A. KONSEP TEORI 1. Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Stuart, 2013 )
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut disadari dan mengerti penginderaan atau sensasi. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan dan Rusdi, 2013). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2010).
suara, bayangan, bau-bau, pengecapan maupun perabaan . karakteristik lainnya seperti klien berbicara sendiri , senyum dan tertawa sendiri pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, menarik diri dan menghidar dari orang lain, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, dan kontak mata kosong (Yosep, 2011). Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran ( Direja, 2011).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya (Videbeck, 2008).
terutama suara-suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.
2. Etiologi
1. Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) : a. Faktor pengembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia dn metytranferase sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut ( Rawlins, 1993 dalam Yosep, 2011).
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjdi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. c. Dimensi Intelektual
perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan, klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan menupayakan suatu prosesinteraksi yang menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung. e. Dimensi spiritual
3. Tanda dan Gejala
Klien pada halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku pada pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
Tanda dan gejala menurut Direja ( 2011 )
a. Halusinasi pendengaran : berbicara sendiri atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahya.
b. Halusinasi penglihatan : Melihat bangunan, melihat hantu, menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan terhadap sesuatu yang berbahaya. c. Halusinasi penghidungan : membaui bau-bau seperti darah, urien,
feses, (kadang-kadang bau itu menyenangkan), menghidung seperti sedang membaui tertentu, menutup hidung.
d. Halusinasi pengecap : merasakan rasa seperti darah, urien yang sering ingin meludah, muntah.
4. Jenis- jenis Halusinasi
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi penciuman
d. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
5. Fase Halusinasi
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail
dari keempat fase tersebut adalah sebagai berikut : a. Fase comforling
Fase di mana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan. Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
b. Fase condemminf
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati. Karakterisktik atau Sifat :
c. Fase controlling
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat ditolak.
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.klien yang sepenuhnya sudah dikuasai dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan .
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
6. Psikopatologi
peningkatan kecemasan yang terus-menerus dan sistem pendukung yang kurang akan nmembuat persepsi untuk membedakan yang dipikirkan dengan perasaan sendiri, klien sulir tidur sehingga terbiasa menghayal dan klien biasa menggap lamunan itu sebagai pemecahan masalah. Meningkatnya pula pada fase comforting, klien mengalami emosi yang berlanjurt seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur. Pada fase ini merasa nyaman dengan halusinasinya.
Halusinasi jadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrol dan berupaya menjaga jarak dengan obyek yang dipesepsikan. Pada fase codeming klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling klien bisa merasakan kesepian. Pada fase conquering lama-kelamaan pengalamn sensorinya terganggu, klien merasa teranam dengan halusinasinya terutama bila menuruti kemauan dari halusinasinya tersebut.
7. Rentan Respon Halusinasi
Faktor Predisposisi
Biologis Psikologis Lingkungan Sosial Budaya
Stressor Persepsi Halusinasi
Biologis Penilaian terhadap stressor Pemicu Gejala
Penurunan Koping
Mekanis Koping
Menarik Diri Proyeksi Regresi Penyangkal/denial
Konstruktif Rentang Respon Destruktif
1) Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :
b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami. d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2) Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
b) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c) Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
3) Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap rangsangan.
c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d) Ketidakteraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
8. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
1) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon. 2) Indikasi
3) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
1) Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik. 2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3) Mekanisme Kerja
dopamine postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
4) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi antiparkinson 2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson
3) Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontra indikasi
5) Efek samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
2. Terapi non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy(ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
c. Pengekangan atau pengikatan
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Menurut Keliat, (2009) tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien.
b. Keluhan utama/ alasan masuk. c. Faktor predisposisi.
d. Faktor presipitasi. e. Penilaian stresor f. Sumber koping g. Mekanik koping
Pengkajian tersebut dapat diuraikan menjadi : a. Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada indetifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkn informasi yang diterima melalui pnca indra tersebut digambarkan dalam rentang respon neurobiologis dari respon adaptif, respon transisi dan respon maladaptif.
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien halusinas i dapat mencakup:
1) Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yeng berhubungan dengan repon neurobiologis maladaptif yang menunjukan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia, otak dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetik pada skizofrenia.
2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.
3) Sosial budaya
c. Faktor presipitasi
Stressor pencetus terjadinya gangguan persepsi sensori : halusinasi diantaranya:
1) Stressor biologis
Stresor biologis yang berhubungan dengan respon nuerobilogis maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus. 2) Stressor lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu biasanya terdapat pada respons nuerobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
4) Penilaian stressor
5) Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahan tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
6) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neubiologis maladaptif meliputi :
a) regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Menarik diri 2. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan ... (Akibat)
Gangguan sensori persepsi : ...(Masalah)
Halusinasi pendengaran
Isolasi sosial ...(Penyebab)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah ( Dermawan & Rusdi, 2013).
Perumusan diagnosa keperawatan :
1. Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
2. Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi.
3. Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
5. Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi 2. Isolasi sosial : menarik diri.
3. Resiko perilaku kekerasan .
4. Rencana Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang ( Yosep, 2011).
Berikut Rencana Tindakan Keperawatan pada Halusinasi :
( Sumber : Yosep, 2011 ) Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
TUK 1 :Klien dapat membina hubungan saling percaya Tujuan : Klien dapat mengontrol halusinasi
Ekpresi wajah klien bersahabat. Klien menunjukkan rasa senang.
Ada kontak mata.
Klien mau berjabat tangan. Klien mau menyebutkan nama.
Klien mau menjawab salam.
Klien mau duduk berdampingan dengan perawat.
Klien bersedian mengungkapkan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
Beri salam/panggil nama klien.
Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan. Jelaskan maksud hubungan interaksi.
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat Beri rasa aman dan sikap empati
Lakukan kontak singkat tapi sering
Lakukan kontak sering dan singkat secara bertahap.
TUK 2 : Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon )
Kriterian Hasil :
Klien dapat menyebutkan jenis, waktu, isi, situasi, frekuensi, dan respon
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan
tertawa tanpa stimulus, mengarahkan telinga kekiri, kekanan, kedepan seolah olah klien mendengar suara-suara.
Bantu klien mengenal halusinasinya Tanyakan apakah ada suara yang didengar. Tanyakan apa yang dikatakan halusinasinya.
Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu Katakan bahwa perawat akan membantu klien Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi.
b. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih dan senang).
c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya TUK 3 : Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi.
Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
Klien dapat mencoba cara menghilangkan halusinasi.
Intevensi :
Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri Pujian. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi
dengan cara :
o Menghardik.
o Menemui orang lain untuk bercakap-cakap. o Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
Bantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasinya secara
bertahap.
Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan cara yang telah dilatih,
evaluasi hasilnya, dan beri pujian jika berhasil.
TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya Kriteria Hasil :
Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat. Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan
Intervensi : Mendemonstrasikan atau mengajarkan cara mengontrol halusinasi yaitu dengan :
Buat kontrak waktu, tempat, dan topik dengan keluarga saat keluarga
berkunjung.
Diskusikan pada keluarga tentang pengertian halusinasi,
tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta
cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi. Jelaskan tentang obat-obatan halusinasi.
Jelaskan cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah misalnya
beri kegiatan, jangan biarkan sendirian, makan bersama Anjurakan keluarga untuk memantau
obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinsi Beri informasi
waktu kontrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak bisa diatasi dirumah.
TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Klien dapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
Klien dapat memahami akibat berhentinya mengonsumsi obat-obat tanpa
Klien dapat menyebutkan prinsip 6 benar penggunaan obat
Intervensi:
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat.
Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
Diskusikan akibat berhenti mengonsumsi obat-obat tanpa konsultasi. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Diagnosa 2 : Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berhungan dengan orang lain. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil :
ekspresi wajah cerah mau berjabat tangan
mau menjawab salam
mau berkenalan
mau duduk berdampingan
mau menceritakan perasaan yang dirasakan
Intevensi :
Bina hubungan saling percaya dengan mengunakan salam terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perkenalan. tanya nama lengkap dan nama panggilan dan tujuan perkenalan Tanya nama lengkap dan nama panggilan yang di sukai klien buat kontrak yang jelas.
unjukkan sikap yang jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Kriteria Hasil :
klien menyadari masalah isolasi sosial menarik diri
klien menyadari penyebab isolasi sosial menarik diri klien mengetahui keuntungan bila memiliki banyak teman
klien mengetahui kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain.
Intervensi :
tanyakan pada klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak berinteraksi dengan orang lain diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Hasil :
Klien mengetahui cara berinteraksi ( berkenalan dengan orang lain) klien mampu berkenalan dengan orang lain.
klien berinteraksi dengan dua orang atau lebih
Intervensi :
jelaskan cara berkenalan dengan orang lain
berikan kesempatan pada klien mempraktekkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan perawat.
bila klien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua orang atau lebih
beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien. beri dorongan agar klien tetap semangat meningkatkkan interaksinya.
5. Implementasi keperawatan
mempengaruhi masalah kesehatan klien.Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalamproses keperawatan (Dermawan & Rusdi, 2013).
6. Evaluasi
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/rencana yang telah disusun.
2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.
Hasil evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1). Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan.
2). Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya. 3). Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan