikahan Fikri dan Weni pun berlangsung. Hari berganti hari, tubuh Fisha semakin kurus, wajahnya pucat.
yang sangat besar kala Fikri mendengar istri yang paling ia cintai
menderita kanker. Tangis Fisha pun terpecah.
Esok harinya ketika Weni dan Fikri berada di meja makan, Fikri
mengajak Weni untuk ke rumah sakit dan memintanya untuk memanggil
Fisha. “Fisha ga ada di kamar mas”, ucap Weni sembari memberikan surat
yang ia temukan di dalam kamar Fisha. Tersentak Fikri langsung berlari
mencari Fisha. Ia baca sepucuk surat dari Fisha:
“mulai hari ini,
dengarlah cintaku menggema di mana-mana,
karena ia sudah menyatu dengan ruang dan waktu..
di tempat pertama kita bertemu”
Fikri lajukan mobilnya secepat mungkin menuju kantor tempat
kerjanya. Sesampainya di sana ia bertemu istri tercintanya, ia
mengutarakan segala isi hatinya bahwa ia sangat mencintainya, begitu pula
Fisha, ia juga mencintai Fikri.
Pertemuan itu adalah awal perpisahan keduanya. Fisha
menghembuskan nafas terakhir setelah mengucapkan syahadat.
BAB IV
HASIL ANALISIS
A. Analisis Semiotik Film Air Mata Surga Teori John Fiske
John Fiske menjelaskan bahwa peristiwa film dikonstruksi dalam tiga
level analisis, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Hasil
analisis yang penulis lakukan, menggunakan analisis Semiotik teori John
Fiske, diantaranya:
1. Analisis pada Level Realitas
Kode-kode sosial pada level pertama ini meliputi appearance
(penampilan), dress (kostum), make up (riasan), environment
(lingkungan), behavior (perilaku), speech (cara berbicara), gesture
(gerakan), dan expression (ekspresi).
Gambar 2. Becak melaju melewati rumah Fisha
Gambar 3. Suasana lingkungan sekitar rumah Fisha
Menurut John Fiske (2014:34), komunikasi terjadi melalui
kode-kode berlandaskan budaya yang dikirim oleh medium. Sebuah tanda
sendiri merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima indera
pengenalan dari para pengguna bahwa itu adalah tanda. Rumah, mobil,
perabot, pada awalnya didefinisikan melalui fungsi teknologis dan
selanjutnya dapat melalui desain, atau fungsi komunikatif.
Gambar 1 memberikan suasana lingkungan rumah Fisha yang
berada di wilayah desa. Hal ini digambarkan dengan adanya ibu
penjual jamu yang sedang berjalan membawa bakul gendong. Selain
itu juga terdapat beberapa tukang becak yang sedang mengantar
maupun sedang menunggu penumpang (gambar 2 dan gambar 3). Ibu
penjual jamu, bapak tukang becak, serta penggambaran lingkungan
merupakan sebuah tanda bahwa objek lingkungan berada di desa.
Potongan gambar tersebut merupakan berlakunya fungsi komunikatif
dalam penyampaian gambar kepada khalayak.
b. Level Realitas kategori Perilaku (behavior)
Menurut John Fiske, kode-kode yang muncul atau yang
digunakan dalam acara televisi saling berhubungan, sehingga
terbentuk sebuah makna. Teori ini menjelaskan bahwa realitas tidak
muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah
melalui penginderaan manusia sesuai referensi .
Pada subjek ini, penulis menganalisis keterkaitan kode yang
ingin dimunculkan. Selain diberikan suguhan, film ini mengajarkan
kepada penonton untuk berlaku hormat. Bentuk teguran yang
diberikan Fikri kepada asistennya, Astuti, merupakan sebuah kode
yang bermakna berlaku sopan ketika bertemu tamu. Tokoh Astuti
main game, dalam potongan film tersebut merupakan sebuah realitas
yang sering ditemui di masyarakat. Pentingnya pemahaman untuk
bersikap sosial dan individualisme diajarkan melalui film ini.
Barthes, dalam Budiman (2011:145) berkata bahwa sebuah tanda merupakan perpaduan yang tak dapat terpisahkan antara penanda dan petanda. Lapisan penanda dan penanda merupakan lapis ekspresinya, sedangkan petanda-petanda adalah lapis isinya. Ekpresi memberikan gambaran, menjelaskan emosional tokoh dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Hal ini pula yang ingin disampaikan oleh pemain film tersebut melalui ekspresi yang dimunculkan oleh tokoh Fisha.
Little John (2009:251) berpendapat bahwa Rupa mengacu
pada gambar diri seseorang di hadapan orang lain. Hal ini melibatkan
rasa hormat, kehormatan, status, koneksi, kesetiaan, dan nilai-nilai
lainnya. Ekspresi Halimah, menunjukkan rupa wibawa di depan
anak-anak dan ibunya. Dagu yang sedikit diangkat ke atas dan mimik wajah
menggambarkan dirinya memiliki rasa hormat yang tinggi.
2. Analisis pada Level Representasi
John Fiske, analisis level representasi dalam bahasa tulis terbagi
menjadi kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang
dapat mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action, dialog,
setting, dan sebagainya.
Sebagai refleksi dari realitas, film sekedar “memindah” realitas ke
layar tanpa mengubah realitas itu. Sementara itu, sebagai representasi dari
realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan
kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya.
Kode-kode yang termasuk dalam level ini berkaitan dengan
kode-kode teknik, seperti kamera, pencahayaan, penyutingan, musik, dan suara
yang mentransmisikan kode-kode representasi konvensional, yang
Gambar 7. Ruang kerja Fikri setelah menikah dengan Fisha
Gambar 10
Menurut Sobur (2016:128), film dibangun dengan tanda.
Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem Tanda-tanda yang bekerja sama dengan baik
untuk mencapai efek yang diharapkan. Sistem penting semiotik dalam film
adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang
menggambarkan sesuatu.
Gambar di atas, telah menjelaskan bahwa Fisha menjadi seorang
yang memberikan inspirasi bagi Fikri, setelah meninggal, inspirasi Fikri
mulai hilang. Hal tersebut dijelaskan melalui tanda-tanda ikonis dalam
film. Barang-barang di dalam ruang kerja Fikri, setelah Fisha meninggal,
juga ikut menghilang.
Fisha, dalam film tersebut merupakan seseorang yang menginspirasi
Fikri. Gambar 10, merupakan kondisi awal ruang kerja Fikri sebelum
bertemu Fisha. Fisha yang merupakan mahasiswa bimbingan tesisnya,
Perjalanan liku-liku kehidupan tersebut berakhir dengan
meninggalnya Fisha karena sakit kanker. Kode simbolik rasa kehilangan
Fikri yang mendalam digambarkan melalui ruang kerja yang kembali pada
awal saat-saat fikri tak punya inspirasi.
Gambar 11. Fisha mendapat pesan dari Fikri
Pesan pendek dari Fikri untuk Fisha: “rantingku. Kapan pulang?”
Kata rantingku menunjuk kepada Fisha. Ranting sendiri merupakan
panggilan lain dari pasangan yang saling memiliki.
Representasi yang ditunjukan di film tersebut merupakan perwakilan
perasaan Fikri. Adanya kata rantingku menguatkan pesan bahwa ikatan
mereka berdua sebagai pasangan. Rantingku merupakan sebuah simbol
3. Analisis pada Level Ideologi
Ilmu sosial mengenal dua jenis ideologi, yaitu Ideologi secara
fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat
dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan ideologi struktural
diartikan sebagai sistem kebenaran, seperti gagasan dan formula politik
atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa (Sobur,
2016:216).
Dalam level ini, penulis berfokus pada kode matrealisme yang
digambarkan dalam film dengan menyertakan bukti berupa potongan
gambar dalam Film.
Gambar 13
Gambar 14. Pertemuan keluarga Riri dan Keluarga Fikri
Sobur (2016:168), individu berusaha membuat seluruh aspek
hidupnya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi
bagaimana ia ingin dipersepsi oleh orang lain. Status sosial tinggi
aspek lahiriah dari gaya hidup mewah menggunakan simbol-simbol, dan
memberikan nilai simbolik pada objek di sekitarnya.
Fikri dijodohkan dengan Riri yang memiliki status sosial sama
dengan keluarga Fikri. Namun Fikri menolak, karena Fikri sudah memiliki
calon sendiri yakni Fisha. Status sosial yang sama menjadi salah satu
latarbelakang terjadinya sebuah hubungan sosial. Halimah, menginginkan
anaknya menikah dengan Riri yang memiliki status sosial sama. Gaya
hidup dihubungkan dengan kelas ekonomi dan menunjukkan citra
seseorang. Hal tersebut disampaikan melalui perkataan Halimah:
“Mau kamu itu apa sih Fik?. Riri itu, bibit, bebet, bobotnya udah
jelas”.
Gambar 16. Ibu Fisha dan Ibu Fikri (Halimah)
Halimah : “Seneng ya, akhirnya dapat anak orang kaya, jadi ngga harus
kerja keraskan”
Ibu Fisha: “Maksud bu Halimah?”
Halimah : “Kita realistis aja”
Gambar di atas menunjukkan salah satu perbedaan kelas sosial.
Halimah, yang memiliki status sosial lebih tinggi berargumen dengan Ibu
Fisha. Halimah yang berkata: “seneng ya, akhirnya dapat anak orang
kaya, jadi ngga harus kerja keraskan”.
Kode matrealisme dijelaskan secara langsung melalui bahasa yang