BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan lembaga utama dalam pelayanan kesehatan. Seiring
dengan perkembangan jaman, dibutuhkan pula fasilitas pelayanan kesehatan yang
semakin komprehensif. Pelayanan rumah sakit di harapkan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas tinggi. Jaminan kualitas yang tinggi tersebut dapat
dilakukan dengan menentukan berbagai kebijakan, prosedur, protokol yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. ( Siregar, 2004: 8).
Pengguna pelayanan kesehatan atau pasien dan keluarganya memperhatikan
setiap fasilitas pelayanan kesehatan dengan akses yang tepat, beaya yang efektif dan
berkualitas. Akses ini berhubungan dengan kemudahan pasien untuk menerima
pelayanan yang memadai dari para pemberi layanan kesehatan yang terdiri dari
dokter, perawat, dan seluruh fasilitas pendukung di seluruh tempat pelayanan
kesehatan. Pasien juga menginginkan agar rumah sakit mampu memberikan
pelayanan yang berkualitas dan mampu menunjukkan pengaruh interaksi dengan
sistem pelayanan kesehatan terhadap seluruh kehidupan pasien. (Perry & Poter,
2005).
Keperawatan adalah komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan.
Perawat merupakan kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem pelayanan
tersebut. Karena sistem pelayan tersebut, maka perawat perlu memahami sistem yang
Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam
menciptakan sistem yang diperlukan untuk memberi perawatan dengan beaya yang
efektif dan menciptakan strategi untuk memastikan bahwa pasien akan menerima
pelayanan perawatan yang berkualitas. (Perry & Potter, 2005)
Kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dinilai dengan angka
kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh di unit pelayanan kesehatan
tertentu. Kualitas yang diberikan oleh sebuah rumah sakit juga dapat dicapai dengan
standar tertentu yang telah ditetapkan sehingga pelayanan yang diberikan dapat
memenuhi atau bahkan melebihi harapan konsumen. Ada beberapa standar atau
kriteria penilaian yang digunakan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan
ataupun keprawatan. Diantaranya adalah standar Instrument B yaitu instrument
penilaian terhadap mutu pelayanan keperawatan, standar akreditasi, standar ISO
14000 dan ISO 2000. (Depkes, 2011).
Perawat dalam tugas dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan. Menurut Doheni (1982) dalam Kustanto (2004)
elemen peran perawat professional antara lain adalah care giver, client advocate,
conselor, educator, collaborator, coordinator, change agent, consultan. Peran
perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi
keperawatan dan bersifat konstan.
Peran care giver dijalankan perawat dengan memberikan asuhan kepada
pasien baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memperhatikan setiap
individu secara holistik. Peran sebagai advocate dijalankan perawat dengan
memberikan perlindungan terhadap klien, terutama dalam hak-haknya. Peran dalam
merupakan peran perawat sebagai educator. Dalam hal ini perawat bertugas
meningkatkan atau mengembangkan tingkat pemahaman pasien. (Kustanto, 2004).
Pemenuhan kebutuhan informasi klien dalam hal ini pendidikan kesehatan
merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit. Semakin
tinggi tingkat keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan yang diberikan atau
semakin tinggi tingkat kepuasan pasien terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan
oleh perawat, maka semakin tinggi kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit
tersebut. (Bastable Susan, 2002)
Selanjutnya dalam melaksanakan pendidikan kesehatan kepada pasien ,
haruslah relevan dengan kebutuhan kesehatan pasien terhadap perawatan , harus
mudah dimengerti oleh pasien dan atau orang terdekatnya. Oleh karena itu materi
pendidikan kesehatan harus ditulis sedemikian rupa sehingga membantu pasien dalam
memahami masalah kesehatan mereka dan menjalankan tindakan perawatan diri,
seperti pengobatan, diit dan terapi latihan, serta pemakaian alat kedokteran (Bernier,
1993).
Pelayanan keperawatan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian pelayanan
itu. Perawat dalam memberikan asuhanannya harus memberikan pelayanan holistik,
dan harus mampu menjalankan perannya yang cukup kompleks. Salah satu peran
perawat yang harus di jalankan oleh setiap perawat adalah sebagai edukator. Peran ini
menuntut perawat untuk membantu kelompok khusus meningkatkan pengetahuan
dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mencegah gejala penyakit sesuai kondisi
dan tindakan yang spesifik. (Perry & Potter, 2005)
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations dalam Perry
penting karena mengingat tidak selamanya pasien dirawat dirumah sakit. Diharapkan
dengan adanya pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga dapat melakukan
perawatan dirumah. Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat ini bertujuan
yaitu untuk membantu meningkatkan derajad kesehatan yang optimal.
Profesi keperawatan merupakan profesi yang masih di kategorikan sebagai
profesi mandiri yang relatif baru di bandingkan dengan profesi kesehatan lain. Dalam
menjalankan tugasnya, perawat banyak terkait dengan profesi lain seperti misalnya
profesi medis. Pergeseran arah pelayanan dari yang dulu merupakan profesi yang
tergantung oleh profesi medis, dan sekarang menjadi profesi keperawatan yang
mandiri, merubah nilai dari perawat itu sendiri. Dan karena masih banyaknya kerja
sama yang harus dilakukan dengan profesi kesehatan lain, peran perawat yang
seharusnya bisa dilakukan secara mandiri ini belum bisa secara optimal di lakukan
oleh perawat. Luasnya area abu-abu dalam sebuah layanan kesehatan, mengakibatkan
hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan secara mandiri dinilai lebih aman bila di
lakukan oleh bidang lain, dimana itu adalah profesi medis. (Perawat M, Maret 2011).
Dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, diperlukan
ketrampilan yang seharusnya selalu dikembangkan oleh perawat. Pengalaman perawat
dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan atau keluarganya
berbeda-beda. Sulisno M.(2003) dalam penelitiannya mengungkapkan, bahwa hal-hal yang
dapat memberikan implikasi terhadap terlaksananya pendidikan kesehatan oleh
perawat agar pelaksanaan pendidikan kesehatan menjadi lebih baik adalah factor
pengetahuan dan tanggungjawab. Factor-faktor ini dapat mendorong perawat untuk
diberikan pelatihan tentang pendidikan kesehatan, dan keperawatan senantiasa
Lasmito, Wening (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemahaman
perawat tentang pengertian pendidikan kesehatan adalah ilmu pengetahuan yang harus
diberikan pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhannya. Manfaat pendidikan
kesehatan bagi pasien antara lain meningkatkan pengetahuan pasien tentang sakitnya,
kemandirian, kenyamanan dan kesembuhan pasien. Namun dalam pemberian
pendidikan kesehatan juga menemukan hambatan baik yang berasal dari pasien
sendiri maupun dari sisi perawatnya, diantaranya adalah adanya keterbatasan waktu,
terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga perawat terbatas dan
pengetahuan perawat kurang.
Hal lain juga dikatakan oleh Bayo Beatrick (2008) dalam penelitiannya,
bahwa adanya keterkaitan antara pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat
dengan pengetahuan klien terhadap pencegahan hipertensi. Pendidikan kesehatan
sangat diperlukan oleh klien agar bukan hanya terhindar dari penyakit hipertensi
tetapi juga terhindar dari penyakit lainnya untuk peningkatan kualitas hidup.
Edisusanto Herominus (2008) mengatakan dalam penelitiannya di Puskesmas
Salamantan, Kalimantan Barat bahwa motivasi internal perawat yang tinggi, yang
terdiri dari tanggung jawab, pengembangan diri dan tantangan kerja yaitu dengan
presentase 63.2%, maupun motivasi eksternal perawat yang terdiri dari gaji,
kepemimpinan, kondisi kerja yaitu dengan presentase 63.2% dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada penderita TBC paru di wilayah kerja puskesmas
Samalantan. Tetap diperlukan pendidikan kesehatan dengan berbagai metoda kepada
masyarakat ataupun keluarga yang memiliki anggota yang menderita TBC.
Fenomena yang bisa dilihat adalah dalam hal perawat memberikan pendidikan
dilaksanakan secara optimal dengan alasan bidang medis atau yang lain akan
melaksanakannya. Di tambah dengan fenomena lain yang melibatkan ketrampilan
perawat dalam berkomunikasi. Perawat baru yang masih relatif muda belum memiliki
kepercayaan diri yang cukup adekuat dalam menghadapi pasien ataupun keluarganya,
sehingga banyak mengambil titik aman dengan menunggu bidang lain untuk memberi
edukasi kepada pasien ataupun keluarganya. (Perawat N, Y, dan C, Maret 2011).
Pemberian pendidikan kesehatan yang rendah dan tidak maksimal , tak jarang
menimbulkan masalah, antara lain: pasien mengeluh cemas dan ketakutan tentang
penyakitnya, juga ketika akan dilakukan suatu prosedur tindakan karena sebelumnya
tidak diberikan pendidikan kesehatan . Beberapa pasien yang kembali kerumah sakit
dengan keadaan penyakit yang semakin parah karena sebelumnya perawat tidak
memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan penyakitnya selama dirumah.
Sulitnya dalam mengidentifikasi atau mengevaluasi pemberian pendidikan kesehatan
secara tidak langsung karena dokumentasi yang tidak lengkap atau bahkan tidak ada
dokumentasinya. ( Lasmito Wening, 2007)
Rumah Sakit Emanuel merupakan Rumah Sakit Swasta yang terletak di area
Kecamatan Purwareja Klampok, memiliki kebijakan khusus dalam menjalankan
pendidikan kesehatan ini yang dituang dalam Standar Prosedur Operasional (SOP)
dengan nomor kode B.63/Prwt/Protap/IX/2007 yang berjudul Prosedur Tetap
Tentang Penyuluhan Kesehatan. Selain itu juga disediakan lembar discharge planning
untuk setiap pasien yang akan diberikan pada pasien pada saat pasien akan pulang
dari Rumah Sakit Emanuel yang tertuang dalam RM 14.4 . (Dokumen Rekam Medis
Dalam melaksanakan evaluasi penilaian mutu pelayanan keparawatan, rumah
Sakit Emanuel Klampok mempergunakan standar Instrumen B. Instrumen B di
Rumah Sakit Emanuel adalah hasil modifikasi yang dilakukan oleh Bidang
Keperawatan, yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan visi misi dari instansi.
Dan hasil analisis kepuasan pasien terhadap pelayan keperawatan di Rumah Sakit
Emanuel yang dilakukan pada periode Maret-April 2010 yaitu mencapai 95,46% dan
pada periode September-Oktober 2010 adalah 97,3%. (Laporan Hasil Survey dengan
Instrument B Rumah Sakit Emanuel Periode Maret – April dan September – Oktober
2010).
Sesuai dengan kebijakan mengenai model sistem asuhan keperawatan Rumah
Sakit Emanuel, adalah dengan menggunakan metode tim. Dalam setiap Unit Rawat
Inap, terdiri dari satu atau dua tim dalam setiap shiftnya. Masing-masing tim di
pimpin oleh ketua tim yang bertanggung jawab langsung kepada kepala ruang. Ketua
tim inilah yang yang secara langsung dan terus menerus berinteraksi kepada pasien.
Ketua tim juga memberi arahan kepada anggota timnya untuk menyelenggarakan
asuhan langsung kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien masing-masing.
Perawat pelaksana bertanggung jawab kepada ketua timnya. (Uraian Tugas Perawat
Pelaksana RS Emanuel, 2010).
Pengalaman perawat ketua tim dalam memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien, yang terungkap pada studi pendahuluan diantaranya tercetus oleh
perawat R, bahwa bila pasien sedang banyak, terkadang perawat tidak sempat
melakukan penkes (pendidikan kesehatan), apalagi yang dengan persiapan khusus,
hampir sama sekali tidak pernah di lakukannya. Penkes yang dilakukan secara singkat
menyelesaikan pekerjaan yang lain, yang harus selesai pada saat jam dinasnya selesai.
Pernyataan lain dari perawat R, bahwa hampir keseluruhan perawat telah melakukan
penkes kepada pasien. Tetapi sering kali hanya dilakukan dengan seadanya, tidak
menggunakan persiapan khusus, tidak menyiapkan sarana secara khusus, dan
dilakukan secara singkat saja. Bahkan penunggu dan pasien sendiri juga kurang
memahami apa yang telah dijelaskan oleh perawat, kenyataan ini yang terkadang
membuat perawat menjadi agak malas juga dalam menjalankan penkes. Perawat V
juga mengatakan bahwa memang perawat telah melakukan penkes, tetapi memang
dilakukan dengan cara yang benar-benar seadanya, hanya dengan bermodal omongan
saja, tanpa alat peraga apapun (Perawat R dan V, Maret 2011).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan untuk melihat seberapa banyak dan
seringnya pendidikan kesehatan ini kepada pasien dilaksanakan, ditemukan fenomena
bahwa pendidikan kesehatan di RS Emanuel, sudah sebagian besar dilaksanakan oleh
perawat. Sebagian besar perawat mengakui bahwa dalam memberikan penkes kepada
pasien sering kali tidak menggunakan persiapan yang adekuat, sehingga terkesan
seadanya. Sarana penunjang untuk melakukan pendidikan kesehatan bagi pasien tidak
begitu diperhatikan oleh perawat. Dikatakan oleh Perawat E , bahwa sering kali tidak
ada liflet, atau tidak mencari alat peraga pada waktu memberikan penkes kepada
pasien. Juga dikatakan oleh perawat perawat C “no comment” saat ditanya apakah
kepala ruang mensupervisi berjalannya penkes di unitnya. (Perawat E dan C, Maret
2011).
Fenomena tersebut diatas menarik minat peneliti untuk mengetahui bagaimana
pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan pendidikan kesehatan di
pengalaman dari perawat tentang kualitas dalam memberikan penkes secara
mendalam, sehingga pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada pasien dapat
dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
B. Perumusan Masalah
Pelayanan kesehatan yang berkualitas di rumah sakit, dapat dinilai dengan
bagaimana pelayanan tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang
sudah ditetapkan. Disamping itu pelayanan yang berkualitas juga dapat dinilai dari
angka kepuasan yang capai dengan kriteria penilaian tertentu. Dan salah satu
instrument penilaiannya adalah dengan Instrumen B, yaitu Instrumen Penilaian
terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan. Rumah Sakit Emanuel mencapai angka
kepuasan yang tinggi dengan penilaian menggunakan instrument tersebut, yaitu pada
periode Maret-April 2010 yaitu 95,46% dan pada periode September-Oktober 2010
adalah 97,3%.
Hasil yang tinggi dari penilaian kepuasan pasien tersebut, belum dapat
menjamin apakan pelayanan keperawatan telah dilaksanakan sesuai standar.
Terlebih dalam hal pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien.
Dari hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan hampir
semua perawat mengaku telah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien,
namun pelaksanaannya masih jauh dari standar yang ada, atau belum memanfaatkan
sarana tertentu.
Dari fenomena yang ada , tampak bahwa perawat merasa telah memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dengan standar yang berbeda-beda antara
pendahuluan, menggambarkan bagaimana perawat secara pribadi telah termotivasi
untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. Bagaimana kualitas
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat menjadi fenomena yang sangat
menarik juga untuk diteliti. Bagaimana kemampuan perawat dalam memberikan
pendidikan kesehatan kesehatan kepada pasien, dan bagaimana perawat
mengidentifikasi kebutuhan akan pendidikan kesehatan bagi pasien, juga menarik
bagi peneliti untuk digali secara mendalam. Hal-hal tersebut menjadi arahan bagi
peneliti untuk menggali secara mendalam bagaimana “Pengalaman Perawat Tentang Kualitas Dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Emanuel Klampok”.
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum:
Menggambarkan pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien Unit Rawat Inap RS Emanuel Klampok.
Tujuan Khusus:
1. Menggali pengalaman perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan di
Unit Rawat Inap RS Emanuel.
2. Menggambarkan pemahaman perawat tentang pendidikan kesehatan.
3. Menggali faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan
kesehatan.
4. Menggali kesulitan / kendala yang dihadapi perawat dalam melakukan
pendidikan kesehatan .
D. Keaslian Penelitian
1. Penelitian oleh Wening Lasmito, Nurullya Rachma (2008), tentang Motivasi
Perawat Melakukan Pendidikan Kesehatan Di Ruang Anggrek RS Tugurejo
Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman perawat
tentang pengertian pendidikan kesehatan adalah ilmu pengetahuan yang harus
diberikan pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhannya. Manfaat pendidikan
kesehatan bagi pasien antara lain meningkatkan pengetahuan pasien tentang
sakitnya, kemandirian, kenyamanan dan kesembuhan pasien. Manfaat
pendidikan kesehatan bagi perawat yaitu kepuasan, lingkungan kerja jadi
nyaman, beban kerja berkurang, ilmu terpakai, dan nilai moral. Hambatan
pemberian pendidikan kesehatan dari pasien yaitu pendidikan rendah, mitos,
budaya, kepribadian pasien dan bahasa. Hambatan dari perawat yaitu waktu
yang terbatas, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga
perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang. Penelitian menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan melibatkan 6
informan sebagai objek penelitian dan menggunakan teknik sampel bertujuan
(purposive sampling). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara mendalam (indepth interview).
2. Penelitian yang dikakukan oleh Herominus Edisusanto (2007) tentang
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Motivasi Perawat Dalam Memberikan
Pendidikan Kesehatan Kepada Penderita TBC Paru Di Puskesmas Samalatan
Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Penelitian ini adalah deskriptif non
eksperimental dengan mengunakan metode survey data kuantitatif. Pemilihan
kuesioner kepada 19 responden yang bekerja sebagai perawat di wilayah
Puskesmas Samalantan Kabupaten Bengkayang tahun 2007. Analisa data
deskriptif mengunakan skala Linkert.
Hasil penelitian menunjukkan adanya motivasi internal perawat yang
tinggi, yang terdiri dari tanggung jawab, pengembangan diri dan tantangan
kerja yaitu dengan presentase 63.2%, maupun motivasi ekstenal perawat yang
terdiri dari gaji, kepemimpinan, kondisi kerja yaitu dengan presentase 63.2%,
dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita TBC paru di
wilayah kerja puskesmas Samalantan.
3. Penelitian telah dilakukan oleh Maria Beatrix T. Bayo (2008) tentang
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan klien tentang cara
pencegahan hipertensi di Kelurahan Tinjomoyo Semarang. Dari hasil analisa
data bahwa Mean Post Test lebih besar dari Mean Pre Test (27,15>17,65).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan pra
eksperimen menggunakan One Group Pre test – Post test design. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability
sampling dengan accidental sampling. Alat penelitian yang digunakan adalah
kuesioner. Teknik analisis menggunakan salah satu uji statistik non parametrik
yaitu uji Wilcoxon Match Pair Test. Dengan hasil penelitian pendidikan
kesehatan sangat diperlukan oleh klien agar bukan hanya terhindar dari
penyakit hipertensi tetapi juga terhindar dari penyakit lainnya untuk
peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu dalam memberikan pelayanan
kesehatan perawat diharapkan selalu memberikan pendidikan kesehatan
4. Penelitian oleh Madya Sulisno (2003) tentang analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada klien oleh
perawat pelaksana di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Penelitian ini
menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan crossectional.
Hasil penelitian ini mendapatkan hubungan korelasi yang positif antara
pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pelaksana dengan tingkat
pendidikan (p = 0,025), tanggung jawab (p = 0,000), prestasi (p = 0,009),
pekerjaan itu sendiri (p - 0,014), rekan kerja (p = 0,000) dan pengetahuan (p
x,000). Dari analisis multivariat diketahui variabel yang paling berkontribusi
terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pelaksana yaitu
variabel pengetahuan (p = 0,000) dan variabel tanggungjawab(p=0,011).
Implikasi dari temuan ini adalah perlu diperhatikan hal-hal yang
memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh
perawat agar pelaksanaan pendidikan kesehatan menjadi lebih baik
Pengetahuan dan tanggung jawab mennpakan faktor yang paling berkontribusi
terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan sehingga perawat perlu diberikan
pelatihan tentang pendidikan kesehatan, dan komunitas keperawatan
senantiasa membangun rasa tanggung jawab pada para perawat.
E. Manfaat Penelitian 1. Peneliti
Sebagai pembelajaran kompetensi penelitian secara kualitatif untuk
memahami pengalaman tentang motivasi perawat dalam memberikan
2. Institusi pendidikan tinggi keperawatan
a. Meningkatkan pengetahuan, pembelajaran dan pemahaman di
institusi pendidikan tentang bagaimana pengalaman tentang motivasi
perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pasien di
Rumah Sakit khususnya di Unit Rawat Inap.
b. Sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan perawat di rumah sakit
dan sebagai tambahan pustaka tentang penelitan kualitatif
keperawatan.
3. Pelayanan Kesehatan
a. Sebagai arahan dan membantu meningkatkan kemampuan perawat
dalam pemberian pendidikan kesehatan di rumah sakit sehingga tercapai
pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang profesional dan
berkualitas.
b. Sebagai evaluasi terhadap kebijakan dan factor-faktor pendukung
terhadap berjalannya pendidikan kesehatan bagi pasien oleh perawat.
4. Perawat
Dengan menggali pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien, perawat menjadi memahami seberapa
besar pendidikan kesehatan telah dilaksanakan bagi pasien dan atau
5.Peneliti lain
Sebagai landasan dan gambaran untuk melakukan penelitian lanjutan
mengenai pengalaman perawat tentang motivasi dalam pendidikan