• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh G"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

i

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA

BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG

INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1

TAHUN 2005 TENTANG HKI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Hafsari Ayu Wardani

NIM: 21412011

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

(2)
(3)

iii

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA

BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG

INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001, DAN

FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Hafsari Ayu Wardani

NIM: 21412011

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

HALAMAN MOTTO

Melakukan yang terbaik, jangan merasa menjadi yang terbaik,

dan selalu jadi yang terbaik.

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Bapak ku tercinta, Bapak Muslikhan yang tak pernah henti selalu memberikan semangat, kasih, sayang, yang selalu berjuang untuk anak-anaknya dan selalu melakukan yang terbaik buat anak-anaknya

Ibuku tersayang, yang tak pernah henti memberikan kelembutan kasih sayang kepada anak-anaknya, selalu berdoa dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini

Adik-adik ku, Royyi Muwaffa dan Ilfa Masarroh Mughniya yang tak pernah henti memberikan semangat dan selalu membuatku tersenyum

Abah Mahfud Ridwan dan Ibu Nafis dan keluarga ndalem Pondok Pesantren Edi Mancoro yang selalu memberikan petuah-petuah serta semangat

Gus Muhammad Hanif dan Ibu Rosyidah yang telah menjadi orang tua saya, memberikan ilmunya, perhatian, petuah, dan kasih sayang

Bapak Agus Waluyo , Bapak Moh Khusen, Ibu Astuti Sakdiyah, Bapak Yusuf Ismail serta semua staff yang tulus menjadi bapak ibu saya, selalu membimbing saya, menjadikan saya mempunyai keluarga baru di Yaa Bismillah IAIN Salatiga

Bapak Gufron Ma’ruf dan keluarga yang selalu memberikan semangat,

perhatian, selalu memberikan senyum terbaik untukku

Dosen-dosen dan seluruh tenaga pengajar Fakultas Syari’ah, khususnya Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah

Keluarga besar Youth Association of Bidik Misi Limardhatillah IAIN Salatiga Sahabat-sahabatku, Masadah, Iva Ekowati, dan Tri Setyorini terimakasih untuk semuanya, semoga kita selalu menjadi sahabat

Dita Septikawati yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka, melukis bersama dalam waktu yang indah

Naila Rajiha dan Dyan Apriani yang selalu menemani hari-hariku, memberi semangat dalam mengerjakan skripsi ini

Sahabat-sahabatku jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Angkatan 2012, terimakasih untuk semua hal, semua kenangan indah yang kita lalui bersama-sama selama 4 tahun ini

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ni‟mat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Perlindungan Hukum Batik SelotigoPasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007

tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI”.

Shalawat serta salam tak lupa penyusun selalu hadiahkan kepada Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya. Semoga kita selalu mendapatkan limpahan syafa‟at Nabi Muhammad didunia hingga akhirat nanti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran berbagi pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan pengarahan. Dengan segala ketulusan hati penyusun menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Ibu Dra Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga. 3. Ibu Evi Ariyani, M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah.

(10)

x

5. Ibu Dra. Siti Muhtamiroh, M.SI, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendidik, memberikan semangat, memberikan arahan, bimbingan dari awal hingga skripsi ini selesai. Terimakasih untuk kesabaranmu dan perhatianmu. 6. Semua dosen IAIN Salatiga yang selalu memberikan ilmu mereka, pengetahuan mereka kepada saya.

7. Semua staff IAIN Salatiga yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.

8. Ayah, Ibu, dan adik-adikku tercinta yang selalu memberiku semangat, selalu

berdo‟a kepada Allah untukku, Semoga Allah memberkahi kalian.

9. Abah K.H Abah Mahfud Ridwan dan keluarga terimakasih untuk semua ilmu, kasih sayang, kebersamaan yang saya dapatkan di Pondok Pesantren Edi Mancoro 10. Gus Muhammad Hanif dan Ibu Rosyidah yang telah menjadi orang tua saya, memberikan ilmunya, perhatian, petuah, dan kasih sayang

11. Keluarga besar Tahfid Pondok Pesantren Edi Mancoro,terimakasih banyak untuk semuanya.

12. Sahabat- sahabat ku seperjuangan Hukum Ekonomi Syari‟ah, terimakasih untuk hari-hari indah yang kita lalui bersama

13. Keluarga Youth Association of Bidikmisi Limardhotillah IAIN Salatiga, khususnya sahabat seperjuanganku angkatan 2012.

14. Semua pihak yang telah membantu, baik do‟a, motivasi, maupun dukungannya.

(11)

xi

Dalam skripsi ini penyusun menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih baiknya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, khususnya bagi penulis. Amin

Salatiga, 08 September 2016 Penulis

(12)

xii

ABSTRAK

Wardani, Hafsari Ayu. 2016. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum

Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Pembimbing: Dra Siti Muhtamiroh, M.SI.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Kekayaan Intelektual, Batik.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan sebuah hak yang berkenaan dengan kekayaan intelektual yang timbul karena kemampuan intelektual seseorang maupun kelompok menciptakan sesuatu atau menemukan sebuah karya dibidang teknologi, pengetahuan, seni dan sastra. Merek merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam HKI. Salah satu contoh dari hasil kekayaan intelektual adalah Batik Selotigo. Peneliti melakukan penelitian mengenai bagaimana Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI. Tujuan penelitian ini aalah untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Peneliti menggunakan yuridis normatif yaitu pendekatan dari sudut kadiah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di masyarakat untuk menjawab permasalahan tersebut.

(13)

xiii

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... IX

H. Sistematika Penelitian ... 18

BAB II KERANGKA TEORI A. Hak Kekayaan Intelektual ... 19

B. Merek ... 26

C. Indikasi Geografis ... 38

D. HKI dalam Pandangan Hukum Islam ... 43

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sejarah Batik dan Perkembangannya ... 48

(14)

xiv

C. Pendaftaran Batik Selotigo ... 53

D. Pemasaran Batik Selotigo ... 56

E. Proses Pembuatan Batik Selotigo ... 58

F. Harga Batik Selotigo ... 69

G. Merek Batik Selotigo Dilindungi Berdasarkan UU Nomor 15 Tahu 2001 tentang Merek ... 72

H. Batik Selotigo Ditinjau Dari PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis ... 73

BAB IV PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis... 77

B. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ... 78

C. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI ... 88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Prasasti Watu Rumpuk ... 53

Gambar 3.2 Canting ... 59

Gambar 3.3 Nyamplung ... 60

Gambar 3.4 Wajan ... 60

Gambar 3.5 Pewarna ... 61

Gambar 3.6 Cap Batik Selotigo ... 64

Gambar 3.7 Cap Batik Selotigo ... 64

Gambar 3.8 Proses Cap Batik Selotigo ... 65

Gambar 3.9 Kain yang Telah Diwarna ... 66

Gambar 3.9 Batik Selotigo dengan Warna Alam ... 67

Gambar 3.10 Batik Selotigo dengan Warna Klasik ... 68

Gambat 3.11 Batik Selotigo dengan Warna Biasa ... 69

Gambar 4.1 Batik Selotigo Tulis ... 81

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis 2. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

3. Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI

4. Wawancara dengan Kepala Bidang Perindustrian DISPERINDAGKOP dan UMKM Kota Salatiga

5. Wawancara dengan Pencipta Batik Selotigo 6. Surat Nota Pembimbing

7. Surat Izin Penelitian KESBANGPOL di DISPERINDAGKOP dan UMKM Kota Salatiga

8. Surat Izin Penelitian di Sentra Batik Selotigo 9. Lembar Konsultasi Skripsi

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam hal. Hampir semua kekayaan alam, budaya, seni, baik yang berasal dari alam maupun yang merupakan hasil karya manusia bisa ditemukan di Indonesia. Hampir setiap daerah yang menjadi bagian dari negara Indonesia mempunyai hasil daerah yang khas yang berbeda dari lainnya, baik itu berupa hasil alam, seperti rempah, karet, ataupun berupa hasil kesenian dan budaya dari penduduk di daerah tersebut, seperti tarian, lagu daerah dan lainnya.

Salah satu kekayaan Indonesia yang juga menjadi salah satu ciri khas Indonesia di berbagai penjuru dunia adalah batik. Hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia mempunya ciri dan bentuk serta motif batik yang berbeda dengan daerah lainnya.

(18)

2

Indikasi Geografis merupakan salah satu ruang lingkup dari HKI (Hak Kekayaan Inteletkual) selain Paten, Hak Cipta, Informasi Rahasia/Rahasia Dagang, Merek dan beberapa jenis HKI lainnya. Indikasi Geografis merupakan sebuah nama dagang yang dikaitkan, dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi menunjukkan asal tempat produk tersebut. Asal tempat itu mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut amat dipengaruhi oleh tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik di benak masyarakat, khususnya konsumen, yang tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam menghasilkan suatu produk (Ayu, 2006: 1).

Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya dan sumber daya alami. Dari segi sumber daya alami banyak produk daerah yang telah lama dikenal dan mendapatkan tempat di pasar internasional sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Keterkenalan produk tersebut seharusnya diikuti dengan perlindungan hukum yang bisa untuk melindungi komoditas tersebut dari praktek persaingan curang dalam perdagangan. Mengenai Indikasi Geografis ini, TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights)telah mengaturnya pada Section 3

Article 22-24. Untuk memastikan adanya perlindungan terhadap Indikasi

(19)

3

yang paling lengkap mengatur tentang HKI termasuk di dalamnya pengaturan tentang Indikasi Geografis yaitu dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24. Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal.

Ada banyak ragam kreasi batik dari berbagai kota di Indonesia, tidak terkecuali Kota Salatiga. Salatiga mempunyai batik khas daerah, yaitu Batik Selotigo. Nama batik ini sangat khas dengan Kota Salatiga, yang mana dalam bahasa jawa Selotigo mempunyai arti tiga batu.

Batik Selotigo mempunyai ciri khas yang berbeda dengan produk lainnya. Perbedaan batik plumpungan dengan produk batik dari daerah lainnya terletak pada motif yang diusungnya. Batik Selotigo mempunyai ciri khas dengan motif batu-batuan dengan motif yang unik.

Pencipta telah mendaftarkan Batik Selotigo ke Ditjen HKI. Untuk mengetahui praktik perlindungan hukum yang dilakukan oleh Ditjen HKI berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah serta MUI sebagai organisasi yang mewakili Islam dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, maka penulis mengangkat penelitian yang

(20)

4

BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis?

2. Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek?

3. Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya Fatwa DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca

berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya Fatwa DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut :

(21)

5

2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi atau landasan hukum dalam pengambilan keputusan khususnya bagi seseorang yang mempunyai karya supaya dapat melindungi hasil karyanya.

E. Penegasan Istilah

Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap judul skripsi ini maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah tersebut “PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI”:

1. Perlindungan

Perlindungan adalah hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi (KBBI, 2007: 674).

(22)

6

perlindungan represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa termasuk penangannya di lembaga peradilan (Hardjon, 1987: 5).

2. Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual, dalam penulisan ini disingkat "HKI" adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia ( Ditjen HKI, 2013: 5).

3. Merek

Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Ditjen HKI, 2013: 28). 4. Indikasi Geografis

(23)

7 5. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah merupakan bentuk perundang-undangan yang dibuat atau ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan Undang-undang(KBBI, 2007: 76)

6. Undang-Undang

Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja), dan mempunyai kekuatan yang mengikat (KBBI, 2007: 1245).

7. Fatwa

Fatwa adalah jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah (KBBI, 2007: 314).

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini sudah banyak penelitian, skripsi, serta karya ilmiah lain yang membahas dan melakukan penelitian terhadap perlindungan hak merek dan Indikasi Geografis pada objek yang berbeda-beda.

Puji Tri Nuzuli dalam tulisannya yang berjudul “Pendaftaran Indikasi Geografis Atas Barang-Barang Hasil Pertanian/Perkebunan di

Aceh”. Dia memfokuskan pembahasan pada masalah keberadaan barang

(24)

8

Indikasi Geografis di Aceh. Dari hasil penelitiannya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa di Aceh terdapat barang-barang yang berpotensi untuk dilindungi sebagai hasil dari Indikasi Geografis. Pemerintah selama ini telah memberikan suatu tindakan yang positif dalam didaftarkannya suatu Indikasi Geografis khas masyarakat Aceh. Pemerintah daerah setelah didaftarkannya Indikasi Geografis tersebut hanya meninjau setahun sekali keberadaan masyarakat setempat dan perkebunan kopi rakyat, monitoring atau pengamatan hanya dilakukan oleh Dinas Perkebunan di Provinsi Aceh untuk melihat sejauh mana perkembangan, penjualan dan labelisasi dari kopi Gayo ini.

Antoneyte Octaviany dalam skripsinya yang berjudul

“Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Batik Plumpungan”

(25)

9

Plumpungan ini juga dapat dikembangkan menjadi usaha unit kecil dan menengah, karena Batik Plumpungan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Tetapi di dalam praktek, pekerja yang membuat batik di galeri yang dimiliki oleh pencipta, hampir sebagian besar berasal dari Pekalongan. Secara hukum keberadaan motif dasar Batik Plumpungan ini sedang dalam proses pendaftaran, tapi batik dengan motif unik ini sudah rentan untuk dijiplak atau ditiru oleh pihak lain dengan mempergunakan motif dasar yang sama. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain inilah yang menyebabkan batik ini rentan untuk ditiru. Kendala modal menjadi alasan banyak pihak, batik Plumpungan sulit berkembang di kota asalnya.

Milsida Fandy dan Henry Soelistyo Budi Hardijan Rusli juga telah melakukan penelitian dengan tema yang sama. Karya mereka berjudul

“Aspek Hukum Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia”. Fokus

(26)

Undang-10

Undang Nomor 15 Tahun 2001, masalah Indikasi Geografis diatur dalam Pasal 56 - 60. Sedangkan untuk penyelesaian terhadap sengketa kopi Toraja, penulis memberikan dua opsi, yaitu pihak Indonesia mengajukan pendaftaran kopi Toraja sebagai Indikasi Geografis. Bila dapat disetujui, maka pihak Jepang yang saat ini telah mendaftarkan kopi Toraja dapat diberi kesempatan menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai Indikasi Geografis. Artinya, apabila pihak Jepang dianggap beritikad baik dalam menggunakan tanda Kopi Toraja maka ia dijinkan untuk menggunakan tanda tersebut selama 2 tahun. Setelah itu tanda kopi Toraja dikembalikan kepada pihak Indonesia. Skenario seperti ini harus didukung dengan tersedianya ketentuan mengenai tata cara permohonan pendaftaran Indikasi Geografis. Ini berarti, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan pemerintah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 56 (9) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sedangkan opsi kedua adalah pihak Indonesia dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran terhadap kopi Toraja. Dasar dari gugatan pembatalan itu adalah "bahwa Indikasi Geografis kopi toraja adalah milik masyarakat (adat) Toraja".

Dalam tesis yang ditulis Andris pada tahun 2015 yang berjudul

“Penerapan Prinsip Itikad Baik Terhadap Indikasi Geografis Kopi

Arabika Toraja Indonesia yang Didaftarkan Sebagai Merek Dagang

(27)

11

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan

(28)

12

berdasarkan itikad tidak baik antara lain, mengajukan permohonan pembatalan merek Toarco Toraja, dan menuntut ganti kerugian.

Skripsi yang ditulis Reza Fanani pada tahun 2015 berjudul

“Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Pencipta Motif Seni Batik

Kontemporer di Yogyakarta”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

(29)

13

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. Sedangkan metode pendekatannya dengan yuridis empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berupa studi yuridis normatif, yaitu berusaha menemukan proses bekerjanya hukum (Soekanto, 1984: 52).

2. Kehadiran Peneliti

Pada penelitian ini penulis hadir dan ikut serta dalam kegiatan produksi, serta kegiatan lain yang dilakukan oleh pencipta Batik Selotigo.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi Batik Selotigo, yaitu di Salatiga tepatnya di JL Salatiga-Bringin KM 2 Watu Rumpuk Salatiga.

4. Sumber Data

(30)

14 1) Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2000: 90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah pencipta Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga.

2) Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan dimaksudkan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar artikel dan internet serta referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan dengan penelitian ini.

Data skunder dalam penelitian ini mencakup :

(31)

15

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet, buku–buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang akan diteliti.

c) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3) Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan beberapa teknik guna memperoleh data antara lain :

a) Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diteliti dan dimungkinkan untuk memberi penelitian pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis akan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pencipta Batik Selotigo, pembatik, serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan Batik Selotigo.

b) Indepth Interview (wawancara mendalam), karena

(32)

16

mendalam dianggap paling tepat karena dimungkinkan untuk mendapat informasi secara detail dari objek yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya. Peneliti akan melakukan wawancara kepada pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga.

5. Analisis Data

Seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan ataupun diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara menggambarkan masalah secara jelas, mengumpulkan, informasi pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo dan DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga, kemudian membandingkan antara informan satu dengan informan yang lainnya mengenai kevalidan data.

6. Pengecekan Keabsahan Data

(33)

17

ini dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara satu dengan wawancara yang lainnya, hasil wawancara dengan observasi dan hasil observasi dengan observasi yang lainnya.

7. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melalui empat tahap sebagai berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Penulis menentukan fokus penelitian yang akan menjadi pokok pembahasan, selain itu penulis melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing dalam penyusunan proposal penelitian, dilanjutkan penyelesaian perizinan lokasi penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Penulis melakukan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi penelitian. Pada tahap ini penulis memulai terjun ke lapangan tempat penelitian tersebut dilakukan.

c. Tahap analisis data

Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam dengan pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga.

(34)

18

Meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pada pemberian makna. Selain itu peneliti melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing guna penyusunan laporan selengkapnya.

H. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian pustaka

Bab III : Paparan data dan hasil penelitian meliputi : gambaran umum batik, gambaran umum tentang Batik Selotigo, Batik Selotigo ditinjau dari PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, dan Batik Selotigo dilindungi UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Bab IV : Perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005.

(35)

19

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Hak Kekayaan Intelektual

1. Pengertian HKI

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI" merupakan suatu hak yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam bentuk ciptaan atau temuan, baik berupa karya cipta seni, sastra dan teknologi (Budhiwaskito,dkk : 2000, 2).

(36)

20

2. Sejarah Perundang-undangan HKI di Indonesia

a. Perundang-undangan HKI Masa Penjajahan Belanda

Perundang-undangan HKI Masa Penjajahan Belanda Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dalam peraturan tahun 1910 hak kekayaan intelektual disebut hak oktrooi (Budhiwaksito, 2000: 2).

Menurut peraturan 1910, menyatakan bahwa suatu temuan hendaknya dimintakan hak paten, segala dokumennya dikirim ke Den Haag. Biro paten di Belanda yang akan memberikan oktrooi kepada si peminta (Budhiwaksito, 2000: 3).

Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai Undang-undang tentang HKI yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordasi (Sutedi, 2009: 1-2).

Pada waktu itu, yang baru mendapatkan pengakuan baru tiga bidang, yaitu hak cipta, merek dagang dan industri, dan paten (Sutedi, 2009:1-2)

Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang HKI yaitu (Sutedi, 2009:1-2):

1) Auterswet 1912 (Undang-Undang Hak Pengarang 1912,

(37)

21

2) Reglemen Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak

Milik Industrial Kolonial 1912: 1912-545 jo S. 1913-214).

3) Octrooiwet 1910 (Undang-undang Paten 1910: S 1910-33 yis S.

1911-33, S. 1922-54).

b. Perundang-undangan HKI Pasca Proklamasi Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Peraturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, maka ketentuan peraturan perundang-undangan HKI zaman penjajahan Belanda, demi hukum diteruskan keberlakuannya, sampai dengan dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru hasil produk legislasi Indonesia. Setelah 16 (enam belas) tahun Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1961 barulah Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan HKI dalam hukum positif pertama kalinya dengan diundangkannnya Undang-Undang tentang Merek pada tahun 1961, disusul dengan Undang-Undang tentang Hak Cipta pada tahun 1982, dan Undang-Undang tentang Paten tahun 1989 (Sutedi, 2009: 4).

(38)

22

1961. Dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, maka Reglement Industrial Eigendom kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912:

S.1912-545 jo. S.1913-214) tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1992 terjadi pembaruan hukum merek di Indonesia, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 yang mencabut dan menggantikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961. Selanjutnya, pada tahun 1997 terjadi lagi penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, dan terakhir pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tersebut diubah dan disempurnakan serta diganti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Sutedi, 2009:4).

(39)

23

Dan terakhir pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 jis.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tersebut diubah dan disempurnakan serta diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Sutedi, 2009:5).

Pada saat ini masalah-masalah yang berkaitan dengan (HKI) di Indonesia diatur oleh Ditjen HKI-Kementrian Hukum dan HAM.

Di Indonesia masalah HKI mulai dikenal dengan menjadi anggota pada (Budhiwaskito dkk, 2000: 2):

1. Paris Convention (Konvensi Paris, 1883). Pada konvensi ini yang dibahas adalah masalah kekayaan industri.

2. WIPO (World Intellectual Property Organization, 1967) adalah organisasi dunia yang menangani kekayaan intelektual dengan tugas melaksanakan pengadministrasian konvensi di bidang HKI, mendorong kerja sama internasional di bidang HKI dan membantu negara sedang berkembang membangun sistem HKI.

3. Bidang HKI

(40)

24 a. Hak Cipta (copyright);

b. Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:

1) Paten (patent);

2) Desain industri (industrial design); 3) Merek (trademark);

4) Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);

5) Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design ofintegrated circuit);

6) Rahasia dagang (trade secret) 4. Pengaturan HKI dalam TRIPs

Lahirnya persetujuan TRIPs dalam putaran Uruguay (GATT) pada dasarnya merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi internasional yang dirasa semakin luas, yang tidak lagi mengenal batas-batas negara. 1 Negara yang pertama kali mengemukakan lahirnya TRIPs yaitu Amerika, sebagai antisipasi yang menilai bahwa WIPO (World Intellectual Property Organization) yang bernaung di bawah PBB tidak mampu melindungi HKI mereka di pasar internasional, yang mengakibatkan neraca perdagangan mereka menjadi negatif (Sutedi, 2009: 46).

1

(41)

25

Alasan-alasan mereka mengenai kelemahan WIPO yaitu (Sutedi, 2009: 46):

a. WIPO merupakan sebuah organisasi yang anggotanya terbatas, sehingga ketentuan-ketentuannya tidak dapat diberlakukan terhadap non anggotanya.

b. WIPO tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan menghukum setiap pelanggaran HKI. Di samping itu, WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan struktur perdagangan internasional dan perubahan tingkat invasi teknologi. Sejak tahun 1982, Amerika berusaha memasukkan permasalahan HKI ke forum perdagangan GATT. Pemasukan HKI ini pada mulanya ditentang oleh negara-negara berkembang (kompeten). GATT merupakan forum perdagangan multilateral, sedangkan HKI tidak ada kaitannya dengan perdagangan. Namun akhirnya, mereka bisa menerimanya setelah dengan argumentasi bahwa kemajuan perdagangan (internasional) suatu negara bergantung pada kemajuan/keunggulan teknologinya, termasuk perlindungan HKI nya.

(42)

26

Service(masalah perdagangan yang berkaitan dengan sektor jasa)

(Sutedi, 2009: 46).

TRIPs sendiri mempunyai tujuan untuk melindungi dan

menegakkan hukum hak milik intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, penyebaran teknologi, serta diperolehnya manfaat bersama antara pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkesinambungan antara hak dan kewajiban (Sutedi, 2009: 47).

Pengaturan HKI yang diatur dalam TRIPs tidak semuanya langsung diterapkan dalam hukum di Indonesia. TRIPs digunakan untuk mengisi ruang lingkup HKI yang belum diatur oleh di hukum di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut (Sutedi, 2009: 48): 1. Rental Right bagi pemegang hak cipta rekaman video /film dan

komputer program.

2. Perlindungan bagi Performers, Producer of Phonograms (Sound Recording) and Broadcasts.

3. Perlindungan atas Lay-out Design daripada Integrated Circuits. 4. Perlindungan terhadap Undisclosed Information.

B. Merek

1. Pengertian Merek

(43)

27

mempunyai peranan yang sangat penting yang memerlukan pengaturan yang lebih memadai (Sutedi, 2009: 89).

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warana, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (UU Nomor 15 Tahun 2001).

Merek juga merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa bagi satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Sebagai tanda pembeda, maka merek dalam satu klasifikasi barang/jasa tidak boleh memiliki persamaan antara satu dengan yang lainnya, baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya (Sutedi, 2009: 91).

Pengertian memiliki persamaan pada keseluruhannya yaitu apabila mempunyai persamaan dalam hal asal, sifat, cara pembuatan, dan tujuan pemakaiannya. Sedangkan untuk pengertian persamaan dalam pokoknya yaitu apabila memilki persamaan pada persamaan bentuk , persamaan cara penempatan, dan persamaan pada bunyi ucapan (Sutedi, 2009:91).

2. Macam-macam Merek

(44)

28 a. Merek Dagang

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

b. Merek Jasa

Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yag diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

c. Merek Kolektif

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

3. Dasar Hukum Perlindungan Merek

(45)

29 4. Fungsi Merek

Fungsi merek yaitu (Ditjen HKI, 2013: 36):

a. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya. b. Alat promosi, sehingga dalam mempromosikan hasil produksinya

cukup dengan menyebut mereknya. c. Jaminan atas mutu barangnya.

d. Penunjuk asal barang/jasa yang dihasilkan.

Sedangkan fungsi merek untuk didaftarkan yaitu (Ditjen HKI, 2013: 36):

a. Sebagai bukti kepemilikan hak atas merek yang didaftarkan.

b. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama pada keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya.

c. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.

5. Pemohon

(46)

30 a. Orang/perorangan

b. Perkumpulan

c. Badan hukum (CV, Firma, Perseroan) 6. Permohonan Pendaftaran Merek

Menurut pasal 7 ayat 1, permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia kepada Ditjen HKI dengan mencantumkan:

a. Tanggal, bulan, dan tahun;

b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon

c. Nama lengkap dan alamaat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;

d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan menggunakan unsur warna;

e. Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

Yang dimaksud dengan hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam ParisConvention For the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization

(47)

31

Convention for the Protection of Industrial Property (Asyhadie, 2014: 220-221).

Permohonan dapat dilakukan oleh satu orang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum. Dalam permohonan diajukan oleh beberapa orang yang sama-sama berhak atas merek tersebut, maka (Asyhadie, 2014: 221):

1. Semua nama pemohon harus dicantumkan dalam surat permohonan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka;

2. Surat permohonan pendafataran harus ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan;

3. Apabila permohonan pendaftaran dilakukan oleh seorang kuasa, surat kuasa harus ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas merek tersebut.

(48)

32

khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat misalnya internet (Hasyim, 2009: 211).

Menurut pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.

7. Merek yang Tidak Dapat Didaftarkan

Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Yang dimaksud dengan pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

(49)

33

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

Yang termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.

b. Tidak memiliki daya pembeda.

Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun teralu rumit sehingga tidak jelas.

c. Telah menjadi milik umum.

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Sedangkan permohonan harus ditolak oleh Ditjen HKI apabila merek tersebut (Djaja, 2009: 196-197):

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

(50)

34

bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.

b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal.

d. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

e. Merupakan tiruan, atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol atau lambang negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

f. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

(51)

35

badan, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri (Hasyim, 2009: 210).

Pendaftaran merek hanya dapat diajukan untuk satu kelas barang atau jasa. Kelas barang atau jasa dalam kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai persamaan dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan penggunaannya. Apabila mereka akan dimintakan pendaftarannya untuk lebih dari satu kelas, maka permintaan akan pendaftarannya harus diajukan secara terpisah (Hasyim, 2009: 210). 8. Keabasahan Merek

Merek-merek yang didaftarkan dinyatakan sah utuk masa sepuluh tahun dan dapat diperbarui untuk periode sepuluh tahun berikutnya. Apabila pendaftaran tidak diperbarui, register akan menghapus merek dari daftar. Merek yang sudah didaftar tidak dapat diubah selama masih dalam masa terdaftar atau masa perpanjangan, kecuali yang berhubungan dengan penggantian nama dan alamat pemilik apabila merek itu mencakup nama dan alamat pemilik merek. Merek terdaftar dapat diserahkan, dicabut, dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Merek terdaftar dapat diserahkan terkait sebagian atau semua barang atau jasa yang terdaftar dengan merek itu.

9. Penghapusan Merek

(52)

36

Penghapusan ini dilakukan jika (Ditjen HKI, 2013: 38): a. Merek tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut dalam

perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang diterima oleh Ditjen HKI.

b. Merek digunakan untuk jenis barang dan jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.

Merek yang sudah terdaftar dapat dihapuskan karena empat kemungkinan, yaitu (Ditjen HKI, 2013: 38):

1. Atas prakarsa Ditjen HKI.

2. Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan. 3. Atas putusan pengadilan.

4. Tidak diperpanjang jangka waktu pendafataran mereknya. 10.Peralihan Hak atas Merek Terdaftar

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menerangkan bahwa hak atas merek terrdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:

(53)

37

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, misalnya kepemilikan merek karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik merek (Djaja, 2009: 214).

Untuk pengalihan hak atas merek sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), wajib dimohonkan pencatatannya kepada Ditjen HKI untuk dicatat dalam dalam daftar umum merek (pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek).

(54)

38

merek adalah untuk memudahkan pengawasan dan mewujudkan kepastian hukum (Sutedi, 2009: 94).

Ketentuan pada pasal 42 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa pengalihan hak atas merek terdaftar hanya dicatat oleh Ditjen HKI apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.

C. Indikasi Geografis

1. Pengertian Indikasi Geografis

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis menyatakan bahwa Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Sedangkan pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

(55)

39

identitas suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi serta karakteristik yang dapat dijadikan atribut dari barang tersebut.

Tanda Indikasi Geografis dapat berupa nama dan logo, yaitu nama tempat atau daerah geografis maupun tanda lainnya yang menunjukkan asal tempat barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis ( http://119.252.174.21/indikasi-geografis/?book=buku-indikasi-geografis-indonesia).

2. Dasar Hukum

Dasar hukum Indikasi Geografis adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007. Sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 dikeluarkan, dasar hukum Indikasi Geografis masih ikut dalam payung hukum yang sama dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu pada pasal 56 sampai pasal 58. 3. Indikasi yang Tidak Dapat Didaftarkan

Menurut ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, Indikasi Geografis tidak dapat didaftarkan apabila tanda yang dimohonkan pendaftarnya:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

(56)

40

c. Merupakan nama geografis setempat yang telah digunakansebagai nama varietas tanaman, dan digunakan bagi varietastanaman yang sejenis; atau

d. Telah menjadi generik.

4. Jangka Waktu Perlindungan Indikasi Geografis

Jangka waktu perlindungan Indikasi Geografis menurut pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yaitu dilindungi selama karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada.

5. Pemohon

Permohonan pendaftaran Indikasi Geografis diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Pasal 5 PP Nomor 51 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Indikasi Geografis dapat diajukan oleh:

a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:

1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;

2) Produsen barang hasil pertanian;

3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; 4) Pedagang yang menjual barang tersebut.

(57)

41

c. Kelompok konsumen barang tertentu.

Yang dimaksud dengan lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan Indikasi Geografis dan lembaga itu merupakan lembaga pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi, asosiasi, dan lain-lain (Djaja, 2009: 220).

6. Tata Cara Pengajuan Permohonan Pendaftaran

Menurut pasal 6 PP Nomor 51 Tahun 2007, tata cara pendaftaran Indikasi Geografis yaitu:

a. Permohonan pendaftaran diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh pemohon atau melalui kuasanya dengan mengisi formulir dalam rangkap tiga kepada Ditjen HKI.

b. Permohonan sebagaimana yang dimaksud harus mencantumkan persyaratan administrasi sebagai berikut:

1) Tangggal, bulan, dan tahun.

2) Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon.

3) Nama lengkap dan alamat kuasa, apabila permohonan diajukan melalui kuasa.

c. Permohonan sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus dilampiri: 1) Surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui

kuasa.

(58)

42

d. Permohonan sebagaimana pada ayat (1) harus dilengkapi dengan buku persyaratan.

e. Permohonan dapat diajukan kepada Ditjen HKI:

- Dengan alamat : Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan 12190, atau - Melalui Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Manusia yang ada di seluruh provinsi di Indonesia.

f. Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir permohonan resmi Indikasi Gografis dari Ditjen HKI.

7. Manfaat Indikasi Geografis

Adapun manfaat Indikasi Geografis yaitu (Ditjen HKI, 2013: 2-3):

a. Memperjelas identifikasi produk dan menetapkanstandar produksi dan proses.

b. Menghindari praktik persaingan diantara para pemangku kepentingan Indikasi Geografis, menghindari praktik kecurangan memberikan perlindungan dari penyalahgunaan reputasi Indikasi Geografis.

(59)

43

d. Membina produsen lokal, mendukung koordinasi, dan memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk. e. Meningkatnya produksi dikarenakan didalam Indikasi Geografis

dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakter khas dan unik. f. Reputasi suatu kawasan Indikasi Geografis akan ikut terangkat,

selain itu Indikasi Geografis juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati, hal ini tentunya akan berdampak pada pengembangan agrowisata.

D. HKI dalam Pandangan Hukum Islam.

Dalam hukum Islam, sebenarnya masalah HKI belum dibahas secara utuh oleh para ulama. Hal ini karena pada masa Rasulullah dan setelahnya belum dikenal mengenai permasalahan HKI.

Islam sangat menghargai kreativitas karya individu, apalagi kreativitas manusia dalam usaha merubah nasib perjalanan hidupnya dengan cara benar. Salah satu cara dalam mencari usaha yaitu dengan mengumpulkan kekayaan dengan sepuas-puasnya, asalkan dengan jalan yang halal dan disalurkan menurut cara-cara yang dibenarkan oleh hukum

syara‟.

(60)

44

MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perlindungan HKI. Dalam Islam, digariskan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang sah (ben ar dan halal) seperti (http://jurnal.stmikelrahma.ac.id/assets/file/Aris%20B adaruddin%20Thoha_stmikelrahma.pdf) :

1. Harta yang diperoleh dari kerja keras

2. Harta yang diambil dari benda yang tidak bertuan 3. Harta yang diambil atas dasar saling meridhai

4. Harta yang diperoleh dari waris, wasiat, hibah dan lain sebagainya Adalah wajib dilindungi baik oleh individu maupun masyarakat. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa HKI adalah harta yang diperoleh dengan cara yang sah, yaitu merupakan hasil kerja keras dan kreatif baik dari individu maupun kelompok, dan ini menjadi dasar bahwa HKI merupakan milik (kekayaan) yang harus dijaga dan dilindungi baik oleh pemilik maupun masyarakat.

Menurut Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2005, dalil-dalil yang menjelaskan bahwa Islam melindungi HKI yaitu (Depag, 2003: 315-317): 1. Al Qur‟an

a. Surah An Nisa‟ ayat 29:

نُ أْ يَيُّ يَايَ أْ نُ أْيذِ ضٍاايَ يَيُّ أْييَ ةًةيَا يَ ذِ يَو نُ يَ أْيُّويَا لَّاذِذِ ذِا يَ أْا ذِ أْ نُ يَيأْيُّ يَيُّ أْ نُ يَاايَ أْ يَاا نُ نُ أْ يَ يَاا نُييَ يَ يَي ذِ لَّاا يَ يُّ يَا يَ

ةً ذِحيَ أْ نُ ذِ يَو يَ يَ لَّ ا لَّوذِإأْ نُ يَسنُفأْيُّويَاا نُا

Artinya:

(61)

45

janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha

Penyayang kepadamu”(Q.S. An Nisa‟: 29).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam Islam, dilarang untuk memakan harta orang lain dengan cara bathil.

b. Surah As Syu‟ara ayat 183

يَي ذِ ذِسأْفنُ ذِاأْايَأْا ذِااأْ يَيُّ أْ يَيُّ يَايَ أْنُ يَا يَ أْ يَ يَا لَّيااا نُسيَ أْ يَيُّ يَايَ

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),

maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)

dianiaya” (Q.S. Al Baqarah:279).

2. Hadis

Hadis Nabi berkenaan dengan harta kekayaan atau hak:

a.

يَيأْيُّ يَاذِإيَاًّ يَ يَ يَ يَيُّ أْييَ يَ ذِ ذِ يَثيَايَ ذِ يَاةًا يَ يَ يَ يَيُّ أْييَ

Artinya:

“ Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu)

untuk ahli warisnya dan barang siapa meninggalkan keluarga

(62)

46

Rasulullah saw menyampaikan khutbah kepada kami, sabdanya :

“Ketahuilah, tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya....” (H.R. Ahmad).

Hadis Nabi berkenaan dengan larangan berbuat dzalim:

a.

يَ يَا ةً لَّ يَنُمُ أْمنُ يَيأْيُّ يَيُّ نُهنُ أْ يَ يَجيَ ىذِسأْفيَيُّو ىيَ يَ يَمأْ اا نُ أْ لَّ يَح ىنِّذِا ىذِد يَ ذِ يَ

diharamkan diantaramu; maka, janganlah kamu saling

menzalimi…” (H.R Muslim).

(63)

47 c.

يَاايَ ذِا يَايَ يَايَ يَايَا

Artinya:

“Tidak boleh mmebahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (merugikan) orang lain” (H.R Ibnu Majah)

3. Qawaid Fiqh (Depag, 2003: 316-317):

a.

نُلايَ نُيُّ نُايَ يَلايَا

Artinya:

“ Bahaya kerugian harus dihilangkan”

b.

ذِ ذِا يَ يَلما ذِ أْ يَج ىيَ يَ مٌالَّ يَ نُ ذِ ذِا يَفلما نُاأْايَد

Artinya:

“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat”

c.

مٌاايَ يَح يَ نُ يَيُّا ذِا ايَ يَأْاا يَيذِ نُ لَّايَ يَيُّ يَيُّ يَ نُ

Artinya:

“Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram

(64)

48

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Sejarah Batik dan Perkembangannyadi Indonesia

Sebelum membahas mengenai perlindungan hukum merek Batik Selotigo, peneliti akan membahas secara singkat mengenai batik di Indonesia serta perkembangannya. Menurut Hamzuri, batik adalah lukisan atau gambar pada kain mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting.2 Kegiatan melukis atau menggambar atau menulis pada mori dengan canting disebut membatik. Hasil dari membatik adalah batik atau batikan yang berupa macam-macam motif dan mempunyai sifat-sifat khusus yang berupa macam-macam motif dan mempunyai sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh batik itu sendiri (Hamzuri, 1989: 6).

Secara etimologi, kata batik berasal dari Bahasa Jawa, “Amba”, yang mempunyai arti lebar, luas, kain, dan “titik” yang berarti titik. Dari

kata tersebut kemudian berkembang menjadi “batik”, yang artinya yaitu

menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang lebar (Wulandari, 2011: 4)

Batik merupakan suatu budaya Indonesia, yang telah dikenal pada zaman dahulu. Pada zaman dahulu, batik biasanya hanya digunakan di

2

(65)

49

lingkungan kerajaan maupun keraton. Sebelum mendapatkan pengakuan dari UNESCO, batik menjadi sebuah perdebatan mengenai apakah batik asli berasal dari Indonesia atau tidak. Akan tetapi setelah ada pengakuan dari UNESCO, jelas bahwa batik berasal dari Indonesia.

Batik merupakan suatu budaya Indonesia yang telah dikenal pada zaman Majapahit. Pengerjaan batik terbatas yaitu pada lingkungan keraton dan hasilnya hanya digunakan untuk pakaian raja dan keluarga serta pengikutnya. Dikarenakan pengikutnya tinggal di luar keraton, maka keterampilan membatik ini dibawa mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempat masing-masing (Umam, 2007: 6).

Bukti bahwa orang Jawa sudah melakukan kegiatan membatik pada abad ke 10 adalah dengan adanya keterangan atau dokumentasi pada Prasasti Gulung-gulung (929 M) yang menunjukkan bahwa masa itu Jawa sudah ada usaha kerajinan kain dan batik. Dalam prasasti juga terurai mengenai proses pembuatan kain dan batik (Yuliati, 2009: 7).

B. Sejarah Batik Selotigo

Batik merupakan kerajinan khas dari daerah Indonesia. Batik mempunyai motif yang beragam dan karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini karena batik diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dan setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda-beda.

(66)

50

negara lain tidak akan bisa mengklaim batik sebagai bagian dari mereka. Hal ini juga pasti memberikan keuntungan kepada pihak Indonesia, karena ketika sebuah produk telah diakui oleh dunia secara tidak langsung produk tersebut telah mempunyai nama di dunia dan ini menguntungkan juga pada pemasaran batik itu sendiri.

Setiap batik mempunyai sejarah serta cerita yang berbeda-beda. Biasanya, sejarah dari batik tersebut berkaitan dengan sejarah dari daerah tempat batik tersebut diproduksi maupun berkaitan dengan budaya yang ada di daerah tersebut, begitu juga dengan Batik Selotigo yang berasal dari kota kecil di Jawa Tengah, yaitu berasal dari Kota Salatiga.

Keinginan untuk menjadikan Kota Salatiga sebagai salah satu kota penghasil batik datang dari seorang warga Kota Salatiga yang bernama Bapak Fatichun, yang selanjutnya dalam penulisan ini akan disebut sebagai pencipta.

(67)

51

hari tersebut mempunyai dampak yang besar bagi pencipta. Pencipta yang merupakan seorang pensiun pegawai negeri sipil, dengan bekal yang pencipta peroleh akhirnya memberanikan diri untuk membuat batik yang dapat menjadi ciri khas Kota Salatiga (wawancara dengan Bapak Fatichun pada tanggal 17 Maret 2016).

Pencipta tidak hanya mendapatkan ilmu mengenai membatik dari workshop yang pencipta ikuti saja, akan tetapi pencipta sebelumnya mempunyai pengalaman yang cukup banyak di bidang batik. Pencipta pernah melakukan kerjasama dengan seseorang temannya di bidang batik. Kerjasama yang dilakukan selama hampir lima tahun ini, mulai tahun 2005-2009 ini memberikan wawasan yang cukup banyak mengenai dunia usaha di bidang batik.

Dengan misinya untuk menjadikan Salatiga sebagai salah satu kota penghasil batik di Indonesia serta modal yang pencipta miliki, akhirnya pada tahun 2009 pencipta membuka sebuah usaha mandiri di bidang batik. Usaha ini tidak hanya fokus terhadap penjualan batik, akan tetapi juga fokus pada pembuatan batik. Produk yang dijual oleh pencipta di produksi langsung oleh pencipta bersama pegawai-pegawainya. Pada tahun 2009, gambar batik batu Prasasti Watu Rumpuk diproses menjadi kain batik. Proses pembatikan dilakukan di daerah asalanya, yaitu Kota Salatiga.

(68)

52

dari nama Batik Selotigo sangat berkaitan erat dengan Kota Salatiga. Batik Selotigo merupakan sebuah nama yang tidak asing bagi masyarakat Salatiga. Kota Salatiga mempunyai kaitan yang erat dengan prasasti Watu Rumpuk. Prasasti Watu Rumpuk merupakan sebuah prasasti yang menjadi cikal bakal dari adanya Kota Salatiga. Prasasti ini berada desa Watu Rumpuk Salatiga. Prasasti Watu Rumpuk merupakan prasasti yang terdiri dari batu-batu yang tertumpuk. Prasasti ini menjadi salah satu tanda suatu tempat pada masa kejayaan Raja Bhanu. Prasasti Watu Rumpuk terdiri dari tiga batu besar dan tiga batu kecil yang saling berjejeran. Tiga batu besar yang ada di Prasasti Watu Rumpuk inilah yang digunakan oleh pencipta sebagai motif dasar Batik Selotigo (wawancara dengan Bapak Fatichun pada tanggal 17 Maret 2016).

(69)

53

Kata Selotigo terdiri dari dua suku kata, yaitu Selo dan Tigo. Menurut Bahasa Jawa, Selomempunyai arti batu. Sedangkan Tigo dalam bahasa Indonesia artinya tiga. Jadi Selotigo artinya tiga batu. Ini sesuai dengan motif yang pemilik gunakan pada batiknya, yaitu motif batu-batuan dari prasasti Watu Rumpuk (wawancara dengan Bapak Fatichun, pada tanggal 17 Maret 2016).

C. Pendaftaran Batik Selotigo

Untuk melindungi hasil ide kreatifitasnya yang kemudian berwujud menjadi sebuah produk, pencipta mendaftarkan produknya ke KEMENKUMHAM, khususnya Ditjen HKI. Hal ini dilakukan untuk menghindari banyaknya tindak kejahatan yang belakangan ini semakin marak terjadi di bidang HKI, seperti penjiplakan motif, merek, dan lain-lain.

(70)

54

Dalam proses pendaftaran ini, tahap-tahap serta berkas-berkas yag harus di penuhi cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Pencipta mendaftarkan Batik Selotigo secara individu ke Ditjen HKI Semarang. Pendaftaran yang dilakukan secara individu dilakukan dengan cara pencipta datang langsung ke kantor Ditjen HKI Semarang tanpa didampingi oleh Pemerintah Kota Salatiga dan dengan membayar biaya pendaftaran sendiri.

Pencipta lebih berinisiatif mendaftarkan Batik Selotigo secara individu dikarenakan ada beberapa alasan. Alasan yang diungkapkan oleh pencipta yaitu (wawancara dengan pencipta, pada tanggal 20 Maret 2016): 1. Merupakan hasil kreatifitas individu

Pencipta merasa bahwa dalam membuat Batik Selotigo adalah hasil kreatifitasnya sendiri, baik dalam hal ide pembuatan motif maupun pembuatan merek Batik Selotigo. Apabila Batik Selotigo didaftarkan melalui perantara Pemerintah Kota Salatiga, pencipta khawatir Batik Selotigo akan dianggap sebagai milik Pemerintah Kota Salatiga.

2. Proses yang rumit

(71)

55

supaya dapat melakukan pendaftaran ke Ditjen HKI. Apabila batik Selotigo didaftarkan secara individu, maka proses-proses tersebut tidak perlu dilakukan oleh pencipta.

Biaya yang harus dikeluarkan oleh pencipta dalam proses pendaftaran Batik Selotigo pada waktu itu, yaitu tahun 2009 sebesar Rp. 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), dengan rincian Rp. 650.000 (enam ratus lima puluh ribu rupiah) merupakan biaya pendaftaran merek, sedangkan Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) digunakan untuk biaya sertifikat merek. Pencipta telah memilih untuk mendaftarkan Batik Selotigo secara individu, maka biaya tersebut semuanya ditanggung oleh pencipta. Pihak Pemerintah Kota Salatiga sebenarnya mempunyai anggaran khusus yang digunakan untuk membantu warga Kota Salatiga yang ingin mendaftarkan produk hasil kreatifitasnya ke Ditjen HKI. Biaya bantuan tersebut akan diberikan apabila orang yang mempunyai produk tersebut menyerahkan berkas-berkas yang diminta oleh Pemerintah Kota Salatiga. Adapun berkas-berkas yang diminta oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk memberikan biaya pendaftaran produk adalah proposal mengenai produk yang akan didaftarkan dan fotocopy KTP pemilik produk (wawancara dengan Ibu Ani Badijah pada tanggal 5 Mei 2016).

(72)

56

1. Surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;

2. Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa;

3. Salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;

4. 24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (empat lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas;

5. Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan menggunakan hak prioritas;

6. Fotokopi kartu tanda penduduk pemohon; 7. Bukti pembayaran biaya permohonan.

Proses pendaftaran akan diproses apabila berkas yang telah disebutkan diatas sudah lengkap.

D. Pemasaran Batik Selotigo

Saat ini Batik Selotigo tidak hanya mempunyai daya tarik bagi masyarakat Kota Salatiga saja, akan tetapi permintaan pasar sudah banyak yang berasal dari luar Kota Salatiga.

Gambar

Gambar 3.1 Prasasti Watu Rumpuk
Gambar 3.2 Canting
Gambar 3.4
Gambar 3.5 Pewarna
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal suatu tanda sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 ayat (8) Undang.Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah terdaftar atau dipakai sebagai merek sebelum

Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pemilik merek terdaftar dapat memberikan lisensi kepada pihak lain untuk

20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menganut sistem konstitutif, yaitu memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek yang mendaftarkan mereknya

Achmad Boys Awaluddin Rifai, Analisis fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 54 Tahun 2006 tentang Syariah Card pada iB Hasanah Card

Karena Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang penting dalam kegiatan perdagangan, khususnya memberikan perlindungan

Eric Hotma: Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Menurut UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, 2007... Eric Hotma: Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Menurut

Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pemilik merek terdaftar dapat memberikan lisensi kepada pihak lain untuk

Maka ditetapkanlah kembali fatwa baru yang merupakan revisi bukan menghapus tetapi sebagai penjelasan dari Fatwa MUI Nomor 03 Tahun 2010 dengan Fatwa MUI Nomor 05 Tahun 2010