• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Novia Oktaviani Wayangkau

NIM : 109114166

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Novia Oktaviani Wayangkau

NIM : 109114166

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

“Janganlah hendaknya kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan

dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala

akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”

(Filipi 4 : 6-7)

“ The most important things you can give to anyone are attention,

affection and appreciation”

(6)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang penuh kasih dan selalu memberikan jalan terbaik untuk kehidupan saya

Bapak, Ibu, adik-adik dan keluarga saya yang selalu menjadi penyemangat dan sumber ketegaran saya

Sahabat – sahabat, kerabat, dan teman – teman yang selalu mendukung saya dalam keadaan apapun

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 22 Agustus 2014

Penulis,

(8)

vii

GROUNDED THEORY STUDY ABOUT CONCEPT OF SENSUALITY Novia Oktaviani Wayangkau

ABSTRACT

Sensuality is a strong predictor of which contributed greatly to the quality relationship with partner especially the quality of intimate relationship and quality of sexual living. Sensuality involvement can improve the sexual life that influence marital satisfaction. However, only few data are discussed toward sensuality. Attempts to explain the word sensuality is still not satisfactory. Furthermore, the word sensuality is still considered to be overlapping and not have clear boundaries with the word erotic and sexuality. Therefore, this study is aimed to determine the clarity conceptual formulation of sensuality in the context of sexuality, especially sexual desire. This study use qualitative research method with Grounded Theory approach. The data used in this research are the documents research of intimacy and sensuality in sexual desire, which are the responses to the projection technique of verbal-written with interpretative technique by using 30 pictures as stimulus. Data collection was performed by adapting the projection technique of verbal-written with interpretative technique using pictures stimuli. This study was conducted to 236 respondent, they are 118 females and 118 males. The results of this study revealed that sensuality in sexual desire context is composed of five aspects: Emotional Interaction, Positive Emotions, Desire to Sexual Interactions, Physical Attractions, and Privacy Place. The results also show that concept of sensuality has a more spacious context of the word erotic and sexuality, so the use of the word sensuality can be distinguished with these words.

(9)

viii

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS Novia Oktaviani Wayangkau

ABSTRAK

Sensualitas merupakan prediktor kuat yang berkontribusi besar pada kualitas hubungan dengan pasangan khususnya kualitas hubungan yang intim dan kualitas hubungan seksual. Keterlibatan sensualitas dapat meningkatkan kehidupan seksual yang berpengaruh pada kepuasan pernikahan. Akan tetapi, hanya sedikit data yang membahas mengenai sensualitas. Upaya untuk menjelaskan kata sensualitas masih belum memuaskan. Selain itu, kata sensualitas masih dianggap tumpang tindih dan belum memiliki batasan yang jelas dengan kata erotis dan seksualitas. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan rumusan konseptual sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Grounded Theory. Data yang digunakan merupakan dokumen data penelitian keintiman dan seksualitas dalam hasrat seksual, yang berupa respon teknik proyeksi secara verbal-tertulis dengan teknik interpretatif dengan menggunakan 30 foto sebagai stimulus. Penelitian ini dilakukan pada 236 responden, 118 subjek wanita dan 118 subjek pria. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa sensualitas dalam konteks seksualitas terdiri dari 5 aspek yaitu Interaksi Emosional, Emosi Positif, Keinginan Interaksi Seksual, Ketertarikan Fisik, dan Tempat Privasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsep sensualitas memiliki konteks yang lebih luas dari kata erotis dan seksualitas, sehingga penggunaan kata sensualitas dapat dibedakan dengan kata-kata tersebut.

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Novia Oktaviani Wayangkau

NIM : 109114166

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah yang berjudul :

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 Agustus 2014

Yang menyatakan,

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

membimbing dan menyertai saya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Grounded Theorytentang Sensualitas”. Berkat kebaikanNya saya diizinkan

untuk menulis dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu langkah penulis dalam menuntut ilmu dan

pembelajaran. Bagi saya, selama mengerjakan skripsi terdapat banyak

pengalaman yang menantang, menyenangkan, dan menginspirasi. Skripsi ini tidak

dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan, kerjasama, bimbingan, dan

konstribusi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, saya ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Allah Roh Kudus yang memberikan

berkat, bimbingan, dan sumber kekuatan dalam setiap langkah yang

saya tempuh selama ini.

2. Bapak C. Siswa Widyatmoko M. Psi., selaku dosen pembimbing

skripsi yang memberikan arahan, dukungan, kesempatan belajar, dan

menjadi teladan bagi saya.

3. Mbak Haksi selaku asisten pembimbing skripsi yang memberikan

semangat dan dukungan dalam mengerjakan skripsi.

4. Ibu Lusia Pratidarmanastiti M. Si., selaku dosen pembimbing

akademik yang selalu memberikan semangat, masukan, nasihat, dan

(12)

xi

5. Ibu Monica Eviandaru M. App. Psych., yang sempat menjadi dosen

pembimbing akademik saya. Terimakasih atas dukungan, kerjasama,

teladan, dan inspirasi yang diberikan bagi saya.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membimbing dan berbagi

ilmu baik di dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.

7. Seluruh karyawan Faklutas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas

Muji, Mas Doni, dan Pak Gi) atas bantuan dalam bidang administrasi,

teknis, dan kebaikannya selama ini.

8. Kedua orang tua, Joppye Onesimus Wayangkau dan Istriyani Nur

Hidayati yang selalu menjadi sumber semangat dan selalu memberi

dukungan, semangat, nasihat, inspirasi dan doa bagi saya.

9. Ketiga adik-adik saya, Dek Vita, Dek Tina, Dek Zandonna yang selalu

memberikan semangat dan menjadi penghibur dalam suka dan duka.

10.Sahabat – sahabat saya, Rizky, Tasha, Rahma, Rani, dan Mba Kiky

Herdia atas segala dukungan, doa, kerjasama, dan kesedian dalam

menemani saya ketika senang dan sedih.

11.Teman – teman kepompong, Regina, Disti, Uli, Mega, Aning, Martha,

dan Sheila yang memberikan keceriaan dan warna dalam kehidupan

saya.

12.Teman – teman yang membantu analisis dalam penelitian ini (Mba

Ria, Mba Lana, dan Regina) atas pertolongan dan kesediaannya dalam

(13)

xii

13.Teman – teman bimbingan Pak Siswa, Mba Martha, Mba Lana, Mas

Baskoro, Mba Dita, Dita, Fiona, Didi, Vero, dan Vinda atas kerjasama,

masukan, dan kebersamaan selama ini.

14.Para responden yang sudah bersedia berkonstribusi untuk meluangkan

waktu, pemikiran, dan kerjasama dalam skripsi ini.

15. Semua pihak yang berkonstribusi dalam penyelesaian skripsi dan studi saya atas doa, dukungan dan kerjasama selama ini.

Yogyakarta, 22 Agustus 2014

(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Peneltian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Sensualitas ... 7

1. Definisi Sensualitas ... 7

2. Bentuk Perilaku Sensualitas ... 10

(15)

xiv

4. Manfaat Sensualitas... 14

B. Dinamika Konseptual ... 15

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 20

A. Jenis Penelitian ... 20

B. Fokus Penelitian ... 21

C. Subjek Penelitian ... 22

D. Metode Pengambilan Data ... 25

E. Prosedur Penelitian ... 30

F. Teknik Analisa Data ... 30

1. Organisasi Data ... 30

2. Koding dan Analisis Data ... 31

a. Open Coding ... 31

b. Axial Coding ... 32

c. Selective Coding ... 33

G. Keabsahan Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan ... 38

B. Hasil Penelitian ... 38

1. Data Demografis Subjek Penelitian ... 38

2. Deskripsi Hasil ... 41

a. Sensualitas Wanita ... 42

b. Sensualitas Pria ... 52

C. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP ... 73

(16)

xv

B. Kekuatan Penelitian... 74

C. Kelemahan Penelitian ... 75

D. Saran ... 75

1. Peneliti Selanjutnya ... 75

2. Pasangan Suami - Istri ... 76

3. Psikolog, Lembaga Perkawinan, dan Konselor Perkawinan ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Data Demografis Subjek Penelitian ... 39

Tabel II. Kategori dalam Interaksi Emosional Wanita... 42

Tabel III. Kategori dalam Emosi Positif Wanita ... 46

Tabel IV. Kategori dalam Keinginan Interaksi Seksual Wanita ... 47

Tabel V. Kategori dalam Ketertarikan Fisik Wanita ... 50

Tabel VI. Kategori dalam Tempat Privat Wanita ... 51

Table VII. Kategori dalam Interaksi Emosional Pria ... 52

Tabel VIII. Kategori dalam Emosi Positif Pria ... 56

Table IX. Kategori dalam Keinginan Interaksi Seksual Pria ... 58

Table X. Kategori dalam Ketertarikan Fisik Pria... 62

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Inform Consent ... 82

Lampiran 2. Lembar Data Pribadi Responden. ... 83

Lampiran 3. Lembar Penilaian ... 86

Lampiran 4. Open Coding dan Axial Coding Sensualitas Wanita ... 91

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, konstruk mengenai kepuasan hubungan sedang mendapat

perhatian khusus dalam dunia literatur (Rosen & Bachmann, 2008 dalam

Meana 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, sensualitas merupakan

prediktor kuat yang memberikan konstribusi besar pada kualitas hubungan

yang intim dan kualitas hubungan seksual (Hansson & Ahlborg, 2011) yang

berkaitan erat dengan kepuasan hubungan khususnya kepuasan hubungan

pernikahan (Lawrence, Pederson, Bunde, Barry & Brock, Fazio, Mulryan,

Hunt, Madsen, dan Dzankovic, 2008).

Marta Meana (2010) juga mengungkapkan bahwa sensualitas

berkaitan dengan hasrat seksual seseorang dan berpengaruh pada kehidupan

seksual orang tersebut. Selain itu, sensualitas dapat digunakan sebagai solusi

bagi seseorang yang kehilangan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan

hubungan dengan pasangan. Namun, Meana juga sangat menyayangkan

bahwa hanya sedikit data yang membahas mengenai sensualitas.

Jika penelitian mengenai sensualitas memenuhi kebutuhan, sangat

diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi peneliti lain dan pasangan

suami istri untuk menggunakan konsep sensualitas dalam membentuk dan

memelihara kepuasan hubungan, khususnya di dalam pernikahan

(20)

membantu peneliti lain untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan

usaha meningkatkan dan membuat kehidupan seksual menjadi lebih baik

(Joanning & Keoughan, 2005), meningkatkan kepuasan pernikahan

(Lawrence, et.al. 2008), dan membentuk keintiman sebuah hubungan

(Hansson & Ahlborg, 2011).

Kepuasan dalam hubungan dalam pernikahan salah satunya dapat

ditandai dengan adanya kualitas hubungan seksual yang baik (Joanning &

Keoughan, 2005). Hal ini ditunjukkan dengan adanya kedekatan emosi,

keintiman, komunikasi yang baik dengan pasangan (Lawrence, 2008).

Selain itu, seseorang dapat menyampaikan ekspresi emosi kepada pasangan,

memiliki sikap yang baik ketika berhubungan seksual, membuat pasangan

senang dengan perilaku seksual yang dilakukan, dan memiliki keintiman

seksual dengan pasangan (Joanning & Keoughan, 2005).

Akan tetapi, hingga saat ini upaya untuk menjelaskan kata sensualitas

masih belum memuaskan. Ditinjau dari sudut pandang keterlibatan alat

indra tubuh, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (2014) menuliskan

bahwa “sensualitas adalah segala sesuatu yang mengenai badani bukan

rohani”. Sensualitas juga diartikan sebagai kesadaran seseorang akan indra

yang dimiliki baik sentuhan, perasa, penciuman, pendengaran, penglihatan

dan juga pemikiran yang dapat menimbulkan rasa senang melalui

indra-indra tersebut (Gomez, 2012).

Dengan sudut pandang yang berbeda, Lichtenberg (2008)

(21)

ditunjukkan melalui persetujuan pengasuh terhadap perilaku anak yang

berkaitan dengan kesenangan sensasi tubuh dan fantasi. Sensualitas juga

dianggap sebagai kenikmatan yang ditujukkan pada perasaan tertentu yang

berkaitan dengan kesenangan yang muncul karena adanya perilaku

pengasuh yang menenangkan dan mengekspresikan perasaan mereka kepada

anak, dan anak akan menggunakan interaksi tersebut untuk menenangkan

dirinya sendiri (Lazar dan Lichtenberg, 2003).

Dalam pendekatan lain, Joanning dan Keoughan, Kenedy, Grov, dan

Parsons mencoba untuk memisahkan antara sensualitas dan seksualitas.

Joanning dan Keoughan (2005) menyampaikan bahwa sensualitas diartikan sebagai keintiman fisik secara non-seksual dengan orang lain termasuk

kepekaan terhadap hasrat tubuh untuk dirangsang dengan cara-cara yang

menimbulkan perasaan senang. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh

Kenedy et. al. (2010) yang menyatakan bahwa sensualitas dan seksualitas

adalah hal yang berbeda, dimana sensualitas mengarah kepada kesenangan

yang berasal dari alat indra, sedangkan seksualitas merupakan ketertarikan

dan hasrat pada aktivias seksual.

Namun, bertolak belakang dengan Joanning dan Keoughan (2005),

dan Kenedy et.al. (2010), Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014)

mengungkapkan bahwa sensualitas adalah “the enjoyment, expression, or

pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang artinya sensualitas

adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau pencarian fisik, terutama

(22)

Di sisi lain, makna kata sensualitas yang dituliskan dalam Kamus

Bahasa Inggris Oxford Online (2014) memiliki makna yang hampir sama

dengan makna kata erotis yang juga dituliskan oleh sumber yang sama,

yaitu “relating to or tending to arouse sexual desire or excitement” yang

artinya erotis adalah yang berhubungan dengan atau cenderung mengarah

kepada membangkitkan gairah seksual atau kenikmatan seksual.

Menurut Ratna Batara Munti (2005), kata sensualitas dan erotis

memang belum memiliki batasan yang jelas sejauh ini. Dengan demikian,

ada kemungkinan penggunaan kata sensualitas dan erotis dapat digunakan

untuk mewakili makna yang sama. Hal ini juga didukung oleh Cristina L. H.

Traina (2011) dalam bukunya berjudul “Erotic Attunement : Parenthood

and the Ethics of Sensuality between Unequals” yang mengungkapkan

bahwa seringkali sensualitas, seksualitas, dan erotis dimaknai sebagai hal

yang sama atau tumpang tindih. Hal ini cukup mengungkapkan bahwa

kerangka konseptual tentang sensualitas masih belum jelas.

Berangkat dari alasan-alasan yang telah di uraikan di atas, peneliti

bermaksud untuk mencari dan menemukan kepastian dan kejelasan rumusan

kerangka konseptual mengenai konstruk sensualitas dalam konteks

seksualitas khususnya hasrat seksual. Di sisi lain, penelitian ini juga

merupakan bagian dari penelitian yang lebih besar mengenai konstruk

keintiman dan sensualitas dalam Hasrat Seksual yang diprakarsai oleh

peneliti utama yaitu C. Siswa Widiatmoko, M. Psi. Dengan demikian,

(23)

peluang untuk mengisi kekosongan literatur mengenai konstruk kepuasan

hubungan khususnya kontruk sensualitas dalam konteks seksualitas.

Selain itu, peneliti juga berusaha untuk memenuhi tawaran penelitian

mengenai pengembangan konsep multiple dyadic skills yaitu sebuah konsep

tentang 5 tipe faktor resiko dan faktor protektif yang mempengaruhi

kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Jacobson & Weiss (dalam

Lawrence, et. al. 2008). Salah satu konsepnya adalah sensualitas, yang dapat

digunakan untuk mencegah stress dalam pernikahan dan menjaga kepuasan

dalam hubungan pernikahan (Lawrence, et.al. 2008). Dengan demikian,

hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu program-program

untuk meningkatkan kualitas hubungan pasangan termasuk kualitas

hubungan seksual (Joanning & Keoughan, 2005).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka timbul

pertanyaan, bagaimanakah rumusan konseptual tentang sensualitas dalam

konteks seksualitas?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejelasan rumusan konseptual

(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengisi

kekosongan literatur mengenai sensualitas, dan dapat menambah

wacana baru tentang sensualitas yang berkaitan dengan konteks

seksualitas khususnya hasrat seksual.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu

peneliti lain yang fokus pada bidang kepuasan relasi untuk

mengembangkan program-program yang berkaitan dengan sensualitas

demi meningkatkan kepuasan hubungan seksual dengan pasangan.

Secara khusus bagi pasangan suami-istri, diharapkan hasil penelitian

ini dapat membantu pasangan untuk meningkatkan kehidupan seksual

dan kepuasan relasi di dalam pernikahan. Bagi psikolog, lembaga

perkawinan, dan konselor perkawinan, hasil penelitian ini dapat

menambah wacana dan pengetahuan untuk membantu pasangan

suami-istri menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan pernikahan

mereka. Khususnya bagi pasangan yang mengalami permasalahan

(25)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SENSUALITAS

1. Definisi Sensualitas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) menuliskan bahwa

“sensualitas adalah segala sesuatu yg mengenai badani bukan rohani”.

Sensualitas juga diartikan sebagai kesadaran seseorang akan indra

yang dimiliki baik sentuhan, perasa, penciuman, pendengaran,

penglihatan dan juga pemikiran yang dapat menimbulkan rasa senang

melalui indra-indra tersebut (Gomez, 2012).

Lichtenberg (2008) mendefinisikan sensualitas sebagai

bentuk-bentuk dukungan yang ditunjukkan melalui persetujuan pengasuh

terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan kesenangan sensasi

tubuh dan fantasi. Sensualitas juga dianggap sebagai kenikmatan yang

ditujukkan pada perasaan tertentu yang berkaitan dengan kesenangan

yang muncul karena adanya perilaku pengasuh yang menenangkan

dan mengekspresikan perasaan mereka kepada anak, dan anak akan

menggunakan interaksi tersebut untuk menenangkan dirinya sendiri

(Lazar dan Lichtenberg, 2003).

Joanning dan Keoughan (2005) menyampaikan bahwa sensualitas diartikan sebagai keintiman fisik secara non-seksual

(26)

dirangsang dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan senang.

Seksualitas melibatkan aktivitas sensual, tetapi tidak semua aktivitas

sensual adalah seksual. Joanning dan Keoughan (2005) juga menambahkanbahwasensualitas tidak terbatas hanya dapat dilakukan

di tempat tidur, sofa, atau mobil. Hal yang serupa juga diungkapkan

oleh Kenedy et. al. (2010) yang menyatakan bahwa sensualitas dan

seksualitas adalah hal yang berbeda, dimana sensualitas mengarah

kepada kesenangan yang berasal dari alat indra, sedangkan seksualitas

merupakan ketertarikan dan hasrat pada aktivitas seksual. Namun,

disisi lain Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014)

mengungkapkan bahwa sensualitas adalah “the enjoyment, expression,

or pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang artinya

sensualitas adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau pencarian

fisik, terutama secara seksual.

Seperti yang diungkapkan penulis di bab sebelumnya, definisi

tentang sensualitas masih belum memuaskan. Kata sensualitas

ternyata masih memiliki kemiripan dengan kata-kata lain seperti

erotisme dan seksualitas, sehingga seringkali dimaknai sebagai hal

yang sama (Traina, 2011). Ratna Batara Munti (2005) juga

menegaskan bahwa kata sensualitas dan erotisme masih belum

memiliki batasan yang jelas, sehingga tidak menutup kemungkinan

(27)

Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford (2014), erotisme adalah

relating to or tending to arouse sexual desire or excitement” yang

artinya erotis adalah yang berhubungan dengan atau cenderung

mengarah kepada membangkitkan gairah seksual atau kenikmatan

seksual. Definisi ini hampir sama dengan definisi kata sensualitas

yang juga diartikan dalam sumber yang sama.

KBBI Online (2014) menyatakan bahwa seksualitas adalah “ciri,

sifat, atau peranan seks; dorongan seks; kehidupan seks”. Kamus

Bahasa Inggris Oxford Online (2014) mengartikan seksualitas sebagai

capacity for sexual feeling”, yang artinya kapasitas untuk perasaan

seksual. Seksual berarti “relating to the instincts, physiological

precesses, and activities connected with physical attraction or

intimate physical contact between individuals”, yang artinya berkaitan

dengan insting, proses fisiologis, dan aktifitas yang berkaitan dengan

ketertarikan fisik atau kontak fisik yang intim antara individu (Kamus

Bahasa Inggris Oxford Online, 2014). Definisi seksualitas tersebut

juga hampir sama dengan definisi sensualitas yaitu “the enjoyment,

expression, or pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang

artinya sensualitas adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau

pencarian fisik, terutama secara seksual (Kamus Bahasa Inggris

Oxford Online, 2014).

Walaupun definisi sensualitas belum jelas, namun sensualitas

(28)

yang dianggap tumpang tindih seperti erotisme atau seksualitas. Dapat

disimpulkan bahwa definisi-definisi tentang sensualitas selalu

mengarah kepada perasaan senang yang dirasakan seseorang karena

adanya kontak fisik.

2. Bentuk Perilaku Sensualitas

Berdasarkan lima tipe perilaku yang berpotensi sebagai faktor

resiko dan faktor protektif dalam penelitian perilaku relasi dan

kepuasan pernikahan oleh Lawrence et. al. (2008) diungkapkan bahwa

bentuk perilaku sensualitas, yaitu :

a. Menyentuh (Touching)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2011),

menyentuh berarti “menyinggung sedikit; menjamah”.

b. Memeluk (Hugging)

Menurut KBBI (2011), memeluk berarti meraih seseorang

ke dalam dekapan kedua tangan yang dilingkarkan; mendekap.

c. Memeluk dengan Penuh Kasih Sayang (Cuddling)

Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014),

cuddling berarti “hold close in one’s arms as a way of showing

love or affection”, yang artinya berpegangan erat pada lengan

seseorang sebagai cara untuk memperlihatkan cinta dan

(29)

d. Memijat (Massage)

Memijat memiliki arti menekan dengan jari, memencet;

mengurut bagian tubuh untuk melemaskan otot sehingga

peredaran darah lancar (dalam KBBI, 2011).

e. Perhatian (Caring)

Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014),

perhatian adalah “displaying kindness and concern for other”,

yang artinya memperlihatkan kebaikan dan mengutamakan

orang lain.

Selain menyampaikan empat bentuk perilaku di atas yaitu

menyentuh (touching), memeluk (hugging), memeluk dengan penuh

kasih sayang (cuddling) , dan memijat (massage), Joanning dan

Keoughan (2005) juga menambahkan perilaku berpegangan tangan

dan membelai atau mengelus pasangan sebagai bentuk perilaku

sensualitas. Berdasarkan KBBI (2011), berpegangan tangan adalah

“saling memegang tangan dan membelai memiliki arti mengusap-usap

disertai kata-kata manis dan sebagainya untuk membujuk”.

Hansson dan Ahlborg (2011) menyebutkan berciuman sebagai

salah satu bentuk perilaku sensualitas selain memeluk dan cuddling.

KBBI (2011) menuliskan bahwa berciuman adalah “saling melekatkan

(30)

Lichtenberg (2008) mengungkapkan bahwa bentuk perilaku

sensualitas dapat terlihat melalui proses menyusui ibu kepada

anaknya. Ketika seorang bayi sedang menangis dan kemudian sang

ibu menggendong bayi, maka tangisan berubah menjadi rengekan. Ibu

juga akan memberikan senyuman dan bayi akan menjadi lebih tenang.

Menurut Lichtenberg kontak fisik yang terjadi antara ibu dan bayi

membuat bayi menjadi lebih tenang.

Dapat disumpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku menonjol

yang muncul dalam konstruk sensualitas yaitu tindakan yang berupa

kontak fisik dengan pasangan.

3. Bentuk Emosi dalam Sensualitas

Joanning dan Keoughan (2005) mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa emosi positif yang terkait di dalam sensualitas, diantaranya :

a. Senang (Pleasure)

Senang adalah perasaan puas dan lega, tanpa rasa

susah dan kecewa; betah; berbahagia (tidak ada sesuatu

yang menyusahkan, tidak kurang suatu apapun dalam

hidupnya; suka; gembura; dalam keadaan baik (kesehatan,

kenyamanan, dan sebagainya) (dalam KBBI, 2011).

Selain Joanning dan Keoughan, Kennedy et. al.

(2010) juga menyatakan bahwa perasaan senang adalah

(31)

b. Cinta (Love)

Menurut KBBI (2011), cinta dapat diartikan sebagai

perasaan suka sekali, sayang benar; kasih sekali; terpikat

(antara laki-laki dan perempuan)

c. Intim (Intimate)

Menurut KBBI (2011), intim merupakan perasaan

yang akrab, karib, dan rapat. Joanning dan Keoughan

mengungkapkan bahwa rasa intim yang dirasakan dalam

sensualitas lebih kepada rasa intim secara fisik. Hal ini

juga didukung oleh Evers (2010) dalam jurnalnya yang

berjudul Intimacy, Sport and Young Refugee Men.

d. Nyaman (Comfort)

Nyaman merupakan “the easing or alleviation of a

person’s feelings of grief or distress”, yang artinya

keringanan dan kurangnya perasaan sedih dan tertekan

pada seseorang (Kamus Bahasa Inggris Oxford Online,

2014).

Selain perasaan senang, Lichtenberg (2008) menyatakan bahwa

perasaan yang muncul dalam sensualitas adalah perasaan shame.

Shame adalah sebuah emosi yang memiliki pengaruh untuk

menumpulkan inisiatif dan membatasi rasa tertarik dan kegembiraan

seseorang. Shame juga merupakan emosi yang dapat aktif ketika

(32)

dan gembira dibatasi. Menurut Lichtenberg, sensualitas dan

seksualitas dapat dibedakan berdasarkan perasaan shame.

Dengan demikian, Lichtenberg menyatakan bahwa sensualitas

adalah bentuk – bentuk dukungan dari pengasuh terhadap perilaku

anak yang berkaitan dengan kenikmatan sensasi tubuh, dengan cara

memberi persetujuan. Sedangkan seksualitas adalah tidak adanya

dukungan terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan kenikmatan

sensasi tubuh dengan cara melarang perilaku tersebut. Segala bentuk

persetujuan dan larangan dilandasi oleh emosi shame yang dibentuk

oleh nilai-nilai dalam budaya tertentu.

Dapat disimpulkan bentuk emosi yang terdapat pada konstruk

sensualitas adalah perasaan – perasaan positif seseorang kepada

pasangan. Perasaan yang paling menonjol dalam sensualitas yaitu

perasaan senang.

4. Manfaat Sensualitas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joanning dan

Keoughan (2005), sensualitas memiliki manfaat yang sangat penting

bagi pasangan, yaitu :

a. Meningkatkan kualitas hubungan pasangan suami-istri

b. Meningkatkan dan menjadikan kehidupan seksual lebih

baik

(33)

Manfaat lain juga dipaparkan oleh Lawrence et. al. (2008), yaitu

a. Meningkatkan kesenangan seksual melalui kesadaran fisik

dan kenyamanan fisik secara seksual bersama pasangan

b. Membantu membentuk dan memelihara kepuasan

hubungan pasangan suami-istri

c. Mencegah stress dalam pernikahan

d. Meningkatkan kepuasan pernikahan

Menurut Hansson dan Ahlborg (2011), sensualitas memberikan

manfaat dalam;

a. Membentuk kualitas keintiman sebuah hubungan

b. Membentuk kualitas hubungan seksual

B. DINAMIKA KONSEPTUAL

Menurut Tiefer (2009) (dalam Meana, 2010), respon seksual manusia

sangat luas dan kaya. Akan tetapi, salah satu kontruk yang sering diabaikan

dari penelitian-penelitian selama ini terutama dalam penelitan yang

berkaitan dengan penelitian seks adalah fenomena dorongan kesenangan

atau kenikmatan yang dituliskan dengan kata erotisme (Meana, 2010).

Akan tetapi, jika ditilik kembali mengenai definisi erotisme yang dimaksud,

makna tersebut juga dapat diartikan sebagai sensualitas. Terdapat

kemungkinan bahwa penggunaan kata erotis masih tumpang tindih dengan

(34)

Walaupun kata sensualitas masih digunakan tumpang tindih dengan

kata lain, sensualitas merupakan prediktor kuat yang memberikan

konstribusi besar pada kualitas hubungan yang intim dan kualitas hubungan

seksual (Hansson & Ahlborg, 2011) yang berkaitan erat dengan kepuasan

hubungan khususnya kepuasan hubungan pernikahan (Lawrence et.al.,

2008). Saat ini diketahui bahwa konstruk kepuasan hubungan sedang

mendapatkan perhatian khusus dalam dunia literasi (Rosen & Bachmann,

2008 dalam Meana, 2010).

Meana (2010) juga mengungkapkan bahwa sensualitas berkaitan

dengan hasrat seksual seseorang dan berpengaruh pada kehidupan seksual

orang tersebut. Sensualitas dapat digunakan sebagai solusi bagi seseorang

yang kehilangan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan hubungan dengan

pasangan. Namun, Meana juga sangat menyayangkan bahwa penelitian

tentang sensualitas belum memuaskan dan sering diabaikan.

Pada penelitian tentang sensualitas sebelumnya, sudut pandang

pemahaman Lichtenberg mengenai sensualitas cukup berbeda dengan

peneliti-peneliti lain. Lichtenberg (2008) menyatakan bahwa

pemahamannya mengenai perbedaan sensualitas dan seksualitas berdasarkan

perasaan shame diperoleh berdasarkan pengamatan secara umum dan skema

klinis. Lichtenberg menggunakan pendekatan psikoanalitis terhadap sebuah

fenomena interaksi bayi dan pengasuhnya (terutama ibu) ketika proses

menyusui pertama kali dan menuju ke cinta romatis dan gairah pada

(35)

tersebut merupakan titik awal untuk menguraikan teori yang sudah ada

supaya dapat melihat sensualitas dan seksualitas dengan sudut pandang yang

lebih segar (Lichtenberg, 2008). Akan tetapi, nampaknya pemahaman

sensualitas yang dikemukakan oleh Lichtenberg belum dapat mewakili

penggunaan kata sensualitas secara umum dalam konteks seksualitas

khususnya hasrat seksual.

Oleh sebab itu, diperlukan adanya pengembangan teoritis atau

konseptual mengenai kepastian konsep sensualitas terutama dalam konteks

seksualitas. Selain itu, perlu adanya pengembangan penelitian tentang

sensualitas dengan menggunakan metode yang lebih tepat yaitu dengan

menggunakan metode yang mengumpulkan data yang berupa pandangan

masyarakat yang ada di lapangan. Dengan demikian, hasil temuan mengenai

konsep sensualitas dapat sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan

sehari-hari, dan dapat dipahami dan diterima bukan hanya untuk peneliti atau

orang-orang yang berpartisipasi dalam penelitian, tetapi bagi semua orang.

Jika temuan data sensualitas yang diperoleh melalui data lapangan

cukup luas, hal tersebut dapat diterapkan pada konteks yang terkait dengan

fenomena sensualitas, seperti kepuasan pernikahan, atau kepuasan hubungan

dengan pasangan, tetapi secara khusus yaitu kepuasan hubungan seksual

melalui hasrat seksual. Selain itu, melalui cara ini juga dapat menjelaskan

karakteristik-karakteristik sensualitas yang dapat dijadikan sebagai kontrol

atas perilaku seseorang yang menunjukkan konstruk sensualitas dalam

(36)

Dengan demikian, diperlukan metode atau cara pengumpulan data

yang dapat membentuk rumusan konsep dan karakteristik mengenai

sensualitas. Melalui metode tersebut diharapkan konsep tentang sensualitas

yang belum diidentifikasi dengan jelas dan belum tersusun secara

konseptual secara umum dapat dibangun dan dikembangkan. Metode yang

dimaksud adalah metode kualitatif khususnya metode Grounded Theory

(Straus & Corbin, 2009; Creswell, 2007).

Menurut Strauss dan Corbin (2009), pendekatan metode grounded

theory dapat menghasilkan rumusan teori tentang realitas yang diteliti,

menghasilkan konsep-konsep, menghasilkan hubungan antar-konsep, dan

pengujian sementara tentang konsep yang diteliti. Grounded theory juga

bersifat induktif, dengan kata lain metode ini membangun dan menyusun

teori atau konsep suatu konstruk melalui pengumpulan data dari lapangan.

Sehingga teori atau konsep yang dibangun sesuai dan menggambarkan

realitas konstruk yang diteliti (Creswell, 2007).

Peneliti juga merancang metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data agar hasil yang diperoleh lebih representatif. Metode

pengumpulan data yang dimaksud yaitu metode yang mengadaptasi teknik

proyektif. Metode proyektif memiliki kelebihan untuk mengungkapkan

pikiran alam bawah sadar atau pikiran yang tersembunyi yang tidak dapat

diungkapkan dalam situasi wajar (Friedenberg, 1995). Bagi masyarakat

Indonesia, hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas masih dianggap tabu

(37)

metode ini diharapkan dapat mengungkapkan pikiran terdalam subjek

penelitian mengenai konstruk sensualitas dalam konteks seksualitas.

Rancangan alat yang akan digunakan dalam metode pengumpulan

data ini yaitu berupa foto – foto pasangan heteroseksual yang berpotensi

untuk memberikan stimulus ambigu pada subjek penelitian tentang

sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Gambar

foto pasangan heteroseksual bertujuan untuk mempermudah subjek

penelitian menggambarkan makna sensualitas dalam konteks hasrat seksual

dibandingkan menggunakan gambar personal atau homoseksual (Chivers,

2005; 2010).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berharap dengan menggunakan

metode penelitian adaptasi teknik proyektif melalui metode Grounded

Theory dapat mengungkapkan kepastian dan kejelasan konsep sensualitas

secara nyata dan respresentatif. Karena temuan konsep sensualitas yang

diperoleh sesuai dengan pikiran terdalam dari setiap subjek penelitian

(Friedenberg, 1995) dan diperoleh dari data lapangan yang dikumpulkan

secara sistematis dan dianalisis melalui proses penelitian (Strauss & Corbin,

(38)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan Grounded Theory. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk

menyelidiki area tentang hal-hal yang masih sedikit diketahui atau yang

sudah banyak diketahui untuk menambah pemahaman baru (Stren, 1980

dalam Strauss & Corbin, 1998). Pendekatan Grounded Theory merupakan

pendekatan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk membentuk

teori yang diperoleh dari data di lapangan, dikumpulkan secara sistematis,

dan dianalisis melalui proses penelitian (Strauss & Corbin, 1998). Data yang

dimaksud dalam penelitian ini yaitu persepsi atau pandangan masyarakat

mengenai konsep sensualitas.

Penelitian ini bertujuan untuk membangun konsep atau teori mengenai

konstruk sensualitas melalui persepsi-persepsi masyarakat yang diperoleh

dari lapangan, sehingga konsep tentang sensualitas yang belum

teridentifikasi dengan jelas dan belum tersusun secara konseptual secara

umum dapat dibangun dan dikembangkan. Dengan demikian, diperlukan

metode atau cara pengumpulan data yang dapat membentuk rumusan

konsep dan karakteristik mengenai sensualitas. Melalui metode tersebut

diharapkan konsep tentang sensualitas yang belum diidentifikasi dengan

(39)

dan dikembangkan. Metode yang dimaksud adalah metode kualitatif

khususnya metode Grounded Theory (Straus & Corbin, 2009; Creswell,

2007).

Creswell (2007) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif yang paling

baik untuk membangun konsep atau teori berdasarkan pandangan subjek

penelitian adalah pendekatan Grounded Theory. Oleh sebab itu, peneliti

menganggap bahwa pendekatan ini adalah yang paling tepat untuk

membangun rumusan konseptual konstruk sensualitas berdasarkan persepsi

atau pandangan masyarakat tentang konstruk tersebut.

Menurut Strauss dan Corbin (2009), pendekatan metode grounded

theory dapat menghasilkan rumusan teori tentang realitas yang diteliti,

menghasilkan konsep-konsep, menghasilkan hubungan antar-konsep, dan

pengujian sementara tentang konsep yang diteliti. Grounded theory juga

bersifat induktif, dengan kata lain metode ini membangun dan menyusun

teori atau konsep suatu konstruk melalui pengumpulan data dari lapangan.

Sehingga teori atau konsep yang dibangun sesuai dan menggambarkan

realitas konstruk yang diteliti (Creswell, 2007)

B. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini secara khusus ingin mengetahui kejelasan konsep

sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Diketahui

bahwa kontruk sensualitas berkaitan dengan hasrat seksual seseorang yang

(40)

(Meana, 2010). Sensualitas juga diketahui sebagai prediktor kuat yang

berperan dalam kualitas hubungan seksual dengan pasangan (Hansson &

Ahlborg, 2011).

Akan tetapi, sangat disayangkan masih terdapat ketidakjelasan konsep

mengenai sensualitas. Sensualitas masih memiliki makna yang tumpang

tindih dengan kata lain seperti erotisme dan seksualitas, sehingga

penggunaan kata-kata tersebut seringkali digunakan untuk mewakili makna

yang sama (Munti, 2005; Traina, 2011). Selain itu, data yang membahas

mengenai sensualitas masih sedikit (Meana, 2010). Dengan demikian,

sangat diperlukan penelitian untuk mengetahui konsep dan karakteristik

tentang sensualitas.

Dengan meneliti kepastian konsep dan karakteristik tentang

sensualitas dalam konteks seksualitas, maka hasil penelitian tersebut akan

menggambarkan uraian kerangka dan rumusan konseptual tentang

sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual dengan lebih

jelas yang diorganisasikan melaui skema teoritis (Strauss & Corbin, 1998).

C. SUBJEK PENELITIAN

Menurut Strauss dan Corbin (1998), metode pengambilan sampel

yang sesuai untuk penelitian dengan pendekatan grounded theory yaitu

theoretical sampling atau pengambilan sampel teoritis. Theoretical

sampling adalah proses pengambilan data yang dikendalikan oleh

(41)

sejalan dengan pengambilan data itu sendiri (Poerwandari, 2005).

Theoretical sampling merupakan proses pengumpulan data yang didorong

oleh konsep-konsep yang berasal dari teori yang berkembang dan didasari

oleh konsep “membuat perbandingan”, yang bertujuan untuk

memaksimalkan peluang dalam menemukan keragaman diantara

konsep-konsep dan dapat memadatkan kategori-kategori ke dalam karakteristik dan

dimensi-dimensi (Strauss & Corbin, 1998). Pengambilan sampel teoritis

dilakukan berdasarkan konsep-konsep yang terbukti secara relevan. Hal

tersebut didasari oleh :

1. Konsep tersebut berulang kali muncul atau muncul dalam

frekuensi terbatas secara signifikan muncul ketika peneliti

sedang melakukan perbandingan terhadap kejadian, atau

peristiwa, atau;

2. Dalam proses koding, konsep-konsep tersebut muncul dalam

kategori.

Pengambilan data mengarah kepada pemilihan sampel yang akan

mengarahkan peneliti kepada data yang semakin spesifik sehingga dapat

menemukan karakteristik dan konsep mengenai konstruk sensualitas.

Pemahaman yang baik terhadap data yang diperoleh akan membantu

peneliti menemukan subjek penelitian yang sesuai untuk menambah data

penelitian. Pengambilan data dilakukan secara terus-menerus oleh peneliti

(42)

kondisi dimana penambahan data dianggap sudah tidak dapat memberikan

informasi baru dalam proses analisis (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005).

Dalam pengambilan data, pemilihan subjek penelitian didasarkan pada

kriteria-kriteria berikut :

1. Laki-laki dan perempuan yang sedang atau sudah melewati

masa remaja. Pada masa remaja baik laki-laki maupun

perempuan akan mengalami pubertas yaitu suatu periode dimana

kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama

pada awal masa remaja. Masa pubertas merupakan masa yang

mempengaruhi seseorang untuk memiliki minat berkencan,

memperhatikan citra tubuh, dan melakukan perilaku seksual

(Santrock, 1995). Oleh sebab itu, peneliti memilih subjek-subjek

tersebut karena dianggap sudah memahami tentang hubungan

atau relasi intim dengan pasangan serta cukup memahami

tentang perilaku – perilaku yang berkaitan dengan seksualitas.

2. Bervariasi dalam berbagai suku, agama, jenis pekerjaan, daerah

tempat tinggal, tingkat pendidikan terakhir, orientasi seksual,

dan status hubungan dengan pasangan. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan data yang diperoleh dapat mewakili populasi dan

menggambarkan konstruk sensualitas secara umum. Sehingga,

hasil temuan data mengenai karakteristik dan konsep sensualitas

dapat berlaku bagi semua orang tidak hanya bagi subjek

(43)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

mengadaptasi konsep teknik proyeksi. Teknik proyeksi merupakan cara

yang memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan pikiran atau persepsi

terhadap suatu hal yang sukar diungkapkan dalam situasi wajar

(Friedenberg, 1995). Pada bab sebelumnya diungkapkan bahwa penelitian

ini bertujuan untuk mengungkapkan kepastian konstruk sensualitas dalam

konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Sedangkan hal – hal yang

berkaitan dengan seks di kalangan masyarakat Indonesia masih dianggap

terlarang, tabu dan perlu dihambat (Holzner & Oetomo, 2004). Oleh sebab

itu, peneliti mengadaptasi konsep teknik proyeksi sebagai metode yang

cocok untuk mengumpulkan data. Dengan demikian, respon yang diberikan

oleh responden tepat sasaran untuk mengungkapkan sensualitas dalam

kontek seksualitas.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan

persepsi-persepsi masyarakat mengenai konsep sensualitas. Persepsi masyarakat

yang dikumpulkan diharapkan dapat menggambarkan konsep sensualitas.

Menurut Freud (dalam Bellak & Abrams, 1997), semua persepsi yang

diungkapkan saat ini dapat diprediksi dan diorganisasikan oleh jejak ingatan

dari semua persepsi atau pengalaman yang terjadi sebelumnya. Melalui

konsep teknik proyektif, hal ini menunjukkan bahwa data lapangan yang

diperoleh berdasarkan persepsi tetap dapat melaporkan perilaku seseorang

(44)

mengenai konsep sensualitas yang diperoleh dari lapangan dengan

menggunakan pendekatan Grounded Theory dapat mengambarkan konsep

sensualitas.

Tes proyektif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tes proyektif verbal

dan tes proyektif non-verbal. Penelitian ini juga mengadaptasi konsep tes

proyeksi secara verbal, yaitu respon subjek terhadap stimulus ambigu yang

diberikan oleh peneliti, baik materi atau komunikasi subjek diwujudkan

dalam bentuk tulisan (Bellak & Abrams, 1997; Karmiyati & Suryaningrum,

2008).

Berdasarkan pengklasifikasian tes proyektif yang dikemukakan oleh

L. K. Frank (dalam Karmiyati & Suryaningrum, 2008), penelitian ini

termasuk dalam tes proyektif dengan Teknik Interpretatif. Teknik

Interpretatif memberikan kesempatan bagi subjek untuk merespon stimulus

dengan cara menginterpretasikan stimulus tersebut.

Menurut Lindzey (dalam Karmiyati & Suryaningrum, 2008), ada

beberapa tipe jawaban subjek dalam merespon tes proyektif. Dalam

penelitian ini, tipe jawaban subjek tergolong dalam Teknik Asosiasi, yaitu

subjek memberikan respon terhadap stimulus ambigu dengan cara

menyampaikan yang ada di dalam pikirannya atas stimulus tersebut

(Karmiyati & Suryaningrum, 2008).

Dengan mengadaptasi Teknik Asosiasi peneliti membantu subjek

penelitian untuk mengungkapkan hal-hal yang ada dipikirannya tanpa

(45)

2008). Sehingga, diharapkan respon yang diberikan subjek

sungguh-sungguh memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kontruk

sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual.

Dalam penelitian ini, subjek penelitian akan dihadapkan pada stimulus

ambigu berupa gambar-gambar pasangan heteroseksual yang diharapkan

dapat menstimulasi subjek penelitian untuk menggambarkan konsep

sensualitas yang berkaitan dengan hasrat seksual. Stimulus yang dipilih

berupa gambar atau foto karena secara umum untuk mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan seksualitas khususnya hasrat seksual yaitu berupa

stimulus ekternal berupa stimulus visual (Chivers, 2005).

Gambar – gambar yang digunakan sebagai stimulus eksternal untuk

mengungkapkan konsep sensualitas dalam konteks seksual memiliki kriteria

sebagai berikut :

1. Gambar berupa foto pasangan heteroseksual. Hal ini didasari

padndangan bahwa gambar atau foto pasangan heteroseksual

yang berpotensi untuk mempermudah subjek penelitian

menggambarkan makna sensualitas dalam konteks hasrat

seksual dibandingkan menggunakan gambar personal atau

homoseksual (Chivers, 2005; 2010).

2. Isi gambar atau foto penelitian merupakan perilaku sensualitas

yang mengarah kepada seksualitas khususnya hasrat seksual.

Perilaku sensualitas diantaranya menyentuh, memeluk,

(46)

al, 2008; Keoghan, 2005; Hansson & Ahlborg, 2011). Perilaku

yang mengarah kepada seksualitas khususnya hasrat seksual

yaitu merupakan perilaku yang dapat merangsang seseorang

untuk berperilaku seksual (Chivers, 2005). Jadi, pada penelitian

ini gambar atau foto berisi tentang perilaku antara dua orang

(pasangan heteroseksual) yang dapat merangsang seseorang

untuk berperilaku seksual.

3. Jumlah gambar yang digunakan sebagai stimulus berjumlah 30

gambar. Hal ini bertujuan untuk memberikan variasi pilihan

yang cukup banyak kepada subjek dalam kesediaan merespon

stimulus. Selain itu, cara ini juga diharapkan dapat memberikan

kesempatan subjek untuk tidak mengkosongkan jawaban karena

kurangnya variasi jawaban (Myers & Hansen, 2002).

4. Pengambilan gambar foto tidak dibatasi jumlahnya. Kemudian,

pemilihan ke-30 gambar dilakukan melalui proses diskusi

bersama dengan peneliti utama dan asisten peneliti lainnya. Hal

ini bertujuan untuk mengurangi efek subjektifitas pemilihan

gambar dan memilih gambar yang terbaik yang dapat mewakili

kriteria-kriteria gambar yang dibutuhkan dalam penelitian.

Kemudian subjek diminta untuk memberikan respon terhadap

stimulus tersebut. Subjek akan memberikan respon terhadap stimulus

tersebut yang dianggap sebagai ungkapan pikiran – pikiran atau persepsi

(47)

diberikan subjek tidak memiliki jawaban yang benar atau salah, tidak

mengharuskan subjek untuk merespon secara terstruktur, tetapi memberi

kesempatan subjek untuk merespon lebih kreatif, terbuka, dan bebas untuk

mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan dan pikiran terdalam subjek

(Bellak & Abrams, 1997). Dengan demikian, diharapkan respon subjek

penelitian dapat sungguh-sungguh menggambarkan pikiran terdalamnya

tentang sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual.

Tujuan peneliti yaitu ingin merumuskan kepastian konsep sensualitas

dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Di sisi lain, terdapat

data yang sesuai dengan kriteria – kriteria penelitian yang sudah

diungkapkan sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian

dengan menggunakan dokumen data penelitian keintiman dan sensualitas

tentang hasrat seksual yang dikelola oleh C. Siswa Widyatmoko, M.Psi

untuk meneliti kepastian konsep sensualitas.

Penggunaan konsep proyektif pada penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kesempatan bagi subjek merespon stimulus sesuai dengan

interpretasi mereka masing-masing tanpa terpaku pada respon tertentu.

Selain itu, juga dapat membantu subjek untuk memiliki alternatif pilihan

respon yang lebih banyak dan bervariasi sesuai dengan pikiran dan persepsi

mereka masing-masing (Karmiyati & Suryaningrum, 2008). Dengan

demikian, respon persepsi subjek penelitian dapat mengarahkan penelitian

ini untuk membangun konsep dan menemukan karakteristik tentang

(48)

E. PROSEDUR PENELITIAN

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data, yaitu :

1. Subjek penelitian ditunjukkan 30 gambar sepasang kekasih

(heteroseksual).

2. Subjek penelitian diminta untuk memberikan penilaian terhadap 30

gambar yang disediakan. Setiap gambar dinilai aspek sensualitasnya

dengan rentang skor 1 – 10, angka 1 menunjukkan skor terendah dan

angka 10 menunjukkan skor tertinggi.

3. Subjek diminta untuk memilih 3 gambar yang dianggap paling

menunjukkan sensualitas, kemudian memberikan penjelasan alasan

subjek memilih gambar-gambar tersebut sebagai gambar yang paling

mewakili sensualitas.

4. Melakukan analisis data yaitu alasan subjek penelitian mengenai

gambar-gambar yang dianggap mewakili sensualitas.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan

proses analisis sebagai berikut :

1. Organisasi Data

Peneliti harus mengorganisasikan data yang diperoleh dengan

rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Data tersebut berupa respon

subjek terhadap 30 gambar stimulus dan penjelasan ketiga gambar

(49)

Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa

data yang sistematis akan memungkinkan peneliti untuk memperoleh

kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan,

dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian

penelitian.

Peneliti harus menyimpan dan mengorganisasikan data mentah,

data yang sudah atau sebagian dalam proses, data yang sudah ditandai

kode spesifik tertentu, penjabaran kode-kode dan kategori-kategori,

refleksi peneliti, memo, dokumentasi langkah-langkah analisis, dan

segala hal yang perlu diperhatikan dan berkaitan dengan penelitian

(Poerwandari, 2005).

2. Koding dan Analisis Data

Menurut Strauss dan Corbin (1998; 2009) analisis data

penelitian dengan menggunakan pendekatan Grounded Theory

menggunakan tahapan analisis seperti berikut;

a. Open Coding

Open Coding adalah prosedur analisis data melalui

pengidentifikasian konsep, dan ciri-ciri dan dimensi-dimensi

konsep ditemukan di dalam data. Open Coding juga merupakan

proses menguraikan, memeriksa, membandingkan,

mengkonsepkan, da mengkategorisasikan data. Menurut, Strauss

(50)

1) Pelabelan Fenomena

Memberikan label atau konsep pada fenomena data

yang diperoleh.

2) Penemuan Kategori

Proses pengelompokkan konsep yang tampaknya

berhubungan dengan fenomena yang sama.

3) Penamaan Kategori

Fenomena yang digambarkan oleh sebuah kategori

diberi nama konseptual. Nama konseptual harus lebih

abstrak dan umum, sehingga dapat mewakili konsep yang

dikelompokkan di dalamnya.

4) Penulisan Catatan Coding

Diperlukan catatan atau memo untuk menuliskan

kategori-kategori atau konsep-konsep, serta nama

konseptual yang mewakili kategori. Semua proses yang

dilakukan dalam Open Coding dan proses coding lainnya

harus ditulis.

b. Axial Coding

Axial Coding adalah proses menghubungkan

kategori-kategori ke dalam subkategori-kategori. Disebut “axial” karena

pengkodean berlangsung disekitar poros dari sebuah kategori,

menghubungkan kategori-kategori pada tingkatan sifat atau

(51)

penempatan data kembali dengan cara-cara baru setelah open

coding, dengan cara membuat kaitan antar-kategori.

Menurut Poerwandari (2005), axial coding adalah proses

mengorganisasikan data dengan cara baru melalui

dikembangkannya hubungan-hubungan diantara

kategori-kategori, atau antara kategori-kategori dengan sub-kategori.

c. Selective Coding

Selective Coding adalah proses mengintegrasi dan

menyaring teori. Selective Coding juga merupakan proses

pemilihan kategori ini, pengaitan kategori inti terhadap kategori

lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungan kategori,

mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan

lebih lanjut.

Selective coding juga merupakan proses menyeleksi

kategori yang paling mendasar, secara sistematis

menghubungkannya dengan kategori-kategori lain, dan

kemudian memvalidasi hubungan tersebut (Poerwandari, 2005).

G. KEABSAHAN DATA

1. Kredibilitas (Credibility)

Penelitian ini menggunakan Teknik Pemeriksaan Sejawat

Melalui Diskusi untuk menerapkan kriteria derajat kepercayaan.

(52)

hasil yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan

sejawat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk;

a. Membuat peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan

jujur. Sehingga, dalam diskusi analitik dengan teman sejawat,

kemelencengan peneliti dapat dikurangi dan diklarifikasi.

b. Memberikan kesempatan dalam menjajaki dan menguji

hipotesis kerja yang muncul dari peneliti. Ada kemungkinan

hipotesis yang muncul dalam benak peneliti sudah dapat

dikonfirmasi bersama, tetapi dalam diskusi analitik juga dapat

memunculkan segi-segi lain yang dapat mengubah pemikiran

peneliti. Dengan demikian, adanya pertimbangan ulang dapat

membantu peneliti memperoleh hasil yang tepat.

c. Membersihkan emosi dan perasaan peneliti agar hasil tidak

melenceng, namun memperoleh hasil yang tepat (Moleong,

2011).

2. Transferabilitas (Transferability)

Transferablitas dilakukan untuk menggeneralisasikan hasil

temuan penelitian pada semua konteks dalam populasi yang sama atas

dasar penggunaan sampel yang secara representatif mewakili populasi

(Moleong, 2011). Dengan demikian, untuk memenuhi kriteria

tersebut, peneliti memilih sampel penelitian sebagai berikut :

a. Laki-laki dan perempuan yang sedang atau sudah melewati

(53)

perempuan akan mengalami pubertas yaitu suatu periode dimana

kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama

pada awal masa remaja. Masa pubertas merupakan masa yang

mempengaruhi seseorang untuk memiliki minat berkencan,

memperhatikan citra tubuh, dan melakukan perilaku seksual

(Santrock, 1995). Oleh sebab itu, peneliti memilih subjek-subjek

tersebut karena dianggap sudah memahami tentang hubungan

atau relasi intim dengan pasangan dimana sensualitas

merupakan prediktor kuat penentu kualitas hubungan (Hansson

& Ahlborg, 2011).

b. Bervariasi dalam berbagai suku, agama, jenis pekerjaan, daerah

tempat tinggal, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan terakhir,

orientasi seksual, dan status hubungan dengan pasangan. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan data yang diperoleh dapat

mewakili populasi dan menggambarkan konstruk sensualitas

secara umum. Sehingga, hasil temuan data mengenai

karakteristik dan konsep sensualitas dapat berlaku bagi semua

orang tidak hanya bagi subjek penelitian (Strauss & Corbin,

2009).

3. Dependabilitas (Dependability)

Kriteria dependabilitas merupakan kriteria keabsahan data yang

(54)

menggunakan beberapa cara yang dikemukakan oleh Moleong (2011)

untuk membuat penelitian ini memenuhi kriteria tersebut, yaitu :

a. Menyelidiki sejauh mana peneliti mengumpulkan data, apakah

waktu yang digunakan terlalu cepat atau tidak untuk mengakiri

pengumpulan data. Peneliti harus mempertimbangkan data yang

terkumpul hingga menemukan saturation point (Sarantakos

dalam Poerwandari, 2005)

b. Memeriksa sejauh mana data sudah digunakan dan

dimanfaatkan dalam proses analisis. Peneliti akan menganalisis

alasan-alasan dari 3 gambar yang dipilih oleh subjek penelitian

dengan maksud untuk melihat kekonsistensian yang ada dalam

pikiran subjek tentang konstruk sensualitas.

c. Mengontrol perasaan dan emosi peneliti agar data yang

diperoleh obyektif.

d. Menggunakan pengambilan sampel yang tepat, yaitu dengan

menggunakan theoretical sampling (Strauss & Corbin, 2009)

e. Mencatat segala bentuk hambatan dan ketidakstabilan dalam

penelitian.

f. Mengecek dan menggunakan rancangan penelitian yang tepat.

4. Konfirmabilitas (Confirmability)

Konfimirmabilitas merupakan kriteria keabsahan data yang

menunjukkan bahwa temuan penelitian adalah hasil yang objektif

(55)

pada pandangan, pendapat, atau penemuan seseorang. Akan tetapi,

keputusan yang diambil merupakan kesepakatan dari beberapa atau

banyak orang. Dengan demikian, hasil penelitian dapat dipercaya,

faktual, dan dapat dipastikan (Scriven dalam Moleong, 2011). Peneliti

juga menggunakan Teknik Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

(56)

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, data penelitian merupakan dokumen data

penelitian keintiman dan sensualitas dalam konteks hasrat seksual yang

berupa respon teknik proyektif.

Data penelitian diperoleh dari 246 responden. Namun, hanya 236

responden yang datanya layak untuk dianalisis oleh peneliti yang terdiri dari

118 responden wanita dan 118 responden pria. Subjek penelitian sangat

bervariasi dalam asal suku, agama, jenis pekerjaan, daerah tempat tinggal,

tingkat pendidikan terakhir, orientasi seksual, dan status hubungan dengan

pasangan.

Setelah data penelitian diperoleh, peneliti kemudian melakukan

organisasi dan analisis data menggunakan pendekatan Grounded Theory.

Teknik Analisa Data yang dilakukan yaitu dengan melakukan serangkaian

tahap Coding (Open Coding – Axial Coding – Selective Coding) dengan

Teknik Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi.

B. HASIL PENELITIAN

1. Data Demografis Subjek Penelitian

Berikut adalah gambaran identitas subjek penelitian yang

(57)

Tabel I.

Data Demografis Subjek Penelitian

Identitas Jumlah Persentase

(58)
(59)

f. S1 56 23, 73 %

g. S2 17 7, 20 %

h. S3 2 0, 84 %

i. (kosong) 1 0, 42 %

Orientasi Seksual

a. Heteroseksual 217 91, 94 % b. Biseksual 7 2, 96 % c. Homoseksual 4 1, 69 % d. (kosong) 8 3, 38 %

Status Hubungan

a. Belum / Tidak

Berpacaran 79 33, 47 % b. Berpacaran 86 36, 44 % c. Menikah 61 25, 85 % d. Cerai 3 1, 27 % e. Cerai Mati 3 1, 27 % f. (kosong) 4 1, 69 %

2. Deskripsi Hasil

Hasil dari penelitian memberikan gambaran secara umum

mengenai konsep sensualitas pada wanita maupun pria dalam konteks

seksualitas khususnya hasrat seksual. Gambaran konsep sensualitas

yang dimaksud meliputi interaksi emosional, emosi positif, keinginan

interaksi seksual, ketertarikan fisik, dan tempat privat.

Aspek interaksi emosional meliputi respon terhadap emosi

positif yang membuat seseorang ingin melakukan aktivitas yang

menunjukkan keintiman dengan orang lain. Aspek emosi positif

merupakan respon perasaan seseorang terhadap sesuatu yang

menguntungkannya dan memotivasi untuk bertindak sesuatu hal.

(60)

membangkitkan gairah seksual sehingga memunculkan keinginan

untuk melakukan aktivitas seksual. Apek ketertarikan fisik merupakan

kesukaan atau ketertarikan pada fisik atau bagian tubuh tertentu.

Aspek tempat privat meliputi tempat yang dapat menjaga kepentingan

pribadi seseorang dengan pasangannya.

a. Sensualitas Wanita

1) Interaksi Emosional

Kategori Interaksi Emosional pada wanita terdiri

dari Interaksi Akrab yang Melibatkan Penjiwaan, Posisi

Sangat Dekat, Hubungan Spesial yang Dekat, Ekspresi

Positif, Keintiman, Interaksi yang Melibatkan Emosi

Positif, dan Kontak Fisik yang Melibatkan Emosi Positif.

Tabel II.

Kategori dalam Interaksi Emosional Wanita Interaksi Akrab

Ekspresi Positif Keintiman

Gambar

Gambar – gambar yang digunakan sebagai stimulus eksternal untuk
gambar. Hal ini bertujuan untuk memberikan variasi pilihan
gambar yang disediakan. Setiap gambar dinilai aspek sensualitasnya
Tabel I. Data Demografis Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah