BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan selama 1,5 bulan dari bulan Mei sampai Juni 2017 di Bp Sentra Medika dan masing-masing rumah responden di Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari adanya pemberian Home pharmacy care dalam meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien diabetes mellitus tipe-2 program PROLANIS di Bp Sentra Medika.
Kunjungan kerumah pasien dilakukan setelah mendapat persetujuan dari responden dan dilakukan sebanyak 4 kali dengan jangka waktu 1 minggu sekali. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh 1 orang Apoteker untuk memberikan intervensi Home pharmacy care kepada pasien karena peneliti belum berwenang untuk memberikan Home Pharmacy Care sehingga peneliti yang mencatat dari hasil penelitian. Dalam pemberian Home Pharmacy Care, responden diberikan beberapa informasi seperti informasi tentang penyakit DM seperti pola diet,olahraga serta tujuan pengobatan penyakit DM, tentang obat antidiabetik yang digunakan terkait aturan pakai ,waktu dan lamanya penggunaan obat, efek samping dan cara mengatasinya, pemahaman tentang pentingnya kepatuhan pasien meminum obat seperti responden diberikan pemahaman bahwa obat yang sedang dikonsumsi harus diminum setiap hari secara rutin sesuai anjuran dokter serta diberikan informasi yang dapat terjadi jika responden tidak mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter, dan responden juga diberikan kesempatan untuk mengkonsultasikan beberapa hal terkait dengan masalah obat.
A. Karakteristik Responden
program prolanis di Bp Sentra Medika masih banyak yang belum tercapai keberhasilan terapinya ditandai dengan nilai kadar gula darah yang masih tinggi, dan juga di klinik tersebut belum menerapkan program kunjungan kerumah pasien (homecare) , sekaligus ingin mengetahui apakah pasien yang sudah terdaftar dalam program pemerintah yang dikhususkan untuk penyakit kronis tersebut sudah patuh atau belum dalam mengkonsumsi obat dan mengontrol kadar gula darah secara rutin serta membantu meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien
pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 35 pasien. Karakteristik umum responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, jumlah pasien perempuan lebih dominan dibandingkan pasien laki-laki. Hal ini berkaitan dengan wanita lebih beresiko mengidap penyakit diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar serta adanya hubungan faktor proses hormonal yang lebih besar dibandingkan laki-laki berkaitan dengan sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrom),
sebagai energi. Hal ini sejalan dengan seperti yang dipaparkan oleh Rivandi
et al (2015) yang menyatakan bahwa proporsi penderita DM lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki berkaitan dengan peluang peningkatan IMT dan faktor hormonal .
Karakteristik responden berdasarkan usia,dapat diketahui bahwa kelompok usia 50-60 tahun lebih dominan. Hal ini karena pada rentang usia tersebut , termasuk kedalam golongan lanjut usia awal sehingga mulai mengalami penurunan fungsi organ termasuk pankreas yang mengakibatkan produksi insulin mulai menurun dan biasanya pada rentang usia tersebut pola hidup mulai menurun/kurang baik. Hal ini sejalan dengan yang dipaparkan oleh Awad et al (2013) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa penderita diabetes terbanyak di rentang usia 51-60 tahun dan secara umum penderita paling banyak didapatkan pada usia 40-60 tahun.
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, peneliti membagi pekerjaan responden menjadi 2 kelompok, yaitu bekerja dan tidak bekerja. Kelompok yang tidak bekerja yaitu ibu rumah tangga dan pensiunan. Untuk kelompok yang bekerja ada berbagai macam pekerjaan seperti PNS, petani, dan pekerja swasta. Berdasarkan tabel 4.1, pasien dengan kelompok tidak bekerja lebih dominan jumlahnya dimana rata-rata adalah ibu rumah tangga. Hal ini karena pekerjaan berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana pasien lebih dominan tidak bekerja dan hanya berdiam di rumah / melakukan aktivitas ringan sehingga kurangnya aktivitas fisik yang dapat lebih beresiko terkena diabetes. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyakit diabetes.(Merentek, 2006)
timbul diabetes mellitus dan Lisiswanti et al (2016) menyatakan bahwa aktivitas fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, dimana saat melakukan aktivitas fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menurunkan glukosa darah.
B. Interpretasi Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan responden dalam penelitian ini diukur menggunakan 2 metode yaitu kuisioner MMAS-8 dan pill count.
Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Kepatuhan dengan Kuisioner
Pretest ( n=35) Postest ( n=35)
karena alasan tertentu (selain lupa), coba diingat ingat lagi, apakah dalam 2
4 Ketika anda berpergian /meninggalkan rumah, apakah kadang-kadang anda lupa Apakah anda pernah merasa terganggu memiliki masalah dalam mematuhi rencana pengobatan anda? anda pernah menghentikan/ tidak menggunakan obat antidiabetes?
Pada tabel 4.2 menggambarkan ditribusi jawaban responden terkait kepatuhan dalam mengkonsumsi obat. Pada pertanyaan pertama dan ke delapan terkait kelupaan pasien dalam mengkonsumsi obat , hasil pretes
tidak ,jumlahnya lebih besar yang sering lupa karena sebagian besar
menjawab “ya / sesekali /kadang-kadang” pada pertanyaan pertama dan kedelapan yang berarti jawaban salah. Begitupun dengan pertanyaan no 4 yang lebih dominan lupa membawa obat saat bepergian. Hal ini disebabkan karena responden terbiasa tidak minum obat secara rutin hanya ketika merasakan gejala saja sehingga lupa, sibuk / gugup berangkat bekerja serta ketiduran. Hal ini juga sejalan dengan yang dinyatakan oleh Alfian R (2015) dalam penelitiannya bahwa kebanyakan pasien mengabaikan akan pentingnya pengobatan antidiabetik oral karena beberapa faktor dan faktor penyebab ketidakpatuhan paling dominan adalah faktor lupa.
Pertanyaan kedua berkaitan dengan faktor yang menyebabkan tidak mengkonsumsi obat dalam 2 minggu terakhir selain faktor lupa. Dilihat dari hasil pretest responden dominan menjawab benar karena sebagian
besar menjawab “tidak”. Namun sebagian responden masih menjawab
salah atau menjawab “ya” pada pertanyaan kedua. Hal ini disebabkan karena selain faktor lupa , alasan tidak meminum obat karena faktor kesengajaan tidak minum obat karena bosan harus minum obat setiap hari namun sia-sia karena kadar gula darah tetap tidak stabil ,selain itu karena merasa kondisinya sehat (tidak ada gejala) sehingga kadang-kadang obat tidak diminum.
Faktor ini juga berhubungan dengan pertanyaan keenam dan ke tujuh dimana sebagian responden masih banyak menjawab salah atau menjawab
Pertanyaan ke 3 berkaitan dengan kesengajaan berhenti minum obat karena kondisi merasa tidak baik setelah minum obat. Berdasarkan hasil
pretes menunjukan jumlah responden yang menjawab benar lebih banyak dibandingkan dengan responden yang menjawab salah karena sebagian besar responden menjawab “tidak” yang berarti benar. Hal ini karena efek samping dari obat tersebut karena dari beberapa responden merasakan gejala yang tidak enak setiap kali setelah minum obat seperti pusing ,mual, gatal sekujur tubuh sampai tidak bisa tidur sehingga menghentikan mengkonsumsi obat karena takut memperburuk keadaan. Namun faktor ini paling sedikt terjadi, hanya pada beberapa responden saja dibandingkan kedua faktor lainnya pada pembahasan diatas yang lebih dominan. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Nadia H (2017) dalam penelitiannya bahwa faktor takut akan efek samping paling sedikit sebagai alasan ketidakpatuhan mengkonsumsi obat dari pasien DM.
Berdasarkan tabel 5 juga dapat diliat bahwa hasil postest terkait kepatuhan minum obat responden , menggambarkan terjadi peningkatan jumlah responden yang menjawab benar dan penurunan jumlah responden yang menjawab salah. Untuk mengetahui perbandingan kepatuhan responden antara pretest dan postest dilakukan menggunakan uji wilcoxon karena hasil dari penelitian ini data tidak terdistribusi normal karena hasil dari uji normalitas data didapatkan p value 0.000 (< 0,05)(Dahlan, 2013). Hasil uji dapat dilihat pada tabel 8 .
Hasil interpretasi kepatuhan responden berdasarkan 2 metode dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Interpretasi Kepatuhan Sebelum dan Sesudah Intervensi berdasarkan mmas-8 dan pillcount
Patuh Tidak Patuh n
Sebelum Intervensi
5 30 35
Setelah intervensi 20 15 35
lebih dominan. Namun, hasil setelah intervensi menunjukkan jumlah responden yang masuk kedalam interpretasi patuh lebih dominan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari pemberian intervensi berupa
home pharmacy care terhadap peningkatan kepatuhan responden dalam mengkonsumsi obat. Peningkatan ini disebabkan karena responden merasa diperhatikan dan dikontrol dalam menjalani terapinya sehingga lebih semangat dalam menjalankan terapinya karena merasa ada yang mengingatkan dan juga dapat secara langsung menanyakan apa yang dikeluhkan atau jika ada yang tidak paham terkait cara menjalani terapi diabetes yang baik dan benar karena ada apoteker yang lebih paham tanpa harus jauh-jauh ke dokter.
Beberapa responden yang tergolong tidak patuh selain disebabkan karena faktor lupa,faktor kesengajaan tidak mengkonsumsi obat,dan faktor efek samping, juga berdasarkan hasil kategori kepatuhan menggunakan 2 metode tersebut menunjukkan tidak patuh karena terkadang dinilai berdasarkan kuisioner tergolong patuh namun setelah dinilai berdasarkan
Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Suryani et al dalam penelitiannya bahwa terdapat perbedaan kepatuhan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi sehingga pemberian konseling dalam pelayananan kefarmasian di rumah (home pharmacy care) dapat berpengaruh dalam peningkatan kepatuhan.
Ditinjau dari terapinya, terbagi menjadi 2 jenis, yaitu terapi kombinasi dan terapi tunggal. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Deskripsi data kepatuhan ditinjau dari jenis terapinya
Jenis Obat
Tabel 4.4 menggambarkan data kepatuhan ditinjau dari jenis terapinya. Hasil menunjukkan bahwa pasien dengan terapi tunggal tidak selalu lebih patuh dari pasien yang mendapatkan terapi kombinasi. Namun dilihat secara keseluruhan, jumlah responden yang patuh lebih banyak dari golongan terapi tunggal dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi kombinasi. Hal ini berkaitan dengan faktor regimen terapi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien terutama pasien diabetes karena penyakit ini membutuhkan terapi jangka panjang yang dapat menyebabkan pasien bosan dan tidak nyaman harus terus mengkonsumsi obat setiap hari apalagi dalam jumlah banyak (kombinasi). Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Rosyida et al
(2015) dalam penelitiannya bahwa jumlah obat yang diterima pasien ternyata berpengaruh terhadap tingkat kepatuhannya dimana pasien yang mendapatkan terapi kombinasi cenderung tidak patuh.
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terapi yang paling banyak digunakan adalah metformin untuk terapi tunggal dan metformin+ glibenklamide untuk terapi kombinasi. Hal ini karena metformin merupakan terapi lini pertama untuk pasien DM sehingga banyak digunakan pada pasien yang mendapat terapi tunggal. Apabila menggunakan monoterapi lini pertama belum terkendali, maka menggunakan terapi lini kedua berupa kombinasi 2 obat yang cara kerjanya berbeda seperti golongan sulfonil urea + metformin. (Ndraha S, 2014)
C. Interpretasi Keberhasilan Terapi
Keberhasilan terapi dalam penelitian ini dilakukan dengan pengukuran kadar gula darah responden. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan kadar gula darah sebanyak empat kali yaitu pada visit pertama ,visit kedua,visit ketiga dan visit keempat yang masing-masing diberikan jarak 1 minggu. Alasan memilih jarak 1 minggu adalah agar responden tetap dalam pengontrolan karena waktu tidak terlalu lama , juga karena jarak setiap rumah responden agak berjauhan, sekaligus membantu mengukur kepatuhan dengan metode pill count agar tetap dapat dipantau jumlah obat yang dikonsumsi sehingga mengurangi hasil bias (manipulasi). Hasil kontrol gula darah responden dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Interpretasi Keberhasilan Terapi Sebelum dan Sesudah Intervensi
Terkontrol Tidak Terkontrol n Sebelum
Intervensi ( KGD 1)
7 28 35
Setelah intervensi (KGD 2&3 )
20 15 35
antara sebelum dan sesudah intervensi dengan terjadi peningkatan pada jumlah responden yang terkontrol. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari peningkatan kepatuhan responden setelah pemberian intervensi sehingga dengan patuhnya responden dalam menjalani terapi baik farmakologi maupun non farmakologi dan menghindari larangan maka akan menghasilkan kadar gula darah yang terkontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyani R (2016) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara kepatuhan terapi dengan dengan keberhasilan terapi yang bersifat positif artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan maka keberhasilan terapi semakin besar.
Responden yang kadar gula darahnya tidak terkontrol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sengaja tidak mengkonsumsi obat karena merasa bosan harus mengkonsumsi obat secara terus menerus selama bertahun tahun namun tetap saja kadar gula darah tidak terkontrol, juga dengan tidaknya minum obat merasa kondisinya baik-baik saja tanpa ada keluhan, maupun merasakan kondisi yang tidak baik setelah mengkonsumsi obat diabetes (takut efek samping) serta faktor lainnya adalah pola makan tidak teratur. Sehingga , kepatuhan pasien merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan terapi. (BPOM RI,2006). Sehingga dalam hal ini terdapat pengaruh dari pemberian home pharmacy care terhadap peningkatan kontrol kadar gula darah sehingga membantu meningkatkan tercapainya keberhasilan terapi.
D. Pengaruh Home Pharmacy Care terhadap Kepatuhan dan
Keberhasilan Terapi
Tabel 4.7 Pengaruh Home Pharmacy Care terhadap Kepatuhan
Patuh Tidak Patuh Kesetaraan antar kelompok (p-value) Sebelum
Intervensi
5 30 0,000
Setelah intervensi 20 15 *hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon
Berdasarkan tabel 4.7 menggambarkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi yang ditandai dengan nilai p value yang didapat sebesar 0,000 (<0,05). Dengan demikian pelaksanaan
home pharmacy care yang dilakukan mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Sehingga terdapat pengaruh dari pemberian intervensi berupa home pharmacy care terhadap tingkat kepatuhan pasien
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dkk (2013) yang berjudul Pengaruh home Care terhadap pemahaman dan ketaatan pada pasien tuberkulosis di farmasi komunitas yang dilakukan dengan metode yang sama yaitu one group pretes-postest design. Hasil dari homecare yang dilakukan kepada responden menunjukkan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan responden namun tidak ada pengaruh terhadap ketaatan pasien terhadap pengobatannya. Namun Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2013) yang berjudul pengaruh konseling obat dalam homecare terhadap kepatuhan pasien DM, menggunakan kelompok kontrol. Hasil dari pemberian homecare mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pasien diabetes mellitus.
Tabel 4.8 Hubungan Home Pharmacy Care terhadap keberhasilan terapi
Terkontrol Tidak Terkontrol Kesetaraan antar kelompok (p-value) Sebelum
Intervensi
7 28 0,000
Setelah intervensi 20 15 *hasil analisis statistik dengan uji Mc Nemar
Berdasarkan tabel 4.8 menggambarkan terdapat perbedaan yang signifikan terkait kontrol kadar gula darah antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi yang ditandai dengan nilai p value yang didapat sebesar 0,000 (<0,05). Dengan demikian pelaksanaan home pharmacy care
yang dilakukan mampu meningkatkan kontrol kadar gula darah pasien sehingga dapat membantu meningkatkan keberhasilan terapi pasien. Sehingga terdapat pengaruh dari pemberian intervensi berupa home pharmacy care terhadap keberhasilan terapi . Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Raditya dkk (2015) dalam penelitiannya bahwa adanya perbaikan pada kepatuhan, kadar gula darah, dan kualitas hidup pasien dibanding sebelum pemberian intervensi berupa pemberian home care oleh apoteker.
E. Keterbatasan Penelitian
1. Sampel tidak memenuhi jumlah sampel yang seharusnya yaitu seharusnya menggunakan total sampling. Namun dalam penelitian ini hanya mendapatkan 35 responden karena sebagian responden menolak untuk menjadi responden dan yang lainnya memang tidak masuk kedalam kriteria inklusi dan eksklusi.
2. Dalam proses penelitian ini mungkin masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang belum dapat terkendai secara ketat. 3. Beberapa pasien pada akhir bulan sudah membuang kemasan obat
F. Beberapa Kendala dalam Penelitian
1. Jarak yang ditempuh dari 1 rumah ke rumah yang lainnya cukup jauh, sehingga membutuhkan waktu penelitian lebih lama.
2. Apoteker pendamping mempunyai anak balita sehingga setiap penelitian harus dibawa dan hanya bisa terbatas 1 hari 3-4 responden karena anak rewel sehingga butuh penelitian setiap hari agar tidak terlalu lama.