BAB II KAJIAN TEORI A. Persepsi
Kata „Persepsi‟ sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk
menanyakan kepada seseorang mengenai apa yang dipikirkan terhadap sesuatu. Chaplin (2011: 358) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 863) menyebutkan bahwa persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Menurut Sugiarto dan kawan-kawan (2007: 8) persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indra.
Stephen dan Timothy (2009: 175 ) berbendapat bahwa persepsi
(perception) adalah proses di mana individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sedangkan menurut Walgito (2010: 99) persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.
(penglihatan, pendengaran, rabaan dan sebagainya). Ada beberapa jenis persepsi, diantaranya adalah (a) persepsi visual: persepsi stimuli dan informasi visual , dan (b) persepsi auditori: persepsi informasi dan stimuli yang diterima melalui pendengaran.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu penilaian dari seorang individu terhadap informasi, peristiwa, objek dan lainnya yang diperoleh melalui pancaindera.
B. Pengetahuan
Seringkali pengetahuan dijadikan sebagai acuan tingkat kecerdasaan sesorang. Furqanul dan Rahmat (2009: 218-219) menyebutkan makna pengetahuan sebagai berikut;
1. Kemawasan atau keakraban yang diperoleh melalui pengalaman (tentang orang, fakta, atau sesuatu).
2. Rentang informasi yang dimiliki seseorang.
3. Pemahaman teoritis atau praktis tentang suatu subjek, bahasa, dan sebagainya.
4. Segala sesuatu yang diketahui.
5. Dalam filsafat, keyakinan yang benar dan dibuktikan kebenaranya. 6. Pemahaman tertentu, lawan dari pendapat.
Suriasumantri (Indra, 2011: 68) pengetahuan adalah segenap apa yang diketahui manusia tentang suatau objek tertentu termasuk didalamnya ilmu yang akan memperkaya khasanah mentalnya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Notoatmodjo (Fakhrudin, 2011: 13) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses dari tahu akan sesuatu objek melalui pengindraan dan pengalaman yang dilakukan manusia sebagai upaya memperbanyak wawasan dan kerap kali pengetahuan dihubugkan dengan mata pelajaran.
C. Kompetensi Guru
Guru adalah orang yang memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang. Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, memberikan ruang pada siswa untuk berpikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengekplorasi dan mengelaborasi kemampuannya (Rusman, 2011: 19).
Seorang guru harus memiliki keahlian dan dituntut untuk dapat melaksanakan peranan-peranannya secara profesional yang dalam tugasnya guru tidak hanya mengajar, melatih tetapi juga mendidik. Tertulis pada Undang-Undang RI.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam Bab IV Bagian Kesatu pasal 8, bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi, kompetensi,
dan sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut guru harus mempunyai kompetensi sebagai modal dasar dalam mengemban dan menjalankan tugas dan kewajibannya.
Menurut Echols dan Shadily (Mustafah, 2011: 27) kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, competence yang berati kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar. Sagala (2009: 23) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya fisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain kompetensi adalah perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
dosen (2005: 5) dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh seseorang guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”
Menurut Suyanto dan Asep Djihad (2012: 47) kompetensi pada dasarnya, merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan seseorang dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan tersebut yang dapat terlihat. Sedangkan pengertian kompetensi menurut Sanjaya (2009: 17-18) kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam menjalanakan dan melaksanakan sesuatu yang diperoleh dalam pendidikan maupun pelatihan guna mencapai tujuan untuk dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dari pengabungan dua kata yaitu kompetensi dan guru, maka Usman (2010: 14) menjelaskan kompetensi guru (teacher competency) the abality of
a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately.
dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang harus dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan dalam proses belajar mengajar (Suyanto dan Asep Djihad, 2012: 48).
Menurut Kunandar (2009: 55) menjelaskan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Sagala (2009: 23) menjelaskan kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi guru adalah suatu kecakapan atau kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru untuk melaksanakan tugas profesi keguruannya.
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
1 Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik.
2 Kompetensi Kepribadian
Sikap dan perilaku guru dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah akan mencerminkan kepribadiannya. Usman (Sagala, 2009: 34) menjelaskan kompetensi pribadi yang harus dimiliki guru yaitu (a) kemampuan mengembangkan kepribadian, (b) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (c) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sagala (2009: 34) mengatakan kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, tanggung jawab, memiliki komitmen, dan menjadi teladan.
3 Kompetensi Sosial
4 Kompetensi Profesional
Sebagai seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemostrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten (Sagala, 2009: 39). Kompetensi profesional menurut Usman (Sagala, 2009: 41) meliputi (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan, (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan, (3) kemampuan menyusun program pengajaran, mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran, dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
bagi peserta didik, mampu berkomunikasi dengan baik. Maka dari itu untuk menjalankan profesinya, guru harus memiliki kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
D. Karakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Guru sebagai seorang pendidik harus bisa menjadi pembimbing, fasilitator, dan pemberi informasi kepada peserta didik. Fungsi guru yang beragam menjadikan guru sebagai agen pembelajaran. Standar Nasional Pendidikan (SPN) Pasal 28 (Mulyasa, 2007: 53) mengemukankan bahwa yang dimaksud dengan agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitataor, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Sebagai guru SD haruslah memahami karakterisrik pembelajaran di SD. Hal ini sangat penting dipahami oleh guru agar dapat menciptakan pembelajaran yang bisa mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik serta dapat menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Maka untuk itu terlebih dulu guru mengetahui makna pembelajaran, kebutuhan peserta didik, dan karakteristik peserta didik. Dari sini guru dapat mengetahui karakteristik pembelajaran di SD.
1. Pengertian Pembelajaran
berpendapat bahwa pembelajaran (intruction) merupakan persiapan kejadian-kejadian eksternal dalam situasi belajar dalam rangka memudahakan pemelajar belajar, menyimpan (kekuatan mengingat informasi), atau mentransfer pengetahuan dan keterampilan. Menurut Gulo (Sugihartono dan kawan-kawan, 2007: 80) pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.
Biggs (Sugihartono dan kawan-kawan, 2007: 80-81) membagi konsep pembelajaran dalam 3 pengertian yaitu :
a. Pembelajaran dalam Pengertian Kuantitatif
Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyampaikannnya kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya.
b. Pembelajaran dalam Pengertian Institusional
c. Pembelajaran dalam Pengertian Kualitatif
Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahakan kegiatan belajar peserta didik. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar menjejalkan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga melibatkan peserta didik dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2011: 61) adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. UUDS No. 20 Tahun 2003 (Sagala, 2011: 62) menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
2. Kebutuhan Peserta Didik
Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hierarki kebutuhan yaitu (Mendari, 2010: 85-86):
a. Physiological needs (Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis)
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling dasar, seperti cukup makanan, udara, air untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, melainkan karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tesebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Berbagai kebutuhan fisiologis itu bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal-usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan, umur, jenis kelamin dan faktor-faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang.
b. Safety needs (Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman)
c. Belongingness and Love needs (Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang & Penerimaan)
Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki. Manusia adalah makhluk sosial dan sebagai insan sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan pangakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.
d. Esteem needs (Pemenuhan Harga Diri)
Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Kebutuhan ini meliputi reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain, juga kebutuhan untuk kepercayaan dan kekuatan.
e. Self-Actualization needs (Pemenuhan Aktualisasi Diri)
Keinginan untuk pemenuhan diri-untuk menjadi yang terbaik dari yang mampu dilakukan. Dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Pada umumnya setiap individu ingin agar potensinya itu dikembangkan secara sistematik, sehingga menjadi kemampuan efektif.
3. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar
tersebut dikatakan bahwa pada usia tersebut merupakan awal dari peserta didik memperoleh pendidikan secara formal, selain itu masa ini dapat dikatakan bahwa usia tersebut merupakan usia matang seorang individu untuk sekolah. Dikatakan matang untuk sekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan sekolah.
Piaget (Desmita, 2009 : 101) menyebutkan teorinya bahwa memasuki usia yaitu 7 tahun sampai 11 tahun anak berada pada tahap perkembangan pra-oprasional kongkrit yang meliputi pembentukan konsep-konsep yang tetap, penalaran mental, penonjolan sikap egoisentris, dan pembentukkan sitem-sistem keyakinan gaib. Sedangkan melebihi masuk usia 11 tahun cara berpikir mulai berubah kearah yang lebih abstrak, konkrit, logis, dan lebih idealistik. Usia tersebut di Indonesia anak dikatakan matang untuk masuk ke pendidikan formal, pada usia tersebut dianggap anak sudah mulai siap dan matang untuk menerima berbagai kecakapan-kecakapan baru sesuai dengan tugas perkembangannya.
a. Masa Kelas Rendah Sekolah Dasar
Masa kelas rendah memiliki karakteristik dan sifat yang khas, masa ini berada di kelas 1 sampai kelas 3. Djamarah (2008: 124) menjelaskan pendapatnya bahwa karakteristik kelas rendah sebagai berikut.
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah. 2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan
permaianan yang tradisional. 3) Ada kecendrungan memuji sendiri.
4) Suka membandingkan dirinya dengan temannya untuk meremehkan orang lain.
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan soal, soal tersebut dianggap tidak penting.
6) Pada masa ini peserta didik menghendaki nilai rapor yang baik, tetapi tidak mengingat apakah prestasinya pantas diberi nilai baik.
b. Masa Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Masa kelas tinggi yaitu pada kelas 4 sampai dengan kelas 6. Pada masa-masa ini memiliki beberapa sifat diantaranya:
kencenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar.
3) Mulai nampak adanya minat terhadap mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjol faktor-faktor.
4) Sampai pada umur 11 tahun peserta didik membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya.
5) Pada masa ini peserta didik gemar membentuk kelompok sebaya, untuk bermaian bersama dengan peraturannya sendiri.
Berdasarkan karakteristik tersebut, kita dapat mengetahui karakterisitk peserta didik, secara garis besar bahwa karakteristik peserta didik usia sekolah dasar senang bermaian, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang melakukan sesuatu secara langsung.
Dari penjelasan di atas mengenai pembelajaran, kebutuhan peserta didik dan karakteristik peserta didik maka menurut Rofiah (2014: 228-229) karakteristik pembelajaran di SD adalah sebagai berikut.
model pengajaran yang serius tetapi santai. Semisal penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang-seling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan Jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
2. Pembelajaran di SD harus memungkinkan peserta didik berpindah atau bergerak. Menyuruh peserta didik untuk duduk rapi dalam jangka waktu yang lama dirasakan peserta didik sebagai sebuah siksaan.
3. Pembelajaran di SD harus membuat peserta didik untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru bisa menciptakan pembelajaran yang meminta peserta didik untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajarai atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.
E. Manajemen Kelas
1. Pengertian Manajemen Kelas
Manajemen kelas terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan kelas, dua kata inilah yang harus dimengerti saat kita akan menjabarkan makna manajemen kelas yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan istilah manajemen banyak para pakar yang berusaha menjelaskannya meskipun penjelasan itu tidak dijumpai penjelasan yang sama. Penjelasan yang sering kita jumpai berbeda-beda, namun maksud dan tujuannya sama. Perbedaan penjelasan yang ada didasarkan dari sudut pandang masing-masing para ahli dalam melihat manajemen itu.
Menurut Eka Prihatin (Wiyani, 2013: 49) secara etimologi, kata
manajemen merupakan terjemahan dari management (bahasa Inggris). Kata
management tersebut berasal dari kata manage atau magaiare yang berarti
melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen tersebut terkandung dua kegiatan, yaitu kegiatan berpikir (mind) dan kegiatan tingkah laku (action). Management berasal dari kata manus (latin) yang artinya tangan. Management berarti kepemimpinan, keterlaksanaan, penguasa, pengurus (Soedomo Hadi, 2005: 38-39).
profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjadi kemampuan atau keterampilan teknikal, manusiawi, dan konseptual.
Menurut Stoner (Rukmana dan Suryana, 2006: 26) manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Hersey dan Blanchard (Rukmana dan Suryana, 2006: 26) menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu proses bagaimana pencapaian sasaran organisasi melalui kepemimpinan.
Menurut Swardi (Yamin, 2013: 41-42) kata management dalam bahasa Ingris, selanjutnya dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen memiliki makna yang sama dengan pengelolaan. Berdasarkan deskripsi di atas dapat peneniliti simpulkan bahwa manajemen adalah keahlian yang dimiliki oleh seorang individu guna menjalankan suatu kegiatan secara mandiri ataupun berkelompok dalam usaha mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien.
yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kreatif untuk mencapai tujuan.
Menurut Suryana (2006: 28) kelas diartikasn secara umum sebagai sekelompok peserta didik yang ada pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Dalam arti sempit kelas adalah suatu ruangan (dibatasi 4 dinding) atau tempat di mana peserta didik belajar. Sedangkan dalam arti luas kelas diartikan sebagai kegiatan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam suatu ruangan untuk suatu tingkat tertentu pada waktu tertentu (Hadi, 2005: 39).
Hamalik (Yamin, 2013: 42) menjelaskan bahwa kelas adalah sekelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari pembelajar. Berdasarakan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelas adalah sebuah ruangan yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar oleh guru dan sekelompok peserta didik pada waktu atau jam yang sudah ditentukan.
Di samping itu kelas merupakan tempat paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran bagi peserta didik. Kedudukan kelas yang demikian penting, mengisyaratkan bahwa agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat berlangsung secara efekif dan efisien, maka dari itu dibutuhkan guru yang profesional dalam melakukan pengelolaan kelas melalui pendekatan manajemen kelas.
yang dihadapinya dengan sedemikian rupa. Usaha ini akan efektif apabila guru memahami secara benar dan tepat mengenai seluk beluk manajemen kelas.
Dari penggabungan dua kata tersebut, maka Wiyani (2013: 59) mendefinisikan menejemen kelas yaitu keterampilan guru sebagai seorang
leader sekaligus manajer dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk
meraih keberhasilan kegiatan belajar-mengajar. Menurut Hadi (2005: 39) manajemen kelas yaitu kepemimpinan atau ketatalaksanaan guru dalam praktek penyelenggraan kelasnya.
Menurut Rukmana dan Suryana (2006: 28) manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi peserta didik untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Berdasarkan urain di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas adalah suatu cara, usaha dan pengawasan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan iklim kelas yang baik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan semua kemampuan yang ada dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Manajemen Kelas
mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan, dan mencegah peserta didik mengalami problem akademik dan emosional (Santrock, 2011: 558).
Tujuan umum manajemen atau pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan peserta didik bekerja dan belajar, serta membantu peserta didik untuk memperoleh hasil yang diharapkan (Usman, 2010: 10).
Menurut Wiyani (2013: 61) manajemen kelas bertujuan untuk menciptakan suasana kelas yang nyaman sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar. Oleh karena itu, kegiatan tersebut akan dapat berjalan dengan efektif dan terarah sehingga tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai demi terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas.
Secara khusus menurut Salman Rusydie (Wiyani, 2013: 61-63), menejelaskan tujuan dari manajemen kelas sebagai berikut:
a. Memudahkan kegiatan belajar bagi peserta didik
peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan potensinya dengan baik jika lingkungan kelas tempat mereka belajar tidaklah mendukung. Peseta didik membutuhkan konsentrasi belajar untuk dapat mencerna, memahami, dan mengerjakan tugas-tugas belajarnnya. Itulah sebabnya pengelolaan kelas dapat memudahkan kegiatan belajar bagi peserta didik.
b. Mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi terwujudnya interaksi dalam kegiatan belajar-mengajar
Dengan manajemen kelas yang baik, berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi dalam kegiatan belajar-mengajar dapat diatasi dengan mudah. Sebagaimana kita ketahui kegiatan belajar-mengajar tidak selamanya berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan.
c. Mengatur berbagai penggunaan fasilitas belajar
d. Membina dan membimbing peserta didik sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya
Karakter peserta didik di sebuah kelas sangatlah beragam. Keberagaman tersebut tentu dapat menimbulkan berbagai persoalan. Jika guru tidak mampu mengelola dengan baik, pada akhirnya hal itu dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar di kelas. Itulah sebabnya mengapa manajemen kelas dibutuhkan guna membina dan membimbing peserta didik sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individu peserta didik. e. Membantu peserta didik belajar dan bekerja sesuai dengan
potensi dan kemampuan yang dimilikinya
Manajemen kelas pada dasarnya dapat menjadi sebuah fasilitas bagi para peserta didik saat mereka belajar di kelas. Dengan manajemen kelas yang baik, peserta didik dapat belajar sesuai dengan latar belakang potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
f. Menciptakan suasana sosial yang baik di dalam kelas
g. Membantu peserta didik agar dapat belajar dengan tertib
Suasana kelas yang tertib adalah dambaan setiap guru. Itulah sebabnya di sekolah terdapat tata tertib sekolah dan di kelas juga biasanya terdapat tata tertib kelas. Tak jarang tata tertib tersebut hanya ditempel ditembok kelas laksana hiasan dinding dan masih saja banyak peserta didik yang melanggarnya. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi jika guru mampu mengelola kelas dengan baik. Manajemen kelas ditunjukan untuk membantu para peserta didik belajar dengan tertib sehingga tujuan belajar secara efektif dan efisien di dalam kelas dapat dicapai.
Berebeda dengan Salman Rusydie, secara lebih khusus Djamarah (Wiyani, 2013: 64-65) mengungkapkan tujuan manajemen kelas sebagai berikut:
a. Untuk peserta didik
1) Mendorong peserta didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri.
2) Membantu peserta didik mengetahui perilaku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami jika teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
b. Untuk guru
1) Mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
2) Menyadari kebutuhan peserta didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada peserta didik. 3) Memelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah
laku peserta didik yang mengganggu.
4) Memiliki strategi remidial yang lebih komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan masalah perilaku peserta didik yang muncul di dalam kelas.
3. Kegiatan Manajemen Kelas
Ketika kita berbicara tentang kegiatan manajemen kelas maka pada saat yang bersamaan kita juga sedang berbicara tentang pelaksanaan program pengajaran. Hal itu disebabkan kegiatan manajemen kelas dilakukan untuk mendukung terlaksananya program pengajaran yang berkualitas. Menurut Wiyani (2013: 65-66) setidaknya ada tiga kegiatan inti pada manajemen kelas, sebagai berikut.
a. Menciptakan iklim belajar-mengajar yang tepat
kemampuannya. Untuk dapat menciptakan iklim belajar yang tepat, seorang guru sebagai manajer kelas harus:
1) Mengkaji konsep dasar manajemen kelas; 2) Mengkaji prinsip-prinsip manajemen kelas; 3) Mengkaji aspek dan fungsi manajemen kelas; 4) Mengkaji komponen dan prinsip manajemen kelas; 5) Mengkaji pendekatan-pendekatan manajemen kelas;
6) Mengkaji faktor-faktor yang memepengaruhi suasana belajar-mengajar;
7) Menciptakan suasana belajar yang baik; 8) Menangani masalah pengajaran di kelas.
b. Mengatur ruang belajar
guru akan lebih leluasa memberikan perhatian yang maksimal terhadap setiap aktivitas peserta didik.
Kegiatan belajar-mengajar yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan. Untuk itu, perlu diperhatiakan pengaturan atau penataan ruang kelas dan isinya selama kegiatan belajar-mengajar. Lingkungan kelas perlu diatur atau ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara peserta didik dengan guru, dan antar peserta didik. Dalam kegiatan pengaturan ruang belajar, guru melakukan empat hal, antara lain:
1) Merencanakan sarana kelas yang dibutuhkan; 2) Mengkaji berbagai tata ruang kelas;
3) Mengkaji berbagai sarana kelas; 4) Mengatur ruang belajar yang tepat. c. Mengelola interaksi belajar-mengajar
Dalam interaksi belajar-mengajar, guru dan peserta didik harus aktif. Tidak mungkin terjadi proses interaksi yang edukatif jika hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental dan perbuatan. Untuk itu, interaksi belajar-mengajar di kelas perlu dikelola. Setidaknya ada lima kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mengelola interaksi belajar-mengajar, antara lain:
1) Mengkaji cara-cara mengamati kegiatan belajar-mengajar; 2) Dapat mengamati kegiatan belajar-mengajar;
3) Menguasai berbagai keterampilan dasar mengajar; 4) Mempraktikan berbagai keterampilan dasar mengajar; 5) Mengatur peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar.
Menurut Rukmana dan Suryana (2006, 33) kegiatan manajemen kelas (pengelolaan kelas) meliputi dua kegiatan yang secara garis besar terdiri dari;
a. Pengaturan Orang (Peserta Didik)
Pengaturan orang atau peserta didik adalah bagaimana mengatur dan menempatkan peserta didik dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan emosionalnya. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya.
b. Pengaturan Fasilitas
meningkatkan efektivitas belajar peserta didik, sehingga peserta didik, merasa senang, nyaman, aman, dan belajar dengan baik.
Untuk lebih jelasnya, pengaturan peserta didik, dan fasilitas kelas dapat dilihat dalam bagan seperti di bawah ini.
Bagan 2.1: Kegiatan dalam pengelolaan kelas 4. Pengaturan Ruang Kelas
sebagaimana mestinya dapat mengakibatkan buyarnya konsentrasi belajar peserta didik. Sebaliknya, jika kelas dengan berbagai isinya dapat diatur dengan baik oleh guru sebagai manajer kelas, kelas akan menjadi sebuah tempat yang menyenangkan dan nyaman yang akan berpengaruh pula terhadap peningkatan motivasi belajar peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh Patricia Tar (2004: 2) bahwa Arrangement of space including desks, tables, materials available, and what is displayed on the
walls conveys messages about the relationship between teaching and
learning, the image of the child held by the teacher, and the expectations for
behavior and learning within that setting. Penataan tempat, termasuk meja,
kursi dan materi lain, pajangan di dinding menyampaikan pesan tentang hubungan antara pengajaran dan pembelajaran, gambaran dari peserta didik yang dipantau guru, dan harapan dari tingkah laku dalam pembelajaran di dalam setting (kelas).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengaturan kelas yang baik harus dilakukan oleh guru agar kelasnya menjadi kelas yang kondusif untuk belajar. Menurut Carolyn M. Evertson dan Edmud T. Emmer (2011: 4-5) ada empat kunci panduan penataan ruang kelas, yaitu:
lainya. Pisahkan area-area ini sejauh mungkin dan pastikan mudah diakses.
b. Pastikan bahwa para peserta didik dapat dipantau dengan mudah oleh guru. Tugas manajemen yang penting adalah memonitor peserta didik secara cermat. Untuk itu, guru harus bisa melihat semua peserta didik. Pastikan ada jarak pandang yang jelas dari meja guru, lokasi instruksional, meja peserta didik, dan semua peserta didik. Jangan samapai ada yang tidak kelihatan.
c. Jaga material pengajaran yang sering digunakan dan perlengkapan para peserta didik mudah diakses. Menjaga material untuk mudah diakses tidak hanya mengurangi waktu yang dihabiskan untuk mempersiapkannya dan membersihkannya, itu juga membantu menghindari pelambatan dan penundaan yang menghambat dalam proses belajar-mengajar.
d. Pastikan bahwa para peserta didik dapat dengan mudah melihat persentasi dan tampilan seisi kelas. Ketika merencanakan posisi guru dan peserta didik dalam presentasi dan diskusi yang melibatkan seluruh kelas, pastikan bahwa pengaturan tempat duduk akan memungkinkan peserta didik melihat layar OHP atau papan tulis tanpa harus memindahkan kursi mereka, memutar meja tulis mereka, atau memiringkan leher mereka.
a. Mulailah dari pengaturan fisik kelas. Evaluasi ruang kelas, penataan meja dan kursi, serta peletakan papan buletin. Lalu, pajanglah hasil karya peserta didik.
b. Tambahkan sentuhan personal Anda (guru). Buatlah ruang kelas senyaman mungkin. Tambahkan tanaman, karpet, bantal, atau poster-poster menarik agar peserta didik merasakan bahwa ruang kelas rumah kedua mereka.
c. Ciptakan area-area berbeda di dalam kelas. Ada area untuk peserta didik membaca buku, area kerja individu, area kerja kelompok, atau area mendengarkan musik.
d. Tatalah meja dan kursi sesuai dengan tujuan belajar. Beberapa sekolah bahkan sudah mulai meningkalkan penataan meja individual yang menghadap papan tulis. Untuk meningkatkan kerja sama, guru bisa menata meja dengan cara berkelompok. Misalnya, empat meja untuk satu kelompok. Sedangkan, untuk model diskusi, guru menata meja-meja sehingga berbentuk huruf U.
e. Letakkan peralatan peserta didik ditempat yang terjangkau dan mudah diakses. Sesuaikan tinggi rak dengan tinggi rata-rata peserta didik di dalam kelas. Kemudian biasakanlah peserta didik meletakkan kembali barang-barang mereka pada tempatnya, serta merapikannya kembali.
keberhasilan kegiatan belajar-mengajar. Itulah sebabnya mengapa sebuah kelas harus diatur. Menurut Wiyani (2013: 130-131) urgensi atau arti penting dari pengaturan ruang kelas itu sendiri sebagai berikut.
a. Pengaturan ruang kelas dapat menciptakan kelas yang memiliki suasana belajar yang menggairahkan.
b. Pengaturan ruang kelas dapat memungkinkan guru dan juga peserta didik untuk bergerak secara leluasa di dalam kelas.
c. Pengaturan ruang kelas dapat memfokuskan peserta didik untuk tetap fokus dalam belajar.
Saat kondisi ruang kelas tidak tertata rapi, kumuh dan kotor akan membuat peserta didik tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Sebaliknya, jika ruang kelas rapi, bersih dan segar akan membuat peserta didik merasa nyaman dan senang di dalam kelas sehingga mereka akan semangat mengikuti pembelajaran.
5. Pengaturan Tempat Duduk
Dalam kegiatan belajar, peserta didik sudah tentu memerlukan tempat duduk. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tempat duduk dapat mempengaruhi peserta didik dalam mencapai keberhasilan belajarnya. Untuk itu tempat duduk harus bagus, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu berat, bundar, persegi empat panjang, dan sesuai dengan postur tubuh peserta didik (Wiyani, 2013: 131).
atau dapat diatur dengan berbagai posisi. Namun sayangnya disadari atau tidak, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) bahkan hingga tingkat Perguruan Tinggi (PT) sering diangkap remeh oleh guru dan dosen serta dianggap tidak berpengaruh terhadap kehidupan dan dinamika kelas. Padahal, perubahan posisi tempat duduk yang bervariasi memiliki banyak manfaat. Chatib dan Fatimah (2014: 55) menyebutkan manfaat formasi bangku yang berubah-ubah, antara lain:
a. Meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik. b. Menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efesien.
c. Pembelajaran tersampaikan secara merata, saksama, menarik, dan tidak monoton.
d. Peserta didik punya sudut pandang bervariasi terhadap materi pelajaran yang sedang diikuti.
e. Guru dengan mudah menyesuaikan formasi bangku dengan strategi mengajar yang dipilihnya, baik perorangan, kelompok, berpasangan, maupun klasikal.
yang variatif, antara lain: (1) ukuran dan bentuk kelas, (2) bentuk serta ukuran bangku dan meja peserta didik; (3) banyaknya peserta didik di dalam kelas, (4) jumlah kelompok kelas, (5) jumlah peserta didik dalam setiap kelompok kelas, (6) komposisi peserta didik dalam kelompok.
Agar guru sebagai seorang manajer kelas dapat melakukan pengaturan tempat duduk dengan posisi yang variatif, guru harus mengetahui berbagai formasi pengaturan tempat duduk. Hamid ( Chatib dan Fatimah, 2014: 55-61) memunculkan banyak model formasi bangku, Formasi-formasi tersebut sebagai berikut.
a.
Gambar 2.1 Formasi Tradisional (Konvensional)
b.
c.
Gambar 2.3 Formasi Cevron
d.
Gambar 2.4 Formasi Kelas Huruf U
e.
Gambar 2.5 Formasi Meja Pertemuan
f.
g.
Gambar 2.7 Formasi Pengelompokan Terpisah ( Breakout Gropings)
h.
Gambar 2.8 Formasi Tempat Kerja i.
Gambar 2.9 Formasi Kelompok untuk Kelompok j.
k.
Gambar 2.11 Formasi Periferal
Dari berbagi formasi tersebut yang terpenting adalah meja dan kursi yang digunakan seyogyanya ringan agar mudah dipindah-pindah.
F. Display Kelas
1. Pengertian Display Kelas
“Suasana yang mendukung akan mempertahankan selera untuk menikmati sesuatu” (Chatib dan Fatimah, 2014: 20). Membahas mengenai
suasana kelas, maka akan berkaitan erat dengan display. Menurut Chatib dan Fatimah (2014: 48) display berarti segala benda yang secara visual dapat terlihat dan dirasakan oleh pancaindra, serta dapat memberikan stimulasi positif terhadap emosi siswa.
Menurut Sampurno (2013) display merupakan suatu media yang digunakan sebagai penunjang pembelajaran. Sampurno (2013) mengatakan bahwa display adalah menampilkan hasil karya peserta didik, baik untuk di kelasnya sendiri maupun untuk diperlombakan pada lingkungan terbatas.
berupa tempelan-tempelan gambar. Cara menyusun dan mengatur barang ini tentunya menghasilkan pemandangan yang berbeda bagi peserta didik sehingga peserta didik merasa nyaman untuk mengikuti pembelajaran di kelas.
2. Cara Membuat Display
Dalam membuat sesuatu pasti perlu ada hal-hal yang diperhatikan. Chatib dan Fatimah (2014: 49-52) menjelaskan ada empat hal yang perlu diketahui guru dalam mendesain kelas, yaitu:
a. Syarat Utama Desain Kelas
Ada beberapa syarat utama dalam mendesain ruang kelas: 1) Visibilitas atau Keleluasaan Pandangan
2) Aksesibilitas Mudah Dicapai
Penataan ruang harus memudahkan peserta didik meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu, jarak antarkursi harus cukup untuk dilalui sehingga peserta didik dapat bergerak dengan leluasa dan tidak mengganggu peserta didik lain. Hal ini sangat ditentukan oleh jumlah peserta didik dan ukuran luas kelas.
3) Fleksibilitas atau Keluwesan
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan, lalu disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Misalnya penataan tempat duduk yang perlu diubah jika proses pembelajaran mengganggu metode diskusi dan kerja kelompok. Benda-benda di dalam kelas seyogianya dapat dipindah-pindahkan dengan mudah, terutama bangku dan meja peserta didik, serta papan tulis.
4) Kenyamanan
Kenyamanan di sini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
b) Cahaya, mutlak harus terang. Solusinya adalah penerangan yang cukup.
c) Suara atau bunyi yang ada dalam kelas cukup penting dalam proses belajar. Jika suara itu bersumber dari guru yang sedang mengajar, intonasi dan ritmenya harus bagus. Apabila bunyi itu dari alunan musik yang diperdengarkan, volumenya juga harus pas dan tidak terlalu keras.
5) Keindahan
Prinsip keindahan berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Seyogiannya, guru adalah seorang desainer interior.
b. Tujuan Desain Kelas
Desain kelas sangat bergantung pada tujuan proses belajar. Guru harus menetapkan tujuannya, lalu kelas akan mengikutinya. Contoh sebagai berikut.
terbatasi lemari atau partisi. Kemudian, ciptakan ruang seluas mungkin.
2) Saya ingin setiap peserta didik memiliki akses yang mudah terhadap peralatan yang ada. Gunakan rak-rak rendah yang proporsional, tak lebih dari tinggi peserta didik. Taruh peralatan di dekat meja peserta didik yang telah dikumpulkan secara berkelompok (grouping).
3) Saya tidak ingin peserta didik mengobrol atau gaduh ketika sedang meraut pensil dengan rautan kelas. Letakan peralatan peserta didik di tempat yang agak jauh dari letak meja dan kursi mereka sehingga tidak mengganggu pergerakan peserta didik. Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, guru dapat menentukan zona area display dan jenis peralatan display apa saja yang dibutuhkan. c. Pendataan Perangkat atau Barang Kelas
Saat memasuki ke sebuah kelas akan ada dua hal pokok, yaitu ruang kelas itu sendiri dan berbagai isinya. Kelas dan perangkat atau barang yang ada di dalamnya adalah awal untuk melakukan pendataan isi kelas. Setelah guru melakukan pendataan isi kelas, barulah desain kelas dapat direncanakan.
d. Tata Atur
Tata atur adalah cara menata benda-benda kelas agar sesuai dengan tujuan keberadaanya dalam proses pembelajaran. Menurut Edward T. White (Munif Chatib dan Fatimah, 2014: 52) yang telah menulis sejumlah buku tentang arsitektur, memberikan saran praktis mengenai tata atur. Sebelum mulai merencanakan sesuatu, terlebih dahulu memahami:
1) Apa yang akan diatur: hal-hal yang akan diatur; disebut unsur. 2) Sifat unsur yang akan diatur, yang disebut juga kualitas. 3) Bagaimana cara mengaturnya, disebut penolok ( tolok ukur ). Sebagai guru, sebaiknya memahami keterkaitan antara unsur, kualitas, dan penolok tersebut untuk merencanakan tata atur kelas. Dengan merencanakan peletakan setiap unsur yang terkait dalam pembelajaran dan memperhatikan tata aturannya, maka menata kelas menjadi pekerjaan yang jauh lebih mudah.
Ada baiknya guru membuat “peta” ruang secara sederhana untuk
pembagian setiap aktivitas di kelas. Perencanaan aktivitas pembelajaran sangat bergantung pada tujuan yang ingin diraih dalam kelas.
3. Manfaat Display Kelas
Menurut Sharon E. Smaldo dalam bukunya Intructional Technology
and Media For Learning ( Munif Chatib, 2014: 63 ) yang menyebutkan
a. Menyediakan acuan konkret bagi gagasan. b. Membuat gagasan abstrak menjadi konkret. c. Memotivasi peserta didik.
d. Mengarahkan perhatian.
e. Mengulang informasi dalam format atau bentuk yang berbeda. f. Mengingatkan kembali pada pembelajaran sebelumnya. g. Meringankan usaha belajar.
Apabila guru melakukan display sebagimana mestinya, akan membuat kelas lebih bermanfaat lagi. Display kelas merupakan kesan pertama yang ditangkap peserta didik terhadap ruang kelas dan guru sangat berperan dalam menentukan dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
4. Tujuan Display Kelas
Tentunya setiap orang ketika melakukan suatu aktivitas memiliki suatu tujuan, demikian juga dengan display kelas, tentu di dalamnya ada tujuan yang hendak dicapai. Menurut Lendo (Chatib dan Fatimah, 2014: xiv-xv) tujuan display kelas sebagai berikut :
a. Barometer kreativitas guru
Display kelas dapat menjadi barometer kreativitas guru dalam
b. Kualitas mengajar guru
Display kelas dapat menunjukkan seberapa baik guru mengajar
setiap subjek pelajaran kepada peserta didiknya. Kualitas mengajar guru, selain mengusai kemampuan pedagogik, juga berdasarkan kemampuan manajemen kelas dan produk belajar yang juga penting. Display kelas mencerminkan apakah guru mengusai manajemen kelas dan produk pembelajaran. Setiap subjek pelajaran mestinya dapat memunculkan produk yang dapat di-display.
c. Pemacu belajar peserta didik
Display kelas dapat memacu peserta didik secara optimal untuk
belajar dan menghasilkan karya karena mereka tahu, karyanya akan ditampilkan. Membiasakan peserta didik untuk berani tampil
(performance) sangat baik dalam proses belajar. Ada hasil nyata dan
dapat dinikmati banyak orang. Karya-karya peserta didik sebagai bagaian dari display kelas akan selalu memberikan motivasi belajar, bagaikan bara api yang tak pernah padam. Apalagi jika diberikan apresiasi terhadap karya tersebut.
d. Keberanian untuk tampil
Display kelas dapat melatih peserta didik untuk berani tampil dan
Pada saat hal ini dilakukan, akan muncul pertanyaan dan kritik dari orang yang mendengarkan presentasi. Dengan demikian, kebiasaan peserta didik menirima kritik akan terasah. Selain berani, peserta didik belajar menerima kritik dan masukan dari orang lain.
e. Melatih kepekaan estetika
Display kelas dapat melatih estetika dan kemampuan apresiasi
terhadap hasil karya orang lain. Estetika biasanya tereduksi dalam pembelajaran yang menjenuhkan dan membosankan. Display kelas meningkatkan rasa estetika peserta didik. Sungguh, jika setiap materi ajar disampaikan oleh guru dan berujung pada display kelas, unsur-unsur estetika akan terekam dalam perasaan peserta didik. Otomatis, terjadilah belajar saling menghargai hasil karya orang lain.
f. Barometer kerja sama guru dan peserta didik
Display kelas dapat menjadi alat ukur seberapa berhasil kerja sama
guru dan peserta didik, dinilai dari karya meraka dengan cara membandingkan hasil karya kelas tersebut dengan kelas lainnya. Kolaborasi antara guru dan peserta didik terus terjalin, bahkan dapat dijadikan bahan koreksi guru terhadap hasil karya meraka., apakah guru tersebut telah mengajar dengan menarik dan berhasil.
g. Sebagai bahan promosi
Display kelas dapat dijadikan bahan promosi atau etalase
tahun. Sekolah akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakatnya jika pameran produk ini disajikan secara profesional.
5. Jenis-jenis Display Kelas
a. Display Tema Kelas
Display tema kelas adalah melakukan display pada kelas dengan
tema-tema tertentu. Bertujuan untuk memberikan kesan yang berbeda saat peserta didik memasuki ruang kelas. Misalkan temanya mengenai tema pembelajaran dari silabus, umumnya kelas 1, 2, dan 3 model pembelajarannya tematik contoh “Aku Anak Sehat” untuk tema mengenal diri sendiri, “Rumahku, Surgaku” untuk tema lingkungan, “Sepeda Itu Sehat” untuk tema transportasi dan lain sebagainya. Jadi
nanti ruangan kelas akan di display sesuai dengan tema yang telah dipilih.
Pastinya peserta didik akan merasakan hal berbeda saat memasuki ruang kelas yang telah di display dibandingkan dengan memasuki kelas yang tidak di display. Munurut Munif Chatib dan Fatimah (2014 : 90) menjelaskan bahwa usahakan setiap bulan, display kelas memiliki tema berbeda agar selalu menarik. Lebih menarik lagi jika tema tersebut disertai gambar yang sesuai karena akan lebih disukai oleh otak peserta didik.
b. Lukisan Abstrak Ala MindMap
yang biasa dilakukan selama ini tidak disukai oleh otak karena otak akan sulit memasukkan dan mengambil informasi tersebut.
Salah satu cara atau teknik mencatat yang paling disukai oleh otak adalah teknik MindMap. MindMap dikenalkan oleh Tony Buzan terbukti telah dipraktikkan oleh lebih dari 250 juta orang di seluruh dunia.
MindMap merupakan cara paling mudah untuk memasukkan informasi
ke otak dan juga untuk mengambilnya kembali dari otak. Cara ini dianggap paling efektif dan kreatif dalam membuat catatan sehingga boleh dikatakan MindMap benar-benar “memetakan” pikiran.
Beberapa unsur dari catatan model MindMap adalah:
1) Sebagai pusat, tema atau bab ditulis/ diletakkan di tengah; 2) Selalu menggunakan warna;
3) Menggunakan aneka garis, lambang, kata, gambar; 4) Aturan sederhana dan alamiah
c. Display dengan Afirmasi
Afirmasi memiliki kekuatan motivasi. Afirmasi yang diberikan di dalam kelas harus dapat menyemangati belajar peserta didik. Kalimat afirmasi berisi motivasi lebih baik berhubungan dengan tantangan yang terdekat dengan peserta didik. Misalnya, menjelang ujian akhir, atau apresiasi positif ketika peserta didik berprestasi. Afirmasi dapat berupa rangkaian kata atau dituangkan dalam bentuk poster. Contoh kalimat afirmasi yang bersifat memotivasi:
1) Ujian itu mudah, kuncinya belajar, itu saja!
2) Ujian itu masalah kecil, masalah yang besar adalah malas belajar!
3) Jika kelas sebelah berhasil juara, kenapa kelas kita tidak? 4) Belajar itu bukan menghafal, tapi memahami.
d. Display Hasil Karya Peserta Didik
e. Display Prestasi Peserta Didik
Sekolah-sekolah yang sudah menerapkan konsep Sekolahnya Manusia biasanya tidak lagi menggunakan sistem rangking atau peringkat. Sebagai gantinya, sekolah memberikan penghargaan seperti “Bintang Bulan Ini” atau “Bintang Tahun Ini”. Kriteria penilaiannya bisa
berbeda-beda. Peserta didik tidak selalu dinilai kecerdasan matematis-logis dan linguistik, juga diberi penghargaan atas kecerdasan spasial-visual, musikal, interpersonal, dan kinestetisnya. Setiap bentuk kecerdasan peserta didik dihargai oleh guru. Penghargaan ini bisa menjadi bahan display pada sebuah papan khusus pencapaian peserta didik (achievement board ).
f. Display Peraturan Kelas
g. Display Karakter
Pesan moral dalam kelas sangat penting untuk pembanguan karakter. Misalnya saja menggunakan konsep “99 Asmaul Khusna”.
Dengan konsep ini, dalam satu bulan, ada dua pesan yang dijadikan
display kelas. Konsep ini cukup efektif mengenalkan pesan moral kepada
peserta didik dari berbagai jenjang.
h. Display Tokoh
Display tokoh sangat efektif membangun karakter peserta didik. Ini
dikarenakan fakta yang dilihat peserta didik dan tokoh tersebut nyata. Tokoh tersebut menjadi acuan peserta didik untuk perubahan karakter yang harus mereka lakukan.
i. Display Emosi
Hubungan emosi antara guru dan peserta didik, atau antar peserta didik sangat berpengaruh penting dalam proses belajar karena selain antar peserta didik sendiri, terkadang ada konflik antara guru dan peserta didiknya, ini hal yang wajar. Akan menjadi tidak wajar, jika konflik tersebut tidak mampu diselesaikan, bahkan berkembang menjadi besar.
Banyak sekali penyebab terjadinya konflik, bersumber dari guru ataupun peserta didik. Apalagi, pada hakikatnya, pekerjaan guru sangat berat, mencakup kerja lahir dan batin, sehingga potensi konflik sangat besar terjadi.
display itu bisa bebas karena disesuaikan dengan situasinya. Misalnya,
display emosi. Isi display adalah pernyataan-pernyataan positif yang
berkaitan dengan sebuah konflik hubungan interpersonal. Pernyataan tersebut dapat ditulis dikertas kecil, kemudian ditempel di tempat yang sudah disediakan. Pernyataan dapat berupa, antara lain:
1) Kalarifikasi konflik,
2) Permohonan maaf atau pengakuan bersalah, 3) Ucapan terima kasih.
Alangkah indah jika di sekolah ada display emosi yang dapat menjadi tempat luapan emosi dan menjadi cara efektif untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan konflik interaksi atau hambatan komunikasi.
6. Selera Belajar Peserta Didik dengan Adanya Display Kelas
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa usia anak SD berada pada usia 6-12 tahun. Pada usia tersebut perkembangan kognitif anak berada pada tahap operasional konkret. Tahapan ini mengharuskan pembelajaran di SD menggunakan benda-benda konkret. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Chatib dan Fatimah (2014: 17) informasi pertama yang ditangkap oleh otak berupa gambar, visualisasi atau display.
bukunya yang berjudul The Triune Brain in Evolution (Chatib dan Fatimah, 2014: 4-7) yang menjelaskan bahwa konsep triune brain adalah pembagian otak manusia yang dalam perkembangan dibagi menjadi tiga, yaitu otak reptil, otak limbik (mamalia), dan otak neokorteks.
a. Otak Reptil
Otak reptil atau sang penjaga terletak paling belakang di otak manusia, menghubungkan bagian belakang otak dengan tulang belakang. Otak reptil berfungsi mengatur gerak refleks dan keseimbangan koordinasi pada tubuh manusia. Otak reptil akan aktif saat seseorang merasa takut, stres, terancam, marah, kurang tidur atau kondisi tubuh lelah. Sang penjaga ini diibaratkan sebagai penjaga pintu gerbang, pembuka pintu masuk arus informasi.
b. Otak Limbik atau sang Pengatur
c. Otak Neokorteks atau sang Pemikir
Otak neokorteks atau sang pemikir, berfungsi sebagai alat berpikir, berbicara, melihat, mencipta, dan tempat kecerdasan. Di otak ini juga tempat kecerdasan yang lebih tinggi, yaitu INTUISI: kemampuan menerima informasi yang tidak dapat diterima oleh panca indra.
Berdasarkan penjelasan ke tiga jenis otak di atas dapat disimpulkan bahwa pertama informasi masuk melalui otak reptil. Otak reptil ini sebagai pembuka arus informasi. Apabila otak reptil terpuaskan, informasi tersebut akan masuk ke otak limbik. Selanjutnya informasi tersebut akan diolah di dalam otak neokorteks.
Sebaliknya, saat otak reptil tidak terpuaskan maka informasi yang samapi ke otak limbik dan neokorteks tidak akan sempurna. Untuk itu otak reptil harus terpuaskan dalam proses belajar, supaya selera belajar peserta didik muncul dan menjadikan motivasi belajar dan hasil belajar akan tinggi.
Awie Suwandi dalam bukunya Turbo Neuro Selling (Chatib dan Fatimah, 2014: 7-8) menjelaskan ada beberapa stimulus yang punya akses langsung terhadap otak reptil, yaitu: 1) stimulus yang fokus pada diri individu yang bersangkutan; 2) stimulus yang mengandung kontras; 3) stimulus yang bersifat konkret, nyata, dan bisa diterima secara langsung oleh panca indra
(sensory based); 4) stimulus yang merupakan awal akhir sebuah proses; 5)
stimulus yang bersifat visual.
dengan memberikan sapaan dan pertanyaan bagi peserta didiknya. Peserta didik menginginkan adanya perbedaan setiap harinya baik itu dari penyajian materi, kelas maupun penampilan guru. Chatib dan Fatimah (2014, 2014: 11) menjelaskan bahwa jika guru ingin membuat otak reptil peserta didik maksimal maka dapat melakukan: 1) selalu berpenampilan berbeda setiap hari, 2) selalu mendesain display kelas yang unik dan berbeda-beda; 3) selalu mengajar dengan strategi yang berbeda.
Selain itu juga peserta didik lebih menyukai hal-hal yang nyata bukan abstrak. Semisal dengan menunjukkan gambar-gambar yang sesuai dengan materi. Jadi sebisa mungkin saat guru menyampaikan materi pembelajaran guru menggunakan benda-benda nyata sebagai penunjang penyampain materi supaya peserta didik lebih mudah memahami materi. Peserta didik akan optimal menangkap materi saat guru memberikan apersepsi di awal pembelajaran dan penguatan di akhir pembelajaran.
Display kelas bisa dijadikan sebagai alternatif untuk memunculkan
selera belajar peserta didik. Oleh karena otak sangat membutuhkan sebuah
display saat proses belajar berlangsung, bahkan display menduduki urutan
pertama yang dapat memuaskan otak reptil peserta didik (Chatib dan Fatimah, 2014: 17). Beberapa hal yang harus dipahami dan diperhatikan menurut Chatib dan Fatimah (2014: 138-140) dalam display kelas untuk pembelajaran kreatif dan menarik diantaranya:
saja, namun lebih luas lingkungan sekolah pun adalah kelas yang dapat digunakan untuk belajar, tidak lupa untuk menghijaukan lingkungan sekolah agar kinerja otak peserta didik maksimal. Bagian-bagian kelas yang dapat di display selain kelas adalah ruang outdoor, area tangga, area selasar, area masuk serbaguna, area pintu gerbang sekolah, dan perpustakaan.
b. Ruang kelas itu bukan penjara, harus nyaman, display yang menarik dan cantik akan membuat peserta didik merasa nyaman berada di kelas, perhatikan selalu kelas dan isinya tampilkan kelas agar selalu menarik.
c. Kreativitas dahsyat display ruang kelas, mulai dari materi pembelajaran sampai nonmateri, misalnya visi sekolah, solusi masalah yang terjadi, serta afirmasi dan motivasi dibuat dengan display.
7. Beberapa Alasan untuk Membuat Display
Berbagai model pembelajaran yang diterapakan di dalam kelas pasti memiliki alasan. Sama halnya dengan membuat display, David Smawfield (2006: 3-4) menjelaskan beberapa alasan perlunya menerapakan display, sebagai berikut:
a. Displays can be merely decorative. They can make the classroom
brighter, and a more interesting and stimulating place. This, in itself, can have a direct implact on pupil motivation and thus on pupil learning.
b. Display materials can include useful direct teaching aids, such as
of “geography”, a display might include pictures of the people and their costumes, famous landmarks snd do on.
d. Display can take the form seful reference material, to support ppil
learning: such as letters of the alphabet and “number lines”.
e. Display material can include information that it is important for
students to memorise: such as number tables, formulae, spellings and other important factual information. They display material can be used for “drills”. Students will also tend to learn the material, simply because it is displayed and there to look at.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa alasan penerapan
display ini melihat pada kebermanfaatannya yang luar biasa. Melalui display
ini memudahkan pekerjaan guru dalam penyampaian materi dan dinding-dinding yang awalnya diam membisu menjadi bisa bercerita banyak hal kepada peserta didik. Display juga membuat kelas menjadi indah dan nyaman sehingga dapat menciptakan kenyamanan, kesenangan dan minat belajar peserta didik.
G. Kelas Yang Efektif dan Menyenangkan
belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya.
Sebaliknya, lingkungan yang kacau, kotor tak teratur, hiruk-pikuk akan menimbulkan keengganan untuk belajar dan tidak akan mencapai konsentrasi yang tinggi dalam belajar, bahkan yang akan terjadi adalah kekacauan dan perasaan mudah letih (Tabrani, 2013: 275). Kondisi menyenangkan muncul saat semua komponen dalam kelas meberikan kesan baik pada diri dan perasaan peserta didik. Kesan kurang baik akan muncul ketika guru tidak mampu mempertahankan kondisi tersebut. Untuk itu seorang guru harus memperhatikan kondisi kelas dan sekitarnya serta kondisi emosional peserta didik dalam menciptakan kondisi yang efektif dan menyenangkan bagi peserta didik.
dan kekeluargaan diantaranya akan memberikan rasa nyaman dan tenang bagi peserta didik dalam memulai dan mengakhiri kegiatan belajarnya.
Oleh karena pentingnya kondisi kelas yang baik, kelas harus di desain sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi kelas yang ideal bagi proses belajar-mengajar. Rukmana dan Suryana (2006: 73) menyebutkan kelas yang baik dan menyenangkan harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Kelas itu harus rapi, bersih, sehat dan tidak lembab
2. Kelas harus memiliki atau memperoleh cukup cahaya yang meneranginya
3. Sirkulasi udara dari dalam dan luar kelas harus cukup
4. Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi
5. Jumlah peserta didik tidak melebihi dari 40 orang. Sedangkan kriteria untuk kelas yang nyaman, meliputi:
1. Penataan ruang kelas, kelas menjadi terasa nyaman sebagai tempat untuk belajar dan bermain bagi peserta didik bila ruangan kelas tertata dengan rapi. Penempatan setiap fasilitas dalam kelas mengikuti asas estetis (keindahan) dan asas safety (keamanan). 2. Penataan perabot kelas, kelas yang nyaman dimana perabot kelas
Pendapat yang lain disampaiakan oleh Tabrani (2013: 275-278) lingkungan belajar yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran secara efektif dan efisien, meliputi:
1. Lingkungan Sosial Psikologi
Suasana hubungan serasi dan harmonis antara peserta didik dan peserta didik, guru, juga dengan kepala sekolah dapat menunjang lingkungan yang tenteram.
2. Lingkungan Fisik
Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, perlu ditunjang oleh (a) ruang dan meja belajar yang menyenangkan, penerangan, sirkulasi udara yang baik, suhu ruangan yang baik dan bersih; (b) peralatan dan perabotan dalam ruang kelas tertata dengan baik dan menarik untuk dinikmati; (c) memiliki penerangan yang baik dari sinar matahari maupun lampu; (d) tersedia meja belajar yang cukup; (e) sirkulasi udara yang baik; (f) suhu udara tidak terlalu panas atau sebaliknya; (g) jauh dari kebisingan. Lingkungan fisik yang menyenangkan untuk belajar meliputi:
a. Tempat belajar
2) Meja belajar diletakkan di sebelah kiri jendela atau sebelah kanan jendela agar sinar matahari ataupun lampu, tidak menimbulkan bayangan pada waktu belajar menulis
3) Di atas meja hanya ada alat-alat yang dipergunakan, barang-barang lain, apa pun yang mengganggu perhatian dan konsentrasi, sebaiknya disingkirkan.
b. Penerangan
1) Sumber cahaya yang terbaik saat belajar adalah matahari. 2) Jangan belajar berlarut-larut dengan menggunakan cahaya
pemasang listrik atau lampu minyak tanah yang redup karena mudah merusak mata dan menimbulkan kelelahan. 3) Jangan memakai penerangan listrik langsung, misalnya
lampu neon diletakkan rendah ditembok atau pantulan cahaya mengenai mata sehingga menyilaukan.
4) Jangan ada perbedaan yang sangat mencolok antara penerangan untuk meja belajar dan penerangan dalam ruangan.
5) Penerangan yang dianjurkan adalah penerangan tidak langsung, yakni penerangan berasal dari posisi sebelah kiri dan berdekatan dengan posisi siku tangan kiri.
c. Ruang belajar, ventilasi, dan suhu ruangan 1) Ruangan selalu bersih
2) Perabot dalam ruangan belajar supaya ditata dengan rapi agar menimbulkan rasa nyaman dan menyenangkan
3) Ruangan belajar yang dwifungsi, yaitu tempat belajar dan tempat istirahat. Aturlah meja belajar sedemikian rupa agar meja tidak berdampingan dengan tempat yang bising. Jika meja belajar terlalu dekat dengan tempat yang bising, ada kecenderungan untuk mengalihkan belajar ke tempat lain 4) Jangan belajar ditempat kotor karena hasil belajar tidak
efektif, dan akan berakibat antara lain: a) Mudah terserang penyakit.
b) Jangka waktu belajar menjadi terasa lama.
yang mengalir dalam darah mencukupi. Kekurangan oksigen akan berakibat pusing, lemas dan pernapasan terganggu. 6) Jagalah suhu udara dalam ruangan belajar tidak terlalu panas
atau dingin. Suhu udara saat bekerja antara 18 sampai dengan 23 derajat Celcius. Jika tidak ada alat pengukur suhu dalam ruangan, cara sederhana yang dianjurkan adalah bukalah semua jendela dan pintu untuk menjaga kestabilan suhu dalam ruangan belajar.
d. Gangguan kebisingan
Belajar adalah usaha sadar. Oleh karena itu, belajar harus konsentrasi sebab konsentrasi dan perhatian saat belajar memegang peranan penting untuk memusatkan perhatian. Faktor-faktor luar yang bersifat menggangu harus dapat dikendalikan. Kebisingan di sekitar tempat belajar dapat merusak konsentrasi dan tentu hasil belajar yang diharapkan tercapai. Karena itu, dalam belajar harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Ruang belajar sebaiknya terletak di ruangan yang jauh dari sumber suara/bunyi yang mengganggu, misalnya tidak menghadap ke jalan raya, tidak dekat dengan ruangan rekreasi, atau pasar.
bunyi yang tinggi. Orang yang secara terus-menerus berada di dekat atau di sekitar sumber bunyi dengan intensitas yang tinggi akan merugikan pendengarannya. Jika tidak terhindarkan ruangan belajar ruangan belajar berdekatan dengan sumber kebisingan, jalan keluarnya adalah dengan cara: (a) menyesuaikan tempat belajar dengan lingkungan yang ada dengan menjauhi sumber kebisingan; (b) meningkatkan konsentrasi terhadap pelajaran dan mengambil sikap tak acuh terhadap rangsangan bunyi-bunyi di sekitar.
H. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian masalah yang didasarkan atas teori yang relevan. Bentuk rumusan hipotesis seperti bentuk rumusan masalah yaitu, hipotesis deskriptif. Maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Persepsi guru SD tentang display kelas baik. 2. Pengetahuan guru SD tentang display kelas baik. 3. Implementasi display kelas di SD baik.
I. Kerangka Pikir