STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Novia Oktaviani Wayangkau
NIM : 109114166
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Novia Oktaviani Wayangkau
NIM : 109114166
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO
“Janganlah hendaknya kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala
akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”
(Filipi 4 : 6-7)
“ The most important things you can give to anyone are attention,
affection and appreciation”
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus yang penuh kasih dan selalu memberikan jalan terbaik untuk kehidupan saya
Bapak, Ibu, adik-adik dan keluarga saya yang selalu menjadi penyemangat dan sumber ketegaran saya
Sahabat – sahabat, kerabat, dan teman – teman yang selalu mendukung saya dalam keadaan apapun
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 22 Agustus 2014
Penulis,
vii
GROUNDED THEORY STUDY ABOUT CONCEPT OF SENSUALITY Novia Oktaviani Wayangkau
ABSTRACT
Sensuality is a strong predictor of which contributed greatly to the quality relationship with partner especially the quality of intimate relationship and quality of sexual living. Sensuality involvement can improve the sexual life that influence marital satisfaction. However, only few data are discussed toward sensuality. Attempts to explain the word sensuality is still not satisfactory. Furthermore, the word sensuality is still considered to be overlapping and not have clear boundaries with the word erotic and sexuality. Therefore, this study is aimed to determine the clarity conceptual formulation of sensuality in the context of sexuality, especially sexual desire. This study use qualitative research method with Grounded Theory approach. The data used in this research are the documents research of intimacy and sensuality in sexual desire, which are the responses to the projection technique of verbal-written with interpretative technique by using 30 pictures as stimulus. Data collection was performed by adapting the projection technique of verbal-written with interpretative technique using pictures stimuli. This study was conducted to 236 respondent, they are 118 females and 118 males. The results of this study revealed that sensuality in sexual desire context is composed of five aspects: Emotional Interaction, Positive Emotions, Desire to Sexual Interactions, Physical Attractions, and Privacy Place. The results also show that concept of sensuality has a more spacious context of the word erotic and sexuality, so the use of the word sensuality can be distinguished with these words.
viii
STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS Novia Oktaviani Wayangkau
ABSTRAK
Sensualitas merupakan prediktor kuat yang berkontribusi besar pada kualitas hubungan dengan pasangan khususnya kualitas hubungan yang intim dan kualitas hubungan seksual. Keterlibatan sensualitas dapat meningkatkan kehidupan seksual yang berpengaruh pada kepuasan pernikahan. Akan tetapi, hanya sedikit data yang membahas mengenai sensualitas. Upaya untuk menjelaskan kata sensualitas masih belum memuaskan. Selain itu, kata sensualitas masih dianggap tumpang tindih dan belum memiliki batasan yang jelas dengan kata erotis dan seksualitas. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan rumusan konseptual sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Grounded Theory. Data yang digunakan merupakan dokumen data penelitian keintiman dan seksualitas dalam hasrat seksual, yang berupa respon teknik proyeksi secara verbal-tertulis dengan teknik interpretatif dengan menggunakan 30 foto sebagai stimulus. Penelitian ini dilakukan pada 236 responden, 118 subjek wanita dan 118 subjek pria. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa sensualitas dalam konteks seksualitas terdiri dari 5 aspek yaitu Interaksi Emosional, Emosi Positif, Keinginan Interaksi Seksual, Ketertarikan Fisik, dan Tempat Privasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsep sensualitas memiliki konteks yang lebih luas dari kata erotis dan seksualitas, sehingga penggunaan kata sensualitas dapat dibedakan dengan kata-kata tersebut.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Novia Oktaviani Wayangkau
NIM : 109114166
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah yang berjudul :
STUDI GROUNDED THEORY TENTANG KONSEP SENSUALITAS
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 22 Agustus 2014
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
membimbing dan menyertai saya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Studi Grounded Theorytentang Sensualitas”. Berkat kebaikanNya saya diizinkan
untuk menulis dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu langkah penulis dalam menuntut ilmu dan
pembelajaran. Bagi saya, selama mengerjakan skripsi terdapat banyak
pengalaman yang menantang, menyenangkan, dan menginspirasi. Skripsi ini tidak
dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan, kerjasama, bimbingan, dan
konstribusi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Allah Roh Kudus yang memberikan
berkat, bimbingan, dan sumber kekuatan dalam setiap langkah yang
saya tempuh selama ini.
2. Bapak C. Siswa Widyatmoko M. Psi., selaku dosen pembimbing
skripsi yang memberikan arahan, dukungan, kesempatan belajar, dan
menjadi teladan bagi saya.
3. Mbak Haksi selaku asisten pembimbing skripsi yang memberikan
semangat dan dukungan dalam mengerjakan skripsi.
4. Ibu Lusia Pratidarmanastiti M. Si., selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan semangat, masukan, nasihat, dan
xi
5. Ibu Monica Eviandaru M. App. Psych., yang sempat menjadi dosen
pembimbing akademik saya. Terimakasih atas dukungan, kerjasama,
teladan, dan inspirasi yang diberikan bagi saya.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membimbing dan berbagi
ilmu baik di dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
7. Seluruh karyawan Faklutas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas
Muji, Mas Doni, dan Pak Gi) atas bantuan dalam bidang administrasi,
teknis, dan kebaikannya selama ini.
8. Kedua orang tua, Joppye Onesimus Wayangkau dan Istriyani Nur
Hidayati yang selalu menjadi sumber semangat dan selalu memberi
dukungan, semangat, nasihat, inspirasi dan doa bagi saya.
9. Ketiga adik-adik saya, Dek Vita, Dek Tina, Dek Zandonna yang selalu
memberikan semangat dan menjadi penghibur dalam suka dan duka.
10.Sahabat – sahabat saya, Rizky, Tasha, Rahma, Rani, dan Mba Kiky
Herdia atas segala dukungan, doa, kerjasama, dan kesedian dalam
menemani saya ketika senang dan sedih.
11.Teman – teman kepompong, Regina, Disti, Uli, Mega, Aning, Martha,
dan Sheila yang memberikan keceriaan dan warna dalam kehidupan
saya.
12.Teman – teman yang membantu analisis dalam penelitian ini (Mba
Ria, Mba Lana, dan Regina) atas pertolongan dan kesediaannya dalam
xii
13.Teman – teman bimbingan Pak Siswa, Mba Martha, Mba Lana, Mas
Baskoro, Mba Dita, Dita, Fiona, Didi, Vero, dan Vinda atas kerjasama,
masukan, dan kebersamaan selama ini.
14.Para responden yang sudah bersedia berkonstribusi untuk meluangkan
waktu, pemikiran, dan kerjasama dalam skripsi ini.
15. Semua pihak yang berkonstribusi dalam penyelesaian skripsi dan studi saya atas doa, dukungan dan kerjasama selama ini.
Yogyakarta, 22 Agustus 2014
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Peneltian ... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Sensualitas ... 7
1. Definisi Sensualitas ... 7
2. Bentuk Perilaku Sensualitas ... 10
xiv
4. Manfaat Sensualitas... 14
B. Dinamika Konseptual ... 15
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 20
A. Jenis Penelitian ... 20
B. Fokus Penelitian ... 21
C. Subjek Penelitian ... 22
D. Metode Pengambilan Data ... 25
E. Prosedur Penelitian ... 30
F. Teknik Analisa Data ... 30
1. Organisasi Data ... 30
2. Koding dan Analisis Data ... 31
a. Open Coding ... 31
b. Axial Coding ... 32
c. Selective Coding ... 33
G. Keabsahan Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Pelaksanaan ... 38
B. Hasil Penelitian ... 38
1. Data Demografis Subjek Penelitian ... 38
2. Deskripsi Hasil ... 41
a. Sensualitas Wanita ... 42
b. Sensualitas Pria ... 52
C. Pembahasan ... 64
BAB V PENUTUP ... 73
xv
B. Kekuatan Penelitian... 74
C. Kelemahan Penelitian ... 75
D. Saran ... 75
1. Peneliti Selanjutnya ... 75
2. Pasangan Suami - Istri ... 76
3. Psikolog, Lembaga Perkawinan, dan Konselor Perkawinan ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Data Demografis Subjek Penelitian ... 39
Tabel II. Kategori dalam Interaksi Emosional Wanita... 42
Tabel III. Kategori dalam Emosi Positif Wanita ... 46
Tabel IV. Kategori dalam Keinginan Interaksi Seksual Wanita ... 47
Tabel V. Kategori dalam Ketertarikan Fisik Wanita ... 50
Tabel VI. Kategori dalam Tempat Privat Wanita ... 51
Table VII. Kategori dalam Interaksi Emosional Pria ... 52
Tabel VIII. Kategori dalam Emosi Positif Pria ... 56
Table IX. Kategori dalam Keinginan Interaksi Seksual Pria ... 58
Table X. Kategori dalam Ketertarikan Fisik Pria... 62
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Inform Consent ... 82
Lampiran 2. Lembar Data Pribadi Responden. ... 83
Lampiran 3. Lembar Penilaian ... 86
Lampiran 4. Open Coding dan Axial Coding Sensualitas Wanita ... 91
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, konstruk mengenai kepuasan hubungan sedang mendapat
perhatian khusus dalam dunia literatur (Rosen & Bachmann, 2008 dalam
Meana 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, sensualitas merupakan
prediktor kuat yang memberikan konstribusi besar pada kualitas hubungan
yang intim dan kualitas hubungan seksual (Hansson & Ahlborg, 2011) yang
berkaitan erat dengan kepuasan hubungan khususnya kepuasan hubungan
pernikahan (Lawrence, Pederson, Bunde, Barry & Brock, Fazio, Mulryan,
Hunt, Madsen, dan Dzankovic, 2008).
Marta Meana (2010) juga mengungkapkan bahwa sensualitas
berkaitan dengan hasrat seksual seseorang dan berpengaruh pada kehidupan
seksual orang tersebut. Selain itu, sensualitas dapat digunakan sebagai solusi
bagi seseorang yang kehilangan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan
hubungan dengan pasangan. Namun, Meana juga sangat menyayangkan
bahwa hanya sedikit data yang membahas mengenai sensualitas.
Jika penelitian mengenai sensualitas memenuhi kebutuhan, sangat
diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi peneliti lain dan pasangan
suami istri untuk menggunakan konsep sensualitas dalam membentuk dan
memelihara kepuasan hubungan, khususnya di dalam pernikahan
membantu peneliti lain untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan
usaha meningkatkan dan membuat kehidupan seksual menjadi lebih baik
(Joanning & Keoughan, 2005), meningkatkan kepuasan pernikahan
(Lawrence, et.al. 2008), dan membentuk keintiman sebuah hubungan
(Hansson & Ahlborg, 2011).
Kepuasan dalam hubungan dalam pernikahan salah satunya dapat
ditandai dengan adanya kualitas hubungan seksual yang baik (Joanning &
Keoughan, 2005). Hal ini ditunjukkan dengan adanya kedekatan emosi,
keintiman, komunikasi yang baik dengan pasangan (Lawrence, 2008).
Selain itu, seseorang dapat menyampaikan ekspresi emosi kepada pasangan,
memiliki sikap yang baik ketika berhubungan seksual, membuat pasangan
senang dengan perilaku seksual yang dilakukan, dan memiliki keintiman
seksual dengan pasangan (Joanning & Keoughan, 2005).
Akan tetapi, hingga saat ini upaya untuk menjelaskan kata sensualitas
masih belum memuaskan. Ditinjau dari sudut pandang keterlibatan alat
indra tubuh, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (2014) menuliskan
bahwa “sensualitas adalah segala sesuatu yang mengenai badani bukan
rohani”. Sensualitas juga diartikan sebagai kesadaran seseorang akan indra
yang dimiliki baik sentuhan, perasa, penciuman, pendengaran, penglihatan
dan juga pemikiran yang dapat menimbulkan rasa senang melalui
indra-indra tersebut (Gomez, 2012).
Dengan sudut pandang yang berbeda, Lichtenberg (2008)
ditunjukkan melalui persetujuan pengasuh terhadap perilaku anak yang
berkaitan dengan kesenangan sensasi tubuh dan fantasi. Sensualitas juga
dianggap sebagai kenikmatan yang ditujukkan pada perasaan tertentu yang
berkaitan dengan kesenangan yang muncul karena adanya perilaku
pengasuh yang menenangkan dan mengekspresikan perasaan mereka kepada
anak, dan anak akan menggunakan interaksi tersebut untuk menenangkan
dirinya sendiri (Lazar dan Lichtenberg, 2003).
Dalam pendekatan lain, Joanning dan Keoughan, Kenedy, Grov, dan
Parsons mencoba untuk memisahkan antara sensualitas dan seksualitas.
Joanning dan Keoughan (2005) menyampaikan bahwa sensualitas diartikan sebagai keintiman fisik secara non-seksual dengan orang lain termasuk
kepekaan terhadap hasrat tubuh untuk dirangsang dengan cara-cara yang
menimbulkan perasaan senang. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh
Kenedy et. al. (2010) yang menyatakan bahwa sensualitas dan seksualitas
adalah hal yang berbeda, dimana sensualitas mengarah kepada kesenangan
yang berasal dari alat indra, sedangkan seksualitas merupakan ketertarikan
dan hasrat pada aktivias seksual.
Namun, bertolak belakang dengan Joanning dan Keoughan (2005),
dan Kenedy et.al. (2010), Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014)
mengungkapkan bahwa sensualitas adalah “the enjoyment, expression, or
pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang artinya sensualitas
adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau pencarian fisik, terutama
Di sisi lain, makna kata sensualitas yang dituliskan dalam Kamus
Bahasa Inggris Oxford Online (2014) memiliki makna yang hampir sama
dengan makna kata erotis yang juga dituliskan oleh sumber yang sama,
yaitu “relating to or tending to arouse sexual desire or excitement” yang
artinya erotis adalah yang berhubungan dengan atau cenderung mengarah
kepada membangkitkan gairah seksual atau kenikmatan seksual.
Menurut Ratna Batara Munti (2005), kata sensualitas dan erotis
memang belum memiliki batasan yang jelas sejauh ini. Dengan demikian,
ada kemungkinan penggunaan kata sensualitas dan erotis dapat digunakan
untuk mewakili makna yang sama. Hal ini juga didukung oleh Cristina L. H.
Traina (2011) dalam bukunya berjudul “Erotic Attunement : Parenthood
and the Ethics of Sensuality between Unequals” yang mengungkapkan
bahwa seringkali sensualitas, seksualitas, dan erotis dimaknai sebagai hal
yang sama atau tumpang tindih. Hal ini cukup mengungkapkan bahwa
kerangka konseptual tentang sensualitas masih belum jelas.
Berangkat dari alasan-alasan yang telah di uraikan di atas, peneliti
bermaksud untuk mencari dan menemukan kepastian dan kejelasan rumusan
kerangka konseptual mengenai konstruk sensualitas dalam konteks
seksualitas khususnya hasrat seksual. Di sisi lain, penelitian ini juga
merupakan bagian dari penelitian yang lebih besar mengenai konstruk
keintiman dan sensualitas dalam Hasrat Seksual yang diprakarsai oleh
peneliti utama yaitu C. Siswa Widiatmoko, M. Psi. Dengan demikian,
peluang untuk mengisi kekosongan literatur mengenai konstruk kepuasan
hubungan khususnya kontruk sensualitas dalam konteks seksualitas.
Selain itu, peneliti juga berusaha untuk memenuhi tawaran penelitian
mengenai pengembangan konsep multiple dyadic skills yaitu sebuah konsep
tentang 5 tipe faktor resiko dan faktor protektif yang mempengaruhi
kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Jacobson & Weiss (dalam
Lawrence, et. al. 2008). Salah satu konsepnya adalah sensualitas, yang dapat
digunakan untuk mencegah stress dalam pernikahan dan menjaga kepuasan
dalam hubungan pernikahan (Lawrence, et.al. 2008). Dengan demikian,
hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu program-program
untuk meningkatkan kualitas hubungan pasangan termasuk kualitas
hubungan seksual (Joanning & Keoughan, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka timbul
pertanyaan, bagaimanakah rumusan konseptual tentang sensualitas dalam
konteks seksualitas?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejelasan rumusan konseptual
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengisi
kekosongan literatur mengenai sensualitas, dan dapat menambah
wacana baru tentang sensualitas yang berkaitan dengan konteks
seksualitas khususnya hasrat seksual.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu
peneliti lain yang fokus pada bidang kepuasan relasi untuk
mengembangkan program-program yang berkaitan dengan sensualitas
demi meningkatkan kepuasan hubungan seksual dengan pasangan.
Secara khusus bagi pasangan suami-istri, diharapkan hasil penelitian
ini dapat membantu pasangan untuk meningkatkan kehidupan seksual
dan kepuasan relasi di dalam pernikahan. Bagi psikolog, lembaga
perkawinan, dan konselor perkawinan, hasil penelitian ini dapat
menambah wacana dan pengetahuan untuk membantu pasangan
suami-istri menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan pernikahan
mereka. Khususnya bagi pasangan yang mengalami permasalahan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SENSUALITAS
1. Definisi Sensualitas
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) menuliskan bahwa
“sensualitas adalah segala sesuatu yg mengenai badani bukan rohani”.
Sensualitas juga diartikan sebagai kesadaran seseorang akan indra
yang dimiliki baik sentuhan, perasa, penciuman, pendengaran,
penglihatan dan juga pemikiran yang dapat menimbulkan rasa senang
melalui indra-indra tersebut (Gomez, 2012).
Lichtenberg (2008) mendefinisikan sensualitas sebagai
bentuk-bentuk dukungan yang ditunjukkan melalui persetujuan pengasuh
terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan kesenangan sensasi
tubuh dan fantasi. Sensualitas juga dianggap sebagai kenikmatan yang
ditujukkan pada perasaan tertentu yang berkaitan dengan kesenangan
yang muncul karena adanya perilaku pengasuh yang menenangkan
dan mengekspresikan perasaan mereka kepada anak, dan anak akan
menggunakan interaksi tersebut untuk menenangkan dirinya sendiri
(Lazar dan Lichtenberg, 2003).
Joanning dan Keoughan (2005) menyampaikan bahwa sensualitas diartikan sebagai keintiman fisik secara non-seksual
dirangsang dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan senang.
Seksualitas melibatkan aktivitas sensual, tetapi tidak semua aktivitas
sensual adalah seksual. Joanning dan Keoughan (2005) juga menambahkanbahwasensualitas tidak terbatas hanya dapat dilakukan
di tempat tidur, sofa, atau mobil. Hal yang serupa juga diungkapkan
oleh Kenedy et. al. (2010) yang menyatakan bahwa sensualitas dan
seksualitas adalah hal yang berbeda, dimana sensualitas mengarah
kepada kesenangan yang berasal dari alat indra, sedangkan seksualitas
merupakan ketertarikan dan hasrat pada aktivitas seksual. Namun,
disisi lain Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014)
mengungkapkan bahwa sensualitas adalah “the enjoyment, expression,
or pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang artinya
sensualitas adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau pencarian
fisik, terutama secara seksual.
Seperti yang diungkapkan penulis di bab sebelumnya, definisi
tentang sensualitas masih belum memuaskan. Kata sensualitas
ternyata masih memiliki kemiripan dengan kata-kata lain seperti
erotisme dan seksualitas, sehingga seringkali dimaknai sebagai hal
yang sama (Traina, 2011). Ratna Batara Munti (2005) juga
menegaskan bahwa kata sensualitas dan erotisme masih belum
memiliki batasan yang jelas, sehingga tidak menutup kemungkinan
Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford (2014), erotisme adalah
“relating to or tending to arouse sexual desire or excitement” yang
artinya erotis adalah yang berhubungan dengan atau cenderung
mengarah kepada membangkitkan gairah seksual atau kenikmatan
seksual. Definisi ini hampir sama dengan definisi kata sensualitas
yang juga diartikan dalam sumber yang sama.
KBBI Online (2014) menyatakan bahwa seksualitas adalah “ciri,
sifat, atau peranan seks; dorongan seks; kehidupan seks”. Kamus
Bahasa Inggris Oxford Online (2014) mengartikan seksualitas sebagai
“capacity for sexual feeling”, yang artinya kapasitas untuk perasaan
seksual. Seksual berarti “relating to the instincts, physiological
precesses, and activities connected with physical attraction or
intimate physical contact between individuals”, yang artinya berkaitan
dengan insting, proses fisiologis, dan aktifitas yang berkaitan dengan
ketertarikan fisik atau kontak fisik yang intim antara individu (Kamus
Bahasa Inggris Oxford Online, 2014). Definisi seksualitas tersebut
juga hampir sama dengan definisi sensualitas yaitu “the enjoyment,
expression, or pursuit of physical, especially sexual, pleasure”, yang
artinya sensualitas adalah kenikmatan, ekspresi, kesenangan, atau
pencarian fisik, terutama secara seksual (Kamus Bahasa Inggris
Oxford Online, 2014).
Walaupun definisi sensualitas belum jelas, namun sensualitas
yang dianggap tumpang tindih seperti erotisme atau seksualitas. Dapat
disimpulkan bahwa definisi-definisi tentang sensualitas selalu
mengarah kepada perasaan senang yang dirasakan seseorang karena
adanya kontak fisik.
2. Bentuk Perilaku Sensualitas
Berdasarkan lima tipe perilaku yang berpotensi sebagai faktor
resiko dan faktor protektif dalam penelitian perilaku relasi dan
kepuasan pernikahan oleh Lawrence et. al. (2008) diungkapkan bahwa
bentuk perilaku sensualitas, yaitu :
a. Menyentuh (Touching)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2011),
menyentuh berarti “menyinggung sedikit; menjamah”.
b. Memeluk (Hugging)
Menurut KBBI (2011), memeluk berarti meraih seseorang
ke dalam dekapan kedua tangan yang dilingkarkan; mendekap.
c. Memeluk dengan Penuh Kasih Sayang (Cuddling)
Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014),
cuddling berarti “hold close in one’s arms as a way of showing
love or affection”, yang artinya berpegangan erat pada lengan
seseorang sebagai cara untuk memperlihatkan cinta dan
d. Memijat (Massage)
Memijat memiliki arti menekan dengan jari, memencet;
mengurut bagian tubuh untuk melemaskan otot sehingga
peredaran darah lancar (dalam KBBI, 2011).
e. Perhatian (Caring)
Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford Online (2014),
perhatian adalah “displaying kindness and concern for other”,
yang artinya memperlihatkan kebaikan dan mengutamakan
orang lain.
Selain menyampaikan empat bentuk perilaku di atas yaitu
menyentuh (touching), memeluk (hugging), memeluk dengan penuh
kasih sayang (cuddling) , dan memijat (massage), Joanning dan
Keoughan (2005) juga menambahkan perilaku berpegangan tangan
dan membelai atau mengelus pasangan sebagai bentuk perilaku
sensualitas. Berdasarkan KBBI (2011), berpegangan tangan adalah
“saling memegang tangan dan membelai memiliki arti mengusap-usap
disertai kata-kata manis dan sebagainya untuk membujuk”.
Hansson dan Ahlborg (2011) menyebutkan berciuman sebagai
salah satu bentuk perilaku sensualitas selain memeluk dan cuddling.
KBBI (2011) menuliskan bahwa berciuman adalah “saling melekatkan
Lichtenberg (2008) mengungkapkan bahwa bentuk perilaku
sensualitas dapat terlihat melalui proses menyusui ibu kepada
anaknya. Ketika seorang bayi sedang menangis dan kemudian sang
ibu menggendong bayi, maka tangisan berubah menjadi rengekan. Ibu
juga akan memberikan senyuman dan bayi akan menjadi lebih tenang.
Menurut Lichtenberg kontak fisik yang terjadi antara ibu dan bayi
membuat bayi menjadi lebih tenang.
Dapat disumpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku menonjol
yang muncul dalam konstruk sensualitas yaitu tindakan yang berupa
kontak fisik dengan pasangan.
3. Bentuk Emosi dalam Sensualitas
Joanning dan Keoughan (2005) mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa emosi positif yang terkait di dalam sensualitas, diantaranya :
a. Senang (Pleasure)
Senang adalah perasaan puas dan lega, tanpa rasa
susah dan kecewa; betah; berbahagia (tidak ada sesuatu
yang menyusahkan, tidak kurang suatu apapun dalam
hidupnya; suka; gembura; dalam keadaan baik (kesehatan,
kenyamanan, dan sebagainya) (dalam KBBI, 2011).
Selain Joanning dan Keoughan, Kennedy et. al.
(2010) juga menyatakan bahwa perasaan senang adalah
b. Cinta (Love)
Menurut KBBI (2011), cinta dapat diartikan sebagai
perasaan suka sekali, sayang benar; kasih sekali; terpikat
(antara laki-laki dan perempuan)
c. Intim (Intimate)
Menurut KBBI (2011), intim merupakan perasaan
yang akrab, karib, dan rapat. Joanning dan Keoughan
mengungkapkan bahwa rasa intim yang dirasakan dalam
sensualitas lebih kepada rasa intim secara fisik. Hal ini
juga didukung oleh Evers (2010) dalam jurnalnya yang
berjudul Intimacy, Sport and Young Refugee Men.
d. Nyaman (Comfort)
Nyaman merupakan “the easing or alleviation of a
person’s feelings of grief or distress”, yang artinya
keringanan dan kurangnya perasaan sedih dan tertekan
pada seseorang (Kamus Bahasa Inggris Oxford Online,
2014).
Selain perasaan senang, Lichtenberg (2008) menyatakan bahwa
perasaan yang muncul dalam sensualitas adalah perasaan shame.
Shame adalah sebuah emosi yang memiliki pengaruh untuk
menumpulkan inisiatif dan membatasi rasa tertarik dan kegembiraan
seseorang. Shame juga merupakan emosi yang dapat aktif ketika
dan gembira dibatasi. Menurut Lichtenberg, sensualitas dan
seksualitas dapat dibedakan berdasarkan perasaan shame.
Dengan demikian, Lichtenberg menyatakan bahwa sensualitas
adalah bentuk – bentuk dukungan dari pengasuh terhadap perilaku
anak yang berkaitan dengan kenikmatan sensasi tubuh, dengan cara
memberi persetujuan. Sedangkan seksualitas adalah tidak adanya
dukungan terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan kenikmatan
sensasi tubuh dengan cara melarang perilaku tersebut. Segala bentuk
persetujuan dan larangan dilandasi oleh emosi shame yang dibentuk
oleh nilai-nilai dalam budaya tertentu.
Dapat disimpulkan bentuk emosi yang terdapat pada konstruk
sensualitas adalah perasaan – perasaan positif seseorang kepada
pasangan. Perasaan yang paling menonjol dalam sensualitas yaitu
perasaan senang.
4. Manfaat Sensualitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joanning dan
Keoughan (2005), sensualitas memiliki manfaat yang sangat penting
bagi pasangan, yaitu :
a. Meningkatkan kualitas hubungan pasangan suami-istri
b. Meningkatkan dan menjadikan kehidupan seksual lebih
baik
Manfaat lain juga dipaparkan oleh Lawrence et. al. (2008), yaitu
a. Meningkatkan kesenangan seksual melalui kesadaran fisik
dan kenyamanan fisik secara seksual bersama pasangan
b. Membantu membentuk dan memelihara kepuasan
hubungan pasangan suami-istri
c. Mencegah stress dalam pernikahan
d. Meningkatkan kepuasan pernikahan
Menurut Hansson dan Ahlborg (2011), sensualitas memberikan
manfaat dalam;
a. Membentuk kualitas keintiman sebuah hubungan
b. Membentuk kualitas hubungan seksual
B. DINAMIKA KONSEPTUAL
Menurut Tiefer (2009) (dalam Meana, 2010), respon seksual manusia
sangat luas dan kaya. Akan tetapi, salah satu kontruk yang sering diabaikan
dari penelitian-penelitian selama ini terutama dalam penelitan yang
berkaitan dengan penelitian seks adalah fenomena dorongan kesenangan
atau kenikmatan yang dituliskan dengan kata erotisme (Meana, 2010).
Akan tetapi, jika ditilik kembali mengenai definisi erotisme yang dimaksud,
makna tersebut juga dapat diartikan sebagai sensualitas. Terdapat
kemungkinan bahwa penggunaan kata erotis masih tumpang tindih dengan
Walaupun kata sensualitas masih digunakan tumpang tindih dengan
kata lain, sensualitas merupakan prediktor kuat yang memberikan
konstribusi besar pada kualitas hubungan yang intim dan kualitas hubungan
seksual (Hansson & Ahlborg, 2011) yang berkaitan erat dengan kepuasan
hubungan khususnya kepuasan hubungan pernikahan (Lawrence et.al.,
2008). Saat ini diketahui bahwa konstruk kepuasan hubungan sedang
mendapatkan perhatian khusus dalam dunia literasi (Rosen & Bachmann,
2008 dalam Meana, 2010).
Meana (2010) juga mengungkapkan bahwa sensualitas berkaitan
dengan hasrat seksual seseorang dan berpengaruh pada kehidupan seksual
orang tersebut. Sensualitas dapat digunakan sebagai solusi bagi seseorang
yang kehilangan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan hubungan dengan
pasangan. Namun, Meana juga sangat menyayangkan bahwa penelitian
tentang sensualitas belum memuaskan dan sering diabaikan.
Pada penelitian tentang sensualitas sebelumnya, sudut pandang
pemahaman Lichtenberg mengenai sensualitas cukup berbeda dengan
peneliti-peneliti lain. Lichtenberg (2008) menyatakan bahwa
pemahamannya mengenai perbedaan sensualitas dan seksualitas berdasarkan
perasaan shame diperoleh berdasarkan pengamatan secara umum dan skema
klinis. Lichtenberg menggunakan pendekatan psikoanalitis terhadap sebuah
fenomena interaksi bayi dan pengasuhnya (terutama ibu) ketika proses
menyusui pertama kali dan menuju ke cinta romatis dan gairah pada
tersebut merupakan titik awal untuk menguraikan teori yang sudah ada
supaya dapat melihat sensualitas dan seksualitas dengan sudut pandang yang
lebih segar (Lichtenberg, 2008). Akan tetapi, nampaknya pemahaman
sensualitas yang dikemukakan oleh Lichtenberg belum dapat mewakili
penggunaan kata sensualitas secara umum dalam konteks seksualitas
khususnya hasrat seksual.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya pengembangan teoritis atau
konseptual mengenai kepastian konsep sensualitas terutama dalam konteks
seksualitas. Selain itu, perlu adanya pengembangan penelitian tentang
sensualitas dengan menggunakan metode yang lebih tepat yaitu dengan
menggunakan metode yang mengumpulkan data yang berupa pandangan
masyarakat yang ada di lapangan. Dengan demikian, hasil temuan mengenai
konsep sensualitas dapat sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat dipahami dan diterima bukan hanya untuk peneliti atau
orang-orang yang berpartisipasi dalam penelitian, tetapi bagi semua orang.
Jika temuan data sensualitas yang diperoleh melalui data lapangan
cukup luas, hal tersebut dapat diterapkan pada konteks yang terkait dengan
fenomena sensualitas, seperti kepuasan pernikahan, atau kepuasan hubungan
dengan pasangan, tetapi secara khusus yaitu kepuasan hubungan seksual
melalui hasrat seksual. Selain itu, melalui cara ini juga dapat menjelaskan
karakteristik-karakteristik sensualitas yang dapat dijadikan sebagai kontrol
atas perilaku seseorang yang menunjukkan konstruk sensualitas dalam
Dengan demikian, diperlukan metode atau cara pengumpulan data
yang dapat membentuk rumusan konsep dan karakteristik mengenai
sensualitas. Melalui metode tersebut diharapkan konsep tentang sensualitas
yang belum diidentifikasi dengan jelas dan belum tersusun secara
konseptual secara umum dapat dibangun dan dikembangkan. Metode yang
dimaksud adalah metode kualitatif khususnya metode Grounded Theory
(Straus & Corbin, 2009; Creswell, 2007).
Menurut Strauss dan Corbin (2009), pendekatan metode grounded
theory dapat menghasilkan rumusan teori tentang realitas yang diteliti,
menghasilkan konsep-konsep, menghasilkan hubungan antar-konsep, dan
pengujian sementara tentang konsep yang diteliti. Grounded theory juga
bersifat induktif, dengan kata lain metode ini membangun dan menyusun
teori atau konsep suatu konstruk melalui pengumpulan data dari lapangan.
Sehingga teori atau konsep yang dibangun sesuai dan menggambarkan
realitas konstruk yang diteliti (Creswell, 2007).
Peneliti juga merancang metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data agar hasil yang diperoleh lebih representatif. Metode
pengumpulan data yang dimaksud yaitu metode yang mengadaptasi teknik
proyektif. Metode proyektif memiliki kelebihan untuk mengungkapkan
pikiran alam bawah sadar atau pikiran yang tersembunyi yang tidak dapat
diungkapkan dalam situasi wajar (Friedenberg, 1995). Bagi masyarakat
Indonesia, hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas masih dianggap tabu
metode ini diharapkan dapat mengungkapkan pikiran terdalam subjek
penelitian mengenai konstruk sensualitas dalam konteks seksualitas.
Rancangan alat yang akan digunakan dalam metode pengumpulan
data ini yaitu berupa foto – foto pasangan heteroseksual yang berpotensi
untuk memberikan stimulus ambigu pada subjek penelitian tentang
sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Gambar
foto pasangan heteroseksual bertujuan untuk mempermudah subjek
penelitian menggambarkan makna sensualitas dalam konteks hasrat seksual
dibandingkan menggunakan gambar personal atau homoseksual (Chivers,
2005; 2010).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berharap dengan menggunakan
metode penelitian adaptasi teknik proyektif melalui metode Grounded
Theory dapat mengungkapkan kepastian dan kejelasan konsep sensualitas
secara nyata dan respresentatif. Karena temuan konsep sensualitas yang
diperoleh sesuai dengan pikiran terdalam dari setiap subjek penelitian
(Friedenberg, 1995) dan diperoleh dari data lapangan yang dikumpulkan
secara sistematis dan dianalisis melalui proses penelitian (Strauss & Corbin,
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan Grounded Theory. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk
menyelidiki area tentang hal-hal yang masih sedikit diketahui atau yang
sudah banyak diketahui untuk menambah pemahaman baru (Stren, 1980
dalam Strauss & Corbin, 1998). Pendekatan Grounded Theory merupakan
pendekatan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk membentuk
teori yang diperoleh dari data di lapangan, dikumpulkan secara sistematis,
dan dianalisis melalui proses penelitian (Strauss & Corbin, 1998). Data yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu persepsi atau pandangan masyarakat
mengenai konsep sensualitas.
Penelitian ini bertujuan untuk membangun konsep atau teori mengenai
konstruk sensualitas melalui persepsi-persepsi masyarakat yang diperoleh
dari lapangan, sehingga konsep tentang sensualitas yang belum
teridentifikasi dengan jelas dan belum tersusun secara konseptual secara
umum dapat dibangun dan dikembangkan. Dengan demikian, diperlukan
metode atau cara pengumpulan data yang dapat membentuk rumusan
konsep dan karakteristik mengenai sensualitas. Melalui metode tersebut
diharapkan konsep tentang sensualitas yang belum diidentifikasi dengan
dan dikembangkan. Metode yang dimaksud adalah metode kualitatif
khususnya metode Grounded Theory (Straus & Corbin, 2009; Creswell,
2007).
Creswell (2007) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif yang paling
baik untuk membangun konsep atau teori berdasarkan pandangan subjek
penelitian adalah pendekatan Grounded Theory. Oleh sebab itu, peneliti
menganggap bahwa pendekatan ini adalah yang paling tepat untuk
membangun rumusan konseptual konstruk sensualitas berdasarkan persepsi
atau pandangan masyarakat tentang konstruk tersebut.
Menurut Strauss dan Corbin (2009), pendekatan metode grounded
theory dapat menghasilkan rumusan teori tentang realitas yang diteliti,
menghasilkan konsep-konsep, menghasilkan hubungan antar-konsep, dan
pengujian sementara tentang konsep yang diteliti. Grounded theory juga
bersifat induktif, dengan kata lain metode ini membangun dan menyusun
teori atau konsep suatu konstruk melalui pengumpulan data dari lapangan.
Sehingga teori atau konsep yang dibangun sesuai dan menggambarkan
realitas konstruk yang diteliti (Creswell, 2007)
B. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini secara khusus ingin mengetahui kejelasan konsep
sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Diketahui
bahwa kontruk sensualitas berkaitan dengan hasrat seksual seseorang yang
(Meana, 2010). Sensualitas juga diketahui sebagai prediktor kuat yang
berperan dalam kualitas hubungan seksual dengan pasangan (Hansson &
Ahlborg, 2011).
Akan tetapi, sangat disayangkan masih terdapat ketidakjelasan konsep
mengenai sensualitas. Sensualitas masih memiliki makna yang tumpang
tindih dengan kata lain seperti erotisme dan seksualitas, sehingga
penggunaan kata-kata tersebut seringkali digunakan untuk mewakili makna
yang sama (Munti, 2005; Traina, 2011). Selain itu, data yang membahas
mengenai sensualitas masih sedikit (Meana, 2010). Dengan demikian,
sangat diperlukan penelitian untuk mengetahui konsep dan karakteristik
tentang sensualitas.
Dengan meneliti kepastian konsep dan karakteristik tentang
sensualitas dalam konteks seksualitas, maka hasil penelitian tersebut akan
menggambarkan uraian kerangka dan rumusan konseptual tentang
sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual dengan lebih
jelas yang diorganisasikan melaui skema teoritis (Strauss & Corbin, 1998).
C. SUBJEK PENELITIAN
Menurut Strauss dan Corbin (1998), metode pengambilan sampel
yang sesuai untuk penelitian dengan pendekatan grounded theory yaitu
theoretical sampling atau pengambilan sampel teoritis. Theoretical
sampling adalah proses pengambilan data yang dikendalikan oleh
sejalan dengan pengambilan data itu sendiri (Poerwandari, 2005).
Theoretical sampling merupakan proses pengumpulan data yang didorong
oleh konsep-konsep yang berasal dari teori yang berkembang dan didasari
oleh konsep “membuat perbandingan”, yang bertujuan untuk
memaksimalkan peluang dalam menemukan keragaman diantara
konsep-konsep dan dapat memadatkan kategori-kategori ke dalam karakteristik dan
dimensi-dimensi (Strauss & Corbin, 1998). Pengambilan sampel teoritis
dilakukan berdasarkan konsep-konsep yang terbukti secara relevan. Hal
tersebut didasari oleh :
1. Konsep tersebut berulang kali muncul atau muncul dalam
frekuensi terbatas secara signifikan muncul ketika peneliti
sedang melakukan perbandingan terhadap kejadian, atau
peristiwa, atau;
2. Dalam proses koding, konsep-konsep tersebut muncul dalam
kategori.
Pengambilan data mengarah kepada pemilihan sampel yang akan
mengarahkan peneliti kepada data yang semakin spesifik sehingga dapat
menemukan karakteristik dan konsep mengenai konstruk sensualitas.
Pemahaman yang baik terhadap data yang diperoleh akan membantu
peneliti menemukan subjek penelitian yang sesuai untuk menambah data
penelitian. Pengambilan data dilakukan secara terus-menerus oleh peneliti
kondisi dimana penambahan data dianggap sudah tidak dapat memberikan
informasi baru dalam proses analisis (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005).
Dalam pengambilan data, pemilihan subjek penelitian didasarkan pada
kriteria-kriteria berikut :
1. Laki-laki dan perempuan yang sedang atau sudah melewati
masa remaja. Pada masa remaja baik laki-laki maupun
perempuan akan mengalami pubertas yaitu suatu periode dimana
kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama
pada awal masa remaja. Masa pubertas merupakan masa yang
mempengaruhi seseorang untuk memiliki minat berkencan,
memperhatikan citra tubuh, dan melakukan perilaku seksual
(Santrock, 1995). Oleh sebab itu, peneliti memilih subjek-subjek
tersebut karena dianggap sudah memahami tentang hubungan
atau relasi intim dengan pasangan serta cukup memahami
tentang perilaku – perilaku yang berkaitan dengan seksualitas.
2. Bervariasi dalam berbagai suku, agama, jenis pekerjaan, daerah
tempat tinggal, tingkat pendidikan terakhir, orientasi seksual,
dan status hubungan dengan pasangan. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang diperoleh dapat mewakili populasi dan
menggambarkan konstruk sensualitas secara umum. Sehingga,
hasil temuan data mengenai karakteristik dan konsep sensualitas
dapat berlaku bagi semua orang tidak hanya bagi subjek
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
mengadaptasi konsep teknik proyeksi. Teknik proyeksi merupakan cara
yang memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan pikiran atau persepsi
terhadap suatu hal yang sukar diungkapkan dalam situasi wajar
(Friedenberg, 1995). Pada bab sebelumnya diungkapkan bahwa penelitian
ini bertujuan untuk mengungkapkan kepastian konstruk sensualitas dalam
konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Sedangkan hal – hal yang
berkaitan dengan seks di kalangan masyarakat Indonesia masih dianggap
terlarang, tabu dan perlu dihambat (Holzner & Oetomo, 2004). Oleh sebab
itu, peneliti mengadaptasi konsep teknik proyeksi sebagai metode yang
cocok untuk mengumpulkan data. Dengan demikian, respon yang diberikan
oleh responden tepat sasaran untuk mengungkapkan sensualitas dalam
kontek seksualitas.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan
persepsi-persepsi masyarakat mengenai konsep sensualitas. Persepsi masyarakat
yang dikumpulkan diharapkan dapat menggambarkan konsep sensualitas.
Menurut Freud (dalam Bellak & Abrams, 1997), semua persepsi yang
diungkapkan saat ini dapat diprediksi dan diorganisasikan oleh jejak ingatan
dari semua persepsi atau pengalaman yang terjadi sebelumnya. Melalui
konsep teknik proyektif, hal ini menunjukkan bahwa data lapangan yang
diperoleh berdasarkan persepsi tetap dapat melaporkan perilaku seseorang
mengenai konsep sensualitas yang diperoleh dari lapangan dengan
menggunakan pendekatan Grounded Theory dapat mengambarkan konsep
sensualitas.
Tes proyektif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tes proyektif verbal
dan tes proyektif non-verbal. Penelitian ini juga mengadaptasi konsep tes
proyeksi secara verbal, yaitu respon subjek terhadap stimulus ambigu yang
diberikan oleh peneliti, baik materi atau komunikasi subjek diwujudkan
dalam bentuk tulisan (Bellak & Abrams, 1997; Karmiyati & Suryaningrum,
2008).
Berdasarkan pengklasifikasian tes proyektif yang dikemukakan oleh
L. K. Frank (dalam Karmiyati & Suryaningrum, 2008), penelitian ini
termasuk dalam tes proyektif dengan Teknik Interpretatif. Teknik
Interpretatif memberikan kesempatan bagi subjek untuk merespon stimulus
dengan cara menginterpretasikan stimulus tersebut.
Menurut Lindzey (dalam Karmiyati & Suryaningrum, 2008), ada
beberapa tipe jawaban subjek dalam merespon tes proyektif. Dalam
penelitian ini, tipe jawaban subjek tergolong dalam Teknik Asosiasi, yaitu
subjek memberikan respon terhadap stimulus ambigu dengan cara
menyampaikan yang ada di dalam pikirannya atas stimulus tersebut
(Karmiyati & Suryaningrum, 2008).
Dengan mengadaptasi Teknik Asosiasi peneliti membantu subjek
penelitian untuk mengungkapkan hal-hal yang ada dipikirannya tanpa
2008). Sehingga, diharapkan respon yang diberikan subjek
sungguh-sungguh memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kontruk
sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual.
Dalam penelitian ini, subjek penelitian akan dihadapkan pada stimulus
ambigu berupa gambar-gambar pasangan heteroseksual yang diharapkan
dapat menstimulasi subjek penelitian untuk menggambarkan konsep
sensualitas yang berkaitan dengan hasrat seksual. Stimulus yang dipilih
berupa gambar atau foto karena secara umum untuk mengetahui hal-hal
yang berkaitan dengan seksualitas khususnya hasrat seksual yaitu berupa
stimulus ekternal berupa stimulus visual (Chivers, 2005).
Gambar – gambar yang digunakan sebagai stimulus eksternal untuk
mengungkapkan konsep sensualitas dalam konteks seksual memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Gambar berupa foto pasangan heteroseksual. Hal ini didasari
padndangan bahwa gambar atau foto pasangan heteroseksual
yang berpotensi untuk mempermudah subjek penelitian
menggambarkan makna sensualitas dalam konteks hasrat
seksual dibandingkan menggunakan gambar personal atau
homoseksual (Chivers, 2005; 2010).
2. Isi gambar atau foto penelitian merupakan perilaku sensualitas
yang mengarah kepada seksualitas khususnya hasrat seksual.
Perilaku sensualitas diantaranya menyentuh, memeluk,
al, 2008; Keoghan, 2005; Hansson & Ahlborg, 2011). Perilaku
yang mengarah kepada seksualitas khususnya hasrat seksual
yaitu merupakan perilaku yang dapat merangsang seseorang
untuk berperilaku seksual (Chivers, 2005). Jadi, pada penelitian
ini gambar atau foto berisi tentang perilaku antara dua orang
(pasangan heteroseksual) yang dapat merangsang seseorang
untuk berperilaku seksual.
3. Jumlah gambar yang digunakan sebagai stimulus berjumlah 30
gambar. Hal ini bertujuan untuk memberikan variasi pilihan
yang cukup banyak kepada subjek dalam kesediaan merespon
stimulus. Selain itu, cara ini juga diharapkan dapat memberikan
kesempatan subjek untuk tidak mengkosongkan jawaban karena
kurangnya variasi jawaban (Myers & Hansen, 2002).
4. Pengambilan gambar foto tidak dibatasi jumlahnya. Kemudian,
pemilihan ke-30 gambar dilakukan melalui proses diskusi
bersama dengan peneliti utama dan asisten peneliti lainnya. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi efek subjektifitas pemilihan
gambar dan memilih gambar yang terbaik yang dapat mewakili
kriteria-kriteria gambar yang dibutuhkan dalam penelitian.
Kemudian subjek diminta untuk memberikan respon terhadap
stimulus tersebut. Subjek akan memberikan respon terhadap stimulus
tersebut yang dianggap sebagai ungkapan pikiran – pikiran atau persepsi
diberikan subjek tidak memiliki jawaban yang benar atau salah, tidak
mengharuskan subjek untuk merespon secara terstruktur, tetapi memberi
kesempatan subjek untuk merespon lebih kreatif, terbuka, dan bebas untuk
mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan dan pikiran terdalam subjek
(Bellak & Abrams, 1997). Dengan demikian, diharapkan respon subjek
penelitian dapat sungguh-sungguh menggambarkan pikiran terdalamnya
tentang sensualitas dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual.
Tujuan peneliti yaitu ingin merumuskan kepastian konsep sensualitas
dalam konteks seksualitas khususnya hasrat seksual. Di sisi lain, terdapat
data yang sesuai dengan kriteria – kriteria penelitian yang sudah
diungkapkan sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian
dengan menggunakan dokumen data penelitian keintiman dan sensualitas
tentang hasrat seksual yang dikelola oleh C. Siswa Widyatmoko, M.Psi
untuk meneliti kepastian konsep sensualitas.
Penggunaan konsep proyektif pada penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kesempatan bagi subjek merespon stimulus sesuai dengan
interpretasi mereka masing-masing tanpa terpaku pada respon tertentu.
Selain itu, juga dapat membantu subjek untuk memiliki alternatif pilihan
respon yang lebih banyak dan bervariasi sesuai dengan pikiran dan persepsi
mereka masing-masing (Karmiyati & Suryaningrum, 2008). Dengan
demikian, respon persepsi subjek penelitian dapat mengarahkan penelitian
ini untuk membangun konsep dan menemukan karakteristik tentang
E. PROSEDUR PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data, yaitu :
1. Subjek penelitian ditunjukkan 30 gambar sepasang kekasih
(heteroseksual).
2. Subjek penelitian diminta untuk memberikan penilaian terhadap 30
gambar yang disediakan. Setiap gambar dinilai aspek sensualitasnya
dengan rentang skor 1 – 10, angka 1 menunjukkan skor terendah dan
angka 10 menunjukkan skor tertinggi.
3. Subjek diminta untuk memilih 3 gambar yang dianggap paling
menunjukkan sensualitas, kemudian memberikan penjelasan alasan
subjek memilih gambar-gambar tersebut sebagai gambar yang paling
mewakili sensualitas.
4. Melakukan analisis data yaitu alasan subjek penelitian mengenai
gambar-gambar yang dianggap mewakili sensualitas.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan
proses analisis sebagai berikut :
1. Organisasi Data
Peneliti harus mengorganisasikan data yang diperoleh dengan
rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Data tersebut berupa respon
subjek terhadap 30 gambar stimulus dan penjelasan ketiga gambar
Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa
data yang sistematis akan memungkinkan peneliti untuk memperoleh
kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan,
dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian
penelitian.
Peneliti harus menyimpan dan mengorganisasikan data mentah,
data yang sudah atau sebagian dalam proses, data yang sudah ditandai
kode spesifik tertentu, penjabaran kode-kode dan kategori-kategori,
refleksi peneliti, memo, dokumentasi langkah-langkah analisis, dan
segala hal yang perlu diperhatikan dan berkaitan dengan penelitian
(Poerwandari, 2005).
2. Koding dan Analisis Data
Menurut Strauss dan Corbin (1998; 2009) analisis data
penelitian dengan menggunakan pendekatan Grounded Theory
menggunakan tahapan analisis seperti berikut;
a. Open Coding
Open Coding adalah prosedur analisis data melalui
pengidentifikasian konsep, dan ciri-ciri dan dimensi-dimensi
konsep ditemukan di dalam data. Open Coding juga merupakan
proses menguraikan, memeriksa, membandingkan,
mengkonsepkan, da mengkategorisasikan data. Menurut, Strauss
1) Pelabelan Fenomena
Memberikan label atau konsep pada fenomena data
yang diperoleh.
2) Penemuan Kategori
Proses pengelompokkan konsep yang tampaknya
berhubungan dengan fenomena yang sama.
3) Penamaan Kategori
Fenomena yang digambarkan oleh sebuah kategori
diberi nama konseptual. Nama konseptual harus lebih
abstrak dan umum, sehingga dapat mewakili konsep yang
dikelompokkan di dalamnya.
4) Penulisan Catatan Coding
Diperlukan catatan atau memo untuk menuliskan
kategori-kategori atau konsep-konsep, serta nama
konseptual yang mewakili kategori. Semua proses yang
dilakukan dalam Open Coding dan proses coding lainnya
harus ditulis.
b. Axial Coding
Axial Coding adalah proses menghubungkan
kategori-kategori ke dalam subkategori-kategori. Disebut “axial” karena
pengkodean berlangsung disekitar poros dari sebuah kategori,
menghubungkan kategori-kategori pada tingkatan sifat atau
penempatan data kembali dengan cara-cara baru setelah open
coding, dengan cara membuat kaitan antar-kategori.
Menurut Poerwandari (2005), axial coding adalah proses
mengorganisasikan data dengan cara baru melalui
dikembangkannya hubungan-hubungan diantara
kategori-kategori, atau antara kategori-kategori dengan sub-kategori.
c. Selective Coding
Selective Coding adalah proses mengintegrasi dan
menyaring teori. Selective Coding juga merupakan proses
pemilihan kategori ini, pengaitan kategori inti terhadap kategori
lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungan kategori,
mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan
lebih lanjut.
Selective coding juga merupakan proses menyeleksi
kategori yang paling mendasar, secara sistematis
menghubungkannya dengan kategori-kategori lain, dan
kemudian memvalidasi hubungan tersebut (Poerwandari, 2005).
G. KEABSAHAN DATA
1. Kredibilitas (Credibility)
Penelitian ini menggunakan Teknik Pemeriksaan Sejawat
Melalui Diskusi untuk menerapkan kriteria derajat kepercayaan.
hasil yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan
sejawat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk;
a. Membuat peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan
jujur. Sehingga, dalam diskusi analitik dengan teman sejawat,
kemelencengan peneliti dapat dikurangi dan diklarifikasi.
b. Memberikan kesempatan dalam menjajaki dan menguji
hipotesis kerja yang muncul dari peneliti. Ada kemungkinan
hipotesis yang muncul dalam benak peneliti sudah dapat
dikonfirmasi bersama, tetapi dalam diskusi analitik juga dapat
memunculkan segi-segi lain yang dapat mengubah pemikiran
peneliti. Dengan demikian, adanya pertimbangan ulang dapat
membantu peneliti memperoleh hasil yang tepat.
c. Membersihkan emosi dan perasaan peneliti agar hasil tidak
melenceng, namun memperoleh hasil yang tepat (Moleong,
2011).
2. Transferabilitas (Transferability)
Transferablitas dilakukan untuk menggeneralisasikan hasil
temuan penelitian pada semua konteks dalam populasi yang sama atas
dasar penggunaan sampel yang secara representatif mewakili populasi
(Moleong, 2011). Dengan demikian, untuk memenuhi kriteria
tersebut, peneliti memilih sampel penelitian sebagai berikut :
a. Laki-laki dan perempuan yang sedang atau sudah melewati
perempuan akan mengalami pubertas yaitu suatu periode dimana
kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama
pada awal masa remaja. Masa pubertas merupakan masa yang
mempengaruhi seseorang untuk memiliki minat berkencan,
memperhatikan citra tubuh, dan melakukan perilaku seksual
(Santrock, 1995). Oleh sebab itu, peneliti memilih subjek-subjek
tersebut karena dianggap sudah memahami tentang hubungan
atau relasi intim dengan pasangan dimana sensualitas
merupakan prediktor kuat penentu kualitas hubungan (Hansson
& Ahlborg, 2011).
b. Bervariasi dalam berbagai suku, agama, jenis pekerjaan, daerah
tempat tinggal, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan terakhir,
orientasi seksual, dan status hubungan dengan pasangan. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan data yang diperoleh dapat
mewakili populasi dan menggambarkan konstruk sensualitas
secara umum. Sehingga, hasil temuan data mengenai
karakteristik dan konsep sensualitas dapat berlaku bagi semua
orang tidak hanya bagi subjek penelitian (Strauss & Corbin,
2009).
3. Dependabilitas (Dependability)
Kriteria dependabilitas merupakan kriteria keabsahan data yang
menggunakan beberapa cara yang dikemukakan oleh Moleong (2011)
untuk membuat penelitian ini memenuhi kriteria tersebut, yaitu :
a. Menyelidiki sejauh mana peneliti mengumpulkan data, apakah
waktu yang digunakan terlalu cepat atau tidak untuk mengakiri
pengumpulan data. Peneliti harus mempertimbangkan data yang
terkumpul hingga menemukan saturation point (Sarantakos
dalam Poerwandari, 2005)
b. Memeriksa sejauh mana data sudah digunakan dan
dimanfaatkan dalam proses analisis. Peneliti akan menganalisis
alasan-alasan dari 3 gambar yang dipilih oleh subjek penelitian
dengan maksud untuk melihat kekonsistensian yang ada dalam
pikiran subjek tentang konstruk sensualitas.
c. Mengontrol perasaan dan emosi peneliti agar data yang
diperoleh obyektif.
d. Menggunakan pengambilan sampel yang tepat, yaitu dengan
menggunakan theoretical sampling (Strauss & Corbin, 2009)
e. Mencatat segala bentuk hambatan dan ketidakstabilan dalam
penelitian.
f. Mengecek dan menggunakan rancangan penelitian yang tepat.
4. Konfirmabilitas (Confirmability)
Konfimirmabilitas merupakan kriteria keabsahan data yang
menunjukkan bahwa temuan penelitian adalah hasil yang objektif
pada pandangan, pendapat, atau penemuan seseorang. Akan tetapi,
keputusan yang diambil merupakan kesepakatan dari beberapa atau
banyak orang. Dengan demikian, hasil penelitian dapat dipercaya,
faktual, dan dapat dipastikan (Scriven dalam Moleong, 2011). Peneliti
juga menggunakan Teknik Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini, data penelitian merupakan dokumen data
penelitian keintiman dan sensualitas dalam konteks hasrat seksual yang
berupa respon teknik proyektif.
Data penelitian diperoleh dari 246 responden. Namun, hanya 236
responden yang datanya layak untuk dianalisis oleh peneliti yang terdiri dari
118 responden wanita dan 118 responden pria. Subjek penelitian sangat
bervariasi dalam asal suku, agama, jenis pekerjaan, daerah tempat tinggal,
tingkat pendidikan terakhir, orientasi seksual, dan status hubungan dengan
pasangan.
Setelah data penelitian diperoleh, peneliti kemudian melakukan
organisasi dan analisis data menggunakan pendekatan Grounded Theory.
Teknik Analisa Data yang dilakukan yaitu dengan melakukan serangkaian
tahap Coding (Open Coding – Axial Coding – Selective Coding) dengan
Teknik Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi.
B. HASIL PENELITIAN
1. Data Demografis Subjek Penelitian
Berikut adalah gambaran identitas subjek penelitian yang
Tabel I.
Data Demografis Subjek Penelitian
Identitas Jumlah Persentase
f. S1 56 23, 73 %
g. S2 17 7, 20 %
h. S3 2 0, 84 %
i. (kosong) 1 0, 42 %
Orientasi Seksual
a. Heteroseksual 217 91, 94 % b. Biseksual 7 2, 96 % c. Homoseksual 4 1, 69 % d. (kosong) 8 3, 38 %
Status Hubungan
a. Belum / Tidak
Berpacaran 79 33, 47 % b. Berpacaran 86 36, 44 % c. Menikah 61 25, 85 % d. Cerai 3 1, 27 % e. Cerai Mati 3 1, 27 % f. (kosong) 4 1, 69 %
2. Deskripsi Hasil
Hasil dari penelitian memberikan gambaran secara umum
mengenai konsep sensualitas pada wanita maupun pria dalam konteks
seksualitas khususnya hasrat seksual. Gambaran konsep sensualitas
yang dimaksud meliputi interaksi emosional, emosi positif, keinginan
interaksi seksual, ketertarikan fisik, dan tempat privat.
Aspek interaksi emosional meliputi respon terhadap emosi
positif yang membuat seseorang ingin melakukan aktivitas yang
menunjukkan keintiman dengan orang lain. Aspek emosi positif
merupakan respon perasaan seseorang terhadap sesuatu yang
menguntungkannya dan memotivasi untuk bertindak sesuatu hal.
membangkitkan gairah seksual sehingga memunculkan keinginan
untuk melakukan aktivitas seksual. Apek ketertarikan fisik merupakan
kesukaan atau ketertarikan pada fisik atau bagian tubuh tertentu.
Aspek tempat privat meliputi tempat yang dapat menjaga kepentingan
pribadi seseorang dengan pasangannya.
a. Sensualitas Wanita
1) Interaksi Emosional
Kategori Interaksi Emosional pada wanita terdiri
dari Interaksi Akrab yang Melibatkan Penjiwaan, Posisi
Sangat Dekat, Hubungan Spesial yang Dekat, Ekspresi
Positif, Keintiman, Interaksi yang Melibatkan Emosi
Positif, dan Kontak Fisik yang Melibatkan Emosi Positif.
Tabel II.
Kategori dalam Interaksi Emosional Wanita Interaksi Akrab
Ekspresi Positif Keintiman