• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Karakteristik Distribusi Ukuran Partikel Seasoning A Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Gula Lokal Di IFF-PT Essence Indonesia - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Karakteristik Distribusi Ukuran Partikel Seasoning A Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Gula Lokal Di IFF-PT Essence Indonesia - Unika Repository"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL

SEASONING AYANG DIHASILKAN DARI PENGGUNAAN GULA LOKAL DI

IFF – PT ESSENCE INDONESIA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Disusun Oleh:

Sara Novita Victoria Wibowo NIM: 14.I1.0091

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga laporan kerja praktek “Analisis Karakteristik Distribusi Ukuran Partikel Seasoning A Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Gula Lokal Di IFF – PT Essence Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini juga karena adanya dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua serta keluarga atas dukungan moral dan finansialnya sehingga Penulis dapat melaksanakan kegiatan kerja praktek dengan maksimal.

2. Ibu Dr. Victoria Kristina Ananingsih, ST., MSc, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian yang memberikan kesempatan bagi Penulis untuk melaksanakan kegiatan kerja praktek.

3. Bapak Alb. Adrian Sutanto, ST, MT, MSc dan Ibu Dea N. Hendryanti, S. TP selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing Penulis dari awal persiapan, pelaksanaan Kerja Praktek, hingga penyusunan laporan Kerja Praktek ini.

4. Ibu Imelda Ilyas selaku pembimbing lapangan di PT Essence Indonesia – IFF atas kesediannya dalam meluangkan waktu untuk mengarahkan, membina, serta membagikan ilmunya kepada Penulis selama periode Kerja Praktek.

5. Seluruh rekan-rekan Laboratorium Sampel: Kak Nanik, Kak Henry, Ibu Tuti, Kak Havidz, Mas Ari serta Mas Manto yang semuanya telah dengan sabar mengajari Penulis serta menyemangati Penulis selama Kerja Praktek maupun dalam penyusunan laporan Kerja Praktek.

6. Bapak Edi Setiawan selaku Human Resources Department PT Essence Indonesia – IFF yang telah membantu dalam penerimaan Penulis sehingga dapat melaksanakan Kerja Praktek di PT Essence Indonesia – IFF Jakarta.

(4)

iv

8. Semua pihak yang telah terlibat dan turut mendukung selama periode Kerja Praktek dan penyusunan laporan Kerja Praktek namun tidak dapat Penulis tuliskan satu persatu.

Penulis berharap bahwa Laporan Kerja Praktek ini dapat berguna dalam menyediakan informasi mengenai pentingnya pemilihan gula lokal dalam proses produksi flavour bubuk, agar menghasilkan produk seasoning dengan distribusi ukuran partikel yang sesuai standar. Semoga laporan ini dapat menjadi media pembelajaran bagi siapapun khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Penulis meminta maaf bila dalam penyajian Laporan Kerja Praktek ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Penulis sangat menerima segala kritik dan saran dari semua pihak yang membaca Laporan Kerja Praktek ini.

(5)

v

DAFTAR ISI

ANALISIS KARAKTERISTIK DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL SEASONING A YANG DIHASILKAN DARI PENGGUNAAN GULA LOKAL DI IFF – PT ESSENCE

INDONESIA ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Kerja Praktek... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Metodologi ... 2

2. PROFIL PERUSAHAAN ... 3

2.1. Profil Umum Perusahaan ... 3

2.2. Sejarah Perusahaan ... 3

2.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 4

2.4. Struktur Organisasi Perusahaan ... 5

2.5. Sertifikasi yang Telah Diperoleh ... 8

2.6. Spesifikasi Produk : Jenis Produk & Pemasaran Produk ... 9

3. PROYEK PENELITIAN... 10

3.1. Gambaran Umum Penelitian ... 10

3.2. Tujuan Penelitian ... 11

3.3. Latar Belakang ... 11

4. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

4.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 16

4.2. Bahan ... 16

4.3. Peralatan ... 16

4.4. Metode Penelitian ... 16

4.4.1. Pembuatan Campuran Dasar ... 17

4.4.3. Pembuatan Sampel ... 18

(6)

vi

5. HASIL PENGAMATAN ... 21

6. PEMBAHASAN ... 26

6.1. Produk Flavour Bubuk & Distribusi Ukuran Partikel sebagai Parameter... 26

6.2. Karakteristik Fisik Beberapa Jenis Gula Lokal ... 28

6.3. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel dengan Metode Pengayakan ... 31

6.4. Hasil Pengujian Distribusi Ukuran Partikel ... 34

7. KESIMPULAN ... 38

8. DAFTAR PUSTAKA ... 39

9. LAMPIRAN ... 40

9.1. Hasil Pengujian ... 40

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rangkaian Ayakan Standar ... 15

Tabel 2. Hasil Pengujian Sampel S-01 ... 21

Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel S-02 ... 22

Tabel 4. Hasil Pengujian Sampel S-03 ... 23

Tabel 5. Hasil Pengujian Sampel S-04 ... 24

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Campuran Dasar ... 17

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Sampel ... 18

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengujian dengan Sieve Shaker ... 19

Gambar 4. Form Permintaan Analisis kepada Divisi Quality Control ... 27

Gambar 5. Penampakan Fisik Masing-masing Gula Lokal dalam Penelitian. ... 30

(9)

ix

DAFTAR GRAFIK

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengujian S-01 ... 40

Lampiran 2. Hasil Pengujian S-02 ... 41

Lampiran 3. Hasil Pengujian S-03 ... 42

Lampiran 4. Hasil Pengujian S-04 ... 43

(11)

1

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Kerja Praktek

Semakin majunya peradaban manusia maka semakin meningkat pula kepedulian manusia terhadap apa yang mereka konsumsi. Masyarakat masa kini tidak lagi menutup matanya, hingga mengandalkan berbagai sumber informasi untuk memperluas wawasan, terutama dalam bidang pangan. Sebagai mahasiswa jurusan teknologi pangan, penulis menyadari bahwa bidang pangan merupakan suatu bidang yang tidak akan pernah akan habis ruang pengembangannya. Pembelajaran yang diperoleh dari perkuliahan yang masih dijalani oleh penulis telah membuka pintu wawasan mengenai ilmu pangan. Pintu ilmu yang terbuka terus menarik penulis untuk semakin mendalami ilmu pangan. Porgram Kerja Praktek yang diadakan Fakultas Teknologi Pertanian menjadi satu kesempatan penulis untuk melihat dan mengalami secara langsung bagaimana suatu industri pangan beroperasi. Sehingga penulis dapat mendalami ilmu pangan, tidak hanya secara teori seperti yang diperoleh di perkuliahan, namun juga secara praktek dengan mengikuti Program Kerja Praktek di PT Essence Indonesia.

(12)

1.2.Tujuan

Tujuan penulis melaksanakan kerja praktek di PT Essence Indonesia adalah : a. Memperoleh pengalaman bekerja di industri pangan bertaraf internasional.

b. Menjadi calon sarjana teknologi pangan dengan keterampilan dan wawasan yang dapat beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman.

c. Menjadi program yang menghubungkan antara perguruan tinggi dengan dunia kerja sehingga sejalan dengan tuntutan pembangunan serta perkembangan ilmu dan teknologi.

1.3.Metodologi

(13)

3

2. PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Profil Umum Perusahaan

Nama Perusahaan : PT ESSENCE INDONESIA

Alamat : Jalan Otto Iskandardinata 74, Jakarta 13330, Indonesia Nomor Telepon/Fax : +62 21 850 0074/+62 21 819 0116

Produk Utama : Flavour & Fragrances

Luas Pabrik : ± 2 Hektar

Jumlah Tenaga Kerja : 270 Karyawan

Jam Kerja : 8 jam/hari, 5 hari kerja/minggu.

2.2. Sejarah Perusahaan

International Flavours & Fragrances (IFF) merupakan perusahaan internasional yang bergerak dalam bidang produksi flavour (perisa) dan fragrances (wewangian). Secara umum, produk yang dihasilkan IFF sebagai perusahaan hulu merupakan bahan baku yang digunakan oleh industri penghasil consumer goods seperti pabrik minuman kemasan, makanan ringan, peralatan rumah tangga, deterjen dan lain-lain. Sejak didirikan pada tahun 1958 melalui penggabungan dua perusahaan, yakni van Ameringen & Haebler, Inc. (didirikan pada 1917) dengan Polak & Schwarz (didirikan pada 1889), IFF telah mendalami bisnis flavours & fragrances serta berkembang secara luas ke seluruh dunia.

Pada tahun 1964 IFF ditetapkan menjadi perusahaan umum pada New Year Stock Exchange (NYSE). Pada tahun 2000 IFF berhasil mengakuisisi Perusahaan Bush Boake Allen yang juga bergerak di bidang flavours & fragrances. Dengan posisi Bush Boake Allen yang menempati peringkat 7 di dunia, dan memanfaatkan seluruh teknologi dan pasar perusahaan tersebut, IFF dapat menjadi perusahaan flavours & fragrances

(14)

negara dalam regional Asia Pasifik dan memiliki 2 lokasi perusahaan, yakni PT Essence Indonesia di Jalan Harapan V Lot KK–9A, Karawang International Industrial City yang terdiri atas manufacturing untuk produk flavour, serta PT Essence Indonesia di Jalan Otto Iskandardinata No. 74, Jakarta. PT Essence Indonesia Jakarta yang merupakan tempat penulis menjalani periode Kerja Praktek terdiri atas sales office, manufacturing,

R&D and Creative Centers untuk produksi flavour maupun fragrances.

Tercantum dalam akta notaris Raden Meester Soewandi, PT Essence Indonesia pertama kali didirikan pada 30 Maret 1955 dengan nama NV Essence Indonesia yang merupakan penggabungan dari NV Handel Transport Company dengan NV Pollack & Schawrz. Pendirian perusahaan ini diperkuat dengan Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. JA 5/57/10 pada tanggal 20 Juni 1955. Didasarkan pada Undang-undang No. 86 dan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1960, NV Essence Indonesia dinasionalisasi oleh otoritas lokal kota Jakarta pada 18 Desember 1965, dan menjadi Perusahaan Daerah dengan nama PD. Ganda Rasa Jaya. Namun Instruksi Presiden No. 32 yang dikeluarkan pada tahun 1968 menyatakan bahwa semua perusahaan yang dinasionalisasikan dikembalikan kepada pemiliknya, sehingga PD. Ganda Rasa Jaya kembali berada dibawah Polak & Schwarz Belanda yang ketika itu telah bergabung dengan perusahaan Amerika yaitu International Flavour and Fragrance (IFF), sehingga NV Essence Indonesia berganti nama menjadi IFF – PT Essence Indonesia dan berstatus sebagai Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) murni.

2.3. Visi dan Misi Perusahaan

(15)

5

Misi IFF – PT Essence Indonesia yaitu

Memanfaatkan sumber daya global dalam kreasi, inovasi teknologi, riset konsumen, sensori dan manufaktur sehingga diperoleh sistem flavour dan fragrance yang lebih disuka konsumen. Dengan cara tersebut, IFF – PT Essence Indonesia akan memperoleh pemecahan masalah yang tepat bagi sasaran pasarnya dan menghasilkan suatu manfaat yang tinggi untuk pada pemegang saham perusahaan.

Berbagai kebijakan mutu yang dimiliki IFF – PT Essence Indonesia dalam tekadnya untuk tetap menjadi perusahaan utama di bidang flavour dan fragrance di Indonesia dan Asia Pasifik adalah :

- Memberikan barang dan jasa yang bermutu secara konsisten sehingga memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.

- Meningkatkan kerjasama dengan para pelanggan dan pemasok

- Mengupayakan partisipasi karyawan dalam mencapai tujuan, dengan menyediakan sarana, proses, dan suasana kerja yang layak dan sesuai, agar dapat mendorong kreativitas dan inovasi untuk secara terus-menerus memperbaiki sistem di perusahaan.

- Menjaga komitmen mutu, dengan memastikan bahwa sistem mutu perusahaan memenuhi persyaratan ISO 9002 di Indonesia.

- Bekerja dengan standar etika yang tinggi.

2.4. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan teramat penting untuk kelancaran jalannya perusahaan, terutama bagi perusahaan multinasional yang beroperasi secara lokal serta regional di kawasan Asia Pasifik seperti PT Essence Indonesia. Maka, PT Essence Indonesia memiliki struktur organisasi yang cukup kompleks. Secara garis besar, struktur organisasi PT Essence Indonesia dibagi menjadi 3 divisi yakni Divisi Flavour, Divisi

Fragrance, dan Divisi General Service. Pada masing-masing Divisi Flavour dan Divisi

(16)

Divisi Flavour dibagi menjadi :  Research & Development (R&D)

Food R&D Bertanggung jawab dalam melakukan penelitian sehubungan dengan aplikasi flavour terhadap produk makanan agar dapat memenuhi permintaan produsen makanan, mengaplikasikan flavour yang baru dikreasikan dari pusat penelitian flavour di Singapura dan melakukan pengembangan aplikasi flavour yang sudah ada. Food R&D terbagi ke dalam sweet flavour (beverages, confectionary and baked goods)dan savory flavour.

Sales

Bertanggung jawab dalam melakukan penjualan, promosi dan berperan sebagai penghubung antara tenaga ahli di R&D dengan konsumen, agar dapat menerangkan mengenai masalah teknis sehubungan dengan aplikasi flavour pada produk pangan.  Market Research

Bertanggung jawab melakukan survei pasar agar dapat memperoleh informasi mengenai tren produk pangan di pasaran. Bagian ini juga melakukan uji evaluasi sensori untuk mengetahui seberapa besar penerimaan dan apa tanggapan konsumen terhadap aplikasi flavour pada suatu produk pangan. Market Research juga turut serta membantu promosi dari bagian penjualan.

Seperti Divisi flavour, Divisi Fragrance juga dibagi menjadi Research & Development

(R&D), Sales, dan Market Research. Perbedaan antara kedua divisi tersebut adalah produk yang dihasilkan merupakan produk non pangan seperti produk perawatan rumah tangga, produk perawatan pribadi dan produk wewangian. Sementara Divisi General Service dibagi menjadi :

Administration and General Affairs

(17)

7

Human Resources

Bertanggung jawab akan terlaksananya penerimaan karyawan, pelatihan karyawan serta pengembangan organisasi perusahaan.

Information Technology (IT)

Bertanggung jawab akan hal-hal yang berhubungan dengan perangkat teknologi dan komputerisasi perusahaan, termasuk program-program di dalamnya.

Finance and Accounting

Bertanggung jawab dalam masalah keuangan masuk maupun keluar dari perusahaan.

Operations membawahi beberapa departemen:

o Quality Assurance

Bertanggung jawab terhadap kepuasan konsumen akan mutu produk dan terhadap legalisasi dan perizinan (sertifikasi dan standarisasi).

o Quality Control

Bertanggung jawab terhadap keamanan dan kelayakan bahan baku maupun produk akhir. Melaksanakan tanggung jawabnya dengan menganalisis bahan baku serta produk akhir untuk memastikan bahwa hasil analisis yang diperoleh memenuhi standar spesifikasi yang dimiliki perusahaan.

o Production

Bertanggung jawab terhadap jalannya produksi flavour (flavour cair dan flavour

bubuk). Sample Lab merupakan bagian dari departemen produksi, dimana

Sample Lab berperan dalam memproduksi sampel (produk dengan kuantitas < 5 kg) untuk konsumen sebelum memutuskan untuk memesan dalam kuantitas skala industri.

o Purchasing

Bertanggung jawab terhadap pembelian bahan baku maupun non-bahan baku.

Purchasing juga membawahi bagian ekspor-impor. o PPIC (Production Planning and Inventory Control)

(18)

o Warehouse dan Maintenance and Engineering (M&E)

Warehouse bertanggung jawab sehubungan dengan penyimpanan barang (bahan baku maupun produk akhir) sebelum dikirimkan kepada konsumen. Sementara M&E bertanggung jawab terhadap pemeliharaan mesin dan peralatan produksi, sistem pengolahan air dan pemeliharaan gedung perusahaan.

2.5. Sertifikasi yang Telah Diperoleh

IFF – PT Essence Indonesia Jakarta telah memperoleh berbagai sertifikat yang menunjukkan kualitas dari sistem pengawasan mutu. Sertifikat yang telah diperoleh antara lain :

- Dinyatakan beroperasi sebagai sistem manajemen lingkungan yang telah sesuai dengan ketentuan ISO 14001 : 2004 melingkupi manufaktur flavour dan penjualan, pemasaran, pengembangan produk, distribusi flavours dan fragrances.

- Dinyatakan beroperasi sebagai sistem manajemen keamanan dan kesehatan pekerja yang telah sesuai dengan ketentuan OHSAS 18001 : 2007, melingkupi manufaktur

flavour dan penjualan, pemasaran, pengembangan produk, distribusi flavours dan

fragrances.

- Dinyatakan beroperasi sebagai sistem manajemen kualitas yang telah sesuai dengan ketentuan ISO 9001 : 2008 yang melingkupi manufaktur flavour dan penjualan, pemasaran, pengembangan produk, distribusi flavours dan fragrances.

- Dinyatakan beroperasi sebagai sistem manajemen keamanan pangan yang telah sesuai dengan ketentuan FSSC 22000, yaitu susunan sertifikasi sistem keamanan pangan, termasuk ISO 22000:2005, ISO 22002-1:2009 dan persyaratan tambahan dari FSSC 22000.

- LPPOM – MUI : menyatakan kehalalan produk dan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi flavour (perasa, perasa daging sapi, perasa buah-buahan dan ekstrak bumbu, perasa ikan, perasa rokok dan emulsi).

- Penghargaan dari Indonesia Council of Ulama – The Assessment Institute for foods, Drugs and Cosmetics yang menyatakan PT Essence Indonesia memiliki mutu tinggi dalam mencapai sertifikat halal pada kategori flavour house.

(19)

9

2.6. Spesifikasi Produk : Jenis Produk & Pemasaran Produk

IFF menghasilkan 2 produk utama yakni flavours dan fragrances. Secara keseluruhan, IFF mengeluarkan produk-produk yang berperan dalam memperkuat aroma dan rasa untuk meningkatkan kesan aroma dan rasa yang dimiliki alam maupun yang tidak dijumpai di alam (hasil pengembangan). Produk flavours dan fragrances yang diproduksi IFF akan digunakan oleh customer sebagai bahan baku dalam pembuatan produk siap konsumsi, sehingga customer dari IFF umumnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang consumer goods production. Beberapa contoh produk yang menggunakan flavour produksi IFF sebagai bahan baku antara lain minuman kemasan, makanan ringan, mie instan, susu bubuk dan kemasan, minuman beralkohol serta obat-obatan. Sementara produk fragrance dipasarkan pada perusahaan yang memproduksi perlengkapan rumah tangga serta pribadi, seperti sabun, parfum, sabun cuci, bedak, deodoran, produk perawatan rambut dan lain-lain.

Penjualan dan pemasaran produk dilakukan secara langsung oleh departemen pemasaran dan dapat pula dilakukan secara tidak langsung melalui distributor. Total penjualan IFF – PT Essence Indonesia 80% nya merupakan perusahaan besar yang ditangani langsung oleh staf departemen pemasaran. Sementara 20% konsumen yang merupakan perusahaan kecil ditangani oleh para distributor yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

(20)

10

3.1. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian dengan judul “Analisis Karakteristik Distribusi Ukuran Partikel Seasoning A

yang Dihasilkan dari Penggunaan Gula Lokal Di IFF – PT Essence Indonesia” dilakukan agar prinsip pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan alat sieve shaker dapat dipahami melalui hasil penelitian ini. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis kesesuaian karakteristik distribusi ukuran partikel dari produk

Seasoning A dengan perlakuan 4 jenis gula lokal, untuk kemudian dibandingkan dengan spesifikasi/standar yang telah ditentukan. Seasoning A merupakan flavour bubuk hasil produksi IFF – PT Essence Indonesia yang dibuat dengan mencampurkan top note seasoning, maltodextrin, garam, bubuk perisa bawang putih dan tomat, pati pregalat, monosodium glutamate (MSG), dan bahan lain sesuai formula hasil kreasi flavourist. Campuran tersebut menjadi campuran dasar yang lalu masing-masing diberi jenis gula lokal sesuai perlakuan, sehingga menjadi campuran sampel yang siap diuji.

Pada penelitian ini dilakukan 4 perlakuan jenis gula lokal terhadap campuran dasar

Seasoning A. Jenis-jenis gula lokal yang digunakan dalam praktikum ini adalah Castor sugar (S-01), Milled Sugar (S-02), Milled Sugar with Anticaking (S-03), dan Refined Sugar (S-04). Untuk setiap perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan dengan menggunakan metode kuantitatif, yakni memanfaatkan alat sieve shaker dengan 9 tumpuk rangkaian mesh. Melalui uji tersebut akan dihasilkan data fraksi massa partikel

(21)

11

3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Memahami prinsip pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan alat sieve shaker.

b. Menganalisis kesesuaian karakteristik fisik distribusi ukuran partikel produk

Seasoning A yang dipengaruhi jenis gula lokal, terhadap standar ukur yang telah ditetapkan.

3.3. Latar Belakang

IFF merupakan salah satu perusahaan multinasional pendahulu dalam industri flavor

yang berpusat di New York. IFF (International Flavour & Fragrances) telah memiliki perusahaan yang tersebar di 35 negara, serta terdapat 37 Pusat Research & Development and Creative yang tersebar di seluruh negara tersebut. Seluruh perusahaan IFF yang tersebar di berbagai negara beroperasi dengan sistem operasi yang terintegrasi, sehingga setiap perusahaan saling terhubung dapat melakukan pertukaran informasi dengan mudah. Termasuk informasi yang berkaitan dengan pemasaran dan produksi, dimana formula yang berasal dari IFF suatu negara dapat diproduksi IFF di negara lain. Hal ini memungkinkan karena formula dari suatu produk flavor hasil kreasi flavourist

selalu disimpan dalam database yang dapat diakses perusahaan IFF di seluruh dunia.

Penelitian yang dilakukan di PT IFF – Essence Indonesia kali ini berfokus pada produk

flavour bubuk yang siap diaplikasikan, atau biasa disebut sebagai seasoning. Flavour

dengan wujud bubuk umum diaplikasikan dalam produksi makanan dengan karakter

(22)

Sifat-sifat dari partikel bubuk dibagi menjadi primer dan sekunder. Sifat-sifat primer yaitu bentuk dan densitas partikel, sifat primernya sebagai fluida (viskositas dan densitas), dan konsentrasi serta fase dispersi bahan. Sifat-sifat primer tersebut seharusnya menentukan sifat-sifat sekunder partikel yang adalah kecepatan pengendapan, laju rehidrasi bubuk, ketahanan endapan pada saringan, dan lain-lain. Ilmu mengenai powder technology dapat dikategorikan kompleks dan belum dapat dipahami seluruh wilayah di dunia, maka sifat-sifat partikel adalah yang terutama digunakan sebagai metode penilaian kualitatif dari perilaku suatu suspensi atau powder, contohnya, sebagai panduan pemilihan peralatan (Barbosa-Cánovas et al., 2005).

Powder dianggap sebagai suatu sistem dua fase terdispersi yang terdiri dari partikel padatan berbagai ukuran sebagai fase terdispersi dan gas sebagai fase kontinyu. Berdasarkan teori tersebut, karakterisasi sempurna dari material powder ditentukan oleh sifat-sifat partikel sebagai kesatuan individu, sifat-sifat kumpulan partikel dan interaksi antara antar kumpulan partikel dan fluida. Beberapa karakteristik partikel seperti ukuran, bentuk, permukaan, densitas, kekerasan dan daya serap dianggap penting dalam membentuk sifat-sifat produk (Davies, 1984 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005).

(23)

13

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 Tentang Ketentuan Impor Gula Pasal 2, Ayat 1 & 2, Indonesia membatasi impor gula mentah/gula kasar dan gula kristal rafinasi. Pada pasal 5 dijelaskan bahwa hanya perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) yang dapat melakukan impor gula setelah memperoleh persetujuan impor dari Menteri. Selain regulasi pembatasan impor gula, IFF juga menghimbau setiap perusahaannya untuk menggunakan komoditas lokal. Maka tenaga-tenaga ahli PT Essence Indonesia mengupayakan lokalisasi gula untuk memenuhi kebutuhan produksi Seasoning A, dimana dalam proses pencarian gula lokal yang menghasilkan karakteristik produk yang setara dengan produk aslinya, beberapa uji yang berkaitan dengan karakter gula perlu dilakukan. Penelitian kali ini berfokus pada karakteristik fisik dari gula, yakni distribusi ukuran partikel gula sebagai penentu gula yang tepat digunakan dalam formula

Seasoning A.

Distribusi ukuran partikel merupakan metode pengukuran yang umum digunakan dalam proses pengolahan fisik, mekanik, maupun kimia, karena distribusi ukuran partikel berhubungan langsung dengan perilaku bahan dan/atau sifat-sifat fisik dari produk (Schubert, 1987 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005). Ukuran partikel dan distribusinya sangat menentukan bulk density, compressibility, dan kemampuan alir dari powder

(Barbosa-Cánovas et al., 1987 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005). Suatu campuran

powder yang mengalir dengan bebas (free flowing) dapat tersegregasi (terjadi pemisahan) karena adanya perbedaan ukuran partikel (Barbosa-Cánovas et al., 1985 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005). Sehingga distribusi ukuran partikel menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya alir bubuk makanan (Peleg, 1977 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005).

(24)

 SNI 3140.1:2008 : Gula Kristal Mentah (GKM/Raw Sugar), terbuat dari tebu yang

diproses dengan proses defekasi sehingga menghasilkan gula Kristal sakarosa yang memerlukan pengolahan lebih lanjut sebelum dikonsumsi manusia.

Bilangan ICUMSA minimal 1200 IU.

 SNI 3140.2:2006 : Gula Kristal Rafinasi (refined sugar), terbuat dari kristal gula

mentah yang melalui proses rafinasi sehingga menghasilkan gula kristal sukrosa kering.

Bilangan ICUMSA maksimal 45 IU.

 SNI 3140.3:2010 : Gula Kristal Putih (plantation white sugar), terbuat dari tebu/bit

yang melewati proses sulfitasi (karbonatasi) maupun fosfatasi sehingga menghasilkan gula kristal yang dapat langsung dikonsumsi.

Bilangan ICUMSA dalam rentang 70 IU – 200 IU.

Pengukuran distribusi ukuran partikel dapat dilakukan dengan 5 metode dari peralatan/instrumen yang tersedia, yakni pengayakan (sieving), teknik perhitungan mikroskopis, sedimentasi, dan stream scanning (pembacaan aliran) (Barbosa-Cánovas

et al., 2005). Kelebihan dari metode pengayakan adalah sederhana, dan tidak mahal dalam menganalisis ukuran partikel. Metode pengayakan menggunakan prinsip kesamaan geometri (geometry similarity) dan berdasarkan massa partikel dari setiap rentang ukuran (Barbosa-Cánovas et al., 2005). W. S. TYLER® RO-TAP® RX-29 merupakan seri alat dari Ro-Tap Test Sieve Shaker. Sieve shaker standar industri memiliki 2 dimensi pengoperasian, yang memungkinkan terjadinya pembagian partikel-partikel bahan pada setiap tingkatan mesh dengan melewati celah kritis (lebih kecil/sesuai ukuran partikel) pada media uji. Gerakan selama pengoperasian adalah gerakan sirkular horizontal dan gerakan mengetuk vertikal (Barbosa-Cánovas et al.,

2005).

(25)

15

ukuran lubang yang konstan, yakni berdasarkan deret √2 yang dimulai dari ukuran 45µm (Barbosa-Cánovas et al., 2005). Pada tabel 1 dapat dilihat daftar rangkaian ayakan standar berdasarkan ISO (International Standardization for Organization) dan ASTM (American Society for Testing and Materials).

Tabel 1. Rangkaian Ayakan Standar

( Barbosa-Cánovas et al., 2005)

Proses pengukuran dengan alat Ro-Tap sieve shaker diawali dengan penumpukan ayakan berdasarkan urutan ukuran lubang yang semakin meningkat (dari posisi bawah). Secara berurutan (dari bawah) diletakan pan kemudian ayakan 325 mesh, 200 mesh, 140 mesh, 100 mesh, 70 mesh, 50 mesh, 40 mesh, 30 mesh, dan 20 mesh. Sampel sebesar kemudian diletakkan pada ayakan 20 mesh (ukuran lubang terbesar) lalu ayakan ditutup dengan penutup besi. Rangkaian ayakan kemudian dapat diletakan pada alat

(26)

16

4.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja praktek beserta penelitian ini dilaksanakan di IFF – PT Essence Indonesia di Jalan Otto Iskandardinata No. 74 Kota Jakarta Timur selama 67 hari dimulai dari tanggal 16 Januari 2017 dan berakhir pada 24 Maret 2017. Kerja praktek dilaksanakan di Divisi

Sample Lab, sementara penelitian dilaksanakan di Laboratorium Divisi Sample Lab

untuk pembuatan sampel dan di Laboratorium Divisi Quality Control untuk pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan Ro-Tap Sieve Shaker. Penelitian dilakukan selama periode kerja praktek pada tanggal 23 Februari, 2 Maret dan 3 Maret 2017.

4.2. Bahan

Formula Seasoning A yang terdiri dari top note seasoning, monosodium glutamate (MSG), garam, bubuk perisa bawang putih, bubuk perisa tomat, pati pregelat, silicon dioxide, Soy Sauce Premix, maltodekstrin, gula untuk masing-masing perlakuan (gula kastor; milled sugar; milled sugar with anticaking; gula rafinasi).

4.3. Peralatan

Beberapa alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah saringan,alu dan mortar porselen, W. S. TYLER® RO-TAP® RX-29 Sieve Shaker, rangkaian ayakan sebanyak 9 ayakan (20 mesh, 30 mesh, 40 mesh, 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, 200 mesh, dan 325 mesh), timbangan analitik.

4.4. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan perhitungan nilai distribusi partikel terhadap sampel Seasoning A. Penelitian ini menggunakan sampel dengan 4 perlakuan jenis gula lokal yang digunakan. Keempat gula lokal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Castor sugar (S-01), Milled Sugar (S-02), Milled Sugar with Anticaking (S-03), dan Refined Sugar (S-04). Masing-masing perlakuan sampel dibuat sebanyak 3 kali pengulangan uji

(27)

17

4.4.1. Pembuatan Campuran Dasar

Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan dengan membuat campuran dasar yakni campuran sesuai formula Seasoning A namun tanpa penggunaan gula, karena gula merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Penambahan gula dilakukan pada tahap pembuatan sampel untuk uji. Pembuatan campuran dasar diawali dengan pencampuran seluruh bahan baku dalam formula Seasoning A, kecuali gula. Pengadukan dilakukan hingga campuran menjadi homogen.kemudian disaring hingga dipastikan tidak terdapat gumpalan bubuk. Campuran yang telah homogen kemudian dibagi menjadi 4 bagian masing-masing 55 gram untuk diberi gula lokal sesuai perlakuan. Langkah-langkah dalam pembuatan campuran dasar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Campuran Dasar Bahan-bahan campuran dasar dari Seasoning A

dicampur (tanpa gula) [total 320 gram]

Campuran dasar diaduk hingga homogen.

Campuran dasar yang telah homogen disaring.

(28)

4.4.3. Pembuatan Sampel

Campuran dasar sebanyak 55 gram diberi gula lokal sesuai perlakuan, namun terlebih dulu dilakukan penyaringan gula. Sebanyak 45 gram gula ditambahkan terhadap masing-masing campuran dasar sehingga diperoleh 100 gram sampel yang dikocok hingga homogen sehingga siap untuk diuji dengan sieve shaker. Langkah-langkah dalam Pembuatan Sampel dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Sampel

4.4.4. Pengujian dengan Sieve Shaker

Sampel sebanyak 100 gram yang telah dipersiapkan kemudian diuji dengan sieve shaker. Terlebih dulu dilakukan persiapan pengoperasian alat dengan menimbang berat masing-masing ayakan dan pan sebagai W0. Terdapat 9 buah ayakan dan 1 pan yang

disusun menjadi rangkaian pengayak dalam uji kali ini. Ayakan yang digunakan berukuran 325 mesh, 200 mesh, 140 mesh, 100 mesh, 70 mesh, 50 mesh, 40 mesh, 30 mesh, 20 mesh. Penyusunan rangkaian ayakan dari bawah ke atas adalah pan, kemudian ayakan dari nilai mesh terbesar. Pada ayakan teratas (20 mesh) diletakkan 100 gram sampel kemudian rangkaian ditutup dengan penutup besi. Rangkaian yang telah terusun rapih dipasang pada W. S. TYLER® RO-TAP® RX-29 Sieve Shaker yang berlokasi di

Laboratorium Quality Control PT Essence Indonesia. Langkah-langkah dalam pengujian dengan sieve shaker dapat dilihat pada Gambar 3.

Masing-masing gula lokal disaring.

45 gram gula ditambahkan terhadap masing-masing (55 gram) sampel dasar sesuai

perlakuan

(29)

19

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengujian dengan Sieve Shaker

Pengoperasian alat dilakukan selama 5 menit dimana terjadi perpindahan sampel turun dari 200 mesh menuju ke pan. Rangkaian dikeluarkan dari sieve shaker kemudian penutup besi dibuka. Masing-masing ayakan serta pan kemudian kembali ditimbang untuk memperoleh W1. Selisih dari W1 dan W0 merupakan fraksi massa partikel

Rangkaian ayakan dan pan ditumpuk di atas timbangan analitik.

Masing-masing berat ayakan dicatat sebagai W0.

100 gram sampel diletakkan pada ayakan 20 mesh.

Rangkaian ayakan ditutup dengan penutup besi.

Rangkaian ayakan dipasang pada sieve shaker.

Sieve shaker dinyalakan dan atur waktu operasi selama 5 menit.

Rangkaian ayakan dikeluarkan dari sieve shake

kemudian penutup besi dibuka.

Berat setiap ayakan dicatat sebagai W1

(30)

oversize (ukuran partikel lebih besar dibandingkan bukaan ayakan). Untuk memperoleh guna dibandingkan dengan spesifikasi standar, perhitungan diakukan dengan rumus berikut.

𝑾𝟐 = 𝑊1 – 𝑊0

𝑷𝟑=𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) × 100%𝑊2

∑(𝑷𝟑> 𝟑𝟎𝟎𝝁𝒎) = 𝑃320 𝑀𝑒𝑠ℎ + 𝑃330 𝑀𝑒𝑠ℎ + 𝑃340 𝑀𝑒𝑠ℎ + 𝑃350 𝑀𝑒𝑠ℎ

∑(𝑷𝟑< 𝟒𝟓𝝁𝒎) = 𝑃3𝑃𝑎𝑛

Keterangan:

W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Spesifikasi standar : Ʃ (P3> 300 µm) ≤ 10%

Spesifikasi standar : Ʃ (P3< 45 µm) ≤ 10%

Untuk memenuhi standar perusahaan mengenai distribusi ukuran partikel produk

Seasoning A, sampel yang diuji harus menghasilkan fraksi massa partikel oversize

(31)

21

5. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengujian menggunakan alat Ro-Tap sieve shaker dengan 4 perlakuan dan 3 kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5. Detail data hasil pengujian distribusi ukuran partikel menggunakan sieve shaker dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 yang dapat dilihat pada bagian akhir dari laporan.

Tabel 2. Hasil Pengujian Sampel S-01

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil pengujian terhadap sampel pertama, yaitu Seasoning A

dengan perlakuan penggunaan gula lokal jenis gula kastor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi massa partikel oversize (tertahan pada ayakan) dengan nilai paling besar terdapat pada ayakan 325 mesh yang menahan fraksi dengan rentang ukuran partikel 46 – 75 µm. Berdasarkan rata-rata fraksi massa partikel oversize yang diperoleh dari 3 kali pengulangan, ditemukan bahwa persentase fraksi partikel berukuran lebih besar dari 300 µm adalah 5.70%, sementara persentase fraksi partikel berukuran lebih kecil dari 45 µm adalah 2.78%. Data persentase fraksi partikel dengan ukuran tersebut masih menunjukkan kesesuaian dengan standar spesifikasi yang

20 850 > 850 0.20

30 600 601 - 850 0.48

40 425 426 - 600 1.41

50 300 301 - 425 3.61

70 212 213 - 300 9.35

100 150 151 - 212 16.22

140 106 107 - 150 17.59

200 75 76 - 106 21.73

325 45 46 - 75 26.63

Pan 0 < 46 2.78 2.78 → Fraksi <45 µm

5.70 → Fraksi > 300 µm No.

(Mesh) X (µm)

Rentang Ukuran Partikel Tertahan (µm)

Rata-rata P3 (%)

(32)

ditetapkan perusahaan, yakni persentase maksimal partikel Seasoning A berukuran lebih kecil 45 µm dan lebih besar dari 300 µm adalah 10%.

Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel S-02

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian terhadap sampel kedua, yaitu Seasoning A

dengan perlakuan penggunaan gula lokal jenis milled sugar (icing sugar). Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi massa partikel oversize (tertahan pada ayakan) dengan nilai paling besar terdapat pada ayakan 325 mesh yang menahan fraksi dengan rentang ukuran partikel 46 – 75 µm. Berdasarkan rata-rata fraksi massa partikel oversize

yang diperoleh dari 3 kali pengulangan, ditemukan bahwa persentase fraksi partikel berukuran lebih besar dari 300 µm adalah 4.06 %, sementara persentase fraksi partikel berukuran lebih kecil dari 45 µm adalah 2.65%. Data persentase fraksi partikel dengan ukuran tersebut masih menunjukkan kesesuaian dengan standar spesifikasi yang ditetapkan perusahaan, yakni persentase maksimal partikel produk Seasoning A

berukuran lebih kecil 45 µm dan lebih besar dari 300 µm adalah 10%. No.

(Mesh) X (µm)

Rentang Ukuran Partikel Tertahan (µm)

Rata-rata P3 (%)

akumulasi P3 (%)

20 850 > 850 0.16

30 600 601 - 850 0.57

40 425 426 - 600 1.26

50 300 301- 425 2.08

70 212 213 - 300 7.72

100 150 151 - 212 16.47

140 106 107 - 150 18.21

200 75 76 - 106 21.39

325 45 46 - 75 29.50

(33)

23

Tabel 4. Hasil Pengujian Sampel S-03

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil pengujian terhadap sampel ketiga, yaitu Seasoning A

dengan perlakuan penggunaan gula lokal jenis milled sugar with anticaking. Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi massa partikel oversize (tertahan pada ayakan) dengan nilai paling besar terdapat pada ayakan 325 mesh yang menahan fraksi dengan rentang ukuran partikel 46 – 75 µm. Berdasarkan rata-rata fraksi massa partikel oversize

yang diperoleh dari 3 kali pengulangan, ditemukan bahwa persentase fraksi partikel berukuran lebih besar dari 300 µm adalah 4.02 %, sementara persentase fraksi partikel berukuran lebih kecil dari 45 µm adalah 2.46%. Data persentase fraksi partikel dengan ukuran tersebut masih menunjukkan kesesuaian dengan standar spesifikasi yang ditetapkan perusahaan, yakni persentase maksimal partikel Seasoning A berukuran lebih kecil 45 µm dan lebih besar dari 300 µm adalah 10%.

No.

(Mesh) X (µm)

Rentang Ukuran Partikel Tertahan (µm)

Rata-rata P3 (%)

akumulasi P3 (%)

20 850 > 850 0.03

30 600 601 - 850 0.35

40 425 426 - 600 1.47

50 300 301- 425 2.17

70 212 213 - 300 7.79

100 150 151 - 212 16.21

140 106 107 - 150 18.51

200 75 76 - 106 21.88

325 45 46 - 75 29.12

Pan 0 < 46 2.46 2.46 → Fraksi <45 µm

(34)

Tabel 5. Hasil Pengujian Sampel S-04

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil pengujian terhadap sampel ketiga, yaitu Seasoning A

dengan perlakuan penggunaan gula lokal jenis gula rafinasi (R1). Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi massa partikel oversize (tertahan pada ayakan) dengan nilai paling besar terdapat pada ayakan 325 mesh yang menahan fraksi dengan rentang ukuran partikel 46 – 75 µm. Berdasarkan rata-rata fraksi massa partikel oversize yang diperoleh dari 3 kali pengulangan, ditemukan bahwa persentase fraksi partikel berukuran lebih besar dari 300 µm adalah 14.55 %, sementara persentase fraksi partikel berukuran lebih kecil dari 45 µm adalah 3.20%. Data persentase fraksi partikel dengan ukuran tersebut tidak sesuai dengan standar spesifikasi yang ditetapkan perusahaan, yakni persentase maksimal partikel Seasoning A berukuran lebih kecil 45 µm dan lebih besar dari 300 µm adalah 10%. Hal ini dikarenakan salah satu syarat tidak dipenuhi, yaitu persentase sebesar 14.55% dari fraksi partikel dengan ukuran > 300 µm.

No.

(Mesh) X (µm)

Rentang Ukuran Partikel Tertahan (µm)

Rata-rata P3 (%)

akumulasi P3 (%)

20 850 > 850 0.06

30 600 601 - 850 0.44

40 425 426 - 600 4.85

50 300 301- 425 9.20

70 212 213 - 300 13.17

100 150 151 - 212 16.80

140 106 107 - 150 15.71

200 75 76 - 106 16.64

325 45 46 - 75 19.93

(35)

25

Grafik 1. Perbandingan Fraksi Massa Partikel Oversize

Keterangan:

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Melalui Grafik 1 dapat terlihat perbandingan fraksi massa partikel oversize antar sampel yang diperoleh dari pengolahan data hasil pengujian dengan sieve shaker. Grafik batang menunjukkan menunjukkan persentase fraksi massa dengan pertikel berukuran kurang dari 46µm (0-45 µm), dalam rentang 46-300 µm, dan berukuran lebih dari 300 µm. Dari keseluruhan sampel dapat terlihat fraksi massa terbesar terdapat pada ukuran partikel 46-300 µm, yakni rentang sesuai standar spesifikasi perusahaan. Sampel S-01, S-02, dan S-03 memenuhi standar spesifikasi perusahaan, yakni fraksi massa partikel oversize

(36)

26

6.1. Produk Flavour Bubuk & Distribusi Ukuran Partikel sebagai Parameter

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk persentase distribusi ukuran partikel dari sampel Seasoning A dengan perlakuan jenis gula lokal yang berbeda dari 4 sampel.

Seasoning ini akan diaplikasikan terhadap base berupa produk keripik kentang dari

customer. Menurut Schubert (1987) dalam Barbosa-Cánovas et al. (2005), selain sebagai seasoning keripik kentang, flavour berwujud bubuk juga umum diaplikasikan pada produk makanan dengan sifat savory lain (puffed snack seasoning dan bumbu mie instan) serta produk makanan dengan sifat sweet (sereal, cemilan manis, serta bahan campuran kue dan minuman). Pengetahuan mengenai karakteristik produk bubuk menjadi sangat penting karena sifatnya yang cepat mengalami penurunan kualitas dan perubahan kondisi (Schubert, 1987 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005). Penelitian ini berfokus pada salah satu karakteristik penting dari produk berwujud bubuk, yakni distribusi ukuran partikel. Barbosa-Cánovas et al. (1985) dalam Barbosa-Cánovas et al.

(2005) menyatakan bahwa ukuran partikel serta distribusinya menjadi penentu karakteristik bulk density, compressibility, dan kemampuan alir dari bubuk. Perbedaan ukuran partikel produk bubuk dapat menimbulkan agregasi partikel yang seharusnya mengalir dengan bebas (karakter free flowing) (Barbosa-Cánovas et al., 1985 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005). Karakteristik free flowing dari produk seasoning keripik kentang merupakan poin yang penting untuk diperhatikan, karena berdampak pada kelancaran proses produksi keripik kentang. Maka dari itu, penelitian ini berfokus untuk menganalisis distribusi ukuran partikel dari Seasoning A yang dihasilkan dari jenis gula lokal sebagai perlakuan.

Penelitian ini berfokus pada karakteristik fisik yaitu distribusi ukuran partikel dari produk Seasoning A yang akan dipakai sebagai bahan baku kegiatan produksi customer. Berdasarkan teori yang dikemukakan Davies (1984) dalam Barbosa-Cánovas et al.

(37)

27

suatu partikulat dinyatakan sebagai powder ketika memiliki ukuran partikel median (sebanyak 50% dari partikel bahan lebih kecil dari ukuran median dan 50% lebih besar) kurang dari 1 mm.

Sebelum produk flavour bubuk di-release, Divisi Quality Control (QC) melakukan beberapa pengujian/analisis untuk memastikan kesesuaian produk. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap produk flavour bubuk dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Form Permintaan Analisis kepada Divisi Quality Control

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat form yang dikeluarkan oleh Sample Lab dan dikirimkan beserta dengan sampel produk yang telah dihasilkan kepada Divisi QC. Beberapa pengujian yang dilakukan Divisi QC terhadap sampel flavour bubuk, seperti

(38)

Appearance : Pengukuran terhadap karakteristik fisik sampel, salah

satunya distribusi ukuran partikel.

 Uji LOD (Loss on drying) : Pengukuran kandungan air dan bahan volatil pada sampel dengan mengeringkan sampel pada kondisi tertentu.

 TPC (Total Plate Count) : Analisis mikrobiologi untuk menentukan jumlah

mikroba dengan melakukan pengenceran dan perhitungan jumlah koloni bakteri.  Coliform & E. coli : Deteksi keberadaan Coliform dan bakteri E. coli.

 Mould : Deteksi keberadaan jamur.

 Moisture Content : Pengukuran kelembaban menggunakan alat dengan

prinsip uji Karl Fischer.

 Uji Sensori : Uji organoleptik meliputi rasa, bau dan tampilan.

6.2. Karakteristik Fisik Beberapa Jenis Gula Lokal

Pada penelitian ini dilakukan pengujian nilai distribusi ukuran partikel dari 4 sampel produk Seasoning A dengan perbedaan jenis gula yang digunakan sebagai bahan baku. Keempat jenis gula yang digunakan merupakan gula lokal yang akan menempati porsi 45% dari total komposisi produk, dimana setiap gula memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memberi pengaruh terhadap karakteristik fisik produk Seasoning A

yang dihasilkan.

(39)

29

Tabel 6. Karakteristik 4 Jenis Gula Lokal dalam Penelitian

(Certificate of Analysis ; IFF Database)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat karakteristik dari setiap jenis gula lokal yang diperoleh dari Certificate of Analysis (CoA) pemasok serta IFF Database, dimana karakteristik yang berbeda dari gula akan mempengaruhi karakteristik produk seasoning

yang dihasilkan. Gula kastor dapat disimpan pada rentang suhu yang lebih luas dibandingkan 3 jenis gula lokal lain. Selain itu, gula kastor juga memiliki persentase gula pereduksi tertinggi dan batas kandungan SO2 paling tinggi dibandingkan 3 jenis

gula lokal lain. Gula kastor (S-01) berbentuk bubuk kristal halus dengan tambahan

anticaking agent berupa pati jagung (maize starch) sehingga memiliki karakterer free flowing yang baik. Milled Sugar with Anticaking juga mengandung anticaking agent

yaitu Tixosil-38. Namun dari segi umur simpan, gula kastor dapat mempertahankan kualitasnya hingga 12 bulan, sementara Gula Rafinasi (S-04) mampu bertahan 6 bulan

S-01 S-02 S-03 S-04

Gula kastor Milled sugar/ icing sugar

Milled sugar with

anticaking Gula rafinasi

Gula bubuk dengan tambahan maize starch 2% sebagai

anticaking agent

Sukrosa (C12H22O11)

Sukrosa (C12H22O11),

anticaking agent (0.25% Tixosil-38)

Bubuk kristal halus Bubuk Bubuk (Kristal yang

telah digiling) Bubuk kristal

Putih Putih Putih Putih

Manis tanpa rasa asing

Manis tanpa rasa asing

Manis tanpa rasa

asing Manis

Tidak berbau Tidak terdapat bau asing

Tidak terdapat bau

asing Tidak berbau

99% 99% 99.75% 99%

0.20% 0.04% 0.04% 0.04%

1.00% 0.05% 0.05% 0.05%

5-35°C, kelembaban relatif <50%

20-24°C, Kelembaban relatif <65%

20-24°C, kelembaban relatif <65%

10-21°C, tempat gelap dan sejuk

< 0.3 ppm 0.06 ppm 0.06 ppm < 0.06 ppm

12 bulan 2 minggu 1 bulan 6 bulan

0.99 1.09 1.09 0.64

Kondisi penyimpanan

SO₂ (mg/kg) (Kadar maks. =2

(40)

dan gula lain jauh lebih singkat. Hal ini menjadikan gula kastor pilihan terbaik bila dilihat dari segi kualitas, umur simpan dan kemudahan kondisi penyimpanan. Namun berdasarkan harga yang ditawarkan, Gula Rafinasi (S-04) paling unggu karena dapat diperoleh dengan harga paling rendah, sementara Gula Kastor (S-01) menempati posisi terendah ke-dua.

Secara kasat mata, penampakan fisik dari masing-masing gula lokal dapat dilihat pada Gambar 5.

S-01 (Gula Kastor) S-02 (Sugar Milled)

S-03 (Sugar Milled with Anticaking) S-04 (Gula Rafinasi)

Gambar 5. Penampakan Fisik Masing-masing Gula Lokal dalam Penelitian.

(41)

31

Sementara secara kasat mata dapat dilihat bahwa Gula Rafinasi (S-04) memiliki partikel yang paling besar dibandingkan gula lokal lain dalam penelitian ini. Karakteristik fisik mengenai ukuran partikel yang lebih akurat diperoleh dari uji kuantitatif menggunakan metode pengayakan.

6.3. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel dengan Metode Pengayakan

Kepentingan pengendalian kualitas bahan menyebabkan representasi distribusi ukuran partikel dari flavour bubuk sangat dibutuhkan. Barbosa-Cánovas et al. (2005) mengemukakan 5 metode pengukuran distribusi ukuran partikel berdasarkan peralatan/instrumen yang digunakan, yakni pengayakan (sieving), teknik perhitungan mikroskopis, sedimentasi, dan stream scanning (pembacaan aliran).Pada pengujian kali ini, penulis menggunakan instrumen dengan metode pengayakan atau sieving, yaitu

sieve shaker. Pengayakan merupakan salah satu metode yang dianggap paling berguna, sederhana, dan tidak mahal dalam menganalisis ukuran partikel. Teknik ini menggunakan prinsip kesamaan geometri (geometry similarity). Metode pengayakan merupakan satu-satunya metode pengukuran distribusi ukuran partikel berdasarkan massa partikel dari setiap rentang ukuran. Ukuran partikel ditentukan oleh lubang (apertures) ayakan yang dapat atau tidak dapat dilewati partikel (Barbosa-Cánovas et al., 2005).

Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium Quality Control IFF – PT Essence Indonesia menggunakan W. S. TYLER® RO-TAP® RX-29 (www.wstyler.com). Sesuai pernyataan Barbosa-Cánovas et al. (2005), dengan gerakan sirkular horizontal dan gerakan mengetuk vertikal, maka alat ini tepat digunakan untuk memperoleh hasil uji distribusi ukuran partikel yang konsisten dan akurat karena selama pengoperasian akan terjadi pembagian partikel-partikel bahan pada setiap tingkatan mesh dengan melewati celah kritis (lebih kecil/sesuai ukuran partikel) pada media uji.

Pada pengujian digunakan “Tyles Sieve Shaker”, yakni sebutan untuk rangkaian ayakan

(42)

berdasarkan ISO (International Standardization for Organization) dan ASTM (American Society for Testing and Materials) pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa penelitian ini cukup sesuai dengan teori yang ada. Masing-masing memiliki rasio ukuran lubang

dengan deret √2 sesuai standar, kecuali pada 200 mesh terhadap 325 mesh yang seharusnya setelah ayakan 200 mesh ditempatkan 270 mesh kemudian 400 mesh (bila

mengikuti rasio deret √2). Penetapan rangkaian ayakan 325 mesh dikarenakan pertimbangan terhadap penetapan pembatasan rentang ukuran partikel minimum yaitu 45 µm sesuai ukuran lubang ayakan 325 mesh. Partikel yang lebih kecil dari ukuran minimum tidak memiliki gaya gravitasi yang cukup kuat untuk melawan kecenderungannya untuk menempel pada satu sama lain dan terhadap media ayakan (Allen, 1981; Herdan, 1960 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005).

Pengujian diawali dengan pembuatan keempat sampel produk Seasoning A dengan perlakuan beda jenis gula lokal yang digunakan dalam formula. Mempertimbangkan kebutuhan pengukuran menggunakan sieve shaker yang memiliki ketentuan sampel (umpan) minimal 100 gram, maka dalam setiap pengulangan dibuat sampel sejumlah 500 gram dengan penyesuaian formula (kuantitas dilebihkan 100 gram karena mempertimbangkan loss selama proses serta kemudahan proses penimbangan bahan). Dari keempat sampel yang diperoleh (S-01; S-02; S-03; S-04), pengukuran distribusi ukuran partikel akan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Untuk memudahkan pengujian, mempersingkat waktu, serta mengurangi faktor pembeda, pembuatan sampel untuk tiga kali pengujian direncanakan dibuat dalam satu batch (formula disesuaikan untuk membuat produk sejumlah 1500 gram).

Dari 100% total jumlah produk Seasoning A, gula menempati porsi 45%. Dalam satu kali pembuatan sampel, terlebih dahulu dibuat base, yaitu campuran bahan selain gula yang menempati porsi 55% dari produk. Base yang telah dibuat kemudian dibagi untuk setiap perlakuan (total 4 perlakuan) masing-masing sebesar 55 gram. Masing-masing

(43)

33

seorang tenaga ahli yaitu compounder di Sample Lab IFF – PT Essence Indonesia. Masing-masing sampel kemudian diukur nilai distribusi ukuran partikelnya menggunakan W. S. TYLER® RO-TAP® RX-29 Sieve Shaker yang berlokasi di Laboratorium Quality Control PT Essence Indonesia.

Sesuai pernyataan Barbosa-Cánovas et al. (2005), pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan alat Ro-Tap sieve shaker diawali dengan penumpukan ayakan berdasarkan urutan ukuran lubang yang semakin meningkat. Pada pengujian ini secara berurutan (dari bawah) digunakan pan kemudian ayakan 325 mesh, 200 mesh, 140 mesh, 100 mesh, 70 mesh, 50 mesh, 40 mesh, 30 mesh, dan 20 mesh. Sampel sebanyak 100 gram yang telah siap diuji kemudian diletakkan pada ayakan 20 mesh (ukuran lubang terbesar) lalu ayakan ditutup dengan penutup besi. Rangkaian ayakan kemudian dapat diletakan pada alat sieve shaker untuk dioperasikan selama 5 menit.

Barbosa-Cánovas et al. (2005) menyatakan bahwa hal terakhir yang harus dilakukan dalam pengukuran distribusi ukuran partikel adalah penentuan berat fraksi yang tertahan pada setiap ayakan. Berat fraksi yang tertahan pada setiap ayakan dapat diketahui dari selisih berat setiap ayakan sebelum dan sesudah pengoperasian alat sieve shaker. Hasil pengukuran merupakan berat awal dan akhir dari setiap ayakan dalam rangkaian yang digunakan untuk mengetahui berat partikel tertahan (berat fraksi partikel oversize), sehingga dapat diketahui persentase fraksi partikel oversize. Hasil pengujian kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dibandingkan standar yang telah ditetapkan perusahaan untuk nilai persentase distribusi ukuran partikel, dimana fraksi dengan ukuran partikel lebih dari 300 µm dan kurang dari 45 µm tidak diperbolehkan melebihi 10% dari total berat sampel. Umumnya, IFF telah memiliki ketentuan tersendiri untuk produk seasoning, namun beberapa customer mengajukan standar perusahaannya. Salah satu penentu standar tersebut adalah spesifikasi alat yang digunakan customer

(44)

6.4. Hasil Pengujian Distribusi Ukuran Partikel

Berdasarkan analisis hasil pengujian keempat sampel yang ditampilkan dalam tabel hasil pengamatan, diketahui bahwa terdapat 1 sampel yang tidak memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian 3 kali pengulangan yang kemudian dirata-rata, ditemukan bahwa gula rafinasi (R1) ditemukan memiliki persentase fraksi partikel berukuran > 300 µm yang melampaui standar. Maka gula rafinasi (S-04) dapat dipastikan tidak dapat dijadikan alternatif untuk digunakan dalam formula Seasoning A. Hal ini dikarenakan nilai distribusi ukuran partikel tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang diajukan oleh customer.

Tingginya persentase fraksi dengan ukuran partikel yang terlampau besar disebabkan karakteristik bahan baku itu sendiri, yakni gula rafinasi. Sesuai dengan penampilan fisiknya yang dapat dilihat pada Gambar 6 yaitu perbandingan penampakan fisik jenis-jenis gula yang digunakan dalam uji, gula rafinasi terlihat memiliki tekstur partikel yang lebih kasar dan besar dibandingkan jenis-jenis gula lain. Berdasarkan Tabel karakteristik jenis-jenis gula, gula rafinasi memiliki tekstur bubuk kristal. Gula rafinasi yang diperoleh dari pemasok umumnya masih berbentuk kristal seperti gula pasir. Maka sebelum penggunaan, diperlukan adanya tahap penggilingan gula menggunakan sugar grinding machine. Tahap penggilingan menghasilkan bahan dengan ukuran partikel lebih kecil, namun partikel gula kastor hasil penggilingan tetap tidak dapat menghasilkan produk flavour dengan distribusi ukuran partikel yang sesuai dengan standar spesifikasi.

S-04 Sebelum Penggilingan S-04 Setelah Penggilingan

(45)

35

Setelah gula rafinasi (S-04), gula dengan persentase fraksi massa partikel oversize yang terbesar pada rentang ukuran partikel lebih besar dari 300 µm adalah S-01, yaitu gula kastor. Namun, persentase tersebut masih berada di bawah batas spesifikasi standar. Secara berurutan, persentase fraksi massa partikel oversize pada rentang ukuran partikel diluar spesifikasi (<45 µm dan >300 µm) adalah sugar milled (S-02) lalu sugar milled with anticaking (S-03). Hasil pengujian memiliki kesesuaian dengan gambar penampakan fisik dari jenis-jenis gula lokal yang digunakan. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa gula S-03 (sugar milled with anticaking) memiliki tekstur partikel yang paling halus dibandingkan 3 gula jenis lain.

Berdasarkan Grafik 1, grafik batang menunjukkan perbandingan fraksi massa partikel

(46)

Gula kastor (S-01) telah digunakan pada proses produksi komersial dari formula produk

Seasoning A. Penentuan penggunaan gula kastor sebagai pengganti gula Thailand diputuskan dengan mempertimbangkan tidak hanya karakter fisik (distribusi ukuran partikel) namun juga karakteristik sensori dengan uji organoleptik serta mempertimbangkan karakter dari bahan baku gula itu sendiri. Dibandingkan sugar milled (S-02) dan sugar milled with anticaking (S-03), kelebihan dari gula kastor (S-01) adalah umur simpan yang lebih panjang serta kondisi penyimpanan yang lebih mudah dicapai. Umur simpan gula kastor adalah 12 bulan, waktu tersebut merupakan periode terpanjang dibandingkan 3 jenis gula lain, dimana gula rafinasi dapat bertahan selama 6 bulan, sugar milled with anticaking dapat bertahan 1 bulan dan milled sugar hanya mampu bertahan selama 2 minggu. Umur simpan yang semakin panjang memudahkan

compounder dalam membuat sampel produk karena stok yang tersisa dari proses produksi sebelumnya masih dapat digunakan, hal ini juga berlaku pada skala produksi. Sementara kondisi penyimpanan gula kastor yang mudah dicapai yaitu suhu 5-35oC dengan kelembaban relatif 50%. Kondisi penyimpanan tersebut, dibandingkan dengan gula rafinasi yang membutuhkan rentang suhu 10-21oC, serta milled sugar dan milled sugar with anticaking yang membutuhkan rentang suhu 20-24oC, lebih mudah dicapai karena menyerupai suhu ruang. Kondisi penyimpanan dengan suhu yang tidak sesuai akan mempercepat kerusakan pada bahan, sehingga batas suhu maksimal 35oC dari gula

kastor lebih aman dibandingkan batas maksimal gula rafinasi (21oC) dan sugar milled with anticaking (24oC).

Melalui uji ini diperoleh data bahwa saat ini, penggunaan gula kastor dalam formula masih menghasilkan produk dengan nilai distribusi ukuran partikel yang sesuai dengan standar spesifikasi. Sesuai dengan fokus pada penelitian ini, berdasarkan pengujian terhadap distribusi ukuran partikel ditemukan bahwa, selain gula kastor, sugar milled

(S-02) dan sugar milled with anticaking (S-03) dapat menghasilkan produk flavour

(47)

37

penentu dari bulk density, compressibility, dan kemampuan aliran dari bubuk bahan pangan (Barbosa-Cánovas et al., 1987 dalam Barbosa-Cánovas et al., 2005), dalam menjalankan misi nya IFF – PT. Essence Indonesia tetap harus mengutamakan kesukaan dari konsumen, yakni salah satunya dengan riset konsumen menggunakan metode uji sensori.

Dalam pelaksanaan pengujian terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor-faktor penyebab berkurangnya akurasi dari hasil pengukuran serta data yang diperoleh. Barbosa-Cánovas et al. (2005) menyatakan bahwa analisis dengan menggunakan ayakan dapat menghasilkan data yang variatif dikarenakan metode penggerakan ayakan maupun partikel, durasi pengoperasian alat, jumlah partikel dari ayakan serta sifat fisik partikel yang diuji (bentuk, kelengketan, dan kerapuhan). Pada pengujian, total berat sampel yang digunakan tidak selalu konstan pada setiap pengujian dikarenakan awalnya masing-masing sampel dibuat dalam jumlah 100 gram. Namun pada proses perpindahan dari plastik kepada ayakan 20 mesh terdapat sejumlah sampel yang menempel pada plastik serta pada besi penutup sieve shaker, sehingga terjadi pengurangan total sampel. Dalam penentuan hasil pengukuran, terdapat ketentuan berdasarkan DIN 66 165 bahwa,

sieving loss (selisih dari total sampel yang terukur sebelum pengayakan dengan total sampel hasil akumulasi berat fraksi partikel oversize (W3)) tidak diperbolehkan lebih

(48)

38

 Pengukuran distribusi ukuran partikel yang dilakukan menggunakan metode

pengayakan dapat dilakukan dengan alat sieve shaker yang dioperasikan selama 5 menit, menggunakan 9 ayakan (20 mesh, 30 mesh, 40 mesh, 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, 200 mesh, dan 325 mesh).

 Distribusi ukuran partikel diperoleh dalam bentuk persentase fraksi massa partikel

oversize pada masing-masing ayakan.

 Standar spesifikasi distribusi ukuran partikel untuk Seasoning A adalah persentase

fraksi massa partikel dengan ukuran kurang dari 45 µm dan persentase fraksi massa partikel dengan ukuran lebih besar dari 300 µm tidak melampaui 10%

 Berdasarkan karakteristik distribusi ukuran partikel, Gula Kastor (S-01), Milled Sugar (S-02), dan Milled Sugar with Anticaking (S-03) dinyatakan telah sesuai dan berpotensi sebagai gula dalam bahan baku produksi Seasoning A.

 Berdasarkan karakteristik distribusi ukuran partikel, Refined Sugar (S-04)

dinyatakan tidak sesuai dan tidak berpotensi sebagai gula dalam bahan baku produksi Seasoning A.

(49)

39

8. DAFTAR PUSTAKA

Allen, T. (1981). Particle Size Measurement. Chapman & Hall, London.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-02-3140-2006. Gula Kristal Rafinasi. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

---. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-01-3140-2008. Gula Kristal Mentah. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

---. 2010. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-03-3140-2010. Gula Kristal Putih. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Barbosa- Cánovas. Gustavo V., Enrique Ortega-Rivas, Pablo Juliano, dan Hong Yan. (2005). Food Powders: Physical Properties, Processing, and Functionality. Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York.

Barbosa-C´anovas, G.V., M´alave-L´opez, J. and Peleg, M. (1985). Segregation in food powders. Biotechnol. Prog. 1: 140–146.

---. (1987). Density and compressibility of selected food powders mixture. J. Food Process Eng. 10: 1–19.

Davies, R. (1984). Particle size measurement: experimental techniques. In Handbook of Powder Science and Technology, Fayen, M.E. and Otten L. (eds.). Van Nostrand Reinhold, New York.

Herdan, G. (1960). Small Particle Statistics. Butterworths, London.

Peleg, M. (1977). Flowability of food powders and methods for its evaluation—a review. J. Food Process Eng. 1: 303–328.

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor Gula, PMP No. 117 Tahun 2015.

(50)

40

9.1. Hasil Pengujian

Lampiran 1. Hasil Pengujian S-01

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Spesifikasi standar : Ʃ (P3> 300 µm) ≤ 10%

Spesifikasi standar : Ʃ (P3< 45 µm) ≤ 10%

W0 (g) W1 (g) W3 (g) P3 (%) W0 (g) W1 (g) W3 (g) P3 (%) W0 (g) W1 (g) W3 (g) P3 (%)

20 850 > 850 281.81 282.00 0.19 0.19 289.85 289.97 0.12 0.12 289.47 289.76 0.29 0.29 0.20

30 600 601 - 850 276.61 276.86 0.25 0.25 279.50 279.96 0.46 0.47 279.12 279.83 0.71 0.71 0.48

40 425 426 - 600 255.74 257.04 1.30 1.30 257.39 258.50 1.11 1.13 256.49 258.29 1.80 1.80 1.41

50 300 301 - 425 246.13 249.08 2.95 2.95 245.39 249.25 3.86 3.92 245.03 249.00 3.97 3.97 3.61

70 212 213 - 300 233.74 242.48 8.74 8.75 237.10 246.40 9.30 9.44 236.85 246.71 9.86 9.85 9.35

100 150 151 - 212 228.89 243.73 14.84 14.86 223.96 240.45 16.49 16.74 224.04 241.12 17.08 17.07 16.22

140 106 107 - 150 220.98 236.92 15.94 15.96 219.35 237.18 17.83 18.10 219.27 237.98 18.71 18.70 17.59

200 75 76 - 106 215.88 234.82 18.94 18.96 216.40 239.02 22.62 22.97 216.31 239.58 23.27 23.26 21.73

325 45 46 - 75 214.87 246.1 31.23 31.27 212.34 236.93 24.59 24.97 211.80 235.46 23.66 23.65 26.63

Pan 0 < 46 278.30 283.79 5.49 5.50 278.32 280.43 2.11 2.14 278.30 279.01 0.71 0.71 2.78 2.78 → Fraksi <45 µm

Rata-rata P3 (%)

5.70 → Fraksi > 300

µm

akumulasi P3 (%) S-01

No.

(Mesh) X (µm)

(51)

41

Lampiran 2. Hasil Pengujian S-02

Keterangan:

X : Ukuran Bukaan (µm) W0 : Berat Ayakan Awal (g)

W1 : Berat Ayakan Akhir (g)

W3 : Berat Fraksi Partikel Oversize (g)

P3 : Fraksi Massa Partikel Oversize (%)

Spesifikasi standar : Ʃ (P3 > 300 µm) ≤ 10%

Spesifikasi standar : Ʃ (P3< 45 µm) ≤ 10%

W0 (g) W1 (g) W3 (g) P3 (%) W0 (g) W1 (g) W3 (g) P3

Gambar

Tabel 6. Karakteristik 4 Jenis Gula Lokal dalam Penelitian ..................................................
Gambar 6. Perbandingan penampakan Fisik Gula Rafinasi Sebelum dan Sesudah
Grafik 1. Perbandingan Fraksi Massa Partikel Oversize ........................................................
Tabel 1. Rangkaian Ayakan Standar
+7

Referensi

Dokumen terkait

selama ini hanya menggunakan pembelajaran dengan cara konvensional dan penggunaan media belajar, meskipun dilakukan, namun dianggap tidak membantu hasil belajar peserta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok pasien yang diberikan parasetamol intravena perioperatif 1000 mg 30 menit sebelum induksi kemudian dilanjutkan tiap

Manfaat penelitian adalah dapat memberikan informasi mengenai bobot potong dan lokasi otot yang tepat pada kambing Jawarandu dalam menghasilkan daging dengan

Maka dari itu, ada beberapa pilihan media yang bisa mendukung pelestarikan kesenian Jaran Kencak ini, salah satunya adalah dengan fotografi, untuk memperkenalkan seni Jaran

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi

Berdasarkan indeks kesesuaian kawasan ekowisata (IKW) menunjukan bahwa stasiun 1 terkategori S2 atau sesuai untuk kegiatan ekowisata snorkeling dikarenakan tutpan

Berpuluh tahun program dan sikap pastoral Gereja menganggap bidang- bidang pastoral (seksi-seksi/komisi-komisi) sebagai setara dan terpisah-pisah. Di wilayah pastoral