• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPLANTING PADA PERKEBUNAN KARET RAKYAT DENGAN KLON BERMUTU DI LOKASI m-p3mi DESA SUNGAI UNGAR, KARIMUN, KEPRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPLANTING PADA PERKEBUNAN KARET RAKYAT DENGAN KLON BERMUTU DI LOKASI m-p3mi DESA SUNGAI UNGAR, KARIMUN, KEPRI."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

REPLANTING PADA PERKEBUNAN KARET RAKYAT DENGAN KLON

BERMUTU DI LOKASI m-P3MI DESA SUNGAI UNGAR, KARIMUN, KEPRI.

A. Misbah1, Dahono1 dan Supriadi2.

1. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau Jl. Pelabuhan Sungai Jang No. 38 Tanjung Pinang. 2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Jl, Stadion Maguwoharjo No 22,Sleman Yogyakarta.

Abstrak

Terjadinya penurunan produksi getah pada perkebunan karet rakyat salah satunya disebabkan oleh bertambahnya umur tanaman. Umur tanaman karet diatas 30 tahun produksinya sudah menurun dan perlu diremajakan (replanting). Salah satu kegiatan yang dilakukan pada model pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi (m-P3MI) di Desa Sungai Ungar Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Prov.Kepri adalah melakukan display inovasi teknologi berupa demplot kebun entres karet unggul untuk mendukung pengembangan bibit karet unggul dalam rangka replanting kebun karet rakyat yang sudah tua. Pembibitan karet menggunakan klon karet bermutu dari Balai Penelitian Karet Sungai Putih. Demplot kebun entres karet dibuat di lahan petani anggota Kelompok Tani Tunas Unggul Desa Sungai Ungar. Sebanyak 4 klon tanaman karet unggul baru BPM 24, IRR 5, IRR 220 dan PB 260 telah berhasil dilakukan pembibitan dengan system okulasi dan sebanyak 500 bibit unggul baru hasil okulasi yang telah siap di tanaman di lapangan.

Kata kunci: replanting, tanaman karet, penuruan, produksi,umur,tua.

REPLANTING RUBBER PLANTATION IN THE CLONES WITH QUALITY IN VILLAGE LOCATION m-P3MI SUNGAI UNGAR, KARIMUN, KEPRI.

A. Misbah1, Dahono1 and Supriadi2.

1. Loka Agricultural Technology Assessment Kepulauan Riau Jl. Sungai Jang No. 38 Tanjung Pinang.

2 Yogyakarta Assessment Institute for Agricultural Technology. Jl, Stadion Maguwoharjo No. 22, Sleman, Yogyakarta.

Abstract

A decline in latex production on smallholders one caused by plant age. Age above 30 years old rubber plant production has been declining and needs to be rejuvenated (replanting). One of the activities carried out on the model of rural agricultural development through innovation (m-P3MI) in the village sungai ungar subdistrict of Kundur , Karimun, Prov.Kepri is to display technological innovation in the form of superior rubber entres garden pilot project to support the

(2)

development of superior rubber seedlings in order replanting jungle rubber elderly. Breeding quality rubber using rubber clones of Rubber Research Institute of the Sungai Putih. Made of rubber entres garden demonstration plots in farmers' fields Farmers Group members Tunas Unggul sungai Ungar Village. A total of 4 new superior rubber plant clone BPM 24, 5 IRR, IRR 220 and PB 260 has successfully done with the nursery grafting system and as many as 500 new seeds grafting results that have been prepared at the plant in the field.

Keywords: replanting, rubber plants, scaling, production, age, old.

PENDAHULUAN

Pembangunan sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan perdesaan, karena pembangunan perdesaan adalah prasyarat bagi upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani melalui optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian. Dengan demikian dapat dicapai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, adanya pemerataan dan pertumbuhan ekonomi di perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dukungan teknologi pertanian untuk pengembangan pertanian di perdesaan telah tersedia melalui jasa penelitian maupun pengkajian yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebagian teknologi tersebut telah tersebar di tingkat pengguna dan stakeholder, namun pengembangannya ke target area yang lebih luas perlu dilakukan upaya percepatan.

Kondisi pertanian saat ini mendapatkan tekanan lebih besar dengan persoalan bertambahnya jumlah penduduk yang terus meningkat. Sementara itu ketersediaan lahan semakin terbatas dan implementasi inovasi teknologi belum maksimal. Paradigma pembangunan pertanian harus diselaraskan dengan perubahan kondisi dan struktur politik nasional serta kecenderungan perubahan perekonomian global dan lokal. Masyarakat dan kawasan pedesaan yang merupakan basis perekonomian nasional harus diposisikan sebagai motor penggerak, dan bukan sebagai pendukung pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pedesaan dengan konsep community development menempatkan masyarakat pedesaan sebagai subjek yang berpartisipasi aktif dalam seluruh proses pengembangan pertanian pedesaan. Partisipasi yang dimaksud meliputi aktivitas perencanaan, implementasi, pemeliharaan bahkan hingga sisi pendanaannya. Pengembangan pertanian pedesaan dengan paradigma ini diharapkan akan mampu menciptakan masyarakat dan kawasan pedesaan yang mandiri dan makmur.

(3)

Kepulauan Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, memiliki tujuh wilayah kabupaten/kota. Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 252.601 km2, terdiri dari ± 95% - nya merupakan lautan dan hanya ± 5% wilayah darat yang terdiri dari ratusan pulau besar dan kecil, dengan demikian untuk sektor pertanian sangat diperlukan pengelolaan secara intensif mengingat luas daratan yang relatif kecil dibandingkan dengan lautannya.

Kabupaten Karimun sebagai bagian dari Provinsi Kepulauan Riau juga terdiri dari ratusan pulau. Tercatat baru 54 pulau yang sudah berpenghuni dari 249 buah pulau yang ada di Kabupaten Karimun. Pulau Karimun dan Pulau Kundur merupakan dua pulau terbesar yang menjadi sentra kegiatan dan pemukiman masyarakat (BPS Kab. Karimun, 2011). Kecamatan Kundur yang terletak di Pulau Kundur, memiliki potensi pertanian yang cukup menonjol terutama komoditas tanaman karet disamping adanya komoditas buah nenas sebagai tanaman sela pada perkebunan karet muda. Kondisi perkebunan karet di provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2011 terjadi penurunan pada jumlah tanaman yang menghasilkan artinya banyak tanaman karet yang masih muda dan yang sudah tidak menghasilkan atau tanaman karet tua. Sejak dekade 1980 hingga tahun 2010, permasalahan karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan, khususnya oleh patani karet rakyat, (Damanik dkk, 2012). Pada kondisi tanaman karet yang sudah tua perlu segera dilakukan replanting dengan menggunakan klon-klon yang bermutu tinggi dengan harapan dapat meningkatkkan produksi getah.

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di sekitar equator antara 10 LU dan 10 LS. Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian 0 – 200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Curah hujan berkisar antara 2500-4000 mm pertahun atau hari hujan berkisar antara 100 s/d 150 HH/tahun. Suhu harian yang cocok untuk tanaman karet rata-rata 25 – 30 C. Syarat lain yang dibutuhkan tanama karet adalah sinar matahari dengan intensitas yang cukup lama yaitu 5 – 7 jam (Supijatno dan Iskandar, 1988)

(4)

METODOLOGI

a. Lokasi/Tempat dan Waktu

Kegiatan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) dilaksanakan di Desa Sungai Ungar Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun Anggaran 2012 dan 2013 di kelompok patani karet “Tunas Ungul” .

b. Bahan dan Alat.

Alat yang digunakan pada pengkajian ini terdiri dari peralatan lapang pertanian, peralatan okulasi tanaman karet, alat untuk mengolah limbah kandang, peralatan untuk penyadapan karet, meteran, dan timbangan.

Bahan yang digunakan adalah tanaman karet entries dan tanaman batang bawah, sarana produksi berupa: pupuk anorganik dan pupuk organik, probiotik, obat-obatan tanaman.

c. Metode pelaksanaan

Melalui pendekatan dialogis dengan sikap “teposaliro” dari para petugas pelaksana yang melaksanakan kegiatan lapangan dan pada tahap lebih lanjut menerapkan sikap “ empati” sesuai dengan tujuan dan target kegiatan, sehingga keterpaduan dua sikap di atas akan mewujudkan “simpati”, dari sinilah akan didapatkan program bersama dalam penerapan model pengembangan usaha pertanian perdesaan melalui inovasi m-P3MI dalam suatu system yang diharapkan adanya keterkaitan antara program Pemda – Peneliti – Penyuluh – dan Petani.

Dalam pelaksanaanya digunakan pendekatan sistem agribisnis yang dilaksanakan oleh suatu tim yang bersifat multidisipliner dan kemitraan antara peneliti-penyuluh-petani. Tahapan pengkajian dimulai dari

1) studi diagnostik wilayah, tahapan kegiatan ini menggunakan metoda partisipatory rural appraisal (PRA).

2) Rekayasa teknologi dalam suatu model m-P3MI, kegiatan ini merupakan penerapan teknologi mulai dari persiapan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan-perubahan pada produktivitas pertanian dan perubahan yang terjadi pada lahan pertaniannya juga pada perkembangan kesejahteraan petani sebagai akibat dilakukannya m-MP3MI, adapun demplot teknologi yang dilakukan adalah pembuatan kebun entres dengan

(5)

empat klon unggul yaitu: BPM.24, IRR.5, IRR.220 dan PB.260 dan kebun batang bawah serta kebun tanaman karet unggul hasil okulasi, disimping itu dilakukan pula pelatihan-pelatihan cara okulasi tanaman karet dan cara pembuatan pupuk organik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik lokasi pengkajian.

Kecamatan Kundur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Karimun yang berpotensi sebagai daerah pengembangan pertanian. Luas wilayah Kecamatan Kundur adalah 208 km2. Kecamatan ini terletak pada 0035’30” sampai dengan 00 44’8” Lintang Utara dan 103025’40” sampai dengan 103035’7” Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Kundur terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang secara keseluruhan terdapat 26 (dua puluh enam) pulau. Hingga saat ini baru 5 (lima) pulau yang telah berpenghuni.

Tabel 1. Pembagian luas wilayah Kecamatan Kundur menurut desa / kelurahan

No. Nama Desa /

Kelurahan Status Pemerintahan

Luas Wilayah (km2)

1. Tanjung Batu Barat Kelurahan 15

2. Tanjung Batu Kota Kelurahan 29

3. Alai Kelurahan 43,31

4. Sungai Sebesi Desa 23

5. Sungai Ungar Desa 25

6. Lubuk Desa 11

7. Batu Limau Desa 26,25

8. Ngal Desa 35,44

Jumlah 208

(6)

Pemanfaatan lahan terbesar di Desa Sungai Ungar digunakan untuk perkebunan, diantaranya tercatat seluas 998,4 ha pertanaman karet; 384 ha pertanaman kelapa dan 5 ha pertanaman kelapa sawit.

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Desa Sungai Ungar Tahun 2011

No. Penggunaan Lahan Luas (ha)

1. Pemukiman 532 2. Pekarangan 210 3. Perkantoran 0,04 4. Kuburan 10 5. Tanah rawa 42 6. Lahan gambut 240

7. Tanah perkebunan rakyat 870

8. Tanah perkebunan perorangan 870

9. Kebun desa 1

10. Lapangan olah raga 1

11. Tempat pemakaman desa / umum 7

12. Bangunan sekolah / perguruan tinggi 7

13. Pertokoan 0,5

14. Fasilitas pasar 0,5

Jumlah 2791,04

Sumber: Kantor Desa Sungai Ungar, 2011

Kegiatan di lapangan telah berjalan dan berbagai upaya telah dilakukan untuk merealisasikan tahap-tahap pelaksanaan. Pelaksanaan PRA (Participatory Rural Appraisal) menjadi agenda pertama yang dilakukan setelah ditetapkannya lokasi pelaksanaan Kegiatan M-P3MI. Pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal / PRA) pada intinya merupakan cara untuk memahami secara partisipatif dari seluruh komponen masyarakat desa mengenai masalah pembangunan di pedesaan dan upaya antisipasi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan kendala dan seluruh potensi sumber daya yang tersedia. Melalui pendekatan partisipatif ini, diperoleh kesimpulan mengenai kondisi umum di Desa Sungai Ungar sebagai berikut:

a. Terdapat dua komoditas utama yang diusahakan masyarakat, yaitu karet dan nenas. Adapun tanaman pekarangan yang cukup banyak ditemukan diantaranya rambutan. b. Sebagian para petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk untuk

(7)

c. Masyarakat Desa Sungai Ungar yang mengusahakan tanaman karet mengalami kesulitan untuk memperoleh bibit karet bermutu. Sebagian besar warga masih menggunakan bibit yang berasal dari biji-biji karet di sekitar lokasinya yang dianggap unggul, dikenal dengan istilah “bibit sapuan”.

Berdasarkan gambaran situasi tersebut, maka disusun program kegiatan untuk membangun rintisan model pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi yang diterapkan. Inovasi teknologi yang diterapkan diantaranya penggunaan bibit karet bermutu dari Balai Penelitian Karet Sungai Putih Medan.

2. Kondisi perkebunan karet rakyat di Provinsi Kepri.

Luas perkebunan karet di tujuh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau dua tahun terakhir ini mengalami penurunan, pada tahun 2010 jumlah luas areal penanaman karet sebanyak 43.458 ha, pada tahun 2011 menurun 959 ha menjadi 42.499 ha. Tanaman karet yang sedang menghasilkan terjadi penurunan dari 19.536 han pada tahun 2010 menurun 399 ha menjadi 19.037 ha pada tahun 2011, disisi lain terjadi perbaikan tingkat perawatan dengan ditandai terjadinya penurunan jumlah areal pertanaman karet yang rusak pada tahun 2010 jumlah areal pertanaman karet yang rusak sebanyak 19.211 ha menurun menjadi 18.721 ha pada tahun 2011. Jumlah tanaman yang belum menghasilkan atau tanaman muda meningkat dari 4.711 ha pada tahun 2010 menjadi 4.740 ha di tahun 2011 (Tabel 3).

Tabel 3, Luas area perkebunan karet rakyat menurut kabupaten/kota

Kabupaten/kota TBM TM TTR Jumlah Karimun 2542 8434 9955 20931 Bintan 312 2172 3195 5679 Natuna 672 1954 813 3439 Lingga 806 4650 4327 9783 Anambas 354 1799 339 2492 Batam 54 13 83 150 Tanjungpinang - 16 9 25 Jumlah total 2011 2010 2009 4740 4711 4153 19037 19536 17451 18721 19211 20353 42499 43458 41957 Sumber: BPS Kepulauan Riau 2012

Keterangan: TBM= Tanaman belum menghasilkan TM = Tanaman menghasilkan TTR = Tanaman tua rusak

(8)

Dari data tersebut di atas menunjukan bahwa 50% areal pertanaman karet merupakan pertanaman karet yang rusak atau tidak berproduksi, sedangkan peremajaan yang ada hanya 10% dari luas areal pertanaman karet disisi lain pada Tabel 4 menunjukan jumlah petani perkebunan karet menurun dari 17.767 petani pada tahun 2010 menurun menjadi 16.507 petani di tahun 2011.

Tabel 4. Luas areal dan produksi perkebunan karet rakyat. Tahun 2011. Kabupaten/kota Luas ereal (ha) Produksi (kg) Rataan produksi

(kg/ha) Jumlah petani Karimun 20931 5601 664 6917 Bintan 5679 22219 1023 1230 Natuna 3439 2169 1110 2248 Lingga 9783 4071 876 4396 Anambas 2492 1152 640 1600 Batam 150 42 1692 105 Tanjungpinang 25 6 394 11 Jumlah total 2011 2010 2009 42498 37758 41956 35260 16161 11945 6399 6126 4026 16507 17767 16846 Sumber: BPS Kepulauan Riau 2012

Produksi perkebunan karet rakyat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup baik dari 11945 kg menjadi 35260 kg atau bertambah sebanyak 23315 kg, peningkatan ini bukan hanya diakibatkan oleh bertambahnya luasan tanam dari 41956 ha di tahun 2009 menjaddi 42498 ha pada tahun 2011 tetapi yang paling utama adalah dari peningkatan rata-rata produksi per ha dari 4026 kg/ha menjadi 6399 kg/ha atau meningkat 2373 kg/ha artinya rata-rata produksi per ha selama kurun waktu 3 tahun dapat meningkat 59% .

3. Inovasi Teknologi dalam Kawasan m-P3MI

Display inovasi teknologi di lokasi kegiatan m-P3MI berupa demplot kebun entres karet unggul untuk mendukung pengembangan bibit karet unggul, menurut Husni dkk ,(1988) bibit yang berkualitas unggul salah satunya dapat diperoleh melalui perbanyakan vegetatif. Pembibitan karet menggunakan klon karet bermutu dari Balai Penelitian (Balit) Karet Sungai Putih seperti BPM.24, IRR.5, IRR.220 dan PB.260. Demplot kebun entres karet dibuat di lahan petani anggota Kelompok Tani (Poktan) Tunas Unggul Desa Sungai Ungar sebagai tempat

(9)

dilakukan okulasi antara tanaman entres dengan tanaman batang bawah, menurut Soemamoto , (1985) dan Junaedi (1996) bentuk okulasi pada tanaman karet dibedakan menjadi tiga yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat.

Pengembangan model pembibitan karet unggul terus dikaji dengan menghimpun berbagai saran serta informasi yang mendukung peningkatan kualitasnya. Hal ini sangat diperlukan agar model pembibitan yang dikembangkan dapat berperan sebagai penyedia bibit karet bermutu di wilayahnya, karena dalam pelaksanaannya berkaitan dengan berbagai hal di lapangan. Fakta bahwa sebagian besar tanaman karet yang ada di Desa Sungai Ungar dan sekitarnya telah mencapai usia 20 tahun merupakan alasan logis untuk mempersiapkan pembibitan karet secara baik untuk regenerasi tanaman. Ketidaksiapan untuk menangani dengan baik sistem pembibitan karet dapat menghambat atau menambah biaya produksi, bahkan menurunkan kualitas produksi tanaman pada masa yang akan datang. Koordinasi dan sinergi berbagai pihak sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan bibit karet unggul yang dapat diharapkan menjaga kelangsungan produksi tanaman karet dengan baik.

Sebagian petani masih ragu untuk meremajakan tanaman karetnya, banyak tanaman karet yang berusia diatas 30 th yang sudah saatnya dilakukan peremajaan karena pada umur tersebut tanaman karet menuju penurunan produksinya tetapi petani dihadapkan pada kenyataan bahwa hasil produksi karet merupakan sumber penghasilan bagi petani yang bersangkutan. Jika tanaman karetnya diremajakan, berarti keharusan bagi petani untuk mencari sumber penghasilan lain pada saat tanaman baru belum berproduksi. Salah satu sumber penghasilan yang sedang dilakukan oleh petani karet pada saat menunggu tanaman karet muda tumbuh besar dan menghasilkan getah karet adalah dengan menanam tanaman nenas diantara tanaman karet muda sebagai tanaman sela. Selain itu, optimalisasi lahan pekarangan tempat tinggal petani merupakan alternatif lain untuk menunjang tambahan pendapatan ataupun membantu pemenuhan kebutuhan keluarga petani dari komoditas pertanian yang dapat dikembangkan di pekarangan.

4. Pembentukan Klinik Teknologi

Poktan merupakan kelembagaan petani diarahkan agar dapat berperan dalam menyediakan informasi yang diperlukan para petani, sebagai klinik teknologi tempat bagi para petani untuk bertanya, berkonsultasi dalam mencari cara untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dalam menjalankan usahatani. Begitu juga Poktan harus senantiasa dapat meningkatkan kapasitasnya

(10)

untuk dapat menyediakan berbagai hal baru yang dapat membantu meningkatkan kinerja usahatani di lingkungannya. Disamping itu diharapkan bagi perusahaan perkebunan besar dapat menjalin program kemitraan dengan petani agar nilai tambah dari pengelolaan perkebunan rakyat dapat meningkat. Parhusip, 2008 mengatakan bahwa perusahaan perkebunan karet besar diharapkan dapat menjalin kemitraan dengan patani di bidang pemasaran, pembinaan produksi hingga pembiayaan yang berkesinambungan. Proses pemantapan peran Poktan ini masih berada pada tahap awal untuk memberikan dorongan dan motivasi agar Poktan semakin berfungsi sebagai sarana penyalur informasi teknologi yang dibutuhkan oleh petani

5. Pelatihan dan Pertemuan Kelompok

Pada akhir tahun 2013, kebun entres telah memproduksi mata tunas untuk pembibitan karet. Untuk mempersiapkan tenaga pembibit yang handal telah dilaksanakan pelatihan bagi para petani di sekitar lokasi, terutama para petani yang berminat dan memiliki kecenderungan untuk menjadi pembibit karet.

Peserta pelatihan terdiri dari para petani karet di sekitar lokasi yang sebagian besar merupakan anggota Poktan Tunas Unggul dan Poktan Mekar Sari. Pada kesempatan itu juga diberikan materi mengenai penanganan hama/penyakit pada tanaman nenas. Hal ini diperlukan mengingat sebagian besar anggota Poktan Mekar Sari juga mengusahakan nenas serta menghadapi kendala dalam mengatasi hama/penyakit di pertanamannya. Pembinaan diarahkan untuk terus menjaga kesinambungannya, Poktan-Poktan didorong agar melaksanakan pertemuan secara berkala dengan bimbingan PPL. Berbagai hal dapat diagendakan dalam pertemuan Poktan, mulai dari menyusun rencana, evaluasi, hingga upaya mencari penyelesaian atas suatu masalah yang dihadapi.

KESIMPULAN.

Terjadi penurunan produksi tanaman karet akibat dari bertambahnya umur tanaman sehingga perlu segera dilakukan replanting. Pada saat replanting sedang berlangsung dimana tanaman karet masih muda belum menghasilkan perlu dilakukan penanaman sela dengan tanaman nenas sebagai sumber pendapatan baru untuk sementara tanaman karet belum besar. Disamping itu peran kelompok tani perlu didorong sebagai klinik teknologi tempat petani mendapatkan informasi dan berdiskusi tentang usahatani.

(11)

DAFTAR PUSTAKA.

BPS. 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS. 2012. Kepulauan Riau Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. Damanik.S, M. Syakir dan Siswanto. 2012. Budidaya dan Pascapanen karet. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 91 halaman. Husni.Z, dan Sunarwidi 1988. Manajemen okulasi bibit karet. Warta perkebunan. 7(1): 2-6 hal. Junaedi.U. 1996. Sapta bina usaha tani karet rakyat. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian

Sembawa.

Parhusip, Adhy Basar. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review No. 213. September 2008.

Supijanto dan Iskandar, H. S. Budidaya dan Pengolahan Karet, Dalam Rangka Pelatihan Guru Sekolah Menengah Teknologi Pertanian. IPB. 46 hal. 1988.

Soemamoto.S., 1985. Perkembangbiakan vegetative secara konvensional. Kursus pengelolaan pembibitan, Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktik, (a) hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi elementer para pakar Pendidikan Islam untuk selalu berinovasi mengembangkan model-model pendikan Islam lainnya

Hasil penelitian dan pembahasan ten­ tang optimalisasi dalam menyusun rencana pelaksanaan melalui supervisi klinis pada kepala SD Daerah Binaan II UPTD Pendidi­ kan

Peserta dianggap sudah mengetahui segala cacat, kerusakan, kekurangan fisik baik yang terlihat maupun tidak terlihat serta kelengkapan dokumen sehingga melepaskan haknya untuk

Apabila dibandingkan, terdapat kesesuaian antara hasil analisis dengan skor kesukaan tekstur, yaitu bahwa pembentukan kompleks pada penambahan 20% tapioka menyebabkan

d) neraca. 3) Periksa kondisi peralatan standar dan perlatan bantu, bila diperlukan lakukan penyetelan. 4) Catat/rekam data teknis peralatan standar dan Bejana Ukur yang akan

Abu terbang merupakan material yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi

Dari hasil pengujian model untuk kala II diperoleh hasil bahwa : jika saat kala I tidak diberikan intake, maka saat kala II energinya dapat diperoleh dengan

Dalam arti yang sempit, operasi jaringan irigasi adalah pengaturan pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan bagi dan lain-lain) untuk menyadap air dari sumber air,