• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar. - ALIP YUWONO BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar. - ALIP YUWONO BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar.

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang,

perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai

bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamnnya, sikap dan tingkah

lakunya, kecakapannya, daya penerimanya, dan lain – lain aspek yang ada

pada individu (Sudjana : 2008).

Oleh sebab itu belajar adalah proses aktif, belajar adalah proses

mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar

adalah proses yang diarahkan terhadap tujuan, proses berbuat melalui

berbagai pengalaman, belajar adalah proses melihat, mengamati dan

memahami sesuatu.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang

dianggap telas belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan

tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang

dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan

(2)

teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus

dan keluaran atau output yang berupa respon.

Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan

respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk

tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan

kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan – perubahan dalam diri

seseorang selama proses belajar, namun ia hal – hal tersebut sebagai faktor

yang tak perlu diperhitungkan.

Menurut Thomdike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi

antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat

merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal

– hal lain yang dapat ditangkap melalui indra. Sedangkan respon yaitu

interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat

berupa pikiran, perasaan, gerakan. Dari definisi ini maka menurut

Thomdike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat

terwujud konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang

tidak dapat diamati (Slavin, 2000)

Depdiknas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun

pemahaman terhadap informasi atau pengalaman. Proses membangun

makana tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang

lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan

perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang

(3)

berrbeda – beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dan pada saat

yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu

membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut

otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.

B. Pembelajaran Inquiry

1. Pengertian Pembelajajaran inquiry

Istilah Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya

dengan Inquiry (penyelidikan), Sund (1975) berpendapat bahwa Discovery

adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu

prinsip. Sedangkan Inquiry adalah perluasan proses Discovery yang

digunakan lebih mendalam.(Subroto, 2002:193).

Inquiry berasal dari bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan

sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan

ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat

mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan

kata lain, Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan

informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari

jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan

masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt,

2003). Inquiry sebenarnya merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh

ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya

(4)

dalam kehidupan sehari-hari. (Hebrank, 2000; Budnitz, 2003; Chiapetta &

Adams, 2004).

Ada berbagai rumusan tentang pengajaran berdasarkan Inquiry, antara

yang satu dengan yang lainnya berbeda secara gradual. Diantara rumusan itu

adalah: “Diskover terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan

proses-proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip”.

Rumusan ini menggambarkan, bahwa diskover dilakukan melalui proses

mental, yakni observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, dan penentuan.

Proses-proses tersebut disebut Discovery Cognitive Process. Sedangkan

discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concept and

priciples in the mind. Pengajaran Inquiry dibentuk atas dasar diskoveri, sebab

seorang siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan

kemampuan lainnya. Rumusan lainnya menyatakan, “Pengajaran berdasarkan

Inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok

siswa inkuiri kedalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi

pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural

kelompok.(Hamalik, 2005: 219-220).

Strategi pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan

pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis da analitis

untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi

heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya

(5)

Selain itu Inquiry dapat merupakan suatu kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematik, kritis, logis dan analisis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh rasa percaya diri. (Gelly,

1984: 190-191).

2. Ciri-Ciri Pembelajaran Inquiry

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran

Inquiry, antara lain:

a) Strategi Inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal

untuk mencari dan menemukan.

b) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahakan untuk mencari dan

menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga

diharapakan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.

c) Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran Inquiry adalah

mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis

atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses

mental.

(Sanjaya, 2007: 194-195).

3. Sasaran Pembelajaran Inquiry

Sasaran dari pembelajaran Inquiry ada 2, yaitu sasaran kognitif dan

(6)

a) Sasaran Kognitif

• Memahami bidang khusus dari materi pembelajaran

• Mengembangkan kemampuan bertanya dan memecahkan masalah

• Menerapakan pengetahuan dengan situasi baru yang berbeda

• Mengevaluasi dan mensintensis informasi, ide dan masalah baru

• Memperkuat ketrampilan berfikir kritis

b) Sasaran Afektif

• Mengembangkan minat kepada pelajaran dan bidang ilmu

• Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang

relevan dengan bidang ilmu tertentu

• Meningkatkan intelektuaal dan integritas

• Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapakan materi

pengetehuan

(Dwiyanti, 2010).

4. Tingkatan - Tingkatan Inquiry

Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang

meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur

atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan

kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi tiga tingkat

yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur

(structured science experiences), dan Inquiry siswa mandiri (student directed

inquiry ),. Klasifikasi Inquiry menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada

(7)

Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana

terlebih dahulu:

a. Praktikum (tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling

sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai

dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk

buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari

Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena

itu,Hansen (2002), menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk kegiatan

Inquiry.

b. Pengalaman sains yang terstruktur (structured science experiences), yaitu

kegiatan Inquiry di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan

prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.

Jenis yang ketiga ialah Inquiry terbimbing (guided inquiry), di mana siswa

diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis

hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal

menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan

sebagai fasilitator.

c. Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai

Inquiry penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa

bertanggungjawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru

hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan

pengembangan pertanyaan. Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah

(8)

berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau

pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inkuiri menjadi

tangungjawab siswa.

( Ibrahim, 2007).

Selain itu Sund and Trowbridge (1973) mengemukakan tiga macam

metode Inquiry sebagai berikut :

1) Inquiry terpimpin (guide inquiry); peserta didik memperoleh pedoman

sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya

berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.

2) Inquiry bebas (free inquiry); pada Inquiry bebas peserta didik

melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Pada

pengajaran ini peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan

merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki.

3) Inquiry bebas yang dimodifikasi (modified free Inquiry); pada Inquiry

ini guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian

peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut

melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.

(Herdian, 2010).

5. Prinsip-Prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran Inquiry merupakan strategi pembelajaran yang

(9)

( intelektual) itu menurut peaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu

matirattion, physical Eksperience, social experience dan Equilibration.

a) Maturattion atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan

anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan

tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan system saraf.

b) Physical Experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan

individu terhadap benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya.

c) Social Experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain.

d) Equilibiration adalah proeses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah

ada dengan pengetahuan yang baru ditemukan.

Atas dasar penjelasan diatas, maka dalam penggunaan strategi

pembelajaran Inquiry terdapat berberapa prinsip yang harus diperhatikan,

antara lain :

a) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama dari strategi Inquiry adalah pengembangan kemampuan

berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain

berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b) Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik

interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan

(10)

c) Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi

pembelajaran Inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab

kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya

sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

d) Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar

adalah proses berpikir (Learning how to think), yakni proses

mengembangkan potensi seluruh otak.

e) Prinsip Keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala

sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu siswa perlu di berikan

kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan

logika dan nalarnya.

(Sanjaya, 2007: 196-199).

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran Inquiry

sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat

disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode Inquiry memiliki 5

komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative

Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton,

(11)

a. Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan

pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman

siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya,

yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan

dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan

inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk

menjawab pertanyaan ini - sesuai dengan Taxonomy Bloom - siswa

dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis,

dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan

misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau

dikonstruksi.

b. Student Engangement. Dalam metode Inquiry, keterlibatan aktif siswa

merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai

fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan

pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah

buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk

yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari

atau dalam melakukan sebuah investigasi.

c. Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja

berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai

gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban

dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai

(12)

d. Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa

diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan

pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan.

Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster,

karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan

evaluasi.

e. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam

sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster,

wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya. ( Sutrisno, Joko.2008).

6. Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inquiry

Tabel. 1 Sintak Metode Pembelajaran Inquiry

FASE KEGIATAN

1. Orientasi masalah  Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar

yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang

harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai

tujuan.

 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan

belajar

(13)

siswa.

 Masalah yang dikaji adalah masalah yang

mengandung teka-teki yang jawabannya

pasti.

 Konsep-konsep dalam masalah adalah

konsep-konsep yang sudah diketahui

terlebih dahulu oleh siswa.

3. Merumuskan Hipotesis  Mengajukan berbagai pertanyaan yang

dapat mendorong siswa untuk dapat

merumuskan jawaban sementara atau dapat

merumuskan berbagai perkiraan

kemungkinan jawaban dari suatu

permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

dapat mendorong siswa untuk dapat berpikir

mencari informasi yang dibutuhkan.

5. Menguji Hipotesis  Mencari tingkat keyakinan siswa atas

jawaban yang diberikan

6. Merumuskan Kesimpulan  Menunjukan data mana yang relevan

(14)

7. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Inquiry Dalam Kelas

Strategi pelaksanaan pembelajaran Inquiry dalam kelas adalah

Discovery-Oriented Inquiry dan Policy-Based Inquiry.

a. Inquiry Berorientasi Diskoveri (Discovery-Oriented Inquiry).

Inquiry berorientasi menunjuk pada situasi-situasi akademik dimana

kelompok-kelompok kecil siswa (umumnya antara 4 sampai 5 anggota)

berupaya menemukan jawaban-jawaban atas topik-topik Inquiry. Dalam

situasi tersebut para siswa dapat menemukan konsep atau rincian

informasi. Model ini dapat dilaksanakan kepada seluruh kelas sebagai

bagian dari kegiatan-kegiatan Inquiry, yang disebut Social Inquiry.

Asumsi-asumsi yang mendasari model Inquiry ini ialah:

a) Ketrampilan berpikir kritis dan berpikir deduktif yang diperlukan

berkaitan dengan pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok

hipotesis.

b) Keuntungan bagi siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka

berkomunikasi, berbagi tanggung jawab, dan bersama-sama mencari

pengetahuan.

c) Kegiatan-kegiatan belajar disajikan dengan semangat berbagai Inquiry

dan diskoveri menambah motivasi dan memajukan partisipasi.

Penggunaan Strategi Inquiry Berorientasi Diskoveri dilakukan melalui

(15)

a) Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus Inquiry

secara jelas.

b) Mengajukuan suatu pertanyaan tentang fakta.

c) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab

pertanyaan pada langkah 2.

d) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipótesis dan

menyatakan jawaban sebagai proporsi tentang fakta.

b. Inquiry Berdasarkan Kebijakan (Policy-Based Inquiry).

Inquiry berdasarkan kebijakan adalah suatu bentuk Inquiry yang lebih

proaktif yang berkenaan dengan adanya proposisi-proposisi kebijakan,

yakni pertanyaan ”Apa yang harus”, yang berorientasi pada tindakan, hal

mana bertentangan dengan proposisi fakta pernyataan tentang ”Apa”.

Pendekatan ini dilandasi oleh asumsi bahwa:

(1) Tujuan utama pendidikan harus menjadi ulangan refflektif terhadap

nilai-nilai dan isu-isu penting dewasa ini.

(2) Ilmu sosial harus dipelajari dalam pelajaran tentang upaya untuk

mengembangkan solusi-solusi masalah-masalah yang berarti.

(3) Situasi-situasi Inquiry memungkinkan siswa mengembangkan

kesadaran dan memfasilitasi tentang peran dan fungsi kelompok serta

teknik-teknik pembuatan keputusan.

Model pendekatan Inquiry dilaksanakan oleh kelompok dengan

(16)

(1) Membentuk kelompok-kelompok Inquiry. Masing-masing kelompok

dibentuk berdasarkan rentang intelektual dan ketrampilan-ketrampilan

sosial.

(2) Memperkenalkan topik-topik Inquiry kepada sesama kelompok. Tiap

kelompok diharapkan memahami dan berminat mempelajarinya.

(3) Membentuk proposisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik,

yakni pertanyaan apa yang harus dikerjakan.

(4) Merumuskan semua istilah yang berkembang dalam proposisi kebijakan.

(5) Menyelidik validitas logis dan konsistensi internal pada proposisi dan

unsur-unsur penunjangnya.

(6) Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur/isi

proposisi.

(7) Menganalisis solusi-solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok.

(8) Menilai proses kelompok.

(Hamalik, 2005: 220-224).

Pendekatan Inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan,

kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa

untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan

yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan Inquiry dengan

melalui 5 fase ialah :

Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan

(17)

Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat

khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang

dihadapi.

Fase 3 : Siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan,

berhipotesis dan bereksperimen menguji hipotesis sehingga diperoleh

hubungan sebab akibat.

Fase 4: Merumuskan penemuan Inquiry hingga diperoleh penjelasan,

pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.

Fase 5 : Melakukan analisis terhadap proses inkuiri Inquiry, strategi yang

dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk

membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.

Agar teknik dalam fase-fase diatas dapat dilaksankan dengan baik

memerlukan kondisi-kondisi sebagai berikut :

1) Kodisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi.

2) Kondisi lingkungan yang responsif.

3) Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.

4) Kondisi yang bebas dari tekanan.

Dalam teknik Inquiry guru berperan untuk :

1) Menstimulir dan menantang siswa untuk berfikir.

2) Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak.

(18)

4) Menentukan diagnose kesulitan-kesulitan siswa dan membantu

mengatasinya.

5) Mengidentifikasi dan menggunakan “teach able moment” sebaik-baiknya.

Hal-hal yang perlu distimulir dalam proses belajar melalui “Inquiry

1) Otonom siswa

2) Kebebasan dan dukungan pada siswa.

3) Sikap keterbukaan.

4) Percaya kepada diri sendiridan kesadaran akan harga diri.

5) Self-consept.

6) Pengalaman Inquiry, terlibat dalam masalah-masalah.

(Roestiyah ,2008 : 79-80).

8. Peranan Guru Dalam Pembelajaran Inquiry

Dalam model pembelajaran Inquiry guru mesti mampu menciptakan

kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa

berbeda pendapat.

Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi

pembelajaran Inquiry adalah sebagai berikut:

(a) Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah

berpikir,

(b) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam

proses berpikir siswa,

(19)

dan memberikan keyakinan pada diri sendiri,

(d) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam

kelas,

(e) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang

diharapkan,

(f) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas,

(g) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam

rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam

model pembelajaran Inquiry terbimbing, yaitu :

(1) Merumuskan masalah,

(2) Membuat hipotesa,

(3) Merencanakan kegiatan,

(4) Melaksanakan kegiatan

(5) Mengumpulkan data,

(6) Mengambil kesimpulan.

Enam langkah pada Inquiry terbimbing ini mempunyai peranan yang

sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan

berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah

yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran

(20)

Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model

pembelajaran Inquiry ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi

guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini.

Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang menggunakan

model pembelajaran Inquiry ini, kiranya lebih dapat meningkatkan dan

meng-efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran Inquiry ini benar-benar mampu

memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan

memahami konsep model pembelajaran Inquiry saja, akan tetapi sudah

menjadi kewajibannya untuk dapat diimplementasikan dalam proses

pembelajaran yang dilakukannya. ( Sutrisno. 2008 ).

C. Pengertian Pemahaman Matematika

Menurut Bloom (dalam Purwanto, 1992 : 44) yang dimaksud

pemahaman atau komperhensif adalah tingkat kemampuan yang

mengharapkan teste mampu memahami arti atau konsep situasi serta fakta

yang diketahuinya. Dalam hal ini teste tidak hanya hafal secara verbalitas

tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.

Menurut Bloom ( dalam Sudjana, 2001 : 24) pemahaman dibagi menjadi 3

kategori:

1. Pemahaman terjemahan (translation) adalah pemahaman tingkat yaitu

(21)

2. Pemahaman penafsiran (interprelation) adalah pemahaman tingkat sedang

yaitu menhubungkan bagian – bagian terdahulu dengan yang diketahui

berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan

kejadian, membedakan pokok dan yang bukan pokok.

3. Pemahaman perkiraan (ekstrapolation) adalah pemahaman tingkat tinggi

yaitu pemahaman yang mengharapkan seseorang mampu melihat dibalik

yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat

dalam arti waktu, dimensi kasus ataupun masalahnya.

Pemahaman adalah mengubah, mempertahankan, membedakan,

memperkirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menarik kesimpulan,

member contoh, melukis dengan kata – kata, meramalkan, melukis kembali,

dan menyimpulkan.

D. Pembelajaran Ekspositori 1. Pengertian

Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan

dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep

materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan

masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.

Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan

metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada

tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.

Penggunaan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan

(22)

oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori

cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau

informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran.

Metode ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena

sifatnya sama-sama memberikan informasi.

Pada umumnya guru lebih suka menggunakan metode ceramah

dikombinasikan dengan metode tanya jawab. Metode ceramah banyak

dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat

waktu dan tenaga, dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua

siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas. Popham & Baker (1992 :

79) menjelaskan bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut

ceramah. Penyajian ceramah yang bersifat formal dan biasanya berlangsung

selama 45 menit maupun yang informal yang hanya berlangsung selama 5

menit. Ceramah tidak dapat dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian

ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaannya.

Somantri (2001 : 45) membedakan metode ekspositori dan metode

ceramah. Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru

tidak terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian

yang diperlukan, seperti di awal pemebelajaran, menjelaskan konsep-konsep

dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan

sebaginya. Metode ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan

(23)

Menurut Hudoyo(1998 : 133) metode ekspositori dapat meliputi

gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode

penemuan dan metode peragaan. Gunawibowo (1998 : 6.7) dalam

pembelajaran menggunakan metode ekspositori, pusat kegiatan masih

terletak pada guru. Dibanding metode ceramah, dalam metode ini dominasi

guru sudah banyak berkurang. Tetapi jika dibanding dengan metode

demonstrasi, metode ini masih nampak lebih banyak.

Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan

pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan

materi, memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya

mendengarkan, membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi

mengerjakan soal-soal latihan, mungkin dalam kegiatan ini siswa saling

bertanya. Mengerjakan soal latihan bersama dengan temannya, dan seorang

siswa diminta mengerjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan

latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan

menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang masih banyak

pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti penjelasan secara

klasikal.

Pendapat David P. Ausebul ( dalam Gunowibowo, 1998:6.7)

menyebutkan bahwa metode ekspositori merupakan cara mengajar yang

paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya

Dimyati dan Mudjiono (1999:172) mengatakan metode ekspositori adalah

(24)

Peranan guru yang penting adalah 1) menyusun program pembelajaran, 2)

memberi informasi yang benar, 3) pemberi fasilitas yang baik, 4)

pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar, dan 5) penilai

prolehan informasi. Sedangkan peranan siswa adalah 1) pencari informasi

yang benar, 2) pemakai media dan sumber yang benar, 3) menyelesaikan

tugas dengan penilaian guru.

Dari beberapa pendapat di atas, bahwa metode ekspositori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah mengobinasikan metode ceramah,

tanya jawab dan pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan guru berupa

soal-soal (pekerjaan rumah) yang dikerjakan secara individual atau

kelompok. Adapun hasil belajar yang dievaluasi adalah luas dan jumlah

pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya

alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah tes yang telah dibakukan

atau tes buatan guru.

2. Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal.

Strategi Pembelajaran ekspositori akan efektif apabila:

- Guru menyampaikan bahan – bahan serta kaitannya dengan yang akan dan

(25)

- Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual

tertentu, misalnya agar siswa bisa mengingat bahan pelajaran, sehingga

ia akan dapat mengungkapkannya kembali manakala diperlukan.

- Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan,

artinya dipandang dari sifat dan jenis materi itu hanya mungkin dapat

dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru,misalnya materi

pelajaran hasil penelitian berupa data-data khusus.

- Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu.

- Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau

prosedur,biasanya merupakan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk

kegiatan praktik.

- Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru

perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

- perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

- Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata

memiliki kemampuan rendah.

- Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang

berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang

dibutuhkan.

- Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata

(26)

- Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang

berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang

dibutuhkan.

- Jika tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan

yang berpusat pada siswa

Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori:

a) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai.

b) Kuasai materi pelajaran dengan baik.

c) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat memengaruhi proses

penyampaian,

Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi Ekspositori yaitu:

a) Persiapan

Dalam strategi Ekspositori, langkas persiapan merupakan

langkah yang sangat penting. Tujuan yang ingin dicapai dalam

melakukan persiapan adalah:

i. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif.

ii. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.

iii. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.

iv. Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam persiapannya:

i. Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negative.

ii. Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai.

(27)

b) Penyajian

i. Penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa

yang komunikatif dan mudah dipahami.

ii. Intonasi suara, pengaturan nada suara akan akan membuat

perhatian siswa tetap terkontrol,sehingga tidak akan mudah

bosan.

iii. Menjaga kontak mata dengan siswa,melalui kontak mata yang

selamanya terjaga,siswa bukan merasa dihargai oleh guru,akan

tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses

pembelajaran.

c) Korelasi

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran

dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang

memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam

struktur-struktur pengetahuan yang telah dimilkinya,

d) Menyimpulkan.

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi

pelajaran yang telah disajikan.

e) Mengaplikasikan.

Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah

(28)

E. Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat

b. Persamaan Kuadrat

a. Pengertian persamaan, Menyelesaikan dan Himpunan Penyelesaian

Persamaan Kudrat.

b. Menetukan Himpunan Penyelesaian Persamaan Kuadrat.

c. Mebuktikan sifat persamaan kuadrat.

d. Menentukan akar – akar persamaan kuadrat.

c. Pertidaksamaan Kuadrat

a. Bentuk umum pertidaksamaan kuadrat.

b. Langkah – langkah penyelesain persamaan kuadrat.

c. Menetukan himpunan penyelesaian persamaan kuadrat dan

menggambarnya dengan grafik.

Jika digambarkan peta konsep Persamaan dan pertidaksamaan kuadrat

(29)

F. Kerangka Berfikir

Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh pembelajaran inqury

terhadap kemampuan pemahaman siswa pada pokok bahasan persamaan

dan pertidaksamaan kuadrat dibandingkan dengan pembelajaran

ekspositori yang biasa diterapkan guru matematika di SMK Bina

Teknologi Purwokerto. Dimana pembelajaran Inquiry memiliki

beberapa keunggulan diantaranya yaitu 1) Dapat membentuk dan

mengembangkan “sel-concep”pada diri siswa. 2) Membantu dalam

menggunakan ingatan dan transfer ilmu. 3) mendorong siswa untuk

berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan

terbuka. Dengan langkah pertama yaitu mengetahui kemampuan

pemahaman siswa pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan

kuadrat melalui pembelajaran ekspositori, dan selanjutnya adalah

mengetahui kemampuan pemahamnan siswa pada pokok bahasan

persamaan dan pertidaksamaan kuadrat melalui pembelajaran inqury.

Setelah diketahui hasil kemampuan pemahaman siswa pada pokok

bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat melalui pembelajaran

yang menerapkan pembelajaran ekspositori maupun pembelajaran

inquiry , maka dapat diketahui bahwa siswa yang diajar menggunakan

pembelajaran inquiry akan lebih baik dari pada siswa yang diajar

(30)

G.Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah Kemampuan pemahaman siswa SMK Bina

Teknologi yang diajar dengan pembelajaran Inquiry lebih baik dari

siswa yang diajar dengan pembelajaran ekspositori pada pokok bahasan

Gambar

Tabel. 1 Sintak Metode Pembelajaran Inquiry

Referensi

Dokumen terkait

1. Implantasi elemen reaktif Si pada paduan biner TiAl serta implantasi elemen reaktif Mo pada paduan biner TiAl dan terner TiAl-Si mampu meningkatkan ketahanan oksidasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh kebiasaan sarapan terhadap tingkat pengetahuan, status gizi dan kemampuan daya ingat anak Sekolah Dasar Lamper

Puji Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat- Nya yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

Perlakuan penambahan emulsifier (ovalett) dengan konsentrasi yang terlalu tinggi yaitu 33g menyebabkan penurunan nilai overrun, dan melting rate tetapi meningkatkan nilai

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbandingan kombinasi gelatin dan CMC yang paling baik dalam pembuatan es krim, untuk mengetahui pengaruh kombinasi fat replacer

Tabel Normalitas Pengujian Aw, Kadar Air Bubuk Bumbu Mie Instan, Kadar Air Film Sebagai Pengemas Bubuk Bumbu Mie Instan, Angka TBA Bubuk Bumbu Mie Instan Selama Penyimpanan

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]