• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENGALAMAN PRIBADI, MOTIVASI INTRINSIK, DAN LINGKUNGAN PADA PROSES KREATIF SASTRAWAN INDONESIA BERDASARKAN MODEL SISTEM DINAMIS CSIKSZENTMIHALYI Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psiko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN PENGALAMAN PRIBADI, MOTIVASI INTRINSIK, DAN LINGKUNGAN PADA PROSES KREATIF SASTRAWAN INDONESIA BERDASARKAN MODEL SISTEM DINAMIS CSIKSZENTMIHALYI Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psiko"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PENGALAMAN PRIBADI, MOTIVASI INTRINSIK, DAN LINGKUNGAN PADA PROSES KREATIF SASTRAWAN INDONESIA

BERDASARKAN MODEL SISTEM DINAMIS CSIKSZENTMIHALYI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Lusia Wiji Astuti NIM : 049114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“We are limited but we can push back the borders of our limitations”

-Stephen R. Covey-

“Dikerjakan dengan baik adalah lebih baik daripada dikatakan dengan

baik”

-NN -

“Jika tidak dapat menjadi orang pandai, cobalah menjadi lebih berani”

-E. Welly-

“Lakukanlah semuanya dengan rasa bahagia dan bersyukur dari

hatimu. Jika hatimu bahagia, kamu dapat melakukan apa saja

sekalipun harus terjatuh, tertatih, dan terasing”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang telah merencanakan ini semua,

Bapak, ibu, dan kedua kakakku yang selalu mendukung,

diriku yang tak pernah menyerah, dan

(6)
(7)

vii

PERAN PENGALAMAN PRIBADI, MOTIVASI INTRINSIK, DAN LINGKUNGAN PADA PROSES KREATIF SASTRAWAN INDONESIA

BERDASARKAN MODEL SISTEM DINAMIS CSIKZENTMIHALYI

Lusia Wiji Astuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan memahami lebih dalam peran pengalaman pribadi, motivasi instrinsik serta lingkungan (domain dan field) pada proses kreatif sastrawan ketika mengarang sehingga menghasilkan karya-karya sastra yang berkualitas, menarik, kreatif dan bermanfaat bagi diri maupun lingkungannya. Penelitian ini berdasarkan pada Model Sistem Dinamis Csikszentmihalyi yang memperlihatkan adanya interaksi antar ketiga aspek tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dokumen yang berisi cerita proses kreatif sastrawan, dan dianalisis menggunakan qualitative content analysis. Ada 4 sastrawan yang dianalisis yaitu Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, Sapardi Djoko Damono, dan Acep Zamzam Noor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat subyek lebih banyak mengakses informasi dari domain dengan cara membaca berbagai sumber tertulis. Ada subyek yang hanya mengakses domain sastra, ada pula yang menggabungkan sastra, teater, dan musik atau sastra, agama, dan seni rupa. Subyek mengakses field dengan banyak bertanya atau meminta pendapat rekan kerja atau tokoh senior. Domain memberikan informasi berupa pengetahuan-pengetahuan, sedangkan field memberikan penilaian (penolakan, kritikan, pujian) yang dapat mendorong sastrawan. Pengalaman pribadi yang dialami subyek adalah pengalaman yang memunculkan dan menguatkan ketertarikan terhadap bidang sastra. Pengalaman yang memunculkan ketertarikan lebih banyak mengarah pada membaca, sedangkan pengalaman yang menguatkan ketertarikan pada semua subyek adalah pengalaman menulis. Pengalaman melatih sensitivitas juga dapat membantu sastrawan mengembangkan kemampuannya. Motivasi intrinsik membantu untuk bertahan menghadapi tantangan. Para subyek memiliki motivasi utama yang sama untuk menulis yaitu kebutuhan ingin mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam dirinya. Hal-hal tersebut terus bertambah dan berinteraksi selama individu hidup. Penelitian ini dapat dikembangkan dalam domain atau bidang yang lain.

(8)

viii

THE ROLE OF PERSONAL EXPERIENCES, INTRINSIC MOTIVATION, AND THE ENVIRONMENT ON THE CREATIVE PROCESS OF INDONESIAN POETS BASED ON DYNAMIC SYSTEM MODEL OF

CSIKZENTMIHALYI

Lusia Wiji Astuti

ABSTRACT

This research aims to explore and understand more about the role of personal experience, intrinsic motivation and the environment (domain and field) in the creative process of poets when writing letters so that produce literary works of high quality, interesting, creative and beneficial to themselves and their environment. This research is based on Dinamic System Model of Csikszentmihalyi which is showing the interaction between those three aspects. The variables are personal experiences, intrinsic motivation, domain, field, and the creative process. The data was collected using a document that contains the story of literary creative process, and analyzed using qualitative content analysis. There are four writers who analyzed the Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, Sapardi Djoko Damono, and Acep Zamzam Noor. The results showed that all four subjects more access to information from the domain by reading the various written sources. The four subjects more access domain information by reading a variety of written sources. There are subjects who only access the domain of literature, some are combining literature, theater, and music or literature, religion, and fine arts. Subject access field with asking many questions or asking the opinion of colleagues or senior figures. Domain give information in the form of knowledge-knowledge, while the field rate (rejection, criticism, praise), which can encourage writers. Personal experience of subjects are experience that gives rise and strengthen interest in the field of literature. Experience that gave rise to more interest leads to reading, while the experience that strengthens an interest in subjects is writing experience. Sensitivity training experiences can also helps writers develop their ability. Intrinsic motivation to help to survive the challenge. The subjects have the same main motivation for writing is the need to express feelings buried within themself. These continue to grow and interact during an individual life. This research can be developed in the other domain or fields.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dapat diselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu P. Henrietta PDADS., S. Psi., M.A. selaku dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta. .

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie), terimakasih atas segala kerjasama yang diberikan untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

(11)

xi

7. Gloria Edukasindo dan Pusat Pengembangan Pribadi (P3) UKDW. Terima kasih untuk ilmu dan pengalamannya, sukses terus buat GE dan P3.

8. Teman-temanku, khususnya; Wulan, Wilis, Anang, Nico, Ita, Tina, Kriska, Ellen, Siska, dan anak-anak Kos Majus (Tina, Frada, Viti, Viky, Vinsen, Ely). Terima kasih untuk sharing-sharingnya selama ini. Semangat teman, kita pasti bisa ^-^

9. Teman-teman kos 367B; Ajeng ‘Omdo’, Wida ‘Widut’, Irma ‘Mair’, Nimas ‘Nelcil’, Mbak Nanik, Hesty, dan Merly untuk semangat yang selalu kalian elu-elukan. Matur nuwun sanget… jangan bosen dengerin playlistku ya… Buat Hesty, makasih drama dan lagu Hangeulnya.

10.Laptop dan seperangkatnya, playlist dan lagu-lagu Hangeulnya… Terima kasih telah menemani dan membantu mengembalikan semangatku.

11.Stefanus Lucky Kusharyono dengan kasihnya yang tak berkesudahan. 12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka kritik, saran, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak akan diterima dengan senang hati. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, melimpahkan segala rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2011

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ABSTRAK... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR...

BAB I : PENDAHULUAN... A. Latar Belakang.………... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... 1. Manfaat Teoritis... 2. Manfaat Praktis...

1 BAB II : LANDASAN TEORI...

A. Pengertian Proses Kreatif... B. Proses Kreatif Berdasarkan Model Dinamis Csikszentmihalyi Mihaly…

1. Domain...………...

2. Individu………

a. Pengalaman Pribadi...……… b. Motivasi intrinsik....………....…………... 3. Field (Lingkungan sosial)…..………...

11 C. Metode Penelitian Csikszentmihalyi Mihaly…... D. Pertanyaan Penelitian………...

(13)

xiii

BAB III : METODE PENELITIAN... A. Jenis Penelitian... B. Fokus Penelitian.…... C. Definisi Operasional... D. Subjek Penelitian... E. Metode Pengumpulan Data ... F. Metode Analisis Data...

22 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Hasil Penelitian Tiap Subyek.………... 1. Putu Wijaya...

a. Domain.……….

b. Pengalaman Pribadi.………..

c. Field..………

d. Motivasi intrinsik.…..………... 28 2. Arswendo Atmowiloto...

a. Domain..………... b. Pengalaman Pribadi.………..

c. Field.……….

d. Motivasi intrinsik………..……… 39 39 40 41 42 3. Sapardi Djoko Damono.………...

a. Domain.………...………..

b. Pengalaman Pribadi………...………...

c. Field.……….…………

d. Motivasi intrinsik.………. 43 43 44 45 46 4. Acep Zamzam Noor………...………...

a. Domain………..

b. Pengalaman Pribadi.………..

c. Field.……….

(14)

xiv

1. Domain…………...………...

2. Pengalaman Pribadi.………..………... 3. Field.……….………... 4. Motivasi Intrinsik……..………...……….

5. Pembahasan Umum………...

60 64 67 68 70 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...

A. Kesimpulan... B. Saran...

1. Bagi penelitian selanjutnya…..………. 2. Bagi orang tua dan sekolah………...

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia sastra Indonesia sangat pesat. Ada banyak kumpulan puisi, cerita pendek (cerpen) dan novel baik dalam bentuk media cetak maupun elektronik. Keadaan ini menjadi tantangan bagi seorang pengarang untuk dapat terus berkarya dan menghasilkan karya yang berkualitas. Seorang pengarang dapat dikatakan kreatif apabila dia dapat menghasilkan karya yang dinilai bermakna dan bermanfaat bagi pembaca dan lingkungannya. Berdasarkan tanya-jawab dengan Putu Wijaya pada

workshop yang diadakan pada 12 Juni 2010 di Gedung Taman Budaya Yogyakarta, penulis mengetahui bahwa masa sekarang memang banyak pengarang dan karya-karya yang muncul namun sedikit yang mampu mempertahankan keunikan yang dimiliki dari pengarang terdahulu. Pada 1970-an, sastrawan saat itu berusaha mencari identitas diri. Misalnya Linus Suryadi A.G. yang menulis kembali kebudayaan Jawa Pengakuan Pariyem, Chaerul Harun menulis kebudayaan Minang lewat novel Warisan, dan Abdul Hadi W.M. dengan puisi-puisi sufi Islam. Penulis 1980-an hingga 2000 tidak memiliki perbedaan yang signifikanpada 90-an, hanya saja mulai muncul para penulis wanita (Ihsan, 2007).

(16)

religius muncul setelah suksesnya novel Ayat-Ayat Cinta. Menurut Budi Darma (dalam Ihsan, 2007), ada kecenderungan novelis sekarang untuk kejar tayang dalam mengerkan karya-karyanya. Oleh karena itu, penulis merasa perlu menggali tentang bagaimana sastrawan-sastrawan yang mampu bertahan berkarya dalam dunia sastra tanpa kehilangan keunikan yang mereka miliki.

Proses kreatif dalam sastra merupakan tema yang masih jarang dibahas dalam penelitian sastra di Indonesia (Luita Ariwibowo dkk, 2005). Penelitian Luita dkk terhadap proses kreatif khusus pengarang wanita lebih menggali tentang isu feminisme. Penelitian sastra yang berhubungan dengan psikologi sejauh ini lebih mengungkap ketidaksadaran dan dorongan-dorongan yang muncul. Moesono (2003) membahas antara psikoanalis dan sastra untuk memahami perilaku seseorang, terutama yang sulit diamati secara kasat mata. Ketidaksadaran dalam diri seniman akan muncul dalam bentuk fantasi, hal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan di sekitarnya. Ainurrofiah (2002) juga menggunakan teori psioanalisa Freud untuk mengungkap dorongan-dorongan pada tokoh utama novel. Menurut Haryati Soebandio (dalam Moesono, 2003), latar belakang budaya masyarakat dimana seseorang dibesarkan, pendidikan yang ditempuh, dan masyarakat yang dihadapi secara tidak langsung mempengaruhi cara mengarang dan jenis karangannya.

(17)

Supriadi, 1994). Tahap-tahap proses kreatif tersebut adalah persiapan, inkubasi, insight, evaluasi, dan elaborasi. Model ini memperlihatkan bahwa proses kreatif menitikberatkan pada proses mental individu. Menurut Csikszentmihalyi (1996, 1999) yang merupakan salah satu ahli dalam bidang kreativitas individu, proses kreatif berkaitan dengan interaksi antara pikiran seseorang dan konteks sosiokulturalnya. Proses ini membutuhkan waktu yang panjang karena secara tidak langsung akan menampilkan suatu siklus yang terjadi dalam proses evolusi budaya. Csikszentmihalyi mengembangkan Model Sistem Dinamis untuk menjelaskan proses kreatif, yang melibatkan individu, lingkungan sosial (field), serta suatu bidang di sekitar individu (domain).

Domain merupakan suatu bidang, misalnya matematika, musik, sastra, kesehatan, dan sebagainya. Fungsi domain adalah sebagai penyedia informasi atau pengetahuan tentang domain itu sendiri. Seberapa banyak informasi yang diperoleh individu akan bergantung bagaimana individu mampu masuk ke dalam domain tersebut. Domain dalam penelitian ini adalah domain sastra. Namun, domain sastra ini bersifat terbuka yang berarti bahwa memungkinkan adanya interaksi dengan domain-domain yang lain. Misalnya, Poppy Huta Galung dalam sajak “Laskar yang Sendiri” memadukan sastra dan politik, atau “Keluarga Gerilya” karangan Pamoedya Ananta Toer dimana dalam sastra dimasukkan unsur politik dan humanisme.

(18)

menjadi salah satu pedoman baru dalam domain sebagai masukan untuk generasi berikutnya. Pengakuan hasil karya individu akan bergantung bagaimana individu dapat menyampaikan karyanya ke dalam field. Oleh karena itu, bagaimana cara individu mengakses masuk ke dalam domaindan

field dapat mempengaruhi proses kreatif yang dilaluinya. Dengan penelitiannya pada para tokoh terkenal dunia, Csikszentmihalyi berusaha mengungkapkan proses kreatif individu dengan menguraikan kemampuan yang ada dalam diri individu, keterlibatan individu pada bidang yang ditekuninya serta lingkungan sosialnya.

Pengalaman-pengalaman pribadi yang dialami individu dapat menjadi inspirasi untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru. Dalam proses kreatif, individu berperan menciptakan suatu hasil berupa kreasi-kreasi/variasi-variasi baru berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dalam merangkai informasi-informasi yang didapatkan dari pengalaman maupun lingkungan disekitarnya (Csikszentmihalyi, 1996). Hal ini memperlihatkan bahwa ide-ide baru tidak datang dengan sendirinya namun membutuhkan informasi-informasi yang telah diperoleh seseorang dari pengalamannya.

(19)

dalam kreativitas daripada motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini dapat membantu seseorang bertahan dalam menyelesaikan pekerjaan yang sulit sekalipun (Suharnan, 1998).

Peneliti ingin menggali bagaimana peran pengalaman pribadi yang dialami sastrawan, motivasi dalam dirinya, dan lingkungan pada proses kreatif yang terjadi pada Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, Sapardi Djoko Damono, dan Acep Zamzam Noor. Karya-karya mereka memenuhi beberapa syarat sebagai karya sastra yang baik. Syarat-syarat tersebut adalah dapat melampaui ruang dan waktu, memiliki sistem yang bulat (baik sistem bentuk, bahasa, maupun isi), dapat mengungkapkan isi jiwa sastrawan dengan baik, penafsiran kehidupan dan mengungkapkan hakikat kehidupan, tidak bersifat menggurui, lebih bersifat universal, tidak melodramatis dan tidak mempunyai kesan diatur-atur, serta harus menunjukkan kebaruan, keindividualan, dan keaslian (Siswanto, 2008).

(20)

Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974). Putu bertindak sebagai sutradara dan penulis semua naskah yang akan dipentaskan oleh Teater Mandiri. Penghargaan yang diterima Putu Wijaya antara lain menjadi pemenang dalam Sayembara Mengarang Roman DKJ (1971 & 1975), penghargaan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand (1998), dan Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang (1991-1992). Contoh karya dramanya antara lain Lautan Bernyanyi, Anu, Aduh, Dag-Dig-Dug, Gerr, Blong, dan Awas. Karyanya yang berupa novel ialah Bila Malam Bertambah Malam, Pabrik, Stasiun, Keok, Lho, Telegram (dalam www.pusatbahasa.diknas.go.id).

(21)

untuk sinetron Pemahat Borobudur (1987), sinetron Menghitung Hari (1995), dan Vonis Kepagian (1996); serta penghargaan ASEAN Awards Culture Communication & Literary Works, Bangkok, Thailand (1987). Karya-karyanya antara lain novel dan skenario Keluarga Cemara dan Canting, Raden Pengung (serial detektif), Bukit Gundul (novel), The Circus (novel), Menghitung Hari, Khotbah di dalam Penjara (esai), sertavSebutir Mangga di Halaman Gereja( kumpulan puisi).

Sastrawan Sapardi Djoko Damono menghabiskan masa mudanya di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958). Pada masa ini, ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam". Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award, serta mendapatkan Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003 . Contoh karyanya antara lain Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono (1988), Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen), serta Kolam (2009; kumpulan puisi) (dalam www.wikipedia.org).

(22)

dengan kehidupan pesantren. Ia menyelesaikan pendidikan SMA di Pondok Pesantren As-Syafi’yah, Jakarta, melanjutkan ke Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (1987), serta memperdalam pengetahuan di Universita Italiana per Stranieri, Perugia, Italia (1991-1993). Acep pernah mendapatkan penghargaan Penulisan Karya Sastra Depdiknas (2000), South East Asian (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (2005), dan penghargaan Khatulistiwa Literary Award (2007). Karya-karyanya lebih mengarah pada sajak, antara lain Tamparlah Mukaku! (1982), Aku Kini Doa (1986), Kasidah Sunyi (1989), serta Dongeng Dari Negeri Sembako (2001).

Penelitian ini menggunakan sumber pustaka berupa buku Proses Kreatif: Mengapa & Bagaimana Saya Mengarang jilid 1-4 dengan editor Pamusuk Eneste. Di dalam buku tersebut, setiap sastrawan menceritakan bagaimana mereka mulai dan berproses dalam mengarang.

(23)

lama berkarya dan menghasilkan karya yang dapat membawa perubahan dalam bidangnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana peran pengalaman pribadi, motivasi instrinsik, serta lingkungan (domain dan

field ) dalam proses kreatif para sastrawan tersebut berdasarkan Model Sistem Dinamis Csikszentmihalyi?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah menggali dan memahami lebih dalam peran pengalaman pribadi, motivasi instrinsik dan lingkungan pada proses kreatif sastrawan ketika mengarang sehingga menghasilkan karya-karya sastra yang berkualitas, menarik, kreatif dan bermanfaat bagi diri maupun lingkungannya. Tujuan lain yang hendak dicapai adalah menggambarkan proses kreatif para sastrawan berdasarkan Model Sistem Dinamis Csikszentmihalyi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(24)

lingkungan daripada proses mental saja serta mengaplikasikan Model Sistem Dinamis pada sastrawan Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(25)

BAB II LANDASAN TEORI

A.Pengertian Proses Kreatif

Menurut Munandar (1988) pengertian atau definisi kreativitas melibatkan 4 (empat) aspek, salah satunya adalah aspek proses, dimana kreativitas diwujudkan dengan adanya pikiran dan tindakan secara kreatif yang menunjukkan adanya kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas. Supriadi (1994) menyatakan bahwa proses kreatif adalah serangkaian proses interaksi sosial antara individu dengan potensi kreatifnya dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu hidup untuk dapat menghasilkan suatu karya yang kreatif.

Menurut Csikszentmihalyi (1996), proses kreatif terjadi karena interaksi antara pikiran seseorang dan konteks sosiokulturalnya. Csikszentmihalyi juga menyebutkan bahwa kreativitas adalah perilaku, ide atau produk yang berubah dari suatu budaya yang ada, dengan kata lain transformasi dari budaya yang lama kemudian membentuk sesuatu yang baru.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa proses kreatif adalah suatu rangkaian proses interaksi antara individu dan kemampuan atau potensi kreatif yang ada di dalam diri individu dengan budaya dan lingkungan sosial disekitarnya untuk menghasilkan karya-karya baru yang kreatif.

(26)

B.Proses Kreatif Berdasarkan Model Dinamis Csikszentmihalyi Mihaly Proses kreatif secara umum memiliki 5 tahapan yaitu persiapan, inkubasi, insight, evaluasi, dan elaborasi. Pada tahap persiapan, seseorang akan menemukan isu-isu yang menarik dan menggugah keingintahuannya, kemudian merumuskan masalah dan berusaha memecahkannya. Tahap inkubasi terjadi ketika seseorang akan memikirkan hal lain selain yang sedang dikerjakan, kemudian kembali lagi pada permasalahan semula setelah merasa perasaannya menjadi lebih baik. Pada tahap insight, seseorang menemukan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, atau cara kerja, dan jawaban baru. Tahap keempat adalah evaluasi dimana seseorang akan menilai, mengomunikasikan hasil karyanya kepada orang lain, mengevaluasi kembali hasil yang telah diperoleh serta mempertanggungjawabkan pemecahan masalah yang telah didapat. Pada tahap elaborasi, seseorang mulai menentukan hal-hal detail apa saja yang ada dalam karya yang akan dibuat (Csikszentmihalyi, 1996; Supriadi, 1994).

(27)

tinggal, seperti peraturan dan kebiasaan atau tradisi. Kemudian individu membuat karya yang baru berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari domain. Field merupakan orang-orang disekitar domain yang akan memberikan dorongan-dorongan untuk memproduksi sesuatu yang baru. Karya yang baru ini akan diseleksi juga oleh field berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disepakati sehingga dapat dimasukkan ke dalam domain. Jika lingkungan sosial mulai mempertimbangkan perubahan yang dibuat oleh individu, maka hal ini akan menjadi bagian dari domain dimana hal ini merupakan permulaan baru bagi generasi selanjutnya. Proses ini terus berlangsung sepanjang waktu, selama individu masih bertekun untuk menghasilkan karya yang kreatif.

1. Domain

(28)

dapat berdiri dan menentukan peraturannya sendiri. Menurut Csikszentmihalyi (1999), domain akan menguraikan bagaimana prioritas individu pada karier dan kehidupannya, termasuk dinamika dan struktur perhatian individu terhadap domain.

Setiap individu dapat memiliki lebih dari satu domain sehingga satu individu dengan individu lain mungkin memiliki kombinasi domain-domain yang berbeda. Faktor yang sangat penting adalah bagaimana cara seseorang dalam mengakses domain. Adanya sarana dan prasarana dalam bidang yang diminati akan membantu dalam memunculkan kreativitas karena informasi yang didapat akan lebih banyak. Hal ini merujuk pada bagaimana fasilitas yang disediakan agar banyak orang dapat mengetahui pengetahuan-pengetahuan di masa lalu. Informasi terkadang tidak hanya diserap lewat sistem pencatatan, namun dapat juga melalui proses asimilasi dan instruksi. Seseorang yang tidak dapat mengakses informasi dipandang tidak dapat memberikan kontribusi, sekalipun dia memiliki kemampuan atau keahlian yang hebat di bidang tersebut. Sistem pencatatan informasi yang lebih jelas dan akurat akan memudahkan seseorang dalam memahami pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

(29)

mengubahnya, namun jika informasinya lebih mudah dikenal maka akan lebih sulit untuk mengakui perubahan baru. Pada saat-saat tertentu, suatu domain akan lebih diutamakan didalam budaya. Misalnya pada abad pertengahan domain agama lebih diutamakan. Hal ini akan menarik lebih banyak perhatian dan memungkinkan adanya kreativitas. Pada saat yang lain, suatu domain dikuasai oleh beberapa pihak saja sehingga akan membuat orang dari luar sulit untuk mengaksesnya (Csikszentmihalyi, 1996).

2. Individu

Suatu kreativitas dapat terlihat ketika seseorang menggunakan simbol-simbol yang ada pada domain untuk mendapatkan suatu ide baru. Individu mempelajari peraturan dan isi domain serta kriteria seleksi dari field untuk mendapatkan informasi. Proses ini disebut internalisasi. Selain itu, individu juga belajar dari pemikirannya dan latar belakang dirinya. Latar belakang yang sangat membantu memberikan informasi-informasi dalam proses kreatif antara lain pengalaman pribadi seseorang (dalam keluarga, masa kecil individu, remaja dewasa) dan motivasi intrinsik.

a) Pengalaman pribadi

(30)

ketertarikan seseorang dalam suatu bidang, peran keluarga memperkenalkan lingkungan sosial dan bidang yang diminati. Pengalaman pribadi ini juga menggambarkan peristiwa-peritiwa penting yang menginspirasi seseorang untuk membuat suatu karya, termasuk hubungan dengan lingkungan disekitarnya.

b)Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik mengacu pada niat melakukan sesuatu yang lebih berorientasi pada imbalan dari dalam diri seperti, kepuasan psikologis (Suharnan, 2000). Motivasi pada penelitian ini lebih menekankan motivasi intrinsik. Hal ini dikarenakan motivasi intrinsik memiliki tingkat pengaruh lebih tinggi dalam kreativitas daripada motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini dapat membantu seseorang bertahan dalam menyelesaikan pekerjaan yang sulit sekalipun (Suharnan, 1998). Individu semakin tekun dalam usahanya untuk memahami domain dan menyelesaikan karya-karyanya meskipun lingkungan di sekitarnya kurang memberi perhatian atau dukungan dengan adanya motivasi intrinsik yang kuat. Selain itu, usaha untuk memperkenalkan hal-hal baru dalam sebuah sistem cukup memiliki resiko, termasuk perihal ditolak dan tidak dihargai.

3. Field (Lingkungan sosial)

(31)

mempengaruhi kreativitas. Selain itu, penilaian lingkungan sosial sangat dibutuhkan untuk melihat ide-ide baru yang dihasilkan oleh individu sehingga dapat membedakan ide mana yang biasa saja dan mana yang sesungguhnya kreatif. Biasanya, penilaian ini dilihat sebagai sesuatu yang mengikuti dan dapat terpisah dari tindakan individu.

Menurut Csikszentmihalyi (1996; 1999), penilaian terhadap produk individu dilakukan oleh field. Field terdiri dari semua orang yang berada disekitar individu, seperti keluarga, sahabat, teman serta orang yang berada disekitar domain dan berpengalaman dalam domain yang ditekuni oleh individu. Field dapat mempengaruhi tingkat kreativitas seseorang dengan 3 cara, yaitu bersikap reaktif atau proaktif terhadap karya individu, cara penyeleksian karya baru (menggunakan kriteria yang ketat atau tidak), hubungan yang baik dengan lingkungan sosial dan mampu mendukung domain.

Faktor penting yang dapat membantu individu mengenal field

(32)

Suatu domain tidak dapat dirubah tanpa adanya persetujuan atau penilaian baik secara langsung maupun tidak langsung dari field. Domain dan

field dapat saling mempengaruhi. Terkadang domainmenentukan hal-hal yang boleh dikerjakan atau tidak oleh field. Terkadang field bukan orang yang kompeten dalam domain dan memberikan kontrol yang berlebihan, sehingga pada suatu waktu field tidak mampu mempresentasikan domain dengan baik.

Proses kreatif sering dianggap dimulai dari individu dengan proses mentalnya. Sebelum individu memulai proses mengolah informasi yang ada, disekitarnya sudah ada informasi-informasi yang disebarkan oleh domain. Informasi ini akan diserap individu, kemudian diolah menggunakan kemampuan dan pengalaman pribadi yang dimiliki. Pengolahan informasi ini terkadang membutuhkan waktu yang lama sehingga individu membutuhkan motivasi yang kuat dalam dirinya. Alur interaksi dari domain, field dan indivdu

dalam proses kreatif dapat dilihat pada skema dibawah ini (Csikszentmihalyi, 1998; 1996). Dibawah ini merupakan alur interaksi domain, field dan individu.

DOMAIN (Sistem simbol )

Budaya

FIELD (Organisasi sosial dari

domain ) Sistem sosial

Menghasilkan variasi dan perubahan

mengontrol menyeleksi

Tindakan dan struktur informasi disebarkan

PERSON

Motivasi dan pengalaman pribadi

(33)

C.Metode Penelitian Csikszentmihalyi Mihaly

Pada tahun 1990 sampai dengan 1995, Csikszentmihalyi dan mahasiswanya di Universitas Chicago mewawancara 91 kelompok-kelompok orang luar biasa. Teknik wawancara yang digunakan adalah deep interview

dengan tujuan untuk membantu membuat gambaran tentang orang kreatif, terjadinya proses kreatif, dan kondisi-kondisi yang memengaruhinya. Wawancara dilakukan dikantor atau dirumah responden. Wawancara akan direkam dan kemudian dibuat verbatimnya. Secara keseluruhan wawancara berlangsung selama 2 jam, namun ada yang lebih singkat atau lebih lama. Wawancara secara umum menggunakan pedoman pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Terkadang tidak menggunakan kata-kata yang sama pada setiap responden karena lebih memprioritaskan wawancara berjalan sealami mungkin. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terdapat 4 tema besar, yaitu prioritas pada karier dan kehidupan, hubungan (teman, keluarga), kebiasaan kerja/wawasan, serta dinamika dan struktur perhatian pada bidang sastra.

(34)

lebih muda). Jumlah responden yang digunakan diseimbangkan antara pria dan wanita.

Setiap responden menerima surat pemberitahuan penelitian dan surat permintaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Apabila tidak ada tanggapan dalam 3 minggu, Csikszentmihalyi dan tim akan mengirimkannya kembali dan mencoba menghubungi melalui telepon. Dari 275 responden, sebagian responden mengundurkan diri, sebagian menerima, dan seperempatnya tidak menanggapi/tidak dapat dilacak keberadaannya. Pada responden yang terpilih, didalamnya terdapat beberapa orang kreatif yang sudah diakui, yaitu 14 peraih nobel (4 orang dari bidang fisika, 4 orang dari bidang kimia, 2 orang dari bidang literatur, 2 orang dari bidang fisiologi/kedokteran, 1 bidang perdamaian dan 1 bidang ekonomi). Responden yang mengundurkan diri beralasan berkaitan dengan kesehatan atau tidak memiliki banyak waktu untuk mengikuti wawancara.

(35)

Anthony Hecht memadukan pengetahuan dalam musik dan geometri, dan L’Engle memadukan fisika kuantum dan mikrobiologi.

Para tokoh sastra tersebut bekerja sama dengan penulis-penulis senior maupun yunior, serta masuk ke sekolah-sekolah. Pada akhirnya mereka juga menjadi bagian dari field dengan mengajar, menjadi juri, editor dan lain sebagainya. Mereka berusaha melawan ‘kekacauan’ yang ada dengan karya-karyanya. Karya Mark Strand fokus pada pengalaman pelarian yang terlupakan. Pada karyanya, Hilde Domin membangun sebuah perlindungan kata dimana tindakan dan perasaan menjadi masuk akal. Anthony Hecht membangun suatu bentuk yang indah untuk mengatasi nasib yang berubah-ubah, sedangkan Madeleine L’Engle berusaha menemukan hubungan antara apa yang terjadi didalam sel manusia dengan bintang. Richard Stern focus terhadap kelemahan dari komitmen manusia. Persamaan yang ditemukan adalah adanya penekanan pada aspek irasional dan rasional, serta gairah dan disiplin.

D.Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini ingin menjawab beberapa pertanyaan, khususnya : 1. Pengalaman pribadi yang dialami sastrawan.

2. Motivasi intrinsik dalam diri sastrawan.

3. Cara mengakses informasi dan informasi yang disebarkan oleh domain.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian basic qualitative, yang berusaha untuk memahami bagaimana orang memaknai hidup dan pengalamannya (Merriam, 2009). Di dalam penelitian ini terdapat metode deduktif dan induktif. Metode deduktif menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Pada penelitian ini ditandai dengan adanya kategori berdasarkan teori Csikszentmihalyi. Metode induktif secara khusus berorientasi pada eksplorasi, penemuan, dan logika induktif. Dalam metode induktif, peneliti tidak hanya melakukan penelitian dan menarik kesimpulan berdasarkan dugaan-dugaan dengan menerima atau menolak suatu teori, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (Purwandari, 2005).

B.Fokus Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguraikan atau memberikan gambaran tentang proses kreatif beberapa sastrawan Indonesia berdasarkan Model Dinamis yang dikemukakan oleh Csikszentmihalyi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Csikszentmihaly yang begitu banyak menguraikan aspek-aspek yang ada. Penelitian ini ingin secara khusus menguraikan bagaimana

(37)

peran domain, pengalaman pribadi, field, dan motivasi intrinsik dalam proses kreatif para sastrawan Indonesia.

C.Definisi Operasional

Domain atau pengetahuan merupakan sistem simbol yang digunakan sebagai sumber informasi oleh seseorang dalam membuat suatu karya. Pada penelitian ini domain yang digunakan adalah domain sastra. Domain ini berkaitan dengan cara penyimpanan informasi dan cara mengakses domain yang dilakukan individu.

Pengalaman pribadi merupakan berbagai pengalaman individu dalam hidupnya yang dapat mendorong, membantu, atau menginspirasi individu dalam melakukan proses kreatif di bidangnya. Pengalaman pribadi ini termasuk pengalaman masa kecil, remaja, dan dewasa.

Pengertian field adalah organisasi sosial dari domain yang meliputi orang-orang disekitar domain dan berpengalaman atau memiliki pengetahuan mendalam mengenai domain. Field berfungsi sebagai penilai atau penyeleksi karya dan perubahan-perubahan yang telah dibuat oleh individu.

Motivasi intrinsik adalah kecenderungan yang ada secara alamiah dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dan menunjukkan kemampuannya karena pekerjaan tersebut diminati dan menimbulkan kepuasan tertentu.

(38)

menghasilkan karya-karya yang baru serta bermanfaat bagi bidang yang ditekuni individu maupun masyarakat.

D.Subyek Penelitian

Subyek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah tokoh sastra Indonesia Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, Sapardi Djoko Damono, dan Acep Zamzam Noor. Pemilihan subyek penelitian ini berpedoman pada kriteria-kriteria pada subyek penelitian Csikszentmihalyi sebelumnya, yaitu : 1. Subyek masih aktif berkarya di bidang yang sedang ditekuni (bidang sastra). 2. Usia subyek antara 40-60 tahun atau telah berkarya selama minimal 20

tahun dibidangnya agar dapat melihat proses kreatifnya.

3. Subyek menghasilkan karya-karya yang mendapat pengakuan/penghargaan dari bidang yang ditekuni.

E.Metode Pengumpulan Data

(39)

pengembangan. Ketiga, data dokumen bersifat stabil (tidak reaktif) atau objektif sehingga dulu maupun sekarang akan tetap (Merriam, 2009; Poerwandari, 2005). Dokumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah dokumen publik yang berisi pengalaman-pengalaman pribadi.

Dokumen personal pada penelitian ini diperoleh dari buku Proses Kreatif: Mengapa & Bagaimana Saya Mengarang Jilid 1, 2 dan 4. Apabila dibandingkan dengan wawancara mendalam yang dilakukan Csikszentmihalyi berisikan tentang prioritas karir dan kehidupan, hubungan (teman & keluarga), kebiasaan dalam bekerja (pengetahuan), dan sejauh mana perhatian dan dinamika dalam bidangnya; data dari buku tersebut cukup dapat mewakili empat hal yang dibahas oleh Csikszentmihalyi. Pada buku tersebut, para sastrawan menulis dan menggambarkan bagaimana proses menulis yang dialami, mulai dari masa anak-anak hingga sudah menjadi pengarang yang disegani. Masing-masing sastrawan menuliskan proses awal menulis, hubungan-hubungan mereka dengan orang-orang disekitarnya, cara-cara mereka bekerja, tema-tema yang ingin disampaikan, dan sebagainya.

F.Metode Analisis Data

(40)

kalimat atau paragraf yang mengandung aspek yang berkaitan satu sama lain melalui konten dan konteks. Berikutnya kondensasi yang mengacu pada proses pemendekan. Area isi (content area) menyoroti area eksplisit yang spesifik dari konten yang diidentifikasi dengan sedikit interpretasi. Kemudian penentuan kategori yang merujuk terutama pada tingkat deskriptif konten atau dapat disebut sebagai ungkapan isi nyata dari teks.

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kategori berdasarkan teori.

2. Membaca, dan mempelajari data secara mendalam.

3. Membuat transkrip, yaitu peneliti menuliskan kembali apa yang sudah ditangkap dari data tanpa mengubah kata-kata dan ungkapan subyek. Pada tahap ini, peneliti dapat melakukan reduksi terhadap data dengan memilah data yang relevan dan data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Data yang tidak relevan akan digugurkan dan tidak dianalisis.

4.

Membaca kembali transkrip yang baru selesai dibuat untuk melihat tema-tema yang muncul.

5.

Membaca berulang-ulang transkrip untuk dapat menemukan kesimpulan. 6. Mengadakan pemeriksan keabsahan data.

(41)
(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian pada Tiap Subyek 1. Putu Wijaya (PW)

a) Domain

Domain berisi informasi-informasi, simbol, atau pengetahuan tentang suatu bidang. Informasi-informasi tersebut disebarkan melalui berbagai sarana sehingga individu memiliki banyak referensi ide karyanya. Oleh karena itu, hal yang paling penting dalam suatu proses kreatif adalah bagaimana individu dapat mengakses informasi-informasi yang telah disediakan domain.

PW melakukan berbagai cara untuk mengakses informasi dari domain, antara lain membaca, mengumpulkan cerita, bertanya kepada rekan, mendengarkan pendapat senior maupun rekan, mendengarkan musik, bekerja di berbagai media cetak, bermain dan bergabung dalam kelompok teater, mengamati berbagai peristiwa, serta menuntut ilmu melalui pendidikan khusus drama.

Informasi yang sangat mempengaruhi proses kreatifnya dan akan menjadi keunikan atau ciri khas dalam setiap karyanya adalah tentang perjuangan dan kerja keras dalam mengarang, peran pembaca dalam karya sastra, tentang karya yang tidak tertebak, tidak terduga, liar namun memiliki perhitungan, serta karya yang menekankan pada keterusterangan. Perjuangan

(43)

untuk bersungguh-sungguh dalam mengarang dipelajari ketika bergabung dengan teater Rendra dan bertemu dengan Kirjo Mulyo.

“Tahun 1967 saya tergabung dengan Rendra. Di situ saya mendapat banyak pengaruh. Terutama kemudian saya bertekad secara bersungguh-sungguh berjuang menjadi seorang pengarang.” (MBS.149.PW)

“Kemudian suatu hari saya pengalaman ketemu Kirjo Mulyo, pengarang asal Yogya yang dulu sering pergi ke Bali. Dia bilang, “Kalau kamu sudah punya mesin tulis, tidak dengan sendirinya bisa menjadi pengarang. Kamu harus berjuang jadi pengarang!” Nah, kata-katanya itu seperti pedang tajam yang benar-benar menancap di jiwa saya. Jadi, kreativitas itu harus diciptakan. Kita harus bekerja keras melahirkannya. Bukan sekedar ilham. Saya buktikan itu dalam pengalaman pribadi bahwa mengarang itu berjuang!” (STM.233.PW)

Informasi tentang peran pembaca dalam karya sastra diperoleh ketika ia mendapat kritik dari Goenawan Mohamad yang mengatakan bahwa karya yang tidak melibatkan pembaca hanya menarik untuk ditonton namun tidak akan menjadi karya yang diingat.

“Waktu itu kalau tak salah, Goenawan Mohamad melontarkan kritik terhadap Edan. Di sini mungkin saya salah tangkap. Tapi kalau tak salah, dia mengatakan bahwa karya sastra yang tidak melibatkan pembacanya, yang hanya tetap mengelak untuk ditonton saja, tidak pernah abadi dan besar. Saat itu saya diam saja. Tapi belakangan saya tergoda sekali. Lalu saya ingin membuktikan itu tidak betul.” (MBS.159.PW)

Musik memberikan informasi tentang karya yang tidak tertebak, tidak terduga, liar namun memiliki perhitungan. Gaya menulis secara pop juga menjadi inspirasi dalam berkaryanya namun lebih menekankan pada keterusterangan

(44)

mendapat pelajaran. Lagu-lagu itu sering sekali tak tertebak, tak terduga, liar, akan tetapi memiliki perhitungan. Saya sering menulis meniru Beatles menyanyi. Kadang-kadang saya merasa cocok sekali dengan Johm Lennon.” (MBS.154.PW)

“…. Semuanya adalah merupakan perpanjangan dari cerpen yang pernah dimuat di Koran Kompas (“Sedih”), majalah Lelaki (“Sah”), dan majalah Horison. Saya kebut dan sesuaikan dengan selera pop. Tapi karena saya tidak bisa ngepop seperti Eddy D. Iskandar atau Teguh Esha misalnya, saya tekankan pada keterusterangan”. (MBS.161.PW)

Informasi lain yang dipelajari dari domain antara lain tentang teknik menyusun plot, takaran dan bobot, pertukangan dan dimensi menulis, menulis skenario, penggunaan intuisi dan perasaan saat menulis, tentang efisiensi kata, kebahasaan dan usaha untuk tampil bergaya bodoh; belajar tentang deadline,

cara bermonolog yang menarik, serta mementaskan karya seperti lenong. PW juga belajar tentang bagaimana mengatasi rasa jenuh, lelah dan memikat pembaca, peran intelektualitas dalam karya sastra maupun drama, peran tema dalam sebuah karangan, serta belajar menggunakan sebuah budaya sebagai latar (setting) dalam cerita.

b) Pengalaman pribadi

(45)

“Saya senang kalau disuruh guru bercerita di depan kelas sampai bel berbunyi. Saya senang lihat teman-teman pada ketawa mendengar saya bercerita.” (STM.233.PW)

Pengalaman-pengalaman yang menguatkan ketertarikan antara lain mendapat nilai bagus untuk mengarang, pengalaman masa remaja ketika bertemu tokoh senior dan belajar tentang berjuang dalam mengarang, dukungan istri, pengalaman tinggal dan mempelajari kebudayaan lain pada sebuah komunitas di Jepang, pengamatan terhadap peristiwa disekitarnya, serta pengalaman menulis di media cetak.

Pertemuan PW bertemu Kirjo Mulyo pada saat masih dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA) semakin mendorong keinginannya untuk berjuang menjadi pengarang.

“Yang tak kalah pentingnya adalah pertemuan saya dengan penyair dan dramawan Kirjomulyo ketika ia menyutradarai saya untuk memainkan drama Anton Chekov, Badak, di SMA. Ia menyadarkan saya bahwa mengarang adalah berjuang” (STM.260.PW)

“Ditambah lagi di Jepang saya sempat bertemu dengan seorang pelukis. Ia mengatakan, bahwa pada suatu saat ia berhenti membaca. Berhenti belajar dan hanya bekerja. Rasanya itu sejalan dengan saya. Saya pun mulai malas membaca. Tapi kebetulan sekali rumah kontrakan saya tidak ada listrik, sehingga saya benar – benar hanya membeli dan menyimpan buku, tapi tak pernah membacanya lagi.” (MBS.153.PW)

PW juga merasakan kehidupan komunitas di Jepang yang mempercayai bahwa hidup adalah bekerja dan beribadah. Hal ini pada akhirnya membuat PW mulai memahami semangat dan kedisiplinan dalam bekerja.

(46)

Swaraj”. Saya ke Jepang berniat mempelajari Kabuki. Saya merasa tertarik sekali. Sebulan saya bekerja di ladang, kemudian 4 bulan mengikuti rombongan “Swaraj” keliling Jepang. Naik truk tiap malam berpindah, memasang dekor dan melakukan kegiatan teater yang sifatnya fisikal. Bagi mereka “pekerjaan” bukan lagi seni. Saya dilatih secara fisik.. Kemudian saya kembali bekerja di ladang. Makin lama saya melihat adanya hipokrisi. Mereka sendiri sebenarnya tidak kuat menjauhi hawa nafsu. Mereka juga tidak bisa mematikan emosi. Itu hanya ada dalam cita – cita. Saya menahan dorongan kebutuhan seksual setiap hari. Disitu saya menulis drama Anu dan Dag-Dig-Dug serta persiapan sebuah novel yang kemudian saya beri nama Lho. Tetapi kalau saya renungkan, apa yang saya alami di Jepang itu kini menjadi disiplin saya dalam bekerja. Saya sering menyiksa diri untuk mengejar target. Saya malu sekali melihat Jepang yang makmur, tapi orang disana terus bekerja dengan gila. Semangat inilah yang secara heroik sering tidak sengaja saya rasuki.”(MBS.155.PW)

Proses menulis awalnya sering mengalami kesulitan menyusun kata-kata sehingga sering menuliskan sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya. Terkadang memiliki banyak kesempatan menulis, namun tidak banyak yang dapat dikerjakan. Keadaan tertekan, terluka atau terdesak merupakan kesempatan paling produktif untuk menulis bagi PW. Dia juga pernah berpindah tempat bekerja (media cetak) karena tidak banyak lagi yang membaca media tersebut. Kepekaan atau sensitivitasnya dalam mengamati peristiwa-peristiwa disekitarnya sangat mendukung dalam pengumpulan ide cerita. PW memiliki sensitivitas terhadap peristiwa-peristiwa disekitarnya sudah terlihat ketia dia masih duduk dibangku sekolah.

“Cerita berikutnya di harian yang sama berjudul “Bekas Guruku“. Di situ saya menceritakan bagaimana saya berak di dalam kelas karena ketakutan tak berani permisi keluar ruangan...” (MBS.146.PW)

(47)

frekuensi menulis. Langkah ini teryata tidak berlangsung lama, karena PW merasa lelah sendiri kemudian kembali lagi pada cara kerjanya dalam menulis sampai sekarang yaitu menulis dimana saja dan kapan saja. Cara kerjanya yang menulis kapan saja dan dimana saja semakin memberikan kesempatan yang besar bagi PW melatih kepekaannya.

“Karena saking menggebunya menulis, saya pernah panik; takut kehilangan kedalaman dalam karya-karya saya. Sehingga pernah dengan sengaja saya mengurangi frekuensi menulis. Tapi teori itu tak bertahan lama. Saya malah capek sendiri. Akhirnya saya bekerja lagi seperti biasa. Kapan saja dan dimana saja, saya tidak peduli lagi akan jadi pabrik petasan atau tukang anyam keranjang.” (STM.235.PW)

Sensitivitasnya terus dikembangkan dengan melatih panca inderanya. Ia mengamati, mendengarkan, melihat maupun merasakan peristiwa-peristiwa disekitarnya.

“Pada suatu kali misalnya, sedang berak di selokan di pinggir jalan, saya sedang memandang di seberang tabah lapang ada orang yang menebang pohon asam. Tiba-tiba saja saya lihat penebang itu terpental dan jatuh ke atas jalan aspal. Peristiwa itu membekas, lalu saya menulis cerpen “Pembunuh”: Kisah seorang istri yang bermimpi giginya tanggal dan mencegah agar suaminya jangan pergi menebang, karena ia percaya gigi tanggal artinya akan ada kematian ...” (MBS.146.PW)

“Pada suatu kali, saya mendengar ada kapal kandas di Sanur. Kabarnya kapten kapal tak mau turun. Waktu pulang ke Bali saya sempatkan untuk menengok, sebab saya merasa peristiwa itu teateral sekali. Saya liat kapalnya sudah hampir tenggelam ke pasir. Kemudian kebetulan malamnya keponakan saya minta dibuatkan sebuah karangan. Maksudnya karangan itu dimuat di harian Denpasar dan menyeutkan, bahwa itu diperuntukkan untuk dia. Waktu itulah saya menulis cerpen “Lautan Bernyanyi”.” (MBS.147.PW)

(48)

Selain itu, kritikan dari rekan kerja maupun tokoh senior terkadang dapat menjadi sumber cerita bagi PW.

“Di dalam sayembara penulisan novel DKJ, novel itu tidak mendapat hadiah apa-apa. Dan terus terang saja saya merasa shock. Karena kegoblokan/bandel kembali saya merasa, bahwa juri tidak melihat apa sebenarnya isi naskah itu. Tahun berikutnya, bagian terakhir naskah itu saya pindahkan ke depan. Judulnya saya ganti dengan Merdeka. Ternyata masuk di antara pemenang harapan.” (MBS.163.PW)

“… Saya dengar Umar Kayam, mengatakan novel itu ditulis tergesa-gesa. Waktu itu, sebagaimana galibny pengarang, saya marah. Saya merasa, mereka (juri) tidak mengerti. Saya bertekad akan mengikutkan naskah itu lagi pada lain kesempatan, tanpa mengubahnya sama sekali. Keras dugaan saya, karena ketikannya kabur, naskah itu gagal.” (MBS.156.PW)

c) Field

Field pada proses kreatif PW berisikan para ahli, senior, rekan, dan sahabat yang memahami dan memiliki pengetahuan mendalam tentang bidang sastra. Perubahan yang dibawa Putu Wijaya adalah cara bercerita dengan memburamkan dan membiarkan cerita sekalipun tidak logis, menyajikan cerita yang tidak mengikuti aturan penulisan, menyajikan distorsi agar pembaca tidak menganggap atau menghubung-hubungkan cerita dengan kejadian nyata, menceritakan suatu kejorokan secara apa adanya, cara bercerita yang tidak mementingkan detail suatu objek dalam cerita, serta menceritakan apa saja yang terlintas.

(49)

seperti Syu’bah Asa, Arifin C. Noer atau Budi Satria untuk mendapatkan masukan. Budi Satria yang menjadi salah satu kritikus pribadi pernah memberi masukan kepada PW bahwa tidak ada salahnya membiarkan sesuatu yang tidak logis dalam suatu cerita.

“Saya buat drama pendek. Tapi meskipun pingpong dialognya lancer dan kocak, saya tak menemukan bagaimana cara mengakhiri cerita (judulnya Kieke). Lantas saya biarkan begitu saja. Diburamkan begitu saja bahkan terasa tidak logis. Saya mengeluh ketika menyutradarainya. Tetapi sahabat saya Budi Satria, yang merupakan kritikus pribadi saya, mengatakan biar saja. Biar saja tidak logis. Apa salahnya tidak logis?” (MBS.150.PW)

Rekan lainnya terkadang tidak selalu dapat menerima karyanya yang tidak logis ini dan meralat ketika hendak mementaskan.

“Misalnya saja – ini kenangan – dalam sebuah adegan dalam drama Dalam Cahaya Bulan, tokoh nenek mengatakan cucunya sudah meninggal. Tetapi kemudian cucu itu masih hidup. Bagi saya itu wajar saja. Apa salahnya orang – tokoh – ngibul dan berkata sesukanya? Seorang sutradara wanita yang memainkan naskah itu kontan meralatnya. Tapi kalau saya sendiri memainkannya, akan saya biarkan begitu saja.” (MBS.150.PW)

(50)

terhadap karyanya. Syu’bah Asa juga mendukung cara bercerita PW yang tidak mementingkan detail-detail apa yang diceritakan.

“Naskah itu saya sodorkan pada salah seorang kawan saya, Syu’bah Asa, yang waktu itu menjadi kritikus pribadi saya. Ia yang memuji Telegram dan menganjurkan saya untuk mengikutkan novel itu dalam sayembara, keliatan kurang sreg. Saya sendiri akhirnya ikut tidak sreg.” (MBS.152.PW)

“Ketika saya sodorkan naskah itu pada Syu’bah Asa, saya memperoleh jawaban yang melambungkan saya: Mula-mula aku ingin membantah ceritamu pada awalnya, sebab tidak jelas ini pabrik apa. Aku harus tahu. Tapi aku akhirnya sadar memang tidak penting itu pabrik apa.” (MBS.153.PW)

Pembaharuan yang dibawa PW salah satunya terdapat dalam naskah

Lho yang menyajikan cerita yang tidak mengikuti aturan penulisan, yaitu tanpa subyek dengan menghapus kata “aku” dan tanpa titik. PW pernah merasakan kaget karena karyanya tidak dianggap oleh juri lomba. Terkadang dia memindah-mindahkan bagian cerita sehingga membuat karyanya yang dulunya tidak mendapat perhatian juri lomba pada akhirnya mendapatkan penghargaan. Terkadang dia membiarkan suatu cerita tetap seperti semula dan akan mengikutkannya pada lomba yang lain.

“Lho ini pernah saya ikutkan dalam Sayembara Penulisan Novel DKJ. Tapi versi pertama, karena adanya ide cerita seperti sudah disebutkan, saya mencoba untuk menghapus kata “aku” dari novel itu. Juga kadangkala saya menulis tanpa titik. Ini semacam pemberontakan yang disengaja.” (MBS.156.PW)

(51)

Perubahan-perubahan yang dibawa PW dalam karyanya juga disebarkan melalui media cetak. PW mengirimkan karangan ke surat kabar/majalah atau mengikuti lomba yang diadakan media cetak. Karya pertamanya dimuat di harian Suluh Indonesia edisi Bali. Cerita ini menceritakan sesuatu yang tidak apa adanya demi kesejahteraan orang lain. PW juga tidak merasa malu untuk mengangkat suatu hal yang dianggap tabu untuk menjadi tema dalam ceritanya. PW menuliskan apa saja yang terlintas dalam pikirannya ke dalam sebuah cerita. Beberapa karyanya menyajikan distorsi, yaitu menyarankan agar pembaca tidak menganggap atau menghubung-hubungkan cerita dengan kejadian nyata. Karya-karyanya hampir semua bertolak dari peristiwa-peristiwa kecil dan anekdot.

“Tulisan saya yang pertama dimuat di harian Suluh Indonesia edisi Bali. “Etsa”, berupa cerita pendek. Isinya saya kira penting diceritakan, karena mungkin bisa dianggap sebagai ola karangan-karangan saya selanjutnya. Di situ saya menceritakan seorang anak SMP (waktu itu saya juga masih SMP) yang menyatakan cinta sengan surat pada pujaannya yang bernama Etsa. Etsa menerima. Tapi belakangan, penerimaan tersebut ternyata hanya sandiwara, alias tipuan, karena Etsa tahu anak muda itu sedang menghadapi ujian. Begitu lulus, Etsa segera mengirim surat dan memutuskan cinta serta menerangkan apa dasar sandiwaranya.” (MBS.145-146.PW)

“Cerita berikutnya di harian yang sama berjudul “Bekas Guruku“. Di situ saya menceritakan bagaimana saya berak di dalam kelas karena ketakutan tak berani permisi keluar ruangan... Meskipun separuhnya benar saya mulai menganggap, bahwa apa yang kemudian diletakkan dalam sebuah cerpen tidak perlu dianggap potret dari riwayat hidup pengarangnya.” (MBS.146.PW)

(52)

menyusun set, dan melatih gaya pemain-pemainnya. Ada karyanya yang dinilai pantas untuk diterbitkan, namun ada yang tidak diterbitkan meskipun memenangkan lomba.

“Bila Malam Bertambah Malam dan Dalam Cahaya Bulan juga saya tulis kembali dalam bentuk novel, setelah dimainkan. Karena saya menyutradarai sendiri, saya tahu secara mendetail apa yang terjadi. Karena itulah Bila Malam Bertambah Malam penuh dengan detail-detail, seperti seorang sutradara memilih property, menyusun set, dan melatih gaya pemain-pemainnya. Kedua novel ini saya ikut-sertakan dalam Sayembara Penulisan Novel yang deselenggarakan oleh IKAPI di Bandung. Bila Malam Bertambah Malam terpilih sebagai naskah yang menang bersama Orang Buangan karya Harijadi S. Hartowardojo. Sedangkan Dalam Cahaya Bulan dipilih sebagai naskah yang pantas diterbitkan.” (MBS.148.PW)

“Pada tahun 1977, saya tulis kembali naskah itu untuk mengikuti Sayembara Penulisan Novel Femina. Waktu itu saya sedang dalam pernikahan. Karena saya membutuhkan uang, sehari sesudah pernikahan, sambil menikmati suasana pengantin, saya tulis kembali naskah itu selama seminggu. Kebetulan jurinya termasuk H. B. Jassin. Dapat nomor tiga. Celakanya tak pernah diterbitkan, mungkin dianggap tidak komersial.” (MBS.157.PW)

“Dari Iowa (Amerika Serikat) – ketika mengikuti International Writing Program tahun 1974-1975 – saya mendengar kabar, bahwa juri tidak bisa membaca novel itu. Kalau tidak salah jurinya antara lain Umar Kayam, H. B. Jassin dan Boen S. Oemarjati. Orang-orang yang meyakinkan. Saya dengar Umar Kayam, mengatakan novel itu ditulis tergesa-gesa. Waktu itu, sebagaimana galibny pengarang, saya marah. Saya merasa, mereka (juri) tidak mengerti. Saya bertekad akan mengikutkan naskah itu lagi pada lain kesempatan, tanpa mengubahnya sama sekali. Keras dugaan saya, karena ketikannya kabur, naskah itu gagal.” (MBS.156.PW)

d) Motivasi intrinsik

(53)

mengungkapkan perasaan, hasil pengamatan, saran dan pendapat yang sama atau berbeda dengan orang lain.

“Yang kedua saya tulis sebagai ungkapan rasa cinta saya pada seorang gadis dari Negara pada waktu itu.” (MBS.147.PW)

“…kini saya mengarang karena ada kebutuhan untuk mengemukakan gagasan, hasil pengamatan, saran dan pendapat yang sama atau berbeda dengan orang lain.” (MBS.167.PW)

Motivasi lain yang ada pada PW adalah membuktikan kemampuan kepada orang lain, jalan hidup, mendapat kesenangan, dan kebebasan.

“Saya ingin membuktikan, bahwa saya juga bisa main sendiri. Lantas sore itu juga saya mereka-reka apa yang akan dikerjakan.” (MBS.148.PW)

“Berjuang untuk hidup dari situ. Bila ada kesempatan apapun tubruk. Ada sayembara mengarang, tubruk. Koran dan majalah apa saja saya tubruk. Pokoknya ‘ilmu tubruk’ benar-benar saya terapkan secara konsekuen, konsisten dan total.” (STM.233.PW)

“Saya senang kalau disuruh guru bercerita di depan kelas sampai bel berbunyi. Saya senang lihat teman-teman pada ketawa mendengar saya bercerita.” (STM.233.PW)

“Saya malas sekali mempelajari naskah orang lain. Saya ingin bebas.” (MBS.148.PW)

2. Arswendo Atmo Wiloto (ARS) a) Domain

(54)

“Saya membaca buku-buku, terutama naskah drama yang sudah ada.” (MBS.184.ARS)

“Dalam menulis sandiwara, saya datang pada Mochtar Hadi dan bertanya: bagaimana sebenarnya membagi babak dan adegan itu.” (MBS.184.ARS)

b) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi ARS yang memunculkan ketertarikan pada bidang sastra adalah keinginan membaca yang besar namun tidak diimbangi dengan kemampuan finansial.

“Nafsu baca saya terlalu besar, dibandingkan dengan keuangan yang saya miliki. Begitu banyak buku yang saya curi, sehingga saya mampu mendirikan persewaan buku sendiri. Namun pemilik-asli segera mengenali buku-bukunya dan kemudian mengambilnya.” (MBS.184-185.ARS)

Pengalaman yang menguatkan ketertarikannya pada sastra antara lain keinginan untuk mengenang jasa dan dukungan keluarga, pengalaman menulis di media, serta mendengarkan pengalaman orang lain. Sensitivitas atau kepekaannya terhadap peristiwa dilatihnya dengan merasakan perasaan-perasaan yang terjadi pada dirinya, sengaja merasakan suatu pengalaman maupun hanya mendengarkan.

“Saya juga mendengar pengalaman orang lain. Kadang-kadang membangkitkan minat untuk merekamnya dalam sebuah cerpen, kadang-kadang tidak.” (MBS.179.ARS)

(55)

“Ketika menulis novel The Circus (1977) misalnya, saya tidak sekedar mendengar saja. Tetapi saya ikut rombongan sirkus keliling.” (MBS.183.ARS)

“Novel saya yang pertama - pertama terbit, karena sebelumnya ada yang tidak pernah bisa terbit – Bayang-bayang Baur (1976), juga mengenai keadaaan sekitar yang saya geluti waktu itu. Yakni sebagai wartawan..” (MBS.183.ARS)

Kepekaannya juga tumbuh dengan seringnya bepergian ke berbagai tempat yang membantunya dalam mendapatkan ide-ide cerita.

“Honorarium yang saya terima, saya pakai buat jalan-jalan, karena saya mudah mendapatkan ide dengan bepergian. Waktu di Semarang, saya menemukan ide yang saya tulis dalam bahasa Indonesia. Cerpen saya yang pertama dimuat di mingguan Bahari, judulnya “Sleko”. Sleko adalah nama jalan di dekat Stasiun Tawang, Semarang.” (MBS.180.ARS)

“Begitulah hidup saya. Dari duit honorarium dipakai untuk jalan-jalan. Ide (-ide) semua tumbuh di perjalanan dan diketik di tempat orang lain.” (MBS.181.ARS)

ARS pernah mengalami kesulitan dalam fasilitas menulis yang seadanya, namun dia tetap menulis. Pengalamannya menulis di media cetak semakin menguatkan kemampuan dalam menulis.

“Saya belum berhasil membeli mesin tulis sendiri. Kalau di Solo, saya mengetik di Kantor Kelurahan. Mesin tulisnya jelek dan pitanya somplak, sehingga saya mengetik di atas kertas rangkap. Aslinya tak bisa dibaca.” (MBS.181.ARS)

“Sejak itu saya banyak menulis di Horison, rubrik-rubrik kebudayaan, dan merasa lebih mantap lagi.” (MBS.182.ARS)

c) Field

(56)

Beberapa tokoh yang didatangi adalah Sapardi Djoko Damono, pelukis A. S Boediono, Darmanto Yt, Sanento Juliman, dan Montinggo Boesje. ARS juga mengikuti berbagai lomba yang diikuti, mulai baik novel, sandiwara, esei, termasuk televisi. Karyanya berusaha menawarkan cerita berupa pengalaman-pengalaman yang diciptakan kembali dan berbeda dengan kenyataannya.

“Dalam rangka mencari perhatian, kritik dan pujian, saya mendatangi Sapardi Djoko Damono. Juga mendatangi pelukis A. S Boediono, yang sering mentraktir bakso dan nonton filem. Saya pergi ke Jogja melihat Darmanto Yt (sekarang biasa pakai nama: Darmanto Yatman) ceramah. Ia meledek cerpen saya, tapi saya bangga. Orang sebesar Darmanto Yt toh baca juga cerita-cerita saya. Waktu Sanento Juliman dan kawan-kawan pameran di Bandung, saya pun menemuinya. Ingin ngansu kawruh. Tapi waktu bertemu, saya tak berani omong apa-apa. Pertanyaan-pertanyaan yang saya hafal jadi macet. Saya juga menemui Montinggo Boesje di rumahnya- yang ketika itu sedang dibangun- di Rawamangun (Jakarta).” (MBS.181.ARS)

“Saat itu di mingguan Remaja (Jakarta) ada sayembara cerpen. Saya ikut menjajal kemampuan. Saingannya memang pengarang yang sudah punya nama. Saya pikir, tak ada salahnya menjajal kemampuan. Bukankah yang dinilai karya bukan nama pengarang?” (MBS.180.ARS)

“Sayembara-sayembara – baik novel, sandiwara, esei, termasuk televisi – saya ikuti.” (MBS.182.ARS)

d) Motivasi instrinsik

(57)

“Semua saya tulis dengan kejujuran dan kesungguhan yang saya miliki. Saya tidak peduli apakah nanti dianggap sastra atau tidak. Dimuat di Horison atau bukan. “Tugas” saya adalah membebaskan diri dari beban itu. Saya harus jujur pada proses penciptaan. Tidak ada gangguan atau bayangan untuk mengabdi pada media tertentu.”(MBS.182.ARS)

“Saya tidak merasa bergoyang dari sikap kepengarangan saya, selama saya masih bisa jujur, kreatif dan terbuka.” (MBS. 186. ARS)

“Mungkin saya tak jadi pengarang kalau menyerah kalah saat karangan saya tidak dimuat.” (MBS.179.ARS)

3. Sapardi Djoko Damono (SD) a) Domain

SD mengakses informasi yang disebarkan domain dengan membaca serta menjadi mengunjungi berbagai persewaan buku dan perpustakaan. Sajak lebih membuat SD terusik daripada novel. Informasi yang didapat SD dari membaca antara lain sajak-sajak penyair luar negeri pada umumnya menawarkan serangkaian peristiwa-peristiwa kecil serta puisi Indonesia modern.

“Di sekolah, kami mengenal beberapa sajak Pujangga Baru dan Chairil Anwar; di majalah seperti Kisah, Konfrontasi, dan Mimbar Indonesia saya membaca sajak-sajak Rendra, Hartojo, Andangdjaja, Armaya, Ajip Rosidi, dan sederet nama lainnya. Saya bisa terharu membaca novel, tetapi membaca beberapa sajak modern itu ternyata telah menyebabkan saya merasa seperti ada yang mengganjal di tenggorokan.” (MBS2.126.SD)

(58)

sulit dibayangkan seandainya peristiwa-peristiwa yang tercipta dalam sajak-sajak Li Po, misalnya, sama sekali “asing” bagi pembaca Indonesia yang hidup beberapa ratus tahun sesudah penyair Cina itu.” (MBS2.132.SD)

b) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi SD yang memunculkan ketertarikan pada dunia sastra adalah ketika membaca, terutama sajak modern.

“Saya bisa terharu membaca novel, tetapi membaca beberapa sajak modern itu ternyata telah menyebabkan saya merasa seperti ada yang mengganjal di tenggorokan.” (MBS2.126.SD)

Pengalaman-pengalaman SD yang menguatkan ketertarikannya pada bidang sastra antara lain dukungan keluarga dalam mengenalkan kesenian, pengalaman menulis, dan keinginannya untuk mengungkapkan hal yang tidak masuk akal, terutama pengalaman masa kecil.

“Ternyata masa kecil saya yang sama sekali tidak istimewa itu menjadi sumber bagi sebagian puisi saya; setidaknya bisa dikatakan bahwa beberapa sajak yang saya sukai mengingatkan saya pada masa kecil tersebut.” (MBS2.125.SD)

Sensitivitas SD sudah terlihat sejak masa remaja. Ketika ia mulai menyadari bahwa kenangan masa kecil dapat menjadi ide-ide dalam sajaknya, ia terus melatih sensitivitasnya terhadap kenangan-kenangan tersebut. SD seringkali menceritakan peristiwa-peristiwa kecil dalam sajaknya.

“Waktu itu, sama sekali tanpa bekal mengarang dalam umur 13 tahun, saya benar-benar merasa telah menulis cerita tanpa melebih-lebihkan peristiwanya: saya dan adik saya dilepas ibu untuk ikut ayah menginap barang beberapa hari di rumah ibu tiri kami. Ayah mengajak kami, ibu melepas kami, dan kami pun siap pergi….” (MBS2.125.SD)

(59)

“Dengan mudah saya akan menceritakan kembali saat disunat, ketika lulus ujian SD, atau mengalami kecelakaan naik becak, namun sangat sulit untuk mengisahkan pengalaman-pengalaman kecil dan sepele yang pernah saya jalani. Pengalaman semacam itulah yang ternyata tercipta kembali dalam sajak-sajak; dalam kata-kata, ia justru mendukung makna dan kembali saya jalani.” (MBS2.132.SD)

SD akan berhenti menulis ketika terlalu asyik bermain kata-kata sehingga yang muncul bukan dunia rekaan namun kenyataannya. Penulisan sebuah sajak berakhir apabila dalam kata-katanya tersusun peristiwa yang rasanya pernah dialami.

“Waktu menulis sajak tersebut, keasyikan memilih dan menyusun kata-kata mendadak harus saya hentikan karena dalam kata-kata-kata-kata itu dengan jelas muncul pengalaman di masa kecil, boleh dikatakan tepat seperti apa yang secara harafiah tergambar dalam sajak tersebut. Namun sekarang dalam dunianya yang baru, yang rekaan, segala hal yang rasanya pernah saya alami di masa kecil itu menjelma lambing-lambang.” (MBS2.131.SD)

“Bagi saya, proses penulisan sebuah sajak berakhir apabila dalam kata-kata yang saya permainkan tersusun peristiwa yang rasanya pernah saya alami, yang kini ternyata mengandung makna.” (MBS2.132.SD)

c) Field

SD melakukan berbagai cara untuk dapat mengakses ke dalam field.

Caranya antara lain meminta pendapat rekan lain tentang karyanya dan memasukan karyanya ke media cetak. Sajak-sajaknya menyajikan permainan kata yang membentuk dunia rekaan yang bermakna.

(60)

“Waktu itu untuk pertama kalinya saya mengirimkan sebuah karangan berupa cerita ke sebuah majalah anak-anak berbahasa Jawa. Dalam karangan itu saya mencoba bercerita tentang suatu peristiwa dalam masa kecil saya. Karangan itu ditolak, alasannya ialah karena cerita itu tidak masuk akal. Tentu saya kecewa, namun lebih penting lagi untuk pertama kalinya saya “diberi tahu”, dan selanjutnya menyadari bahwa ada peristiwa dalam hidup saya yang tidak masuk akal.” (MBS2.125.SD)

d) Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik dalam diri SD lahir antara lain karena kebutuhan mengungkapkan perasaan. SD ingin mengungkapkan hal-hal yang tidak masuk akal, mengungkapkan peristiwa masa kecil sering muncul dalam puisinya tanpa disadari, serta keinginan untuk mengajarkan pandangan-pandangan yang dimiliki.

“Pada saat-saat tertentu memang terasa sangat kuat dorongan untuk mengungkapkan sesuatu, .. “(MBS2.128.SD)

“Sedikit demi sedikit, keinginan saya untuk mengungkapkan yang tak masuk akal muncul kembali.dan ketika mula-mula sekali menulis puisi, terasa bahwa sudut-sudut yang luput dari teriak dan siul masa kecil mulai hidup kembali dalam kata-kata.” (MBS2.127.SD)

“Rangkaian peristiwa itu seperti pernah saya alami di masa kecil namun tidak pernah saya sadari sebelum sajak itu selesai ditulis. Oleh karenanya, pengalaman tersebut bukan merupakan sesuatu yang sudah ada atau sudah jadi sebelum sajak itu mulai ditulis; dengan kata lain, ia bukan merupakan tujuan penulisan sajak tersebut. Tetapi kenyataan itu tidak membuktikan banwa penulisan tersebut berawal tanpa maksud apa pun. Sajak itu merupakan salah satu dari serangkaian sajak yang berjudul “Catatan Masa Kecil”, dan tentunya ditulis dengan semacam niat untuk mengungkapkan pengalaman masa kecil.” (MBS2.130.SD)

Gambar

Gambar 1. Alur interaksi domain, individu, dan field.

Referensi

Dokumen terkait

Terlepas dari sumbangannya dalam mengakhiri kekerasan September 1999, negara-negara besar anggota masyarakat internasional ikut mengemban tanggungjawab atas kejahatan yang

Kinerja Sasaran Strategi 2.1 Meningkatka n penyediaan sarana dan prasarana dasar dengan kapasitas dan kualitas yang setara dengan standar dunia Berkembangnya

Translasi Ribosom membentuk polipeptida Codons tRNA molecules mRNA Growing polypeptide Large subunit Small subunit mRNA mRNA binding site P site A site P A Growing polypeptide

Menurut Buteyko, bernapas melalui hidung akan mengurangi hiperventilasi (bernapas dalam) sehingga cara terbaik untuk menghemat CO 2 yang keluar adalah dengan merelaksasikan

Penekanan OFF pada layar HMI ( Humman machine interface ) dibagian silo 1 untuk menghentikan sistem (Sistem akan berhenti secara otomatis ketika material

3 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.. hukum yang dilakukan oleh masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitasnya yang

Hasil sidik ragam ketebalan nata de coffea menunjukkan bahwa konsentrasi ZA berpengaruh tidak nyata terhadap ketebalan nata de coffea yang dihasilkan..

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1 ayat 12, Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan