• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS PONDOK PESANTREN (Studi Di Madrasah Aliyah Yajri Payaman Secang Magelang Tahun Ajaran 2006/2007) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS PONDOK PESANTREN (Studi Di Madrasah Aliyah Yajri Payaman Secang Magelang Tahun Ajaran 2006/2007) - Test Repository"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Di M adrasah Aliyah Yajri Payaman Secang Magelang Tahun Ajaran 2006/2007)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Dalam ilmu Tarbiyah

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)

JURUSAN TARBIYAH

JL S ta d io n N o , 03 S a la tig a 5 0 7 2 1 T elp, (0298) 3 2 3 7 0 6 F a x (0298) 3 2 3 4 3 3

Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Dosen STAIN Salatiga Jl. Stadion No. 03 Salatiga NOTA PEMBIMBING Lamp. : 3 (tiga) Eksp. Hal : Naskah Skripsi

Sdr. Sopyan

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Salatiga, September2007 Kepada Yth.

Ketua STAIN Salatiga Di

Tempat

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Sopyan -NIM : 111 02 046

Judul : MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS

PONDOK PESANTREN (Studi di Madrasah Aliyah Yajri Payaman, Secang, Magelang tahun ajaran 2006/2007)

Bersama ini kami mohon agar naskah skripsi saudara tersebut di atas segera dimunaqosyahkan.

Demikian harap menjadi perhatian. Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Pembimbing,

(3)

S A L A T I G A

JL S ta d io n N o . 03 S a la tig a 5 0721 T elp. (0 2 9 8 ) 3 2 3 7 0 6 F a x (0298) 3 2 3 4 3 3

PENGESAHAN

Skripsi saudara: Sopyan dengan Nomor Induk Mahasiswa 111 02 046 yang beijudul MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS PONDOK PESANTREN (Studi di Madrasah Aliyah Yajri Paya man, Secang, Magelang tahun ajaran 2006/2007) telah dimunaqosyahkan pada sidang panitia ujian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari Senin tanggal 01 Oktober 2007 M. yang bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan 1428 H., dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.

Salatiga, 01 Oktober 2007 M 19 Ramadhan 1428 H PANITIA UJIAN

jPembimbing,

Sekretaris Sidang

Dr. HM. Saerozi. M.Ag NIP 150 247 014

Penguji II 'A

l'

KT

Dm. Nur Hasanah. M.Pd NIP. 150 268 213

Dr. Rahmat Harivadi, M.Pd. NIP. 150 254 238

(4)

S A L A T I G A

f c g g gj g r Jl. Stadion No. 03 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323706 Fax (0298) 323433

B ism illa h irra h m a n irra h im ,

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini berisi pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain diluar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqosyah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

D E K L A R A SI

Salatiga, 01 Oktober 2007 M

(5)

^usiia aJdusat fa ta psyaasupfaui,

o /lm a dasi a sn a / fa ta /aA um afaui,

^1/n tu A Q%Iam m ulia.

f o t A n n u l W a A IA J

O jA a /u p a /i tw zpjJuA le /tfa /u p /u d u p

'^ M e /u i. /u ln , te /a A A ic/a p ,

fffa fu o p si jfa ru p ta u /a& uAari ctcnpa/i A idupsnu

(6)

(Saya, p e, t s em A aAAan sAtipsi ini kepada,' oVazil dan mas 378asan letim a AasiA alas doanya.

3 . 3 8 ela atya £8p . C/Vatsalim & mAaA (S ti, 58api, < 3 jid z dan 3 8 any

Q/usuf, d ll) yany lelaA memAimAinyAa d i 38impanan.

^ 58emen- lemen sep eyaanyan d i 38im panan (38aAim, (-3yas 3 ) u f teni, (9Aed, 3 8 tis, d ll). jja y a adeA - adeA d i 38im panan 858 eAeny, ( 3 yas,

58 ul/i, 3otiA, Sfto/iA, 2 ) aliaA, 35a Ay dan selatuA A adet 38om sal

Wdlisonyo & ( 3 ane-sAa)

7. 3em en- le,m enAu d i 3* ay am an (Uanit, (S lem an, 88 odonA, 3 8 a tan, 3 o z y ,

c4(aezi, 38ada, 38allany, cA(as (SyatyJ* d ll) selalu Aainyat'Jasamu Aawan 8 . 3em en- lemen 3 8 3 8 c3 3* osAo / 8 3 ) umuA 8cA( as a, c 3 rtjid , O /lint, (S oAeA, oVatAadi, 35ulaiAAa, mAaA 58 o/iyoA, mAaA 58 adlaA , Aany

3 tayil, dan Aelaatya Aesat (-3 am a A).

9 . 31 eAan - teAan <S3(a/ 3 c3 (Salaliya, 3 ( 3 3 ’0 3 8 3 eny, 38Ao i t a din, oVaniA, d ll) 04(illapasa 831e-mil, 3*encot, 3au/o, (3m ex. d ll). 3 ) an

selatuA lemen-lemen < 5 3 (3 3 (3 (Salaliya yan y menyenalAa.

(7)

Seiring salam dan doa semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada rasul akhir zaman, Muhammad SAW, yang telah memberi pencerahan pada dunia.

Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulisan skripsi dengan judul; MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS PONDOK

PESANTREN (Studi Di Madrasah Aliyah Yajri Pay aman Secang Magelang

Tahun Ajaran 2006/2007) ini telah selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Saijana Pendidikan Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini.

Penulis sadari, bahwa skripsi ini tidak akan pernah terwujud tanpa pertolongan Allah SWT, dan bantuan berbagai pihak yang terkait, juga orang-orang yang mendoakan selesainya skripsi ini. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, ijinkanlah kami menghaturkan terima kasih kepada:

1. Ketua STAIN Salatiga, Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag. 2. Kaprogdi Pendidikan Agama Islam Bp. Fatchurrahman, M.Pd

3. Pembimbing Skripsi, Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. atas waktu, tenaga, ilmu, arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada peneliti dengan kesabaran dan keikhlasan.

4. Segenap dosen STAIN atas ilmu yang telah diberikan.

5. Pengasuh Ponpes Sirojul Mukhlasin II KH. Minanurahman Anshori, dan seluruh ustadz yang telah mengasuh penulis selama dipesantren hingga kini.

(8)

7. Seluruh Masyarakat Gembongan, Payaman, Magelang, (juga Mak Yem sekeluarga)

8. Kawan-kawan di Salatiga yang telah memberi dukungan, saran dan selalu menanyakan kapan wisuda.

Penulis sadar, kata sempurna masih jauh dari skripsi ini, mendekati kesempurnaan pun rasanya tidak pantas karena masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Maka, saran dan pendapat sangat kami harapkan dari siapa saja. Besar harapan kami skripsi ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yang berhubungan, dan khususnya bagi pembaca. Amin

Salatiga, 1 Oktober 2007

(9)
(10)

Nota Pembimbing... ii

Pengesahan... iii

Deklarasi... iv

Motto... v

Persembahan... ... vi

Kata Pengantar... vii

Daftar isi... ix

Daftar tabel... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan Skripsi... 14

BAB II : KAJIAN TEORI A. Eksistensi Pendidikan Islam Di Indonesia... 16

1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia... 16

2. Keberadaan Pendidikan Islam Dalam Sisdiknas... 17

3. Model-model lembaga pendidikan Islam di Indonesia... 19

a. Pondok Pesantren... 19

b. Madrasah... 24

(11)

2. Manajemen Madrasah... 35

3. Manajemen Pondok Pesantren... 40

C. Manajemen Madrasah Berbasis Pondok Pesantren... 46

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Yajri... 55

1. Letak Geografis... 55

2. Sejarah Berdirinya... 55

3. Perkembangan Fisik... 57

4. Visi dan Misi... 58

B. Manajemen Madrasah Aliyah Y ajri... 59

1. Manajemen Kurikulum... 60

2. Manajemen Sumber Daya Manusia... 67

3. Manajemen Sarana Pendidikan... 70

4. Manajemen Keuangan... 71

5. Pengorganisasian Madrasah... 74

6. Hubungan sekolah dengan masyarakat... 78

BAB IV : ANALISIS DATA A. Manajemen Madrasah Aliyah Berbasis Pesantren... 79

B. Kelemahan Madrasah Aliyah Berbasis Pesantren... 86

C. Keunggulan Madrasah Aliyah Berbasis Pesantren... 91

(12)

B. Sarar... 96 C. Penutup... 98 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

TABEL III. 1 Pembagian tugas mengajar... 61

TABEL III.2 Jadwal pelajaran... 63

TABEL IIL3 Kode pengajar dan mata pelajaran... 63

TABEL III.4 Jadwal ekstra kulikuler... 64

TABEL III.5 Jadwal belajar ngaji sore... 65

TABEL III.6 Jadwal kegiatan sehari-hari... 65

TABEL III.7 Penyusunan program tahunan... 66

TABEL III.8 Data siswa MA Yajri tahun 2006/2007 ... 67

TABEL III.9 Data kelulusan siswa MA Yajri tahun 2006/2007... 67

TABEL in .1 0 Data siswa baru MA Yajri tahun 2007/2008 ... 68

TABEL f f l .l l Struktur organisasi MA Yajri tahun 2006/2007 ... 69

TABEL IIL12 Data guru dan karyawan MA Yajri tahun 2006/2007 ... 69

TABEL III.13 Inventarisasi MA Yajri tahun 2006/2007... 71

TABEL III.14 Laporan pemasukan keuangan MA Yajri tahun 2006/2007 ... 72

T ABEL III.15 Laporan pengeluaran keuangan MA Yajri tahun 2006/2007 ... 72

TABEL III.16 Rincian biaya pendidikan siswa MA Yajri tahun 2007/2008 ... 73

TABEL HI.17 Biaya dan jadwal pembayaran siswa baru... 74

TABEL III.18 Program keija Kepala Madrasah Aliyah Y ajri... 75

(14)
(15)

B A B I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari semua individu di dunia ini. Dengan pendidikan maka tingkat kepandaian dan kemampuan setiap orang akan meningkat. Pendidikan dewasa ini khususnya Indonesia sedang mendapatkan sorotan, baik oleh pemerintah maupun pihak- pihak lain yang terkait, bahwa pendidikan mendapatkan porsi 20% dari APBN. Paling tidak hal ini sangat menarik, dengan anggaran yang sedemikian banyak akan diharapkan melahirkan dan memunculkan bibit bangsa yang handal dan mampu bersaing dengan lulusan dari luar negeri. Namun yang masih perlu diperhatikan adalah proses dari penyaluran anggaran ini, diharapkan tidak salah sasaran.

Perkembangan pendidikan menunjukkan perkembangan sangat pesat. Indikatornya adalah muncul sekolah-sekolah baru yang menawarkan berbagai kelebihan dalam membekali setiap peserta didik. Beranjak dari fenomena di atas, maka perlu adanya pembenahan dalam setiap lini atau kelembagaan lembaga pendidikan teisebut, jika tidak maka harus bersiap tertinggal dan tidak diminati.

(16)

20 tahun 2003) diamanatkan adanya kenaikan anggaran pendidikan menjadi 20% dni APBN. Anggaran pendidikan lebih tinggi daripada anggaran kesehatan, karena program ini juga bertujuan untuk mewujudkan manusia yang sejahtera lahir batin, serta menguasai sains dan teknologi dengan tetap memperhatikan perspektif etis dan panduan moral. Seperti terlihat dalam pengalaman negara-negara maju, kemajuan dan penguasaan sains dan teknologi yang berlangsung tanpa perspektif etis dan bimbingan moral akan menimbulkan berbagai konsekuensi serta dampak negatif, yang membuat manusia semakin jauh dari pusat eksistensial-spritualnya. Hal ini, pada gilirannya menciptakan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat, diantaranya krisis nilai-nilai sosial, kekosongan nilai-nilai rohaniah, dan sebagainya.

Mempertimbangkan kenyataan ini, pengembangan dan penguasaan sains dan teknologi di Indonesia seyogyanya berlandaskan pada wawasan moral dan etis. Indonesia mempunyai sejumlah modal dasar yang memadai untuk mewujudkan cita-cita ini. D i antara modal dasar terpenting adalah kenyataan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia adalah umat religius, yang sangat menghormati ajaran-ajaran agama.

(17)

Terpadu) marak didirikan di mana-mana. Bahkan sekolah-sekolah negeri d^n swasta umum juga mulai menekankan pentingnya peran agama dalam kurikulum mereka. Beberapa sekolah umum mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian seragam yang bernuansa agamis seperti rok panjang dan jilbab

■y bagi para siswinya.

Kondisi ini mendorong mereka untuk menciptakan suasana-suasana kultural keagamaan. Mereka ingin mendidik anak-anak mereka dalam suasana keagamaan sebanyak mungkin c’gar dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam menghadapi perkembangan zaman. Sebagian orang tua yang punya rasa cemas dengan dampak modernisasi kemudian memilih untuk “mensterilkan” anak- anak mereka dari pengaruh negatif perkembangan zaman. Diantara usahanya adalah dengan memasukkan anak-anak mereka di madrasah dan pondok- pondok pesantren, seminari atau biara-biara tradisional dengan pola pengajaran dan lingkungan yang jauh dari pengaruh modernisasi.

Pesantren-pesantren tradisional maupun yang berlabel modem menjadi pilihan. Usaha ini menghadapi problema serius, yaitu teralienasinya anak-anak mereka dari kehidupan modem selepas mereka dari pendidikan tradisional tersebut. Lulusan sekolah-sekolah keagamaan tradisional ini pada umumnya menjadi ’’gagap” dan tak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan modem.

(18)

diperlukan bagi masa depan anak-anak tapi modernitas juga mesti diakomodir agar anak-anak mereka juga dapat menjadi pemenang dalam kehidupan dunia. Sekolah haruslah mampu memberikan bekal dasar-dasar keagamaan yang cukup sekaligus mampu membuat anak-anak mereka tampil cakap di dunia modem. Hal ini senada dengan Abdul Wahid mengutip Muchtar Buchori bahwa tuntutan terhadap pelaksanaan pendidikan mencakup tiga kemampuan yaitu: pertama, kemampuan untuk mengetahui pola pembahan dan kecenderungan yang sedang beijalan. Kedua, kemampuan untuk menyusun gambaran tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kecenderungan yang sedang teijadi. Ketiga, kemampuan untuk menyusun program penyesuaian diri yang akan ditempuh dalam jangka waktu tertentu.1 Kesadaran inilah yang kemudian menumbuhsuburkan sekolah-sekolah berbasis keagamaan yang mengusung ilmu pengetahuan dan teknologi modem dalam kurikulum mereka sebagai upaya untuk menghadapi dan menaklukan kerasnya kehidupan dunia.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia,2 yang dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam yang telah turut membina dan mengembangkan SDM untuk mencapai keunggulan (excellence). Sebagai lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren sepanjang sejarahnya telah berperan besar dalam upaya-upaya meningkatkan kecerdasan dan martabat manusia.3 Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan wakil

1 Abdul Wahid dalam : Manajemen Berbasis Madrasah, dalam Dinamika Pesantren dan M adrasah, kumpulan artikel, Ismail SM,ed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm.264.

2 Fatah Syukur, Madrasah Di Indonesia, dalam Ismail SM, ed, Dinamika Pesantren dan M adrasah, Pustaka Pelajar, Yog /akarta, 2002, him. 244

(19)

presiden Indonesia Yusuf Kalla, bahwa pesantren sangat beijasa dalam pengembangan ilmu dan kemajuan ilmu di masyarakat dan menghargai etos keija para alumninya yang mau dan beijuang gigih serta bersedia ditempatkan di daerah pelosok dan terpencil.4

Sejak zaman penjajah, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, eksistensinya telah mendapat pengakuan masyarakat. Ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan hanya dalam ilmu-ilmu keagamaan namun juga pengetahuan umum dengan menyelenggarakan pendidikan formal melalui madrasah-madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah). Hingga kini pondok pesantren tetap konsisten melaksanakan fungsinya dengan baik, bahkan sebagian telah mengembangkan fungsi dan perannya sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Namun harus diakui bahwa tidak semua lembaga pendidikan Islam (madrasah ataupun pondok pesantren) mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum. Beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain masalah penerapan manajemen yang baik. Seperti yang diungkapkan Prof. Dr. KH. Tolchah Hasan bahwa lembaga pendidikan keagamaan baik pesantren maupun madarasah agar berorientasi kepada sistem yang baik. Sebab jika hanya mengandalkan kepada figur pengelola, maka maju mundurnya lembaga itu tergantung kepada siapa pengelolanya.5 Kenyataan yang terjadi sekarang peran figur pengelola dalam lembaga pendidikan keagamaan Islam masih

4 Harian Pelita, Senin, 08 Agustus 2007

5 Harian Umum PELITA, edisi Kamis 16 Agustus 2007

(20)

dominan, dan kurang ditunjang dengan pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang baik dalam m ^-manage akan menjadikan lembaga pendidikan Islam mampu bersaing dengan lembaga pendidikan formal yang lain. Asumsinya adalah siapa pun yang mengelola harus berpedoman kepada sistem yang diterapkan, bukan hanya melanggengkan figur ketokohan sang pengelola.

Dari paparan yang telah disampaikan di atas, penulis bermaksud meneliti sebuah lembaga pendidikan berupa madrasah sebagai pendidikan formal berbasis pondok pesantren sebagai sebuah acuan dalam setiap pelaksanaan program pendidikannya. Obyek penelitian ini adalah Madrasah Aliyah (MA) Yajri Payaman, Secang, Magelang yang berbasis pondok pesantren Sirojul Mukhlasin Unit II. Madrasah Aliyah Yajri adalah madrasah yang didirikan oleh sebuah yayasan yaitu “Yayasan Amal Jariyah” (Yajri) dan berada dilingkup pondok pesantren Sirojul Mukhlasin unit II.

Beberapa hal yang menarik penulis untuk mengadakan penelitian di tempat ini, antara lain bahwa eksistensi madrasah tersebut tetap teijaga hingga sekarang. Secara geografis berada di pinggir kota Magelang, namun MA Yajri tetap mendapat tempat dihati para orang tua untuk mempercayakan anaknya pada madrasah tersebut. Hal tersebut menjadi sesuatu yang menarik bagi penulis untuk mengetahui lebih jauh bagaimana eksistensi tersebut terjaga hingga saat ini dari sudut pandang pengelolaan dan manajemennya.

(21)

dari sekitar wilayah Magelang saja, tetapi juga ada yang berasal dari wilayah luar Jawa dan juga masih mampu untuk bersaing dengan sekolah-sekolah yang lain dalam perekrutan siswa. Berangkat dari hal tersebut, maka ada beberapa hal yang sangat menarik untuk diungkap dari madrasah ini antara lain:

a. Manajemen Madrasah Aliyah Yajri

b. Manajemen Pondok pesantren Sirojul Muhlasin II

c. Keterpaduan dan keterikatan antara manajemen Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren Sirojul Muhlasin II.

d. Pelaksanaan manajemen madrasah berbasis pondok pesantren MA Yajri. Berangkat dari hal di atas, maka penulis mengajukan judul dalam penelitian ini adalah: “MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BERBASIS PONDOK PESANTREN (STUDI DI MADRASAH

ALIYAH YAJRI PAYAMAN SECANG MAGELANG TAHUN

AJARAN 2006/2007)”

B. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul skripsi di atas, maka ada sejumlah permasalahan yang penulis ajukan untuk dicari jawabannya. Sejumlah masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum Madrasah Aliyah Yajri, Payaman, Secang, Magelang?

(22)

a. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)? b. Manajemen kurikulum?

c. Manajemen sarana prasarana? d. Manajemen keuangan?

3. Bagaimana model manajemen madrasah berbasis pondok pesantren dalam pencapaian tujuan madrasah dan pesantren?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan Madrasah Aliyah Yajri, Payaman, Secang, Magelang.

2. Untuk mengetahui Manajemen Pendidikan di Madrasah Aliyah Yajri, Payaman, Secang, Magelang, yang meliputi:

a. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) b. Manajemen kurikulum

c. Manajemen sarana prasarana d. Manajemen keumgan

3. Untuk mengetahui model manajemen madrasah berbasis pondok pesantren dalam pencapaian tujuan madrasah dan pesantren.

D. MANFAAT PENELITIAN

(23)

madrasah dan pesantren sebagai alternatif pilihan dalam memperoleh pendidikan. Sedangkan dimensi praktis dari penelitian ini adalah untuk menemukan sebuah pola pengelolaan dan manajemen madrasah berbasis pesantren sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi pengembangan SDM madrasah berbasis pesantren yang lainnya. Serta diharapkan dengan penelitian ini akan memberikan masukan bagi pembuat kebijakrn terutama berkaitan dengan pengembangan SDM pada lembaga pendidikan tersebut.

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

-Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (2003) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalain bahasa dan peristilahannya.6 Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.7

Menurut S. Nasution, penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat

6 Lexy. J. Moleong, M etodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, hlm.3

(24)

pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test.8

Penelitian kualitatif bersifat generating theory bukan hypothesis testing sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif dan teori- teori yang diangkat dari dasar (grounded theory).

2. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Madrasah Aliyah Yajri dan Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II yang terletak di Dusun Gembongan, Desa Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.

Adapun subyek penelitian adalah seluruh komponen Madrasah dan Pondok pesantren meliputi: Pengasuh Pesantren, Pengurus Yayasan, Kepala Madrasah, Bagian kurikulum, pengajar, staf administrasi, karyawan, siswa, wali murid, warga masyarakat di sekitar lokasi dan orang-orarg yang berkaitan dengan penelitian ini.

Untuk menentukan subyek penelitian untuk dijadikan informan menurut Molleong ada beberapa kriteria yaitu: ia harus jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, tidak termasuk salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian, dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal atau peristiwa yang terjadi.9

(25)

3. Teknik Pengumpulan data

a. Observasi Partisipai

Observasi partisipan menurut Bogdan adalah penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.10

Pendapat di atas diperkuat oleh M.Q. Patton yang menyatakan bahwa “Participant observation is the most comprehensive o f all types o f research strategies” agar menjadi partisipan dan sekaligus pengamat, peneliti hendaknya turut serta dalam berbagai peristiwa dan kegiatan.11

Observasi partisipan merupakan teknik utama dalam penelitian ini, untuk dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh Bogdan dan Taylor memberikan petunjuk sebagai berikut: (1) Jangan mengambil sesuatu dari lapangan secara pribadi, (2) Rencanakan kunjungan pertama untuk menemui seorang perantara yang nantinya akan memperkenalkan peneliti, (3) jangan berambisi untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi pada hari-hari pertama berada dilapangan, (4) bertindaklah secara relatif pasif, (5) bertindaklah

'° Ibid., him. 117

(26)

dengan lemah lembut.12 Dengan petunjuk tersebut diharapkan peneliti benar-benar menjadi instrumen dalam penelitian kualitatif,

b. Wawancara tak-berstruktur

Wawancara menurut Lexy J. Moleong adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakaan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.13 Wawancara dalam penelitian kualitatif biasanya merupakan jenis wawancara tak-berstruktur. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai perspektif yang ada dalam hati serta pikiran orang lain karena hal ini tidak bisa didapat dengan cara observasi.

Wawancara tak-berstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan- pertanyaan yang akan diajukan.14 Pada mulanya belum dipersiapkan pertanyaan yang spesifik, karena belum dapat diramalkan keterangan yang akan diberikan oleh responden, belum jelas kearah mana pembicaraan akan berkembang. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan responden.

12 Lexy J. Molleong, Op. Cit., him. 120 13 Ib id , him. 135

(27)

c. Dokumentasi

Yaitu cara memperoleh data dengan meneliti dan mempelajari serta menganalisa dokumen-dokumen yang berupa data umum yang berhubungan dengan pengelolaan dan manajemen madrasah dan pondok pesantren yang sedang diteliti. Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, surat-surat, dan dokumen resmi.15

4. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mereduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan- satuan. Satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah-langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat coding. Tahap terakhir dalam analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.16

(28)

F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI

BABI : PENDAHULUAN

Dalam bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan dipaparkan tentang eksistensi Pendidikan Islam di Indonesia menyangkut sejarah dan keberadaan pendidikan Islam dalam sisdiknas, manajemen pada lembaga pendidikan Islam meliputi pengertian manajemen, manajemen madrasah dan manajemen pondok pesantren, serta manajemen madrasah berbasis pondok pesantren.

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum Madrasah Aliyah Yajri, manajemen di Madrasah Aliyah Yajri diantaranya: manajemen sumber daya manusia (SDM), manajemen kurikulum, manajemen sarana prasarana, manajemen keuangan.

BAB IV : ANALISIS DATA

(29)

BABY

keduanya, serta kelemahan dan keunggulan madrasah aliyah berbasis pesantren.

: PENUTUP

(30)
(31)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. EKSISTENSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA 1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia tumbuh berkembang bersamaan dengan datangnya Islam di Indonesia. Mengenai kedatangan Islam pertama di Indonesia ada yang berpendapat hal itu identik dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan Samudra Pasai atau samudra di Aceh, yang berdiri pada abad ke 10 M, dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim Bin Mahdum. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pertama kali di Indonesia pada abad ke 7 M, yang dibawa oleh para pedagang dan mubaligh dari Arab.1

Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, maka pendidikan Islam semakin berkembang melembaga yang disponsori oleh penguasa. Hal ini memperlancar proses Islamisasi di Indonesia dan bersamaan dengan itu pula mempercepat pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini kemudian melahirkan terbentuknya masyarakat Islam. Terbentuknya masyarakat Islam paling tidak berdampak positif terhadap Islam. Pertama, kehadiran Islam telah membawa dan meninggalkan pengaruh yang besar terhadap dinamisme, vitalitas dan keluasan horizon atas agama baru sebagai sebagai makna pembebasan. Kedua, Islam lebih nampak sebagai agama damai yang mampu

(32)

memberikan motivasi kualitatif bagi pemecahan problematika sosial guna mengupayakan pembangunan pembangunan tatanan sosial yang etis sebagai perwujudan watak pertama tersebut.

Proses penyebaran agama Islam semakin lama semakin mengalami perkembangan, berkat keberhasilan dan pendidikan Islam yang berlangsung terus menerus berabad-abad, maka terbentuklah satu setting nilai dan budaya yang religius Islami dengan bukti masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Adapun lembaga pendidikan Islam yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan komunitas muslim dan sekaligus untuk memelihara proses Islamisasi adalah Pondok Pesantren dengan ciri khas pendidikan keagamaan.

2. Keberadaan Pendidikan Islam dalam Sisdiknas

Adapun keberadaan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasinal di Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas terdapat 20 bab dan terdiri dari 58 pasal dengan penjelasannya. Diantara pasal-pasal tersebut yang memuat pendidikan agama, baik pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah maupun lembaga pendidikan agama adalah sebagai berikut:2

a. Bab II pasal 4 berbunyi, “Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,

(33)

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Berdasarkan pasal tersebut pengembangan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudu pekerti yang luhur (akhlakul harimah) yang merupakan tujuan utama pendidikan agama (Islam) dan hanya dapat dicapai melalui pendidikan agama merupakan tujuan pendidikan nasional. Berarti pendidikan agama tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.

b. Bab IV pasal 11 ayat 1 berbunyi, “jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan professional. Sedangkan ayat 6 berbunyi, “Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan”.

(34)

c. Bab EX pasal 39 ayat 2 berbunyi, “ Isi setiap kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: Pendidikan Pancasila,

Pendidikan agama, dan Pendidikan kewarganegaraan.

Penjelasan UU Sisdiknas pasal 39 ayat 2 tersebut adalah sebagai berikut; “Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa yang sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.

Berdasarkan pasal 39 dengan penjelasannya, maka kedudukan pendidikan agama sebagai bidang studi di sekolah menjadi lebih kuat dibandingkan dengan sebelumnya, karena pendidikan agama wajib diberikan di setiap jenis , jalur dan jenjang pendidikan sejak tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta.

3. Model-model lembaga pendidikan Islam di Indonesia a. Pondok Pesantren

1) Sejarah

v Pondok pesantren adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Perkataan pesantren berasal dari Bahasa Sansekerta san berarti orang baik (laki-laki) disambung tra berarti suka menolong, santra berarti orang baik baik yang suka menolong.3 Pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik. Sedang istilah funduk (dalam

(35)

bahasa Arab) mempunyai arti rumah penginapan atau hotel.4 Akan tetapi pondok di Indonesia khususnya di Pulau Jawa lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Di luar Pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatera Barat), dayah (Aceh), dan pondok (daerah lain).5

Pondok Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous.6 Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-tempat pengajian. Bentuk ini berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu itu pendidikan pesantren dianggap sangat bergengsi karena merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang berstruktur. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.

4 Ibid.

5 Ensiklopedi Islam, dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997, him. 99.

(36)

Secara definitif, sebagaimana dikatakan Fatah Syukur pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (tafaqquh f l al-din) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari/

Ciri umum yang dapat di ketahui adalah pesantren memiliki kultur khas yang berbeda dengan budaya sekitarnya. Beberapa peneliti menyebut sebagai sebuah sub-kultur yang bersifat idiosyncratic.8 Cara pengajarannya pun unik. Sang Kyai, yang biasanya pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik berbahasa Arab (di kenal dengan sebutan “kitab kuning”), sementara santri mendengarkan sambil memberi catatan (ngesahi, jawa) pada kitab yang sedang dibaca Metode ini di sebut bandongan atau layanan kolektif (collective learning process). Selain itu, para santri di tugaskan membaca kitab, sementara kyai atau ustadz menyimak sambil mengoreksi dan mengevaluasi bacaan seorang santri. Metode ini dikenal dengan istilah sorogan atau layanan individu (individu learning process). Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa penjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan jenis kelamin siswa.

Baru memasuki era 1970-an pesantren pengalami perkembangan signifikan. Perubahan dan perkembangan itu bisa 7 Fatah Syukur: M adrasah D i Indonesia, Dinamika, Kontinuitas dan Problematika, dalam

Dinamika Pesantren dan M adrasah, Ismail SM, ed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, him. 245. 8 Loc. Cit.

(37)

ditilik dari dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan kuantitas luar biasa dan menakjubkan, baik di wilayah pedesaan, pinggiran kota, maupun perkotaan.

Perubahan penting lainnya yang teijadi dalam kehidupan pesantren ialah ketika dimasukkannya sistem madrasah. Hal ini dianggap sebagai perimbangan terhadap pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan Barat. Dengan masuknya sistem madrasah jenjang-jenjang pendidikan di Pesantren juga ikut menyesuaikan diri dengan jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Disamping itu pesantren juga mengalami perubahan dari segi kurikulum dengan ditambahkannya sejumlah pelajaran nonagama, walaupun pengajaran kitab-kitab klasik tetap dipertahankan.

2) Tipologi Pondok Pesantren

Ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi:

a) Pondok Pesantren Tradisional

(38)

menerima dan memiliki ilmu. Artinya ilmu itu tidak berkembang kearah paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang di berikan oleh kyainya. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kyai pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim), dan santri yang tidak menetap di dalam pondok (santri kalong).

b) Pondok Pesantren Modem

Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orietasi belajarannya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modem ini terutama nampak pada bangunan kelas-kelas belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Santrinya ada yang menetap ada yang tersebar di sekitar desa itu. Kedudukan para kyai adalah sebagai koordinator pelaksana proses belajar mengajar langsung di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan mad-asah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.

c) Pondok Pesantren Komprehensif

(39)

atau weionan, namun secara reguler sistem pesekolahan terus dikembangkan. Bahkan pendidikan ketrampilan pun diaplikasikan sehingga menjadikannya berbeda dari tipologi kesatu dan kedua b. Madrasah

1) Sejarah Madrasah

Ensiklopedi Islam menyebutkan bahwa madrasah berasal dari kata darasa yaitu belajar. Nama atau sebutan bagi sekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja, bangku, dan papan tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal.9

Pada masa awal perkembangan Islam, umat Islam belum memiliki tempat belajar (madrasah) seperti yang dikenal sekarang ini. Tempat kegiatan belajar waktu itu berlangsung di masjid-masjid. Pada masa Rasulullah SAW tempat belajar berlangsung di Masjid Nabawi. Di masjid ada suatu ruangan tempat belajar yang disebut suffah, sekaligus tempat menyantuni fakir miskin.10 Keadaan ini berlangsung juga pada masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayah.

Sistem halaqah mempunyai pengaruh yang besar dalam sistem pendidikan modem dengan nama adult education (pendidikan dewasa). Dalam perkembangan berikutnya dibuat tempat-tempat belajar mengajar di luar masjid yang khusus mengajarkan anak-anak membaca, menulis, mempelajari Alquran dan dasar-dasar Islam yang

(40)

disebut kuttab.u Pendidikan lanjutan dilaksanakan di masjid dengan sistem halaqah.

Madrasah yang pertama kali didirikan di dunia Islam, sebagai lembaga pendidikan yang bentuk dan sistemnya mendekati seperti sekarang ini adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad. Madrasah ini didirikan oleh Perdana Menteri Nizamul Mulk (1018/1019-1092), seorang penguasa Bani Seljuk pada abad ke-11. Madrasah ini berkembang di berbagai kota di wilayah kekuasaan Islam dan banyak menghasilkan ulama dan saijana yang tersebar di negeri-negeri Islam.

Di Indonesia, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bentuk madrasah juga merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang diadakan di surau, langgar, masjid, dan pesantren. Perkembangan selanjutnya yang mengubah sistem halaqah ke sistem klasikal dipengaruhi oleh sistem sekolah-sekolah pemerintah kolonial Belanda.11 12 13 Hal ini bertujuan untuk menandingi sekolah- sekolah Belanda yang diskriminatif dan netral agama yang dinilai tidak sesuai dengan cita-cita Islam. Pengaruh itu juga datang dari orang-orang Indonesia yang belajar di negeri-negeri Islam atau dari para guru dan ulama negeri-negeri tersebut yang datang ke Indonesia.14

11 Ibid., him. 106

12 Ib id

13 Abdul Ghofur dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum M adrasah, Ramahani, Solo, 1993, him. 11

(41)

2) Dinamika Perkembangan Madrasah

Madrasah berkembang setelah lahirnya organisasi-organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan seperti Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, M u’alimin dan M u’alimat, Al Irsyad (1913) yang mendirikan Madrasah Awwaliyah dan Madrasah Tajhiziyah, M athla’ul Anwar (1916), NU (1926), dan lain-lain.15 Setelah Indonesia merdeka (1945) dan Departemen Agama (Depag) berdiri (3 Januari 1946), pembinaan madrasah menjadi tanggungjawab departemen ini. 16

Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan tuntutan jaman dan masyarakat, Depag menyeragamkan nama, jenis, dan tingkatan madrasah yang beragam tersebut sebagaimana yang ada sekarang ini dalam dua kelompok yaitu: pertama, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama 30 % sebagai mata pelajaran dasar dan pelajaran umum 70 %. Statusnya ada yang negeri dan dikelola Depag dan ada pula yang swasta dan dikelola masyarakat, yaitu: (1) Raudlatul Atfal/Bustanul Atfal (tingkat taman kanak- kanak); (2) Madrasah Ibtidaiyah (tingkat dasar); (3) Madrasah Tsanawiyah (tingkat menengah pertama); dan (4) Madrasah Aliyah (tingkat menengah atas). Kedua: madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama Islam mumi, hanya memberikan pelajaran agama yang disebut dengan madrasah diniyah, yaitu (1) madrasah diniyah awwaliyah (tingkat dasar); (2) madrasah diniyah wusta (tingkat

(42)

menengah pertama); (3) madrasah diniyah ulya (tingkat menengah atas). Madrasah ini umumnya berada dilingkungan pesantren dan masjid serta dikelola oleh masyarakat.17

Pada masa awal berdirinya, sebagian madrasah di Indonesia masih lebih banyak memberikan ilmu-ilmu keagamaan daripada ilmu-ilmu umum, namun terjadilah perubahan yaitu setelah keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri nomor 6 tahun 1975, nomor 37 / U / 1575 dan nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah maka semua madrasah mengubah kurikulumnya menjadi 70% bidang studi umum, dan 30 % bidang studi agama.hal itu berlaku bagi madrasah yang dikelola oleh Depag (madrasah negeri), sedangkan madrasah yang dikelola oleh swasta ada beberapa variasi yakni ada 60% bidang studi agama dan 40 % bidang studi umum dan ada juga yang memang masih tetap yakni 70% bidang studi agama dan 30% bidang studi umum.18 Adapun hasil yang ingin diharapkan adalah:

a) Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.

b) Lulusan sekolah madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas.

17 Ridlwan Nasir, M encari Tipologi Format Pendidikan Ideal : Pondok Pesantren di Tengah A rus Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, him. 91

(43)

c) Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.

Untuk mencapai tujuan peningkatan mutu pendidikan umum pada madrasah ditentukan agar madrasah menyesuaikan pelajaran umum yang diberikan setiap tahun di semua tingkat sebagai berikut: (1) Pelajaran umum pada Madrasah Ibtidaiyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Dasar. (2) Pelajaran umum pada Madrasah Tsanawiyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Menengah Pertama. (3) Pelajaran umum pada Madrasah Aliyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Menengah Atas.19

Perubahan terjadi manakala Menteri Agama mengeluarkan SK nomor 73 tahun 1987 yang memunculkan Madrasah Aliyah model baru yang kemudian di kenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Tujuannya untuk mempersiapkan siswa agar memiliki kemampuan dasar dalam bidang ilmu agama Islam dan bahasa Arab yang diperlukan untuk melanjutkan ke IAIN atau dapat langsung bekeija di masyarakat dalam bidang pelayanan keagamaan. Program ini mencakup pelajaran agama 65% dan umum 35 %. MAPK ini sejak tahun ajaran 1987/1988 telah dibuka dibeberapa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) sebagai pilot project yaitu MAN Ciamis, MAN Yogyakarta, MAN Jember, MAN Padangpanjang, dan MAN Ujungpandang.20

19 Ibid, him. 98

(44)

Khusus untuk Madrasah Pesantren dimana madrasah ini adalah madrasah yang memakai sistem pondok pesantren di mana siswa tinggal bersama kyai di pondok, hidup dalam suasana belajar selama 24 jam sehari semalam. Unsur-unsur pesantren yang telah disebutkan pada bahasan terdahulu dijumpai di madrasah ini, ada kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan diutamakan.

Bila ditinjau dari segi kurikulumnya, madrasah pesantren ini dapat dibagi menjadi dua macam:21

a) Seluruh kurikulumnya diprogramkan dan diatur oleh pondok pesantren sendiri, contohnya pondok pesantren Gontor Ponorogo. b) Mata pelajaran umum sesuai dengan kurikulum madrasah SKB

Tiga Menteri, sedangkan mata pelajaran agamanya diprogramkan dan diatur oleh pondok, dengan tetap memperhatikan kurikulum madrasah SKB Tiga Menteri. Karena itu mereka diikutkan ujian Negara, contohnya Pondok Pesantren Tebuireng.

B. MANAJEMEN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM 1. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen pada dasarnya merupakan istilah yang tidak asing lagi di telinga. Seringkah orang menyebut sebuah pengelolaan kegiatan atau pengelolaan usaha dengan istilah manajemen. Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuna management, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan

(45)

sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.

Manajemen menurut Stoner sebagaimana dikutip Hani Handoko adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.22 23 Manajemen juga berkenaan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar lembaga tersebut efisien dan efektif.24 Suatu lembaga akan efisien apabila investasi yang ditanamkan di dalam lembaga tersebut sesuai atau memberikan provit sebagaimana yang diharapkan.25 Lembaga juga dikatakan akan efektif apabila pengelolaannya menggunakan prinsip-prinsip uang tepat dan benar, sehingga berbagai kegiatan di dalam lembaga tersebut dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan.26

Manajemen dapat pula diartikan sebagai proses memimpin, membimbing dan memberi fasilitas dari usaha-usaha orang-orang yang terorganisir didalam organisasi-organisasi formal guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.27 Manajemen sering juga diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu, oleh Luther Gulick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara

22

http://idwikipedia.org/wiki/M anajem en, akses tanggal 7 Mei 2007

23 Hani handoko. M anajem er,edisi 2, cet.l 1, BPFE, Yogyakarta, 1997, hlm.8

24 H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, him. 10 25 Ib id , hlm.l 1

26 Ib id

(46)

sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang

< 7 0

bekeijasama.

Disamping pengertian manajemen di atas, sebagai bahan perbandingan setidaknya perlu disimak beberapa definisi manajemen yang dikemukakan para tokoh/pakar manajemen, diantaranya:

a. H. Koontz dan O’Donnel, sebagaimana dikutip Soewamo Handayaningrat, mengemukakan definisi manajemen yaitu: “Management involves getting things done through and with people ” (manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang)28 29

b. Haimann mendefinisikan manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.30

c. Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekeijaan orang lain.31

d. Luther Gulich mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat system keijasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.32

28 Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hlm.l

29 Soewamo Handayaningrat, Pengantar Studi Ilm u Adm inistrasi dan Manajemen,

Gunung Agung, Jakarta, 1983, him. 19

30 M. Manullang, Dasar-dasar Manajemen, cet. Ke-12, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, him. 15

(47)

e. George R. Terry mendefinisikan manajemen sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting o f planning, organizing,

actuating, and controlling, utiliting in each both science and art, and

followed in order to accomplish predetermined objectives ” (Manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya).33

Bertitik tolak kepada pengertian manajemen di atas, maka manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses/kegiatan/usaha pencapaian tujuan tertentu melalui keijasama dengan orang lain. Dari landasan ini, dapat diketahui beberapa hal mengenai unsur-unsur tindakan yang mengarah kepada usaha yang disebut dengan istilah manajemen. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) Adanya kegiatan atau usaha, (2) Adanya kesatuan tujuan yang baik, (3) Adanya keijasama, (4) Adanya orang yang melakukan kegiatan.

Fungsi manajemen sendiri menurut George R. Terry adalah sebagai: Planning, Organizing, Actuating serta Controlling.34 Sehingga fungsi-fungsi manajemen dapat dikelompokkan dalam empat hal tersebut yaitu:

(48)

a. Planning (perencanaan)

Perencanaan berarti suatu perumusan persoalan-persoalan tentang apa dan bagaimana suatu pekerjaan hendak dilaksanakan.35 Perencanaan juga dapat berarti keputusan untuk waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana akan dilakukan dan siapa yang akan melakukan.36

Merencanakan kegiatan sebagai jalan untuk mencapai target yang ingin dicapai merupakan kegiatan yang perlu dilakukan dengan kecermatan. Kecermatan bukan hanya terkait dengan masalah keberhasilan dalam waktu dekat saja tetapi juga mempertimbangkan kejadian yang mungkin akan terjadi di masa datang. Disamping hal tersebut dalam perencanaan juga perlu direncanakan target serta tujuan yang hendak dicapai dengan melakukan pengorganisasian segenap sumber daya yang tersedia.

b. Organizing (pengorganisasian)

Pengorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada yang sesuai kemampuannya, mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.37

Pengorganisasian diperlukan untuk membedakan jenis pekerjaan, tingkat tanggungjawab dan juga untuk mempermudah mempergunakan sumberdaya yang ada demi tercapainya tujuan. Keseluruhan rangkaian 33 Ibid

(49)

proses pengorganisasian tersebut juga memerlukan satu kesepahaman mengenai pekeijaan yang dilakukan. Rangkaian kegiatan tersebut harus pula didukung dengan intensnya komunikasi untuk mendukung keberhasilan dalam proses pengorganisasian tersebut.

c. Actuating (penggerakan)

Penggerakan atau pelaksanaan adalah usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tugasnya menuju tercapainya tujuan dengan kesadarannya dan berpedoman pada perencanaan {planning) dan usaha pengorganisasian. Penggerakan merupakan lanjutan dari proses perencanaan dan pengorganisasian. Setelah rencana tersusun dan telah diatur mengenai pembagian tugas, maka setelah itu dilakukan usaha-usaha untuk menggerakkan seluruh sum berdaya yang ada untuk menyelesaikan tugas demi tercapainya tujuan bersama. Oleh karena itu, di dalam proses ini faktor kepemimpinan menjadi kekuatan untuk melakukan pengorganisasian atas keseluruhan komponen pendukung, sehingga rencana yang telah ada dapat terealisasikan.

d. Controlling (pengendalian/pengawasan)

Pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi.38 39 Proses dasar tersebut terdiri dari tiga tahap: pertama, menetapkan standar pelaksanaan. Kedua, pengukuran pelaksanaan pekeijaan dibandingkan

(50)

dengan standar. Ketiga, menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.40

e. Evaluating (evaluasi)

Evaluasi merupakan proses yang terakhir dalam setiap manajemen. Hal ini dilakukan karena sangat dibutuhkan dalam sebuah manajemen untuk melihat hasil akhir dari pelaksanaan sebuah manajemen. Bila manajemen tersebut berhasil, maka pada tahun selanjutnya manajemen tersebut akan diterapkan, akan tetapi bila manajemen tersebut gagal dan tidak berhasil maka manajemen tersebut akan dievaluasi, diperbaiki, bahkan mungkin diganti dengan manajemen yang baru.

2. Manajemen Madrasah

Madrasah sebagai lembaga pendidikan formal dalam prakteknya tidak jauh beda dengan pendidikan di sekolah umum. Hanya saja, pendidikan di madrasah penekanan pendidikan agamanya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah umum.

Dalam perjalanannya madrasah harus didukung oleh komponen- komponen yang ada di dalam madrasah tersebut baik dari pihak sekolah, sarana prasarana dan lingkungan, yang kesemuanya ini tergabung dalam sebuah manajemen madrasah.

Adapun manajemen yang diterapkan di sebuah madrasah terdiri dari:

(51)

a. Manajemen Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan komponen-komponen pendidikan dan pengajaran yang sistematis, yang meliputi baik pada level tujuan, isi, organisasi maupun pada level strategi, yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (PBM) pada sekolah yang bersangkutan, untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Komponen-komponen tersebut saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan.41

Pedoman kurikulum disusun untuk menentukan garis-garis besar isi kurikulum. Setidaknya, pedoman tersebut mencakup:

1) Apa yang akan diajarkan (ruang lingkup) 2) Kepada siapa diajarkan

3) Apa sebab diajarkan, dengan tujuan apa 4) Dalam urutan yang bagaimana

Selanjutnya uraian tentang isi di atas harus dilengkapi dengan paparan tentang: (1) Falsafah dan misi lembaga pendidikan, (2) Alasan atau rasionalitas kurikulum berhubungan dengan kebutuhan masyarakat sasaran, yaitu untuk apa siswa disiapkan, (3) Tujuan filosofis mengenai bahan yang diajarkan, alasan memilihnya, (4) Organisasi bahan pelajaran yang umum.42

41 KH. Abdullah Syukri Z, Manajemen Pesantren. Pengalaman Pondok Pesantren Modern Gontor, Trimurti Press, Ponorogo Jawa Timur, 2005, him. 141

(52)

b. Manajemen Sumber Daya Manusia 1) Siswa

Siswa merupakan obyek dari pendidikan, dalam arti bahwa siswa adalah seseorang yang akan diberikan pengetahuan untuk diserap, dipahami, dikuasai, dan diamalkan.

Hal pertama yang harus ditanamkan dalam diri siswa adalah disiplin dalam mentaati tata tertib madrasah, maupun dalam mengikuti pelajaran. Hal ini akan mengakibatkan lingkungan madrasah yang kondusif. Apabila kedisiplinan tidak ditanamkan, maka akan mengakibatkan lingkungan madrasah yang kurang kondusif. Untuk peningkatan hal ini perlu adanya peningkatan disiplin siswa untuk menciptakan iklim madrasah yang lebih kondusif dan memotivasi siswa dalam belajar.43

2) Guru

Elemen penting dalam madrasah adalah guru atau pengajar, yang bertugas membimbing siswa. Guru bukan hanya sebagai pengajar yang menularkan ketrampilan kepada peserta didik, melainkan seorang guru harus mengarahkan peserta didiknya, menjadi manusia yang tidak saja pintar, tetapi berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang baik. Oleh karena itu, penampilan dan sikap guru tidak lepas dari pengamatan peserta didik bahkan masyarakat luas, tanpa membedakan apakah dia guru agama ataupun yang lainnya.44

43 Departemen Agama RI, Panduan Perencanaan dan Pengembangan Madrasah,

BMPM, Jakarta, 2005, him. 70

(53)

Dengan kata lain guru madrasah hendaknya merupakan pribadi- pribadi muslim yang memiliki kedalaman wawasan dan keluasan ilmu pengetahuan yang dihiasi dengan sikap dan tingkah laku yang patut menjadi panutan peserta didik. Kriteria tersebut merupakan kriteria ideal yang diharapkan bagi guru madrasah sehingga dalam menjalankan tugas profesinya dapat berhasil mendidik manusia muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya. c. Manajemen Sarana Pendidikan

Seringkali proses belajar mengajar terganggu karena fasilitas yang kurang memadai. Hal ini tentunya berdampak pula pada menurunnya kegairahan murid dan guru dalam proses belajar dan mengajar.

Fasilitas yang memadai kurang bermanfaat apabila keberadaannya tidak didukung dengan administrasi yang baik. Kegiatan administrasi yang baik pun harus direncanakan dengan baik pula, untuk menghindari ketidak-efektifan. Perencanaan yang baik dan teliti didasarkan kepada analisis kebutuhan dan penentuan skala prioritas.45

d. Manajemen Keuangan

Setiap unit keija selalu berhubungan dengan masalah keuangan, demikian pula madrasah. Keuangan pada lembaga pendidikan pendidikan secara garis besar berkisar pada: Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP), kesejahteraan personel dan gaji dan

(54)

keuangan yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan sekolah seperti perbaikan sarana dan sebagainya.46

e. Strategi Pengembangan manajemen madrasah

Strategi ini berkenaan dengan upaya mengembangkan sistem manajemen madrasah sehingga secara kelembagaan madrasah akan memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1) Berkembangnya prakarsa dan kemampuan-kemampuan kreatif dalam mengelola pendidikan, tetapi tetap dalam bingkai visi, misi, serta tujuan kelembagaan madrasah.

2) Berkembangnya organisasi pendidikan di madrasah yang lebih berorientasi profesionalisme, daripada hirarki (turun temurun). 3) Layanan pendidikan yang semakin cepat, terbuka, adil, dan

merata.47

Adapun kebijakan yang diambil untuk mengembangkan dan melaksanakan manajemen madrasah meliputi, pertama, revitalisasi peran, fungsi dan tanggungjawab madrasah. Kedua mengembangkan sistem perencanaan regional dan lokal ditingkat satuan pendidikan didalam madrasah. Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pembentukan majelis madrasah. Keempat, memberdayakan personal madrasah yang didukung oleh aparat yang bersih dan berwibawa. Kelima, melakukan kajian pengembangan madrasah yang

46 B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, him.

(55)

didasarkan pada undang-undang sistem pendidikan nasional dengan segala macam aturan perundangannya.48

3. Manajemen Pondok Pesantren

a. Manajemen Kurikulum.

Kurikulum memang tidak dapat dilepaskan dari sebuah visi dalam suatu lembaga. Secara konsep, sebenarnya lembaga pesantren optimis akan mampu untuk memenuhi sebuah visi yang telah dicanangkan pada saat pendiriannya, hal tersebut tidak jauh berbeda dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam garis-garis besar haluan negara.- Dengan kata lain pesantren pun mampu dan optimis untuk memenuhi tuntutan reformasi pembangunan, karena fleksibilitas dan keterbukaan sistem yang melekat dalam pesantren.

Dengan uraian di atas maka perwujudan masyarakat yang berkualitas dapat dibangun, salah satunya melalui perubahan kurikulum pesantren, yang berusaha membekali peserta didik untuk menjadi subyek pembangunan yang mampu menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, dan profesional, pada bidang masing- masing. Namun perlu diingat bahwa kurikulum hanya merupakan salah satu sub-sistem lembaga pesantren, proses pengembangannya tidak boleh bertentangan dengan kerangka penyelenggaraan pesantren

(56)

yang dikenal khas, baik dari segi isi maupun dalam pendekatan yang digunakan.

Sesungguhnya ada dua proses yang lazim digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam pesantren, yaitu, pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan instruksional, untuk memenuhi kedua proses tersebut, pesantren salafiyah nampaknya mengalami kesulitan, mengingat perencanaan kurikulum di dalamnya tidak dipersiapkan secara sistematis, bahkan kurikulumnya cenderung berdasarkan kyai/pengasuh. Dari mana sang kyai belajar, maka dari situlah kurikulum diambil, kalau ada inovasi biasanya bukan kurikulum inti.49

Akhir-akhir ini, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada pesantren salafiyah untuk menyelenggarakan sistem persekolahan melalui SLTP terbuka dan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Hal ini mengandung implikasi bahwa pesantren juga harus melaksanakan fungsi-fungsi persekolahan, antara lain melaksanakan pendidikan dan pengajaran pesantren secara terencana dan tersistematisasi. Pengembangan kurikulum di pesantren, dengan demikian dapat dilakukan sebagaimana di sekolah-sekolah formal walau tidak sepenuhnya sama dalam isi dan pendekatannya, b. Manajemen Personalia

Ada tiga komponen pokok personalia dalam pesantren, yaitu kyai/pengasuh, ustadz/ah dan santri.

(57)

1) Santri

Fungsi santri di sini merupakan bagian yang sangat penting dalam pesantren. Bila tidak ada santri maka tidak akan ada pesantren. Santri di sini sama dengan siswa di madrasah, namun santri di sini harus tinggal dalam sebuah komunitas pesantren. Santri boleh pulang biasanya hanya sekali dalam sebulan, setengah tahun atau bahkan setahun, beda dengan siswa yang setiap hari bisa pulang ke rumah. Namun ada nilai tambah yang dihasilkan santri, diantaranya menumbuhkan sikap kemandirian, kesederhanaan, dan rajin dalam beribadah.

2) UstadzJi '.stadzah

Mengenai ustadz/ustadzah, fungsi dan tugasnya dalam pesantren hampir sama dengan guru di madrasah maupun di sekolah. Hanya saja fungsinya di sini lebih berat, karena mereka pun harus tinggal dengan santri, mengawasi santri setiap harinya, serta harus memberikan tauladan yang baik dan memberikan hukuman (ta ’zir). 3) Kyai

(58)

beribadah, lebih-lebih bisa menjadi seperti kyai atau pengasuh pondok tersebut.

c. Manajemen Sarana Pendidikan

Sarana prasarana merupakan sebuah syarat bagi keberlangsungan sebuah lembaga, termasuk juga pesantren. Namun dalam hal ini penyediaan sarana prasarana tersebut harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan kebutuhannya. Penyediaan gedung yang digunakan untuk kepentingan kegiatan belajar dan mengajar tidak akan dilaksanakan, tanpa pertimbangan tersebut. Dengan kata lain, kebutuhan pesantren untuk penyediaannya disesuaikan dengan kebutuhan santri, beserta pertimbangan efisiensinya. Biasanya sarana yang paling penting dalam pesantren adalah, masjid, asrama/kamar santri dan ruang belajar, terdapat juga koperasi, MCK, dan dapur untuk para santri.

d. Manajemen Keuangan

(59)

perkembangannya bila pondok tersebut berada di sebuah lembaga atau yayasan, maka sumber dana tersebut berasal dari iuran yang terkumpul dalam yayasan tersebut, besar dan kecilnya tergantung dari pemberian dan besar kecilnya yayasan tersebut.

Dalam pengelolaan sumber dana ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, dipahami dan dipatuhi oleh setiap penghuni pesantren antara lain, tertib administrasi, prinsip pendidikan sikap mental, dan prinsip etos kemandirian dalam kebersamaan.50

1) Prinsip tertib administrasi

Dalam hal ini pesantren bukan milik pribadi atau perseorangan, melainkan milik umat yang telah diwakafkan para pendiri pesantren yang kemudian dikelola oleh sebuah yayasan. Semua aset yang ada dalam pesantren adalah milik bersama yang digunakan untuk memajukan pesantren tersebut. Semua keputusan tidak berada dalam keputusan seorang pimpinan pesantren atau kyai, melainkan atas keputusan bersama semua komponen dalam sebuah yayasan yang menaunginya.

2) Prinsip pendidikan sikap mental

Hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa betapapun pentingnya dana atau sumber-sumber materiil dalam menjamin keberlangsungan sebuah lembaga pendidikan, masih ada hal yang jauh lebih penting, yaitu komitmen pada nilai-nilai yang mendasari pengelolaan sumber-sumber dana materiil itu. Hal ini perlu

(60)

dilakukan karena tujuan dari pengelolaan sumber-sumber ekonomi di pesantren bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, melainkan sebagai sebuah bagian dari pendidikan secara luas. Santri dan ustadz yang mengelola unit usaha memang mengharapkan keuntungan, namun yang paling penting dari itu semua adalah menumbuhkan jiwa kemandirian

Dari uraian di atas, maka akan timbul semangat kerja dan semakin bertambah banyak kegiatan, semakin tinggi pula militansinya. Akumulasi kegiatan dan militansi yang ditimbulkan olehnya pada gilirannya menjadi faktor pembentuk etos kerja, baik secara personal, lembaga, maupun seluruh penghuni pondok. Melalui proses inilah pendidikan mental berlangsung

3) Prinsip etos kemandiran dalam kebersamaan

Gambar

TABEL III. 1
TABEL III.2
TABEL III.4
TABEL III.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batasan masalah pada penelitian ini dikhususkan pada pengaruh adsorben ( manganese greensand ) dengan mengoptimalkan variasi bed depth , laju alir, dan konsentrasi

 Guru bertindak sebagai salah satu sumber belajar, motivator dan fasilitator dengan memberikan latihan terbimbing materi F01..  Siswa aktif belajar

 Dua atau lebih kompresor udara harus dipasang dan memiliki kapasitas total, bersama- sama dengan kompresor topping-up di mana dipasang yang mampu menerima udara dalam waktu 1

Berdasarkan Jadual 3, hasil analisis SWOT kelemahan(W) dalam pengurusan kewangan menunjukkan keputusan bagi item sumber kewangan terhad iaitu menjadi pilihan lapan

Dalam mereka bentuk perisian ini, strategi yang digunakan adalah kaedah tutorial dan juga berdasarkan model reka bentuk pengajaran ADDIE bagi memberi panduan dalam

Konsep RS dikembangkan oleh Blin (1997) menjadi Representasi Profesional (RP)yang terbentuk dalam aksi dan interaksi profesional, yang memberinya suatu

Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian dan pengembangan ini dapat disimpulkan bahwa. 1) Modul matematika berilustrasi komik layak digunakan dalam