• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD QURAISH SHIHAB (Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD QURAISH SHIHAB (Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

PERSPEKTIF MUHAMMAD QURAISH SHIHAB

(Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

NURUL ANIFAH

NIM 111 13 294

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

(7)

PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan ridho Allah Swt. skripsi sederhana ini penulis persembahkan

untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Sarbini dan Ibu Juwarti yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa untuk kelancaran urusanku,.

Keempat kakakku (Umi, Ahmad, Siti, dan Maslikhan) serta seluruh

keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan sehingga saya dapat

sampai pada titik ini.

2. Sahabat-sahabatku di mana pun berada yang tak jenuh mendengarkan

keluh kesahku dan memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

3. Saudara seperjuangan angkatan 2013 terkhusus kelas PAI. H, teman-teman

PPL, KKN, dan teman lainnya di IAIN SALATIGA yang telah

memberikan motivasi, inspirasi, hiburan, dan pengalaman baru sehingga

lebih bersemangat dalam belajar.

4. Seluruh dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu wawasan serta

doa, khususnya untuk Bpk. Rasimin, M.Pd. selaku dosen pembimbing

skripsi saya ucapkan terimakasih untuk kesabaran, nasihat dan

dukungannya selama ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyanyang. Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.

yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam

penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw. yang

telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan, sehingga penyusunan

skripsi yang berjudul: “PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK

PERSPEKTIF MUHAMMAD QURAISH SHIHAB (Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak) dapat terlesaikan.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah

memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Bapak Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa

memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat

terselaikan dengan baik.

5. Bapak M. Yusuf Khummaini, M.HI. selaku Dosen Pembimbing Akademik

(9)

6. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali

pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam

penyelesaikan skripsi ini

8. Berbagai pihak secara langsung dan tidak langsung yang telah membantu

baik moril maupun materiil dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari dan mengakui

bahwa dalam penulisan ini jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan

keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak

kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan

memberikan sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 28 Juli 2017

(10)

ABSTRAK

Anifah, Nurul. 2017. Pemikiran Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Muhammad Quraish Shihab (Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak).

Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin, M.Pd.

Kata kunci: Pendidikan, Akhlak

Muhammad Quraish Shihab adalah seorang mufassir ternama di indonesia. Salah satu bukunya adalah Yang Hilang Dari Kita Akhlak, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak dalam pandangan M. Quraish Shihab dalam buku yang khusus membahas tentang akhlak itu. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pendidikan menurut M. Quraish Shihab dalam buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak (2) Bagaimana Relevansi relevansi pemikiran M. Quraish Shihab tentang pendidikan akhlak terhadap pendidikan di Indonesia saat ini.

Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh bersumber dari literature. Sumber data primer adalah buku

Yang Hilang Dari Kita Akhlak, sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang berkaitan dan relevan dengan tema penelitian ini. Adapun teknik analisis data menggunakan metode deskriptif, deduksi, dan induksi.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Metode Penelitian ... 5

F. Penegasan Istilah ... 8

G. Sistematika Penulisan... 11

BAB II. BIOGRAFI MUHAMMAD QURAISH SHIHAB……… 11

A. Setting Sosial ... 12

(12)

C. Sekilas Tentang Buku... 22

D. Corak Pemikiran... 23

BAB III. PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK……… 26

A. Pendidikan Akhlak... ... 26

1. Pengertian Pendidikan ... 26

2. Pengertian Akhlak... ... 27

B. Pendidikan Akhlak Menurut Quraish Shihab ... 29

1. Baik dan Buruk... 30

2. Akhlak Luhur... ... 32

3. Cara Membentuk Akhlak... .... 40

BAB IV. ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK DI INDONESIA……….. 44

A. Analisis Pendidikan Akhlak Menurut M. Quraish Shihab ... . 44

B. Relevansi Pendidikan Akhlak menurut M. Quraish Shihab dengan Pendidikan Akhlak di Indonesia... 54

BAB V. PENUTUP………... 66

A. Kesimpulan... .. 66

B. Saran-saran ... .. 67

DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam datang sebagai pencerahan atas gelapnya zaman yang

melanda kehidupan manusia. Jahiliyah merupakan sebutan bagi zaman

yang mengalami kebobrokan akhlak dan perilaku sosial lainnya. Allah

swt. mengutus Nabi Muhammad saw. untuk membawa risalah kenabian

yang mana satu pokok tujuan risalahnya adalah perihal akhlak. Beliau

Rasulullah saw. bersabda:

Artinya: “sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) semata-mata untuk

menyempurnakan kemuliaan akhlak”. (HR. Al-Bukhari,

al-Hakim dan al-Baihaqi)

Pendidikan merupakan sebuah jembatan bagi manusia untuk

mengetahui segala sesuatu, mengidentifikasi antara yang haq dan bathil.

Proses mencari tahu dan memberitahu merupakan hakikat manusia sebagai

makhluk Allah swt. yang dikaruniai akal. Mencari tahu dari diri sendiri,

orang lain dan alam sekitar. Menurut Sadulloh (2014:3-4) pendidikan

memiliki arti khusus dan arti luas. Dalam arti khusus pendidikan hanya

dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum

(14)

pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan

hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia.

Karena hal ini potensi dididik dan mendidik (Daradjat,1996:16). Urgensi

pendidikan bagi manusia sudah tidak dapat dielakkan lagi. Selain sebagai

pelaku pendidikan, manusia juga sebagai sasaran pendidikan. Hal itu

dikarenakan manusia adalah makhluk istimewa yang memiliki

komplektifitas tinggi sehingga perlu untuk dipelajari. Adapun fokus utama

pendidikan agama islam adalah membentuk manusia yang berakhlak

mulia.

Para pakar Muslim menyatakan bahwa akhlak adalah sifat dasar

yang telah terpendam di dalam diri dan tampak ke permukaan melalui

kehendak dan terlaksana tanpa keterpaksaan oleh satu dan lain sebab

(Shihab,2016:4). Akhlak merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik

buruknya akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya

keimanan seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan

membenarkan dengan seyakin-yakinnya akan ke-Esa-an Allah, meyakini

bahwa Allah mempunyai sifat sempurna dan tidak memiliki sifat kurang,

atau menyerupai sifat-sifat makhluq ciptan-Nya (Siroj,2004:3).

Untuk mengetahui bagaimana seseorang dapat berakhlak terpuji

atau tercela, Imam al-Ghazali mengemukakan gagasan bahwa,”Bila kondisi kejiwaan itu baik dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang dinilai

(15)

Sebaliknya pun demikian”.(Shihab:2016,5). Begitu istimewanya sebuah akhlak bahkan menjadi lambang kualitas manusia terkhusus seorang

muslim. Hal ini patut menjadi renungan, bahwa manusia hendaklah

membangun akhlak pribadi semaksimal mungkin untuk mencapai

kesempurnaan sebagai makhluk sebagaimana tuntunan yang telah

diuswahkan oleh Nabi Muhammad saw.

Dalam buku yang berjudul “Yang Hilang dari Kita Akhlak”, M. Quraish Shihab mengupas tuntas tentang makna akhlak hingga akhlak

dinyatakan telah hilang dari dalam diri seorang muslim. Bahkan

akhlak-akhlak islami terlihat di Negara-negara yang mayoritas penduduknya

adalah pemeluk Non-Islam (Shihab,2016:xiii). Tidak jarang kita

mendengar dari orang Barat bahwa apa yang mereka baca tentang islam

jauh berbeda dengan apa yang dipraktikkan oleh yang “mewakili” Islam.

Demikian terlihat bahwa memang ada yang hilang dari kita atau tidak

banyak lagi dari kita yang mengamalkan Islam (Shihab,2016:xiv-xv).

Dengan pandangan yang sangat menarik ini, penulis terdorong

untuk mengangkat judul “Pemikiran Pendidikan Akhlak Menurut Muhammad Quraish Shihab (Studi Analisis Buku Yang Hilang Dari Kita Akhlak)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah:

(16)

2. Bagaimana relevansi pemikiran M. Quraish Shihab tentang pendidikan

akhlak terhadap pendidikan di Indonesia saat ini?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut M.

Quraish Shihab.

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi pemikiran M. Quraish Shihab

tentang pendidikan akhlak terhadap pendidikan di Indonesia saat ini.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif

bagi dunia pada umumnya dan pengembangan nilai-nilai pendidikan

akhlak islamiyah pada khususnya. Serta menambah wawasan tentang

pemikiran M. Quraish Shihab tentang pendidikan akhlak.

2. Praktis

Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas

lembaga pendidikan terutama pendidikan islam. Diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

pendidikan. Serta menambah wawasan bagi penulis untuk mengetahui

(17)

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari

penelitian, yaitu: jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data

dan analisis data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat literer yang berfokus pada referensi buku

dan sumber-sumber yang relevan karena yang dijadikan objek kajian

adalah hasil pemikiran. Penelitian literer lebih difokuskan kepada studi

kepustakaan (Amirin,1995:135). Penelitian dilakukan dengan

mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku,

artikel atau yang lainnya yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data

dapat diperoleh. (Arikunto,1997:107) Sedangkan data-data tersebut

dibagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama

digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Adapun sumber data primer adalah buku “yang hilang dari kita

AKHLAK” karya M.Quraish Shihab.

(18)

Sumber data sekunder didapatkan dari sumber-sumber

bacaan lain seperti Akhlak yang Mulia karya Humaidi

Tatapangarsa, dan buku-buku pendidikan akhlak lainnya dan

informasi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan meode/teknik pengumpulan data

pustaka yaitu membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari

berbagai buku dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini.

Akan tetapi tetap mengutamakan data primer

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode,

yaitu:

a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang. Menurut Whitney yang dikutip oleh Nazir (1985:63)

metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang

tepat. Peneliti melakukan analisis data dengan deskriptif yang

menggambarkan pemikiran M. Quraish Shihab tentang pendidikan

akhlak.

(19)

Metode analisis yaitu penanganan terhadap suati

objek-objek penelitian yang satu dengan pengertian yang lain

(Suryabrata,1983:31). Dalam proses ini penulis menggunakan dua

cara yang saling bergantian, yaitu:

1) Proses Analisa Deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang

umum kemudian dibuat eksplisitasi dan penerapan lebih

khusus. Yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam

permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses

pengambilan permasalahan-permasalahan yang bersifat khusus.

2) Proses Analisa Induksi, yaitu dari khusus ke umum. Induksi

pada umumnya disebut generalisasi, yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar

data itu menyusun suatu ucapan umum.

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dalam menafsirkan

istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu

untuk memberikan sebuah penegasan istilah yang terdapat dalam judul

ini,antara lain:

1. Pendidikan Akhlak

Secara terminologi, pendidikan merupakan terjemahan dari

istilah Pedagogi yaitu berasal dari Bahasa Yunani Kuno Paedos dan

(20)

Akhirnya pedagogie diartikan sebagai budak yang mengantarkan anak

majikan untuk belajar (Jumali dkk,2004:17). Dinamakan pendidikan

apabila dalam kegiatan tersebut mencakup hasil yang rambahannya

(dimensi) pengetahuan sekaligus kepribadian. Dengan demikian

hakikat pendidikan adalah kegiatan formal yang melibatkan guru,

murid, kurikulum, evaluasi, administrasi yang secara simultan

memproses peserta didik menjadi bertambah pengetahuan, skill dan

nilai kepribadiannya dalam suatu keteraturan kalender akademik

(Jumali dkk,2004:19).

Sedangkan menurut UU No. 20 th 2003 tentang sistem

pendidikan nasional (Ra‟uf,2005:91), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan

dengan budi pekerti, kelakuan. Sedangkan moral diartikannya sebagai

ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai

perbuatan, sikap, kewajiban, dsb. Akhlak juga diartikan dengan

kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,

bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, sebagaimana ia juga dipahami

(21)

dalam perbuatan. Sedangkan etika diartikannya dengan ilmu tentang

apa yang baik apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak) (Shihab,2016:3).

Secara etimologi, akhlak berasal dari Bahasa Arab adalah

bentuk jamak dari Khuluq ( ْ قُلُخ) yang pada mulanya bermakna ukuran,

latihan dan kebiasaan. Dari makna pertama (ukuran) lahir kata

makhluk, yaitu ciptaan yang memiliki ukuran, sedangkan dari makna

yang kedua (latihan) dan ketiga (kebiasaan) lahir sesuatu yang positif

maupun negatif (Shihab,2016:3). Makna-makna diatas mengisyaratkan

bahwa akhlak dalam pengertian budi pekerti maupun sifat yang mantap

dalam diri seseorang baru dapat dicapai setelah berulang-ulang latihan

dan dengan membiasakan diri melakukannya. baik pula akhlaknya). Yang pertama dapat dilihat dengan mata

kepala, sedang yang kedua karena bersifat batin “tidak terlihat substansinya”, tetapi terlihat dampak pada aktifitasnya. Hakikat

(22)

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan

bahwa pendidikan akhlak adalah tuntunan mengenai dasar-dasar

akhlak yang berkaitan dengan budi pekerti yang harus ditanamkan

pada seseorang sejak dini agar menjadi sebuah kebiasaan yang

menginternalisasi dalam dirinya dan lahir dalam perilaku dan etika

kehidupannya. Penanaman tersebut dapat dilakukan melalui

pendidikan formal, non formal dan informal sehingga dapat

mencapai tujuan yaitu manusia yang berakhlak mulia.

2. M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi

Selatan, tanggal 16 Februari 1944 (Iqbal dan Nasution,2013:252).

Beliau adalah salah seorang cendekiawan muslim Indonesia dalam

ilmu Al Qur‟an. Lahir membawa bakat keilmuan dari ayahnya yaitu

almarhum Prof. H. Abd. Rahman Shihab seorang guru besar ilmu

tafsir, mendorong nya untuk mengenal dan mendalami ilmu tafsir

dalam pendidikannya. Diantara karya terbesar beliau adalah Tafsir Al

Misbah, yang menafsirkan Al Quran dengan metode tahlili. M.

Quraish Shihab pernah menjadi Menteri Agama pada Kabinet

Pembangunan VII tahun 1998 (Iqbal dan Nasution,2015:253).

Berdasarkan uraian di atas, M. Quraish Shihab merupakan

(23)

Banyak karya atau pemikiran beliau yang menjadi sumber atau rujukan

para pendidik dalam dunia pendidikan saat ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dapat dipahami sebagai suatu tata urutan yang saling

berkaitan, saling berhubungan, melengkapi, serta menjelaskan. Dalam

penyusunan skripsi ini secara menyeluruh terdapat lima bab, yaitu:

Bab I. Bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

pustaka dan sistimatika penulisan skripsi.

Bab II. Bab ini berisi tentang biografi (meliputi biografi dan setting

sosial M. Quraish Shihab).

Bab III. Bab ini berisi tentang konsep pendidikan akhlak

berdasarkan pemikiran M. Quraish Shihab.

Bab IV. Bab ini berisi analisis tentang konsep pendidikan akhlak

berdasarkan pemikiran M. Quraish Shihab untuk menjawab tentang

pendidikan islam di Indonesia dewasa ini.

(24)

BAB II

BIOGRAFI QURAISH SHIHAB

A. Setting Sosial

1. Masa Kecil

Muhammad Quraish Shihab berasal dari keluarga ulama

berpengaruh di Ujungpandang (Makassar). Ayahnya, Abdurrahman

Syihab (1905-1954) adalah seorang guru besar dalam bidang tafsir.

Selain bekerja sebagai wiraswasta, ayahnya sejak muda juga

melakukan kegiatan berdakwah dan mengajar, terutama dalam bidang

tafsir (Iqbal dan Nasution,2010:252). Quraish Shihab lahir 16 Februari

1944 di Lotassalo, kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi

Selatan (Anwar,dkk,2015:XXII) yang berjarak sekitar 185 km dari

kota Makassar (Anwar dkk,2015:3).

Rappang adalah kampung halaman ibunda Quraish, Asma

Aburisy. Ibunya merupakan keturunan bangsawan, nenek Asma,

Puattulada, adalah adik kandung Sultan Rappang (Anwar,dkk,2015:5).

Darah Bugis mengaliri tubuhnya. Sedangkan ayahnya, Habib

Abdurrahman Shihab yang lahir di Makassar 1915, menitis darah

Arab. Abdurrahman adalah putera Habib Ali bin Abdurrahman Shihab,

seorang juru dakwah dan tokoh pendidikan kelahiran Hadramaut,

(25)

Shihab adalah marga yang sudah melekat pada leluhur Quraish

dari pihak ayahnya selama ratusan tahun. Shihab merujuk pada dua

ulama besar, Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar (wafat 946 H) dan

cucunya Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashgar (wafat 1036 H). Kata

Syahabuddin kemudian disingkat menjadi Syahab. Hampir semua

keturunan Ahmad Syahabuddin al-Ashgar kemudian disebut bin

Syahab. Belakangan ada yang tetap menggunakan Syahab ada yang

Syihab termasuk keluarga Quraish (Anwar,dkk:9).

Dalam bahasa Arab, meski pengucapannya beda, arti syihab

atau syahab sebenarnya sama saja, yaitu suluh api atau bintang.

Ayahnya mengatakan kata syihab lebih tepat karena sesuai yang tertera

dalam ayat Al Qur‟an (Anwar,dkk:9). Pada namanya dituliskan sjihab, sesuai ejaan lama. Demikian juga pada nama Quraish saat ia

didaftarkan di SD Lomponattang, Makassar dan SMP Muhammadiyah

Malang; tertera nama Quraisj Sjihab. Tetapi setelah mengenyam

pendidikan di Kairo, Mesir, Ia mengganti huruf “SJ” dengan “SH”,

sesuai dengan ejaan bahasa Inggris (Anwar,dkk:10).

Aba Abdurrahman, selalu mengajak anak-anaknya untuk sholat

berjamaah, membaca wirid tasbih, tahmid, takbir dan tahlil,...kemudian

mengenalkan putra putrinya tentang Al Qur‟an dengan caranya

tersendiri. Petuah-petuah itu kemudian ditelaah oleh Quraish Shihab

sehingga diketahui bahwa sumbernya adalah Al-Qur‟an, Nabi, Sahabat

(26)

membimbingnya. Petuah dari Sang Ayah menumbuhkan benih-benih

kecintaan terhadap tafsir dalam jiwanya.

Quraish hanya 1 tahun mengenyam pendidikan di SMP

Muhammadiyah Makassar. Kemudian nyantri di Pesantren Dar

al-Hadits al Fiqhiyah Malang, Jawa Timur sekaligus melanjutkan

pendidikan SMP di Malang, Quraish meninggalkan Indonesia

merantau ke Mesir pada usia 14 tahun bersama adinya Alwi 12 tahun

(Anwar,dkk,2015:14). Ayahnya selalu menekankan pendidikan tinggi

untuk anak-anaknya. Bahkan Aba Adurrahman pernah menyatakan

“Kalau perlu Aba jual gigi” dan “jangan pulang sebelum doktor”

(Anwar,dkk,2015:12-13).

2. Nyantri di Malang

Quraish Shihab nyantri di Ma‟had (Pesantren) Dar al- Hadits al

Fiqhiyah Malang, Jawa Timur yang terletak di jalan Aris Munandar

pada tahun 1956. Habib Abdul Qadir Bilfaqih, pendiri sekaligus

pinpinan ma‟had memberinya izin untuk belajar di dua lembaga

pendidikan sekaligus, yaitu ma‟had dan SMP Muhammadiyah Malang

(Anwar,dkk,2015:43).

Quraish memang menjadi santri kesayangan Habib, bukan

karena anak dari Aba Abdurrahman melainkan ketekunan belajarnya

yang berbeda dengan santri yang lain. Di ma‟had al-Fiqhiyah inilah

Quraish belajar tentang keikhlasan adalah kunci utama proses belajar

(27)

mengamalkannya harus disertai kerendahan hati dan rasa takut kepada

Allah. Hal itu tidak hanya didengarnya sebagai petuah akan tetapi

tercermin dalam kehidupan guru-gurunya terutama sosok yang sangat

dicintainya yaitu Habib Abdul Qadir Bilfaqih. Seringnya menyertai

Habib dalam berdakwah di luar ma‟had secara tidak langsung Quraish

terlatih berdakwah (ceramah) di muka umum. Pernah beberapa waktu

Quraish diberikan kesempatan untuk memberikan ceramah sebelum

giliran Habib. Bahkan Quraish menyatakan,” Tapi dampak ajaran

Habib jauh lebih berarti dari belasan tahun masa studi saya di Mesir.”

(Anwar,dkk,2015:49).

3. Ke Kairo Berburu Doktor

Bersama 14 anak muda berbeasiswa utusan provinsi Sulawesi

Quraish berangkat menaiki kapal selama 16 hari. Baginya berangkat

ke Mesir adalah mewujudkan mimpi Aba Abdurrahman yang dulu

sangat ingin menuntut ilmu ke negeri piramida itu. Keberangkatan

studi ke Kairo, Mesir tercatat bulan November 1958. Ia berangkat ke

Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar ((Iqbal

dan Nasution,2010:252).

Hidup sederhana mengandalkan uang beasiswa berlangsung

lama karena memang ayahnya tidak mengirimi uang tetapi tidak putus

mengirimi nasehat (Anwar,dkk,2015:62). Bukan karena tidak punya

(28)

Quraish Shihab menemukan sosok idola seperti Habib Abdul

Qadir bilfaqih dulu. Yaitu Syeikh Abdul Halim Mahmud seorang

pengagum Al Ghazali, dosen Al-Azhar sufi rasional yang sangat

rendah hati, kepintarannya membuatnya digelari “Imam al-Ghazali

abad XX.” (Anwar,dkk,2015:75). Darinya Quraish belajar

kesederhanaan. Quraish pernah sangat sedih karena nilai bahasa

Arabnya tak mencukupi untuk masuk di Jurusan Tafsir Fakultas

Ushuluddin yang Syeikh Halim sebagai dekannya. Nilainya 5,5 sedikit

di bawah ambang batas masuk jurusan Ilmu Tafsir, nilai 6. Kegagalan

itu justru menjadi pintu untuk Quraish memasuki lebih dalam ranah

tasawuf. Ia tersadar, salah satu prinsip dasar sekaligus ajaran dalam

fakultas Ushuluddin adalah masalah manusia dan takdir

(Anwar,dkk,2015:69).

Masa setahun dikejar, lulus SMA ia mengantongi dua ijazah

sekaligus. Ijazah khusus siswa asing, Ma‟had al-Bu‟uts al-Islamiyah,

dan Ma‟had al-Qahirah, dengan tambahan mata pelajaran khusus

siswa Mesir. Semangatnya membaja dengan ditambah vitamin penguat

di saat lemah yaitu “ingin seperti Syeikh Abdul Halim Mahmud dan Habib Adurrahman Shihab.”(Anwar,dkk,2015:70).

Setelah 9 tahun di rantau orang, Quraish meraih sarjana Tafsir

dan Hdits. Hasil ujiannya dengan predikat “Jayyid Jiddan”

membuatnya dengan mudah masuk tingkat master. Hanya dua tahun,

(29)

sama. Tesisnya tak jauh dari Al Qur‟an. “Al-I‟jaz at-Tasyri‟i li al

-Qur‟an al-Karim”(Kemukjizatan al-Qur‟an al-Karim dari Segi

Hukum) (Anwar,dkk,2015:72).

4. Keluarga Shihab

Saat itu Quraish Shihab berusia 30 tahun dan menjabat sebagai

wakil rektor IAIN Alauddin, Makassar. Kelaurga mendesaknya agar

segera menikah. Sudah ada puluhan gadis dikenalkan padanya tetapi

tak kunjung kepincut. Sampai pada sahabat keluarga pengusaha asal

Surabaya, Hasan Assegaf, mengajaknya melihat gadis Solo. Gadis itu

keponakan Hasan. Namanya Fatmawaty Assegaf. Ia anak kedelapan

dari 15 bersaudara, putri pasangan Ali Abu Bakar Assegaf dan

Khadijah (Anwar,dkk,2015:94).

Sejak pertama bertemu mereka langsung klop dan saling cocok.

Akhirnya mereka menikah pada tanggal 2 Februari 1975. Ngunduh

mantu di Makassar pada tanggal 16 Februari 1975 tepat pada hari

ulangtahun Quraish. Sementara tinggal di rumah orang tua di Jl.

Sulawesi Lorong 194 Nomor 7 (Anwar,dkk,2015:103). Setelah dua

pekan bersama orang tua, pasangan ini pindah ke rumah kontrakan

yang berada di Jl. Bawakaraeng, persis di depan gedung SMA Negeri

I, hanya berjarak 15 menit dari rumah orang tuanya

(Anwar,dkk,2015:105)

Pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan tanggal 11 September

(30)

(Elaa). Anak kedua lahir setahun berikutnya, 16 September 1977,

bertepatan dengan Hari Raya „Idul Fithri 1 Syawal. Kali ini melahirkan

di Rumah Sakit Pertiwi, Makassar. Bayi yang kulitnya putih bersih,

mata bundar, dan rambut hitam lebat ini diberi nama Najwa (Nana).

Setelah memiliki dua anak inilah Quraish memutuskan berangkat

kembali ke Mesir untuk mendapatkan gelar doktor.

Anak ketiga lahir di Solo, 29 Agustus 1982 yang diberi nama

Nasywa yang berarti puncak kebahagiaan karena sebagai pelengkap

kebahagiaan Quraish setelah meraih gelar doktor. Anak laki-laki yang

ditunggu lahir pada tanggal 1 Juli 1983 dengan diberikan nama

Ahmad, nama lain untuk Rasulullah saw.

Tahun 1984, dua tahun pulang dari Kairo, Quraish mendapat

tawaran langsung dari rektor, Harun Nasution untuk mengajar di IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta (Anwar,dkk,2015:112-113). Tawaran itu

diterimanya dan pindah ke Jakarta bersama keluarga. Pada tahun 1985,

Fatmawaty kembali hamil dan dikaruniai anak perempuan yang lahir

pada tanggal 30 Agustus 1986. Anak bungsunya ini debiri nama Nahla.

5. Pengabdian

Sepulangnya dari pengembaraan Ilmiah di Mesir, M. Quraish

Shihab memperoleh jabatn sebagai Pembantu Rektor Bidang

Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga

menjabat sebagai Kopertais (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta)

(31)

Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang

pembinaan mental. Selama di Ujungpandang ini, dia juga sempat

melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian dengan tema

“Penerapan Kerukunan hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan”

Merasa tidak puas dengan pendidikan Master, juga merasa

utang belum lunas pada 1980 an ia kembali berangkat ke

almamaternya dulu, Azhar, dengan spesialisasi studi tafsir

al-Qur‟an. Untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Tekad yang kuat,

juga dorongan istri dan anak-anak, membuat Quraish meraih gelar

Doktor dalam waktu setengah tahun. Disertasinya berjudul “Nazm ad-Durar li al-Biqa‟i Tahqiq wa Dirasah, suatu kajian dan analisis

terhadap keotentikan Kitab Nazm ad-Durar karya al-Biqa‟i. Tidak main-main, hasilnya cemerlang. Ujian doktoralnya dianugrahi predikat

tertinggi, Mumtaz ma‟a Martabat al-Syaraf al-Ula. Summa cum laude

(Anwar,dkk,2015:75).

Sekembalinya ke Tanah Air, M. Quraish Shihab ditugaskan di

Fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Beberapa jabatan pernah diamanahkan

kepadanya, diantaranya Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) (sejak

1984), anggota Lanjah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Departemen Agama (sejak 1969) dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan

(32)

Muslim Indonesia (ICMI), Perhimpunan ilmu-ilmu Syari‟ah, Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Pada 1995, Quraish Shihab mendapat kepercayaan sebagai

Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, setelah sebelumnya menjabat

sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik. Lalu, pada 1998, Quraish

Shihab diangkat Presiden Soeharto sebagai Menteri Agama RI pada

Kabinet Pembangunan VII. Namun usia pemerintahan Soeharto ini

hanya dua bulanan saja, karena terjadi resistensi yang kuat terhadap

Soeharto. Akhirnya pada Mei 1998, gerakan reformasi yang dipimpin

oleh tokoh seperti M. Amien Rais, bersama para mahasiswa berhasil

menjatuhkan kekuasaan Soeharto yang telah berusia 32 tahun.

Jatuhnya Soeharto sekaligus membubarkan kabinet yang baru

dibentuknya tersebut, termasuk posisi Menteri Agama yang dipegang

oleh Quraish Shihab.

Tidak berapa lama setelah kejatuhan Soeharto, Quraish

mendapat kepercayaan dari Presiden B.J. Habibie sebagai Duta Besar

RI di Mesir, merangkap untuk negara Jibouti dan Somalia. Ketika

menjadi duta besar inilah Quraish Shihab menulis karya

monumentalnya Tafsir al-Misbah, lengkap 30 juz sebanyak 15 jilid

satu set.

Sepulang dari “kampung halaman” keduanya, Quraish Shihab

(33)

studi tentang Al-Qur‟an bernama Pusat Studi Al-Qur‟an (PSQ) di Jakarta. Selain itu, untuk menerbitkan karya-karyanya, ia juga

mendirikan penerbit Lentera Hati (nama yang diambil dari salah satu

judul bukunya).

Dalam pengantar bukunya (Shihab,2016:xvi), Quraish Shihab

menyampaikan penhormatannya atas jasa-jasa yang diberikan oleh

guru dan dosen-dosennya yang telah memberikan ilmu sekaligus

keteladanan tentang akhlak. Sebagian dari mereka dirujuk kembali

oleh Quraish Shihab buku-bukunya tentang akhlak yang pernah

menjadi buku wajib ketika menimba ilmu di al-Azhar Mesir pada

tahun enam puluhan, seperti Syaikh Abdul Halim Mahmud, Syaikh

Muhammad Sayyid Nu‟aim, Syaikh Ahmad al-Kumy, Syaikh Abu

Bakar Zikra, Syaikh Abdul Aziz Ahmad, dan Habib Abdul qadir

Bilfaqih, ulama yang menjadi penuntunnya ketika mondok di Ma‟had Dar al-Hadits al-Fiqhiyah, Malang.

B. Karya-karya M. Quraish Shihab

Quraish Shihab dengan keilmuan yang dimilikinya telah

menghasilkan banyak karya ilmiah berupa buku, artikel, maupun

kumpulan artikel yang dihimpun menjadi buku. Kurang lebih ada sekitar

40 karyanya yang telah tercetak dan tersebar ke berbagai tempatm

(34)

1. Menyingkap Tabir Ilahi: Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 1998)

2. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, dalam Pandangan Ulama dan

cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004)

3. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006)

4. Sunnah-Syi‟ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?; Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007)

5. Membumikan al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1994)

6. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an (15 jilid, Jakarta: Lentera Hati, 2003)

Ia adalah seorang ulama tafsir kontemporer Indonesia. Sepanjang

kariernya sebagai dosen, guru besar, dan ulama, Quraish Shihab tetap

konsisten pada jalur tafsir Al Qur‟an (Iqbal dan Nasution,2015:251).

C. Buku Yang Hilang dari Kita Akhlak

Buku karya M.Quraish Shihab ini diterbitkan oleh Lentera Hati

Tangerang cetakan pertama, Agustus 2016. Memiliki 320 halaman dengan

ukuran 15 x 23 cm. Buku ini pada mulanya merupakan kumpulan dari

enam ceramah lisan yang disampaikan oleh Quraish Shihab pada akhir

tahun 2015. Hal itu bermula ketika heboh-hebohnya kasus yang kemudian

dikenal secara bercanda dengan istilah “Mama minta pulsa,” yakni adanya

(35)

anggota-anggotanya digelari dengan “Anggota Terhormat” mengatasnamakan Presiden dan Wakil Presiden meminta saham dari satu

perusahaan asing yang berlokasi di Indonesia (Shihab,2016:xiii).

Ketika kasus itu menggelinding, berkembang diskusi tentang

kewajaran hal di atas ditinjau dari segi hukum dan akhlak, lebih-lebih

setelah Majelis Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat “turun tangan”

membahasnya. Ketika itu, banyak yang berkesimpulan bahwa ada sesuatu

yang hilang dari masyarakat kita, termasuk dari orang-orang yang

mestinya menjadi teladan. Yang Hilang itu adalah Akhlak. Quraish Shihab

sependapat dengan kesimpulan tersebut walau tanpa menghadirkan dalam

benak dan ataun memberi penilaian wajar atau tidak kasus di atas. Di

sinilah bermula ceramah-ceramah Quraish Shihab tentang akhlak secara

umum dan dari sini pula sekian banyak hadirin yang mengharapkan

Quraish Shihab membukukannya dan inilah yang terhidang dari buku ini

(Shihab,2016:xiv).

D. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab

1. Bidang Teologi

M. Quraish Shihab dapat menyelaraskan antara akal dan

wahyu, maka dari itu dikenal sebagai sosok yang moderat. Hal ini

dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur‟an,

dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan

(36)

a. Kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan

segala macam benda.

b. Akal dan pikiran serta panca indera, dan kekuatan positif untuk

mengubah corak kehidupan dunia ini.

c. Potensi untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan setan.

d. Ditundukannya bumi, langit, dan segala isinya oleh Allah swt.

kepada makhluk.

Di samping itu manusia juga memiliki banyak masalah yang

tidak dapat dijangkau oleh pikirannya, khususnya menyangkut diri,

masa depan, serta banyak hal menyangkut hakikat manusia, seperti:

fenomena kehidupan akhirat, pengetahuan tentang di daerah mana dia

akan mati, dan kemungkinan manusia menyukai sesuatu padahal hal

tersebut jelek baginya (Shihab,1996:233). Dari keterangan di atas dapat

diambil dua kesimpulan yaitu: pertama, Ada suatu hal yang tidak dapat

dirubah dalam situasi dan kondisi apapun. Hanya satu yang dapat

menjangkaunya yaitu wahyu. Kedua, ada suatu hal pula yang manusia

diberi wewenang untuk memikirkannya.

2. Bidang Syariat islam

Dalam hal syariat, M. Quraish Shihab sependapat dengan para

ulama yang mengatakan “bahwa ulama yang hanya mengajukan satu pendapat saja bisa menimbulkan kesan hanya pendapat itu saja yang

benar.” dan beliau jika ditanya paling suka menjawab bahwa si-A

(37)

karena itu sering dinilai kebanyakan orang sebagai seseorangrang yang

bukan pengikut faham organisasi tertentu.

3. Bidang Tasawuf

Dalam bidang tasawuf, M. Quraish Shihab lebih cenderung

kepada Al Qur‟an dan Hadis. Dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa

konsepnya tetang tasawuf, misalnya konsep tawakal, menurut Quraish

adalah menyertakan segala urusan kepada Allah setelah mendatangkan

hukum sebab akibat. Konsep ini beliau ambil dari Al-Qur‟an yang menurutnya bahwa kata tawakal dalam Al-Qur‟an diulang kurang lebih 11 kali yang semuanya didahului oleh perintah melakukan usaha baru

kemudian disusul dengan perintah tawakal.

4. Bidang Tafsir

Dalam bidang tafsir, M. Quraish Shihab lebih cenderung

menggunakan metode tahlili (analitis) yaitu dengan menjelaskan ayat

demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan susunannya yang terdapat

dalam mushaf. Namun di sisi lain Quraish Shihab mengemukakan

bahwa metode tahlili memiliki kelemahan, maka dari itu beliau juga

menggunakan metode maudhu‟I (tematik) yang menurutnya metode ini

dinilai dapat menghidangkan pandangan dan pesan Al Qur‟an secara

mendalam dan menyeluruh menyangkut tema-tema yang

(38)

BAB III

PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan terjemahan dari istilah Pedagogi yaitu

berasal dari Bahasa Yunani Kuno Paedos dan agoo. Paedos artinya

“budak” dan agoo artinya “membimbing”. Akhirnya pedagogie

diartikan sebagai budak yang mengantarkan anak majikan untuk

belajar (Jumali,dkk,2004:17).

Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut

mencakup hasil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus

kepribadian. Dengan demikian hakikat pendidikan adalah kegiatan

formal yang melibatkan pendidik, anak didik, kurikulum, evaluasi,

administrasi yang secara simultan memproses peserta didik menjadi

bertambah pengetahuan, skill dan nilai kepribadiannya dalam suatu

keteraturan kalender akademik (Jumali,dkk,2004:19).

Sedangkan menurut UU No. 20 th 2003 tentang sistem

pendidikan nasional (Depdiknas,2003:91), pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

(39)

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

2. Pengertian Akhlak

Secara etimologi, akhlak berasal dari Bahasa Arab adalah

bentuk jamak dari Khuluq ( ْ قُلُخ) yang pada mulanya bermakna ukuran,

latihan dan kebiasaan. Dari makna pertama (ukuran) lahir kata

makhluk, yaitu ciptaan yang memiliki ukuran, sedangkan dari makna

yang kedua (latihan) dan ketiga (kebiasaan) lahir sesuatu yang positif

maupun negatif (Shihab,2016:3). Makna-makna diatas mengisyaratkan

bahwa akhlak dalam pengertian budi pekerti maupun sifat yang mantap

dalam diri seseorang baru dapat dicapai setelah berulang-ulang latihan

dan dengan membiasakan diri melakukannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan

dengan budi pekerti, kelakuan. Sedangkan moral diartikannya sebagai

ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai

perbuatan, sikap, kewajiban, dsb. Akhlak juga diartikan dengan

kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,

bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, sebagaimana ia juga dipahami

dalam arti isi hati atau keadaan perasaan, sebagaimana terungkap

dalam perbuatan. Sedangkan etika diartikannya dengan ilmu tentang

apa yang baik apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral

(40)

Masih dalam buku yang sama yaitu yang Hilang dari Kita

Akhlak oleh M. Quraish Shihab (Shihab,2016:5) Imam al-Ghazaly

mengemukakan bahwa:

Khuluq dan khalaq adalah dua kata yang dapat ditemukan dalam satu kalimat...Al Ghazali lebih jauh menjelaskan bahwa khuluq (akhlak) merupakan kondisi kejiwaan yang mantap, yang atas dasarnya lahir aneka kegiatan yang dilakukan dengan mudah, tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu. Nah, bila kondisi kejiwaan itu baik dan melahirkanperbuatan-perbuatan yang dinilai baik oleh akal dan agama baik, pemiliknya dinilai memiliki akhlak mulia. Sebaliknya pun demikian.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa

pendidikan akhlak adalah tuntunan mengenai dasar-dasar akhlak yang

berkaitan dengan budi pekerti yang harus ditanamkan pada seseorang

sejak dini agar menjadi sebuah kebiasaan yang menginternalisasi

dalam dirinya dan lahir dalam perilaku dan etika kehidupannya.

Penanaman tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non

formal dan informal sehingga dapat mencapai tujuan yaitu manusia

yang berakhlak mulia.

Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik,

memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak

dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal

yang didasarkan atas ajaran Islam. Pada sistem pendidikan Islam ini

khusus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang

(41)

B. Pendidikan Akhlak Menurut Quraish Shihab

Quraish Shihab dalam bukunya membagi akhlak menjadi dua

macam, yaitu sebagai berikut (Shihab,2016:4) :

Manusia memiliki akhlak yang bersumber dari tabiat manusia dan juga akhlak yang dikaitkan dengan aktivitasnya yang lahir oleh dorongan kehendaknya. Karena itu, ada yang dinamai akhlak diri manusia dan juga yang merupakan akhlak kegiatannya, yakni aktivitas yang lahir dari kehendaknya. Yang pertama (akhlak diri) lahir bersamaan dengan fithrah/asal kejadian manusia. Ia dinamai akhlak karena ia merupakan makhluq, yakni sesuatu yang tercipta sejak kelahiran.

Dipaparkan bahwa akhlak diri tersebut adalah yang dinamakan

sebagai tempramen. Yakni gejala karakteristik dari sifat emosi seseorang

yang antara lain menjadikannya terbuka atau tertutup, mudah atau tidak

terangsang emosinya (marah). Menurut Quraish Shihab tempramen tak

jarang dipengaruhi oleh faktor keturunan, juga zat-zat tertentu dalam tubuh

seseorang. Jadi, pendidikan atau lingkungan tidak mempengaruhinya

(Shihab,2016:4).

Di samping akhlak diri ada pula yang dinamai akhlak masyarakat.

Masing-masing negara memiliki akhlak tersendiri tak terkecuali Indonesia.

Setiap negara memiliki kebiasaan yang berbeda dengan masyarakat lain.

Quraish Shihab menyatakan “Ia adalah adat kebiasaan yang telah diterima

dan dianggap baik oleh masyarakat tertentu walaupun itu tidak diterima

oleh masyarakat lain.”(Shihab,2016:5).

Menurut Quraish Shihab (Shihab,2016:123) akhlak adalah sifat

(42)

seseorang dan yang tampak ke permukaan melalui kehendak/kelakuan dan

itu terlaksana dengan sangat mudah, tanpa keterpaksaan oleh satu dan lain

sebab.

Quraish Shihab juga mengatakan bahwa akhlak jika ditinjau dari

tujuannya merupakan sekumpulan nilai yang harus diindahkan manusia

dalam aktivitasnya demi tercipta hubungan harmonis dengan selainnya,

bahkan demi meraih kebahagiaan pribadi dan masyarakat (Shihab,2016:6).

Adapun nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak adalah sebagai berikut:

1. Baik dan Buruk

Quraish Shihab mengutip pendapat dari beberapa filusuf

terdahulu. Kelompok rasional (Mu‟tazilah) menegaskan bahwa yang baik adalah apa yang dianggap akal baik dan yang buruk adalah yang

buruk dalam pandangan akal. Sedangkan kelompok kedua

menekankan bahwa yang baik adalah apa yang ditetapkan oleh Allah

melalui tuntunan agama sebagai sesuau yang baik dan yang buruk apa

yang dinilai-Nya buruk (Shihab,2016:55).

Untuk mempertemukan dua pandangan di atas Quraish Shihab

menyatakan bahwa ketetapan Allah menyangkut baik dan buruk

sesuatu adalah karena akal menilainya baik/buruk. Tidak ada yang

dinilai Allah baik, kecuali dinilai juga oleh akal yang sehat/baik, begitu

juga sebaliknya (Shihab,2016:55).

Menurutnya ada kebaikan yang bersifat mutlak seperti hikmah,

(43)

seperti baik kalau digunakan dengan cara dan tujuan yang baik dan

buruk bila tidak. Ini seperti harta, kedudukan, kecantikan, dan

kekuatan.

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa kebaikan adalah segala

sesuatu yang mengantar pada perolehan apa yang diharapkan atau

raihan tujuan yang disenangi selama itu mendapat penilaian positif

oleh agama/masyarakat (Shihab,2016:60). Akan tetapi syarat utama

untuk menilai sesuatu itu baik adalah bahwa kebaikan itu dilakukan

atas dorongan kepatuhan kepada Allah atau dalam istilah agama

lillah/demi karena Allah ( Shihab,2016:14).

Mengapa ada kejahatan dan keburukan? Quraish Shihab

menyatakan ( Shihab,2016:57 ), berikut:

Keburukan/kejahatan adalah lawan dari kebaikan. Ia mencakup dua hal pokok: pertama, sakit/perih, baik jasmani maupun ruhani, katakanlah seperti musibah kebakaran/tenggelam, dan yang kedua adalah yang mengantar pada sakit atau perih, seperti kebodohan dan kedurhakaan. Keburukan dan kejahatan itu bisa jadi bersumber dari pihak lain dan bisa juga akibat ulah yang mengalaminya sendiri.

Pada hakikatnya, keburukan/kejahatan diizinkan Allah terjadi

agar manusia tahu makna kebaikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa

sebenarnya keburukan itu tidak ada atau paling tidak pandangan

manusia yang parsiallah yang melihatnya sebagai

keburukan/kejahatan. Dinyatakan bahwa keburukan adalah akibat

keterbatasan pandangan, ia sebenarnya tidak buruk tetapi nalar

(44)

Dalam pandangan Islam, Allah adalah sumber Kebaikan dan

Allah yang memerintah dan melarang (Shihab,2016:14).

2. Akhlak Luhur

Akhlak luhur sangat dibutuhkan karena selain sebagai makhluk

individu manusia juga merupakan makhluk sosial. Ada kalanya diri

sendiri harus mengorbankan ego demi terciptanya hubungan yang

harmonis dengan orang lain dan sekitar. Pengorbanan itu melahirkan

moral dan akhlak terpuji, demikian juga kesediaan

berkorban/pengorbanan merupakan manifestasi dari akhlak luhur.

Lebih diperjelas dalam bukunya (Shihab,2016:18), berikut: “Semakin

besar pengorbanan, semakin luhur pula akhlak.”

Akan tetapi tidak semua kewajiban membutuhkan

pengorbanan. Sebelum melangkah untuk berkorban hendaknya

dipertimbangkan dulu manfaat dan madharatnya. Mana yang lebih

besar diantara keduanya.

Lebih dari itu, akhlak luhur dibutuhkan dengan menegakkan

norma-norma yang mengatur hubungan dengan berbagai pihak.

Dinyatakan dalam bukunya (Shihab,2016:23) : “Tali yang kuat adalah

tali agama.” Karena itu, akhlak harus bersumber dari ajaran agama.

Lebih lanjut dinyatakan (Shihab,2016:27): “Kehidupan itu hanya dinikmati oleh yang mengasah dan mengasuh jiwanya dengan akhlak

(45)

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang

akhlak sebagai ilmu, demikian juga mempelajarinya dengan cara yang

benar akan mengantar seseorang kepada pemahaman yang benar

tentang hidup dan kehidupan, baik sebagai makhluk individu dan

sosial. Hal itu memberikan kemampuan berganda, yaitu dalam hal

ketelitiannya tentang baik dan buruk dan potensi mendorong seseorang

untuk melakukan yang baik dan menghindari yang buruk.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan kaitannya dalam akhlak.

Quraish Shihab menyatakan (Shihab,2016:39), berikut:

Apabila manusia menyadari 3 hal yaitu pandangan baik dan buruk, kebebasan kehendak, dan ilmu. Serta mengharmoniskan ketiganya dengan menjadikan akal sebagai pengendali yang adil/moderat sehingga tidak mengakibatkan lumpuhnya emosi dan syahwat, tidak juga membiarkan larut memenuhi keinginan keduanya, maka akan membuahkan akhlak yang luhur.

a. Potensi

Quraish Shihab mengungkapakan dalam konteks akhlak,

sekian banyak pemikir Muslim menyatakan bahwa ada 4 potensi

diri yang harus bergabung dan menyatu secara seimbang dalam diri

manusia untuk mencapai puncak akhlak (akhlak luhur secara

sempurna). tapi kalau hanya sebagian saja, maka ia dapat dinamai

“relatifberakhlak luhur” (Shihab,2016:62-65), sebagai berikut:

1) Potensi ilmu

Aktualisasi dari potensi ilmu adalah sesorang mampu

(46)

dan yang batil dalam kepercayaan, serta yang indah dan yang

buruk dalam kelakuan. Jika ini terpenuhi maka lahirlah hikmah

sebagai puncak dari akhlak mulia.

2) Potensi amarah

Potensi ini harus digunakan dalam batas tuntunan

hikmah. Dan apabila terpenuhi maka dinamakan keberanian,

apabila berlebihan maka dinamakan kecerobohan. Apabila

kurang maka dinamakan ketakutan atau kelemahan.

Keberanian yang dimaksudkan adalah berani melangkah

dengan perhitungan yang teliti, walaupun hasil yang

diharapkan belum sepenuhnya pasti.

3) Potensi syahwat/keinginan

Syahwat atau keinginan harus digunakan sesuai dengan

tuntunan hikmah, yaitu petunjuk agama dan akal. Bila

terpenuhi maka dinamakan „iffah/kesucian diri. Kalau berlebih

dinamakan syarih/hiperseks dan yang kurang ia menjadi under

sex atau impoten.

4) Potensi adil

Adil bisa diartikan sama, seimbang dan juga dalam arti

menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan mewujud

dalam diri manusia kalau berhimpun dalam dirinya hikmah,

(47)

Jadi, kesimpulannya manusia memiliki akal, emosi dan

syahwat. Apabila manusia menyadari dan mengetahui cara untuk

mengharmoniskan tiga hal tersebut, serta menjadikan akal sebagai

pengendali yang adil sehingga tidak mengakibatkan lumpuhnya

emosi dan syahwat, tidak juga membiarkan larut dalam menuruti

keinginannya maka secara otomatis akan lahir akhlak luhur pada

diri manusia tersebut (Shihab,2016:39).

b. Cakupan Adab Sopan Santun

Menurut Quraish Shihab (2016:123) akhlak melahirkan

sopan santun. Sedangkan adab merupakan sikap, ucapan, perbuatan

dan aneka tingkah yang ditampakkan ke permukaan oleh seseorang

dan yang bisa jadi bersangkutan dengan memaksakan diri demi

tampil sesuai norma umum pergaulan. Norma umum tersebut dapat

bersasal dari norma agama ada pula yang dihasilkan oleh budaya

masyarakat (Shihab,2016:124). Norma yang telah membudaya

digunakan sebagai pedoman dalam bermasyarakat dan bersifat

relatif. Dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

Norma yang sesuai dengan ajaran Islam disebut ma‟ruf dan yang

bertentangan dinamakan munkar.

Adat budaya Indonesia contohnya (Shihab, 2016:124),

berbicara dengan orang tua/dituakan/dihormati sambil meletakkan

tangan di pinggang bukanlah sikap sopan bagi masyarakat

(48)

cium pipi kiri) antara pria dan wanita yang bukan mahram,

tidaklah direstui dalam masyarakat beragama Islam, termasuk di

Indonesia. Hal yang lebih umum dalam masyarakat adalah

basa-basi. Basa-basi yang dibenarkan (Shihab, 2016:126) adalah

bersikap lemah lembut pada pihak lain dengan harapan lahirnya

simpati sehingga yang dihadapi dapat menerima kebenaran tak

ubahnya seperti dokter yang menghadapi pasien penderita luka

borok, dokter tersebut dengan perlahan dan lemah lembut

membersihkan luka serta mengatakan bahwa luka tersebut

baik-baik saja dan akan segera sembuh.

Quraish Shihab mengambil beberapa nilai akhlak terpenting

yaitu: keikhlasan, rahmat, ilmu, membaca, kesabaran,

Ash-Shidq/kebenaran, amanah, kesetiaan, kekuatan, kelapangan dada,

toleransi, kemuliaan dan harga diri, kedisiplinan, hidup sederhana,

Al-Haya‟/malu, dan tabayyun (Check dan recheck).

Dalam Agama Islam terkandung berbagai tuntunan secara

gamblang tentang aktivitas manusia sehari-hari (Shihab,2016:212)

mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur. Sampai pada

berinteraksi dengan aneka objek yang dihadapi manusia di dunia

ini. Dapat dirinci sopan santun yang diajarkan Islam mencakup

(Shihab,2016:213-214):

(49)

Allah adalah wujud yang teragung, maka tempatkan

Allah pada “tempat” yang semestinya. Yang paling utama

dalam konteks akhlak kepada Allah adalah menisbatkan segala

yang baik kepada-Nya dan menafikan segala yang buruk.

(Shihab,2016:217). Yang paling utama yang harus dihindari

dari aneka keburukan adalah mempersekutukan-Nya dengan

sesuatu. Bahkan bukan hanya dengan mempersekutukan-Nya

dengan sesuatu sedikitpun tetapi berucap melahirkan kesan

adanya sekutu/sebanding dengan-Nya tidaklah wajar

(Shihab,2016:218).

Selanjutnya: Jangan berprasangka buruk/menisbahkan

yang buruk kepada Allah. Dosa pertama manusia yang

dibisikkan setan kepada Adam dan pasangannya adalah snagka

buruk kepada Allah. Yaitu berprasangka bahwa Dia enggan

kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk

mereka yang kekal hidup. Hal itu dapat mengakibatkan

keputusasaan, seakan-akan yang berputus asa menganggap

bahwa Allah swt. tidak kuasa menyingkirkan kesulitannya

(Shihab,2016:220).

Kesimpulannya (Shihab,2016:222) adalah: (1)

membenarkan informasi-Nya; (2) melaksanakan perintah-Nya

dengan tulus; dan (3) menerima takdir-Nya dengan syukur,

(50)

2) Sopan santun terhadap Rasul saw.

Rasulullah lebih utama bagi orang-orang mukmin

daripada diri pribadi masing-masing. Sopan santun terhadap

Nabi saw.menuntut sikap menempatkan beliau pada tempat

yang semestinya. Jasa beliau sebagai nabi dan rasul yang

membimbing umat manusia tidak dapat dibalas oleh umat

manusia. Karena itu Allah memerintahkan seluruh manusia

untuk bermohon kepada Allah dengan bershalawat

(Shihab,2016:222-224).

Dalam konteks penghormatan dan balas jasa kepada Nabi

saw., turun berbagai tuntunan Allah, seperti tidak berucap

dengan suara yang melebihi suara beliau ketika berdialog dan

tidak mengeraskan suara dihadapan beliau ketika

menyampaikan sesuatu. Juga diperintahkan agar menghormati

dan mencintai keluarga beliau (Shihab,2016:224).

3) Sopan santun terhadap sesama manusia, masing-masing sesuai

dengan kedudukannya, misalnya ayah, ibu, saudara, pasangan,

anak didik, pendidik, tetangga, tamu, teman, lawan, dan

lain-lain.

4) Sopan santun terhadap binatang. Binatang hendaknya

dipelihara dengan kasih sayang dan persahabatan agar

(51)

menyembelih/membunuh binatang dengan penuh rahmat dan

kasih sayang (Shihab,2016:290-292).

5) Sopan santun terhadap tumbuh-tumbuhan.tugas manusia

sebagai khalifah untuk memelihara tanah dan tidak

merusaknya, tidak wajar memetik bunga yang belum mekar

atau bahkan daun kecuali untuk hal yang di sahkan, tidak

membuang air di sekitar pohon yang menjadi tempat berteduh,

dan menebang pohon sembarangan (Shihab,2016:296).

6) Sopan santun terhadap lingkungan alam dan benda-benda tak

bernyawa. Dalam pandangan akhlak Islam, apa yang dianggap

tak bernyawa itu dinilai/diperlakukannya sebagai bernyawa

yaitu dengan kasih sayang dan persahabatan (rahmat)

(Shihab,2016:297).

Sebagai mana sebuah pohon kehidupan, akhlak luhur/sopan

santun pun memiliki puncak. Menurut Quraish Shihab (2016:214)

norma utama yang menggambarkan akhlak/sopan santun Islam

secara keseluruhan yaitu adil. Menurutnya (Shihab, 2016:214)

seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu

menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Dalam

bahasa sederhana dapat dikatakan bahwa adil adalah menempatkan

segala sesuatu sesuai pada tempat dan kadarnya.

Quraish Shihab (2016: 214) juga mengatakan bahwa tidak

(52)

seorang ayah yang tidak dituntut untuk membiayai dengan sama

rata kedua anaknya yang sedang menempuh pendidikan di

universitas dan sekolah menengah.

3. Cara Membentuk Akhlak

Menurut Quraish Shihab akhlak dapat dibentuk melalui

beberapa cara, diantaranya adalah:

a. Pembiasaan

Akhlak lahir dari kebiasaan. Kebiasaan lahir dari

pembiasaan (Shihab,2016:90). Pembiasaan dalam konteks akhlak

mutlak adanya. Pembiasaan itu dalam bahasa agama dinamai

takhalluq yang seakar dengan kata akhlak. Takhalluq adalah

memaksakan diri dan membiasakannya untuk melakukan sesuatu

secara berulang-ulang”. Quraish Shihab mengutip hadis Nabi saw. (Shihab,2016:91) sebagai berikut:

Ilmu diperoleh dengan belajar (memaksakan diri dan mengulang-ulangi belajar). Kelapangan dada melalui pembisaaan melapangkan dada. Siapa yang selalu berusaha mencari kebaikan, ia akan dianugerahi dan siapa yang senantiasa berusaha menghindarkan diri dari keburukan, ia akan dihindarkan darinya (HR. Al-Khathib).

Perbuatan yang telah menjadi kebiasaan akan dilakukan

dengan mudah, tanpa banyak berpikir, dan ketika itu menjadi

(53)

Pentingnya pembiasaan dalam pembelajaran atau kegiatan

belajar mengajar juga harus diperhatikan. Quraish Shihab

menyatakan dalam bukunya (Shihab,2016:29), berikut:

Ilmu akhlak penting dipelajari bukan sekedar bertujuan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, tetapi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perlu digarisbawahi bahwa kegagalan ilmu akhlak dalam

mewujudkan akhlak mulia bagi para “pelajar”nya

disebabkan karena kekeliruan mengajarkan atau mereka karena mereka tidak memahaminya dengan baik dan yang lebih penting lagi karena mereka tidak mendorong untuk melakukannya. Kalaupun mendorong itu tidak cukup untuk menjadikan kebajikan sebagai kebiasaan.

Ajaran Islam banyak menggunakan cara pembisaaan guna

meraih akhlak mulia atau meninggalkan akhlak buruk. Kebiasaan

buruk seringkali tidak disadari, kecuali setelah menjadi sifat yang

melekat pada diri seseorang (Shihab,2016:93). Hal ini pula yang

diajarkan Rasulullah saw. Memerintahkan orang tua untuk

menyuruh anak-anaknya shalat sejak umur 7 tahun, meskipun

shalat belum menjadi kewajiban bagi si anak. Quraish Shihab

menyatakan (Shihab,2016:93) bahwa para pakar dari Timur

Tengah banyak yang berpendapat hendaknya pembisaaan itu

dilakukan secara berkesinambungan selama 40 hari.

Menurut Quraish Shihab agaknya hikmah dari puasa

Ramadhan selama satu bulan penuh dan disusul dengan enam hari

puasa Syawal adalah pembisaaan untuk mengendalikan nafsunya

(54)

b. Meniru Keteladanan

Quraish Shihab menjelaskan tentang keutamaan. Setelah

banyak pendapat yang beliau rangkum seperti akhlak adalah

kekuatan bukan sebuah kelemahan dan akhlak yang baik dengan

kata kemaslahatan. Akan tetapi menurutnya pandangan yang paling

tepat dan jitu adalah memandang bahwa manusia harus

berkembang menuju ketinggian dan keluhuran, dan untuk itu harus

diletakkan di pelupuk mata hatinya satu “contoh ideal dan kekal”

yang mencapai puncak kesempurnaan, keluhuran, dan kesucian,

bahkan puncak segala puncak (Shihab,2016:77).

Dalam konteks membentuk akhlak ini ditemukan riwayat

yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw. (Shihab,2016:79)

Artinya: “latihlah diri kalian berakhlak dengan akhlak/sifat-sifat Allah”

Allah sebagai Dzat yang Maha Sempurna merupakan

sumber keteladanan yang utama. Dunia dan alam semesta adalah

tanda wujud-Nya Allah. Dengan mengenal, menghayati dan

mengamalkan sifat-sifat Allah (tentunya sesuai kedudukan manusia

sebagai makhluk) secara maksimal akan mngarahkan manusia ke

dalam akhlak luhur. Tentu saja hal tersebut membutuhkan

mujahadah, yakni upaya sungguh-sungguh yang bermula dengan

(55)

Selain dua cara di atas, Quraish Shihab menekankan

perlunya menggarisbawahi beberapa hal dalam konteks meraih

akhlak luhur (Shihab,2016:93), sebagai berikut:

(a) Melakukan introspeksi, (b) Menyibukkan diri dengan hal positif, (c) Memperhatikan dampak buruk ketiadaan akhlak, (d) Berada di lingkungan yang baik, (e) Membaca yang bermanfaat, (f) Bergaul dengan yang berbudi, dan (h) Yang amat penting pula adalah bermohon kepada Allah. Nabi saw. Bila memandang cermin berdoa:

“Ya Allah, sebagaimana engkau telah memperindah penampilan

jasadku, maka perindah juga budi pekertiku.” (Al Asqalani,

2011:704)

Manusia berkewajiban berusaha akan tetapi kita ingat

bahwa keberhasilan membentuk akhlak luhur tetap ditentukan oleh

Allah swt. setelah kesungguhan manusia berupaya. Quraish

Shihab menyimpulkan (Shihab,2016:94) bahwa upaya tersebut

berintikan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang baik

buruk dan atau apa yang sebaiknya dilakukan, lalu disusul dengan

kehendak dan disiplin yang kuat untuk melaksanakan pengetahuan

tersebut secara sungguh-sungguh sambil bermohon bantuan Allah

swt. Akhlak bukanlah sesuatu yang dibawa serta seseorang

semenjak kelahirannya ia tidak seperti apa yang selalu

menghadirkan panas karena jika akhlak merupakan bawaan

(56)

BAB IV

ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT M. QURAISH SHIHAB

DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK DI INDONESIA

A. Analisis Pendidikan Akhlak menurut M. Quraish Shihab

Konsep pendidikan akhlak yang dipaparkan oleh Quraish Shihab dalam

bukunya Yang Hilang dari Kita Akhlak, meliputi pengertian akhlak, pembagian

akhlak, akhlak luhur, hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai akhlak dan cara

membentuk akhlak. Di dalamnya juga tersaji contoh akhlak kepada Allah,

Rasul, sesama manusia, makhluk lain dan benda-benda tak bernyawa. Semua

pendapat yang diutarakannya bersumber pada Al Qur‟an dan Hadits yang mana

memang Quraish Shihab adalah mufassir ternama di Indonesia.

Ditegaskan dalam bukunya bahwa akhlak tengah hilang dalam diri

umat muslim secara umum dan perlu upaya sungguh-sungguh untuk

mencarinya. Dikatakan demikian karena banyak sekali peristiwa yang terjadi

terkhusus di Indonesia menunjukkan bahwa krisis moral tengah merajalela.

Kemaslahatan umat seperti tidak lagi menjadi perhatian dikarenakan

masing-masing individu mengedepankan emosi daripada hati nurani. Sedangkan yang

dinamakan hati nurani adalah suatu reaksi yang berasal dari dalam hati.

Menurut Quraish Shihab (Shihab, 2016: 44) perihal hati nurani yaitu:

Jika patuh pada petunjuk hati nurani, mereka akan menghargai diri mereka sendiri di samping kepuasan yang tampak pada diri mereka, yakni kepuasan akhlaki, tetapi jika tidak mengikutinya, mereka akan merasakan kehinaan pada diri mereka atau lebih dikenal dengan istilah

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan tembusan surat order pengiriman yang dikirim ke fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah seperti yang tercantum di dalamnya, agar

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

Hasil wawancara dan observasi menunjukkan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII F di SMP Negeri 1 Bantarsari masih rendah, hal ini disebabkan karena

disimpulkan mengenai penelitian evaluasi pembelajaran pada matakuliah program linear (riset operasi) adalah proses pembelajaran secara keseluruhan sudah baik, hanya saja

This study is aimed to develop teaching material based on learning style whether visual, auditory, and kinesthetic based on mathematical reflective thinking ability (MRTA) stages

Mojoagung Jombang tidak mengandung unsur riba didalamnya, memberikan pembiayaan kepada nasabah yang mempunyai usaha yang tidak dilarang oleh syariah, membiayai seluruh atau

Pembangunan Bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni

(3) Rencana Detail Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rencana yang memuat perhitungan detail teknis dari semua prasarana dan sarana pengelolaan air limbah yang layak