• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepemimpinan

2.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktifitas-aktifitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. (Rivai,2011)

Kepemimpinan merupakan salah satu komponen dalam variabel organisasi yang dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai.Kepemimpinan adalah upaya penggunaan jenis pengaruh untuk memotivasi orang mencapai tujuan organisasi.Berdasarkan teori sifat dapat diidentifikasi beberapa ciri pemimpin yang efektif, yaitu mempunyai kecerdasan intelektual dan emosional (Gibson at all, 2006).

Robbins (2001) menyatakan kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok dalam mencapai tujuan, yang dapat bersumber dari formal seperti posisi atau kedudukan dalam suatu organisasi dan terdapat enam ciri yang terlihat dari seorang pemimpin yaitu ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin,

(2)

kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan dengan tugas pekerjaannya.

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu:

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut 2. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan

anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Kemudian Thoha (2006) menegaskan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Setiap manajer dituntut menunjukkan perilaku pemimpin agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif.Para manajer dalam memperjuangkan pencapaian tujuan organisasi menjalankan organisasi dengan keterampilan manajerial yaitu kepemimpinan yang efektif.

Dengan demikian secara konseptual kepemimpinan sebagai suatu proses atau kemampuan mempengaruhi orang lain melakukan kegiatan tertentu. Kepemimpinan mencakup konsep hubungan manusia yang luas.Pemimpin adalah orang yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk memimpin organisasi.Pemimpin memiliki kemampuan untuk memimpin, ilmu dan pengetahuan, berpengalaman serta harus

(3)

memenuhi persyaratan keterampilan dan pengetahuan misalnya mengatur pembagian kerja, merancang strategi, mengkoordinasikan sumber daya dan bersikap kooperatif untuk memperlancar pekerjaan dalam mencapai tujuan.

2.1.2. Hakikat Kepemimpinan

Menurut Rivai (2011) hakikat kepemimpinan adalah :

1. Proses memengaruhi atau memberi contoh dari pepimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi;

2. Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama; 3. Kemampuan untuk memengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan

seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan; 4. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu;

5. Kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal. Pengaruh formal ada bila seorang pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi. Sedangkan sumber pengaruh tidak formal muncul di luar struktur organisasi formal.

2.1.3. Keterampilan dan Sikap Kepemimpinan

Dapat ditegaskan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh mutu kepemimpinan yang dimiliki orang-orang yang diangkat atau diserahi tanggung jawab sebagai manajer atau pimpinan dalam suatu organisasi.Para pemimpin harus memiliki keterampilan dan sikap-sikap yang baik sebagai syarat bagi seorang pemimpin dalam organisasi tertentu.

(4)

Hersey dan Blanchard (1998) mengatakan ada tiga keterampilan yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu

1. Keterampilan Teknik

Keterampilan teknik menyangkut kemampuan menggunakan pengetahuan dan metode serta teknik dan peralatan yang diperlukan untuk menampilkan kinerja.Hal ini diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan pelatihan.

2. Keterampilan Hubungan Manusia

Keahlian mendengarkan membantu seorang pemimpin membangun kepercayaan baik lewat komunikasi formal maupun komunikasi informal dengan orang lain. Keahlian mendengarkan memungkinkan seorang pemimpin menggunakan segala ide dan pengalaman mereka mengenai orang lain sebagai sumber informasi untuk menghimpun informasi untuk mengembangkan visi, memotivasi para pengikut dan membuat strategi (Locke, 1997). Kemampuan bekerjasama seorang pemimpin juga sangat menentukan lancarnya proses mempengaruhi tindakan anggota organisasi. Seorang pemimpin harus mampu berperilaku mengarahkan dan mendukung bawahan dalam melaksanakan tugas (Hersy & Blanchard, 1998) Kemampuan mengarahkan tersebut dapat dilihat dari : (1) mengorganisir dan menentukan peranan bawahan ; (2) menerangkan aktivitas apa yang harus dikerjakan, kapan, dimana dan bagaimana hal itu dilakukan ; (3) memelihara hubungan antar pribadi dengan membuka saluran komunikasi ; (4) memberi dukungan emosional ; (5) member dukungan psikologis, dan (6) memudahkan jalan bagi anggota untuk maju.

(5)

3. Keterampilan Konseptual

Ketiga keterampilan ini menjadi syarat mutlak bagi efektivitas kepemimpinan seseorang dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin terutama dalam sebuah organisasi.

Dalam aplikasinya fungsi dan kecakapan seorang pemimpin mencakup hal-hal berikut : (1) mengetahui bidang tugasnya (2) peka atau tanggap terhadap keadaan lingkungannya (3) melakukan hubungan antar manusia (human relation) dengan baik (4) mampu melakukan hubungan kerja/komunikasi dengan baik ke dalam maupun ke luar (5) mampu melakukan koordinasi (6) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat (7) mampu mengadakan hubungan masyarakat.

Kepemimpinan manajerial atau kepemimpinan administratif memerlukan ketiga keterampilan memimpin tersebut sesuai dengan posisi atau level kepemimpinannya. Untuk itu baik seorang manajer perusahaan perbankan, manajer industry, manajer perusahaan besar dan kecil dan manajer administrasi rumah sakit perlu memnuhi syarat keterampilan memimpin sebagaimana diungkapkan di atas agar berhasil mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2.1.4. Gaya Kepemimpinan

Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan, keterampilan dan kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya

(6)

kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang mendasari prilaku seseorang.Gaya kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya gaya kepemimpinan adalah prilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pimpinan ketika ia mencoba memengaruhi kinerja bawahannya. (Rivai, 2011)

Kepemimpinan adalah proses hubungan manusia yang bersifat kompleks. Sebagai sebuah gejala kebudayaan dalam kehidupan sosial manusia, kepemimpinan dipengaruhi banyak faktor.Karena itu kepemimpinan seseorang dalam suatu organisasi, tak terkecuali dalam organisasi sosial dan keagamaan dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari diri pemimpin (leader) yang dipimpin (follower) maupun lingkungan atau situasi (situation) organisasi yang dipimpinnya. Setiap orang dalam memimpin memiliki gaya tersendiri dalam memimpin satu organisasi atau dalam pergaulannya.

1. Gaya Kepemimpinan (Leadership Style)

Gaya ini senantiasa melekat pada cara-cara seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Dengan kata lain perilaku seorang pemimpin

(7)

mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama melahirkan gaya kepemimpinan tersendiri. Dalam realitasnya gaya kepemimpinan (leadership style) senantiasa melekat pada cara-cara seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Perilaku seorang pemimpin mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama untuk melakukan suatu kegiatan melahirkan gaya kepemimpinan tersendiri.

2. Gaya Kepemimpianan Situasional

Gaya kepemimpinan dapat berubah sesuai dengan perubahan situasi. Para pemimpin dapat merubah gaya kepemimpinannya atau menyesuaiakan dengan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan akan dipengaruhi pemimpin itu sendiri, para pengikut dan situasi yang ada pada saat itu dalam organisasinya.

Gaya kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Hersey & Blanchard (1998) mengetengahkan bagaimana sebaiknya melakukan pendelegasian kewenangan serta tugas-tugas yang bertingkat sesuai dengan kesulitannya pada personel yang ada di suatu organisasi.Di dalam organisasi rumah sakit misalnya telah dipenuhi oleh aneka ragam profesi dengan tingkat kemahiran masing-masing.

(8)

Gambar 2.1. Model Kepemimpinan Situasional Mengaitkan Tingkat Kematangan dari Pegawai dengan Kewenangan dan Jabatan Pada model kepemimpinan seperti ini sedikit banyak akan dapat mengendalikan opini negatif tentang kepemimpinan yang tidak adil sedang berlangsung di suatu organisasi. Pada gambar di atas sebenarnya sudah diperlihatkan bagaimana pegawai ditingkat paling awal di kolom sebelah kiri (S1) ditempatkan disana karena tingkat pengenalannya pada tugas masih rendah ditingkat pemula.Pegawai di kolom S1 harus selalu diawsi secara melekat dan diberi instruksi secara terus menerus.Hal ini diakibatkan karena nilai kematangan yang dimiliki masih ditingkat pemula yaitu di kolom M1 atau sangat rendah.

Pegawai di kolom S2 sedikit banyak sudah menjadi lebih matang berdasarkan waktunya untuk beradaptsi sudah lebih lama. Tingkat perilaku dalam relasi juga sudah lebih tinggi dan ditegaskan bahwa personel seperti ini hanya memerlukan suatu perintah sederhana maka yang lainnya sudah dapat ia mengerti. Tingkat kematangan pegawai di kolom S2 juga sudah lebih matang di kolom M2.

(9)

Pegawai di kolom S3 dengan tingkat kematang yang lebih tinggi di kolom (M3). Pegawai ini cukup mengikuti suatu keikut sertaan dalam suatu pemecahan masalah, lalu ia dapat membuat langkah langkah konkrit untuk mencari solusi sendiri. Pegawai ini sesungguhnya sudah pantas mencapai tingkat jabatan yang cukup tinggi di lingkungan organisasi.Masalah yang menghambat kenaikan jabatan adalah ketiadaan peluang yang terbuka di kerangka struktur organisasi.

Pegawai di level S4 adalah pucuk pimpinan pembuat kebijakan di organisasi.Beliau sudah memiliki kematangan pengenalan dan penjiwaan organisasi di kematangan yang tertinggi di kolom (M4). Pekerjaannya sebenarnya sudah lebih ringan yaitu cukup memberikan delegasi pekerjaan pada pimpinan di level S3. (Nelson & Quick, 2005)

3. Kepemimpinan Otokratis

Kepemimpinan yang mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipenuhi.Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one-man show.Dia berambisi sekali untuk merajai situasi.Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.(Nelson & Quick,2005) berpendapat bahwa kepemimpinan otokratis menekankan semua kewenangan (hak dan kekuasaan) melakukan sesuatu berpusat pada manajer. Para manajer cenderung memaksakan putusan-putusan dengan mnggunakan ganjaran dan rasa takut atau hukuman.Komunikasi cenderung berjalan satu arah dari manajer kepada pengikut, serta kepatuhan pengikut sangat dituntut oleh manajer.Gaya kepemimpinan otokratis cenderung menggunakan manajemen terpusat pada produksi. Gaya ini mengandalkan

(10)

otoritas formal pribadi dalam kedudukan sebagai manajer dengan cara mengarahkan bawahan dengan perintah dan pengawasan yang ketat. Gaya kepemimpinan ini sangat berorientasi pada tugas.Pemimpin lebih banyak memberikan instruksi-instruksi agar pekerjaan tidak keliru.Oleh karena itu pemimpin lebih banyak melakukan pengawasan yang ketat terhadap pekerjaan.Hal ini mengakibatkan inisiatif dari staf atau karyawan tidak ada dan hubungan yang baik tidak dapat diciptakan.

4. Kepemimpinan demokratis mengungkapkan tiga fungsi utama yaitu : (1) menyebarkan atau membagi tanggung jawab, (2) pemberdayaan anggota organisasi, (3) bekerjasama secara baik. Demikian pula bahwa gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif mempertimbangkan keinginan-keinginan dan saran-saran dari para anggota maupun dari pemimpin. Di sini pendekatan hubungan antar manusia merupakan proses penting dalam aktifitas kepemimpinan. Partisipasi dicari untuk menggalakkan komitmen para anggota terhadap putusan yang dibuat dalam pemecahan masalah organisasi (Nelson & Quick, 2005). Kepemimpinan demokratis berlangsung sebagai berikut :

a. Organisasi dengan segenap bagian-bagiannya berjalan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di kantor.

b. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan masing-masing orang menyadari tugas serta kewajibannya, sehingga mereka merasa senang, puas, dan aman menyandang setiap tugas kewajibannya.

c. Diutamakan tujuan-tujuan kesejahteraan pada umumnya, dan kelancaran kerjasama dari setiap warga kelompok.

(11)

d. Dengan begitu pemimpin demokratis berfungsi sebagai katalistor untuk mempercepat dinamisme dan kerjasama demi pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya.

Secara ringkas dapat dinyatakan, kepemimpinan demokratis menitikberatkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok juga para pemimpin lainnya yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap, pembuatan rencana-rencana, pembuatan keputusan, penerapan disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana demokratis).

5. Gaya Kepemimpinan Bebas Kendali (Laissez Faire)

Menekankan bahwa pemimpin tidak banyak memberi perhatian untuk menjalankan kontrol atau pengaruh terhadap para anggota kelompok. Kepada para anggota diberikan tujuan-tujuan tapi dibiarkan menggunakan cara masing-masing untuk mencapainya. Pemimpin hanya berfungsi sebagai anggota, dapat memberikan nasehat dan pengarahan kalau diminta.Pemimpin tidak mempunyai kewibawaan, dan tidak bisa mengontrol anak buahnya. Tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja dan tidak berdaya sama sekali menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Pemimpin yang laissez faire berpandangan, bahwa pada umumnya organisasi akan berjalan lancer dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang pimpinan tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional ( Syamsul A, 2012 )

(12)

2.1.5. Kepemimpinan dalam Keperawatan

Kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan menurut Swanburg (2000) harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam keperawatan dan dapat mempengaruh perawat lain di bawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Keterampilan dalam kepemimpinan ini meliputi: Keterampilan teknis, yaitu kesanggupan untuk mengerti dan mengerjakan aktifitas teknis, keterampilan konseptual, yaitu kesanggupan untuk mengkonsep dan melihat usaha sebagai keseluruhan serta dapat menganalisanya dan keterampilan hubungan antar manusia, yaitu kesanggupan untuk bekerja sama dengan orang lain sebagai anggota kelompok dan pimpinan. Kepemimpinan merupakan cara memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui kinerja orang lain.

Pemberian pelayanan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu.Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan oleh karena itu, kepemimpinan timbul sebagai hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari administratif (perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengawasan), keterampilan teknis (pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural), dan keterampilan interpersonal (Nurahma, 2005).

Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai keterampilan diatas seorang manajer keperawatan mampu

(13)

memperlihatkan keperawatan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Keterampilan tersebut meliputi:

1. Kepiawaian dalam menggunakan posisi

Kepiawaian menggunakan posisi sebagai perilaku kepemimpinan kepala perawatan relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai penentu arah dalam teori kepemimpinan kontingensi (Thoha, 2006). Aplikasi dari fungsi kepemimpinan sebagai penentu arah dalam pelayanan keperawatan dapat dilihat pada metode penugasan pada metode tim sebagaimana dinyatakan Swanburg (2000), dimana perawat profesional kepala tim perawat, perawat pelaksana dan tenaga kesehatan lainnya dalam satu tim untuk memberikan perawatan untuk kelompok klien. 2. Kemampuan dalam memecahkan masalah secara efektif

Kemampuan memecahan masalah secara efektif sebagai prilaku kepemimpinan kepala ruang perawtan relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai wakil dan juru bicara tim dalam teori kepemimpinan kontingensi (Thoha, 2006). Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.

3. Ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan

Ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan sebagai prilaku kepemimpinan relevan dengan fungsi kepemimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan. Pemimpin yang membuat

(14)

keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya.

4. Mampu menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja

Kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai mediator yang handal khususnya dalam hubungan kedalam, terutama dalam menangani situasi konflik (Thoha, 2006). Sesuai dengan pengertian konflik menurut Deutsch dalam thoha 2006 adalah suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perlaku seseorang yang terancam. Dalam Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) disebutkan bahwa konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain. Dalam rumah sakit terdiri dari sekumpulan orang dengan latar belakang yang berbeda konflik mudah terjadi.Untuk mengantisipasi terjadinya konflik maka perlu dibudayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik dan mengatasi konflik sedini mungkin.

Cara mengatasi konflik ada beberapa macam, meliputi: bersaing, berkolaborasi, menghindar, mengakomodasi dan berkompromi, dengan uraian sebagai berikut (Yulia, 2006):

a. Mengatasi konflik dengan bersaing adalah penanganan konflik dimana seseorang atau satu kelompok berupaya memuaskan kepentingan sendiri tanpa

(15)

mempedulikan dampaknya pada orang lain atau kelompok lain. Cara ini kurang sehat bila diterapkan karena bisa menimbulkan potensi konflik yang lain lebih besar terutama pada pihak yang merasa dikalahkan. Untuk itu organisasi sebaiknya menghindari metode penyelesaian konflik jenis ini.

b. Berkolaborasi adalah upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerjasama.Berbagai pihak yang terlibat konflik didorong menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan.Situasi yang diinginkan adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain cara penyelesaian konflik ini disebut juga win-win solusion.

c. Menghindar adalah cara penyelesaian konflik dimana pihak yang sedang berkonflik mengakui adanya konflik dalam interaksinya dengan orang lain tetapi menarik diri atau menekan konflik tersebut (seakan-akan tidak ada konflik atau masalah). Cara ini tidak dianjurkan dalam upaya penyelesaian konflik karena masalah mendasar tidak diselesaikan, penyelesaian yang terjadi adala penyelesaian semu.

d. Akomodasi adalah upaya menyelesaikan konflikdengan cara salah satu pihak yang berkonflik menempatkan kepentingan pihak lain yang berkonflik dengan dirinya lebih tinggi. Salah satu pihak yang berkonflikmengalah kepada pihak yang lain. Ini suatu upaya lose-win solusion.Upaya penyelesaian konflik dengan akomodasi sebaiknya juga tidak digunakan telalu sering karena kepuasan tidak terjadi secara penuh dan bisa menimbulkan potensi konflik di masa mendatang.

(16)

e. Kompromi dalah cara penyelesain konflik dimana semua pihak yang berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjalinnya keharmonisan hubungan dua belah pihak tersebut. Dalam upaya ini tidak ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Ini adalah lose-lose solusion dimana masing-masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang dijalin tetap harmonis.

5. Mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan advokasi (Gillis, 2004).

2.2. Asuhan Keperawatan

2.2.1. Standart Praktek Keperawatan

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 1999) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association sebagai berikut: 1. Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien

2. Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

3. Standar III : Perawat mengindentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap pasien.

4. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

5. Standar V : Perawat melaksanakan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana tindakan.

6. Standar VI : Perawat mengevaluai perkembangan klien dalam/ mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.

(17)

2.2.2. Tahapan Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan melalui tahap pengkajian, tahap diagnosis keperawatan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, serta tahap evaluasi.

Nanda (2009), mengemukkan bahwa setiap tahapan tersebut terdapat beberapa kegiatan atau langkah yang harus di tempuh:

1. Tahap pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau system biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang memandang manusia dari aspek biologis, psikologis, sosial dan tinjauan dari aspek spiritual, juga pengetahuan akan kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang darikebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit yang dialami, pengetahuan tentang system keluarga dan kultur budaya serta nilai-nilai keyakinan yang dimiliki klien.Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat dapat meliputi kemampuan melakukan observasi secara sistematis pada klian, kemampuan berkomunikasi sacara verbal atau nonverbal, kemampuan menjadi pendengar yang baik, kemampuan dalam menciptakan hubungan saling membantu, kemampuan dalam membangun suatu kepercayaan,

(18)

kemampuan mengadakan wawancara serta adanya kemampuan dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik keperawatan. Melalui pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki pada tahap pengkajian ini maka tujuan dari pengkajian akan dapat dicapai.

2. Tahap diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosis keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab perawat. Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan, di samping itu dengan menentukan atau menginvestigasi dari etiologi masalah, maka akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala akan dapat digunakan untuk memperkuat masalah yang ada. Untuk menyusun diagnosis keperawatan yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki di antaranya: kemampuan dalam memahami beberapa masalah keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karakteristiknya, beberapa ukuran normal dari masalah tersebut serta kemampuan dalam memahami mekanisme penanganan masalah, berpikir kritis, dan membuat kesimpulan dari masalah.

(19)

3. Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.

Perencanaan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dengan langkah-langkah perencanaan :

a. Menentukan urutan prioritas diagnosa keperawatan b. Menentukan sasaran dan tujuan asuhan keperawatan c. Menetapkan rencana intervensi keperawatan

d. Menuliskan rencana keperawatan

4. Tahap Pelaksanaan : Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan

(20)

dalam prosedur tindakan, pemahan tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tuindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam menentukan asuhan keperawatan.

Jenis tindakan pada tahap ini : a. Independen (secara mandiri)

b. Interdependen (saling ketergantungan/ kolaborasi) c. Dependen (rujukan/ ketergantungan)

d. Langsung e. Delegasi

Tahap Evaluasi: Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keparawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien di sebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil.

(21)

Tujuan penilaian (evaluasi) :

a. Untuk mengetahui apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum

b. Untuk mengetahui penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

c. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses keperawatan

d. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan 2.2.3. Tujuan Standar Asuhan Keperawatan

Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat secara keseluruhan serta meningkatkan kemampuan dalam upaya memelihara kesehatannya, sehingga mencapai derajat kesehatan yang optimal. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien/klien menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis dan teratur (Keliat; 2003).

2.3. Teori tentang Keperawatan 2.3.1. Pengertian Keperawatan

Tenagakeperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Menurut Priharjo

(22)

(1995) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, merawat orang yang sakit, luka dan lanjut usia.

Gunarsa (1996), tenaga keperawatan adalah seorang yang dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakan sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter dan kepala ruangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 13 ayat 3 disebutkan setiap tenaga keperawatan yang harus bekerja di Rumah Sakit sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan.

2.3.2. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan

Uraian tugas pokok dan fungsi keperawatan menurut Gillis, 2004

a. Memberikan pelayanan keperawatan langsung berdasarkan proses keperawatan sebagai berikut:

1. Melakukan pengkajian kepada pasien.

2. Menyusun rencana perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan pasien 3. Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana.

4. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.

5. Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan pasien pada catatan keperawatan.

(23)

b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab. 1) Pemeriksaan obat

2) Pemeriksaan laboratorium

3) Persiapan pasien yang akan dioperasi

c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental, social dan spiritual pasien. 1) Memelihara kebersihan klien dan lingkungan.

2) Mengurangi penderitaan klien dengan member rasa aman, nyaman dan ketenangan.

3) Pendekatan dan komunikasi terapeutik.

d. Mempersiapkan pasien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan keperawatan dan pengobatan.

e. Melatih pasien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. f. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara administrasi. g. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada diruangan menurut fungsinya

supaya siap pakai.

1) Menyiapkan data pasien baru, pulang dan meninggal 2) Sensus harian dan formulir.

3) Rujukan harian dan formulir.

h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada diruangan menurut fungsinya supaya siap pakai.

i. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, kenyamanan dan keindahan ruangan.

(24)

j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam secara bergantian sesuai jadwal tugas.

k. Membuat laporan harian pasien

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan keperawatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga keperawatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. (Gillis, 2004).

Kusumapraja (2006) bahwa pelayanan prima yang memberikan kepada pelanggan apa yang memang mareka harapkan pada saat mareka membutuhkan serta dengan cara yang meraka inginkan dapat diupayakan dengan pembenahan budaya organisasi sehingga setiap tenaga keperawatan mampu melaksanakan pelayanan prima dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.4. Landasan Teori

Kepemimpinan keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai keterampilan seorang manajer keperawatan mampu memperlihatkan keperawatan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Teori gaya kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori gaya kepemimpinan Thoha (2006), gaya kepemimpinan tersebut meliputi : (1) kepiawaian dalam menggunakan posisi, (2) kemampuan dalam memecahkan masalah secara efektif, (3) ketegasan

(25)

sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan, (4) mampu menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja, dan (5) mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan advokasi (Thoha, 2006).

Kinerja keperawatan secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori Nanda (2009), yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Penelitian ini meneliti kepemimpinan yang berlangsung di bagian keperawatan pada umumnya. Pemimpin yang dimaksud relatif terkait dengan setiap responden yang memberi tanggapan (penilaian) gaya kepemimpinan langsung di kelompok pelayanan masing-masing. Jadi yang dinilai bukan seorang pemimpin puncak, misalnya direktur, dan kepala bidang keperawatan, tetapi seluruh kepala ruangan yang ada di ruang rawat inap RSUD Sibuhuan.

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kinerja Perawat Gaya Kepemimpinan :

• Kepiawaian menggunakan posisi • Kemampuan memecahkan masalah

secara efektif

• Ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan • Mampu menjadi media dalam

penyelesaian konflik kinerja • Mempunyai keterampilan dalam

Gambar

Gambar  2.1.  Model Kepemimpinan Situasional Mengaitkan Tingkat  Kematangan dari Pegawai dengan Kewenangan dan Jabatan  Pada model kepemimpinan seperti ini sedikit banyak akan dapat  mengendalikan opini negatif tentang kepemimpinan yang tidak adil sedang
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ide garapan adalah sebuah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Bagi seorang komposer/penggarap, ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin

Untuk itu sangat diperlukan penelitian tentang pemetaan tingkat bahaya erosi berbasis land use dan land slope di Sub DAS Krueng Simpo agar dapat dipilih

Dalam kaitannya dengan implementasi hasil mediasi sebagai upaya dalam meminimalisir angka perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1 B Watampone, dapat terlihat bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk membangun perangkat lunak pengoreksi error pada DNA sequence dengan mengubah cara pembentukan spectrum pada metode spetral alignment,

Dari sisi penerimaan APBD kota Makassar pada tahun 2001, penerimaan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan merupakan yang terbesar yaitu sekitar 83% atau sekitar 286,4 milyar

Seakan-akan Setelah menjadi salah satu “wali Allah” orang tersebut tidak merasa terikat dan tidak perlu taat dengan berbagai macam aturan Allah untuk orang awam,

Upaya peningkatan mutu di bidang pelayanan radiologi harus dilakukan dengan baik dan benar, agar dapat memberikan mutu pelayanan yang tepat dan teliti, dan

Pada Lampiran J, ditunjukkan bahwa hasil picking waktu tiba gelombang P dan S untuk kasus mikroseismik lubang-bor dapat memberikan pengaruh yang unik pada hasil lokasi