PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP
PERILAKU SOSIAL REMAJA DI DUSUN BATUR WETAN DESA BATUR
KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
NUROCHIM
NIM. 11111137
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP
PERILAKU SOSIAL REMAJA DI DUSUN BATUR WETAN DESA BATUR
KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
NUROCHIM
NIM. 11111137
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id email : administrasi@iainsalatiga.ac.idPERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara :
Nama
: Nurochim
NIM
: 111 11 137
Fakultas
: Tarbiyah
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul
:
“
PENGARUH
PENDIDIKAN
AGAMA
DALAM
KELUARGA
TERHADAP PERILAKU SOSIAL REMAJA DI DUSUN BATUR
WETAN DESA BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2015
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 11 Maret 2016
Dosen Pembimbing
Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.iainsalatiga.ac.id email : administrasi@iainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP
PERILAKU SOSIAL REMAJA DI DUSUN BATUR WETAN DESA
BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN
2015
DISUSUN OLEH
NUROCHIM
11111137
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 23 Maret 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag, M.Phil.
Sekretaris Penguji : Drs. Abdul Syukur, M.Si. Penguji I : Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Penguji II : Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.
Salatiga, 23 Maret 2016 Dekan
FTIK IAIN Salatiga
PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : NUROCHIM
Nim : 11111137
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam sekripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 8 Maret 2016
Yang Menyatakan,
MOTTO
ََكبَِّٝإ
َ
َ ُِِٞعَت ۡسَََّكبَِّٝإََُٗذُب ۡعَّ
٥
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan”(Al-Fatihah:5)
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku Ibu Sumtiyah dan Bapak Romdi (alm) tersayang yang telah
mengasuh, mendidik, dan membimbing serta membesarkanku dengan penuh
kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta berdo‟a untukku.
2. Istriku Chayati S.Pd.I dan putraku Muhammad Hafidh Al-Khan yang senantiasa
menemani dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
3. Semua keluarga besar dari Mbah Sugito Ngatemin, keluarga dari Mertua dan
keluarga dari Mbah Tolkah (alm).
4. Bapak KH. Hamam Syaifulloh dan keluarga.
5. Bapak Ibu dosen dan Karyawan
ٌَِ ۡسِب
َ
ََِّللّٱ
َ
َِِ َََٰ ۡحَّشىٱ
َ
ٌَِِٞحَّشىٱ
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan syukur kami panjatkan hanya
kepada-Mu ya Allah, yang selalu melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya atas hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersujud dan bermohon pada-Mu. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatntya, yang telah mengantarkan ummatnya dari keadaan jahiliyah kepada agama yang diridhai, dan yang selalu dinanti-nantikan syafa’atnya oleh semua orang yang
beriman di hari kiamat nanti.
Sungguh teramat sangat melegakan bagi penulis, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Namun, semua itu tidak dapat lepas dari berbagai pihak yang terkait yang telah memberikan dorongan, motivasi dan bimbingannya kepada penulis. Oleh karena itu penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah mengarahkan, membimbing, memberikan petunjuk, memberi motivasi dalam penulisan skripsi ini.
4.
Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I selaku pembimbing yang senantiasa meluangkan5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah mendidik, dengan memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalamannya serta para karyawan yang telah melayani dengan baik
6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan, semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dan ridho dari Allah SWT serta tercatat dalam amalan ibadah. Amin.
Demikian ucapan terimakasih penulis haturkan. Tentunya dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca yang budiman. Amin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 11 Maret 2016
Penulis
ABSTRAK
Nurochim. 2016.
Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap
Perilaku Sosial Remaja Di Dusun Batur Wetan Desa Batur
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2015.
Skripsi.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dra.
Urifatun Anis, M.Pd.I
Kata Kunci : Pendidikan Agama Dalam Keluarga, Perilaku sosial remaja.
Penelitian ini digunakan untuk menjawab permasalahan yaitu apakah
Pendidikan Agama Dalam Keluarga berpengruh terhadap Perilaku Sosial Remaja
di Dusun Batur Wetan Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
tahun 2015. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh Pendidikan
Agama Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Sosial Remaja di Dusun Batur Wetan
Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang tahun 2015.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti menggunakan metode
penelitian kuantitatif dan rancangan penelitian studi korelasional dengan langkah
pengumpulan data dengan menggunakan metode angket, observasi dan
dokumentasi. Angket yang pertama yaitu tentang Pendidikan Agama Dalam
Keluarga dan yang kedua tentang Perilaku Sosial Remaja
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendidikan Agama Dalam Keluarga
berpengaruh terhadap Perilaku Sosial Remaja. Hal ini ditunjukkan dengan
tingkat
pendidikan agama dalam keluarga pada kategori tinggi mencapai 65%, kategori
sedang mencapai 30%, dan kategori rendah mencapai 5%.
Perilaku sosial remaja
DAFTAR ISI
SAMPUL ……….
i
LEMBAR BERLOGO ………
ii
JUDUL ………
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
………
v
PERNYATAAN KEASLIHAN ……….
vi
MOTTO ………...
vii
PERSEMBAHAN ………..
viii
KATA PENGANTAR ………
ix
ABSTRAK ………..
x
DAFTAR ISI ………..
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah ……….
1
2.
Rumusan Masalah ………..
4
3.
Tujuan Penelitian ………
4
4.
Hipotesis Penelitian ………
5
5.
Manfaat Penelitian ……….
5
6.
Definisi Operasional ………...
6
7.
Metode
Penelitian ………...…
7
8.
Sistematika Penulisan ……….
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Pendidikan Agama Dalam Keluarga ………..
12
1.
Pengertian Pendidikan Agama ………..
12
2.
Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak ……….…
19
3.
Pendidikan Agama Dalam Keluarga ……….
23
B.
Perilaku Sosial Remaja ………
30
1.
Pengertian Perilaku Sosial Remaja ………
30
3.
Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial ……
40
C.
Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap
Perilaku Sosial Remaja ………...
43
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Dusun Batur Wetan Desa Batur Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang ………
49
1.
Keadaan Geografis Dusun Batur Wetan Desa
Batur …...
49
2.
Monografi Dusun Batur Wetan Desa Batur ……….
50
B.
Penyajian Data ………
54
1.
Data Nama Responden ……….
54
2.
Data Tentang Pendidikan Agama Dalam Keluarga dan
Data Tentang Perilaku Sosial Remaja di Dusun Batur
Wetan Desa
Batur ……….
55
3.
Data Hasil Angket ……….
61
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.
Analisi Deskriptif (Tiap-
Tiap Variabel) ……….
67
1.
Pendidikan Agama Dalam Keluarga ……….
68
2.
Perilaku Sosia Remaja ………..
73
B.
Pengujian Hipotesis
………
79
C.
Pembahasan ………
82
BAB V PENUTUP
1.
Kesimpulan ……….
83
2.
Saran ………
83
DAFTAR PUSTAKA
………..………...…
85
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan tempat atau wadah bersosialisasi yang pertama kali bagi seorang individu. Dalam keluarga seorang individu mengenal dan mengetahui bahwa ada individu lain selain dirinya. Keluarga juga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Seorang anak akan mengetahui banyak hal untuk pertama kalinya dari keluarga. Pendidikan dalam keluarga juga menjadi sangat penting karena hal ini akan menentukan kehidupan
dan perilaku seorang anak dimasa yang akan datang.
Pendidikan dalam keluarga tidak hanya pada masalah akidah dan ibadah, namun juga pada masalah-masalah mu’amalah yang berhubungan dengan orang lain. Dalam keluarga seorang anak disiapkan untuk hidup bermasyarakat dengan lingkunganya dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut Daradjat (1995:67) menyatakan:
Perkembangan sikap sosial pada anak mulai terbentuk di dalam keluarga. Orang tua yang penyayang, lemah lembut, adil dan bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan pada anak. Ia terlihat ramah, gembira dan segera akrab dengan orang lain. Demikian pula jika sebaliknya, orang tua yang keras, kurang perhatian kepada anak dan kurang akrab, sering bertengkar antara satu dengan yang lain (ibu-bapak), maka si anak akan berkembang menjadi anak yang kurang pandai bergaul, menjauh dari teman-temannya, mengisolasi diri dan mudah terangsang berkelahi dan pribadi negatif, yang condong kepada curiga dan antipati terhadap lingkungan.
yang salah dan tidak baik akan menghasilkan anak yang tidak baik pula. Jadi baik dan buruknya seorang anak tergantung pada bagaimana pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat At-Tahrim
ayat 6:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(Q.S.At-Tahrim : 6). Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menjaga diri dan keluarganya dari hal-hal buruk yang akan merugikan mereka sendiri. Perintah ini dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan pendidikan agama di dalam keluarga. Dengan melakukan pendidikan agama, maka para orang tua setidaknya memberikan bekal hidup bagi anak-anak mereka. Dengan bekal yang baik, seorang anak diharapkan dapat bersikap dan berperilaku yang
baik pula.
mana yang buruk untuk dirinya. Remaja akan mudah meniru hal-hal baru meskipun itu tidak baik bagi mereka.
Sekarang ini banyak terlihat para remaja yang berperilaku buruk tanpa lagi merasa malu akan apa yang dilakukannya. Jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan? Remaja yang berperilaku buruk, orang tua yang kurang memperhatikan anak, ataukah budaya asing yang masuk dalam budaya Islam? Mungkinkah remaja yang berperilaku buruk atau tidak baik, tidak mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya? Ataukah remaja tersebut mendapatkan pendidikan agama namun tidak digunakan atau diamalakan?. Banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja berperilaku buruk. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari diri sendiri dan juga dari lingkungan sekitarnya.
Di Dusun Batur Wetan terdapat sebuah Madrasah Diniyah yang diasuh oleh seorang kiai. Santri yang belajar di Madin tersebut adalah para remaja dan anak-anak Dusun Batur Wetan. Meskipun demikian, akhir-akhir ini banyak terjadi fenomena-fenomena yang cukup membuat masyarakat menjadi sedikit terganggu. Fenomena tersebut bermacam-macam seperti adanya pencurian oleh remaja dan anak-anak, minum minuman keras, tawuran, kenakalan remaja dan sebagainya. Perilaku tersebut sangat bertentangan dengan norma yang ada.
tetap terjadi. Siapa yang harus disalahkan? Setiap orang tua pasti sudah berusaha mendidik anak-anak mereka dengan baik. Tidak ada satupun orang tua yang menginginkan anaknya menjadi rusak dan tidak bermoral.
Dari urain diatas penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan mengambil judul “PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU SOSIAL REMAJA DI DUSUN BATUR WETAN, DESA BATUR, KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015”.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan agama dalam keluarga pada remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana perilaku sosial remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang?
3. Adakah pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap perilaku sosial remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejauh mana pendidikan agama dalam keluarga pada remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap perilaku sosial remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
D.
Hipotesis Penelitian
Melihat tujuan penelitian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif atau terdapat pengaruh antara pendidikan agama dalam keluarga terhadap perilaku sosial remaja di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah menjelaskan tentang kegunaan hasil penelitian bagi beberapa pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti misalnya bagi penulis sendiri, bagi pihak lembaga pendidikan, bagi pembuat kebijakan dan sebagainya.
Ditinjau dari manfaat teoritis dan manfaat praktis
a. Manfaat teoritis
Hasil Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep pendidikan, khususnya pendidikan agama dalam keluarga terutama tetang akhlak atau perilaku.
b. Manfaat praktis
menjadi acuan bagi penyusunan program pemecahan masalah perilaku sosial remaja.
F.
Definisi Operasional
Untuk menghindari kekaburan dan biasnya pengertian dalam memahami makna dari istilah yang penulis gunakan maka penulis perlu memberikan penegasan istilah.
1. Pendidikan Agama
Pendidikan adalah usaha secara sadar atau sengaja dari orang dewasa terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak untuk meningkatkan atau menuju kedewasaan (Achmadi, 1993:103).
Sedangkan pendidikan agama merupakan usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah kebersamaan dan ditekankan untuk lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam (Isna, 2001:63).
2. Keluarga
Keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di
masyarakat yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya (KBBI).
3. Perilaku Sosial
tersebut diantaranya adalah menghormati orang lain, bersikap baik terhadap orang lain, sopan dalam bergaul, peduli terhadap orang lain, tolong-menolong, kasih sayang terhadap orang lain, mau memberi dan menerima saran.
4. Remaja
Remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek
fisik, psikis dan psikososial (Dariyo, 2004:14).
G.
Metode Penelitian
1. Pendekatan dan rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan rancangan penelitian studi korelasional. Hal ini disebabkan karena penelitian ini meneliti tentang pengaruh atau hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu pendidikan agama dalam keluarga sebagai variabel yang pertama dan perilaku sosial remaja sebagai variabel kedua.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Batur Wetan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
3. Populasi penelitian
lebih dari 100 maka, dalam penelitian ini, peneliti mengambil 40 responden secara acak sebagai sampel yang mewakili dari populasi yang ada.
4. Pengumpulan data
Langkah-langkah penulis yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode angket, metode observasi langsung di
tempat penelitian dan metode dokumentasi.
a. Metode angket
Merupakan metode pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan tertulis kepada responden guna mendapatkan data yang baik. Metode ini digunakan untuk mengungkap dua data yaitu tentang data pendidikan agama dalam keluarga dan perilaku sosial remaja.
b. Metode observasi
Merupakan metode dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1986:136). Metode ini digunakan sebagai metode pelengkap pada penelitian ini.
c. Metode dokumentasi
5. Instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa angket yang terdapat dalam lampiran. Angket terdiri dari dua yaitu angket yang pertama angket tentang pendidikan agama dalam keluarga dan yang kedua angket tentang perilaku sosial.
Variabel I : Pendidikan agama dalam keluarga Indikator : 1. Mengenalkan tentang adanya Allah
2. Mengenalkan tentang rukun iman 3. Mengenalkan tentang rukun islam 4. Membimbing melaksanakan shalat 5. Membimbing membaca Al-Qur’an 6. Membimbing melaksanakan puasa 7. Membimbing melaksanakan sedekah 8. Membimbing untuk berakhlak baik
9. Membimbing untuk membaca doa setiap melakukan Kegiatan
Variabel II : Perilaku Sosial
Indikator : 1. Menghormati orang lain
2. Bersikap baik terhadap orang lain 3. Sopan dalam bergaul
4. Peduli terhadap orang lain 5. Tolong-menolong
6. Analisis data
Setelah data terkumpul, kemudian penulis menganalisis data dengan menggunakan rumus prosentase dan rumus statistik korelasi product moment.
a. Untuk tujuan penelitian yang pertama dan kedua maka penulis menngunakan prosentase:
Keterangan : P : Prosentase F : Frekuensi
N : Jumlah responden
b. Untuk tujuan penelitian yang ketiga penulis menggunakan rumus statistik product moment, yaitu:
∑ (∑ )(∑ )
√(∑ (∑ )
) (∑ (∑ ))
Keterangan :
: Koefisien korelasi antara X dan Y
XY : Produk dari X dikali Y X : Variabel skor 1 Y : Variabel skor 2 N : Jumlah responden
H. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian.
Bab II Kajian pustaka, pendidikan agama dalam keluarga, pengertian pendidikan agama, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan agama anak, pendidikan agama dalam keluarga. Perilaku sosial, pengertian perilaku sosial, bentuk-bentuk perilaku sosial, factor-faktor yang memperngaruhi perilaku sosial. Pengaruh pendidikan agama dalam keluaraga terhadap perilaku sosial remaja.
Bab III Laporan hasil penelitian, gambaran umum dusun Batur Weta Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, keadaan geografis dusun Batur Wetan Desa Batur, monografi dusun Batur Wetan Desa Batur. Penyajian data, data nama-nama responden, data angket tentang pendidikan agama dalam keluarga dan data angket tentang perilaku sosial remaja, data hasil angket.
Bab IV Analisis dan pembahasan, analisis data, analisis deskriptif (tiap-tiap variabel), pendidikan agama dalam keluarga, perilaku sosial remaj, pengujian hipotesis dan pembahasan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pendidikan Agama Dalam Keluarga
1.Pengertian Pendidikan Agama
Pendidikan adalah usaha secara sadar atau sengaja dari orang dewasa terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak untuk meningkatkan atau menuju kedewasaan (Achmadi, 1992:103).
Melihat pengertian pendidikan di atas maka pendidikan agama diartikan sebagai usaha yang lebih khusus dari orang dewasa kepada anak mengenai agama dengan maksud agar anak memahami dan menghayati ajaran agama sekaligus juga mengamalkan ajaran agama tersebut.
Pendidikan agama di sini tidak hanya terfokus pada masalah-masalah akidah ataupun masalah ibadah, namun juga pada masalah mu’amalah yang
berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak hanya wajib menjaga hubungan baik dengan Allah (hablun min Allah), tapi juga wajib menjaga hubungan baik dengan sesama manusia (hablun min an-nas). Selama ini penididikan agama yang mengenai masalah-masalah keimanan dan ibadah lebih diutamakan. Sedangkan untuk masalah yang berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan sekitarnya kurang diperhatikan. Berkaitan dengan hal ini, Azizy (2003:63) menyatakan sebagai berikut:
Itulah sebabnya, etika sosial dalam masyarakat sangat kurang mendapatkan perhatian pada tatanan prakteknya. Bukankah masalah kemanusiaan yang begitu banyak ayat dan hadis menyebutkan, sebenarnya harus mendapat perhatian utama dan serius? Akibat kurangnya perhatian pada masalah ini, hubungan manusia dengan lingkungannya (alam dan sosial) kurang mendapat apresiasi yang sewajarnya.
Pendidikan agama seharusnya diarahkan pada pembentukan sikap religius dan tidak diajarkan hanya dengan cara mendoktrinisasi, namun harus dengan pemahaman dan penghayatan yang mendalam serta pemberian contoh agar maksud dan tujuannya dapat tercapai.
Ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar merupakan nilai kebenaran (metafisis dan saintis) dan nilai moral atau nilai akhlak. Kedua nilai tersebut dapat menjadi penuntun manusia dalam menjalankan kehidupan secara baik. Seperti yang tertulis dalam Surat Al-Baqarah ayat 185:
َ
Qur‟an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)…..”(Q.S. Al-Baqarah:185).Menghadapi dunia yang semakin maju, maka pengimplementasian nilai-nilai Al-Qur’an menjadi sangat penting. Tanpa menjalankan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an maka masyarakat muslim akan menghadapi
kendala dan tantangan yang berat dalam mengupayakan pembentukan pribadi
Secara normatif, tujuan implementasi nilai-nilai Al-Qur’an ada tiga
hal yaitu dalam dimensi spiritual, dalam dimensi budaya, dan dalam dimensi kecerdasan yang membawa pada kemajuan (Al Munawar, 2005:6).
Dimensi spiritual meliputi iman, takwa dan akhlak mulia(ibadah dan mu’amalah). Dimensi spiritual ini tersimpul dalam satu kata yaitu akhlak.
Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat (Al Munawar, 2005:7). Pendidikan akhlak harus mengutamakan pada sikap, tabiat dan perilaku yang menggambarkan tentang nilai kebaikan
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dimensi budaya yaitu kepribadian mantap dan mandiri, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Al Munawar 2005:8). Dimensi ini diarahkan pada pembentukan pribadi muslim dengan peningkatan dan pengembangan faktor dasar atau bawaan dan faktor ajar atau lingkungan dengan berpedoman pada nilai-nilai keislaman. Pengembangan faktor bawaan dapat dilakukan dengan bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma Islam. Sedangkan pengembangan faktor ajar dapat dilakukan dengan mempengaruhi individu melalui nasehat, teladan, pembiasaan, hukuman dan lainnya dalam proses dan upaya membentuk kondisi yang mencerminkan pola hidup yang sesuai dengan norma Islam.
parbuatan keji dan tercela, mempererat hubungan kerjasama, meningkatkan perbuatan terpuji dan bermanfaat, membina hubungan sesuai dengan aturan.
Dimensi kecerdasan yang membawa kepada kemajuan mencakup cerdas, kreatif, disiplin, professional, dan produktif. Dimensi kecerdasan dalam pandangan psikologi merupakan sebuah proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis, kreatifitas dan praktis (Al Munawar, 2005:9). Dalam membentuk kecerdasan hal yang paling utama adalah pendidikan dalam
keluarga. Setelah keluarga barulah sekolah memberikan tambahan.
Dalam keluarga, pendidikan agama terbagi menjadi tiga hal pokok yaitu:
a. Pendidikan agama yang berhubungan dengan masalah akidah
Pendidikan tentang akidah (keimanan) merupakan langkah awal dalam mengenalkan tentang adanya Dzat yang maha kuasa yang menciptakan dunia seisinya. Langkah ini dapat dimulai dengan:
1) Memperkenalkan tentang adanya Allah swt
Pendidikan agama yang pertama kali dilakukan adalah dengan mengenalkan tentang adanya Allah. Memberikan pengertian kepada anak bahwa terdapat suatu Dzat yang berkuasa lebih dari segala-galanya di dunia ini. Memberikan pengertian kepada anak bahwa Allah lah yang telah menciptakan alam semesta.
2) Memperkenalkan tentang rukun Iman
kepada malaikat Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada rasul Allah, iman kepada qodho dan qodar, dan iman kepada hari akhir.
3) Memperkenalkan tantang rukun Islam
Memperkenalakan rukun Islam kepada anak harus dilakukan agar anak benar-benar memahami hal-hal penting tentang Islam dan agar anak mempunyai prinsip bahwa ia beragama Islam bukan karena mengikuti orang tuanya. Pengenalan rukun Islam diawali dengan syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Dengan pendidikan tentang akidah (keimanan) ini diharapkan seorang anak akan mampu meyakini atau mempercayai keesaan Allah dan akan dengan sungguh-sungguh melaksanakan apa yang menjadi ketentuan beserta aturan-Nya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab. Pendidikan tentang keimanan ini juga bisa digunakan sebagai pengendali segala tingkah laku seseorang. Seseorang yang mempunyai keimanan akan selalu menyesuaikan perilakunya dengan ketentuan yang telah diyakininya.
b. Pendidikan agama yang berhubungan dengan masalah ibadah
pelaksanaannya. Seseorang akan melaksanakan ibadah berdasarkan aturan yang ada. Agar pelaksanaan ibadah dapat berjalan dengan baik, maka harus ada proses pengajaran secara terus-menerus. Pendidikan mengenai ibadah dapat dilakukan dengan:
1) Membimbing melaksanakan shalat
Anak masih sering merasa berat untuk melaksanakan shalat, oleh karena itu para orang tua hendaknya membimbing dalam melaksanakan shalat. Dengan pembimbingan ini anak akan terbiasa melaksanakan shalat sekalipun tanpa bimbingan orang tua lagi nantinya.
2) Membimbing untuk membaca AL-Qur’an
Kebiasaan membaca Al-Qur’an harus ditanamkan sejak dini, agar ketika dewasa anak sudah terbiasa melaksanakannya. Pembimbingan ini tidak cukup hanya fokus dalam membacanya, tapi juga pada pemahaman maksudnya.
3) Membimbing melaksanakan puasa
Puasa merupakan bentuk ibadah yang cukup berat bagi anak-anak yang belum terbiasa melaksanak-anakannya. Maka bimbingan orang tua cukup penting dilakukan. Pertama kali dapat dilakukan dengan memberikan janji atau memberikan sesuatu (iming-iming), jika anak sudah mulai terbiasa hal itu tidak perlu dilakukan lagi.
Memberikan sedekah merupakan sarana atau alat membersihkan diri dan agar kita ikhlas memberikan sebagian milik kita yang menjadi hak mereka yang tidak mampu. Karena dengan melatih bersedekah secara otomatis melatih untuk bersosialisasi.
c. Pendidikan agama yang berhubungan dengan akhlak
Hasil dari keimanan dan pelaksanaan ibadah yang baik dapat terlihat dalam perilaku atau akhlak. Semakin kuat keimanan seseorang, maka akan semakin giat ia beribadah dan tentunya akan semakin baik akhlaknya (Musthofa, 2007:89). Akhlak merupakan pengendali psikis dan sosial. Akhlak juga yang membedakan manusia dangan makhluk Allah yang lain. Tanpa akhlak maka kedudukan manusia sama dengan kedudukan binatang ataupun tumbuhan. Pendidikan dalam Islam pertama-tama menekankan keikhlasan niat kepada Allah. Penekanan dimaksudkan agar akhlak benar-benar berakar, bukan artifisial yang bisa berubah mengikuti perubahan situasi dan kondisi serta lingkungan pergaulan (Aly & Munzier, 2003:91). Pembentukan akhlak yang baik juga harus dilakukan melalui proses pembiasaan secara terus-menerus. Maka, pendidikan tentang akhlak dapat dilaksanakan dengan:
1) Membimbing untuk berakhlak baik
2) Memberi contoh akhlak terpuji
Akhlak tidak akan terbentuk hanya dengan pembimbingan. Seorang anak akan lebih mudah bersikap baik ketika ia juga melihat orang lain bersikap baik pula.
3) Membimbing untuk selalu mensyukuri nikmat Allah
Seseorang yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya tidak akan mudah melakukan hal-hal buruk ketika ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Hal ini akan menumbuhkan sikap qona’ah dan tidak berlebihan.
Ketiga aspek pendidikan agama diatas merupakan bentuk kesatuan yang antara satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Ketiganya harus dilaksanakan dengan baik agar tujuan pendidikan Islam dalam membentuk dan menyiapkan individu yang mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dapat terealisasi. Dengan melaksanakan ketiga aspek tersebut maka, usaha untuk membentuk insan kamil dapat benar-benar terlaksana.
2.
Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
ََش ۡخَٞۡىَٗ
mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (Q.S. An-Nisa‟ : 9)Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Umar sebagai berikut:
ٍَعاَسٌَُْنُّيُمَُهُ٘قٌََََّٝيَسَََِْٗٔٞيَعَُ َّاللَََّّٚيَصَِ َّاللَََّهُ٘سَسَُتْعََِس
ٌَُْنُّيُمَٗ
Artinya: “Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap kalian adalahpemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (H.R. al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, IV/6, hadits no. 2751 dan H.R. Muslim, Shahîh Muslim, VI/7, hadits no. 4828)
Dari ayat dan hadits tersebut tampak jelas bahwa setiap orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang besar untuk memberikan bekal kepada anak-anak mereka. Tidak hanya bekal yang bersifat materi belaka, namun yang lebih penting lagi adalah bekal pendidikan agama yang akan dijadikan pedoman dan landasan hidup.
dibesarkan, dipelihara dan dididik dalam rumah tangga yang aman tentram, penuh dengan kasih sayang, akan tumbuh dengan baik dan pribadinya akan terbina dengan baik pula. Lebih-lebih lagi apabila ibu-bapaknya mengerti agama dan menjalankannya dengan taat dan tekun. Setiap gerak, sikap dan perlakuan yang diterima si anak dalam keluarganya, akan menentukan
macam pribadinya yang bertumbuh nanti (Darajat, 1975:68).
Seorang anak tidak hanya membutuhkan materi. Sejalan dengan pertumbuhannya , maka kebutuhan seorang anak juga akan meningkat. Perhatian, kasih sayang dan pendidikan serta bimbingan tentang agama juga harus selalu diberikan agar anak dapat tumbuh menjadi anak yang baik dan tertanam sikap religius dalam dirinya.
Kemajuan teknologi yang sangat cepat dan budaya asing yang masuk tidak selamanya membawa dampak baik bagi kita. Disinilah para orang tua diharapkan dapat memberikan pendidikan agama kepada anak. Dengan bimbingan dan pantauan yang baik dari orang tua, seorang anak tidak akan mudah terpengaruh hal-hal buruk yang datang dari luar. Dengan melakukan pendidikan agama kepada anak setidaknya para orang tua turut memperjuangkan nasib generasi muda.
nilai-nilai akhlak atau moral. Berkaitan dengan ini Al Munawar (2005:26) menyataka sebagai berikut:
Nilai-nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Disini diperlukan kepeloporan dan para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran terdepan dalam membina akhlak mulia dikalangan umat.
Sebagian yang telah ditulis di atas, pendidikan akhlak diawali dalam keluarga yang pendidik utamanya adalah para orang tua. Melihat hal ini, semakin jelas bahwa para orang tua memiliki peranan yang sangat serius dalam mencetak generasi yang berbudi luhur, berpribadi muslim yang berakhlak mulia. Para orang tua tidak mungkin dapat lepas dari tanggung jawab tersebut. Pendidikan akhlak bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Para orang tua biasanya dekat dengan anak-anaknya, maka untuk membimbing dan melakukan pendidikan akhlak terhadap anak relatif lebih mudah.
Dalam mendidik anak dibutuhkan kemampuan yang baik, pengetahuan yang cukup dan kesabaran ekstra. Orang tua harus bisa menjadi teladan yang baik untuk anak karena segala perilaku orang tua akan dicontoh oleh anak. Oleh karena itu, dalam mendidik anak orang tua tidak boleh berlaku kasar ataupun melakukan hal-hal yang bisa mengganggu proses pendidikan karena hal tersebut dapat berakibat buruk bagi anak. Dalam mendidik anak, orang tua sebaiknya memiliki sifat-sifat seorang pendidik yang baik. Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah sabar, berperilaku baik kepada anak, dapat beradaptasi dalam berbagai situasi dan kondisi, bersikap
Selain sifat-sifat pendidik yang telah tersebut di atas, orang tua juga harus memiliki cara yang baik dan tepat dalam mendidik anak, karena hal itu sangat menentukan berhasil dan tidaknya pedidikan tersebut. Ada beberapa cara atau pola asuh yang bisa digunakan oleh para orang tua, antara lain yaitu
sebagai berikut:
1) Pola asuh otoriter
Merupakan pola asuh yang menekankan segala aturan orang tua harus ditaati secara penuh oleh anak. Orang tua berlaku semau mereka dan memaksakan kehendak mereka kepada anak tanpa memperhatikan kemauan anak. Pola asuh seperti ini akan membuat anak kurang inisiatif, penakut, tidak percaya diri, minder dalam bergaul dengan teman-temannya. Akibat yang buruk juga dapat muncul seperti anak akan menjadi pemberontak dan melampiaskan kekesalan mereka pada hal-hal yang tidak baik. Maka pola asuh ini tidak akan membuat anak menjadi baik namun malah sebaliknya.
2) Pola asuh permisif
maka akan tumbuh sikap mandiri, kreatif, inisiatif, mampu bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan oleh orang tuanya.
3) Pola asuh demokratis
Dalam pola asuh ini antara orang tua dan anak mempunyai kedudukan yang sejajar. Tidak ada sikap saling memaksa dan berkuasa antara satu dengan yang lain. Semua keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Pola asuh ini memberikan kebebasan kepada anak dengan tetap berada dalam pengawasan orang tua dan meminta pertanggung jawaban anak. Akibat positif dari pola asuh ini adalah anak akan mampu bertanggung jawab atas semua tindakannya. Dan untuk akibat negatifnya yaitu anak cenderung meremehkan wibawa orang tua karena kedudukan yang sejajar dan keputusan yang diambil berdasarkan atas kedua belah pihak.
4) Pola asuh situasional
Pola asuh yang mencampurkan ketiga pola di atas. Pola asuh ini memungkinkan orang tua untuk menerapkan pola asuh secara fleksibel dan sesuai dengan situasi dan kondisi. Pola asuh ini digunakan ketika para orang tua tidak menerapkan salah satu pola yang telah disebutkan di atas.
Seorang anak merupakan amanah dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Maka anak harus diasuh, dibimbing, dan dididik dengan baik. Orang tua harus mampu bersikap dengan bijaksana dalam mengasuh dan mendidik anak. Orang tua sebaiknya menjalin komunikasi yang baik, sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan
lancar dan tujuan pedidikan dapat tercapai.
3.
Pendidikan Agama Dalam Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan agama yang pertama dan utama bagi seoranga anak. Dalam agama Islam, orang tua harus mampu mencontoh pendidkan yang dilakukan oleh para Nabi atau orang-orang yang yang dijadikan oleh Allah SWT Sebagai teladan dalam mendidik anak. Seperti yang dilakukan oleh Luqman yang diabadikan dalam Al-Qur’an surat
Luqman ayat 13:
memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-enar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman:13)
Agama merupakan kebutuhan manusia. Agama berfungsi sebagai pengatur dan pengendali sikap, pandangan hidup, kelakuan dan cara pandang dalam menghadapi masalah. Oleh karena itulah, seorang anak harus diberikan pendidikan agama secara baik dan benar agar ia mampu bersikap hati-hati dalam menghadapi setiap masalah yang muncul. Pendidikan agama
dalam keluarga bisa dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a. Mengenalkan ajaran agama kepada anak
Pengenalan dimulai dari masalah-masalah ketauhidan (akidah), masalah ibadah dan masalah mu’amalah. Pengenalan
rukun iman, rukun islam dan sebagainya.
b. Keteladanan orang tua dalam kehidupan
Keteladanan sikap dan perilaku orang tua dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan keimanan dan ketaatan dalam beribadah serta mu’amalah sangat dibutuhkan.
Karena dengan keteladanan dari orang tua, seorang anak akan lebih mudah dalam memahami apa yang disampaikannya.
c. Perlakuan baik kepada anak
ketentuan agama akan membentuk pribadi yang baik pada seorang anak. Perlakuan yang baik dari orang tua akan menjadikan anak berperilaku baik pada orang lain.
d. Latihan dan pembiasaan melaksanakan ibadah
Pendidikan agama tidak akan berhasil jika hanya dilakukan dengan cara mengenalkan ajaran agama kepada anak. Latihan dan pembiasaan juga harus dilakukan agar apa yang telah diajarkan oleh orang tua dapat dilaksanakan oleh anak. Latihan dan pembiasaan melaksanakn ibadah sebaiknya dilakukan sesuai dengan kemampuan dan perkembangan anak dengan maksud agar anak tidak merasa keberatan.
e. Latihan dan pembiasaan membaca Al- Qur’an dan doa pendek
Melatih anak untuk membaca Al-Qur’an dan membaca doa-doa pendek baik setelah melakukan shalat ataupun ketika akan melakukan suatu kegiatan. Hal ini akan menumbuhkan sikap positif dan sikap cinta kepada Allah dan Rasul-Nya serta kemauan untuk melaksanakan ajaran agama.
Disamping melakukan pendidikan agama yang telah disebutkan di atas, keluarga juga bertugas membentuk kepribadian yang baik pada anak. Pembentukan kepribadian tersebut dapat dilakukan dengan:
1) Membangun rasa percaya diri kepada anak
mudah merasa minder atau rendah diri dalam pergaulan dengan orang lain. Anak biasanya akan merasa minder atau bahkan takut jika bertemu dengan orang yang belum mereka kenal. Oleh karena itulah, membangun rasa percaya diri kepada anak sangat
penting untuk dilakukan.
2) Mengajarkan sopan santun kepada anak
Dalam pergaulan dibutuhkan sikap sopan santun dan hormat kepada orang lain. Sikap sopan mencerminkan adanya akhlak mulia pada diri seseorang. Sikap sopan santun tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Sikap tersebut membutuhkan pengajaran dan pelatihan. Apabila orang tua memperlakukan anak dengan baik dan sopan, maka anak juga akan meniru perlakuan orang tua kepadanya dengan bersikap sopan dan hormat terhadap orang lain.
3) Mengajarkan kedisiplinan
begitu akan tumbuh sikap hormat dan segan dalam diri anak sehingga ia akan selalu menurut kepada orang tua.
4) Menumbuhkan sikap sosial pada diri anak
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan mampu hidup sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap sosial yang baik. Sikap-sikap sosial itu dapat berupa peduli terhadap sesama,
saling menghormati dan lainnya.
5) Mendidik kemandirian
Kemandirian merupakan masalah yang cukup penting dalam pendidikan anak. Dengan adanya kemandirian, seorang anak tidak akan saling bergantung kepada orang tuanya. Kemandirian juga akan membuat anak mampu menghadapi masalah yang dialaminya dan akan berusaha mencari pemecahan masalahnya.
Demikian kewajiban orang tua,di samping melakukan pendidikan tentang agama, orang tua juga hendaknya memberikan perhatian yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lain dari anaknya. Apabila pendidikan agama dalam keluarga telah dilakukan dengan baik dan seimbang, maka untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia dan kepribadian yang baik bukanlah hal yang sulit. Sebagaimana dikatakan oleh Mustaqim (2005: 136) bahwa:
mengapa umat Islam disebut umat moderat atau tengah-tengah (ummatan wasathan).
B.
Perilaku Sosial Remaja
1.
Pengertian Perilaku Sosial Remaja
Perilaku adalah cara berbuat atau menjalankan sesuatu sesuai dengan sifat yang layak bagi manusia (Poerwadarminta, 1976;553). Sosial berarti segala sesuatu mengenai masyarakat atau kemasyarakatan (Poerwadarminta, 2006:1141).
Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi kebutuhan diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntunan sosial (Hurlock, 1999:362).
Remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial (Dariyo, 2004:14).
Menurut penulis yang dimaksud perilaku sosial remaja adalah perbuatan dan tingkah laku remaja dalam kehidupan sehari-harinya yang
berhubungan dengan masyarakat.
Berbicara mengenai remaja, tentu banyak hal yang menarik. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal, masa ini terjadi pada usia antara 13-14 tahun. Selanjutnya yaitu masa remaja tengah, masa ini terjadi pada usia antara 15-17 tahun. Yang ketiga yaitu masa remaja akhir, masa ini terjadi pada usia 18-21 tahun.
penasaran yang tinggi dan adanya keinginan yang besar untuk mencoba hal-hal baru yang belum mereka temukan sebelumnya. Masa remaja mempunyai banyak ciri-ciri. Ciri-ciri tersebut antara lain yaitu:
a. Rasa ingin tahu yang besar
Hal ini terbukti dengan adanya dorongan untuk selalu mengetahui lebih banyak tentang informasi tertentu, selalu bertanya-tanya tentang hal-hal yang dirasa belum mereka pahami, selalu memperhatikan orang, objek, dan situasi, peka dalam pengamatan dan ingin mengetahuinya.
b. Bersifat imajinatif
Remaja akan selalu mempunyai khayalan-khayalan tentang sesuatu yang tidak atau belum pernah terjadi dalam hidupnya.
c. Merasa tertantang oleh kemajemukan
Kondisi masyarakat yang majemuk akan mendorong seorang remaja untuk mencoba-coba hal baru meski kadang itu berdampak buruk baginya.
Sikap remaja yang selalu penasaran dan ingin mencoba-coba akan membuat mereka berani mengambil resiko yang paling buruk sekalipun, asalkan keinginannya dapat terpenuhi.
e. Selalu ingin menjadi perhatian dari orang sekitar
Remaja selalu mempunyai keinginan untuk menjadi pusat perhatian dalam lingkungannya. Oleh karena itu, mereka kadang melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas agar mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya.
Demikianlah para remaja, mereka akan melakukan apapun demi memperoleh apa yang diinginkan. Termasuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan berperilaku buruk dalam kehidupan. Mereka tidak mempedulikan akibat yang akan timbul nantinya dari perilaku buruk yang mereka lakukan.
Perilaku sering juga disebut juga dengan akhlak atau moral. Moral ialah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tersebut (Daradjat, 1985:63). Seperti yang telah kita ketahui bahwa, akhlak atau moral membutuhkan bimbingan dan binaan agar terarah pada akhlak yang baik dan bukan pada akhlak yang buruk atau menyimpang. Dalam proses pembinaan akhlak atau moral sebaiknya sesuai dengan nilai dan norma agama. Seperti dalam tulisan Darajat (1970:85), “Dalam pembinaan moral, agama
Di zaman atau era informasi seperti sekarang ini, seseorang akan lebih mudah melakukan pelanggaran norma yang ada. Maka dari itu, para pendidik khususnya orang tua harus mampu membimbing dan memberikan teladan yang baik bagi patra-putrinya dalam berperilaku agar mereka memiliki akhlak yang mulia, karena dengan akhlak mulialah keislaman seseorang akan menjadi sempurna. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah r.a., Rasulullah saw bersabda:
َِإ
ََُّ
َ
بًٍ َلَْسِإَِطبَّْىاَََِسْحَأ
َ
حٞحصَ:ذَحأَذْسٍَ"َبًقُيُخٌََُُْْٖسْحَأ
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling baik akhlaknya. (Musnad Ahmad: Sahih)
Dalam kehidupan sekarang ini, banyak anak atau remaja mengalami kemerosotan moral dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Kurang tertanamnya jiwa agama
Jiwa agama yang tertanam kuat dalam diri seseorang akan menjadi benteng moral yang sangat tangguh. Seseorang yang benar-benar memahami ajaran Islam dengan baik, maka akan selalu berusaha menjalankan kebaikan dan menghindari serta menjauhi dari keburukan. Sebaliknya, seseorang yang jauh dari agama akan semakin sulit memelihara moral dan akan semakin mudah melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Pendidikan dan Pembinaan moral sebaiknya dilaksanakan sejak dini. Anak-anak belum mengetahui batasan-batasan dan ketentuan moral. Oleh sebab itu, para orang tua sebaiknya melaksanakan pendidikan moral dengan baik agar
anak tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
c. Suasana atau kondisi keluarga yang kurang baik
Suasana dalam keluarga sangat mempengaruhi pola fikir dan perilaku anak. Keadaan yang menyenangkan dalam keluarga akan membuat anak merasa nyaman. Tetapi sebaliknya, keadaan keluarga yang menegangkan akan membuat anak ketakutan, cemas dan gelisah sehingga mendorong anak melampiaskan perasaannya pada hal-hal yang salah.
d. Adanya pengaruh budaya asing
Inilah faktor yang sangat dominan dalam masalah kemerosotan akhlak atau moral dizaman sekarang. Budaya asing yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma bangsa ternyata mampu mempengaruhi pribadi masyarakat terutama remaja.
e. Keadaan lingkungan masyarakat sekitar
sebaliknya, jika lingkungan buruk maka individu tersebut juga akan terbawa oleh pengaruh buruk keadaan tersebut.
f. Minimya bimbingan untuk mengisi waktu luang
Kurangnya kegiatan untuk mengisi waktu luang, akan memberikan peluang kepada seseorang untuk melakukan hal-hal negatif. Oleh karena itu, sebaiknya seorang anak selalu dibimbing dan diarahkan untuk mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan yang positif. Jika seseorang telah mempunyai banyak kegiatan dan sedikit punya waktu luang, maka perilaku-perilaku buruk tidak akan terjadi.
Begitu banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan moral dan akhlak. Karena itulah, para orang tua diharapkan mampu untuk mengendalikan dan menangani masalah tersebut dengan melakukan pendidikan agama kepada anak dengan baik, melakukan pembinaan moral dan mendampingi serta mengarahkan anak pada hal-hal yang positif.
Moral yang baik tidak akan terbentuk jika tidak ada pembiasaan dan teladan yang baik. Oleh katena itu, pendidikan moral yang diajarkan kepada anak-anak sebaiknya tidak berhenti pada proses pengajaran. Menurut Kohlberg (1995:65),”Anak-anak tidak hanya perlu diajar hal-hal moral;
Langkah tersebut dilakukan agar anak tidak hanya mengetahui ajaran tentang moral tersebut namun, juga mampu untuk melaksanakan dalam kehidupan sehari-harinya. Tidak hanya pada aspek kognitif dan afektif saja tetapi juga aspek psikomotor.
Perilaku sosial terdiri dari dua macam yaitu perilaku sosial yang positif dan perilaku sosial yang negatif. Perilaku sosial yang positif terdiri
dari perilaku sosial dalam keluarga dan perilaku sosial dalam masyarakat.
a. Dalam lingkungan keluarga terdiri dari:
1) Bersikap baik terhadap orang tua dan anggota keluarga tang lain Bersikap baik dapat diartikan sebagai sikap menghargai dan menghormati kedua orang tua dan anggota keluarga yang lain. Mendengarkan dan melaksanakan nasehat serta bimbingan dari orang tua.
2) Kasih sayang kepada orang tua dan anggota keluarga yang lain
Adanya kasih sayang antar anggota keluarga akan menciptakan suasana yang menyenangkan, penuh kedamaian dan kenyamanan dalam keluarga tersebut. Dengan adanya kasih sayang dalam suatu keluarga akan timbul sikap dan rasa saling memiliki antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain.
Dalam pergaulan, sudah sepatutnya seseorang bersikap baik, sopan santun, menghargai dan menghormati orang lain, memperlakukan orang lain sebagaiman mestinya. Memberikan apa yang menjadi hak orang lain, dan bersikap atau bertingkah laku yang
baik sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain.
2) Kasih sayang terhadap sesama
Kasih sayang tidak hanya dibutuhkan dalam lingkungan keuarga saja. Dalam bergaul dengan masyarakat, diperlukan juga adanya kasih sayang sehingga timbul rasa saling memiliki.
3) Peduli dan tolong-menolong terhadap sesama
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan mampu hidup sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Kehidupan yang semakin sulit menuntut seseorang bisa peduli terhadap sesama dengan memberikan bantuan dan pertolongan kepada yang membutuhkan guna meringankan beban mereka.
4) Mau memberi dan menerima saran
Hidup bermasyarakat tidak selalu sesuai dengan yang menjadi keinginn dan kemauan. Apa yang difikirkan tidak selalu sama dengan realita yang ada. Keadaan ini menuntut agar seseorang dapat menerima perbedaan yang ada. Saling mengingatkan dan memberi saran ketika terjadi kesalahan agar tercipta suasana yang harmonis.
masyarakat, adat-istiadat maupun norma agama seperti mengambil barang yang bukan haknya, membuat kegaduhan dan sebagainya.
2.
Bentuk-Bentuk Perilaku Sosial
Ada beberapa bentuk perilaku sosial dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang sering kita lihat, Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut:
a. Meniru
Merupakan perilaku sosial dimana seserorang mencontoh orang lain yang menjadi idolanya ataupun panutannya mulai dari sikap, tingkah laku, cara berbicara, cara berpakaian, hingga cara pandangya.
b. Persaingan
Merupakan bentuk perilaku sosial dimana terdapat keinginan untuk saling mengalahkan dan mengungguli antara satu dengan yang lain.
c. Kerjasama
Merupakan bentuk perilaku sosial yang positif dari seseorang yang didalamnya terdapat keinginan untuk saling membantu dengan yang
lain untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan bersama.
Simpati merupakan perasaan rasa tertarik kepada orang lain (Walgito, 1994:73). Rasa simpati timbul atau muncul tidak secara logis, namun rasa simpati muncul karena faktor emosi dan perasaan.
e. Empati
Merupakan bentuk perilaku sosial yang berkenaan dengan perasaan seseorang dimana orang tersebut merasa seolah-olah berada
pada posisi orang lain.
f. Dukungan sosial
Setiap manusia membutuhkan orang lain untuk dirinya. Dukungan dari orang lain akan sangat berguna ketika seseorang berada dalam kesulitan. Dukungan sosial dapat berupa perhatian, dukungan untuk menumbuhkan sikap percaya diri, dan memberikan semangat dalam melakukan perbuatan baik.
g. Berbagi
Merupakan perilaku sosial dimana seseorang memberikan sebagian yang dimilikinya kepada orang lain yang berhak menerimanya sebagai wujud kepedulian sosial.
h. Peduli
Peduli tidak hanya sekedar memberikan sebagian harta pada orang lain saja. Akan tetapi juga pada hal tolong-menolong dalam kebaikan untuk kemaslahatan bersama.
Sikap seseorang dalam hubungan sosial dimana antara yang satu dengan yang lain tidak ada perasaan saling mengalahkan. Perlakuan yang baik serta mudah bergaul dengan orang lain.
3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial
Perilaku ada dua jenis, yang pertama yaitu perilaku yang alami atau refleksif dan yang kedua yaitu perilaku operan atau bentukan. Perilaku yang alami yaitu perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap rangsangan yang mengenai organ yang bersangkutan. Perilaku ini merupakan perilaku yang dibawa sejak manusia lahir (bawaan). Sedangkan perilaku operan atau bentukan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar, latihan, pembentukan dan pembiasaan. Perilaku operan atau bentukan ini dapat berubah-ubah sesuai dengan bagaimana latihan dan pembiasaan yang dilakukan. Perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
a. Faktor dari dalam (internal)
diketahui manusia serta kemampuan psikomotor yang merupakan aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Begitu banyak faktor yang mempengaruhi perilaku manusia. Ketika faktor dari dalam diri baik maka akan menimbulkan perilaku yang baik pula. Sebaliknya jika faktor dari dalam diri buruk maka akan menimbulkan perilaku yang buruk pula. Faktor internal yang bermacam-macam yang berada di dalam diri seseorang akan menimbulkan bentuk perilaku sosial yang beragam.
b. Faktor dari luar (eksternal)
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang atau individu. Faktor yang timbul dari keluarga, sekolah dan masyarakat akan mempengaruhi perilaku sosial seorang individu. Faktor eksternal ini dapat berupa pengaruh lingkungan sekitar dimana individu tersebut hidup dan ditambah dengan adanya hukuman dan hadiah yang ada dalam komunitas tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap perilaku individu dapat berupa kondisi masyarakat, perubahan iklim dan cuaca serta faktor ekonomi individu.
Kondisi masyarakat yang baik dan stabil akan berdampak baik pada seseorang, begitu juga jika kondisi masayarakat yang tidak kondusif akan menimbulkan perilaku yang buruk sebagai bentuk perwujudan dari perasaan dan
emosional.
2) Perubahan iklim dan cuaca
Perubahan iklim dan cuaca juga mempengaruhi perilaku seseorang. Disini perilaku timbul sebagai wujud penyesuaian diri terhadap cuaca yang sedang berlangsung.
3) Faktor ekonomi individu
Faktor ini merupakan faktor penting dalam perilaku seseorang. Keadaan ekonomi yang kurang dan sulit akan menjadikan seseorang berbuat nekat dan semaunya tanpa mempedulikan orang lain. Seseorang akan melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan meski dengan melakuakan pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku. Tidak ada lagi rasa malu dan sungkan melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Semua dilakukan demi memenuhi kebutuhan yang terus mendesak.
4) Adanya hukuman dan hadiah
sosialnya. Seseorang akan selalu berperilaku baik dengan harapan akan mendapatkan hadiah, baik itu yang berupa pujian, perhatian atau yang lain. Dengan adanya hukuman dan hadiah maka seseorang akan selalu berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi bentuk perilaku manusia dalam
kehidupannya.
Begitu banyak dan kompleks faktor yang mempengaruhi perilaku sosial manusia. Baik faktor internal ataupun faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perilaku sosial. Perilaku yang timbul juga bermacam-macam sesuai dengan faktor mana yang menyababkan dan mempengaruhinya. Perilaku baik dan buruk dapat timbul karena faktor-faktor tersebut. Untuk perilaku baik tentu tidak ada masalah namun, untuk perilaku buruk tentu akan mempengaruhi kehidupan masayarakat sekitar.
C.
Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Sosial Remaja
begitu diutamakan sekarang menjadi hal yang dinomorduakan. Apapun cara dilakukan demi tercapainya tujuan meski harus melanggar norma yang ada.
Sekarang ini kerusakan demi kerusakan, bencana demi bencan silih berganti melanda bumi. Bumi yang dulu terjaga kini perlahan rusak akibat ulah dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Seperti yang telah tercantum dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 41:
ََشََٖظ
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar-Rum:41).Terkikisnya kasih sayang dan saling menghormati antara yang satu dengan yang lain, mengikuti hawa nafsu dan kemauan untuk mengungguli dan mengalahkan yang lain. Yang terfikir sekarang hanyalah bagaimana caranya agar ambisi dapat terpenuhi meski dengan menghalalkan segala cara untuk memenuhinya.
Kerusakan bumi telah tampak. Bencana yang datang silih berganti sebagai peringatan dari Allah tidak lagi dihiraukan. Sebaliknya datangnya bencana dianggap sebagai jalan untuk mendapatkan keuntungan yang bersifat sesaat. Sungguh sangat memprihatinkan keadaan dunia sekarang ini. Tugas utama manusia sebagai khalifah tidak lagi dipenuhi.
Kerusaka itu telah mendarah daging dalam diri dan jiwa mereka. Yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana menyiapkan dan membentuk generasi baru yang akan memperbaiki keadaan bumi dan mengembalikn fitrah manusia sebagai khalifah. Sebagai salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan dan melaksanakan pendidikan agama pada generasi baru dan memberi bekal agama pada mereka. Sebagaimana dikemukakan Aly dan Munzier (2005:154) bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan tingkah laku praktis: tidak cukup
dengan kata-kata, tetapi memperhatikan aspek perbuatan.
Pemahaman terhadap dasar-dasar agama Islam adalah suatu proses kehidupan masa kini dan sekaligus proses untuk mempersiapkan kehidupan yang akan datang yang dilandasi dengan dasar-dasar (pokok-pokok) religius keyakinan agama Islam (Daradjat, 1975:10).Seorang anak terlahir sebagai lembaran kosong dan putih. Warna yang akan ada dalam hidup seorang anak bergantung pada bagaimana dan dengan apa para orang tua akan mengisi lembaran kosong tersebut. Seperti yang tercantum dalam hadits berikut ini:
َِِْبََتَََيَسَِٜبَأَ َِْعَِِّٛشُّْٕضىاَ َِْعٍَبْئِرَِٜبَأَُِْباَبََْثَّذَحًََُدآَبََْثَّذَح
ََّٚيَصَُِّٜبَّْىاََهبَقََهبَقََُْْٔعَُ َّاللَََِّٜضَسََةَشَْٝشَُِٕٜبَأَ َِْعَََِِْحَّشىاَِذْبَع
َِِّٔاَدََُُِّٖ٘ٝٓاََ٘بَأَفَِةَشْطِفْىاََٚيَعَُذَىٍَُ٘ٝدُ٘ىٍََُّْ٘وُمٌَََّيَسَََِْٗٔٞيَعَُ َّاللَّ
ََٙشَتَْوَََٕتَََِٖٞبْىاَُجَتُْْتَِتَََِٖٞبْىاَِوَثَََمَِِّٔبَسِّجََََُْٝٗأَِِّٔاَشِّصَََُْْٝٗأ
ََءبَعْذَجَبَِٖٞف
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepadaKarena itulah, para orang tua mempunyai tugas yang cukup berat dalam menentukan kepribadian, tingkah laku, dan perilaku seorang anak. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menanamkan nilai-nilai moral, etika, budi pekerti dan menanamkan nilai-nilai agama terhadap seorang anak.
Pendidikan agama menjadi hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi seseorang dalam kehidupannya. Perkembangan teknologi yang begitu pesat membawa perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan manusia. Perubahan tersebut tidak hanya pada hal yang positif saja, tetapi juga perubahan negatif. Seseorang yang tidak mempunyai proteksi atau kendali akan mudah terbawa dampak negatif yang akan membawa keburukan pada kehidupannya.
Pendidikan mengenai dasar-dasar agama terhadap anak pada intinya merupakan pendidikan moral dan akhlak.Pendidikan tentang agama juga harus mencakup seluruh aspek agama yang terdiri dari pendidikan akidah, ibadah dan mu’amalah. Dasar-dasar agama Islam tidak boleh diabaikan bagi seseorang yang
beragama Islam seperti akidah (kepercayaan), akhlak (kesusilaan) atau budi pekerti serta ibadah, syari’ah dan mu’amalah (amal kebajikan seorang muslim)
(Ash Shidieqy, 1998:25).
Pelaksanaan pendidikan agama yang paling efektif adalah di dalam lingkungan keluarga. Menurut Aly dan Munzier (2005:201), ”Para ahli psikologi
keluarga tidak hanya memberikan materi namun lebih dari itu adalah memberikan contoh yang baik pada anak. Dalam keluarga, orang tua harus membimbing anak untuk melaksanakan materi yang telah diajarkan.
Keluarga merupakan tempat pertama dalam sosialisasi anak. Dalam keluarga , seoranga anak akan melihat dan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-harinya. Seorang anak akan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang akan membekas kuat dalam ingatannya. Pengalamn baru itu mempunya pengaruh pola fikir dan perilakunya dimasa yang
akan datang.
Dari sini dapat diketahui bahwa keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk pribadi serta pola perilaku anak. Apa yang diajarkan dalam keluarga itulah yang membentuk dasar perilaku seseorang. Anak yang telah mendapat pendidikan agama dalam keluarga dengan baik dan benar, maka dalam perkembangan perilaku sosialnya akan menjadi baik pula. Dengan catatan apa yang telah diberikan kepada anak bukan hanya bersifat normatif saja tetapi, lebih dari itu adalah keteladanan dari orang tuanya.