• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN CERAMAH MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IO NAL/KETUA BAPPE NAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN CERAMAH MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IO NAL/KETUA BAPPE NAS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN CERAMAH

MENTERI

NEGARA

PERENCANAAN

PEMBANGUNAN

NAS

IO NAL/KETUA

BAPPE

NAS

G i nandjar Kartasasmita

D i s a m p a i k a n

p a d a :

Pendiddikan

Kader Tingkat Nasional

Partai Persatuan

Pembangunan

(P3)

(2)

1 .

Repelita

VI yang j,tga memuat

proyeksi PJP II, dirancang

dan disusun

berdasarkan:

arahancBHN 1993,

hasil pembangunan

dalam PJP I sebagai

modal dasar dan pangkal

tolak, dan

tantangan

yang diperkirakan

akan dihadapi, kendala

yang dapat

menghambat

dan harus diatasi, dan peluang

yang dapat dimanfaatkan

dalam pelaksanaan

pembangunan

di masa

depan.

Sebagai

hasil pembangunan

dalam PJP I dewasa

ini telah tercipta stabilitas

nasional yang mantap; momentum

pertumbuhan

dengan laju yang cukup

tinggi; struktur ekonomi

yang lebih seimbang;

ketahananyangmakin

kuat

terhadap

gejolak ekonomi baik dari dalam maupun dari luar; kebutuhan

pokok ralcyat

telah semakin

terpenuhi

secara

meluas; peranan

dan

kemam-puan swasta

di berbagai

bidang telah meningkat

seperti

tercermin dalam

perkembangan

dari porsi investasi,

meningkatnya

ekspor

dan penerimaan

pajak; pranata

dan lembaga

ekonomi telah berkembang;

kesejahteraan

rakyat yang makin merata;

jumlah penduduk

miskin juga semakin

berku-rang. Kesemuanya

itu merupakan

landasan

yang kuat untuk memasuki

tahap

pembangunan

berikutnya.

Di balik keberhasilan

itu kita menyadari

betapa

masih

jauhnya kita dari

cita-cita

pembangunan

yang berkeadilan

yang menjadi dambaan

kita.

GBHN 1993 mengingatkan

bahwa upaya untuk menghilangkan

kemiskinan

dan keterbelakangan

perlu dilanjutkan

dan ditingkatkan

dalam PJP II, dan

bahwa pertumbuhan

ekonomi

harus diarahkan

untuk meningkatkan

penda-patan masyarakat

serta

mengatasi

ketimpangan

ekonomi

dan kesenjangan

sosial. Ini merupakan

tantangan

besar bagi kita dalam PJP II.

Berbicara

mengenai

ketimpangan

ekonomi dan kesenjangan

sosial, maka

kita berbicara

mengenai

ketimpangan

dan kesenjangan

antardaerah,

yaitu

Jawa dan luar Jawa, kawasan

timur dengan

kawasan

batat, antara

daerah

perkotaan

dan perdesaan.

a .

b .

c .

2 .

J .

4 .

5 .

(3)

8 .

6.

Kita juga berbicara

mengenai

ketimpangan

struktural

antarsektor,

khusus-nya antara

sektor

pertanian

dengan

sektor industri dan jasa, antara

sektor

tradisional

dengan

sektor modern, antara

sektor formal dengan

sektor

informal.

7 .

Kita juga harus berhadapan

dengan

kesenjangan

antara golongan

ekonomi

dan strata pendapatan dalam masyarakat. Kita harus membuka mata pada kenyataan bahwa masih ada kesenjangan dari apa yang telah kita capai sekarang dengan cita-cita ekonomi kita, yaitu membangun ekonomi berda-sar atas demokrasi ekonomi. Kita melihat betapa lapisan bawah ekonomi kita masih lemah dan lapisan menengah belum mewujud secara kukuh. Mengatasi berbagai masalah itu, dan memperkecil berbagai ketimpangan dan kesenjangan, serta menyiapkan landasan yang menuju ke arah perwu-judan cita-cita ekonomi bangsa Indonesia, merupakan tantangan besar

dalam PJP II.

Secara khusus kita berhadapan dengan masalah kemiskinan, yang meskipun telah jauh berkurang, tetapi masih tetap merupakan masalah besar. Sekitar L5% atau27 juta penduduk masih hidup di bawah garis yang layak bagi kemanusiaan. Ada 20 ribu desa lebih yang potensinya sangat tertinggal dan menjadi kanfung kemiskinan bagi jutaan rakyat. Mengatasi masalah kemis-kinan dengan secepatnya dengan langkah yang efektif merupakan pula tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia dalam PJP II.

Berkaitan erat dengan masalah itu kemiskinan adalah masalah lapangan kerja. Jumlah penganggur terbuka bagi bangsa yang besar seperti Indone-sia, relatif kecil, yaitu sekitar 3,2 % pada tahun 1990. Namun masalah yang lebih besar lagi adalah pengangguran terselubung yang mencapai 37 % pada tahun 1990. Pengangguran terselubung ini menunjukkan produktivitas ekonomi kita yang rendah. Tingkat pendapatan yang rendah, menjadi juga salah satu sumber kemiskinan. Oleh karena itu, masalah penciptaan lapangan kerja yang produktif menjadi tantangan bagi setiap usaha pembangunan.

10. Berkaitan dengan itu kita berhadapan pula dengan masalah kependudukan, karena pertumbuhan angkatan kerja disebabkan oleh pertumbuhan

pendu-9 .

(4)

1 1 .

duk. Pertumbuhan

penduduk

kita makin terkendali,

dan hal itu menjadi

salah

satu kunci keberhasilan

kita dalam PJP I, dan dikagumi oleh dunia.

Tapi dalam angka absolut

pertambahan

penduduk

masih tetap besar, dan

masih tetap akan menjadi masalah

bagi.kita

untuk menyediakan

lapangan

kerja dan layanan

sosial

yang layak. Yang membuat

tantangannya

menjadi

lebih berat adalah

penyebarannya

yang tidak merata, yang juga menjadi

salah

satu

penyebab

terjadinya

proses

kemiskinan.

Sekitar

separuh

pendu-duk Indonesia

pada akhir PJP II akan Qerada

di perkotaan.

Masalah kependudukan tidak hanya persoalan kuantitasnya saja, tetapi juga kualitasnya. Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah, yang menyebabkan pula rendahnya produktivitas. OIeh karena itu GBHN mele-takkan titik berat pembangunan dalam PJP II seiring dengan bidang ekonomi adalah kualitas sumber daya manusia. Dalam proses lepas landas menuju bangsa yang maju dan mandiri, tidak dapat tidak kita harus mengandalkan kepada sumber daya manusia yang makin berkualitas. Hal ini telah diketengahkan secara tepat oleh rakyat, dalam GBHN L993, dalam rumusan titik berat, tetapi juga dalam pokok-pokok pikiran yang melandasi pembangunan itu sendiri mulai dari hakikat dan makna pembangunan, sampai kepada asas-asas, modal dasar, faktor dominan serta kaidah penun-tun. Hal itu juga menjelaskan mengapa ilmu pengetahuan dan teknologi ditempatkan sebagai bidang pembangunan yang sejajar dengan bidang-bidang lainnya seperti bidang-bidang ekonomi, sosial dan politik, karena manusia yang berkualitas adalah yang memiliki kadar teknologi yang memadai. Dengan sendirinya kualitas dasar sumber daya manusia ditentukan oleh taraf pendidikan dan derajat kesehatannya. Demikian pula sisi spiritual dan i d e a l i s m e n y a , y a n g m e m b e n t u k m o r a l d a n e t i k s e r t a s e m a n g a t pembangunan.

Tantangan untuk mengembangkan kemampuan sumber daya manusia

menjadi lebih besar lagi, karena kita sudah makin terdesak untuk tidak mengandalkan terlalu banyak kepada sumber daya alam. Meskipun kita memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan beraneka ragam, namun untuk menunjang pembangunan jangka panjang jumlahnya relatif terbatas, bahkan untuk beberapa sumber daya sudah akan kritis, seperti

12.

1 3 .

(5)

1 4 .

energi, lahan dan air. Daya dukung alam kita juga makin terbatas,

bahkan

kualitas

lingkungan

sudah

banyak

menurun. Dengan

daya dukung dan

sumber daya alam yang makin terbatas

padahal

penduduk

bertambah

terus

dan kegiatan pembangunan

meningkat maka perbenturan

kepentingan

antara

kebutuhan

untuk pembangunan

dan pemeliharaan

kelestarian

dan

kualitas

lingkungan

akan makin kerap terjadi. Di antaranya

yang paling

peka adalah

pemanfaatanlahan,

yang tidak bisa dihindari, selalu akan

diliputi benturan-benturan

kepentingan.

Persoalannya

bermula di bidang

sosial ekonomi,

tetapi akan berdampak

sosial politik. Kita harus bisa

menangani

berbagai

benturan

kepentingan

itu dengan

baik-baik, dengan

arif, sehingga

tidak mengganggu

pencapaian

sasaran-sasaran

pembangunan,

tetapi senantias

a memperhatikan

rasa keadilan

masy

ar akat.

Kita akan menghadapi

tantangan

pula dari dunia yang makin menyatu dan

kehidupan

bangsa

kita yang makin terbuka. Gagasan-gagasan,

nilai-nilai,

pola hidup, pola pikir, serta gaya

hidup termasuk

sikap dan moral, dari

luar akan deras

masuk

ke Indonesia.

Tidak mungkin kita membendungnya.

Di antara

berbagai

nilai itu, ada

yang baik yang memang

kita perlukan

dalam

proses

pembangunan,

dalam

proses

modernisasi

bangsa

kita, Namun

banyak

di antaranyayang

tidak sesuai

dengan

pandangan

kita mengenai

diri

kita sendiri, dengan

kepribadian

dan jatidiri kita. Bahkan

ada di antaranya

yang membahayakan

sendi-sendi

kehidupan

bangsa

dan negara

yang

dile-takkan oleh para pendiri Republik. Jelasnya

di antara

nitai-nilai positif ada

aspek

negatif dari pengaruh

asing pada kehidupan

bangsa

kita. Merupakan

tantangan

yang tidak ringan untuk menciptakan

kemampuan

bangsa kita

untuk menyaring

berbagai

unsur asing itu, menyerap

yang baik dan

mena-pis yang tidak baik. Ini merupakan

tantangan

dalam segala

aspek

kehi-dupan, ekonomi, sosial dan politik, terutama

kalau kita ingin pembangunan

kita tidak keluar dari relnya cita-cita

perjuangan.

Kalau saya

katakan

demikian,

tidak berarti kita tidak memerlukan

pemba-haruan. Sebaliknya

tidak ada diantara

kita yang akan mengatakan

apa yang

telah kita capai sampai

sekarang

adalah

keadaan

yang ideal. Kita sadari,

seperti

di atas

telah dikemukakan,

sistem

dan tatanan

sosial

ekonomi kita

harus diperbaiki,

kita sadari

pula bahwa sistem dan tatanan

sosial politik

harus terus disempurnakan.

Justru di sini letaknya

tantangan,

bagaimana

1 5 .

(6)

1 6 .

kita mengupayakan pembaharuan, di atas landasan dan dengan cara yang setepat-tepatnya sehingga tidak menghilangkan dan membuat mundur yang telah kita bangun selama ini, yang telah melalui proses yang panjang dan tidak mudah serta penuh pengorbanan. Untuk itu dari kita dituntut kearifan dan kesabaran, di samping konsistensi. Segala sesuatu harus kita jalankan dalam kerangka sistem yang telah kita bangun meskipun untuk memper-baiki sistem itu sendiri.

Oleh karena itu pula dalam PJP II, hukum seperti juga ilmu pengetahuan dan teknologi tadi, telah menjadi bidang pembangunan sendiri karena kita menyadari betapa hakikinya peranan dan fungsi hukum dalam kehidupan setiap bangsa. Kita juga menyadari bahwa pembangunan hukum agak tertinggal, dibanding pembangunan ekonomi dan perkembangan kemajuan, sehingga hukum tidak bisa berfungsi sebagai rambu-rambu atau penerang jalan yang efektif bagi pembangunan dan kehidupan bangsa. Berkaitan

dengan itu kita merasakan betapa disiplin nasional tidak berkembang seja-lan dengan dinamika kemajuan, sehingga kita rasakan bahwa gerak pem-bangunan kita belum optimal. Membangun, menegakkan dan membudaya-kan hukum serta disiplin nasional merupamembudaya-kan tantangan pula bagi kita dalam PJP II, untuk menjamin proses pembangunan yang optimal.

Secara keseluruhan untuk suksesnya pembangunan faktor kepemimpinan adalah sangat penting. Kepemimpinan mulai dari tingkat nasional sampai di tingkat perdesaan, di lingkungan pemerintah maupun masyarakat, yaitu organisasi-organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta di kalangan dunia usaha. Hasil dan kualitas pekerjaan kita dalam segala bidang, ditentukan oleh kualitas kepemimpinan di segala jenjangnya. Maka menjadi tantangan pula bagi bangsa kita untuk membangun kepemimpinan yang tepat dan efektif, yang mampu menam-pung, memotivasi, meneladani dan membimbing masyarakat menuju kemajuan, memenangkan persaingan, mengatasi masalah-masalah dan memanfaatkan peluang-peluang .

Dengan pengantar tersebut, rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua atau PJP II disusun berdasarkan petunjuk-petunjuk pokok GBHN 1993, sebagai berikut:

T 7 ,

1 8 .

(7)

1 )

Pertama-tama

menjadi pegangan

adalah

nilai-nilai dasar yang

menji-wai GBHN 1993, yaitu makna dan hakekat

pembangunan

nasional,

asas-asas

pembangunan

nasional,

modal dasar, faktor dominan,

'Wawasan

Nusantara,

konsepsi

ketahanan

nasional

serta

kaidah-kaidah

penuntun

dalam

pelaksanaan

pembangunan.

PJP II merupakan

proses

kelanjutan,

peningkatan,

perluasan

dan

pembaruan

dari PJP I.

Tujuan Pembangunan

Jangka

Panjang

Kedua adalah

mewujudkan

bangsa

yang maju dan mandiri serta sejahtera

lahir batin sebagai

landasan

bagi tahap

pembangunan

berikutnya.

Untuk mewujudkan

tujuan tersebut, sasaran

umum Pembangunan

Jangka

Panjang

Kedua adalah terwujudnya kualitas manusia dan

kualitas

masyarakat

Indonesia

yang maju dan mandiri dalam suasana

tenteram

dan sejahtera

lahir batin.

untuk mencapai

sasaran

tersebut,

titik berat Pembangunan

Jangka

Panjang

Kedua diletakkan

pada bidang ekonomi, yang merupakan

penggerak

utama pembangunan,

seiring dengan

peningkatan

kualitas

sumber

daya manusia

dan didorong secara

saling memperkuat,

saling

terkait dan terpadu

dengan

pembangunan

bidang-bidang

lainnya.

Pelaksanaan

PJP II tetap bertumpu

kepada

Trilogi Pembangunan.

2)

3)

4)

5)

6)

1 9 .

Dari berbagai petunjuk GBHN 1993 kemajuan, kemandirian, dan

kese-j ahteraan merupakan kata-kata kunci dalam Pembangunan.Jangka Panj ang Kedua. Atas dasar itu sasaran-sasaran PJP II dikembangkan untuk menca-pai taraf kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan bangsa yang meningkat seperti yang dikehendaki dalam GBHN 1993.

Untuk mencapai kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan seperti yang diinginkan, kegiatan ekonomi harus berkembang dengan cepat. Sehu-bungan dengan itu, dalam PJP II pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi, yairu rata-rara sekitar 7 persen per tahun. Laju pertumbuhan ekonomi ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan ekonomi selama PJP I yang besarnya rata-rata 6,8 persen per tahun, yang oleh masyarakat internasional dinilai sebagai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi itu diiringi oleh upaya untuk menurunkan laju

20.

(8)

2 t .

pertumbuhan

penduduk,

di mana menjelang

akhir PJP II sasaran

perfumbu-hannya

adalah

kurang dari 0,9 persen

per tahun. Apabila kedua sasaran

ini

dapat

tercapai

maka pada akhir PJP II pendapatan

per kapita Indonesia

dalam harga nyata akan meningkat

menjadi

hampir 4 kali lipat dari tingkat

yang sekarang,

atau menjadi sekitar US$ 2.600 yang dihitung berdasarkan

harga konstan

tahun 1989/90.

Dilihat dari nominalnya

peningkatan

penda-patan per kapita itu tentu akan

jauh lebih tinggi lagi.

Untuk mencapai

berbagai

sasaran

tersebut,

sektor industri harus sudah

berfungsi

sebagai

motor penggerak

perekonomian.

Oleh sebab

itu, selama

PJP II sektor industri diharapkan

tumbuh dengan

kecepatan

rata-rata

di atas

9 persen

per tahun. Selain itu, sektor industri juga diandalkan

sebagai

penyerap

utama

lapangan

kerja produktif, secara

bertahap

menggantikan

sektor pertanian.

Keterkaitan

seklor industri dan seklor pertanian

ditingkat-kan dengan

makin mengembangkan

agroindustri

dan agrobisnis.

Demikian

pula keterkaitan

sektor industri dengan

sektor yang mengelola

sumber

daya

alam lainnya seperti

pertambangan,

sehingga

struktur industri menjadi

lebih kukuh.

Dengan

makin majunya

sektor industri maka sumbangan

sektor pertanian

dalam PDB diperkirakan

terus menurun.

Namun pertanian

masih akan

tetap memegang

peranan

strategis

dalam PJP II karena

di samping

fungsi-nya untuk memenuhi

kebutuhan

pangan

bagi penduduk

yang jumlahnya

besar, sektor pertanian

juga masih akan menjadi sumber mata pencaharian

utama dari sebagian

besar angkatan

kerja di Indonesia.

OIeh karena

itu

sektor

pertanian

masih diharapkan

tumbuh

relatif cukup tinggi, yaitu

seki-tar 3,5 persen

setahun

selama

PJP II. Pada

akhir PJP II sumbangan

sektor

pertanian

terhadap

PDB hanya

akan tinggal 8,L9% dibanding

20,17% pada

akhir PJP I dan industri menjadi32,457o

dibanding2A,S3%

Pembangunan

sektor industri dan pertanian

memerlukan

dukungan

sektor

lain seperti

jasa perhubungan,

perdagangan,

dan pelayanan

keuangan

yang

andal dan efisien. Sektor-sektor

lain ini diharapkan

tumbuh dengan

rata-rata lebih dari 7 persen

setahun.

Keterkaitan

yang makin kuat antara sektor

industri, sektor pertanian

dan sektor

jasa sangat

penting dalam

memban-gun jaringan kegiatan

ekonomi

yang efisien dan produktif.

22.

2 3 .

(9)

24.

25.

Seiring dengan

pembangunan

ekonomi,

titik berat pembangunan

dalam

PJP II adalah

peningkatan

kualitas sumber

daya manusia.

Kebijaksanaan

di

bidang

pendidikan,

kesehatan

dan kesempatan

kerja adalah

unsur-unsur

utama

dalam pengembangan

sumber daya

manusia.

Semua

unsur tersebut

sangat

erat keterkaitannya

dan memerlukan

upaya yang sungguh-sungguh

untuk meningkatkannya

dalam 25 tahun yang akan datang.

Di bidang

pendidikan,

program yang utama

adalah

wajib belajar

Pendi-dikan Dasar Sembilan

Tahun yang akan dimulai dalam tahun pertama

Repelita VI dan diharapk'an

sudah tuntas selambat-lambatny

a pada akhir

Pelita VIII. Pada akhir PJP II diharapkan

angka partisipasi

kasar pendi.:

dikan pada tingkat SLTA sudah

mencapai

80 persen

dari sekarang

sekitar

33 persen,

dan pendidikan

tinggi sudah

mencapai

25 persen

dari sekarang

sekitar 10,5 persen.

Pendidikan

juga sudah

harus makin mengarah

dan

tanggap

terhadap

kebutuhan

pasar

kerja.

26. Erat kaitannya dengan pendidikan dan amat pokok peranannya bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas adalah pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pentingnya sehingga dalam GBHN 1993 ilmu pengetahuan dan teknologi ditempatkan sebagai salah satu bidang pembangunan sejajar dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Peningkatan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tercermin dalam pening-katan kadar teknologi pada produk yang kita hasilkan sehingga mampu meningkatkan daya saing di pasar dunia, yang berarti pula meningkatkan ketahanan nasional dan kemandirian bangsa. Peran masyarakat dalam riset akan lebih besar. Apabila sekarang 8A% kegiatan riset dilakukan oleh Pemerintah, pada akhir PJP II persentase-nya akan terbalik. Biaya riset akan meningkat pula dari 0,3 % dari GDP menjadi 2% dafi GDP.

2 7 .

Di bidang kesehatan peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi masyarakat akan meningkatkan usia harapan hidup menjadi sekitar 71 tahun, dari sekarang sekitar 63 tahun. Tingkat kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup diupayakan turun dari 58 pada akhir PJP I menjadi sekitar 26 pada akhir PJP II.

(10)

28.

29.

3 1 .

30. Sasaran-sasaran tersebut secara beriahap akan diwujudkan mulai dengan Repelita VI, sebagai babak awal PJP II. Sejalan dengan sasaran umum PJP II, GBHN mengamanatkan bahwa sasaran umum Repelita VI adalah tumbuhnya sikap kemandirian dalam diri manusia dan masyarakat Indone-sia melalui peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat dalam rangka meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan lahir batin. Saya ingin menggarisbawahi kata-kata peran serta, efisiensi dan produktivitas rakyat, yang akan merupakan benang merahnya upaya pembangunan kita dalam Repelita VI. Sejalan dengan titik berat pem-bangunan dalam PJP II, prioritas Repelita VI adalah pempem-bangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Dengan

berbagai

upaya tersebut,

kita harapkan

tambahan

angkatan

kerja

yang berjumlah

sekitar 69 juta selama

PJP II yaitu dari 78,8 juta pada akhir

PJP I menjadi

L47,9

juta pada akhir PJP II, sebagian

besar

dapat

diserap.

Kesempatan

kerja yang tercipta

tersebut

juga merupakan

wahana

penting

dalam pengembangan

sumber

daya manusia.

Apabila berbagai

sasaran

itu dapat

dicapai

maka manusia

dan masyarakat

Indonesia

akan semakin

maju, mandiri dan sejahtera. Pada akhir PJP II

diharapkan

bangsa

Indonesia

sudah

menjadi

negara

industri dan bangsa

niaga yang tangguh.

Masalah penyediaan lapangan kerja produktif merupakan tantangan yang sangat mendesak dalam Repelita VI. Sebagian besar dari pencari kerja baru adalah anak-anak muda dengan latar belakang pendidikan yang makin baik tetapi belum memiliki pengalaman dan keterampilan yang memadai, sehingga menyebabkan masalah kesempatan kerja akan menjadi lebih rumit dan sangat peka. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan perlu dimulai dengan rencana untuk mengatasi masalah angkatan kerja.

Pada Repelita VI angkatan kerja diperkirakan akan meningkat sekitar 12,6 juta orang. Pengertian kita mengenai angkatan kerja adalah penduduk yang berusia di atas 15 tahun dan mencari pekerjaan. Sampai Repelita V batas

3 2 .

I

(11)

usia angkatan

kerja masih 10 tahun. Tantangan

pembangunan

yang paling

besar adalah

menyediakan

lapangan

kerja untuk bisa menampung

angkatan

kerja sebanyak

itu.

33. Untuk itu, selama

Repelita

VI laju pertumbuhan

ekonomi diupayakan

mencapai

rata-rata

6,2 persen

per tahun. Sumber

pertumbuhan

selain

berasal

dari peningkatan

stok modal dan pemanfaatan

tenaga

kerja, juga

berasal dari peningkatan

produktivitas

seluruh perekonomian.

Dalam

R e p e l i t a

V I , d i h a r a p k a n

s e k i t a r 2 2 % d a r i p e r t u m b u h a n

e k o n o m i

merupakan

sumbangan

daii peningkatan

produktivitas

masyarakat.

34. Laju pertumbuhan

penduduk

pada akhir Repelita VI diharapkan

dapat

ditekan

menjadi 1,5 persen

dibanding

akhir Repelita

V berkis

ar 1,66

persen. Dengan

laju pertumbuhan

ekonomi dan pertumbuhan

penduduk

yang demikian,

pendapatanper

kapita Indonesia

akan menjadi di atas

$ 1.000

pada

akhir Repelita

VI.

3 5 .

Secara sekforal, selama Repelita VI sasaran pertumbuhan pertanian adalah rata-rata sekitar 3 ,4 petsen per tahun, industri pengolah an rata-rata 9,4 persen per tahun dan di dalamnya industri pengolahan nonmigas diperkira-kan meningkat dengan rata-rata 10,3 persen per tahun, sedangdiperkira-kan sektor lain pertumbuhannya diperkirakan rata-rata 6 persen per tahun.

Dengan laju perfumbuhan ekonomi di berbagai sektor pembangunan seperti tersebut di atas, kesempatan kerja diperkirakan akan bertambah dengan 11,9 juta orang, yaitu di sektor pertanian 1,9 juta dengan tingkat pertum-buhan L,0 persen per tahun; di sektor industri pengolahan sebesar 3,0 juta orang, dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen per tahun; di sektor perda-gangan besar, eceran, rumah makan, hotel dan restoran sebesat 2,2 juta orang dengan pertumbuhan sebesar 3,5 persen per tahun; di sektor jasa kemasyarakatan sebesar 2,3 juta dengan pertumbuhan 3,9 persen per tahun; dan sektor lainnya sebesar 2,5 juta dengan pertumbuhan 5,3 persen per tahun. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka yang pada tahun 1,990 sebesar 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi 0,8 persen pada tahun 1998.

3 6 .

1 0 c:ws6/samb-94/P-3, Ceramah MENPPN pada Pendidikan Kader Nasional P-3, Bogor, 3 Februari 1994

(12)

3 7 .

Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menanggulangi kemis-kinan dalam Repelita VI makin ditingkatkan. Upaya ini didukung oleh kebijaksanaan makro, baik kebijaksanaan fiskal, moneter maupun neraca pembayaran yang serasi dan dinamis. Dalam rangka peningkatan pemera-taan kesempatan berusaha, perhatian yang lebih besar diberikan untuk mengembangkan usaha kecil termasuk pengusaha sektor informal, tradi-sional dan koperasi melalui perluasan aksesnya terhadap sumber daya ekonomi serta kemudahan memasuki pasar. Pemerataan pembangunan antarsektor diarahkan agar ketimpangan pendapatan secara bertahap dapat dikurangi. Upaya pemerataan pembangunan daerah diwujudkan dengan mendorong investasi dan mempercepat upaya peningkatan sumber daya manusia di wilayah yang belum berkembang.

Untuk meningkatkan penanggul angan kemiskinan, berbagai kebij aks anaan dan program pembangunan, baik kebijaksanaan dan program sektoral maupun regional akan dipadukan. Dalam Repelita VI upaya ini diperkuat dengan program khusus, yaitu Inpres Desa Tertinggal (IDT). Inpres ini dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan kemiskinan secara berkelan-jutan di desa tertinggal. Melalui Inpres ini akan dipadukan program

sektoral ataupun regional yang mencakup desa-desa tersebut, sehingga secara efektif akan berdampak besar terhadap penanggulangan kemiskinan. Sasaran upaya penanggulangan kemiskinan ini adalah berkurangnya pendu-duk miskin pada akhir Repelita VI menjadi sekitar L2 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Dan pada Repelita VII masalah kemiskinan absolut, seperti tercermin dari jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan diharapkan sebagian besar sudah teratasi.

Pertumbuhan ekonomi.dan pemerataan pembangunan hanya dapat berjalan apabila didukung oleh stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Oleh karena itu kita tidak boleh lengah, dan membiarkan stabilitas nasional terganggu, baik stabilitas politik maupun ekonomi. Kita harus selalu berdaya upaya untuk memelihara dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan yang makin meluas, dan stabilitas yang mantap, secara saling memperkuat, serasi, selaras dan seimbang.

3 8 .

3 9 .

40.

1 1 c:ws6/samb-94/P-3, Ceramah MENPPN pada Pendidikan Kader Nasional P-3, Bogor, 3 Februari 1994

(13)

41. Untuk membiayai

berbagai

kegiatan

pembangunan

tersebut

di atas dan

mencapai

sasaran

pertumbuhan

ekonoml6,2 persen diperlukan

dana

inves-tasi yang memadai,

yang diperkirakan

sekitar

Rp 660 triliun atau sekitar 80

persen lebih besar dari realisasi

investasi

selama

Repelita

V atau 175

persen

lebih besar

dari rencana

investasi

Repelita

V. Investasi

tersebut

terdiri atas investasi

pemerintah

sebesar

Rp 175,9 triliun atau meningkat

rata-rata

12,0 persen

per tahun dan investasi

masyarukat

sebesar

Rp 484,2

triliun atau lebih dart73 persen

seluruh

investasi,

dan meningkatrata-rata

sebesar

12,6 persen

per tahunnya.

Persentase

investasi

terhadap

produk

nasional diharapkan mencapai rata-tata

sekitat 30,7 persen selama

Repelita

VI.

42.

Unfuk mencapai sasaran laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana diuraikan di depan, penghimpunan dana investasi harus sejalan dengan peningkatan efisiensi penggunaannya. Inti dari permasalahannya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara menyeluruh di segala bidang. Untuk itu, perlu digali dan dikembangkan secara maksimal sumber-sumber pertumbu-han pembangunan yang berasal dari dalam negeri.

Langkah yang penting dalam rangka peningkatan efisiensi investasi adalah upaya penurunan dana investasi yang dibutuhkan bagi setiap satuan pening-katan produksi. Hal ini sangat penting dilakukan karena dengan tingkat efisiensi investasi yang lebih tinggi maka sasaran pertumbuhan ekonomi akan dapat dicapai melalui tingkat investasi yang lebih rendah, atau tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan dapat dicapai melalui tingkat investasi yang tersedia.

Dalam mengupayakan sasaran pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, kita tetap berpegang teguh pada kebijaksanaan makro yang berhati-hati agar kesinambungan pembangunan dapat terlaksana. Stabilitas ekonomi tetap akan dipertahankan dengan mantap. Hal ini diupayakan melalui kebi-jaksanaan moneter, fiskal dan neraca pembayaran internasional yang

sera-si, dinamis dan berhati-hati.

Selanjutnya akan diuraikan berbagai hal pokok dalam anggaranpembangu-nan Pemerintah dalam Repelita VI.

4 3 .

44.

4 5 .

(14)

4 6 .

Pertama-tama,

sesuai

amanat

GBHN 1993 upaya pengembangan

sumber

daya manusia

yang antara

lain tercermin dalam sektor pendidikan

dan

kesehatan

akan memperoleh

prioritas dalam anggaran

pembangunan

dalam

Repelita

VI. Di samping

kedua sektor itu pengembangan

sumber

daya

manusia

dan peningkatan

kualitas hidup manusia

meliputi kegiatan

di

hampir semua

sektor,

seperti

agama,

kependudukan,

tenaga

kerja, politik,

hukum, hankam,

aparatur

negara,

transmigrasi,

perumahan

dan

permu-kiman, ilmu pengetahuan

dan teknologi,

lingkungan

hidup, kesejahteraan

sosial, kebudayaan,

olahraga

serta pembinaan

anak dan remaja, pembinaan

dan pengembangan

pemuda

dan peranan

wanita, dan lain-lain.

47. Perhatian besar diberikan kepada pembangunan agama, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pem-bangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Diupayakan pula untuk meningkatkan pembangunan di berbagai bidang sosial unfuk meningkatkan ketahanan sosial kita, serta memperkuat dan memperkaya budaya bangsa Indonesia dalam rangka meningkatkan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia. Demikian pula pembangunan hukum, karena disadari betapa pentingnya peranan hukum dalam membangun bangsa yang maju dan modern. Juga dira'sakan tuntutan rakyat akan keadilan serta perlindungan dan pengayoman hukum.

48.

Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tidak terlepas dari keber-hasilan kita di berbagai bidang lainnya termasuk bidang politik. Tercipta-nya stabilitas yang mantap selama PJP I merupakan modal yang amat penting bagi pembangunan dan telah memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang cepat. Dalam-Repelita VI pembangunan bidang politik dibahas dalam satu bab tersendiri. Sesuai amanat GBHN 1993, sasaran pembangunan bidang politik dalam Repelita VI antara lain adalah tefiata-nya kehidupan politik yang didukung oleh suasana yang memungkinkan berkembangnya budaya politik yang mengarah pada terwujudnya sikap keterbukaanyang bertanggung jawab dalam komunikasi antar dan antara suprastruktur dan infrastruktur politik berdasarkan Pancasila dan UUD

1945.

(15)

49.

Dalam rangka itu, kebUaksanaan pembangunan politik dalam Repelita VI pada pokoknya adalah mengembangkan etika, moral, dan budaya politik Pancasila; meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan P4; mening-katkan peran dan fungsi suprastuktur politik; meningkatkan kualitas penye-lenggaraan pemilihan umum; meningkatkan kualitas dan kemandirian organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan; serta mengembangkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertang-gung jawab.

Pembangunan di semua bidang memerlukan dukungan prasarana dan sarana yang memadai. Oleh karena ifu, pembangunan sarana dan prasarana ekonomi akan tetap merupakan prioritas dalam Repelita VI. Pembangunan prasarana dan sarana ekonomi meliputi transportasi, pos dan telekomu-nikasi, pengairan, tenaga listrik, dan prasarana serta sarana penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan prasarana dan sarana akan mendukung pembangunan industri, pertanian, pertam-bangan, pariwisata dan kegiatan produksi lainnya, serta berbagai sektor lainnya yang menyangkut kesejahteraan rakyat banyak seperti transmigrasi, perumahan dan permukiman, pembangunan daerah dan sebagainya.

Di samping untuk membiayai program-program pembangunan sektoral, anggaran belanja pembangunan disediakan untuk membantu pembangunan daerah, sehingga tercipta keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan daerah. Anggaran pembangunan untuk mendukung pem-bangunan daerah dimaksudkan pula untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi antardaerah yang lebih merata dan mantap, serta diarahkan untuk mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat di daerah dan secara khusus mempercepat upaya mengentaskan penduduk- dari kemiskinan. Bagian terbesar dari anggaran pembangunan bagi daerah tersebut dialo-kasikan dalam berbagai bentuk program Inpres. Selain melalui program bantuan pembangunan daerah (program Inpres), dalam rangka desentralisa-si dan pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah, hadesentralisa-sil pajak bumi dan bangunan (PBB) seluruhnya dikembalikan kepada pemerintah daerah, kecuali biaya yang dibutuhkan untuk pemungutan, yang mekanismenya akan terus disempurnakan.

5 0 .

5 1 .

(16)

52.

Dalam rangka pembangunan daerah, perhatian khusus diberikan kepada daerah transmigrasi, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yang disesuaikan dengan prio-ritas dan potensi daerah yang bersangkutan. Pembangunan kawasan timur Indonesia (KTI), sesuai dengan arahan GBHN 1,993, mendapatkan perha-tian lebih besar dalam Repelita VI. Pembangunan KTI dimaksudkan untuk membangun kawasan yang rata-rata masih tertinggal dibanding kawasan lainnya dengan memanfaatkan sumber daya setempat seoptimal mungkin. GBHN Ig93 mengamanatkan bahwa pembangunan dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh peran serta rakyat.

Maka selain menjadi prasyarat keberhasilannya, salah satu tujuan pem-bangunan adalah mendorong, menggairahkan, dan membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi peran serta rakyat dalam pembangunan.

Peran serta rakyat dalam pembangunan harus berjalan di semua bidang dan sektor pembangunan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial maupun hankam. Repelita VI secara tegas dan rinci menjabarkan peran serta rakyat dalam segala aspek dan kegiatan pembangunan, yang harus makin mening-kat bukan hanya kuantitasnya, tetapi juga kualitasnya.

Yang menjadi kunci daripada peningkatan peran serta rakyat yang makin nyata, efektif dan berkualitas dalam pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia serta institusi-institusi masyarakat yang memungkinkan peran serta serupa itu terjadi.

5 3 .

5 4 .

5 5 .

5 6 .

1 5 c:ws6/samb-94/P-3, Ceramah MENPPN pada Pendidikan Kader Nasional P-3, Bogor, 3 Februari 1994

Referensi

Dokumen terkait

e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kantor Kearsipan dan Perpustakaan Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Berkaitan dengan fungsi b dan c

Kesesuaian ini dapat dilihat dari kesesuaian makna dan tujuan perkawinan, syarat- syarat perkawinan sudah terpenuhi, tata cara pernikahan ( ijab kabul ) sudah dilaksanakan,

Refleksi (reflecting). Pada tahap keempat, merupakan kesempatan untuk mengemukakan potret atau gambaran secara utuh jalannya tindakan pada siklus yang telah

Hasil analisa stabilitas dan kekuatan memanjang (Gambar 14 Rekapitulasi analisa stabilitas dan kekuatan memanjang pada setiap kondisi pemuatan dari desain FSO optimum)

iuui ui^u dengan nama agama lainnya' kata Islam tidak memiliki hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia alau dari su-atu n.g.ti... Hal ini dapat kita

Volume parkir adalah jumlah kendaraan yang masuk area parkir pada periode tertentu biasanya 1 (satu) hari dalam hitungan menit atau jam.. Kapasitas parkir adalah jumlah

Tambahan clock speed 800 MHz yang CHIP dapatkan mampu mendongkrak kinerja prosesor ini sehingga kinerjanya tidak kalah dengan prosesor yang dijual dengan harga lebih