• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Ekonomis Penggunaan Pondasi Tiang Pancang dan Pondasi Sumuran pada Jembatan Jolosutro Kabupaten Malang. Arifin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Ekonomis Penggunaan Pondasi Tiang Pancang dan Pondasi Sumuran pada Jembatan Jolosutro Kabupaten Malang. Arifin"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Ekonomis Penggunaan Pondasi Tiang Pancang dan Pondasi Sumuran pada Jembatan Jolosutro Kabupaten Malang

Arifin ABSTRAK

Pada penelitihan ini, penulis melakukan pengamatan terhadap dua pilihan jenis pondasi yang relatif dalam yang paling efisien biaya dan efisien waktu pekerjaan yaitu pondasi Tiang Pancang dan pondasi Sumuran (Caisson). Pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran dipakai jika kedalaman tanah keras ditemukan pada lapisan tanah yang relatif dalam sampai dalam, atau jika kedalaman pondasi (Df) berada pada kriteria sebagai berikut: 1B≤ Df ≤ 5B, sedangkan pondasi tiang pancang pada kriteria kedalaman (Df) ≥ 5B, dengan daya dukung memanfaatkan tegangan tanah dibawahnya dan tahanan gesek disekitar selimut pondasi tiang pancang. Penelitihan dilakukan pada perencanaan Jembatan Jolosutro Kabupaten Malang, jembatan ini menggunakan struktur bangunan atas PCI Girder dengan bentang 25m dan 45m pada bentang terpanjangnya. Secara singkat deskripsi tanah adalah sebagai berikut: (1) Pada kedalaman 0-2m adalah tanah urugan (kerikil, pasir, lanau), (2) Lapisan pada kedalaman 2-3m adalah lempung kelanauan, (3) Lapisan tanah kedalaman 3-6m adalah lempung kelanauan dengan nilai SPT 7, (4) Lapisan tanah kedalaman 6-8m adalah lempung kepasiran dengan nilai SPT 5, (5) Lapisan tanah kedalaman 8-15m adalah pasir dengan nilai SPT antara 26-48. Dari hasil penelitihan ini didapat bahwa penggunaan pondasi tiang pancang pada abutment jembatan Jolosutro yang ditinjau membutuhkan biaya

Rp 151.790.237,48 selesai dalam waktu empat minggu, sedangkan penggunaan

pondasi sumuran membutuhkan biaya Rp. 192.789.952,24 selesai dalam tujuh

minggu. Jadi penggunaan pondasi Tiang Pancang lebih efisien biaya dan

waktu daripada penggunaan pondasi Sumuran, yaitu dengan koefisien perbandingan biaya 0,79 dan koefisien perbandingan waktu pekerjaan 0,57.

Kata Kunci: Pondasi, Tiang Pancang, Sumuran (Caisson) PENDAHULUAN

Latar Belakang : Sebagai akibat dari perkembangan ekonomi yang pesat

seperti bangunan perkantoran, ruko ataupun mall, pabrik-pabrik, apartemen, maka bangunan transportasiseperti jembatan sangat diperlukan untuk memfasilitasi pergerakan barang dan jasa tersebut. Guna pemenuhan kebutuhan tersebut perlu ditetapkan suatu cara atau pilihan-pilihan yang tepat terhadap metode pelaksanaan atu pemilihan jenis konstruksi bangunan hingga mendapatkan desain yang tepat guna dan keawetan daya layan, kecepatan waktu pelaksanaan serta efisiensi biaya pelaksanaan.

(2)

Pada studi kasus ini, penulis melakukan pengamatan terhadap pilihan yang efisien biaya dan biaya pelaksanaan pada dua jenis pondasi dalam sebagai penopang struktur atas yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran (caisson) . Dua jenis pondasi ini sering dipakai oleh para perencana dan pelaksana konstruksi bangunan pada tanah keras yang tidak terlalu dalam (1<Df.<5).

Dengan meperhatikan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

 Akan diteliti pondasi mana yang lebih sesuai antara pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran

 Akan diteliti dari segi biaya pondasi mana yang lebih murah biayanya antara pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran.

 Akan diteliti pondasi mana yang lebih cepat proses penyelesaiannya antara pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran.

Tinjauan Pustaka :

Menurut Hary Christady Hardiyatmo (dalam Gramedia, 1996:62) pondasi adalah bagian yang terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau bebatuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua klasifikasi pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, dicontohkan dengan pondasi memanjang, pondasi telapak dan pondasi rakit. Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau bebatuan yang terletak jauhdari permukaan tanah, dicontohkan dengan pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran (caisson). Peck, dkk (1953) membedakan pondasi sumuran dengan pondasi dangkal dari nilai kedalaman (Df)dibagi lebarnya (B). Untuk pondasi sumuran Df/B > 5. Sedangkan untuk pondasi dangkal Df/B ≤ 1. Secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1 tentang macam-macam Tipe Pondasi.

Pemilihan tiang pancang beton baik precast ataupun prestress memiliki keuntungan lebih cepat dalam pelaksanaan penerapan dilapangannya karena tiang pancang dengan tipe dan ukuran tertentu telah banyak diproduksi hingga mudah untuk didapatkan. Kemudahan pemesanan tertentu sesuai dengan kebutuhan adalah satu kelebihan dibandingkan dengan pondasi sumuran, dimana pelaksanaan pondasi sumuran harus disiapkan lubang sumuran terlebih dahulu dan baru bisa dilaksanakan pengecoran. Mutu tiang pancang sistim fabrikasi juga akan lebih terjamin dan seragam.

(3)

Gambar 1 Macam-macam Tipe Pondasi.

(Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 1996:63)

Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah adalah tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dikerahkan tanah sepanjang bidang gesernya (Hary Christady Hardiyatmo, 1996:66). Daya dukung tanah (qu) secara umum untuk pondasi menerus atau memanjang dihitung menurut

analisa Terzaghi adalah:

qu = cb. Nc + Df.γ.Nq + 0,5.γ.B.Nγ

dengan : qu = daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang cb = kohesi tanah di bawah tiang

Df = kedalaman pondasi

γ = berat volume tanah

P0 = Df. γ = tekanan pada dasar pondasi

B = Lebar Pondasi

Nc , Nq , Nγ = factor daya dukung Terzaghi, bisa dilihat pada Tabel 1 Faktor Daya Dukung Terzaghi

Tabel 1 Faktor Daya Dukung Terzaghi

φ Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal

Nc Nq Nγ Nc’ Nq’ Nγ’

0 5,7

7,3 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0

5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2

(4)

15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9 20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7 25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2 30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7 34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0 35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1 40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,6 18,8 45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7 48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4 50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1

(Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 1996:73)

Untuk pondasi dengan bentuk tertentu Terzhagi memberikan faktor bentuk terhadap daya dukung ultimit yang berasal dari dasar analisis pondasi memanjang (Hary Christady Hardiyatmo, 1996:74), yaitu:

1. Pondasi bujur sangkar

qu = 1,3.c . Nc + Df.γ.Nq + 0,4.γ.B.Nγ

2. Pondasi lingkaran

qu = 1,3.c . Nc + Df.γ.Nq + 0,3.γ.B.Nγ

3. Pondasi empat persegi panjang

qu = c . Nc (1 + 0,3.B/L)+ Df.γ.Nq + 0,5.γ.B.Nγ (1- 0,2. B/L) Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang

Menurut Hary Christady Hardiyatmo (dalam Beta Offset, 2002:76) Kapasitas ultimit netto tiang tunggal (Qu) adalah jumlah tahanan ujung bawah tiang (Qh)

dan tahanan gesek ultimit (Qs) antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya

dikurangi dengan berat sendiri tiang, bila dinyatakan dengan persamaan adalah:

Qu = Qh + Qs- Wp;

Qh = Ah (c . Nc + pb.Nq + 0,5.γ.D.Nγ)……….. (turunan dari persamaan pondasi dangkal)

Qs = Σ As (cd+ Kd.Po.tg δ)…..untuk tanah lempung

Qs = Σ As (Kd.Po.tg δ)…..untuk tanah granuler (loose)

dengan : Qu = kapasitas ultimit netto tiang

Qh = tahanan ultimit ujung bawah tiang

Wp= berat sendiri tiang

Ah = luas ujung bawah tiang

c = kohesi tanah di sekitar tiang

pb = γ.z tekanan pada ujung tiang

Kd = koefisien tekanan tanah yang tergantung dari kondisi tanah

(5)

As = luas selimut tiang

cd = adhesi antara dinding tiang dan tanah

Po = Σ γi.zitekanan overburden rata-rata di sepanjang tiang

δ = sudut gesek antara dinding dan tanah (disajikan dalam Table 3 Sudut gesek antara dinding

tiang dan tanah granuler (φ), Aas 1966 ) φ = sudut geser tanah (_o)

Table 2 Nilai (kd . Tanδ) menurut Brom (1976)

Macam Tanah kd . Tanδ

Urugan batu

7,3 0,40

Pasir dan Kerikil 0,35

Lanau atau lempung terkonsolidasi normal PI rendah

-tinggi fd-tinggisedang(PI<50%) 0,30

Lempung terkonsolidasi normal PI tinggi 0,20 (Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 2002:158)

Table 3 Sudut gesek antara dinding tiang dan tanah granuler (φ), Aas 1966 )

Macam Tanah δ

Baja7,3 200

Beton 0,75 δ

Kayu 0,66 δ

(Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 2002:86)

Daya Dukung Pondasi Sumuran

Untuk pondasi dalam yang berbentuk sumuran dengan Df > 5B Terzaghi

menyarankan persamaan daya dukung dengan nilai-nilai faktor daya dukung sama, hanya gaya lekat pada dinding pondasi (friction) diperhitungkan (Hary Christady Hardiyatmo, 1996:76), persamaan daya dukungnya adalah:

Pu’ = Pu + Ps

= qu. Ap + π. D.fs. Df ; qu = 1,3.c . Nc + Df.γ.Nq + 0,3.γ.B.Nγ

dengan : Pu’ = beban ultimit untuk pondasi dalam

Pu = beban ultimit untuk pondasi dangkal Ps = perlawanan untuk dinding pondasi (friction)

Atas pertimbangan keamanan Ps bisa diabaikan Df = kedalaman pondasi

γ = berat volume tanah

qu = 1,3.c . Nc + Df.γ.Nq + 0,3.γ.B.Nγ (jika berbentuk lingkaran)

Ap = luas dasar pondasi

D = B = diameter pondasi

fs = factor gesekan (disajikan dalam Table 2.4 Faktor Gesekan Dinding fsMenurut Terzaghi

(1943))

Table 4 Faktor Gesekan Dinding fsMenurut Terzaghi (1943))

Jenis Tanah fs (kg/cm2)

(6)

Lempung sangat kaku 0,49 – 1,95

Pasir tak padat 0,12 – 0,37

Pasir padat 0,34 – 0,69

Kerikil padat 0,49 – 0,96

(Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 1996:76)

Pembebanan Jembatan

Dalam perencanaan suatu jembatan jalan raya, muatan-muatan dan gaya-gaya yang harus diperhatikan untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan tersebut adalah sebagai berikut dibawah ini :

1. Muatan Primer

Muatan Primer adalah muatan yang selalu bekerja pada perencanaan bagian-bagian utama konstruksi jembatan (Agus Iqbal Manu, 1995:35).

Yang termasuk muatan primer adalah : 1. Muatan mati

2. Muatan hidup 3. Kejut

2. Muatan Sekunder

Muatan Sekunder adalah muatan yang tidak selalu bekerja, tetapi perlu diperhitungkan pada perencanaan bagian-bagian utama konstruksi jembatan, muatan sekunder ini bias juga disebut sebagai muatan sementara (Agus Iqbal Manu, 1995:35).

Yang termasuk muatan sekunder adalah : 1. Muatan angin

2. Gaya akibat perbedaan suhu 3. Gaya akibat rangkak dan susut 4. Gaya rem dan traksi

3. Muatan Khusus

Muatan khusus adalah muatan yang diperhitungkan secara khusus dalam perencanaan jembatan (Agus Iqbal Manu, 1995:36). Muatan ini bersifat tidak selalu bekerja pada jembatan atau hanya berpengaruh pada bagian tertentu pada konstruksi jembatan

Yang termasuk muatan khusus adalah : 1. Gaya akibat Gempa bumi

2. Gaya akibat tekanan tanah

3. Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi. 4. Gaya sentrifugal

5. Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak 6. Gaya tumbukan

7. Gaya dan muatan selama pelaksanaan

8. Gaya akibat aliran air dan benda-benda hanyutan

(7)

Berikut ini adalah yang termasuk dalam Muatan Primer:

1. Muatan mati, adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri

jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, Muatan mati termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya (Agus Iqbal Manu, 1995:37). Dalam menetukan besarnya muatan mati tersebut, harus dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan di bawah ini sebagai terlihat pada Table 5 Berat Volume Material

Table 5 Berat Volume Material

NO. MATERIAL VOLUMEBERAT

1 Baja tuang* 7.85 t/m3

2 Besi tuang* 7.25 t/m3

3 Aluminium paduan* 2.80 t/m3

4 Beton bertulang / Pratekan* 2.50 t/m3

5 Beton biasa, tumbuk, siklop* 2.20 t/m3

6 Pasangan bata* 2.00 t/m3

7 Kayu* 1.00 t/m3

8 Tanah, pasir, kerikil ( semua dalam keadaan padat )* 1.00 t/m3

9 Perkerasan jalan beraspal* 2--2.5 t/m3

*)Untuk bahan-bahan yang belum tersebut di atas, harus diperhitungkan berat volume sesungguhnya atau jika bahan bangunan setempat memberikan berat volume menyimpang dari nilai-nilai di atas maka berat volume harus diperhitungkan tersensendiri dengan persetujuan yang berwenang.

(Sumber: Agus Iqbal Manu, 1995:37)

Distribusi muatan mati dipergunakan untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar (gelagar-gelagar tengah ataupun tepi) adalah berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar, dengan catatan bila kerb, trotoar, tiang sandaran dan lain-lain dipasang setelah pelat dicor maka muatan-muatan tersebut bias dianggap terbagi rata kesemua gelagar.

2. Muatan hidup, adalah semua muatan yang berasal dari berat

kendaraan-kendaraan / lalu lintas dan/atau berat orang-orang pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan Agus Iqbal Manu, 1995:38). Kelas muatan hidup

(8)

1. Muatan jembatan kelas B.M. 100 2. Muatan jembatan kelas B.M. 70

Muatan hidup dari masing-masing kelas muatan jembatan diatur sebagai berikut :

1. Muatan jembatan kelas B.M. 100 100 % muatan T dan 100 % mutan D

2. Muatan jembatan kelas B.M. 70 70 % muatan T dan 70 % muatan D

Muatan T merupakan muatan untuk memperhitungkan perencanaan kekuatan "Lantai kendaraan", dan "muatan D" merupakan muatan untuk

memperhitungkan perencanaan kekuatan "jalur lalu lintas". Lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian jembatan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan.

Jalur lalu lintas adalah bagian dari lantai kendaraan yang dipergunakan oleh

satu

deretan kendaraan. Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75 meter.

Jumlah "Jalur" lalulintas untuk kendaraan dengan lebar 5.50 meter atau lebih ditentukan menurut Tabel 2.6 Jumlah jalur lalu lintas.

Tabel 6. Jumlah jalur lalu lintas

Lebar lantai kendaraan Jumlah jalur lalu lintas

5.50 m sampai 8.25 m 2

dari 8.25 m sampai 11.25 m 3

dari 11.25 m sampai 15.00 m 4

dari 15.00 m sampai 18.75 m 5

dari 18.25 m sampai 22.50 m 6

(Sumber: Agus Iqbal Manu, 1995:39)

Lebar jalur minimum yaitu selebar 2.75 meter harus dipergunakan untuk menentukan muatan D per jalur, Dengan demikian muatan hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut:

Muatan merata = 75 . 2 /m ton p ; Muatan garis = 75 . 2 /m ton P

Tabel tersebut diatas hanya dipergunakan dalam menentukan jumlah jalur dari pada jembatan. Untuk selanjutnya jumlah jalur jembatan ini akan

dipergunakan dalam menentukan muatan D.

Mutan T, Untuk perhitungan Kekuatan Lantai kendaraan atau sistem lantai

kendaraan jembatan, harus dipergunakan muatan T sebagaimana dijelaskan

Gambar 2. Bagan Muatan T

Muatan T disebabkan oleh muatan kendaraan truk yang mempunyai beban dua roda (dual) sebesar 10 ton. dengan

ukuran-ukuran serta kedudukan sebagaimana tertera pada Gambar 2.2. Bagan Muatan T

(9)

Gambar 2. Bagan Muatan T

(Sumber: Bridge management System 2, 1991:25) Keterangan:

Muatan

jembatan kelas W a1 = a2 b1 b2

BM 100 20 ton. 20 cm 12,5 cm 50 cm

BM 70 14 ton 14 cm 12,5 cm 50 cm

Catatan : W = beban gandar

Muatan D, Untuk perhitungan Kekuatan gelagar-gelagar harus dipergunakan

muatan D. Muatan D atau muatan jalur adalah susunan muatan pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari muatan terbagi rata sebesar "q" ton permeter panjang jalur,

dan muatan garis P = 12 ton (belum termasuk faktor kejut) melintang jalan lalu lintas tersebut.

Bagian muatan D adalah sebagaimana tertera pada Gambar 3 Bagan Muatan

D

Gambar 3 Bagan Muatan D

(Sumber: Bridge management System 2, 1991:21)

a1 b1 b2 a2 0.125 W 0.5 W 0.5 W 2,75 2,75

(10)

Besarnya " q " ditentukan sebagai berikut : q = 2.2 t/m' untuk L ≤ 30 m. q = 2.2 t/m' - ( 300) / ' 60 1 . 1 l t m untuk 30 m < L ≤ 60 m q = t m L / ) 30 1 ( 1 . 1  untuk L > 60 m L = panjang dalam meter, dari bentang yang bersangkutan.

Ketentuan muatan D

Dalam penggunaan muatan D tersebut untuk perhitungan pengaruh total pada suatu jembatan berlaku ketentuan bahwa apabila jembatan tersebut mempunyai lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5.50 meter, muatan D sepenunya hanya berlaku pada lebar jalur sebesar 5.50 meter, sedang lebar selebihnya dibebani hanya 50 % dari muatan D tersebut, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4. Distribusi Muatan D

(11)

Gambar 4. Distribusi Muatan D

(Sumber: Bridge management System 2, 1991:22)

Muatan hidup per meter lebar jalur lalulintas jembatan menjadi sebagai berikut: Muatan merata =

meter

m

ton

q

75

.

2

/

Muatan garis =

meter

ton

P

75

.

2

Angka pembagi 2.75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalu lintas.

Ketentuan muatan pada trotoir, kerb dan sandaran (Agus Iqbal Manu, 1995:47)

 Konstruksi dari trotoir harus diperhitungkan terhadap muatan hidup sebesar 500 kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar karena muatan hidup pada trotoir, diperhitungkan muatan sebesar 60 % dari muatan hidup trotoir tersebut.

 Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan dapat menahan satu muatan horisontal kearah melintang jembatan sebesar 500 kg, yang bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan atau pada

tinggi 25 cm diatas permukaan lantai kendaraan, apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm.

 Tiang-tiang sandaran pada setiap trotoir harus diperhitungkan dapat menahan muatan horisontal sebesar 100

kg/m', yang bekerja pada tinggi 90 cm diatas lantai trotoir.

3. Muatan kejut

Untuk memperhitungkan pengaruh getaran-getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat muatan garis (P) pada "muatan D" harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan

(12)

hasil yang maksimum, sedangkan muatan merata pada "muatan D" tidak dikalikan dengan koefidien kejut (Agus Iqbal Manu, 1995:48)

Koefisien kejut ditentukan dengan rumus : L K    50 20 1 dimana, K = Koefisien kejut

L = Panjang dalam meter, ditentukan oleh type konstruksi dari jembatan (keadaan statisnya) dan kedudukan dari muatan garis (" P ").

Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah, bila bangunan- bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan, maka koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah.

Muatan Sekunder

Berikut ini adalah yang termasuk dalam Muatan Primer:

1. Muatan angin, adalah Pengaruh tekanan angin sebesar 100 kg/m2 pada

jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan (Agus Iqbal Manu, 1995:49). Jumlah luas bidang vertikal jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar satu setengah kali jumlah luas bagian sisi jembatan. Bidang vertikal muatan hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar dua meter diatas lantai kendaraan.

Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian - bagian jembatan pada setiap sisi dapat digunakan ketentuan sebagai berikut :

1. Untuk jembatan berdinding penuh diambil sebesar 100 % terhadap luas bidang sisi jembatan yang bersangkutan.

2. Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30 % terhadap luas bidang sisi jembatan yang bersangkutan.

2. Gaya Akibat Perbedaan Suhu

Peninjauan khusus harus diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan karena pergerakan-pergerakan akibat perbedaan suhu (Agus Iqbal Manu, 1995:37). Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat diperhitungkan dengan mengambil perbedaan suhu untuk :

 Bangunan baja sebesar 15o

 Bangunan beton sebesar 10o 3. Gaya Rangkak dan Susut

Gaya rangkak dan susut pada bahan beton dan bahan baja dari konstruksi, apabila tidak ditentukan lain, harus pula ditinjau. Besarnya pengaruh ini, apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15o.

4. Gaya Rem dan Traksi

Bekerjanya gaya-gaya diarah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalulintas. Pengaruh gaya rem sebesar 5 %

(13)

dari muatan D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalulintas yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1.20 meter ( sesuai dng Japan dan AASHTO) di atas permukaan lantai kendaraan (Agus Iqbal Manu, 1995:51).

Muatan khusus

Berikut ini adalah yang termasuk dalam Muatan khusus:

1. Gaya akibat gempa bumi,

Gaya akibat gempa bumi jembatan-jembatan yang akan dibangun pada daerah-daerah dimana dapat diharapkan adanya pengaruh-pengaruh dari gempa bumi, harus direncanakan dengan memperhitungkan pengaruh-pengaruh gempa bumi tersebut (Agus Iqbal Manu, 1995:52). Pengaruh-pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan senilai dengan pengaruh suatu gaya horisontal, yang bekerja pada titik berat konstruksi/bagian konstruksi yang ditinjau, dalam arah yang paling berbahaya.

Gaya horisontal yang dimaksud ditentukan dengan rumus :

K = E .γ. G

dimana :

K = Gaya horisontal

E = Koefisien gempa bumi, terdapat pada Tabel 7. Nilai koefisien gempa

γ = Faktor koreksi dinamis yang bernilai 0.5 - 1.0

G = Muatan mati dari konstruksi / bagian konstruksi yang ditinjau.

Tabel 7. Nilai koefisien gempa

Keadaan Tanah / Pondasi

Jenis bahan Konstruksi

Koefisien gempa untuk daerah..(E)

I II III

Untuk jembatan yang didirikan diatas pondasi langsung dengan kekuatan tanah dasar sebesar ≥ 5 kg/cm2 atau lebih.

Konst.

Beton 0.086 0.043 0.022

Konsrt.

Baja 0.086 0.043 0.017

Untuk jembatan yang didirikan diatas pondasi langsung dengan kekuatan tanah dasar < 5 kg/cm2 Konst. Beton 0.150 0.075 0.038 Konsrt. Baja 0.115 0.058 0.029

Untuk jembatan yang

(14)

pondasi selain pondasi

langsung Konsrt. Baja 0.160 0.080 0.040

*) Untuk perhitungan dengan cara ultimate semua faktor ini harus dikalikan dengan 1.20 (Sumber: Agus Iqbal Manu, 1994:52)

2. Gaya akibat Tekanan Tanah

Bangunan jembatan yang menahan tanah, harus direncanakan dapat menahan tekanan tanah, sesuai dengan rumus-rumus yang ada. Bila kendaraan jalan raya dapat mendekati ujung atas bangunan penahan tanah sampai suatu jarak horisontal sebesar setinggi bangunan jembatan yang menahan tanah tersebut, maka muatan kendaraan tersebut diperhitungkan mulai dengan muatan tanah setinggi 60 cm (Agus Iqbal Manu, 1995:52).

3. Gaya tekanan tanah akibat Gempa bumi

Bangunan jembatan yang menahan tekanan tanah pada daerah-daerah dimana dapat diharapkan adanya pengaruh - pengaruh dari gempa bumi, harus direncanakan dapat menahan tekanan tanah akibat gempa bumi sesuai dengan rumus-rumus berikut ini :

PAE= KAE. (½ . H2. L) . γ

dimana :

PAE = Gaya aktif tanah akibat gempa

KAE = Koefisien tanah aktif akibat gempa, diterangkan di grafik xxx. Nilai koefisien gempa

γ = Berat jenis tanah

H = kedalaman tanah dari permukaan tanah terhadap titik tijau ( dasar abutmen) L = Panjang abutmen

5. Gaya sentrifugal

Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1.20 meter diatas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut dinyatakan dalam prosen terhadap muatan "D" yang dianggap ada pada semua jalur lalulintas tanpa dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

S = 0.57 V2 / R ………(Agus Iqbal Manu, 1995:54) dengan : S = gaya sentrifugal dalam prosen terhadap muatan "D" tanpa dikalikan dengan koefisien

kejut.

V = Kecepatan rencana ( Km / jam ) R = Jari-jari tikungan ( meter )

6. Gaya gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak

Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan bergerak yang terjadi karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat p[erbedaan suhu dan akibat-akibat lain. Gaya gesekan yang timbul hanya ditinjau akibat muatan mati saja (Agus Iqbal Manu, 1995:52) Sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :

1. Tumpuan rol baja :

a. dengan 1 atau 2 rol : 0.01 b. dengan 3 atau lebih rol : 0.05

(15)

P=50 TON

P=100 TON 2. Tumpuan gesekan :

a. antara campuran tembaga keras dan baja dengan baja : 0.15 b. antara baja dengan baja atau baja tuang : 0.25. 3. Tumpuan lain :

Yang dimaksud tumpuan lain adalah sebagai berikut : a. Tumpuan karet

b. Tumpuan timah ditentukan menurut hasil percobaan c. Tumpuan antimum.

7. Gaya akibat tumbukan

Untuk memperhitungkan gaya akibat tumbukan antara pilar dan kendaraan, dapat dipakai salah satu dari kedua gaya. Gaya horizontal yang paling menentukan adalah:

 Pada jurusan arah lalu lintas sebesar 100 Ton

 Pada jurusan tegak lurus arah lalu lintas sebesar 50 Ton

Gaya-gaya tersebut dianggap bekerja pada tinggi 1,2 m di atas permukaan jalan raya. Gaya tumbukan antara pilar dan jembatan-jembatan Viaduct, dimana bagian bawah jembatan dipakai lalu lintas kendaraan, lebih jelas diterangkan dengan Gambar 5 Gaya Tumbukan Pada Pilar Jembatan

Gambar 5 Gaya Tumbukan Pada Pilar Jembatan

(Sumber: Agus Iqbal Manu, 1995:55)

8. Gaya akibat aliran air dan benda-benda hanyutan

Semua pier dan bagian-bagian lain dari bangunan yang mengalami gaya-gaya aliran air, harus diperhitungkan dapat menahan tegangan-tegangan maksimum akibat gaya-gaya itu (Agus Iqbal Manu, 1995:56). Tekanan aliran air pada suatu pier dapat dihitung dengan rumus :

p = k . v2

dengan : p = tekanan aliran air ( ton/m2 ) v = kecepatan aliran air ( m/dt )

k = koefisien yang besarnya tergantung dari bentuk pier dan diambil menurut Table 8 Tabel Koefisien Bentuk Depan Pilar

Table 8. Tabel Koefisien Bentuk Depan Pilar

(16)

Persegi 0,075

Bersudut 300 0,025

Bundar 0,035

(Sumber: Agus Iqbal Manu, 1995:56)

Kombinasi Muatan Atau Pembebanan

Bangunan jembatan beserta bagian-bagian yang ditinjau terhadap kombinasi akibat beberapa muatan dan atau gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan - kemungkinan dari muatan dan atau gaya-gaya pada setiap kombinasi, tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan. Tegangan yang digunakan, yang dinyatakan dalam prosen terhadap tegangan yang diijinkan untuk beberapa kombinasi muatan/gaya, adalah dijelaskan melalui Tabel 9 Daftar Kombinasi Pembebanan.

(17)

Table 9. Daftar Kombinasi Pembebanan

Kombinasi muatan / gaya Tegangan yang digunakandalam prosen terhadap tegangan yang diijinkan.

I. M + ( H + K ) + Ta + AH 100%

II. M + Ta + AH + F + A + SR + T 125% III. Kombinasi ( I ) + R + F + A + SR + T 140%

IV. M + Ta + AH + Gb 150%

V. M + P 130% (khusus bang. Logam)

(Sumber: Agus Iqbal Manu, 1995:57)

Definisi Efisiensi

Definisi efisiensi menurut kamus besar bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen dan kebudayaan Republik Indonesia dinyatakan bahwa:

Efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya) kedayagunaan atau kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (1988:157).

Sedangkan menurut The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Administrasi perkantoran modern mengatakan bahwa:

Efisiensi adalah suatu konsepsi tentang perbandingan terbaik antara suatu usaha dengan hasilnya (1983:257).

Perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi yaitu: 1) Segi usaha, dimana suatu kegiatan dapat dikatakan efisien bilamana sesuatu hasil tertentu dapat dicapai dengan usaha sekecil-kecilnya, 2)segi hasil, dimana suatu kegiatan dikatakan efisien bilamana suatu usaha tertentu memberikan hasil sebanyaka-banyaknya, baik jumlah maupun mutu. Menurut Abdulsyani mendefinisikan bahwa:

Efisien dapat diartikan sebagai suatu prinsip bagaimana meningkatkan produktifitasnya atau hasil semaksimal mungkin, dengan pengeluaran yang minimal (1987:167).

Menurut Abdurrahman dalam bukunya Ensiklopedia Ekonomi keuangan perdagangan mengatakan bahwa: efisien adalah ratio atau perbandingan kerja yang berguna yang diperoleh dari suatu mesin, operasi atau seseorang dalam hubungannya dengan energi atau tenaga atau pengorbanan yang digunakannya: perbandingan output terhadap input (1982:378).

A = Muatan Angin SR = Susut dan Rangkak

T = Suhu

Gb = Gempa Bumi

P = Gaya-Gaya Waktu Pelaksanaan

Catatan:

M = Muatan Mati H = Muatan Hidup K = Muatan Kejut Ta = Tekanan Tanah

AH = Aliran Arus dan Hanyutan

F = Tekanan Geser dari

(18)

Sedangkan beberapa definisi diatas dapat dikatakan secara umum definisi efisiensi, yakni suatu konsep tentang kemampuan menjalankan tugas dalam mencapai suatu hasil atau tujuan dengan perbandingan terbaik suatu usaha (waktu, biaya, tenaga) dengan hasilnya. Konsepsi tentang efisiensi sebagi perbandingan terbaik antara suatu usaha dengan hasilnya dapat diterapkan dalam berbagai bidang, dari kehidupan pribadi yang bersifat perseorangan sampai lapangan pekerjaan luas.

Dengan tidak mengabaikan factor-faktor lainnya yang ikut mempengaruhi suatu kerja, maka perbandingan terbaik antara usaha dan hasilnya dalam kerja itu terutama ditentukan oleh caranya melakukan aktifitas atau kegiatan tertentu. Menurut The Liang Gie menyatakan bahwa:

Cara kerja yang efisien merupakan:

1. Cara yang paling mudah (tidak sulit akibat banyak memakai pikiran) 2. Cara yang paling ringan (tidak berat karena banyak memakai tenaga

jasmani manusia)

3. Cara yang paling cepat (tidak memakai banyak waktu)

4. Cara yang paling dekat tidak jauh jaraknya dan menghamburkan uang kerja

5. Cara yang paling murah (tidak mahal akibat terlampau boros dengan penggunaan bendanya)

Unsur-unsur dan Sumber Kerja Efisien

Sebagaimana telah disebutkan bahwa konsepsi efisiensi mencakup lima unsur atau sumber kerja yaitu: pikiran (tenaga rokhani), tenaga jasmani, waktu, ruang dan material (termasuk uang). Dengan demikian maka dapat dirumuskan lebih konkret bahwa suatu cara bekerja yang efisien adalah cara yang sedikitpun mengurangi hasil yang hendak dicapai.

Sejalan dengan adanya lima unsur usaha atau sumber kerja, maka pelaksanaan efisiensi pada macam-macam kerja dapat digolongkan menurut penggunaan masing-masing sumber tenaga kerja yaitu: 1) pemakaian pikiran, 2) Pemakaian tenaga, 3) Pemakaian waktu, 4) Pemakaian ruang, 5) Pemakaian benda (termasuk uang).

DATA DAN METODE

Data-data proyek yang sekiranya diperlukan untuk pengerjaan penelitian ini, antara lain adalah:

 informasi proyek

 spesifikasi teknis

 jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan / Time Schedule

 daftar harga satuan upah tenaga kerja,material dan peralatan

 gambar teknik

(19)

 gambar metode pelaksanaan erection pci girder dengan metode Crawler crane dan Roller skate,

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

KESIMPULAN

Dari analisa perhitungan didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pondasi tiang pancang sebagai pondasi dalam masih layak untuk dipakai sebagai pondasi pada lapisan tanah keras dangkal (1B<Df<5B) dengan kedalaman sedikit lebih besar dibandingkan pondasi dangkal sumuran (caisson).

2. Biaya pekerjaan pondasi tiang pancang lebih murah dibandingkan pondasi sumuran, dengan nilai koefisien perbandingan 0,79

3. Waktu pekerjaan pondasi tiang pancang lebih cepat dibandingkan pondasi sumuran, dengan nilai koefisien perbandingan 0,57

Perbandingan pekerjaan pondasi tiang pancang dengan pekerjaan pondasai sumuran akan lebih jelas disajikan pada tabel 5.4 Perbandingan ekonomik Pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran jembatan Jolosutro Tabel 4 Perbandingan ekonomik pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran jembatan Jolosutro

Saran

Perbandingan pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran jelas sekali terlihat pada tabel 4 Perbandingan efisiensi Pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran jembatan Jolosutro, maka saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagi perencana konstruksi agar mempertimbangkan pemakaian pondasi tiang pancang sebagai pondasi dangkal dengan catatan kontrol tegangan tanah di bawah pondasi, kontrol tegangan lateral tanah dan defleksi tiang masih memenuhi syarat tegangan dan defleksi maksimal yang diijinkan yaitu 12 mm (Hary Christady Hardiyatmo, 2002:205). 2. Bagi perencana konstruksi jembatan, bila syarat-syarat pada nomer satu

terpenuhi maka pertimbangan selanjutnya adalah meninjau ketersedian waktu pelaksanaan, lokasi atau situasi medan yang memenuhi syarat untuk pekerjaan pemancangan. Pondasi tiang pancang dua kali lebih cepat diselesaikan dari pada pondasi sumuran.

(30)

REFERENSI

Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU

Hary Christady Hardiatmo. 1996. Teknik Fondasi 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Hary Christady Hardiatmo. 2003. Teknik Fondasi II. Yogyakarta: Beta Offset Gideon H. Kusuma, M. Eng. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang I.

Jakarta

Departemen Pekerjaan Umum. 1991. Bridge Management System2.Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU

Agus Iqbal Manu, Ir, Dipl. Heng. MIHT.1995. Dasar-dasar Perencanaan Jembatan Bertulang. Jakarta: PT. Media Tama Sapta Karya

(31)

Gambar

Gambar 1 Macam-macam Tipe Pondasi.
Table 2 Nilai (kd . Tanδ)  menurut Brom (1976)
Table 5 Berat Volume Material
Gambar 3 Bagan Muatan D
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari tampilan diatas terlihat bahwa telah didapat informasi yang sifatnya private pada server OS windows yang telah diinstall agent sebelumnya..

(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas VIII SMP 2 Pangkalanbaru Kabupaten Bangka Tengah, Tahun Pelajaran

The RTK GPS trajectory was processed with a 10 Hz frequency using the virtual reference station generated in the area using the Geotrim GNSS station network

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana di bidang

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, di dapatkan suatu perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penerapan algoritma jaringan syaraf tiruan untuk

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif analisis yaitu dengan cara menggambarkan keadaan-keadaan dari obyek yang diteliti di lapangan kemudian diambil

Hasil perhitungan status hematologis yang meliputi jumlah leukosit total dan diferensial leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit) tikus putih (R.