• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Apolipoprotein-B pada Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak terkontrol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kadar Apolipoprotein-B pada Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak terkontrol"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR APOLIPOPROTEIN B

PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERKONTROL DAN

TIDAK TERKONTROL

T E S I S

BUDI DARMANTA SEMBIRING

097111005 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU

PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

(2)

PERBEDAAN KADAR APOLIPOPROTEIN B

PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERKONTROL DAN

TIDAK TERKONTROL

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

BUDI DARMANTA SEMBIRING

097111005 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU

PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Perbedaan Kadar Apolipoprotein-B pada

Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak

terkontrol

Nama Mahasiswa : Budi Darmanta Sembiring

Nomor Induk Mahasiswa : 097111005 / PK

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, KGEH

Pembimbing II

DR. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen

FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/

Medan RSUP H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH

NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, SpPK-KH

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 November 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH ...

Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH ...

2. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, KGEH ...

3. DR. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD ...

4. Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH ...

5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin Path), SpPK-K...

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh

karena kasih karunia-Nya, sehingga saya dapat mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera

Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) yang berjudul

Perbedaan Kadar Apolipoprotein-B pada Diabates Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol.

Selama mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian

untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk,

bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari

berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan

karya tulis ini.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga

dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada :

1. Yth, Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, KGEH sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk,

pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan

proses penyusunan, sampai selesainya tesis ini.

2. Yth, DR. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, pembimbing II dari Departmen Penyakit Dalam FK-USU/RSUP Hj Adam Malik Medan,

yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan dan

bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan

penelitian sampai selesainya tesis ini.

(6)

kesempatan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis

Patologi Klinik.

4. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Yang telah banyak membimbing,

mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan

menyelesaikannya.

5. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan

masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan

penulisan tesis ini.

6. Yth, dr. Ricke Loesnihari M.ked (clin Path), SpPK-K selaku Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak

membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan

dan menyelesaikannya.

7. Yth, Prof. dr. Iman Sukiman (Alm), SpPk-KH, FISH, dr. R. Ardjuna M Burhan, DMM, SpPK-K (Alm), dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, dr. Farida Siregar, SpPK, dr. Ulfah Mahidin, SpPK, dr. Chairul Rahmah, SpPK, dr. Lina spPK dan dr. Nelly Elfrida SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan

Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan

terimakasih saya ucapkan kepada Yanti, yang banyak membantu dalam urusan administrasi dibagian Patologi Klinik.

8. Yth, dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya

memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terima kasih banyak

(7)

9. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman

sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis dan pegawai,

serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas

bantuan dan kerja sama yang diberikan kepada saya, sejak mulai

pendidikan dan selesainya tesis ini. Khususnya kepada teman-teman

group Serologi terima kasih atas dukungan serta masa-masa indah

yang pernah kita jalani bersama. Kepada Yasmine, Amie, Nindia,

Tutut, Linda, Dyna, Dame Fernando, Dewi, Dian terima kasih atas

saran-sarannya, serta sudah menjadi teman diskusi yang baik selama

penulisan tesis ini.

10. Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas

Sumatera Utara, Direktur rumah Sakit umum Pusat H. Adam Malik

yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

11. Terimakasih serta cinta yang tak terhingga saya sampaikan kepada

ayahanda Cari Sembiring (Alm) dan ibunda Piah Ukur br Brahmana

yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril

dan materil serta cintanya kepada ananda selama ini. Tanpa beliau

berdua mungkin ananda tidak dapat menjadi seperti ini. Tidak ada satu

kata pun yang dapat mewakili perasaan ananda atas cinta dan kasih

sayang kalian berdua. Selain itu terima kasih juga saya ucapkan untuk

mertua saya Bersih Ginting dan Muliate br Sembiring yang telah memberikan dorongan moril dan materil kepada saya dan keluarga

12. Begitu juga ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada adik

(8)

13. Akhirnya terimakasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada istri

saya tercinta Tringani br Ginting, SST yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan motivasi dan

pe-ngorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat

menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk anak-anakku yang

tersayang Nidya Age Octabrina br Sembiring, Selly Yohana Primta br Sembiring yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Tuhan

Yang Maha Kuasa memberkati kita semua.

Medan, November 2013

Penulis,

dr. Budi Darmanta Sembiring

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Tesis...

Lembar Penetapan Panitia Penguji...

Ucapan Terima Kasih...

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus………....

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus…………..……….

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ……….

2.1.3 Kriteria Diagnosa Diabetes Melitus ………

2.1.4 Diabetes Melitus Tipe 2 ………

2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus ………..

2.1.6 Dislipidemia pada Diabetes ……….

(10)

2.3 Apolipoprotein B ………..

2.3.1 Metabolisme Apolipoprotein B ………..

2.3.2 Patogenese Dislipidemia pada Diabetes Melitus ..

2.3.3 Apo-B sebagai marker aterosklerosis ………

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi apo-B ……….

2.4 Pemantauan kadar HbA1c pada Diabetes ………

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian………..…

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian………..…

3.3. Populasi dan subyek penelitian ……….

3.3.1 Populasi penelitian ……….

3.3.2 Subyek penelitian ………

3.3.2.1 Kriteria inklusi ………

3.3.2.1 Kriteria ekslusi ………

3.4. Perkiraan Besar Sampel……….

3.5 Analisa Data ………

3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent...

3.7. Bahan dan Cara Kerja……….…

3.7.1. Bahan yang diperlukan………....

3.7.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik………....

3.7.3. Pengambilan dan pengolahan sampel……….…

3.7.3.1 Pengambilan Sampel ………..

(11)

3.7.5.2. Pemantapan kualitas pemeriksaan

kadar Apo B ...

3.8 Batasan Definisi Operasional...

3.9. Alur Penelitian ... 35

36

37

BAB 4 HASIL

4.1. Karakteristik Subyek penelitian ………..

4.2. Korelasi apo-B dengan LDL pada DM tidak terkontrol…..

4.3. Korelasi apo-B dengan HbA1c pada DM tidak terkontrol … 38

39

40

BAB 5 PEMBAHASAN……… 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan………

6.2. Saran ..……….… 44

44

Daftar Pustaka………..………..

Lampiran ... 45

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus………..

Tabel 2.2 Jenis Apolipoprotein………...….

Tabel 3 Pemantapan Kualitas Pemeriksaan apo-B ………

Tabel 4 Karakteristik Subyek Penelitian ……….……… 8

13

36

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 3.1

Gambar 3.2

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Stuktur Lipid protein …..………..………..

Transport Lipid ………...………

Kerangka Konsep………...

Kalibrasi Apo-B………...

Alur Penelitian………...

Hubungan Apo-B dengan LDL .………...

Hubungan Apo-B dengan HbAc...………...

12

18

24

35

37

39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian.. 52

Lampiran 2 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan... 53

Lampiran 3 Status Pasien... 54

Lampiran 4 Ethical Clearance FK-USU... 56

Lampiran 5 Data Penelitian... 57

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup...59

(15)

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetes Assosiation

DM : Diabetes Melitus

PJK : Penyakit Jantung Koroner

NCEP/ATP III : National Cholesterol Education Program Adult

Panel Treatment III

LDL : Low Density Lipoprotein

HDL : High Density Lipoprotein

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

TG : Trigliserida

Apo B : Apolipoprotein B

Ox-LDL : Oksidasi LDL

NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

PP : Post Prandial

KGD : Kadar Gula Darah

GLUT-2 : Glukosa Transporter-2

GLUT-4 : Glukosa Transporter-4

IRS : Insulin Reseptor Substrate

AGEs : Advanced Glycosilated Products

LPL : Lipoprotein Lipase

HL : Hepatic Lipase

CETP : Cholesterol Ester Transport Protein

(16)

PERBEDAAN KADAR APOLIPOPROTEIN B PADA DIABETES TIPE 2 TERKONTROL DAN TIDAK TERKONTROL

Budi Darmanta Sembiring(1), Burhanuddin Nasution(1), Dharma Lindarto(2)

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP H.Adam Malik Medan.

2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Apolipoprotein-B (apo-B) merupakan protein komponen utama dari lipoprotein aterogenik seperti VLDL, IDL, LDL. Pada DM tipe 2 apo-B mendapat perhatian menjadi salah satu indikator perkembangan penyakit arteri koroner dibandingkan dengan lipid dan lipoprotein lainnya.

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol dan DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol yang dapat memperkirakan besarnya risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol

Metode : Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 33 orang penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol (HbA1c ≤ 7) dan 33 orang orang penderita DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol (HbA1c ˃ 7) di departemen Patologi Klinik bekerjasama dengan departemen Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2013 sampai dengan Juli 2013.

Hasil : Nilai apo-B secara signifikan meningkat pada DM yang tidak terkontrol dibanding DM terkontrol 114,1 ± 23,5 vs 100 ± 20,1 ( p= 0.011 ). Pada uji korelasi antara apo-B dengan LDL dijumpai korelasi yang kuat (r = 0.8410, p:<0.0001) dan korelasi yang lemah antara apo-B dengan HbA1c (r = 0.2895, p:<0.0184)

Kesimpulan : Didapatkan perbedaan bermakna antara kadar apo-B pada DM tipe 2 dengan KGD terkontrol dibandingkan DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol dan terdapat korelasi yang kuat antara apo-B dengan LDL.

(17)

THE DIFFERENCES OF APOLIPOPROTEIN B LEVELS IN CONTROLLED AND UNCONTROLLED TYPE 2 DIABETES

Budi Darmanta Sembiring(1) Burhanuddin Nasution,(1) Dharma Lindarto,(2)

1Clinical Pathology Departement , Faculty of Medicine , Sumatera Utara

University/ Adam Malik Hospital Medan

2 Department of Internal Medicine, Division of Endocrinology, Faculty of

Medicine, Sumatera Utara University/Haji Adam Malik Hospital,Medan

ABSTRACT

Background : Apolipoprotein-B (apo-B) is the major protein component of atherogenic lipoproteins such as VLDL, IDL, LDL. Type 2 DM apo-B act a better indicator of the progression of coronary artery disease compared with other lipids and lipoproteins .

Objective : To determine differences in levels of apo-B in patients with type 2 diabetes mellitus controlled and uncontrolled blood sugar levels then for further can estimate the magnitude of the risk of coronary heart disease (CHD) in patients with type 2 diabetes controlled and un- controlled

Methods : The study was conducted with a cross-sectional method on 33 patients with controlled blood sugar levels; HbA1c ≤ 7 and 33 of patients with uncontrolled blood sugar levels; HbA1c ˃ 7 in Clinical Pathology department in collaboration with the department of Internal Medicine Endocrine in H Adam Malik Hospital in Medan period May 2013 until July 2013.

Results : The value of apo - B was significantly increased in uncontrolled diabetes compare controlled DM 114.1 ± 23.5 vs 100 ± 20.1 ( p = 0.011). we found a strong correlation between LDL and apo - B ( r = 0.8410, p : < 0.0001 ) and a weak correlation between apo-B with HbA1c ( r = 0.2895, p : < 0.0184 ).

Conclusion : There were significant differences between the levels of apo-B in controlled compared with uncontrolled type 2 diabetes and there is a strong correlation between the levels of apo-B with LDL.

Keyword : Apolipoprotein - B , lipid profile , diabetes mellitus type 2

(18)

PERBEDAAN KADAR APOLIPOPROTEIN B PADA DIABETES TIPE 2 TERKONTROL DAN TIDAK TERKONTROL

Budi Darmanta Sembiring(1), Burhanuddin Nasution(1), Dharma Lindarto(2)

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP H.Adam Malik Medan.

2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Apolipoprotein-B (apo-B) merupakan protein komponen utama dari lipoprotein aterogenik seperti VLDL, IDL, LDL. Pada DM tipe 2 apo-B mendapat perhatian menjadi salah satu indikator perkembangan penyakit arteri koroner dibandingkan dengan lipid dan lipoprotein lainnya.

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol dan DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol yang dapat memperkirakan besarnya risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol

Metode : Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 33 orang penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol (HbA1c ≤ 7) dan 33 orang orang penderita DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol (HbA1c ˃ 7) di departemen Patologi Klinik bekerjasama dengan departemen Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei 2013 sampai dengan Juli 2013.

Hasil : Nilai apo-B secara signifikan meningkat pada DM yang tidak terkontrol dibanding DM terkontrol 114,1 ± 23,5 vs 100 ± 20,1 ( p= 0.011 ). Pada uji korelasi antara apo-B dengan LDL dijumpai korelasi yang kuat (r = 0.8410, p:<0.0001) dan korelasi yang lemah antara apo-B dengan HbA1c (r = 0.2895, p:<0.0184)

Kesimpulan : Didapatkan perbedaan bermakna antara kadar apo-B pada DM tipe 2 dengan KGD terkontrol dibandingkan DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol dan terdapat korelasi yang kuat antara apo-B dengan LDL.

(19)

THE DIFFERENCES OF APOLIPOPROTEIN B LEVELS IN CONTROLLED AND UNCONTROLLED TYPE 2 DIABETES

Budi Darmanta Sembiring(1) Burhanuddin Nasution,(1) Dharma Lindarto,(2)

1Clinical Pathology Departement , Faculty of Medicine , Sumatera Utara

University/ Adam Malik Hospital Medan

2 Department of Internal Medicine, Division of Endocrinology, Faculty of

Medicine, Sumatera Utara University/Haji Adam Malik Hospital,Medan

ABSTRACT

Background : Apolipoprotein-B (apo-B) is the major protein component of atherogenic lipoproteins such as VLDL, IDL, LDL. Type 2 DM apo-B act a better indicator of the progression of coronary artery disease compared with other lipids and lipoproteins .

Objective : To determine differences in levels of apo-B in patients with type 2 diabetes mellitus controlled and uncontrolled blood sugar levels then for further can estimate the magnitude of the risk of coronary heart disease (CHD) in patients with type 2 diabetes controlled and un- controlled

Methods : The study was conducted with a cross-sectional method on 33 patients with controlled blood sugar levels; HbA1c ≤ 7 and 33 of patients with uncontrolled blood sugar levels; HbA1c ˃ 7 in Clinical Pathology department in collaboration with the department of Internal Medicine Endocrine in H Adam Malik Hospital in Medan period May 2013 until July 2013.

Results : The value of apo - B was significantly increased in uncontrolled diabetes compare controlled DM 114.1 ± 23.5 vs 100 ± 20.1 ( p = 0.011). we found a strong correlation between LDL and apo - B ( r = 0.8410, p : < 0.0001 ) and a weak correlation between apo-B with HbA1c ( r = 0.2895, p : < 0.0184 ).

Conclusion : There were significant differences between the levels of apo-B in controlled compared with uncontrolled type 2 diabetes and there is a strong correlation between the levels of apo-B with LDL.

Keyword : Apolipoprotein - B , lipid profile , diabetes mellitus type 2

(20)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) 2010, Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Pasien yang di diagnosis Diabetes Melitus (DM) terbukti

rentan terhadap aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK), terutama

DM tipe 2. Pasien-pasien ini memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi

terhadap penyakit kardiovaskuler.1

Diabetes Melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak

dijumpai di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi

adanya peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar untuk

tahun-tahun mendatang. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%.

Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan tahun 2025 akan

mencapai 5,4%.2 Untuk Indonesia, WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

2030.2 Indonesia merupakan negara keempat dengan prevalensi DM tertinggi di dunia. Menurut Riskesdas 2007 prevalensi DM di Indonesia

adalah 5,7%, dengan jumlah kasus sebanyak 84.473 kasus, dimana DM

menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia.2

Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non

(21)

dirasakan gejalanya pada stadium awal, dan tidak terdiagnosa sampai

bertahun-tahun, sampai terjadi komplikasi dari penyakit ini. DM tipe 2

umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada

anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari seluruh kasus

DM.1,3

Dislipidemia sering menyertai DM tipe 2 yang lebih toksik terhadap

endotel pembuluh darah dibanding non DM sehingga resiko terjadinya PJK,

stroke maupun penyakit pembuluh darah perifer pada DM tipe 2 menjadi 2-4

kali lebih sering daripada non DM.4,5

Kelainan dalam komposisi lipoprotein pada DM sering dijumpai.

Sedangkan DM sendiri merupakan faktor resiko timbulnya PJK, dan faktor

resiko ini akan lebih meningkat bila disertai kelainan dari fraksi lipoprotein.

Kelainan yang paling sering dijumpai adalah peningkatan kadar trigliserida

dan VLDL.6,7

Menurut kriteria National Cholesterol Education Program Adult Panel

Treatment I II (NCEP/ATP III), peningkatan kadar kolesterol LDL merupakan

faktor resiko utama penyakit arteri koroner dan juga merekomendasikan profil

lipid puasa kadar kolesterol total, LDL, HDL dan trgliserida. Namun studi

terbaru menunjukkan bahwa apo-B memberikan informasi yang lebih baik

tentang resiko penyakit arteri koroner.8,9

Berbagai penelitian seperti studi kardiovaskular Quebec (2003)

meng-konfirmasikan bahwa apolipoprotein-B merupakan faktor resiko yang kuat

untuk meyebabkan penyakit arteri koroner dan mempunyai pengaruh yang

(22)

Sniderman et al, (2010) apo-B mengukur jumlah partikel aterogenik

secara tepat daripada LDL oleh karena itu bila kadar apo-B sangat tinggi

perlu diperhatikan penatalaksanaannya.11 `

Faraj M et al,(2006), apo-B merupakan prediktor utama untuk penanda

inflamasi pada perempuan pascamenopause dengan obesitas.12

Benn M (2007) di Denmark, memantau secara prospektif 9231 orang

perempuan dan laki-laki asimtomatik selama 8 tahun dan mendapatkan

bahwa peningkatan apo-B memprediksi kejadian kardiovaskuler iskemik pada

kedua jenis kelamin daripada kolesterol LDL. Hasil serupa didapatkan oleh

Chien et al (2007) di cina.13,14Ayaz K Mallick et al,2011, Hubungan Apo-B dengan LDL (r = 0,712, p ˂ 0,001).15

Kontrol glikemik yang ketat mampu memperbaiki dislipidemia, oleh

karena itu pemantauan DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan Hemoglobin

AIC, non-enzimatik glikosidasi N-terminal valin yang mengakibatkan AIc yang

berlangsung di eritrosit dan tergantung pada tingkat glukosa untuk 120 hari,

yang sesuai dengan masa hidup eritrosit.15,16

HbA1c tidak hanya biomarker yang dapat diandalkan untuk kontrol glikemia

tetapi juga sebagai prediktor yang baik untuk dislipidemia.17,18

Oleh karena dislipidemia dengan peningkatan apo-B lebih aterogenik

dibandingkan fraksi lipoprotein LDL pada penyakit PJK dengan DM tipe 2,

terlebih pada kontrol glikemia yang tidak baik maka peneliti ingin melihat

perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2 dengan kadar gula darah

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2

yang terkontrol dengan tidak terkontrol

1.3. Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan kadar apo-B pada DM tipe 2 yang terkontrol

dengan tidak terkontrol

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Melihat perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2 Terkontrol

dengan tidak terkontrol.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Menganalisa perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2

terkontrol dengan tidak terkontrol

2. Melihat hubungan Apo B dengan LDL pada penderita DM tipe 2

terkontrol dengan tidak terkontrol

3. Melihat hubungan Apo B dengan HbA1c pada penderita DM tipe 2

(24)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

a. Memperluas pengetahuan tentang peranan apo-B sebagai prediktor

yang kuat untuk penyakit jantung koroner

b. Menjadikan pemeriksaan Apo-B sebagai marker partikel aterogenik

dan evaluasi terapi DM untuk mencegah progresifitas aterosklerosis

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIABETES MELITUS 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurang produksi insulin,

ataupun gangguan aktivitas insulin atau keduanya. Keadaan ini

mengakibatkan gangguan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun

protein.20,21,22

Penderita DM tipe 2 hampir 85 % menimbulkan komplikasi kronik baik

makrovaskular maupun mikrovaskular. Penyakit kardiovascular merupakan

peyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi di negara maju dan juga di

Indonesia. Kelainan yang mendasarinya adalah proses aterosklerosis dengan

pembentukan plak pada arteri. Karena proses aterosklerosis berlangsung

lambat maka proses tersebut bisa dicegah, maka penting adanya penanda

atau faktor resiko yang dapat mendeteksi aterosklerosis dan penyakit jantung

koroner (PJK). Salah satu faktor resiko utama PJK adalah kelainan

lipid-lipoproteinemia.23

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti

klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA), World Health

(26)

Konsensus PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia) 2006sesuai dengan

klasifikasi DM menurut ADA 1997.(20,23) Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas.

Klasifikasi DM menurut PERKENI20

1.

2.

3.

4.

Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek

sekresi insulin disertai resistensi insulin)

DM Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit Endokrin Pankreas

D. Endokrinopati

E. Karena obat/zat kimia

F. Infeksi

G. Sebab imunologi yang jarang

H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus Gestasional

2.1.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang

(27)

pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa ≥ 126 mg/dl

juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan

khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum

cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih

lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥

126 mg/dl, KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes

toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.20,23,25,26

Pada tahun 2009, Komite Ahli Internasional yang mencakup

perwakilan dari ADA, International Diabetes Federation (IDF), dan The

European Association for the Study of Diabetic (EASD) merekomendasikan

penggunaan tes A1C untuk mendiagnosa diabetes, dengan ambang batas

≥6,5%21, dan ADA mengadopsi kriteria ini di 2010.22

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus20 1. A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di

laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar pemeriksaan DCCT.* 2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa

didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.*

3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan dalam air.

4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau krisishiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l).

(28)

2.1.4 Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin

(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) umumnya

ditemukan pada usia dewasa (resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun),

walaupun dapat terjadi pada anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2

diperkirakan 90-95 % dari total penderita DM. Penyebab utama DM tipe 2

adalah adanya defisiensi insulin dan atau resistensi insulin. Resistensi insulin

ditemukan pada lebih 90 % kasus dan merupakan penyebab terbanyak pada

DM tipe 2.27,28

DM tipe 2 berhubungan dengan interaksi faktor genetik dan lingkungan

(obesitas, nutrisi, aktivitas fisik) yang mengakibatkan terjadinya resistensi

insulin dan penurunan sekresinya. Dalam perjalanannya diabetes sering

diketahui ketika sekresi insulin sudah menurun.29

2.1.5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Resistensi insulin merupakan proses yang pertama terjadi pada

patogenesis DM tipe 2 yang kemudian diikuti dengan gangguan sekresi

hormon insulin. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin

seperti : meningkatnya asam lemak bebas dan sitokin peradangan,

Sedangkan gangguan sekresi disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipid.30 Molekul glukosa dalam darah akan memasuki sel beta pankreas

melalui Glukosa Transporter-2 (Glut-2) menuju mitokondria sel beta,

kemudian dengan bantuan enzim glukokinase di metabolisme menghasilkan

(29)

dan menyebabkan suatu saluran tempat keluar masuknya ion kalium di sel

beta ATP Dependent Kalium Channels (ADKC) menjadi tertutup sehingga ion

kalium tertahan dan menumpuk didalam sel beta. Hal ini menyebabkan

perubahan potensial membrane sel beta (terjadi depolarisasi) dan berakibat

terbukanya saluran lain yang disebut Voltage Dependent Calsium Channel

(VDCC). Ion kalsium masuk ke dalam sel beta,hal ini akan merangsang

terjadinya eksositosis dari granul (sekresi insulin).31,32

Insulin mempasilitasi masuknya glukosa kedalam otot, adiposa dan

jaringan lain dengan cara difusi dengan bantuan hexose transporters. Hormon

insulin akan berikatan pada reseptor sel target (insulin reseptor substrate /

IRS) yang kemudian mengaktifasi phosphatydylinositol kinase (PI-3 kinase)

dan sebagai transporter utama untuk uptake glukosa adalah Glukosa

Transporter 4 ( GLUT-4). Pada resistensi insulin asam lemak bebas akan

menurunkan signal IRS untuk mengaktifasi PI-3 melalui protein kinase C

sehingga uptake glukosa darah berkurang oleh GLUT-4. Bila hal ini terjadi

pada jaringan adiposa dan otot rangka maka akan menyebabkan peningkatan

gula darah 2 jam setelah makan, sedangkan bila terjadi pada jaringan hati

akan menyebabkan peningkatan kadar gula darah puasa yang terjadi karena

proses glukoneogenesis.30,32

Resistensi insulin berhubungan dengan peningkatan sensitivitas sel β

pankreas dan keadaan hiperinsulinemia merupakan suatu mekanisme

kompensasi. Hal ini terjadi karena hipertropi sel β pankreas disebabkan oleh

rangsangan radikal bebas dari mitokondria pada awalnya sedangkan akhirnya

(30)

terjadinya proses apoptosis, hal terakhir ini menerangkan hubungan antara

toksisitas lemak dan glukosa yang didasari ketidakseimbangan produksi

radikal bebas dan antioksidan.33

Keadaan hiperglikemia menyebabkan terbentuknya AGEs (Advanced

Glycosilated End Products) yang merupakan salah satu produk sebagai

penanda modifikasi protein sebagai akibat reaksi glukosa pereduksi terhadap

asam amino. Akumulasi AGEs diberbagai jaringan merupakan sumber utama

radikal bebas sehingga mampu berperan dalam peningkatan stress oksidatif

serta terkait dalam pathogenesis komplikasi diabetes aterosklerosis dan

kerusakan endotel.

2.1.6. Dislipidemia pada Diabetes

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi

lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL.34,35

Diabetes Melitus (DM) dan dislipidemia merupakan faktor resiko

penyakit Jantung Koroner (PJK) disamping faktor resiko lain yang dapat

dicegah seperti hipertensi, obesitas dan merokok. Selain itu dislipidemia juga

sering dijumpai sebagai akibat dari DMnya sendiri. Kedudukan lipid dalam

kardiovascular sangat penting , kolesterol dan fosfolipid adalah komponen

vital membrane sel, sedangkan trigliserida merupakan sarana transport

asam lemak dalam hepar dan usus ke miokard (untuk energi) dan endotel

(31)

2.2. LIPID DAN LIPOPROTEIN

Berdasarkan densitasnya lipoprotein dapat dikelompokkan menjadi

kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density

lipoprotein (IDL), Low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein

(HDL), kilomikron lipoprotein (a).36

Setiap jenis lipoprotein mempunyai apolipoprotein tersendiri, seperti VLDL,

IDL, dan . LDL,mengandung Apo B-100, sedangkan kilomikron mengandung

Apo B-48, Apo A1, Apo A2, Apo A3 ditemukan terutama pada lipoprotein HDL

dan kilomikron.36

Apo-B merupakan dislipidemia yang paling sering terjadi pada DM tipe 2.37

Gambar 2.1 Struktur Lipoprotein

Sumber : Adam John MF,2006

2.3. APOLIPOPROTEIN B

Didalam plasma lipid tidak larut dalam air (Hidrofobik) agar dapat larut

(32)

apolipoprotein atau apoprotein.Terdapat berbagai jenis lipoprotein bergantung

pada kandungan lipid dan jenis apoproteinnya.36

Tabel 2.2 Jenis Apolipoprotein, Lipoprotein, dan Tempat sintesis38

Apolipoprotein Lipoprotein Tempat Sintesis

A-I Kilomikron, HDL Hepar, Usus halus

A-II HDL Hepar

B-48 Kilomikron Usus halus

B-100 VLDL, IDL, LDL Hepar

C-1 Kilomikron,VLDL,HDL Hepar,Paru,Kulit, Testis, Limpa C-II Kilomikron,VLDL,HDL Hepar, Usus halus C-III Kilomikron,VLDL,HDL Hepar, Usus halus

E Kilomikron, VLDL,

HDL

Hepar, Otak, Kulit, Testis, Limpa

(a) Lipoprotein (a) Hepar

sumber : Davis PG, Wagganer JD.10

Ada dua apo-B yaitu apo B-48 dan apo B-100. Apo B-48 disintesa di

usus kecil dan memainkan peranan sangat penting dalam metabolism

lipoprotein plasma. Apo B-48 ini ada dalam kilomikron remnant, terdiri dari

setengah dari daerah N-terminal apo B-100 dan merupakan hasil pengeditan

mRNA post transcriptional dengan memberhentikan kodon di dalam usus

halus. Apo-B adalah ligan fisiologi utama untuk reseptor LDL. Apo-B adalah

protein monomer yang besar,mengandung 4536 asam amino, disintesa dihati

dan diperlukan untuk pembentukan VLDL, sedangkan Apo B-48 mengandung

2152 asam amino dan esensial untuk pembentukan kilomikron dan absorpsi

lemak makanan dalam usus. Apo B-100 juga ditemukan dalam bentuk IDL

dan LDL setelah penghapusan apo A, E dan C. Jadi Apo-B terdiri dari very

low density lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein (IDL) dan

low-density lipoprotein (LDL). Kadar plasma yang tinggi dari apo B-100 adalah

(33)

Selanjutnya, semua lipoprotein yang dianggap atherogenik termasuk LDL,

IDL, lipoprotein (a), dan sisa VLDL yang kaya trigliserida dan kilomikron,

mengandung apo-B sebagai elemen struktural utama. Oleh karena itu,

pemahaman mekanisme molekular yang mengatur biogenesis lipoprotein

yang mengandung apo-B dan dapat memberikan target terapeutik baru untuk

pencegahan penyakit jantung koroner.38,39

Apo-B merupakan protein sekretori, agar dapat di sekresikan, protein

tersebut digabungkan ke dalam VLDL.VLDL ini terdiri dari inti berupa lipid

netral (trigliserida dan ester kolesterol) dikelilingi oleh satu lapis struktur

amfiphatik (fosfolipid, kolesterol tanpa esterifiksasi) dimana apo B-100 terikat.

VLDL ini terbentuk dalam dua langkah, yang pertama terjadi selama translasi

dan translokasi dari apo B-100 kedalam lumen reticulum endoplasma (ER).

Pada langkah kedua apo B-100 berhubungan dengan lipid, membentuk VLDL

yang terjadi diluar retikulum endoplasma.

Langkah pertama terjadi selama biosintesis apo B-100 dan translokasi

melalui translokon ke dalam lumen ER. Selama proses ini, apo B-100 yang

merupakan bagian dari lipid, membentuk lipoprotein primordial, sebuah pra-

VLDL. Lipoprotein ini diisolasi dari retikulum endoplasma. Partikel primordial

dengan apo B-100 masih dipertahankan dalam sel, sedangkan apo B-48

meninggalkan sel untuk disekresikan. Retensi ini tergantung pada struktur

antara asam amino 3266 dan 4082 di apo B-100. Pra VLDL berisi trigliserida

dan fosfolipid dan terkait erat dengan membran endoplasma retikulum.

Translasi apo B-100 dikatalisis oleh protein transfer yang disebut

(34)

transfer protein). Pentingnya MTP untuk pembentukan VLDL diilustrasikan

dengan pengamatan bahwa MTP adalah gen untuk abeta-lipoproteinaemia,

yaitu ketidakmampuan untuk membentuk apo-B. Struktur MTP mengandung

kantong hidrofobik yang terlibat dalam transfer lipid. MTP ini berinteraksi

dengan apo-B, dan membantu menerjemahkan lipid dari apo B-100, juga

membentuk kantong pengikat lipid yang melibatkan struktur amfiphatik -sheet

di apo B-100. Kantung-kantung pengikat lipid, mendapatkan lipid dari transfer

protein.

Langkah kedua dalam pembentukan VLDL pertama kali diperoleh dari

mikroskop immunoelektron, di mana kehadiran bentuk non VLDL dari apo-B

di reticulum endoplasma kasar dan kehadiran apo-B yang bebas tetesan lipid

dalam retikulum endoplasma halus telah ditunjukkan. Apo-B yang

mengandung VLDL muncul pada gabungan antara retikulum endoplasma

kasar dan halus.

2.3.1. Metabolisme apolipoprotein B.

Lipid plasma utama terdiri atas kolesterol, trigliserida, phosfolipid dan

free fatty acid. Namun karena lipid ini bersifat tidak larut dalam air (hidrofobik)

maka agar dapat larut dalam plasma perlu membentuk kompleks lipid-protein

atau lipoprotein. Plasma lipoprotein sendiri, berdasarkan densitasnya, terdiri

atas: kilomikron, VLDL, LDL dan HDL.36

(35)

Kolesterol ester dan trigliserida merupakan hasil dari perubahan

kolesterol dan lemak bebas yang masuk lewat asupan makanan yang diserap

di usus halus. Kedua zat ini bersama dengan posfolipid dan apolipoprotein

akan membentuk lipoprotein dalam bentuk kilomikron (mempunyai apo B-48)

dan disekresi kedalam system limfatik, selanjutnya memasuki sirkulasi

sistemik. Meskipun mereka memainkan peran yang lebih kecil dalam struktur

dan metabolism kilomikron, apo AI dan A-IV juga termasuk dalam lipoprotein

yang dilepaskan dari usus, sedangkan apo CI, C-II, C-III, dan E yang

tergabung dalam lipoprotein dalam peredaran darah sebagai hasil transfer

dari HDL. Penggabungan apo C-II dalam partikel kilomikron sangat penting

bagi katabolisme trigliserida, apolipoprotein ini befungsi sebagai kofaktor

untuk enzim lipoprotein lipase (LP). LPL, yang melekat pada permukaan

lumen sel endotel kapiler melalui heparin sulfat-proteoglikan, menghidrolisis

asam lemak trigliserida. Sebagian besar apo-A dan apo-C dipindahkan ke

HDL dan sisanya untuk katabolisme oleh hati. Hal ini dapat terjadi melalui

reseptor LDL atau melalui LDL receptor related protein (LRP). Apo E

berfungsi sebagai ligan untuk reseptor kedua.

2. Sistem transpor endogen

Transportasi kolesterol dan trigliserida yang disintesis oleh hati mulai

terjadi melalui pelepasan VLDL, yang mengandung apo B-100 dan apo CI,

C-II, C-III, dan E. Seperti kilomikron Apo C-II berfungsi sebagai kofaktor

untuk LPL, yang menghidrolisis sebagian besar trigliserida dalam VLDL.

Hidrolisis ini menghasilkan partikel IDL. Selanjutnya hidrolisis oleh LPL dan

(36)

sebagian apo E, meninggalkan partikel LDL, yang berisi kolesterol

teresterifikasi yang merupakan komponen utama lipid dan apo B-100

sebagai apolipoprotein utama. Apo B-100 dikenali oleh reseptor LDL pada

hati dan jaringan lainnya, yang terdapat dalam lipoprotein, membuat

kolesterol tersedia untuk struktur membran sel dan sintesis hormon steroid.

Mengenai metabolisme kilomikron dan VLDL, hanya apo C-II sebagai

kofaktor untuk LPL, sedang apo C-III menghambat LPL dan aktivitas HL.

Oleh karena itu, rasio apo C-II dan apo C-III adalah penting dalam mengatur

konsentrasi plasma trigliserida, serta VLDL dan LDL.

Pada saat sintesa reseptor LDL jumlahnya terbatas atau reseptor tidak

memiliki afinitas yang tepat untuk apo-B (misalnya pada kelainan genetik

pada keluarga hiperkolesterolemia), atau ketika asupan makanan lemak

tinggi (yang menyebabkan down-regulasi dari sintesis reseptor LDL), akan

meningkatkan konsentrasi kolesterol plasma yang tidak normal. Akibat

kelebihan kolesterol yang mengandung apo-B, terutama LDL, dapat masuk

dalam makrofag dan sel busa dalam tunika intima pembuluh darah melalui

reseptor scavenger (CD36, SR-A), yang tidak memerlukan ligan

apolipoprotein yang spesifik. Reseptor scavenger ini memiliki afinitas yang

lebih tinggi untuk LDL dalam bentuk teroksidasi. LDL teroksidasi juga

berkontribusi pada peradangan pembuluh darah dan menghambat nitric

oxide (NO), sebuah vasodilator yang potensial.

3. Jalur Reverse Cholestrol Transport

Suatu proses yang membawa kolesterol dari jaringan kembali ke

(37)

Gambar 2.2 Transport Lipid

2.3.2. Patogenesa Dislipidemia pada Diabetes Melitus

Dislipidemia yang terjadi pada DM dapat bersifat kuantitatif maupun

kualitatif, yang mendasari hal tersebut adalah terjadinya resistensi insulin

pada DM. Kelainan kuantitatif diantaranya hipertrigliseridemia, peningkatan

LDL dan penurunan HDL. Sedangkan kualitatif diantaranya terbentuknya

VLDL1, small dense LDL dan HDL kaya trigliserida.41

Pada DM dengan resistensi insulin, hipertrigliseridemia dan

peningkatan pembentukan VLDL disebabkan oleh aktifitas hormon sensitif

lipase sehingga lipolisis meningkat, menyebabkan peningkatan asam lemak

bebas di hati sebagai bahan trigliserida endogen.42 Berkurangnya kerja insulin

(38)

menyebabkan aktifasi microsomal transfer protein (MTP) memindahkan TG

ke apo B membentuk preVLDL1, disamping hal tersebut penurunan

phospotydilinositol triphospat 3 (PIP3) pada DM meningkatkan aktifasi ADP

ribosylasi factor 1 untuk pembentukan VLDL1 dari preVLDL1, disamping hal

tersebut PIP3 juga berhubungan dengan penurunan degradasi apoB.41,42 VLDL1 kaya trigliserida dibandingkan VLDL2 yang dibentuk pada keadaan

normal, VLDL1 merupakan substrat untuk terbentuknya small dense LDL dan

HDL kaya trigliserida.42,43 Hiperglikemia penderita DM juga mengaktifasi lipidogenesis melalui aktifasi carbohydrate responsive element binding protein

yang meningkatkan enzim acetylCoA carboxylase dan fatty acid synthase.42 Pada penderita DM ditemui penurunan aktifitas lipoprotein lipase yang

menyebabkan hambatan degradasi trigliserida pada VLDL1, disamping hal

tersebut glycation pada apoB, apoC, apoE menyebabkan gangguan

katabolisme VLDL1.41.44 Pada resistensi insulin aktifitas enzim cholesteryl ester transfer protein (CETP) meningkat, hal ini menyebabkan pertukaran

trigliserida dan kolesterol ester dari VLDL1 ke HDL dan LDL. HDL dan LDL

kaya trigliserida merupakan substrat dari hepatic lipase yang akan

menghasilkan small dense LDL dan small HDL, small HDL akan terfiltrasi

melalui ginjal.41.45

Small dense LDL karena ukuran yang kecil dan katabolisme yang

terganggu lebih mudah masuk dan berikatan pada proteoglycan subendotel

(39)

mengalami oksidasi oleh myeloperoxidase dan heme. Glycation dan oksidasi

ini menyebabkan afinitas LDL kepada makrofag meningkat (scavenger

reseptor) untuk membentuk foam cell. Lisis foam cell meningkatkan

pelepasan sitokin, kemokin dan faktor jaringan (prokoagulan) yang akan

membentuk plak aterom sebagai awal proses aterosklerosis.48.49

Dari penelitian telah terbukti bahwa pengukuran apo-B merupakan

prediktor PJK yang lebih baik dan akan memberikan tambahan pada

pemeriksaan lipid dan lipoprotein yang sangat penting untuk diagnosis. Pada

beberapa keadaan dimana terdapat peningkatan jumlah partikel LDL yang

kecil padat, kadar LDL mungkin normal tetapi ditemukan peningkatan apo-B.

Kelebihan produksi apo-B akan menyebabkan peningkatan penangkapan

LDL oleh dinding arteri karena afinitas apo-B yang lebih besar terhadap

bahan-bahan interstisial, dan ini merupakan penyebab PJK.

2.3.3. Apolipoprotein B sebagai Marker Aterosklerosis

Seperti telah disebutkan diatas ada dua apolipoprotein B, yaitu apo

B48 dan apo B-100. Apo B-48 membawa trigliserida dan kolesterol dari usus

ke dalam sirkulasi sistemik, menyimpan sebagian besar trigliserida dalam

jaringan adipose dan otot dengan membersihkan hampir semua kolesterol

sebagai partikel kilomikron remnan di hati. Setiap partikel lipoprotein berisi

salah satu molekul apo B-48 atau satu molekul apo B-100 dan karena itu total

apo B sama dengan jumlah apo B-48 dan apo B-100. Partikel lipoprotein apo

B-100 terdiri dari VLDL, intermediate-density lipoprotein (IDL), LDL. VLDL

(40)

Masing-masing mengandung satu molekul apo B-100. VLDL membawa

trigliserida dari hati ke jaringan adiposa dan otot, danmemainkan peran kunci

dalam mempertahankan homeostasis kolesterol dalam hati. Setelah sebagian

besar inti trigliserida dihapus, VLDL menjadi LDL, partikel lebih kecil yang

diperkaya ester kolesterol daripada trigliserida. Sedangkan IDL mempunyai

ukuran dan komposisi yang sedang antara VLDL dan LDL, dan untuk tujuan

klinis, mereka dikelompokkan dengan LDL.50

Studi klinis telah menetapkan bahwa kolesterol dan trigliserida yang

tinggi dan rendahnya kadar kolesterol HDL terkait dengan peningkatan resiko

PJK. Tetapi dalam uji klinis yang baru menyelidiki hubungan apolipoprotein

dengan aterosklerosis sebagai faktor resiko terjadinya PJK. Pengukuran

kadar apo-B secara metodologis mempunyai keunggulan dibandingkan

pengukuran kolesterol LDL. Dimana LDL sering dihitung dengan meng-

gunakan parameter formula Friedewald. Yang mempunyai kelemahan

rendahnya kadar LDL. Menurut Scarnagl et al, Perhitungan dengan

parameter kolesterol LDL sering tidak akurat bila kadar trigliserida diatas 400

mg/dl. Sebaliknya pemeriksaan apo-B dapat diukur secara langsung, akurat

dan tepat dan tidak memerlukan sampel darah puasa, sesuai dengan standart

internasional, murah dilakukan. Konsentrasi apo-B plasma mencerminkan

jumlah lipoprotein aterogenik yang beredar dalam sirkulasi. Risiko yang

ditimbulkan dari partikel apolipoprotein B berhubungan dengan ukuran dan

jumlah apo-B dan lamanya apo-B dibersihkan dari plasma. Kilomikron

dibersihkan sangat cepat, dalam waktu 5-10 menit, VLDL lebih lambat antara

(41)

dapat menembus dinding arteri, oleh karena itu, berkontribusi penting untuk

risiko aterosklerosis. Karena heterogenitas apo-B yang berbeda dalam ukuran

dan komposisi, maka apo-B merupakan penanda lebih akurat risiko

aterosklerosis daripada kolesterol.50

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Apolipoprotein B

Pemeriksaan kadar apolipoprotein B, biasanya dilakukan

bersama-sama dengan tes lipid yang lain untuk membantu menentukan seseorang

terhadap risiko aterosklerosis, misalnya penyakit kardiovaskuler.38

Peningkatan kadar apolipoprotein B dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan

dibawah ini :

1. Diabetes melitus

2. Hipotiroid

3. Sindroma nefrotik

4. Hamil.

Penurunan kadar apolipoprotein B dipengaruhi oleh kondisi-kondisi

yang mempengaruhi produksi atau sintesisnya di dalam hati, yaitu

keadaan-keadaandibawah ini :

1. Hipertiroid

2. Gizi buruk

3. Penurunan berat badan

(42)

2.4. Pemantauan Kadar Hemoglobin Terglikosilasi (HbA1c) Pada Diabetes

Tujuan pengobatan dan pengelolaan penderita DM adalah untuk

menjaga agar kadar glukosa darahnya tetap terkontrol, untuk menghindari

≤terjadinya komplikasi vaskular tanpa menimbulkan komplikasi hipoglikemia.

Pemeriksaan kadar glukosa darah hanya menunjukkan kadar sewaktu

diperiksa saja, maka diperlukan pemeriksaan yang dapat memantau kadar

glukosa rata-rata selama beberapa waktu. Pemeriksaan itu adalah kadar

hemoglobin terglikosilasi ( HbA1c ). 51

HbA1c memberikan gambaran kadar glukosa rata-rata selama 100 –

120 hari (2-3 bulan) sebelumnya, sehingga dapat dipakai sebagai

pemantauan kontrol diabetes. HbA1c digunakan sebagai metode pemantauan

yang sangat akurat, sesuai dengan usia eritrosit. Berdasarkan ADA

merekomendasikan kadar HbA1c yang normal adalah ≤ 6,5% .52 HbA1c tidak hanya biomarker yang dapat diandalkan untuk kontrol glikemia tetapi juga

sebagai prediktor yang baik untuk dislipidemia.18,19

Pemeriksaan glukosa puasa dan 2 jam post prandial, bersama-sama

dengan HbA1c akan membantu penderita DM. meningkatkan kedisiplinan dan

memberikan gambaran yang jelas tentang mutu. pengelolaan, sehingga

(43)

2.3 Kerangka Konsep

Genetik

Lingkungan

Hiperglikemia

Glikasi Hb

DM Tipe 2

DM Tipe 2 Terkontrol HbA1c ≤ 7%

DM Tipe 2 Tidak Terkontrol

HbA1c ˃ 7 ̷%

APO B

Aterosklerosis

Gangguan Sekresi insulin

Resistensi

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional. Rancangan penelitian

cross sectional (potong lintang) dimana penelitian terhadap sampel hanya

dilakukan satu kali saja dan tidak dilakukan tindak lanjut.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik dan bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juli 2013 di

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik

Medan.

3.3. Populasi dan Subyek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian :

Populasi penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang berobat ke

Poliklinik Umum dan Poliklinik Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam

RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.2 Subyek Penelitian :

Subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang berobat ke

Poliklinik Umum dan Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam RSUP Haji

(45)

3.3.2.1 Kriteria Inklusi Subjek Penelitian :

1. Penderita DM tipe 2

2. Umur 35 – 65 tahun

3. Bersedia ikut dalam penelitian

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi :

1. Penderita gagal ginjal kronik

2. Penderita sirosis hati

3. DM tipe I dan tiroidism

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Metode pengambilan sampel tehnik non probability dengan

pen-dekatan consecutive sampling, dengan perkiraan besar sampel minimum dari

subjek yang diteliti dipakai rumus :

n1 = n2 =

n1 = n2 =

n1 = n2 =

n1 = n2 = 33,08

2α : Tingkat kepercayaan 95 % α = 5 %, 2α = 1,96

2β : Power 80 %, β = 20, 2β = 0,841

δ : Standart deviasi kadar apo B pada DM tipe 2 δ = 36,3

μ= μ : Perbedaan kadar apo B = 25

(46)

3.5. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan program Statistical

Package for the Social Science (SPSS) versi 17.0. Untuk melihat

perbandingan kadar apo-B pada DM tipe 2 dengan kadar gula darah

terkontrol dengan tidak terkontrol digunakan uji T-independent . Gambaran

karakteristik disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Untuk

melihat hubungan apo-B dengan LDL dan hubungan apo-B dengan HbA1c

pada DM tipe 2 terkontrol dengan tidak terkontrol dipakai korelasi Pearson.

Hasil tes dikatakan bermakna bila nilai p<0.05.

3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dengan Nomor :

291/KOMET/FK USU/2013.

Informed consent diperoleh secara tertulis dari subjek penelitian yang

menyatakan bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan

mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.7 Bahan dan Cara Kerja 3.7.1 Bahan yang diperlukan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah tanpa

(47)

3.7.2 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar

pertanyaan pada status dan keterangan yang ada pada status. Pemeriksaan

fisik dilakukan pada posisi penderita berbaring. Seluruh data dan hasil

pemeriksaan dicatat dalam status khusus penelitian.

3.7.3 Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.7.3.1 Pengambilan Sampel Darah

Untuk pemeriksaan kadar gula darah sampel darah diambil dari darah

vena mediana cubiti, sebelumnya pasien dipuasakan 10 – 12 jam. Tempat

punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70%

dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi.

Darah diambil dengan menggunakan Venoject sebanyak 7 cc, 2 cc

dimasuk-kan kedalam tabung yang berisi antikuagulan EDTA untuk pemeriksaan

HbA1c, kemudian 5 cc dimasukkan kedalam tabung plastik tanpa

anti-koagulan untuk pemeriksaan profil lemak dan apo-B.

3.7.3.2 Pengolahan Sampel

Darah tanpa antikoagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30

menit, Kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

3.7.4. Pemeriksaan Laboratorium 3.7.4.1 Pemeriksaan Kadar Gula Darah

(48)

Sampel yang digunakan adalah serum.

Hexokinase mengkatalisis fosforilasi glukosa oleh ATP untuk

membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Mengikuti reaksi, enzim kedua,

glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PDH) digunakan untuk katalisis oksidasi

dari glukosa-6-fosfat oleh NADP+ untuk membentuk NADPH. D-glucose + ATP HK D-glucose-6-phosphate + ADP

D-glucose-6-phosphate + NADP+ G6PDH D-6-phosphogluconate+ NADPH+ H+

3.7.4.2 Pemeriksaan Profil Lemak

Pemeriksaan dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik

dengan aoutomatic cobass 6000 C501.

Bahan sampel adalah serum.

Prinsip pemeriksaan masing-masing sebagai berikut :

1. Kolestrol total adalah dengan tes enzimatik kolorimetrik CHOD-PAP

(Cholestrol oxidase-phenazone anti peroxidase)

Prinsip :

Kolesterol ester diurai oleh reaksi cholesterol esterase menghasilkan

kolesterol bebas dan asam lemak

Cholesterol esters + H2O CE cholesterol +RCOOH

Oksidasi kolesterol kemudian menkatalisa oksidasi dari cholest – 4- en-3-one

dan hydrogen peroksida

Cholesterol + O2 CHOD cholest – 4- en-3-one + H2O2

Pada reaksi peroksidase, hydrogen peroksidase membentuk efek oxidative

coupling dari phenol dan 4-aminoantipyrine untuk membentuk warna merah

(49)

2H2O2 + 4-AAP + Phenol POD quinine-imine dye + 4 H2O

Intensitas warna yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi

kolesterol. Hasil ditentukan dengan mengukur peningkatan absorben pada

512 nm

2. Trigliserida dengan tes enzimatik kolorimetrik

Prinsip:

Trigliserida di hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi gliserol

dan asam lemak

Trigliserida LPL gliserol + asam lemak

Gliserol kemudian mengalami fosforilasi menjadi gliserol-3-fosfat oleh ATP

pada reaksi katalisasi oleh enzim gliserol kinase (GK)

Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP

Oksidasi dari gliserol-3-fosfat di katalisasi oleh enzim gliserol fosfat oksidase

(GPO) untuk menghasilkan dihidroksiaseton fosfat dan hidrogen peroksidase

(H2O2)

Gliserol-3-Fosfat + O2 GPO Dihidroksiaseton fosfat +H2O2

Pada peroksidase (POD), efek hidrogen peroksidase mengalami ikatan

oksidatif dengan 4-klorofenol dan 4-aminofenazon menghasilkan warna

merah dari pewarna quinoneimine. Diukur pada panjang gelombang 512 nm.

Peningkatan absorben berbanding lurus dengan konsentrasi trigliserida dalam

sampel.

(50)

3. HDL dengan tes enzimatik kolorimetrik

Prinsipnya

Konsentrasi kolesterol dari HDL-C ditentukan secara enzimatik oleh kolesterol

esterase dan kolesterol oksidase yang berikatan dengan Polyethylene Glycol

(PEG). Kolesterol ester dipecah secara kuantitatif menjadi kolesterol bebas

dan asam lemak oleh kolesterol esterase. Kolesterol dioksidasi oleh kolesterol

oksidase menjadi ∆4-cholestenone dan hidrogen peroksidase

HDL-C ester + H2O PEG- kolesterol esterase HDL-C + RCOOH

HDL-C + O2 PEG- kolesterol oksidase ∆4-cholestenone + H2O2

Intensitas warna dari pewarna biru quinoneimine dibentuk berbanding lurus

dengan konsentrasi HDL-C. Hal ini ditentukan dengan mengukur peningkatan

absorben pada panjang gelombang 583 nm.

2H2O2 + 4-aminoantipyrine + HSDA + H+ Peroksidase pigmen biru ungu

+4H2O

HSDA = Sodium N-(2-hydroxy-3-sulfopropyl) -3,5 dimethoxyaniline.

4. LDL didapatkan dengan tes enzimatik kolorimetrik

Prinsipnya :

LDL kolesterol ester Kolesterol esterase kolesterol+asam lemak bebas LDL kolesterol + 02Kolesterol oxidase ∆4 -kolestenone+H2O

2H2O2 + 4-aminoantipyrine + HSDA +H2O + H peroxidase pigmen

Biru ungu+5H2O

(51)

HSDA = Sodium N-(2-hydroxy-3-sulfopropyl)-3,5-dimethoxyaniline

Intensitas warna zat biru-ungu ini yang terbentuk secara langsung sebanding

dengan konsentrasi kolesterol yang diukur dengan photometer.

Reagen - working solutions :

R1 MOPS (3-morpholinopropane sulfonic acid buffer) : 20,1 mmol/L. pH 6,5 ; HSDA : 0,96 mmlo/L ; ascorbate oxidase : ≥ 50 μkat/L,

peroxidase (horseradish): 167 μkat/L ; preservative

R2 MOPS (3-morpholinopropane sulfonic acid buffer) : 20,1 mmol/l. pH 6,8 ; MgSO4.7H2O : 8,11 mmlo/l ; 4-aminoantipyrine : 2,46 mmol/L

cholesterol esterase : ≥ 50 μkat/L, cholesterol oxidase : 33,3 μkat/L ;

peroxidase (horseradish): 334 μkat/L ; detergent ; preservative.

Cara Kerja : Alat dan program ready

Kadar LDL kolesterol diukur secara automatisasi pada panjang

gelombang 600 nm. Hasil pemeriksaan dilaporkan dalam mg/dl.

Kalkulasi analit dengan faktor konversi :

mmol/L x 38,66 = mg/dl atau mg/dl x 0,0259 = mmol/L

3.7.4.3 Pemeriksaan Apolipoprotein B

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode immunoturbidimetric test,

dengan alat . analyzer Cobas 6000 C 501.

Prinsipnya :

Human apolipoprotein B membentuk suatu endapan dengan anti serum

(52)

Reagen :

R1 : TRIS buffer : 50 mmol/L, pH 8,0; polyethylene glycol : 4,2%;

detergent; pengawet dalam vial A (cairan).

SR : Anti- human apolipoprotein B antibody (domba); TRIS buffer :

100mmol/L, pH 8,0; pengawet dalam vial C (cairan)

Cara Kerja : Alat dan program siap

Kadar Apolipoprotein B diukur secara otomatik pada panjang

gelombang 340 nm. Hasil pemeriksaan dilaporkan dalam mg/dL. Kalkulasi

analit dengan faktor konversi : g/L x 35,7 = µmol/L, g/L x 100 = mg/dL, mg/dL

x 0,357 = µmol/L.

Nilai target :

Perempuan : 0,60-1,17 g/L

n = 150 : 60-117 mg/dL atau 2.27-4.43 µmol/L

Laki-laki : 0,66-1,33 g/L

n = 150 (66-133 mg/dL atau 2,50-5,04 µmol/L)

Sampel stabil : 1 hari 20-250C , 1 minggu 2-80C, 6 bulan pada -200C

3.7.4.4 Pemeriksaan HbA1c

Prinsip Pemeriksaan : Total konsentrasi Hb dan HbAIc ditentukan setelah

hemolisis dari antikoagulan specimen darah secara keseluruhan.Total Hb di

ukur secara kolorimeter, HbAIc diukur menggunakan alat Automatic Cobas

6000 C 501 system menggunakan monoclonal antibodies yang kemudian

ditambahkan partikel lateks. Antibodi berikatan dengan fragmen β-N –terminal

(53)

Sisa dari antibodi yang bebas kemudian beraglutinasi dengan polimer sintetik

yang membawa multiple copies struktur β-N –terminal dari HbAIc. Perubahan

di dalam kekeruhan berhubungan terbalik dengan jumlah ikatan glycopeptides

dan kemudian diukur menggunakan turbidimetrically pada 552 nm.

3.7.5 Pemantapan Kualitas

Hasil dari suatu pemeriksaan laboratorium dapat berkualitas baik bila

dilakukan pemantapan kualitas untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam

pemeriksaan. Untuk itu sebelum diakukan pemeriksan terlebih dahulu

dilakukan kalibrasi alat.

Pemeriksaan yang baik apabila test tersebut memenuhi syarat teliti

(precision), akurat (acuration) dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh

pabriknya (ada nilai targetnya). Ketepatan merupakan prasyarat dari

ketelitian.

3.7.5.1 Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium

Untuk kalibrasi pemeriksaan Apo B dengan alat Cobas 6000 Analyzer,

dilakukan dengan menggunakan control assay C.f.a.s (calibrator for

automated system) lipid Cat. No. 12172623.

Kalibrasi ini berguna untuk menentukan konsentrasi standart pada kurva

kalibrasi sehingga didapat kurva kalibrasi yang bersifat linier.

Kalibratornya dalam bentuk serbuk yang diencerkan dengan NaCl

(54)

otomatis oleh instumen. Selama penelitian kalibrasi dilakukan sekali pada

waktu membuka reagen baru.

Grafik 3.1 Kalibrasi Apo-B

3.7.5.2 Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kadar Apo-B

Pemeriksaan Apo-B dilakukan dengan analyzer Cobas 6000 C 501

yang mengitung analite konsentrasi dari masing-masing sampel. digunakan

assay control Precinorm L Cat. No 10781827. Pemantapan kualitas dilakukan

dengan cara mengerjakan sample penelitian bersama-sama dengan assayed

control. Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan ApoB dilakukan

sebanyak 4 kali bersamaan dengan pemeriksaan sampel, dengan nilai target

(55)

Tabel 3. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kadar Apo B

No Tanggal

Pemeriksaan

Kelompok

Pemeriksaan

Nilai Kontrol

(mg/dl)

Nilai Target

(mg/dl)

1. 27-03-2013 N= 10 48 43.5 - 51.1

2. 10-04-2013 N=15 51 43.5 - 51.1

3 23-04-2013 N=18 46 43.5 - 51.1

4 26-06-2013 N=23 47 43.5 - 51.1

3.8. Batasan Definisi Operasional

1. Diabetes Melitus

Disebut DM apabila didapati gejala klinis dan pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan KGD puasa ≥126 mg / dl, KGD 2 jam PP ≥

200 mg/dl.

2. Apolipoprotein B

Merupakan protein utama yang membentuk lipoprotein.

Apo B diukur berasal dari serum penderita DM dengan kadar gula

darah terkontrol dan tidak terkontrol.

Sampel serum diambil setelah pasien berpuasa selama minimal 8-12

jam diukur dengan metode Imunoturbidimetri.

Nilai normal : laki-laki : 66-133 mg/dl

(56)

3. HbA1c

HbA1c (glycated hemoglobin) merupakan gold standard untuk

menentukan kontrol gula darah pada penderita DM. Apo B diukur berasal dari

serum penderita DM dengan kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol.

Suatu DM dikatakan terkontrol baik bila kadar HbA1c ≤ 7 %, sedangkan DM

tidak terkontrol bila HbA1c ˃ 7 %.27

3.9. Alur Penelitian

Subjek Penelitian

1.Tidak bersedia ikut dalam penelitian

(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar apo-B

pada pasien DM tipe 2 dengan kadar gula darah (KGD) terkontrol dan tidak

terkontrol, dilaksanakan mulai Mei 2013 sampai Juli dengan 2013. Subjek

penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang berobat ke Poliklinik Endokrinologi

Departemen Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan, dengan kriteria

diagnosa dari Perkeni tahun 2006. Pada subjek penelitian dilakukan

anamnesa dan pemeriksaan laboratorium. Data tersebut dicatat didalam

status khusus penelitian.

Subjek penelitian penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol

berjumlah 33 orang yaitu 16 orang laki-laki dan 17 orang perempuan dengan

kisaran umur 42-65 tahun. Subjek penderita DM tipe 2 dengan KGD tidak

terkontrol berjumlah 33 orang yaitu 18 orang laki-laki dan 15 orang

perempuan dengan kisaran umur 47-65 tahun.

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kedua Kelompok

(58)

Dari tabel diatas terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna kadar

trigliserida diantara penderita DM tipe 2 KGD terkontrol dan tidak terkontrol

dimana keduanya tidak menunjukkan keadaan hipertrigliseridemia, nilai

rata-rata trigliserida DM tipe 2 dengan KGD terkontrol lebih tinggi dari DM tipe 2

KGD tidak terkontrol. Walaupun kadar HDL tidak berbeda bermakna tetapi

kadarnya dibawah nilai normal (>65mg/dl). Nilai kolesterol dan LDL me-

nunjukkan perbedaan bermakna diantara kedua subjek penelitian. Terdapat

perbedaan bermakna kadar apo-B diantara penderita DM tipe 2 kadar gula

darah terkontrol dan tidak terkontrol (p=0.011).

Gambar 4.1 Hubungan Apo-B dengan LDL DM Tidak Terkontrol

Hubungan antara nilai LDL dan apo-B pada penderita DM tipe 2 KGD tidak

terkontrol diuji menggunakan korelasi pearson.

Dijumpai hubungan yang kuat dijumpai antara LDL dan apo-B dengan

Gambar

Gambar 2.1  Struktur Lipoprotein
Tabel 2.2 Jenis Apolipoprotein, Lipoprotein, dan Tempat sintesis38
Gambar 2.2  Transport Lipid
Grafik 3.1  Kalibrasi Apo-B
+5

Referensi

Dokumen terkait

Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat perbedaan antara nilai MPV pada pasien DM tipe 2 yang terkontrol dan yang tidak

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kecemasan dengan kadar gula darah penderita DM tipe 2 di RSUD Salatiga.. Kata kunci : Kecemasan, kadar gula darah, DM

Abdul Moloek Bandar Lampung” yang dapat digunakan sebagai upaya skrining kadar trigliserida pada pasien DM tipe 2 yang tidak terkontrol sehingga dapat dilakukan tindakan

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan diabetes melitus terkontrol dan tidak terkontrol dengan faktor risiko obstructive sleep apnea. Kata Kunci: Diabetes Melitus, DM, Risiko

Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yakni peneliti ingin membandingkan kadar trigliserid pada pasien DMT2 terkontrol dan tidak terkontrol, hasil

Hasil: Pada penelitian ini didapat kadar KGD puasa, HbA1c dan ferritin yang lebih tinggi bermakna ( p&lt; 0,001) pada penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol dibandingkan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol terhadap penurunan pendengaran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Peterongan terhadap penderita DM tipe 2 tidak terkontrol dapat disimpulkan bahwa seluruh responden (100 %)