• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.

Menurut Orford (1992), dukungan sosial lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat diukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan sosial atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukugan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncullah beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, informasi dan penghargaan yang dimiliki tiap

(2)

orang, yang diperoleh dari orang lain yang dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.

2. Tipe-tipe Dukungan Sosial

Sarafino (2006) membedakan dukungan sosial atas empat bentuk mendasar, yaitu:

a. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati, kepedulian, perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai

Menurut Orford (1992), dukungan emosi lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi, pemberian perhatian, rasa percaya pada individu, empati, perasaan nyaman, membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada individu tersebut.

b. Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung, seperti ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang tersebut atau menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan. Menurut Orford (1992), dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis, aktivitas-aktivitas seperti

(3)

menyediakan benda-benda seperti alat-alat kerja, meminjamkan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

c. Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan, saran atau umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut bekerja, contohnya seseorang yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter bagaimana mengatasi penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja. Menurut Orford (1992), dukungan ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadi.

d. Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial. Menurut Orford (1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di waktu senggang, juga bisa berbentuk lelucon, membicarakan minat dan melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.

3. Cara Kerja Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan dua teori untuk mengetahui bagaimana cara kerja dukungan sosial, yaitu:

(4)

Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut:

1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan, maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa seseorang yang dikenal individu akan menolong individu tersebut, misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasihat bagaimana mendapatkan uang tersebut.

2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang telah diterima sebelumnya, contohnya, individu dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat titik terang dari masalah tersebut.

b. The direct effect hypothesis

Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat.

(5)

4. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut DiMatteo (1991), dukungan sosial bersumber dari orang lain seperti

teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Menurut Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman, pasangan hidup (suami/ isteri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok dimana individu tersebut berada. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Berhasil tidaknya dukungan sosial tergantung pada siapa atau sumber yang memberikannya. Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami. Keberhasilan dukungan sosial juga bergantung pada cocok atau tidaknya tipe dukungan sosial yang diberikan. Pengetahuan dan pemahaman tentang tipe dukungan sosial yang akan diberikan akan membantu individu mendapatkan dukungan sosial yang sesuai situasi dan keinginannnya, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak (Orfford, 1991).

Keberhasilan dukungan sosial juga dipengaruhi oleh budaya. Hal ini dikarenakan budaya mempengaruhi persepsi seseorang tentang perilaku yang pantas serta bagaimana dan kapan individu harus mencari, memperoleh, dan memberikan dukungan sosial (Brehm, 1992).

(6)

B. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor yang lain. Tiga faktor yang disebut diatas adalah (Calhoun & Acocella ,1990):

a. Diri individu sendiri, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu, perilaku individu, dan pemikiran serta perasaan individu yang individu hadapi setiap detik.

b. Orang lain, yaitu orang lain berpengaruh besar pada individu, sebagaimana individu juga berpengaruh besar terhadap orang lain.

c. Dunia individu, yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu saat individu menyelesaikan urusan individu dapat mempengaruhi individu dan mempengaruhi orang lain.

Menurut Schneider (dalam Astuti, 2000), penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

(7)

Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti, kriteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya.

Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak bisa dikatakan baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepada individu oleh dunia dimana individu hidup.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dalam interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan, ketegangan, frustasi, dan konflik batin serta mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari luar diri individu.

(8)

2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Schneider (1964) membagi penyesuaian diri atas 4 bentuk, yaitu:

a. Penyesuaian pribadi

Menekankan pada beberapa jenis penyesuaian, yaitu: 1) Penyesuaian fisik dan emosional

Penyesuaian fisik dapat dilihat dari hal-hal berikut:

a) Memiliki waktu istirahat yang memadai, seperti cukup tidur di malam hari, memiliki istirahat di sela-sela jadwal atau aktivitas di siang hari, memiliki waktu tidur yang teratur, dan beristirahat untuk mengurangi kelelahan dan memulihkan energi.

b) Teratur dalam melakukan kebiasaan fisik, seperti makan, tidur, buang air dan olah raga.

c) Melakukan olah raga dan rekreasi yang dapat mempertahankan kesehatan tetap baik. Olah raga dapat menjaga berat badan tetap normal, sedangkan rekreasi dapat mengurangi ketegangan emosional, frustasi, serta merangsang perkembangan minat dan sikap, yang penting terhadap penyesuaian diri yang baik.

Penyesuaian dan kesehatan emosional dapat dilihat dari hal-hal berikut: a) Emosional yang memadai, yaitu tidak bersikap apatis, memiliki simpati,

sikap menghargai, sikap menolong, sikap mencintai dan kebaikan hati yang berintegrasi.

b) Kematangan emosional, yang ditunjukkan dengan kemampuan individu bereaksi secara emosional sesuai dengan tuntutan situasi yang ditemui.

(9)

c) Kontrol emosional, yaitu mampu mengatur perasaan seksual, membatasi kesenangan terhadap benda-benda, menempatkan moralitas di atas kesenangan sementara.

2) Penyesuaian seksual, dapat dilihat dari:

a) Memiliki pengetahuan dan informasi seksual yang memadai, yang mencakup fakta fisik, psikologis, sosial dan moral dan implikasi tentang seks.

b) Perkembangan penerimaan moral, objektivitas, desensitisasi dan sikap moral yang berhubungan dengan seks.

c) Integrasi dorongan seksual, prinsip moral, dan tanggung jawab sosial. d) Belajar untuk menunda ekspresi seksual dalam kaitannya dengan moral

dan penyesuaian diri yang baik.

e) Memahami konsekuensi dari perilaku seksual. f) Pencapaian kematangan seksual.

3) Penyesuaian moral dan religi

Penyesuaian moral dapat dilihat dari:

a) Menerima dan melanjutkan perkembangan nilai moral, ideal, dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perkembangan moral yang matang, personal dan subjektif.

b) Integrasi rangsangan sensori, dorongan dengan nilai dan prinsip moral. c) Aplikasi dari nilai dan prinsip moral dengan penyelesaian efektif terhadap

konflik mental.

(10)

e) Disiplin diri yang tinggi, dimana nilai, prinsip dan idealnya diekspresikan dengan efektif dalam perilaku moral.

Penyesuaian religi adalah proses dan gaya hidup dimana individu beraksi dengan memadai terhadap realita keagamaan dan membutuhkan pengalaman nilai dan melakukan sesuatu sesuai dengan orientasi keagamaan.

b. Penyesuaian sosial

Menekankan pada beberapa penyesuaian berikut: 1) Penyesuaian terhadap keluarga, yaitu:

a) Memiliki hubungan yang baik di antara anggota keluarga.

b) Bersedia menerima otoritas orang tua, yang merupakan kenyataan dalam keluarga.

c)Mampu memperkirakan dan menerima tanggung jawab dan pembatasannya.

d) Berusaha menolong keluarga untuk mendapatkan objektivitas individu dan kelompok.

2) Penyesuaian terhadap masyarakat, yang ditandai dengan kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan baik terhadap realita, situasi dan hubungan sosial. Individu diminta untuk:

a) Mengetahui dan menghargai hak orang lain dalam masyarakat.

b) Menjaga hubungan dengan orang lain dan mempertahakan persahabatan. c) Peduli dan simpati terhadap kebahagiaan orang lain.

d) Memiliki sikap dan organisasi menolong, yang merupakan sikap moral yang baik, yang aplikasinya merupakan bagian dari penyesuaian moral.

(11)

e) Menghargai nilai dan integrasi dari hukum, tradisi dan kebiasaan masyarakat.

c. Penyesuaian pekerjaan

Penyesuaian pekerjaan berarti memiliki sikap yang memuaskan, efektif dan konsisten terhadap pekerjaan atau profesi. Penyesuaian pekerjaan ditandai dengan:

1) Ekspresi kemampuan, sikap dan minat yang memadai

2) Puas akan kebutuhan psikologis dasar, seperti kebutuhan akan status, prestasi, keamanan dan rekognisi.

3) Kepuasan pekerjaan dan prestasi

4) Nyaman dengan karakteristik pekerjaan dan kepribadian d. Penyesuaian pernikahan

Penyesuaian pernikahan lebih mengarah pada seni hidup secara efektif dan baik terhadap konsep tanggung jawab, hubungan dan harapan dalam kehidupan pernikahan. Penyesuaian pernikahan mencakup memiliki dan menikmati hubungan yang baik dengan pasangan, berpartisipasi dengan minat dan aktivitas anggota keluarga, menerima tambahan tanggung jawab yang ada, dan mengubah gaya hidup untuk disesuaikan dengan perubahan dalam keluarga. Penyesuaian pernikahan meminta adanya kecocokan dengan pasangan, memiliki karakter kepribadian yang disesuaikan dengan pasangan, memiliki peningkatan pencapaian tujuan pernikahan, saling mencintai, menghargai, percaya, dan menerima kesamaan kedudukan.

(12)

3. Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Sebagian besar dari tugas-tugas perkembangan lanjut usia adalah penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut (Hurlock, 1999):

a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan

keluarga.

c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d. Membentuk hubungan dengan orang – orang yang seusia. e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Hurlock (1999) merangkum beberapa penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh lanjut usia ke dalam 2 bagian besar, yaitu:

a. Penyesuaian pribadi dan sosial

Individu lanjut usia harus melakukan penyesuaian diri terhadap beberapa perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan fisik, kemampuan motorik, kemampuan mental, dan minat. Individu yang melakukan persiapan terhadap perubahan diri dan sosial selama lanjut usia akan dapat menyesuaikan diri dengan baik dibanding individu yang tidak melakukan persiapan sama sekali. b. Penyesuaian pekerjaan dan keluarga

Penyesuaian pekerjaan dan keluarga bagi individu lanjut usia adalah sulit karena hambatan ekonomis yang dewasa ini memainkan peran penting dibanding masa sebelumnya.

(13)

1) Penyesuaian pekerjaan

Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang disadari tidak mungkin ada, sehingga lanjut usia tersebut lebih puas dengan pekerjaannya daripada individu yang lebih muda. Wanita lanjut usia merasa kurang puas dengan pekerjaannya dan kurang merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun dibanding pria lanjut usia.

2) Penyesuaian diri terhadap masa pensiun

Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan, nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Individu lanjut usia akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila individu tersebut pensiun secara sukarela, memiliki bimbingan dan perencanaan pra-pensiun, mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja rutin, memiliki kontak sosial, memiliki status ekonomi yang baik, status perkawinan yang bahagia dan memiliki tempat tinggal yang menawarkan berbagai kekompakan dan kegiatan bagi individu lanjut usia.

3) Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga

Lanjut usia harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan dengan pasangan, perubahan perilaku seksual, hubungan dengan anak, ketergantungan orangtua dan hubungan dengan para cucu.

Perubahan peran lanjut usia dari pekerja ke pensiunan menyebabkan kebanyakan pria lanjut usia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tinggal di rumah daripada yang lanjut usia lakukan sebelum pensiun.

(14)

Hubungan yang baik dengan istri akan mendatangkan kebahagiaan bagi kedua lanjut usia. Hubungan yang kaku dan dingin akan meningkatkan percekcokan dengan kontak yang konstan.

Lanjut usia yang enggan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kebutuhan anak yang berubah, akan mengalami kesepian, namun bila sebaliknya, individu lanjut usia akan menemukan banyak kepuasan berteman dengan anak-anak mereka.

Lanjut usia yang tidak mampu melepaskan peran otoriternya terhadap anak, meskipun mengalami ketergantungan keuangan dan hubungan sosial kepada anaknya, akan mengakibatkan anak yang telah dewasa merasa tidak senang terhadap perlakuan tersebut.

Lanjut usia sering sekali merasa ada jurang pemisah dengan cucunya yang sulit dijembatani, yang merupakan akibat dari perubahan nilai, sikap, pola berpakaian, perilaku dan standar moral. Hubungan yang kaku antara lanjut usia dengan cucu, bahkan anaknya, akan terbentuk bila lanjut usia tersebut menyatakan ketidaksetujuannya dengan cucunya, sedangkan cucunya menganggap nenek dan kakeknya ketinggalan zaman.

4) Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan

Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat sulit bagi pria maupun wanita lanjut usia, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan.

(15)

5) Penyesuaian terhadap kesendirian

Lanjut usia memiliki kesempatan untuk memantapkan banyak minat yang dapat menjauhkannya dari kehidupan yang sepi apabila mencapai masa pensiun.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri secara umum adalah: a. Kondisi fisik

Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

1) Hereditas dan konstitusi fisik

Prinsip umum yang berkembang adalah semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan berkaitan dengan konstitusi fisik, maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri, bahkan dalam hal tertentu, kecenderungan ke arah maladjustment diturunkan secara genetik, khususnya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen utama karena dari temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri.

2) Sistem utama tubuh

Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri. Sistem syaraf yang

(16)

berkembang normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri individu, dan begitu juga sebaliknya.

3) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Kemauan dan kemampuan untuk berubah akan berkembang melalui proses belajar.

2) Pengaturan diri

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri dan mengarahkan individu. Kemampuan pengaturan diri mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

(17)

3) Realisasi diri

Perkembangan kepribadian yang berjalan dengan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, maka di dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa, yang semuanya itu merupakan unsur-unsur penting yang mendasari realisasi diri.

4) Kecerdasan

Baik buruknya penyesuaian diri tidak sedikit ditentukan oleh kapasitas intelektual atau inteligensi. Inteligensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri.

c. Edukasi/ pendidikan

Unsur-unsur penting dalam edukasi/ pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah:

1) Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu adalah melalui proses belajar.

2) Pengalaman

Ada 2 jenis pengalaman yang memiliki nilai terhadap penyesuaian diri, yaitu pengalaman yang menyehatkan dan pengalaman traumatik.

(18)

3) Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang berorientasi kepada perolehan keterampilan dan kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang kompleks memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik.

4) Determinasi diri

Determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau bahkan untuk merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi: 1) Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dan anak, interaksi antar anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik anggota keluarga, kekohesivan dalam keluarga dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.

2) Lingkungan masyarakat

Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut, sehingga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri individu.

(19)

e. Agama dan budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia adalah :

a. Persiapan untuk hari tua

Individu yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk mengadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.

b. Pengalaman masa lampau

Berbagai kesulitan yang dialami dalam menyesuaikan diri pada lanjut usia seringkali merupakan akibat dari pelajaran tentang bentuk tertentu dari penyesuaian di masa lalu, yang tidak sesuai dengan periode lanjut usia dalam rentang kehidupannya.

c. Kepuasan kebutuhan

Individu harus mampu memuaskan berbagai kebutuhan pribadi mereka dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan orang lain sepanjang rentang kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.

(20)

d. Kenangan akan persahabatan lama

Lanjut usia akan semakin baik melakukan penyesuaian dan juga akan semakin bahagia bila semakin lama persahabatan antara individu-individu lanjut usia dapat dipertahankan. Pindah ke wilayah lain atau meninggalkan teman-teman lamanya akan menghambat penyesuaian dengan lingkungan baru. e. Anak-anak yang telah dewasa

Sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah lanjut usia dan sering berhubungan dengan lanjut usia tersebut dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi individu lanjut usia.

f. Sikap sosial

Salah satu hambatan terbesar dalam melakukan penyesuaian diri yang baik di masa lanjut usia adalah sikap sosial yang kurang senang terhadap individu lanjut usia.

g. Sikap pribadi

Sikap menolak terhadap usia yang semakin bertambah tua, dan terhadap penyesuaian atas perubahan yang terjadi karena bertambahnya usia merupakan hambatan yang serius bagi terwujudnya penyesuaian diri yang berhasil di hari tua.

h. Metode penyesuaian diri

Metode rasional mencakup menerima batas usia, mengembangkan minat-minat baru, belajar melepaskan anak, dan tidak memikirkan masa lalu. Metode irasional meliputi menolak berbagai perubahan yang datang bersamaan dengan bertambahnya usia dan mencoba untuk melanjutkan keadaan seperti pada

(21)

masa-masa sebelumnya, asyik dengan hal-hal yang menyenangkan di masa-masa lampau, dan ingin tergantung pada orang lain untuk merawat dirinya.

i. Kondisi

Penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang lebih besar dibanding penyakit yang bersifat temporer dalam menyesuaikan diri dengan masa lanjut usia, walaupun penyakit temporer mungkin lebih berat deritanya dan lebih berbahaya.

j. Kondisi hidup

Pemaksaan kepada lanjut usia untuk tinggal di suatu tempat yang membuat lanjut usia merasa rendah diri, tidak sesuai dan membenci tempat itu, dapat mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan dalam penyesuaian diri yang harus dilakukan pada masa lanjut usia.

k. Kondisi ekonomi

Individu-individu lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan keuangan karena mengetahui bahwa individu tersebut mempunyai kesempatan yang kecil atau tidak sama sekali dalam memecahkan masalah tersebut, tidak seperti yang dahulu dapat individu lakukan ketika masih muda.

5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menilai jenis penyesuaian

diri yang dilakukan individu lanjut usia, apakah baik atau tidak, yaitu (Hurlock, 1999):

(22)

a. Kualitas pola perilaku

Ada dua teori yang berbeda dan bertolak belakang mengenai keberhasilan individu lanjut usia. Menurut teori aktivitas (activity theory), pria maupun wanita seharusnya tetap merawat berbagai sikap dan kegiatan semasa usia madya selama mungkin dan kemudian mencari kegiatan pengganti untuk berbagai kegiatan yang harus ditinggalkan sebagai pengganti pekerjaan apabila pensiun, pengganti organisasi perkumpulan yang harus ditinggalkan karena alasan keuangan atau hal-hal lain, pengganti teman atau kerabat keluarga yang telah meninggal atau pindah ke lingkungan lain.

Menurut teori pelepasan diri (disengagement theory), pria maupun wanita, secara sukarela dilakukan atau tidak, membatasi keterlibatan individu dalam berbagai kegiatan individu berusia madya. Lanjut usia menghentikan hubungan langsung dengan orang lain, misalnya bebas berbuat sesuka hati apabila menyenanginya, melakukan hal-hal penting menurut individu tanpa mempedulikan perasaan-perasaan orang lain tentang individu tersebut.

Penelitian mengenai penyesuaian diri yang baik dan yang buruk yang dilakukan pada individu-individu lanjut usia menunjukkan bahwa individu yang melakukan penyesuaian diri yang baik, mempunyai sifat-sifat yang diharapkan ada pada individu yang mengikuti teori aktivitas, sedangkan individu yang kelihatannya menunjukkan penyesuaian yang buruk, memiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori pelepasan diri.

Terdapat bukti yang secara umum mengatakan bahwa individu yang melakukan penyesuaian yang baik ketika masih muda, akan melakukan

(23)

penyesuaian yang baik pula di masa lanjut usia. Individu yang memiliki keinginan sederhana dan watak yang baik, menjadikan masa lanjut usianya mudah dijalani.

b. Perubahan dalam perilaku emosional

Kriteria selanjutnya yang dapat dipergunakan untuk menilai jenis penyesuaian lanjut usia adalah berbagai perubahan yang berkaitan dengan perilaku emosional. Berbagai penelitian tentang individu lanjut usia menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung menjadi apatis dalam kehidupan, kurang responsif dibanding ketika masih muda, respon-respon emosional lebih spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa.

c. Perubahan kepribadian

Kriteria berikutnya adalah derajat dan besar perubahan kepribadian. Sudah diketahui bahwa individu lanjut usia, tanpa menghiraukan pola-pola kepribadian di masa mudanya, berkembang menjadi individu yang menjengkelkan dengan sifat-sifat mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak menuntut, egois.

Sifat-sifat lanjut usia, yang lebih kaku dalam memandang segala sesuatu, lebih konservatif dalam bertindak, lebih berprasangka buruk dalam bersikap terhadap orang lain dan lebih terpusat pada diri sendiri, merupakan sifat-sifat lama yang menjadi berlebih-lebihan dan semakin tampak karena adanya tekanan-tekanan yang terjadi pada masa lanjut usia.

Status minoritas yang dimiliki lanjut usia menyebabkan sifat-sifat kepribadian lanjut usia menjadi terbentuk seperti sifat-sifat kepribadian yang

(24)

sejenis dengan kelompok minoritas, seperti hipersensitivitas, membenci diri sendiri, perasan tidak aman dan tidak pasti, bertengkar, apatis, kemunduran, tertutup, cemas, terlalu tergantung dan bersikap menolak.

d. Kebahagiaan

Kriteria selanjutnya adalah derajat kepuasan diri atau kebahagiaan lanjut usia yang dialami. Kebahagiaan lanjut usia dapat ditunjang oleh beberapa kondisi, seperti: memiliki kenangan yang menggembirakan, bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan, sikap yang realistis terhadap kenyataan, menerima kenyataan, terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik, diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial, merasa puas dengan status sekarang dan prestasi masa lalu, puas dengan status perkawinan dan kehidupan seksual, menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan, melakukan kegiatan produktif, dan lain-lain.

6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik

Tanda-tanda penyesuaian diri lanjut usia yang baik adalah (Hurlock, 1999):

a. Minat yang kuat dan beragam

b. Kemandirian dalam hal ekonomi, yang memungkinkan untuk hidup mandiri

c. Melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur

d. Kenikmatan kerja yang menyenangkan dan bermanfaat tidak memerlukan banyak biaya

(25)

e. Kemampuan untuk memelihara rumah yang menyenangkan tanpa mengerahkan terlalu banyak tenaga fisik

f. Berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan

g. Kemampuan untuk menikmati kegiatan saat ini tanpa menyesali masa lampau

h. Mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri dan orang lain

i. Menikmati kegiatan dari hari ke hari meskipun aktivitas tersebut mungkin sifatnya berulang-ulang

j. Menghindari kritik dari orang lain, terutama dari generasi yang lebih muda k. Menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi tempat

tinggal dan perlakuan dari orang lain.

C. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut usia

Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan individu, yaitu suatu periode dimana individu telah ”beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat, yang dimulai pada usia 60-an. Hurlock (1999), membagi tahap terakhir dalam rentang kehidupan individu ini menjadi:

a. Lanjut usia dini, yang berkisar antara 60 sampai 70 tahun

b. Lanjut usia, yang dimulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan individu. Menurut Santrock (2002), lanjut usia terbagi atas:

(26)

b. Usia tua akhir (75 tahun atau lebih) c. Usia tua lanjut (85 tahun atau lebih)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: a. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun

b. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun c. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

Menurut Undang-undang No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, Bab I Pasal 1 Ayat 2, lanjut usia adalah individu yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Undang-undang ini menggunakan bentuk definisi presisi yang lebih baik dibandingkan definisi orang jompo.

Berdasarkan uraian diatas, lanjut usia didefinisikan sebagai individu yang mencapai usia 60 tahun keatas.

2. Perubahan-Perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan dalam hidup, yaitu: a. Perubahan fisik

Sebagian besar perubahan kondisi fisik pada lanjut usia terjadi ke arah yang memburuk dimana proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk masing-masing individu meskipun usia individu tersebut sama. Berbagai perubahan terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia adalah sebagai berikut (Hurlock, 1999):

1) Perubahan penampilan, yaitu perubahan pada daerah kepala (rambut menipis, mata kelihatan pudar, kulit berkerut dan kering, bentuk mulut

(27)

berubah akibat hilangnya gigi), daerah tubuh (bahu membungkuk, perut membesar, pinggul tampak mengendor, garis pinggang melebar, payudara bagi wanita menjadi kendur), dan daerah persendian (pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat, kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol, tangan menjadi kurus kering).

2) Perubahan bagian dalam tubuh, yaitu perubahan pada sistem syaraf (berat otak berkurang, bilik-bilik jantung melebar), isi perut (perubahan posisi jantung, perubahan elastisitas jaringan)

3) Perubahan pada fungsi fisiologis, yaitu memburuknya pengaturan organ-organ, menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit, perubahan pada pencernaan, ketahanan dan kemampuan bekerja menurun.

4) Perubahan panca indera, yaitu perubahan pada penglihatan (penurunan kemampuan mata untuk melihat, menurunnya sensitivitas terhadap warna), pendengaran (kehilangan kemampuan mendengar nada yang sangat tinggi), perasa (berhentinya pertumbuhan syaraf perasa), penciuman (daya penciuman kurang tajam), perabaan (indera perabaan di kulit semakin kurang peka), dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.

b. Perubahan psikologis

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis, atau perubahan secara mental atau kejiwaan individu, yaitu:

1) Perubahan persepsi, yaitu kapasitas persepsi individu menurun secara bertahap, meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat diatasi. Semakin besarnya kesulitan dalam persepsi bicara pada lanjut usia lebih

(28)

disebabkan oleh masalah pada pendengaran daripada karena penurunan kognitif. Lanjut usia menjadi lebih sulit mengulang percakapan secara detail bila berada ditempat ramai (Siyelman & Rider, 2003).

2) Kemampuan motorik, yaitu lanjut usia mengalami penurunan kekuatan, kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung menjadi canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegang tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur (Hurlock, 1999).

3) Kecerdasan, yaitu meskipun sedikit, lanjut usia memang mengalami penurunan intelektual, apalagi bila lanjut usia tersebut jarang melakukan latihan terhadap otak (Santrock, 2002).

4) Belajar, yaitu lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban, kurang mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibanding individu yang masih muda (Hurlock, 1999).

5) Daya ingat, yaitu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari (Hurlock, 1999).

6) Kreativitas, yaitu kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun (Hurlock, 1999).

7) Kepribadian, yaitu lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup pensiun lanjut usia sesuai dengan kepribadian dan kesenangan individu

(29)

(Siyelman & Rider, 2003). Lanjut usia juga menjadi cenderung meningkatkan ketidaksetujuan, mengalami penurunan keterbukaan terhadap dunia di luar dirinya (Papalia & Old, 2004).

8) Rasa humor, yaitu banyak dipercaya bahwa individu lanjut usia kehilangan rasa dan keinginannya terhadap hal-hal yang lucu (Hurlock, 1999).

9) Perbendaharaan kata, yaitu perbendaharaan kata lanjut usia menurun sangat kecil karena individu secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah dipelajari sebelumnya (Hurlock, 1999).

10) Mengenang, yaitu kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi di masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia (Hurlock, 1999).

c. Perubahan Sosial

Banyak individu lanjut usia menghadapi diskriminasi dari lingkungannya.

Individu lanjut usia menjadi tidak dipekerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang baru atau dikeluarkan dari pekerjaan lama karena dipandang terlalu kaku, lemah pikiran, atau karena efektivitas biaya. Lanjut usia ditolak secara sosial karena dipandang sudah pikun atau membosankan (Santrock, 2002). Sikap sosial terhadap individu lanjut usia yang tidak menyenangkan, mendorong individu untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial (Hurlock, 1991).

Individu lanjut usia disingkirkan dari kehidupan keluarga lanjut usia tersebut oleh anak-anak yang melihat lanjut usia sebagai sosok yang sakit, jelek dan parasit. Singkatnya, individu lanjut usia dipandang tidak mampu berpikir jernih, mempelajari sesuatu yang baru, menikmati seks, memberi kontribusi

(30)

terhadap komunitas, dan memegang tanggung jawab pekerjaan. Persepsi tersebut tentu saja tidak berperikemanusiaan, tetapi seringkali terjadi secara nyata dan menyakitkan (Santrock, 2002).

Lanjut usia pun mengalami perubahan pada sistem kekerabatan dalam keluarga, yaitu menjadi lebih modern, yang telah mengubah anutan pada nilai tradisional paguyuban yang selama ini dianut. Hal ini akan memposisikan lanjut usia ke kedudukan dan perannya yang baru dalam keluarga. Agen sosialisasi bagi anak bukan hanya orangtua pada saat ini, tetapi meluas ke institusi lain seperti sekolah, media massa, kelompok sebaya, serta partisipasi perempuan dalam angkatan kerja yang dapat memberi pengaruh tertentu dalam kemampuan keluarga dalam memberi pelayanan optimal bagi lanjut usia (Patmonodewo, 2001).

Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan Menurut Hutapea (2005), ketika belum menjadi lanjut usia, individu merasa you are some one, you are needed, tetapi ketika memasuki masa pensiun, lanjut usia merasa I am nobody. Lanjut usia tidak lagi menerima kiriman parsel dari tempat kerja di saat hari raya dan menjadi kurang dihormati dan disegani oleh rekan kerjanya dahulu.

Banyak individu mempersepsikan pensiun secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas semakin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan/ organisasi

(31)

tempat individu bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi individu sehingga menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini membuat lanjut usia jadi sakit-sakitan saat pensiun tiba (Jacinta, 2001).

D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Davidoff (1991), manusia pada dasarnya adalah makhluk yang terbatas yang tidak mungkin hidup tanpa adanya kondisi yang menguntungkan, sehingga jelaslah lingkungan mempunyai peran penting, khususnya dalam hal penyesuaian diri. Individu akan lebih besar kemungkinannya untuk merasa sehat lahir dan batin bila kebutuhan individu tersebut terpuaskan, khususnya dalam hal keuangan, kesehatan, pekerjaan yang memuaskan, rekreasi, belajar dan pengungkapan kreativitas.

Santrock (2002) mengatakan bahwa lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan dukungan sosial, memberikan suatu pandangan terhadap diri sendiri yang lebih positif bagi lanjut usia.

Jattuningtias (2003) mengatakan bahwa hal yang paling mendasar yang dibutuhkan lanjut usia dalam menghadapi masa pensiun adalah dukungan sosial. Dukungan sosial yang berasal dari significant others, seperti anak, keluarga dan teman mempengaruhi individu untuk melakukan penyesuaian diri dalam menghadapi lingkungan dan aktivitas yang berbeda. Dukungan sosial yang baik,

(32)

maka penyesuaian dirinya pun baik, dimana individu dapat menempatkan dirinya di masyarakat maka individu itu akan diterima dengan baik oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya.

Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga, dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia ( Hutapea, 2005 ).

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila dukungan sosial yang dimiliki lanjut usia semakin tinggi, akan menyebabkan penyesuaian diri lanjut usia semakin positif, dan begitu sebaliknya.

Referensi

Dokumen terkait

Karenanya perlu ada upaya mengubah stigma yang ada dengan menguatkan kembali nilai-nilai Piil Pesenggiri melalui pendidikan berbasis kearifan lokal kepada generasi

Asli Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selain dari sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Pemerintah

Karena tekanan pembakarannya lebih besar dari pada mesin bensin, maka mesin diesel harus dibuat dengan menggunakan jenis bahan yang tahan terhadap tekanan tinggi, selain itu,

Classification Table a 37 0 100.0 17 0 .0 68.5 Observed ada tidak ada keberadaan vektor Overall Percentage Step 1. ada

( Tulis jabatan saudara dengan diberi warna berbeda dan dilengkapi dengan 2 (dua) jabatan diatasnya dan serta jabatan-jabatan yang setara).. Kondisi

4. Customer complain handling strategy, yaitu penanganan keluhan untuk merubah ketidakpuasan menjadi kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pada organisasi olahraga

Hasil analisis dengan menggunakan independent sample t-test menunjukkan bahwa Rasio CAMEL CAR memiliki F hitung > F tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa menolak

Jumlah produksi ikan ini akan diramalkan untuk satu periode kedepan dengan menggunakan data-data history yang sudah ada dengan menggunakan metode BPNN dan model optimal