• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 607f66ef7a BAB IXBab 09 Aspek Pembiayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 607f66ef7a BAB IXBab 09 Aspek Pembiayaan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK PEMBIAYAAN

Dalam kegiatan pembangunan infrastruktur dan prasarana baru serta pelaksanaan pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun, pemerintah Kabupaten Simalungun tetap berkomitmen untuk mengalokasikan sebagian anggaran belanja daerahnya untuk keberlanjutan pembangunan demi kesejahteraan masyarakatnya. Dengan keterbatasan fiskal yang ada dalam pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman serta program-program kegiatan pembangunan yang telah direncanakan, pemerintah kota Simalungun dituntut untuk mencari alternatif pembiayaan dari sumber-sumber lain baik dari sektor swasta maupun mengali peluang-peluang sebagai potensi investasi baru yang dapat dikembangkan dan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan asli daerah.

Tuntutan keadaan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yng mengamanatkan bahwa kewenangan pembangunan termasuk bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya selama ini lebih merupakan stimulan bagi daeerh dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu terus dikembangkan. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2JM ini pada dasarnya adalah bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah Kabupaten Simalungun dalam kemampuanya melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya yang telah direncanakan pada pembahasan bab sebelumnya

b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya.

Dengan adanya gambaran dan pemahaman tersebut, diharapkan dapat tersusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya untuk Kabupaten Simalungun.

9.1.

ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BIDANG CIPTA KARYA

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

(2)

Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan.

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat.

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis

Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah bidang Infrastruktur Air Minum dan bidang Infrastruktur Sanitasi.

9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu.

(3)

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar- besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2.

PROFIL ANGGARAN BELANJA DAERAH, PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN DAERAH

KABUPATEN SIMALUNGUN

9.2.1 Pengelolaan Pendapatan Daerah

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal

ini pada dasarnya pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Gubernur/ Bupati/Walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggung-jawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.

(4)

keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses keuangan daerah secara keseluruhan. Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah

Pemerintah Kabupaten Simalungun selalu berusaha dalam meninagkatkan pendapatan daerah, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi terhadap sumber-sumber penerimaan lama maupun penerimaan baru yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah maupun pendapatan asli daerah lainnya.

Kebijakan anggaran pendapatan yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam meningkatkan kapasitas pendapatan daerah antara lain:

a. Sistem dan prosedur perpajakan dan retribusi berpedoman pada misi yang terkandung dalam tuntunan otonomi daerah dengan memperhatikan keadilan, pemerataan dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan disiplin kerja, tanggungjawab dan dedikasi melalui penyempurnaan sistem administrasi.

b. Memberikan kesadaran pada masyarakat dalam memenuhi kewajibannya terhadap Pemerintah Kabupaten baik pajak daerah maupun retribusi daerah dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat.

c. Mengadakan reformasi dan restrukturisasi terhadap peraturan perundang-undangan daerah melalui rapat koordinasi pemerintah daerah dengan instansi terkait dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah beserta petunjuk pelaksanaannya dan petunjuk teknisnya dengan tetap berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Langkah-langkah strategis yang dilaksanakan untuk mencapai target penerimaan ini, Pemerintah Kabupaten Simalungun melaksanakannya dengan cara:

1. Melaksanakan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah serta penerimaan daerah lainnya sesuai dengan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan.

2. Mengupayakan pencapaian penerimaan daerah sesuai dengan rencana yang telah ditargetkan.

3. Mengupayakan berbagai sumber penerimaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara terus menerus melalui peningkatan sarana dan prasarana kerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan.

5. Meningkatkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah.

(5)

2. Target dan Realisasi Pendapatan

Anggaran Pendapatan Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2013 yang ditetapkan dengan peraturan daerah diuraikan sebagai berikut: (dalam ribuan rupiah)

 Pendapatan Asli Daerah Rp. 58.440.638,55,-  Dana Perimbangan Rp. 845.393.940,88,-

 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Rp. 102.675.464,50,-

Jumlah Pendapatan Rp. 1.006.510.043,93,-

Sementara berdasarkan pencapaian jumlah Pendapatan Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2013 yang tercapai diuraikan sebagai berikut:

 Semula sebesar Rp. 1.006.510.043,93,-

 Realisasi sebesar Rp. 1.078.592.676,35,-

selisih pendapatan Rp. 72.082.632,42,-

Maka realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

TABEL 9.1.

TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013 (ribuan rupiah)

No. URAIAN TARGET

ANGGARAN REALISASI

SELISIH (Rp) lebih/kurang %

I. PENDAPATAN ASLI DAERAH 58.440.638,55 42.643.353,96 (15.797.284,59) 72,97 1.1. Hasil Pajak Daerah 26.892.000,00 19.057.113,41 (7.834.886,59) 70,87 1.2. Hasil Retribusi Daerah 7.440.362,90 5.314.097,62 2.126.265,28) 71,42 1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan

8.100.000,00 12.807.812,14 4.707.812,14 158,12

1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

16.008.275,65 5.364.330,79 (10.643.944,86) 33,51

II. PENDAPATAN DANA

PERIMBANGAN

845.393.940,88 828.603.068,14 (17.790.872,74) 98,01

2.1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

74.863.275,88 58.432.376,14 (16.430.899,74) 78,05

2.2. Dana Alokasi Umum (DAU) 696.561.265,00 696.225.292,00 (335.973,00) 99,95

2.3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 73.969.464,50 73.945.400,00 (24.064,50) 99,97 III. LAIN-LAIN PENDAPATAN

DAERAH YANG SAH

102.675.464,50 207.446.254,25 104.770.790,75 202,04

PENDAPATAN DAERAH 1.006.510.043,93 1.078.592.676,35 72.082.632,42 10716

(6)

9.2.2. Pendapatan Asli Daerah

1. Bagian Pajak Daerah

Bagian ini terdiri dari pos-pos pajak yang terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan Umum, serta Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C.

2. Bagian Retribusi Daerah

Pada Bagian ini dijelaskan bahwa yang termasuk Retribusi Daerah adalah Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Penggantian Biaya Cetak KTP dan KK, Penggantian Biaya Cetak Akte Catatan Sipil, Pelayanan Pemakaman, Pelayanan Parkir ditepi Jalan Umum, Pelayanan Pasar, Pengujian Kenderaan Bermotor, Pemadam Kebakaran, Pemakaian Kekayaan Daerah, Ijin Perdagangan, Terminal, Penyedotan Kakus, Rumah Potong Hewan, Tempat Pendaratan Kapal, Tempat Rekreasi dan Olahraga, Penjualan Produk Usaha Daerah, Izin Mendirikan Bangunan, Ijin Tempat Penjualan Minuman Keras, Ijin Gangguan, Ijin Operasi Trayek, Ijin Pemanfaatan ABT/APU, Ijin Pertambangan Daerah, Ijin Usaha Konstruksi, Ijin Penangkaran Burung Walet, Ijin Usaha Pariwisata, Ijin Usaha Gilingan Padi, Ijin Penutupan Pemakaian Jalan, Ijin Kenderaan Bermotor Roda Tiga, Ijin Penebangan Kayu Tanah Milik.

3. Pendapatan Bagian Laba BUMD / BUMN dan Investasi Lainnya

Penerimaan Pendapatan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah/Badan Usaha Milik Negara dan Investasi Lainnya terdiri dari: Perusahaan Daerah Air Minum dan PT. Bank Sumut.

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

Pada Bagian Lain-lain Pendapatan terdapat beberapa penerimaan antara lain: Jasa Giro Kas Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah dan Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan.

9.2.3. Dana Perimbangan

1. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

Pada bagian Bagi Hasil Pajak terdiri dari, Pendapatan Bagian Daerah dari PBB, Pendapatan Bagian Daerah dari BPHTB serta Pajak Penghasilan Orang Pribadi (pasal25/29).

2. Bagi Hasil Bukan Pajak

Pada bagian ini terdiri dari, Provisi Sumber Daya Hutan, Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan serta Penerimaan dari Sektor Pertambangan Minyak Bumi.

6.3.PERMASALAHAN KEUANGAN

Permasalahan yang dihadapi baik pada anggaran Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung pada Tahun Anggaran 2011 antara lain:

a. Adanya kebijakan penghematan, terutama dalam penggunaan biaya perjalanan dinas

(7)

c. Kemampuan sumber daya manusia aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun yang perlu di tingkatkan dalam mengelola kegiatan pada instansinya, terlebih-lebih jumlah dana yang akan dikelola jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.

d. Adanya beberapa kegiatan yang dicantumkan dalam P.APBD Tahun Anggaran 2012.

e. Adanya sumber dana dari Pemerintah Pusat yang proses pencairannya diakhir tahun anggaran (Sektor Perikanan, Annual Fee, SDA Pertambangan Migas dan PPh Perseorangan).

9.2.3.

A

NALISA

T

INGKAT

K

ETERSEDIAAN

D

ANA

A. Analisa Sumber Pendapatan

Sumber-sumber pendapatan Kabupaten Simalungun adalah terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari Kabupaten Simalungun. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Bagian Laba BUMN/BUMD dan investasi lainnya, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah.

2. Pendapatan Dana Perimbangan

Pendapatan Dana Perimbangan bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi. Pendapatan dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat terdiri dari:

 Bagi hasil pajak yaitu: PBB, BPHTB, PPh orang pribadi pasal 25/29.

 Bagi hasil bukan pajak yaitu: Provisi sumber daya hutan, Penerimaan pungutan pengusahaan perikanan, dan sector pertambangan minyak dan bumi.

 Dana Alokasi Umum (DAU).  Dana Alokasi Khusus (DAK).

Pendapatan dana perimbangan yang berasal dari pemerintah Propinsi terdiri dari:

 Pendapatan bagi hasil PKB/BBN-KB.  Pendapatan bagi hasil PBB/KB.

 Pendapatan bagi hasil pajak pengambilan dan pemanfaatan ABT dan APU.  Pendapatan bagi hasil pajak angkutan di atas air.

 Pendapatan bagi hasil BBN angkutan di atas air.  Pendapatan bagi hasil grosir di tempat pelelangan ikan.  Pendapatan bagi hasil retribusi Tera Ulang.

 Bantuan Keuangan dari Pemerintah Propinsi.

Realisasi pendapatan dana perimbangan Kabupaten Simalungun dalam kurun waktu 2007-2009 mengalami pertumbuhan yang meningkat.

3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah.

Lain-lain Pendapatan Yang Sah merupakan pendapatan yang berasal diluar kategori pendapatan asli daerah dan Pendapatan dana perimbangan, seperti: Dana Annual Fee, dan Bantuan Dana Darurat.

(8)

sah) mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Perkembangan Penghasilan Asli Daerah Kab. Simalungun dalam kurun waktu 2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Berdasarkan realisasi PAD Kabupaten Simalungun tahun 2007-2011 terjadi pertumbuhan realisasi PAD rata-rata sebesar 0,67% atau sebesar Rp. 234.992.906.612 per tahun.

TABEL 9.2.

PERKEMBANGAN PAD KABUPATEN SIMALUNGUN DALAM KURUN WAKTU TAHUN 2007 - 2009

Tahun Target Realisasi

PAD Pertumbuhan PAD Pertumbuhan

2007 135.230.767.100,00 - 13.862.104.9901 -

2008 1.633.548.648.233,00 12,08 1.606.760.761.274 11,59

2009 940.860.143.279,22 0,58 949.272.080.605,28 0,59

2011 1.006.510.043.930,00 0,03 1.078.592.676,350,00 0,07

rata-rata 0,65 0,67

B. Analisis Penggunaan

(Belanja)

Kabupaten Simalungun

Belanja daerah Kabupaten Simalungun dapat digolongkan kedalam 2 (dua) bagian yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Perkembangan proporsi APBD Kabupaten Simalungun tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

TABEL 9.3.

PERKEMBANGAN PROPORSI APBD KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2007-2009 (jutaan rupiah)

TAHUN BELANJA TIDAK

LANGSUNG

PERTUMBUHAN

RATA-RATA (%) BELANJA LANGSUNG

2007 440.995,85 298.314,93

2008 407.035,72 550.105,06

2009 303.082,23 627.356,52

2010 253.740,17 762.327,50

1011 288.211,64 800.411,05

Sumber: APBD Kabupaten Simalungun

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengeluaran (belanja) daerah Kabupaten Simalungun lebih banyak pada belanja langsung. Belanja tidak langsung rata-rata turun 0,10% setiap tahunnya, sedangkan belanja langsung rata-rata naik 0,28% setiap tahunnya. Dengan demikian rata-rata kenaikan belanja Kabupaten Simalungun adalah sebesar 0,10% setiap tahunnya.

9.2.4.

R

ENCANA

P

EMBIAYAAN

P

ROGRAM  Rencana Pembiayaan

 Pelaksanaan Pembiayaan RPIJM Setelah melalui proses  Petunjuk Umum Rencana Peningkatan Pendapatan  Peningkatan Kemampuan Pendanaan

 Peningkatan Kapasitas Pembiayaan

(9)

9.3.

S

UMBER

P

ENDANAAN

P

OTENSIAL

Untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik, termasuk juga di dalamnya pengelolaan infrastruktur, terdapat beberapa sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh Kabupaten Simalungun. Sumber-sumber pendanaan tersebut sebagian telah diatur dalam peraturan perundangan mengenai besaran maupun mengenai tata cara pembentukan dan penggunaannya. Sedangkan sebagian lainnya masih belum diatur secara jelas ataupun terbatas pengaturannya jika dikaitkan dengan pendanaan layanan infrastruktur perkotaan.

9.3.1. APBD Kabupaten Simalungun

APBD merupakan sumber pendanaan utama dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur di Kabupaten Simalungun. Secara umum APBD merupakan penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Secara detail terdapat komponen-komponen pendapatan dan pembiayaan yang dapat menjadi sumber penadanaan infrastruktur.

Dari komponen pendapatan, terdapat sub-komponen PAD, DAU dan DAK yang dapat lebih dioptimalkan. Dalam sub-komponen PAD, retribusi infrastruktur masih dapat lebih dimaksimalkan lagi untuk lebih menguatkan PAD Kabupaten Simalungun, khususnya guna pembiayaan kembali layanan infrastruktur. Selain itu sub-komponen pajak juga potensial untuk terus ditingkatkan guna peningkatan penerimaan Kabupaten Simalungun. Sedangkan sub-komponen DAU, dengan melihat jumlah yang cukup signifikan, maka penggunaan anggaran DAU untuk infrastruktur masih sangat dimungkinkan. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Simalungun akan kembali memperhitungkan kebutuhan pendanaan infrastruktur untuk menetapkan pengalokasian pendanaan infrastruktur dalam DAU.

Sub-komponen DAK juga masih bisa diharapkan untuk bisa menjadi salah satu sumber pendanaan infrastruktur mengingat infrastruktur mulai mendapat perhatian pemerintah pusat. Jika dilihat dari alokasi DAK untuk tahun 2011, maka Kabupaten Simalungun dapat mengalokasikan pendanaan infrastruktur dari bagian bidang kesehatan, air bersih, prasarana, maupun lingkungan hidup.

9.3.2. Dana Alokasi Umum

Diterapkannya UU No. 33 Tahun 2004 memiliki dampak atau implikasi yang cukup besar terhadap perekonomian daerah pada umumnya. Salah satunya dengan adanya dana perimbangan, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Melalui kebijakan bagi hasil sumber daya alam diharapkan daerah dan masyarakat setempat dapat lebih merasakan hasil dari sumberdaya alam yang dimiliki. Karena selama ini hasil sumber daya alam lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat dibandingkan masyarakat setempat. Bagi Hasil Sumber Daya Alam ditujukan untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara pemerintah pusat dan daerah penghasil, sedangkan DAU untuk mengurangi ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) antar daerah.

DAU merupakan Transfer pemerintah Pusat kepada Daerah bersifat “Block Grant” yang berarti kepada

(10)

Daerah Provinsi dan untuk Daerah Kabupaten ditetapkan berdasarkan perimbangan kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten.

9.3.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pada Bab I mengenai Ketentuan Umum UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Hal ini dipertegas di Pasal 51 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan yang menyebutkan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah.

9.3.4. Pajak Daerah

Jenis-jenis Pajak Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dapat dilihat pada: Jenis pajak provinsi bersifat limitatif yang berarti provinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. Adanya pembatasan jenis pajak yang dapat dipungut oleh provinsi terkait dengan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom yang terbatas hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupaten dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya provinsi dapat tidak memungut jenis pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai. Berkaitan dengan besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001.

Jenis pajak kabupaten tidak bersifat limitatif, artinya kabupaten diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam UU No. 34 Tahun 2000 dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU tersebut. Besarnya tarif definitif untuk pajak kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU.

9.3.5. Retribusi Daerah

Retribusi daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

(11)

objek dan subjek retribusi telah diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, sehingga kewenangan daerah dalam pemungutan retribusi hanya ada pada penetapan tarif dan sasaran pengenaan retribusi. Dalam menetapkan tarif Retribusi Jasa Umum, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif didasarkan pada kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Untuk mencapai sasaran dimaksud, penetapan tarif Retribusi Jasa Umum, antara lain, dimaksudkan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Sementara itu, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Untuk mencapai sasaran dimaksud, penetapan tarif Retribusi Jasa Umum, antara lain, dimaksudkan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Sementara itu, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

9.3.6. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Di dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, Pemerintah menggunakan 3 (tiga) azas pemerintahan, yaitu: Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (medebewind). Desentralisasi adalah penyerahan wewenang/ urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang/urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

(12)

jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 menegaskan bahwa:

1. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai dari APBD;

2. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN;

3. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala daerah otonom dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN.

Tugas Pembantuan didanai dari APBN. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan merupakan Dana Dekonsentrasi yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi Vertikal Pusat di daerah. Demikian pula dengan Tugas Pembantuan, dimana setiap adanya penugasan dari Kementerian/Lembaga kepada kepala daerah akan diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai penugasan merupakan Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan/atau desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Hal ini berarti bahwa Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan untuk daerah provinsi/kabupaten/kota dan/atau desa sesuai dengan beban dan jenis penugasan yang diberikan dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada yang memberikan penugasan.

9.3.7. Pinjaman Daerah

Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah merupakan salah satu instrumen pembiayaan pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik. Pada prinsipnya, pinjaman daerah terjadi karena APBD mengalami defisit.

Dalam teori pengelolaan keuangan, kita mengetahui bahwa ketika suatu institusi mengalami defisit bukan berarti organisasi tersebut mengalami kekurangan uang (cash shortage), tetapi defisit dapat direncanakan dalam rangka investasi untuk dapat mengambil keuntungan dengan melakukan

pinjaman dengan prinsip memanfaatkan uang ‘sekarang’, yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan uang ‘masa datang’. Dengan prinsip tersebut di atas, maka Pemerintah Daerah

(13)

Pemerintah yang Dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah.

9.3.8. Obligasi Daerah

Dalam UU 33/2004 dan PP 54/2005, Obligasi Daerah diartikan sebagai pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Terdapat dua unsur utama yang perlu diperhatikan khusus dalam kaitannya dengan Obligasi Daerah. Unsur yang pertama adalah, berkaitan dengan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Obligasi Daerah. Untuk melindungi fiskal daerah, Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.

Penerbitan obligasi ini dimaksudkan untuk membiayai proyek-proyek yang dapat memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan. Pada prinsipnya, diharapkan pendapatan yang didapat dari proyek yang dibiayai Obligasi Daerah dapat menutup pokok dan bunga yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, perlu diadakan langkah langkah penilaian atas proyek yang akan dibiayai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kemungkinan apakah komponen-komponen dari proyek yang dimaksud di sini telah layak sehingga benar-benar dapat menghasilkan penerimaan.

Unsur yang kedua adalah mengenai penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal. Dalam prakteknya Obligasi Daerah dianggap sebagai efek yang bersifat utang. Jika Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan Obligasi Daerah telah diterbitkan dan telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), maka Obligasi Daerah telah siap untuk diperjualbelikan di pasar modal. Transaksi jual beli Obligasi Daerah mengikuti mekanisme di pasar modal. Berkaitan dengan hal ini, prosedur yang perlu diikuti telah diatur sedemikian rupa melalui berbagai Keputusan Kepala Bapepam-LK dan peraturan pasar modal lainnya. Pihak yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus memenuhi prinsip keterbukaan di pasar modal. Prinsip keterbukaan dimaksudkan untuk memberikan informasi lengkap mengenai prospek Obligasi Daerah untuk menarik minat investor.

Obligasi Daerah merupakan efek yang bersifat utang, dimana si penerbit obligasi memiliki piutang terhadap pemegang obligasi dan si berutang berkewajiban untuk membayar pokok obligasi beserta bunganya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian pemberian Obligasi Daerah. Obligasi Daerah diberikan untuk waktu yang tetap selama lebih dari 1 (satu) tahun. Obligasi Daerah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi).

9.3.9.

S

TRATEGI

U

NTUK

M

ENGOPTIMALKAN

S

UMBER

-S

UMBER

P

ENDANAAN

Strategi ini dimaksudkan agar sumber-sumber pendanaan yang ada dapat dimaksimalkan terutama dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan

A. Mengoptimalkan APBD.

(14)

penggunaan APBD untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur Kabupaten Simalungun dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Penetapan Kebutuhan Program Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur Kabupaten Simalungun.

Penetapan kebutuhan program pembangunan dan pengembangan infrastruktur perlu untuk dilaksanakan untuk menstrukturkan dan mengintegrasikan langkah-langkah pembangunan infrastruktur di Kabupaten Simalungun. Program ditetapkan berdasarkan target-target pembangunan infrastruktur sebagaimana telah ditetapkan di dalam RPJMD, RPJMN, SPM, maupun MDGs. Untuk tahap awal kebutuhan program pembangunan infrastruktur ini akan dihitung sampai dengan tahun 2010 (disesuaikan dengan masa perencanaan RPJMD). Secara detail, kebutuhan program-program pembangunan infrastruktur ditetapkan berdasarkan target-target pembangunan yang ada. Adapun target-target-target-target pembangunan infrastruktur secara garis besar dijelaskan sebagai berikut:

 Penetapan program meliputi identifikasi program-program pembangunan fisik infrastruktur maupun program non-fisik infrastruktur (kampanye, advokasi, maupun capacity building).  Pembangunan program non-fisik tidak kalah penting dari pembangunan fisik terutama guna

optimalisasi peman-faatan infrastruktur infrastruktur yang akan dibangun.

 Program-program yang diidentifikasikan di atas juga akan disusun dengan perencanaan detail teknis dan kebutuhan pendanaannya.

2. Penetapan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Perkotaan

Identifikasi kebutuhan program pembangunan selanjutnya diterjemahkan menjadi kebutuhan pendanaan guna penyelenggaraan program-program tersebut. Dalam hal ini, kebutuhan anggaran berdasarkan program-program di atas akan dilengkapi dengan kebutuhan pengelolaan infrastruktur yang telah terbangun (termasuk juga penghitungan setelah program pembangunan infrastruktur dilaksanakan).

 Kebutuhan anggaran dan program pembangunan infrastruktur-infrastruktur perkotaan.

Pembangunan infrastruktur baru sangat terkait dengan perluasan cakupan layanan infrastruktur perkotaan guna mengejar pemenuhan target layanan infrastruktur yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun. Pembangunan infrastruktur juga diiringi dengan program advokasi dan kampanye baik kepada pemerintah maupun masyarakat terutama tentang pentingnya infrastruktur serta dampaknya. Tujuan utama dari kampanye dan advokasi adalah untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan tentang infrastruktur serta dampak yang ditimbulkannya.

 Kebutuhan anggaran dan program pembangunan non-fisik infrastruktur perkotaan dan perdesaan.

(15)

 Kebutuhan anggaran operasional dan pemeliharaan layanan infrastruktur terbangun.

Kebutuhan ini penting untuk dihitung terutama dalam kaitannya dengan kelanggengan penyelenggaraan layanan infrastruktur Kabupaten Simalungun. Kebutuhan anggaran ini dapat diturunkan dari kebutuhan total operasional dan pemeliharaan prasarana terbangun dikurangi dengan retribusi infrastruktur yang dapat dikumpulkan. Besaran kebutuhan anggaran pembangunan dan pengembangan infrastruktur perkotaan di atas akan menjadi landasan bagi pengembangan strategi pendanaan lainnya.

3. Estimasi Kekuatan Pendanaan Internal Kabupaten Simalungun untuk Infrastruktur

Kekuatan pendanaan internal kabupaten dapat diturunkan dari pendapatan pajak daerah (komponen PAD) serta pendapatan bagi hasil pajak/non-pajak dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi (komponen dana perimbangan). Komponen lain tidak dapat dijadikan sebagai komponen kekuatan internal terutama mengingat karakteristik masing-masing komponen. Seperti misalnya pendapatan retribusi yang akan kembali digunakan untuk kepentingan layanan yang dikenai retribusi (dan biasanya masih memerlukan subsidi untuk tetap menjalankan layanan tersebut). Sedangkan DAU diturunkan berdasarkan celah fiskal, dan DAK yang sangat tergantung dengan program pemerintah pusat yang sangat top down. Dengan kondisi yang ada, maka estimasi pajak daerah ditetapkan dengan melihat proporsinya terhadap penerimaan PAD (pertumbuhan pajak daerah menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif, sedangkan besaran proporsinya terhadap PAD memperlihatkan besaran yang lebih stabil).

Dalam hal ini pertumbuhan rata-rata penerimaan PAD APBD Kabupaten Simalungun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir adalah sebesar 0,67% dan diperkirakan pada Tahun 2013 diperkirakan sebesar 8,60%, dimana estimasi pajak PBB akan dikelola oleh kabupaten sehingga penerimaan PAD meningkat (proporsi rata-rata pajak daerah terhadap PAD adalah sebesar 60-65%), sedangkan estimasi bagi hasil pajak/non-pajak dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi akan diturunkan berdasarkan proporsinya terhadap penerimaan dana bagi hasil, dimana proporsi rata-rata dana perimbangan terhadap total penerimaaan adalah sebesar 60-75%.

4. Penetapan Komitmen Pendanaan untuk Pengelolaan Infrastruktur

Komitmen yang dimaksud adalah besaran proporsi pendanaan infrastruktur terhadap total pendanaan internal Kabupaten Simalungun. Penetapan proporsi anggaran untuk infrastruktur akan dibentuk berdasarkan kesepakatan dengan DPRD Kabupaten Simalungun. Dengan terbentuknya komitmen ini, maka pemilahan program berdasarkan sumber pendapatan akan dapat dilakukan dengan lebih cermat dan obyektif. Langkah ini lebih lanjut dapat menunjukkan celah fiskal untuk layanan infrastruktur Kabupaten Simalungun. Dengan kata lain akan terlihat gap pendanaan yang ditunjukkan melalui kapasitas fiskal Kabupaten Simalungun dengan kebutuhan pendanaan untuk layanan infrastruktur perkotaan dan perdesaan.

5. Pemilahan program yang akan didanai dengan anggaran internal Kabupaten Simalungun

(16)

6. Pengusulan perbaikan alokasi DAU untuk layanan infrastruktur

Mengingat layanan infrastruktur merupakan salah satu layanan publik yang menjadi urusan wajib kabupaten, maka Pemerintah Kabupaten Simalungun akan memperhitungkan proporsi untuk pendanaan layanan infrastruktur berdasarkan perhitungan gap fiskal. Dengan pengalokasian dana DAU yang lebih jelas untuk menutupi gap fiskal layanan infrastruktur, maka pembangunan dan pengembangan layanan infrastruktur Kabupaten Simalungun akan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, terarah dan lebih obyektif.

7. Penetapan proporsi pendanaan infrastruktur dalam DAK

DAK sangat berkaitan dengan program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, besaran DAK sulit untuk dapat diprediksikan besarannya setiap tahunnya. Selain itu peruntukan pendanaan bagi infrastruktur tidak dijelaskan secara eksplisit dalam DAK. Walaupun demikian peruntukan layanan infrastruktur yang dapat dikaitkan dengan bidang pendanaan DAK adalah bidang kesehatan, air bersih, prasarana, dan lingkungan hidup. Karena itu Pemerintah Kabupaten Simalungun akan berusaha menetapkan dan mengalokasikan pendanaan untuk infrastruktur dari bagian bidang-bidang tersebut.

8. Memaksimalkan Pendanaan Sektor Swasta dan Masyarakat

Mengingat investasi infrastruktur skala kabupaten umumnya belum mampu menarik minat swasta, maka pemerintah Kabupaten Simalungun akan lebih mengembangkan program infrastruktur melalui kontrak-kontrak kerja infrastruktur dengan pihak swasta. Selain itu Pemerintah Kabupaten Simalungun juga akan memberikan kemudahan kepada pihak swasta yang selama ini telah menyelenggarakan layanan-layanan yang selama ini telah dikelola oleh pihak swasta. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Simalungun akan melakukan:

 Identifikasi layanan infrastruktur yang dapat dilakukan oleh swasta dan masyarakat.  Mengkaji bentuk-bentuk insentif bagi pendanaan infrastruktur oleh swasta.

Selain itu pemerintah Kabupaten Simalungun akan berusaha mendapatkan CSR guna mendanai penyelenggaraan infrastruktur di Kabupaten Simalungun, terutama pendanaan program infrastruktur yang belum tercover oleh pendanaan internal. Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil adalah sebagai berikut:

 Identifikasi program pembangunan dan pengembangan layanan infrastruktur yang belum tercover oleh pendanaan internal.

 Kompilasi perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan program CSR, terutama perusahaan-perusahaan di daerah sekitar Kabupaten Simalungun.

 Koordinasi dan penyusunan proposal infrastruktur yang rencananya didanai CSR kepada perusahaan-perusahaan yang telah diidentifikasikan.

 Penyampaian proposal pembiayaan CSR untuk program infrastruktur kepada perusahaan.  Follow-up proposal untuk mencapai kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten

Simalungun dengan perusahaan bersangkutan.

9. Memanfaatkan Pendanaan Melalui Hibah Luar Negeri

(17)

Untuk itu tahapan yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun adalah sebagai berikut:

 Mengidentifikasikan program-program infrastruktur skala besar yang belum mampu dibiayai pendanaan internal kabupaten.

 Penyusunan proposal administrasi, teknis, dan proposal finansial untuk program terpilih

Penyampaian usulan hibah kepada pemerintah (langsung kepada Bappenas ataupun melalui Departemen Teknis terkait).

9.4.

PROYEKSI DAN RENCANA INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD Kabupaten.

9.4.1.

Proyeksi APBD 5 Tahun ke Depan

Proyeksi APBD Kota Simalungun dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan

Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: Y0 = Nilai tahun ini Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya

Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah.

2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan: Yn=Y0(1+r)n

Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut:

Keterangan: Yn = Nilai pada tahun n r = % pertumbuhan Y0 = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5)

3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis

(18)

 Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut :

Net Public Saving = Total Penerimaan Daerah - Belanja Wajib

NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)

Belanja Mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku. Kewajiban Daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

 Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut:

PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum

DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana Reboisasi

DSCR =

(PAD+DAU+DBH+DB Belanja Wajib)

(19)

9.5.

ANALISIS KETERPADUAN STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

9.5.1.

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut:

a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya.

b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhitungan. c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis.

d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta.

9.5.2.

Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:

1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten dan provinsi;

2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi penggunaan anggaran; 3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;

5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;

6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.

Gambar

TABEL 9.1.
TABEL 9.2.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kerja sama penyelenggaraan statistik dapat juga dilakukan oleh Badan, instansi pemerintah, dan atau masyarakat dengan lembaga internasional, negara asing, atau lembaga

Sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar dalam PDRB Kalimantan Tengah, pada triwulan I-2011 mengalami kontraksi dengan pertumbuhan -0,28 persen dibanding triwulan yang

Perairan muara Sungai Ciliwung mempunyai fungsi dan arti penting bagi wilayah DKI Jakarta, tetapi kondisinya sangat memprihatinkan karena pencemaran yang ditimbulkan

Sebelum melakukan perancangan burner untuk reaktor gasifikasi yang dirancang, terlebih dahulu dilakukan percobaan pembakaran gas keluaran reaktor dengan menggunakan burner

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai r=0,213 dengan p=0,004 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif antara harga diri dan kemampuan

Dalam interaksi belajar mengajar, guru dan peserta didik harus aktif. Untuk menciptakan interaksi belajar mengajar yang efektif, setidaknya guru harus menguasai dan

Hasil wawancara yang dilakukan pada mahasiswa ini menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut masih berkeinginan untuk tetap menggunakan jasa cuci kiloan di tempat yang sama di

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir