i
KADAR
SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE
(SGPT) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
(Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang)
KARYA TULIS ILMIAH
NAWANG WULAN NURHIKMAH
15.131.0024
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ii
JOMBANG
2018
KADAR
SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE
(SGPT) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
(Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang
)KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi
PersyaratanMenyelesaikanStudi di Program
StudiDiploma IIIAnalis Kesehatan
NAWANG WULAN NURHIKMAH
15.131.0024
iii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
vi
ABSTRACT
SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE LEVELS (SGPT) IN UNCONTROLLED DIABETES MELLITUS TYPE 2 PATIENTS
(Study at Peterongan Health Center, Jombang Regency) By:
Nawang Wulan Nurhikmah
Indonesia ranks fourth largest of the number of DM patients with a prevalence of 8.6% of the total population. Uncontrolled high blood sugar levels (hyperglycemia) can cause damage to the body's systems which cause complications in the liver. Hyperglycemia accelerates the formation of ROS which can trigger the formation of free radicals. Free radicals can damage various body tissues, one of them is liver cells. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) is a liver function test that is specific to inflammation in the liver. This study aims to determine the level of SGPT in patients with uncontrolled type 2 diabetes mellitus.
The design of this study uses descriptive research. The populations in this study were patients with uncontrolled type 2 diabetes mellitus in Peterongan Health Center totaling 57 people. Sampling using purposive sampling obtained 20 people. The research variables were SGPT levels in patients with type 2 diabetes mellitus uncontrolled at Peterongan Health Center. The research instrument uses observation sheets and photometers. SGPT examination method uses enzymatic kinetic methods according to the International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFFC).
The results showed that 20 respondents (100%) had SGPT levels still in normal values.
The conclusion of this study all uncontrolled type 2 diabetes mellitus patients at Peterongan Health Center had normal SGPT levels.
vii
ABSTRAK
KADAR SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE(SGPT) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
(Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten jombang)
Oleh
Nawang Wulan Nurhikmah
Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan sistem tubuh yang menimbulkan komplikasi salah satunya pada hati. Hiperglikemia mempercepat pembentukan ROS yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak berbagai jaringan tubuh salah satunya sel hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan tes fungsi hati yang spesifik terhadap inflamasi pada hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol.
Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan yang berjumlah 57 orang. Pengambilan sampel menggunakan purposive samplingdidapatkan 20 orang. Variabel penelitian ini kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan. Alar ukur penelitian menggunakan lembar observasi dan fotometer.Metode pemeriksaan SGPT menggunakan metode kinetik enzimatik sesuai International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFFC).
Hasil penelitian didapatkan sebanyak 20 responden (100 %) memiliki kadar SGPT masih dalam nilai normal.
Kesimpulan penelitian ini seluruh penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan memiliki kadar SGPT normal.
x
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nawang Wulan Nurhikmah NIM : 15.131.0024
Tempat, tanggallahir : Jombang, 02 Juni 1997 Program Studi : Analis Kesehatan Institusi : STIKes ICMe Jombang
Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul “Kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak Terkontrol (Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang)”adalah bukan
karya tulis ilmiah milik orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan
sumbernya.Demikiansuratpernyataaninisayabuatdengansebenar-benarnyadanapabilapernyataaninitidakbenar, sayabersediamendapatkansanksi. Jombang, September 2018
Saya yang menyatakan
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang, 02 Juni 1997 dari pasangan Bapak Mohammad Arwani dan Ibu Mislahul Kustaniyah penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari MI Alhidayah Budug - Jombang, tahun 2012 penulis lulus dari MTS Plus Darul Ulum - Jombang, tahun 2015 penulis lulus dari MA Unggulan Darul Ulum - Jombang dan penulis masuk Perguruan Tinggi
STIKes “Insan Cendekia Medika” Jombang melalui jalur mandiri. Penulis memilih
Program Studi D-III Analis Kesehatan dari lima pilihan program studi yang ada di
STIkes “Insan Cendekia Medika” Jombang.
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.
Jombang, September 2018 Saya yang menyatakan
xii
MOTTO
“Jika sudah rezekinya, Allah pasti akan memberikan kelancaran dan jalan untuk
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM ... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN PLAGIASI ... iv
ABSTRACT ... v
ABSTRAK ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN ... vii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... viii
xiv
2.2.2 Pengaruh DM terhadap struktur dan fungsi hati ... 12
2.3 Penelitian yang Dilakukan oleh Peneliti Sebelumnya ... 12
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
4.3Populasi, Samplingdan Sampel ... 17
4.3.1 Populasi ... 17
4.3.2 Sampling ... 17
4.3.3 Sampel ... 17
4.4 Kerangka Kerja ... 18
4.5Variabel dan Definisi Operasional Variabel... 19
4.5.1Variabel ... 19
4.5.2Definisi Operasional Variabel ... 19
4.6 Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian ... 20
4.6.1 Instrumen Penelitian ... 20
4.6.2 Cara Penelitian ... 21
4.7Teknik Pengolahan dan Anallisa Data ... 22
4.7.1 Teknik Pengolahan ... 22
xv
4.8 Etika Penelitian ... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Tempat Penelitian ... 26
5.2 Hasil Penelitian ... 26
5.2.1 Data Umum ... 27
5.2.2 Data Khusus ... 29
5.3 Pembahasan ... 29
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 33
6.2 Saran ... 33
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1DefinisiOperasionalVariabel Penelitian KadarSerum GlutamicPyruvic Transaminase (SGPT) pada
PenderitaDMtidak Terkontrol ... 21 Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur penderitaDM
tipe 2 tidak terkontrol ... 29 Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelaminPenderita DM tipe 2 tidak terkontrol ... 30 Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan lama menderita
DMpada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol ... 30 Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan riwayat
penyakitHepatitis pada penderita DM tipe 2 tidak
terkontrol ... 31 Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan kadar SGPT
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Kadar SerumGlutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) padaPenderita Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak
Terkontrol ... ... 16 Gambar 4.1 Kerangka kerja tentang kadar SGPT pada
penderitaDM tipe 2 tidak terkontrol di
xviii
DAFTAR SINGKATAN
ALT : Alanin Aminotransferase AST : Aspartat Aminotransferase DM : Diabetes Melitus
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus IDF : International Diabetes Federation
IFCC : International Federation of Clinical Chemistry and laborator Medicine
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ROS :Reactive Oxygen Species
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Informed Concent Lampiran 2 : Lembar Kuesioner
Lampiran 3 : SPO Pemeriksaan Fungsi Hati Lampiran 4 : SPO Fotometer
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : Hasil pemeriksaan di Puskesmas Peterongan Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Tabel distribusi frekuensi data umum penelitian kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
Lampiran 9 : Tabel distribusi frekuensi kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis dengan angka kejadian yang tinggi di Indonesia dan menjadi masalah serius bagi masyarakat di Indonesia (Magfirah dan Rahmadi, 2016). Kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) yang tidak terkontrol mengakibatkan kerusakan sistem tubuh yang menimbulkan komplikasi. Di Amerika, DM akan mempunyai resiko terhadap peningkatan dan perkembangan penyakit hepar. Diabetes Melitus mempunyai resiko kelainan hepar seperti pada sirosis hati, hepar akut, karsinoma hepatoseluler (Reza dan Rachmawati, 2017). Sampai saat ini DM merupakan salah satu faktor penyebab kematian 4-5 kali lebih besar (Maghfirah dan Rohmadi, 2016).
2
penduduk total, sedangkan tahun 2013 penyakit DM menduduki peringkat ke enam dengan jumlah kasus sebesar 9.763 orang (4,8%). Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penderita DM (Irfan dan Wibowo, 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit multifaktoral yang ditandai dengan sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya (Suryani, Pramono dan Septiana, 2015). Diabetes Melitus kronis dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, kerusakan organ terutama pada mata, ginjal, syaraf, hati dan pembuluh darah (Inayatillah, 2016). Hiperglikemia pada DM dapat menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif (ROS) atau pembentukan stres oksidatif. Adanya ROS ini menyebabkan radikal bebas dalam tubuh meningkat. Radikal bebas ini dapat merusak berbagai jaringan tubuh, salah satunya adalah sel hati. Hati adalah organ tubuh yang berfungsi dalam menetralisir zat toksik yang masuk dalam tubuh, serta menjadi sasaran peningkatan konsentrasi radikal bebas. Konsentrasi radikal bebas yang tidak seimbang dengan antioksidan dapat menimbulkan penyakit degeneratif misalnya penyakit liver (Inayatillah,2016).
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kadar SGPT pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol (Studi di Puskesmas Peterongan) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran kadar SGPT pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol (Studi di Puskesmas Peterongan).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Menambah khasanah keilmuan tentang pemeriksaan SGPT pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi peneliti selanjutnya
Dapatdigunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam mencegah komplikasi pada hati dengan melakukan pemeriksaan SGPT akibat diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol.
3. Bagi Institusi
4 menyebabkan keadaan hiperglikemia. Umumnya DM disebabkan oleh
rusaknya sel β pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan insulin (Suriani, 2012). Insulin adalah hormon yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Putri, 2018). Diabetes Melitus kronis dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, kerusakan organ terutama pada mata, ginjal, syaraf, hati, dan pembuluh darah (Inayatillah, 2016).
2.1.2 Klasifikasi DM
Diabetes Melitus dibagi menjadi 4 kategori yaitu : a. DM tipe-1
DM tipe ini disebabkan oleh defisiensi hormon insulin karena kerusakan sel pankreas, yang diakibatkan dengan adanya reaksi autoimun. Kadar insulin yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali disebabkan adanya destruksi sel pankreas (Inayatillah, 2016). Penderita DM tipe ini harus mendapatkan suntikan insulin setiap harinya. Apabila tidak mendapatkan suntikan insulin, maka sulit bagi penderita diabetes tipe ini untuk bertahan hidup (Putri, 2018). Oleh karena itu disebut juga dengan Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)( Inayatillah, 2016).
5
b. DM tipe-2
DM tipe-2 merupakan kasus DM terbanyak yang sering dijumpai pada beberapa kasus dan disebut juga dengan non insulin dependent diabetesmelitus (NIDDM) (Inayatillah, 2016). Pada Diabetes Melitus tipe ini sel lemak dan otot kebal terhadap insulin dan insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak mencukupi (Suryani, Pramono, dan Septiana, 2015). Selain resistensi insulin, juga disertai kekurangan insulin (Inayatillah, 2016). Terkadang jumlah insulin yang diproduksi normal bahkan berlebih tetapi jumlah reseptor insulin yang ada pada permukaaan sel kurang. Oleh karena reseptor insulin yang terdapat pada permukan sel kurang, maka penderita DM tipe 2 terkadang memerlukan insulin untuk mengendalikan diabetes, tetapi tidak tergantung pada insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis (Fatmawati, 2010).
c. DM tipe lain
DM tipe lain terjadi karena gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah. Penyebab gangguan metabolik diantaranya pankreatitis pada alkoholik, penyakit hormonal, dan konsumsi hormon steroid (Putri, 2018).
d. DM gestational
6
2.1.3 Gejala DM
Dibagi menjadi gejala akut dan gejala kronik sebagai berikut : a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain berbeda-beda, bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga yaitu : a. Banyak minum (polidipsi)
b. Banyak kencing (poliuria) c. Banyak makan (polifagia)
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala : a. Polidipsi
b. Poliuria
c. Berat badan turun dengan cepat d. Mudah lelah
e. Koma diabetik (Fatmawati, 2010). b. Gejala Kronik penyakit DM
a. Kesemutan
b. Terasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
c. Kram
d. Mudah mengantuk
e. Mata kabur biasanya sering ganti kaca mata
7
2.1.4 Epidemiologi DM tipe-2
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa tahun 2015 menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa memiliki diabetes, apabila tidak ada tindakan pencegahan akan maka jumlah ini akan meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi 642 juta penderita (Lathifah, 2017). Jumlah penderita diabetes melitus paling banyak terjadi di Asia Tenggara dan negara-negara regional pasifik seperti di India, China, dan Amerika Serikat. Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita DM (Suni, Hariyanto, dan Dewi, 2017).
2.1.5 Patogenesis DM tipe-2
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 hal :
a. Rusaknya sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
b. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
8
pembentukan glukosa hepar yaitu mengganggu ambilan glukosa otot
dan mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas yang disebut
dengan lipotoksisitas. Glukotoksisitas dan lipotoksisitas mengakibatkan
sel β pankreas mengalami disfungsi dan menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa berupa glukosa puasa terganggu, gangguan TTGO dan pada akhirnya menjadi DM tipe-2 (Putri, 2018).
2.1.6 Penegakkan Diagnosa DM Tipe-2
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klasik yaitu : a. Poliuria
b. Polidipsia c. Poliphagia
d. Penurunan berat badan
e. Penurunan ketajaman penglihatan
f. Malaise atau kelemahan otot (Putri,2018).
Serta melalui pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut : a. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl
b. Pemeriksaan glukosa puasa ≥ 126 mg/dl
c. Kadar HbA1c ≥ 7% (Nugroho, Adnyana, dan Samatra, 2016).
2.2 Hati
9
organ manapun. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar berperan menyimpan glikogen, konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan formasi komponen kimia dari produk intermediet metabolisme karbohidrat. Hepar mempertahankan konsentrasi glukosa darah dalam kadar normal dengan menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga dapat mempertahankan konsentrasi glukosa darah hepar juga melaksanakan glukoneogenesis (Ayuningrum, 2017). Hati juga merupakan tempat terjadinya biosintesis sebagian protein plasma darah. Selain sintesis protein plasma, hati juga mensintesis berbagai macam enzim yang sebagian besar berbentuk protein diantaranya enzim aminotransferase yaitu Aspartat aminotranferase (AST) yang disebut SGOT dan Alanin aminotranferase (ALT) yang juga disebut SGPT (Inayatilah, 2016).
2.2.1 Enzim Transaminase
Transaminase merupakan suatu enzim intraseluler yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan asam amino. Kelompok enzim akan mengkatalisis pembebasan gugus asam amino dari kebanyakan asam L-amino. Kehadiran transaminase dalam plasma darah yang diatas normal memberi dugaan suatu peningkatan kerusakan jaringan (Inayatillah, 2016). Berikut ini pemeriksaan enzim untuk mendeteksi adanya kelainan fungsi hati :
a. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase merupakan enzim yang berada di sel hati. Ketika sel hati mengalami kerusakan, enzim tersebut berada dalam darah, sehingga dapat diukur kadarnya. SGPT berfungsi untuk mengkatalis perpindahan amino dari alanin
10
perubahan permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan intergritas sel hati (hepatoseluler) (Rosida, 2016).SGPT paling banyak ditemukan dalam hati yang terletak di sitoplasma (Rosida, 2016). Sehingga dianggap lebih spesifik dalam mendeteksi kerusakan hati. Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT :
1. Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT :
a) Peningkatan SGPT > 20 kali normal : Heptitis viral akut, nekrosis hati.
b) Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, syndrom reye dan infark miokard
c) Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan SGPT
a) Faktor Pra Analitik
Tahap pra analitik adalah tahap persiapan awal, tahap ini sangat menentukan kualitas sampel yang nantinya akan mempengaruhi hasil pemeriksaan yang termasuk tahap pra analitik yaitu :
1. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir.
2. Pengambilan sample plasma dan serum harus dilakukan secara tepat, volume yang sesuai.
3. Komposisi antikoagulan yang tidak sesuai (untuk sample plasma).
11
b) Faktor Analitik
Tahap analitik adalah tahap pengerjaan pengujian sample sehingga diperoleh hasil pemeriksaan, yang termasuk faktor analitik yaitu : Kalibrasi alat laboratorium, pemeriksaan sample, kualitas reagen, ketelitian dan ketepatan.
c) Faktor Pasca Analitik
Pasca analitik adaalh tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar-benar valid, yang termasuk pada tahap ini yaitu : Pencatatan hasil pemeriksaan, interprestasi hasil dan pelaporan hasil pemeriksaan (Sari, 2017)
Penentuan kadar SGPT dapat dilakukan dengan metode kinetik enzimatik sesuai International Federation of Clinical Chemistry and laboratory Medicine (IFFC). Prinsip : Reaksi enzimatik berpasanagn menggunakan LDH sebagai enzim indikator, LDH mengkatalisa reduksi piruvat menjadi laktat dengan menstimulasi oksidasi NADH, perubahan absorbansi pada 340 nm diukur secara kontinyu sebagai oksidasi NADH yang secara langsung sebanding dengan aktivitas ALT. Berikut merupakan reaksi :
L-Alanine + 2-oxoglutarate Alat↔ pyruvate + L-glutamate + Pyruvate Pyruvate + NADH +H+ LDH↔ L-lactate + NAD+
b. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)
12
digunakan untuk menilai seberapa luas kerusakan hati (Qodriyati, Sulistyani, dan Yuqono, 2016). Pada peradangan dan kerusakan kronis atau berat maka kerusakan sel hati mencapai mitokondria menyebabkan peningkatan kadar SGOT lebih tinggi dibandingkan SGPT (Rosida, 2016)
2.2.2 Pengaruh Diabetes Melitus terhadap struktur dan fungsi Hati
Penderita diabetes melitus memiliki resiko berbagai macam komplikasi. Mekanisme komplikasi dari diabetes menjadi lebih kompleks karena hiperglikemia juga dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif pada DM dapat melalui berbagai mekanisme seperti peningkatan produksi oksigen radikal dari auto-oksidasi glukosa, glikasi protein dan glikasi enzim antioksidatif yang dapat membatasi kemampuan tubuh untuk menetralisir oksigen radikal. Mitokondria merupakan sumber utama dari pembentukan ROS seluler. Pada keadaan normal elektron mitokondria berkontribusi untuk pembentukan anion superoksida, yang terbentuk dari reduksi monovalen molekul oksigen. Adanya campur tangan transpor elektron dapat meningkatkan terbentuknya anion superoksida yang berbahaya bagi sel yang nantinya akan menyebabkan kerusakan hati (Inayatillah, 2016).
2.3 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Reza dan Banundari
Rachmawati pada tahun 2017 yang berjudul “Perbedaan kadar SGOT dan
SGPT antara subyek dengan dan tanpa diabetes melitus”, dari hasil
13
DM dan tidak ada perbedaan bermakna kadar SGPT antara subyek DM dan tanpa DM. Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Yohanes
Suni, Tanto Hariyanto dan Novita Dewi pada tahun 2017 yang berjudul “
Pengaruh Pemberian Tepung Porang Terhadap Kadar SGPT pada Tikus
Strain Wistar DM Tipe 2”, dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil
14
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Menurut Notoatmodjo (2010) kerangka konseptual merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antar konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
Keterangan :
: YangDiteliti : Yang TidakDiteliti
Penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
15
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak Terkontrol.
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menyebabkan peningkatan kadar gula darah yang sering di sebut dengan hiperglikemia, dimana hiperglikemia ini dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti mata, ginjal, hati, syaraf, dan pembuluh darah. Pada penelitian ini melihat kerusakan atau gangguan fungsi hati dengan melihat enzim transminase dengan pemeriksaan SGPT.
16
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang digunakan sebagai petunjuk peneliti dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan (Nursalam,2010). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian hanya ingin menggambarkan kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari perancangan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir yaitu dari bulan maret 2018 sampai Agustus 2018. Penyusunan proposal dilakukan pada bulan Maret – Juli 2018. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2018. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Agustus 2018. Analisa data dilaksanakan pada bulan Agustus 2018. Penyusunan KTI dilaksanakan pada bulan September 2018.
4.2.2 Tempat Penelitian
17
4.3 Populasi, Sampling,dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 di Puskesmas Peterongan yaitu sebanyak 57 penderita DM.
4.3.2 Sampling
Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008). Teknik pengambilan sampel yang diambil adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang bertujuan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan pada strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Penentuan kriteria sampel dalam penelitian ini meliputi :
1. Pasien DM tipe 2 tidak terkontrol dengan hasil HbA1C ≥ 6,5 % 2. Pasien DM tipe 2 tidak terkontrol yang tidak menderita penyakit
Hepatitis. 4.3.3 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan yang memenuhi kriteria.
18
4.4 Kerangka Kerja (Frame Work)
Kerangka kerja merupakan langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu sejak awal dilaksanakan penelitian (Nursalam,2010). Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Identifikasi Masalah
Penyusunan Proposal
Desain penelitian Deskriptif
Populasi
Penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di laboratorium Puskesmas Peterongan sebanyak 57
Sampling Purposive sampling
Sampel
Penderita DM tipe 2 tidak terkontrol yang memenuhikriteria
Pengolahan dan Analisa data Editing, coding, tabulating
19
Gambar 4.1 Kerangka kerja tentang kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di laboratorium puskesmas Peterongan
4.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Variabel penelitian ini adalah kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan.
4.5.2 Definisi operasional variabel
Definisi operasional variabel adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada Penderita DM Tidak Terkontrol.
Variabel Definisi
operasional Parameter Alat ukur
20
4.6 Instrumen Penelitian dan cara penelitian
4.6.1 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat – alat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010) . Instrumen yang digunakan pada penelitian kadar SGPT sebagai berikut :
1. Alat yang digunakan : a. Tabung reaksi b. Mikropipet
c. Blue dan yellow tip
21
2. Reagen 2 (R2) d. Aquadest
4.6.2 Cara penelitian
1. Cara pengambilan darah
a. Membersihkan daerah yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70%. Kemudian membiarkan sampai kering.
b. Mengambil pada vena yang besar seperti vena difossa cubiti. c. Memasang tourniquet (pembendung) pada lengan atas dan
memastikan pasien mengepal dan membuka telapak tangannya berkali-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena jangan terlalu erat, cukup untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan vena.
d. Menegangkan kulit di atas vena dengan jari-jari tangan kiri agar vena tidak dapat bergerak.
e. Dengan lubang jarum menghadap keatas vena ditusuk pelan-pelan.
f. Melepaskan atau merenggangkan tourniquet (pembendungan) dan perlahan-lahan menarik penghisap semprit sampai jumlah darah yang dikehendaki diperoleh.
g. Menaruh kapas di atas jarum dan mencabut semprit dan jarum. h. Meminta pada pasien agar menekan tempat yang telah ditusuk selama beberapa menit menggunakan kapas yang telah diberi tadi.
22
jangan sampai mengeluarkan darah dengan cara menyemprotkan.
2. Cara mendapatkan serum
a. Darah tanpa antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung, di tunggu selama 1 jam
b. Memusingkan dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. 3. Prosedur pemeriksaan SGPT :
a. Pastikan fotometer kenzamax biochemistry dalam kondisi ready (pada layar fotometer keluar tampilan menu) pilih program pemeriksaat SGPT).
b. Menyiapkan tabung serologi dengan perlakuan sebagai berikut: Tabung Reagen 1 Reagen 2 Serum
Test 500µL 125µL 50 µL
c. Menghomogenkan dan pembacaan pada fotometer dengan dasar pengukuran kinetik.
d. Hasil akan keluar pada layar fotometer dan dicatat hasilnya.
4.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Teknik pengolahan data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik (Notoatmodjo, 2010)
23
Editingmerupakan pemeriksaan ulang terhadap data hasil penelitian meliputi kelengkapan data, keseragaman data, kebenaran pengisian data, dll
b. Coding
Codingadalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010).
4. Riwayat penyakit hepatitis
24
Laki-laki ≥ 41 U/L T c. Tabulating
Tabulating (pentabulasian) meliputi pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan ke dalam tabel-tabel yang telah ditentukan yang mana sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini penyajian dalam bentuk prosentase yang memiliki kadar SGPT yang tinggi.
4.7.2 Analisa data
Prosedur analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Analisa data dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel yang menunjukkan peningkatan kadar SGPT sehingga menggambarkan karakteristik dan tujuan penelitian dari masing-masing hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑃 = 𝑁 𝑥 100%𝑓
Keterangan : P = Persentase
N = Jumlah sampel penelitian
f = frekuensi penderita DM yang memiliki kadar SGPT tinggi
Setelah diketahui persentase dari perhitungan, kemudian ditafsirkan dengan kriteria sebagai berikut :
25
c. 50% : Setengah responden d. 51%-75% : Sebagian besar responden e. 76%-99% : Hampir seluruh responden
f. 100% : Seluruh responden (Arikunto, 2006)
4.8 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini mengajukan persetujuan pada instansi terkait untuk mendapatkan persetujuan, setelah disetujui dilakukan pengambilan data, dengan menggunakan etika sebagai berikut :
a. Informed consent (Lembar persetujuan)
Informed consent yang dimaksud disini adalah memberikan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi manfaat, nilai-nilai bagi masyarakat, resiko yang ada. Jika subyek bersedia responden menandatangani lembar persetujuan.
b. Anonimity (Tanpa nama)
Anonimity (tanpa nama) responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar pegumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja untuk menjamin kerahasiaan identitas.
c. Confidentiality (Kerahasiaan)
26
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran tempat penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang. Puskesmas Peterongan salah satu sarana kesehatan di daerah Kecamatan Peterongan. Laboratorium Puskesmas Peterongan telah dilengkapi dengan AC sehingga ruangan tidak terlalu mempengaruhi kondisi sampel dan bahan uji selain itu peralatan dan reagen yang ada cukup baik, memadai dan disimpan dengan baik. Laboratorium Puskesmas Peterongan dapat mengerjakan beberapa parameter seperti : darah lengkap, faal hemostasis, plano test, urin lengkap, glukosa darah puasa, glukosa 2 jam setelah makan, glukosa darah acak, profil lipid, SGOT, SGPT, tes widal, pewarnaan Gram, pewarnaan BTA sputum.
5.2 Hasil Penelitian
27
pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.
5.2.1 Data Umum
Data umum penelitian pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang dapat diketahui sebagai berikut :
a. Karakteristik responden berdasarkan umur
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan umur pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang yang diuraikan dalam Tabel 5.1 :
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur penderita DM tipe 2 tidak terkontrol responden memiliki umur 41-60 tahun yaitu sejumlah 13 responden (65 %).
28
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang yang diuraikan dalam Tabel 5.2 :
Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %
1. Laki-laki 4 20
2. Perempuan 16 80
Jumlah 20 100
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan hampir seluruh responden berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 16 responden (80 %).
c. Karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang yang diuraikan dalam Tabel 5.3 :
Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
29
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan seluruh responden memiliki lama menderita DM < 5 tahun yaitu sejumlah 20 responden (100 %).
d. Karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit Hepatitis Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit Hepatitis pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di puskesmas Peterongan yang diuraikan dalam Tabel 5.4 :
Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit Hepatitis pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol No Riwayat penyakit Hepatitis Frekuensi Persentase %
1. Ya 0 0
2. Tidak 20 100
Jumlah 20 100
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan seluruh responden tidak memiliki riwayat penyakit Hepatitis yaitu sejumlah 20 responden (100 %).
5.2.2 Data Khusus
Data khusus penelitian adalah kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan yang diuraikan dalam Tabel 5.5 :
Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
No Kadar SGPT U/L Frekuensi Persentase %
1. Normal 20 100
2. Tinggi 0 0
Jumlah 20 100
30
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT ) seluruh responden memiliki kadar SGPT yang normal yaitu sejumlah 20 responden (100 %).
5.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol yang dilakukan di PuskesmasPeterongan didapatkan seluruh responden memiliki kadar SGPT normal. Kadar SGPT yang normal pada seluruh responden yang berjumlah 20 orang dipengaruhi oleh lamanya responden menderita DM, berdasarkan Tabel 5.3 karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM seluruh responden memiliki lama menderita DM < 5 tahun, karena terjadinya komplikasi pada DM juga dipengaruhi oleh lama menderita DM. Secara teoritis, lama waktu terdiagnosa DM juga berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta pankreas sehingga menimbulkan dan beresiko mengalami komplikasi diabetes yang secara umum terjadi pada pasien dengan lama sakit 5-10 tahun (Suyanto dan Susanto, 2016).
31
darah (Suryani, Pramono, dan Septiana, 2016). Penurunan gula darah dapat mengurangi pembentukan ROS dalam tubuh, karenasecara teoritis yang dapat mempercepat pembentukansenyawa oksigen reaktif (ROS) atau pembentukan stres oksidatif adalah hiperglikemia (Inayatillah, 2016).
Penyuluhan yang dilakukan oleh dokter setempat dengan berbagai topik mengenai diabetes melitus yang dilakukan setiap satu bulan sekali, hal ini mungkin sedikit banyak telah diterapkan oleh para responden dirumah. Penyuluhan pada responden dapat meningkatkan pengetahuan yang dapat mengubah pola hidup dan menurunkan resiko terjadinya komplikasi pada DM. Dikutip dari Notoatmodjo (2004) Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (Rahmadiliyani dan Muhlisin, 2008).
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan merupakan pusat dari proses metabolik. Hati melaksanakan fungsi biokimia yang lebih luas dibandingkan dengan organ manapun (Ayuningrum, 2017). Hati juga mensintesis berbagai macam enzim yang sebagian besar bebentuk protein diantaranya enzim aminotranferase yaitu Aspartat aminotranferase (AST) yang disebut dengan SGOT dan Alanin aminotranferase (ALT) yang disebut dengan SGPT (Inayatilah, 2016).
32
33
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Peterongan terhadap penderita DM tipe 2 tidak terkontrol dapat disimpulkan bahwa seluruh responden (100 %) memiliki kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dalam batas normal.
6.2 Saran
1. Bagi pasien diabetes melitus
Diharapkan pada penderita DM agar tetap mengontrol gula darah sehingga kadar SGPT tetap terjaga dalam batas normal.
2. Bagi tenaga kesehatan (perawat)
34
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S., 2006. Prosedur Penelitian, Edisi Revisi VI.Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Ayuningrum A., 2017. Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Kadar Albumin Dan Protein Plasma Total {Skripsi}, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fatmawati A., 2010,Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan {Skripsi},Universitas Negeri Semarang.
Fitriyani,2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon{Skripsi},Universitas Indonesia.
Inayatillah B.,2016. Pengaruh Ekstrak Daun Ketapang Terhadap Perbaikan Kerusakan Hepatosit Serta Kadar SGOT dan SGPT Mencit Diabetik {Skripsi},Universitas Airlangga.
Irfan M., Heri W., Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Gula darah pada Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang, STIKES Pemkab Jombang.
Lhatifah N.L.,2017. Hubungan Durasi Penyakit Dan Kadar Gula Darah Dengan Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus,Jurnal Berkala Epidemiologi, vol. 5, no. 2, hh. 231-239
Maghfirah S., Rohmadi,2016. Regulasi Diri Otonomi Dan Terkontrol Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, The Indonesian Journal of Health science, vol. 7, no. 1, hh. 77-85.
Notoatmodjo, Soekidjo,2010. Metode Penelitian Kesehatan,Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho B.A.W., I Made O.A., Dewa P.G.P.S.,2016.Gula Darah Tidak Terkontrol Sebagai Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Usia Dewasa Menengah,vol. 47, no. 1, hh. 22-29.
Nursalam, 2010.Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,Jakarta: Salemba Medika.
Putri M.K.,2018. Hubungan Tingkat Depresi Dengan Terkontrolnya Kadar Gula Darah Puasa Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Bandar Lampung,Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Qodriyati N.L.Y., Erna S., Budi Y., 2016. Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT) pada Tikus Wistar Jantan yang Dipapar Stresor Rasa Sakit Electrikal Foot Shock Selama 28 Hari, e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4, no.1, hh. 73-77.
Rahmadiliyani N., Abi M., 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Dan Komplikasi pada Penderita DM Dengan Tindakan Mengontrol Kadar Gula
darah Di Wilayah kerja Puskesmas I Gatak Sukoharjo, Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, vol.1, no. 2, hh. 63-68.
Reza A., Rachmawati B., 2017.Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT Antara Subyek Dengan Dan Tanpa Diabetes Melitus, Jurnal Kedokteran Diponegoro, vol.6, no.2, hh. 158-166.
Rosida A.,2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati, vol. 12, no. 1, hh. 123-131.
Sari, 2017. Perbedaan Kadar SGPT terhadap Sample Plasma EDTA dan Serum{Skripsi}, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Suhaling S., 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Kacang Merah Dengan Metode DPPH {Skripsi}, Universitas IslM Negeri Alauddin Makassar.
Suni Y., Tanto H., Novita D.,2017.Pengaruh Pemberian Tepung Porang Terhadap Kadar SGPT pada Tikus Strain Wistar DM Tipe 2,vol. 2, no.2, hh. 295-606.
Suriani N., 2012. Gangguan Metabolisme Karbohidrat pada Diabetes Melitus, Universitas Brawijaya Malang.
Suryani N., Pramono, Henny S.,2016.Diet dan Olahraga Sebagai Upaya Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015, vol. 6, no. 2, hh. 1-10.
Suyanto, Andreawan S., 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik, juenal keperawatan dan pemikiran ilmiah, vol. 2, no. 6, hh. 1-7.
Syifaiyah B., 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan Terhadap kadar SGPT dan SGOT Hati Mencit Yang Diinduksi Dengan Parasetamol {Skripsi}, Universitas Islam Negeri Malang.
Lampiran 1
INFORMED CONCENT
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Penelitian:
KADAR SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
(Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang) Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur/tanggal lahir :
Alamat :
Menyatakan bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian yang akan dilakukan oleh Nawang Wulan Nurhikmah, mahasiswa semester VI dari Program Studi Diploma III Analis Kesehatan STIKes ICMe Jombang.
Demikian pernyataan ini saya tanda tangani untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Jombang, Juli 2018
Responden
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
2. IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden : ... Nama : ... Tanggal lahir/Umur : ... Jenis Kelamin : ... Alamat : ...
Daftar Pertanyaan :
1. Sejak kapan anda terkena diabetes melitus ? ... 2. Berapa hasil HbA1c anda ? ...
3. Apakah anda minum obat secara teratur ? a. Ya b. Tidak 4. Apakah anda rutin periksa gula darah ?
a. Ya b. Tidak
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI
KADAR SERUM GLUTAMIC PYRUVIC
TRANSAMINASE
(SGPT) PADA PENDERITA DM TIPE 2
TIDAK TERKONTROL
Lampiran 8
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI DATA UMUM PENELITIAN
KADAR
SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE
(SGPT) PADA
PENDERITA DM TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
Lampiran 9
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
KADAR SERUM GLUTAMIC
PYRUVIC TRANSAMINASE
(SGPT) PADA PENDERITA DM TIPE 2
TIDAK TERKONTROL
Lampiran 12
DOKUMENTASI
Gambar 1 : Alat Fotometer Gambar 2 : Reagen SGPT Kenzamax Biochemestry (diasys)
Gambar 3 : pengambilan sampel Gambar 4 : Pemipetan Reagen Darah vena