i
PRASANGKA RASIAL MAHASISWA CINA TERHADAP
MAHASISWA NON-CINA DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : Tanti Sukowati NIM : 039114068
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“IA membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya, bahkan IA memberikan
kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang
dilakukan ALLAH dari awal sampai akhir...”
Pengkotbah 3 : 11
When I born, I Black,
When I grow up, I Black,
When I go in Sun, I Black, When I scared, I Black,
When I sick, I Black, And when I die, I still black..
And you White fella…,
When you born, you Pink, When you grow up, you White, When you go in Sun, you Red,
When you cold, you Blue,
When you scared, you Yellow, When you sick, you Green,
And when you die, you Gray..
v
Bijaksanalah dalam hidup, hargai setiap detail kesempatan dalam hidupmu..
Di saat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan
Di saat sedih selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan
Di saat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali
Dan selalu ada kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita
Bila kita menghargai kesempatan kecil, maka ia akan menjadi sebuah kesempatan besar
Bila kita setia pada perkara kecil, maka kita akan mendapat perkara yang besar...
(Suara Merdeka, 2000)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Allah Bapa, Tuhan dan Rajaku Yesus Kristus
Mama....
Papi...
Kakak-kakakku...
My Little Angels...
Dia yang dengan penuh kesabaran
viii
PRASANGKA RASIAL MAHASISWA CINA TERHADAP MAHASISWA NON-CINA DI YOGYAKARTA
Tanti Sukowati
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai tinggi rendahnya prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di Yogyakarta dengan subjek sebanyak 100 orang mahasiswa beretnis Cina asli. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala berdasarkan 3 aspek yaitu kognisi negatif, afeksi negatif, dan konasi negatif. Keseluruhan aitem berjumlah 75 aitem. Analisis aitem menggunakan Product Moment Pearson. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,974.
Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 59% subjek berada pada tingkat prasangka yang rendah dan 20% berada pada tingkat sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang baik antara mahasiswa Cina dan mahasiswa non-Cina. Tidak ada perbedaan tingkat prasangka rasial berdasarkan jenis kelamin, usia, dan universitas.
ix
CHINESE STUDENT’S RACIAL PREJUDICE TO NON-CHINESE STUDENTS IN YOGYAKARTA
Tanti Sukowati
Psychology Faculty Sanata Dharma University
ABSTRACT
This research was a descriptive research. This research was aimed to know the tendency of Chinese student’s racial prejudice to Nom-Chinese students in Yogyakarta.
The method used in this research was quantitative method. The data gathered from this research was analyzed by descriptive statistic analysis. Research was conducted in Yogyakarta. The total subject in this research was 100 Chinese students. The instrument for this research was made by researcher, based on 3 attitude indicator: negative cognition, negative affective, negative conation. There were 75 items in the instrument. Items were analyzed using The Product Moment Pearson Correlation. Reliability is analyzed by Cronbach Alpha obtain of coefficient reliabilities of equal to 0,974.
The result showed there is 59% of the subjects were in the low level of racial prejudice and 20% of the subjects were in very low level. The result showed that Chinese student’s racial prejudice to non-Chinese students in Yogyakarta is low. It was caused by good interaction between Chinese students and non-Chinese students in Yogyakarta. There were no differences racial prejudice level based on gender, age, and university.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang hidup dan perkasa. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya bahkan Ia menciptakan keajaiban-keajaiban dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Kuasa dan uluran tangan-Nya menyempurnakan setiap pekerjaan kita, dan berkat kasih-Nya yang tak berkesudahan jugalah tugas penulisan skripsi ini dapat selesai.
Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. My Shepherd, My Savior, My Lord Jesus Christ, “Thanks for Your blessings
Father… Without You I’m nothing…”
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S. Psi. M. Si., dan Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi., Psikolog, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian. 4. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M. S.Psi., M. Si. selaku Ketua Program Studi
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, ”Makasih buat saran, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama pembuatan skripsi saya ya bu… Banyak
xi
5. Ibu Kristiana Dewayani, S. Psi, M. Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah memberi banyak masukan, kritik dan saran yang berguna terhadap penulis.
6. Bapak YB. Cahya Widiyanto, S. Psi. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah memberi banyak masukan, kritik, dan saran yang berguna terhadap penulis. 7. Mas Gandung, Mba Nani, Mas Muji, Mas Dony, ”Makasih buat bantuan
kalian selama ini... Maaf dah sering ngerepotin kalian...^^”
8. Pak Gie, Primadona Psikologi dan orang besar di mata saya, ”Pak, makasih buat bunganya…so sweet…^^ Makasih juga buat kerendahan hatinya... Saya
belajar banyak dari bapak dalam hal kerendahan hati... ”
9. Mama tersayang,”Makasih buat doa, kasih sayang, dan kepercayaan yang mama kasih... Sekarang saatnya bikin mama bangga...^^ I Love u Mom...”
10.Papi...”Makasih pi buat dukungannya baik materiil maupun spirituil... I Love u dad...What about u?!I know u love me too...^^”
11.Ko Pupuk & Soso Yenli, Ko Ince & Soso Revi, Ko Iwan & Soso Lingling, Ko Ingsun & Soso Lia, ”Thanks God bisa punya koko & soso seperti kalian... Makasih buat semuanya...I Love u all!”
12.Dennis, Dewdew, Selvy, Henry, Meli, Epen, Juan, Especially Defa.. ” U are my little angels… Kuku sayang kalian… Sekolah yang pinter biar bisa nyusul
kuku yaa... Defa, makasih dah bantuin kuku masukin data...^^”
xii
14.Bapak Branch Auditor Junjungan Mula Sangap, S.E., “Makasih buat doa, support, kasih sayang, and semuanya…U’r the man that makes me
stronger…Lo dah jadi inspirasi gue buat nemuin judul skripsi gue ini..!
Thanks Prince…^^”
15.My Transporter, papah JoE...”Thanks God I know you…Thanks for our togetherness in every single moments…Makasih buat semua bantuan,
dukungan, doa, kesabaran, and perhatiannya ya JoE…I’ve learn so many
things from u…Ternyata gak semua malaikat punya sayap…!^^”
16.Len, Linda, Mamah Ohaq, Kak Kreez, Marient, Abang Uchox & Mba Amel, Tha-Qe WeeLee, Mba Anna, Nyitnyit, Adib, ci Vin, Mba Dewi, Donat, Tanti’o2, Mas Sigit, ”Makasih dah mau jadi temanku…Makasih buat semua dukungan dan perhatian kalian...Kalian bikin hidup jadi lebih berwarna…”
17.Pak Minta Istono, S. Psi., M. Si., selaku dosen favorit saya…”Makasih ya pak buat kebersamaannya... Sukses terus ya pak!!^^ Hidup Hitam…!hehehe…”
18.Buat Andre…”Makasih buat 3,5 tahunnya…^^”
19.Yoko, Meidi, Yosi, Miera, Ratih, Krisna…”Yei Mos RaXTi are friends forever…Gak ada gue, gak rame! wkwkwk…”
20.Kak Sony, Kak Yo’, Yoan, and semua temen-temen PMK EBENHAEZER,
”Makasih buat semua kebersamaan kita dalam Yesus... Terus maju, jadi
terang and berkat buat orang-orang di sekitar kalian... Seperti kalian udah
jadi berkat buat aku...” Especially Mamih Devi, Bunda Ine,”Makasih dah sempet mengukir nama kalian di hatiku... Ga nyangka bisa deket sama
xiii
21.Semua Temen-temen KKN: Abe, Eka, Surya, Ginting, Nila, Arnie, Dian, Mba Enny, ”Makasih dah mau berbagi dalam susah maupun senang selama 3 minggu di Gaswangi tercinta...Unforgetable Moments...”
22.Temen-temen Kost Sariayu (Nur, Lia, Presty, mba Iin, dkk.), Kost 99999 (Ci Emy, Ci Jule, Mba Ma’ia, Kokoh Diana, Mba Bora, Mba Tari, dkk.), Kost Patria (Seoul, dede Andri, Angga, Burung, Dedy, Dadith, Andis, Pur, Yosafat, Ade, Gompis, Kriting, Wili, Edu, dkk.), ”Makasih dah menemani hari-hari gue selama hampir 5 ta’on gue di Jogja...”
23.Bapak dan Ibu Guru, Dosen, dan semua orang yang telah mengajariku banyak hal,”Makasih dah mengenalkan dunia pendidikan kepadaku... Jasamu tiada tara...”
24.Semua orang yang pernah penulis kenal dan telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga memiliki kekurangan di dalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis sangat menghargai segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari pembacanya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Yogyakarta, Maret 2008
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………...……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……...…………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Prasangka Rasial ... 7
1. Pengertian Prasangka ... 7
2. Teori Prasangka ... 8
3. Indikator Prasangka ... 13
4. Faktor-faktor Penyebab Prasangka... 14
B. Mahasiswa ... 17
1. Pengertian Mahasiswa ... 17
2. Mahasiswa Cina di Yogyakarta ... 18
xv
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Variabel Penelitian ………. 26
C. Definisi Operasional ………... 26
D. Subjek Penelitian ……… 27
E. Alat Pengumpulan Data ... 28
F. Pertanggung Jawaban Mutu ... 30
1. Validitas Isi ... 30
2. Seleksi Aitem ... 30
3. Reliabilitas ... 31
G. Metode Analisis Data ... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Orientasi Kancah Penelitian ... 32
B. Persiapan Penelitian ... 32
1. Uji Coba Alat Ukur ... 32
2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta ... 32
3. Pelaksanaan Penelitian ... 34
C. Hasil dan Pembahasan ... 35
1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 35
2. Uji Normalitas ... 37
3. Kategorisasi ... 38
4. Data Demografi ... 39
5. Uji Perbedaan ... 43
6. Pembahasan ... 45
BAB V. PENUTUP ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
xvi
DAFTAR TABEL
TABEL 1: Blue Print ... 29
TABEL 2: Penyebaran Aitem Skala Prasangka ... 29
TABEL 3: Distribusi Skala Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta ... 33
TABEL 4: Deskripsi Data Penelitian ... 35
TABEL 5: Aspek-aspek Prasangka ... 36
TABEL 6: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 37
TABEL 7: Kategorisasi Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta... 38
TABEL 8: Data Demografi ... 39
TABEL 9: Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin (Independent Sample T-test) ... 44
TABEL 10: Uji Beda Berdasarkan Usia (Independent Sample T-test) ... 44
xvii
DAFTAR GRAFIK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan yang relatif berbeda. Menurut Barnouw (dalam Matsumoto, 2004), budaya dapat didefinisikan sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan media utama bagi anak dalam membentuk sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku. Oleh karena itu, anak dalam budaya tertentu memiliki nilai, sikap, keyakinan, atau perilaku yang berbeda dengan anak dari budaya lain. Perbedaan kebudayaan ini tentu saja akan menciptakan adat istiadat yang berbeda dalam tiap suku bangsa.
Adat kebiasaan yang berbeda akan menciptakan sikap etnosentrisme pada diri masing-masing individunya. Etnosentrisme menurut Guilford (dalam Helmi, 1991) adalah kecenderungan individu dalam menilai kebudayaan sendiri sebagai yang terbaik dan menggunakan norma kebudayaannya sebagai tolak ukur untuk menilai kebudayaan lain. Soekanto (1992) juga mengatakan bahwa etnosentrisme adalah sikap yang menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan menggunakan norma yang ada dalam kebudayaannya.
pihak di luar anggota kelompok (out group). Hubungan sosial itu biasanya akan lebih banyak dilakukan antar anggota daripada dengan pihak luar. Hal itu disebabkan karena konsep etnosentrisme yang mengandung dimensi sikap positif dan negatif. Sikap positif adalah unsur kebanggaan terhadap kelompoknya, sedangkan sikap negatif adalah anggapan bahwa kelompok luar lebih rendah (Goni, dalam Helmi, 1991).
Sikap negatif terhadap kelompok lain dapat memiliki konsekuensi buruk, seperti misalnya jika kelompok lain melakukan sesuatu yang berbeda dan dirasa tidak sesuai dengan latar belakang budaya dari kelompok sendiri, maka hal ini akan memunculkan stereotipe kelompok. Stereotipe ini digunakan sebagai cerminan akan adanya keyakinan individu mengenai karakteristik individu lain berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu. Penggeneralisasian yang berwujud stereotipe ini merupakan indikator dari prasangka.
Prasangka menurut Baron dan Byrne (2006) didefinisikan sebagai suatu sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu semata-mata berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok itu. Individu yang berprasangka akan mempunyai sikap tertentu terhadap individu yang lain bukan karena karakteristik kepribadian individu tersebut yang unik, tetapi lebih berdasarkan keanggotaan individu yang diprasangkai dalam kelompok tertentu.
kecurigaan, dan kecemburuan yang mendalam, yang menimbulkan sentimen anti-Cina bagi kelompok etnis yang lain sebagai masyarakat mayoritas. Hal ini disebabkan karena pada masa kolonial Hindia-Belanda, etnik Cina mendapat kedudukan istimewa dalam struktur kemasyarakatan di Indonesia, yaitu di bawah Belanda dan di atas penduduk Indonesia asli. Orang-orang Cina memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menjadi pedagang perantara antara produsen (penduduk Indonesia asli) dan konsumen (Belanda). Selain itu, orang-orang Cina mendapatkan hak untuk menarik pajak dari rakyat. Hal itu membuat kedudukan orang Cina semakin kuat, terutama dalam bidang ekonomi. Keadaan itu membuat kecemburuan sosial dari masyarakat non-Cina berkembang. Sebaliknya, prasangka yang terbentuk dalam etnik Cina terhadap masyarakat non-Cina adalah bahwa mereka mempunyai kedudukan lebih rendah, tidak dapat dipercaya, dan memusuhi Cina (Jahja, dalam Abidin, 2000).
Interaksi antar ras adalah kontak atau perjumpaan fisik di antara individu-individu yang berasal dari berbagai ras di dalam suatu institusi, misalnya institusi perguruan tinggi. Menurut Pettigrew (dalam Baron dan Byrne, 2006) dan Brewer dan Miller (1996), interaksi antar ras mampu mengurangi prasangka rasial, karena individu akan mengembangkan perasaan positif pada orang-orang dari ras lain yang sering dijumpainya dan mengembangkan perasaan negatif terhadap orang yang jarang atau tidak pernah dijumpainya.
Mahasiswa keturunan Cina di Yogyakarta mau tidak mau harus hidup bersama dengan mahasiswa dari berbagai suku dan juga mahasiswa dari etnis lain. Perbedaan dalam hal suku, etnis, ras, maupun agama harus dikesampingkan karena mereka dituntut untuk dapat mengerjakan tugas, berdiskusi, dan belajar bersama teman-teman yang mayoritas bukan suku Cina. Kegiatan belajar mengajar tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antar ras yang menurut penelitian Pettigrew (dalam Baron dan Byrne, 2006) dapat menurunkan prasangka. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat besarnya tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Seberapa tinggi tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Peneliti ingin melihat tingginya tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Yogyakarta, sehingga mampu menghapus prasangka kelompok, dan mengembangkan perasaan positif terhadap anggota kelompok luar.
2. Manfaat Teoritis
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Prasangka Rasial
1. Pengertian Prasangka
Prasangka oleh Baron dan Byrne (2006) didefinisikan sebagai suatu sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu semata-mata berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok itu. Sementara itu Myers (1999) secara lebih spesifik mengatakan bahwa prasangka merupakan sifat negatif yang bersifat apriori terhadap suatu kelompok tertentu dan juga terhadap anggota-anggota kelompoknya. Jadi individu yang berprasangka akan memiliki sikap tertentu terhadap individu yang lain bukan karena karakteristik kepribadian individu tersebut yang unik, tetapi lebih berdasarkan keanggotaan individu yang diprasangkai dalam kelompok tertentu. Berdasarkan Chambers English Dictionary, 1988 (dalam Brown, 2005) prasangka didefinisikan sebagai penilaian atau pendapat yang dibentuk tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Allport (1954), mendefinisikan prasangka sebagai antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksibel. Prasangka bisa diarahkan terhadap suatu kelompok secara keseluruhan atau terhadap seseorang karena ia merupakan anggota kelompok yang dimaksud.
pemeran sosial signifikan lain, yang dipegang dengan tidak memperdulikan fakta yang berlawanan dengan itu.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa prasangka rasial adalah sikap dan penilaian negatif yang dibentuk berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksibel terhadap anggota kelompok ras tertentu semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tersebut tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
2. Teori Prasangka
hubungan sosial yang penuh ketegangan. Prasangka sebagai hasil konflik karena konsekuensi munculnya sikap permusuhan terhadap kelompok lain.
Versi lain dari Teori Konflik Kelompok Realistis adalah Teori Deprivasi Relatif (Relative Deprivation Theoyi). Teori ini berkaitan dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan objektif, tetapi juga dari perasaan kurang secara subjektif yang relatif lebih besar dibandingkan orang lain atau kelompok lain. Menurut Bernstein dan Crisby (dalam Sears, dkk., 2004), deprivasi relatif bisa menimbulkan antagonisme bila orang merasa berhak atas barang berharga tertentu yang tidak mereka miliki, membandingkan dirinya sendiri dengan kelompok yang memiliki barang itu, dan merasa bahwa suatu saat mereka akan dapat memperolehnya tetapi tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
b. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theories)
Teori Belajar Sosial memandang prasangka terhadap kelompok lain tidak timbul dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil belajar dari lingkungan sosialnya (Bandura, dalam Baron dan Byrne, 2006). Prasangka diperoleh seorang anak melalui proses sosialisasi. Seorang anak yang menunjukkan sikap negatif terhadap kelompok lain dapat diterangkan dari bagaimana orang dewasa, orang tua, guru, yang dekat dan berperan penting bagi perkembangan anak memberikan contoh kepada anak serta memberi pengukuh yang positif terhadap tumbuhnya prasangka.
sosial dan nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang tinggal dalam lingkungan masyarakat yang sama.
Masalah prasangka juga dapat dilacak dari bagaimana institusi yang ada berperan dalam masalah ini serta bagaimana norma-norma sosial masyarakat yang mendukung terjadinya prasangka dapat mendorong seseorang untuk konform dengan norma-norma tersebut. Penyebarluasan dan pengungkapan prasangka yang terus menerus akan memperkuat peranannya sebagai norma budaya (Ashmore dan DelBoca, dalam Sears, dkk., 2004). Apabila prasangka menjadi sebuah norma, maka akan banyak orang konform dengan norma ini. Tujuannya adalah agar mereka disukai dan diterima (Pettigrew, dalam Myers, 1999). Menurut pandangan ini, prasangka bukan merupakan manifestasi dari individu yang memiliki kepribadian yang “sakit”, tetapi lebih disebabkan oleh norma-norma yang mendukung terjadinya prasangka. Biasanya norma ini juga akan terwujud melalui dukungan-dukungan institusi. Pemisahan sekolah antara anak-anak kulit putih dan anak-anak kulit hitam di Amerika yang disahkan oleh undang-undang dapat dipakai sebagai bukti adanya dukungan institusi untuk menguatkan terjadinya prasangka.
c. Teori Kognitif (Cognitive Theories)
berprasangka terhadap dunia di sekitar mereka dan orang-orang yang hidup di dalamnya.
akan membawanya pada kategorisasi sosial. Subjek yang mengalami kegagalan akan berusaha menaikkan harga diri mereka dengan menilai anggota dari kelompok lain secara ekstrim. Hasil penelitian ini mendukung adanya pandangan bahwa individu cenderung membagi dunia sosial ini menjadi dua kubu, yaitu “kita” dan “mereka”, yang pada akhirnya memainkan peranan dalam pengembangan prasangka rasial, etnik, atau agama.
d. Teori Psikodinamik (Psychodinamic Theories)
Prasangka dapat timbul dari emosi yang meluap-luap. Bila kita berangkat dari teori frustrasi-agresi, dapat kita lihat bahwa frustrasi dapat menimbulkan agresi. Individu yang mengalami frustrasi akan berperilaku agresif terhadap sumber frustrasi. Akan tetapi, bila sumber frustrasi berasal dari individu yang memiliki status lebih tinggi, individu yang mengalami frustrasi akan mencari kambing hitam dan memindahkan agresivitasnya kepada orang lain yang memiliki status lebih rendah agar konsekuensi yang dihadapi tidak terlalu berat. Pendekatan ini sering juga disebut sebagai Scape Goat Theory
3. Indikator Prasangka
a. Kognisi Negatif
Kognisi negatif merupakan persepsi dan keyakinan negatif yang dimiliki individu terhadap kelompok sosial tertentu. Misalnya saja keyakinan bahwa kelompoknya sendiri lebih superior dari kelompok lain (Baron dan Byrne, 2006).
b. Afeksi Negatif
Afeksi negatif adalah perasaan-perasaan yang bersifat negatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja merasa takut dan terancam dengan keberadaan kelompok lain di sekitar mereka (Sears,dkk., 2004).
c. Konasi Negatif
Konasi negatif adalah tindakan yang bersifat negatif dan diskriminatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja memusuhi dan melecehkan kelompok lain (White, dalam Baron dan Byrne, 2006).
4. Faktor-faktor Penyebab Prasangka
Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka adalah:
a. Efek Sosialisasi
pada awalnya tidak diajar untuk berprasangka, prasangka cenderung tidak akan berkembang. Inilah sebabnya para tokoh penghapusan perbedaan ras menekankan makna penting pengalaman antarras yang positif di sekolah dasar. Akan tetapi, satu pengalaman sosialisasi saja tidak akan cukup untuk mengisi kekosongan itu, dan sulit untuk mengubah seluruh kehidupan anak dalam sesaat. Beberapa hambatan seperti orang tua yang mendominasi segala sesuatu yang terjadi di sekolah menyebabkan anak-anak tidak akan banyak melakukan kontak antarras di sekolah (Sears, dkk., 2004).
b. Dukungan Sosial dan Dukungan Institusional
Dukungan sosial dan dukungan institusional mampu mendorong kontak lebih erat antara etnik yang berlainan. Dukungan institusional ini diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang, dalam hal ini bisa pemerintah, sekolah, pemimpin organisasi, orangtua, dan lain-lain.
Ada tiga alasan mengapa hal ini penting, yaitu:
1) Otoritas biasanya berada dalam posisi bisa memberi sanksi (dan rewards) untuk tindakan berprasangka.
3) Menciptakan lingkungan sosial yang penuh toleransi dimana nilai-nilai toleransi bisa dikembangkan.
Pendidikan menjadi salah satu harapan besar bagi orang yang menginginkan adanya toleransi rasial yang lebih besar. Orang yang pernah duduk di perguruan tinggi biasanya memiliki prasangka yang lebih sedikit dibandingkan orang yang tidak pernah.
Salah satu faktor yang menentukan pengaruh pendidikan tinggi adalah adanya norma kelompok teman sebaya yang baru. Mahasiswa yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah orang tuanya dan dikelilingi oleh teman masa kanak-kanaknya akan dihadapkan pada lingkungan yang terdiri dari berbagai macam orang dengan berbagai macam keyakinan. Keadaan ini akan berpengaruh besar bagi mereka. Mereka akan mengubah sejumlah sikap yang telah mereka anut sejak masa anak-anak, dan menilai kembali sikap yang lain berdasarkan informasi yang baru. Pada umumnya, sebagian besar sistem keyakinan mereka mengalami pengaturan kembali (Sears, dkk., 2004).
c. Kontak Langsung
Teori yang paling banyak digunakan oleh para pakar psikologi sosial adalah Teori Kontak dari Allport (1954), yang menyatakan bahwa kontak antar kelompok hanya dapat mengurangi permusuhan antarras bila kontak itu memenuhi tiga kondisi penting, yaitu pertama, mereka harus mempunyai kontak yang akrab dan berada dalam interaksi yang akrab. Kedua, perlu adanya saling ketergantungan yang kooperatif atau menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan saling menggantungkan diri pada usaha satu sama lain, dan ketiga adalah bahwa kontak harus terjadi dalam status yang sederajat, karena kebencian dapat timbul karena adanya ketidakseimbangan status tradisional yang dipertahankan (dalam Sears, dkk., 2004).
B. Mahasiswa
1. Pengertian Mahasiswa
golongan pemuda dengan rentang umur 18 – 30 tahun, yang secara resmi terdaftar di salah satu perguruan tinggi dan aktif dalam perguruan tinggi yang bersangkutan.
Mahasiswa dituntut untuk dapat bekerja sama dengan orang lain secara proaktif. Tidak hanya dengan antar mahasiswa, tapi juga bekerjasama dengan para dosen yang tentu saja berasal dari berbagai macam suku dan ras. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah sikap yang telah mereka anut sejak masa anak-anak, dan menilai kembali sikap yang lain berdasarkan informasi yang baru.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa mahasiswa adalah peserta didik dengan rentang umur 18 – 30 tahun yang secara resmi terdaftar di salah satu perguruan tinggi atau universitas tertentu untuk mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu.
2. Mahasiswa Cina di Yogyakarta
Masyarakat Cina di Indonesia adalah keturunan asing yang terbesar jumlahnya (Samsinar, 1997). Hal ini diperkuat oleh Suryadinata (dalam Samsinar, 1997) yang menyebutkan bahwa pada tahun 1980 jumlah orang Cina di Indonesia berkisar 4,2 juta jiwa, yaitu sekitar 2,8 % dari penduduk Indonesia.
diwakili oleh generasi tua, yaitu mereka yang dilahirkan di luar Indonesia atau di dalam Indonesia tetapi berorientasi budaya ke negara asal, yaitu daratan Cina. Sedangkan penduduk keturunan Cina lebih diwakili oleh generasi muda, yaitu orang-orang Cina yang lahir dan besar di daerah setempat serta berorientasi pada budaya setempat (Tan, dalam Samsinar, 1997). Menurut Hariyono (dalam Samsinar, 1997), orang Cina totok adalah orang-orang Cina yang baru menetap di Indonesia selama 1 atau 2 generasi. Sedangkan orang Cina keturunan adalah orang Cina yang telah lama menetap di Indonesia selama 3 generasi atau lebih. Perbedaan lama menetap ini berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut. Masyarakat Cina totok lebih kuat memegang tradisi Cina yang berasal dari nenek moyangnya, sehingga segala perbuatannya juga memiliki ciri khas yang berbeda dibandingkan Cina keturunan yang sudah banyak meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat Cina keturunan di Indonesia dalam hal tertentu kurang menunjukkan ciri khasnya sebagai orang Cina, namun pada hal-hal lainnya ciri khas sebagai orang Cina juga sering tampak seperti pada perbedaan-perbedaan fisik masih banyak terlihat misalnya: warna kulit yang lebih putih, bentuk muka yang tipikal, dan bentuk mata yang lebih kecil (sipit).
mengatur manusia terhadap masalah-masalah sosial. Tradisi mempunyai pengaruh dan norma-norma yang kuat, sehingga dengan menghayatinya orang dapat hidup dengan baik (Soekisman, 1975). Pandangan ini menyebabkan orang Cina tidak mudah melepaskan diri dari adat istiadat dan kebiasaan sosialnya. Satu hal yang dipertahankan mati-matian yaitu hubungan kebudayaan dengan negeri leluhurnya, dan untuk mempertahankan hal itu, maka diseluruh pelosok dunia pasti terdapat ”Pecinan” (Soekisman, 1975). Eksklusivisme etnik Cina tersebut menciptakan ikatan kesukuan yang makin kuat, sehingga meningkatkan solidaritas sosial yang tinggi di antara anggota kelompoknya.
Pola pikir orang Cina sangat dipengaruhi oleh ajaran Taoisme yang ditulis dalam kitab Tao Teh Ching. Kitab Tao Teh Ching berisi tentang kumpulan ajaran mengenai eksistensi manusia di dunia dilihat dari posisi tertentu. Taoisme menekankan pada kesederhanaan hukum alam, jalan tengah (hukum keseimbangan yang mengatasi dua dikotomi yang berjauhan), dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Manusia seharusnya mengikuti gerakan
Tao (hukum alam). Misalnya manusia seharusnya mamiliki sifat air yang selalu memiliki tempat terendah dan terlemah dari semua benda, tetapi dapat menembus batu yang sangat keras.
ketat atau disiplin. Materialisme orang Cina untuk meningkatkan standart hidup bukan untuk memperkaya diri tetapi memperkaya kaum kerabat (Adicondro, dalam Helmi, 1991). Konsep ideal tentang keluarga dalam masyarakat Cina adalah ”lima generasi dalam satu atap” yang berarti bahwa orang Cina sangat mementingkan keluarga besar. Nama baik keluarga harus dijaga sebaik-baiknya. Seorang anak harus patuh dan hormat terhadap orang tuanya dalam segala hal. Orang tua mempunyai otoritas untuk mengatur kehidupan anak-anaknya.
Orang Cina telah berada di Yogyakarta sejak tahun 1756 (Wibowo, 2001). Jumlah orang Cina di Yogyakarta tidak besar, sekitar 2%–3% saja dari seluruh penduduk di Yogyakarta. Orang Cina jarang terlihat berkelompok di jalan-jalan, mal-mal, pasar, restoran, atau toko-toko. Mereka hidup berdampingan dengan orang-orang non-Cina, dan menjalin hubungan bertetangga yang baik. Mereka menggunakan bahasa yang sama dan berbaur satu sama lain. Orang Cina di Yogyakarta secara umum memiliki gaya hidup yang sederhana (low profile) atau biasa-biasa saja. Setidak-tidaknya hal tersebut dapat dilihat dari rumah, mobil, dan properti yang mereka miliki, juga dari busananya, menu makan sehari-hari, serta dari bagaimana mereka mengisi waktu luang atau mencari hiburan (Wibowo, 2001).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa mahasiswa Cina di Yogyakarta adalah orang Cina asli yang bukan berasal dari perkawinan campur antara orang Cina dan orang non-Cina, telah menetap di Indonesia selama 3 generasi atau lebih, menjadi peserta didik dengan rentang umur 18 – 30 tahun, yang secara resmi terdaftar di salah satu perguruan tinggi atau universitas tertentu di Yogyakarta untuk mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu.
C. Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina Di
Yogyakarta
generasi muda yang sedang dalam tahap pencarian identitas dan mencari nilai-nilai baru dalam hidupnya untuk kemudian dipakai dalam menjalani kehidupan sosialnya. Pada awalnya, nilai-nilai hidup diperoleh melalui keluarga. Memasuki masa remaja, teman dan sahabat mulai memiliki peranan yang lebih besar dalam mempengaruhi pola pikir dan nilai-nilai hidup seseorang.
orang-orang non-Cina cenderung jahat, malas, tidak dapat dipercaya, dan memusuhi Cina. Selain itu, adanya proses belajar yang salah dari generasi muda terhadap generasi tua juga mempengaruhi terjadinya prasangka. Seorang anak belajar melalui identifikasi dan imitasi terhadap orang tuanya. Apa yang dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga yang lain akan ditiru, sehingga apabila informasi yang diterima oleh anak penuh dengan stereotip negatif dan berprasangka, maka anak juga akan bertindak sesuai dengan stereotip dan prasangka yang dipelajarinya.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk lebih memahami karakteristik dari variabel yang akan digunakan.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini hanya satu yaitu prasangka rasial.
C. Definisi Operasional
Prasangka Rasial adalah sikap dan penilaian negatif yang dibentuk berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksibel terhadap anggota kelompok ras tertentu semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tersebut tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Indikator dari prasangka antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kognisi Negatif
Pergaulan yang tidak membeda-bedakan kelompok tertentu dengan yang lain dapat mengurangi persepsi dan keyakinan yang negatif seseorang.
b. Afeksi Negatif
Afeksi negatif adalah perasaan-perasaan yang bersifat negatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja merasa takut dan terancam dengan keberadaan kelompok lain di sekitar mereka. Interaksi antar kelompok yang baik dapat menghilangkan perasaan takut terhadap kelompok lain.
c. Konasi Negatif
Konasi negatif adalah tindakan yang bersifat negatif dan diskriminatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja memusuhi dan melecehkan kelompok lain. Tindakan diskriminatif tersebut dapat dikurangi jika antar kelompok memiliki ketergantungan yang kooperatif atau saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
D. Subjek Penelitian
secara cermat untuk mendapatkan sampel yang representatif dengan cara mencakup wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya (Kerlinger, 2002). Sedangkan snowball sampling adalah metode pengumpulan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian dari sampel ini diperoleh informasi mengenai teman-temannya yang dapat dijadikan sampel juga. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak, ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama makin membesar (Sugiyono, 2006). Sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah mahasiswa beretnis Cina asli, dengan rentang usia sekitar 18 – 30 tahun, yang bukan berasal dari perkawinan campur antara orang Cina dengan orang non-Cina.
E. Alat Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model Likert (Gable, dalam Azwar, 2004) untuk melihat tingkat prasangka rasial dari mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
Dalam skala ini, terdapat beberapa butir pernyataan yang bersifat positif atau favourable dan negatif atau unfavourable. Pernyataan positif berarti bahwa pernyataan tersebut mendukung perilaku prasangka sedangkan pernyataan negatif berarti bahwa pernyataan tersebut tidak mendukung perilaku prasangka.
untuk jawaban Setuju, 2 untuk jawaban Tidak Setuju, dan 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju. Skor untuk masing-masing jawaban pada pernyataan negatif bernilai 1 untuk jawaban Sangat Setuju, 2 untuk jawaban Setuju, 3 untuk jawaban Tidak Setuju, dan 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju.
Tabel 1.
Blue Print
Aitem Prasangka
Favorable Unfavorable
Presentasi
- Kognisi Negatif 20 20 33,33 %
- Afeksi Negatif 20 20 33,33 %
- Konasi Negatif 20 20 33,33 %
TOTAL 60 60 100 %
Tabel 2.
Penyebaran Aitem Skala Prasangka No. Aitem
Aspek-aspek
Favorable Unfavorable Jumlah
Aitem
Kognisi Negatif
1, 7, 13, 19, 25, 31, 37, 43, 49, 55, 61, 67, 73, 79, 85, 91, 97, 103, 109, 115
2, 8, 14, 20, 26, 32, 38, 44, 50, 56, 62, 68, 74, 80, 86, 92, 98, 104, 110, 116
40
Afeksi Negatif
3, 9, 15, 21, 27, 33, 39, 45, 51, 57, 63, 69, 75, 81, 87, 93, 99, 105, 111,
4, 10, 16, 22, 28, 34, 40, 46, 52, 58, 64, 70, 76, 82, 88, 94, 100,
117 106, 112, 118
Konasi Negatif
5, 11, 17, 23, 29, 35, 41, 47, 53, 59, 65, 71, 77, 83, 89, 95, 101, 107, 113, 119
6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72, 78, 84, 90, 96, 102, 108, 114, 120
40
Jumlah 60 60 120
F. Pertanggung Jawaban Mutu
1. Validitas Isi
Validitas dapat diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur memiliki validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil ukur sesuai dengan maksud peneliti. Validitas yang diukur oleh peneliti adalah validitas isi, maksudnya untuk mengetahui sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup seluruh kawasan isi objek yang diukur.
Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan menggunakan analisis rasional terhadap isi tes serta didasarkan atas penilaian (judgement) subjektif sehingga pengukuran validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik apapun (Azwar, 1997).
2. Seleksi Aitem
yang akan diteliti. Aitem-aitem tersebut dievaluasi dengan menggunakan parameter daya beda aitem yang berupa korelasi aitem total.
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah keajegan atau keandalan dari suatu alat ukur dengan alat yang sama atau alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berbeda dalam rentang 0 – 1,00. Semakin koefisien reliabilitas mendekati 1,00 maka reliabilitasnya akan semakin tinggi. Sebaliknya jika koefisien reliabilitasnya semakin mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
Penelitian menggunakan koefisien Alpha Cronbach, pendekatan ini mempunyai nilai praktis karena hanya dikenakan satu kali saja pada sekelompok subjek (Azwar, 1997).
G. Metode Analisis Data
Azwar (1997) mengungkapkan bahwa hasil analisis deskriptif biasanya berupa frekuensi dan persentase tabulasi silang pada data yang bersifat kategorial serta berupa statistik-statistik kelompok pada data yang bukan kategorial (antara lain mean dan standar deviasi).
32 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa etnis cina asli, yang
menetap di Yogyakarta untuk mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu.
Mahasiswa etnis cina diharapkan mempunyai sikap terhadap mahasiswa
non-Cina sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat prasangkanya terhadap
mahasiswa non-Cina.
B. Persiapan Penelitian
1. Uji Coba Alat Ukur
Skala uji coba dilaksanakan pada tanggal 26 September 2007 sampai
dengan 22 Oktober 2007.
2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Prasangka Rasial
Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta
Daya diskriminasi aitem dihitung dengan menggunakan teknik Product
Moment dari Pearson dengan menggunakan patokan koefisien korelasinya
minimal 0,3000 maka koefisien korelasi < 0,3000 dinyatakan gugur,
sedangkan yang dianggap valid adalah aitem yang mempunyai koefisien
korelasi ≥ 0,3000.
Dari seluruh aitem yang berjumlah 120 aitem diperoleh 101 aitem
(terendah) sampai dengan 0,758 (tertinggi). Aitem yang akan dipakai sebagai
bentuk aitem penelitian diseleksi lagi per aspek dengan cara mengambil 25
aitem di tiap aspek yang memiliki koefisien korelasi tertinggi agar jumlah
aitem di tiap aspeknya merata. Diperoleh 75 aitem yang pada akhirnya
digunakan sebagai bentuk aitem penelitian.
Estimasi reliabilitas pada skala uji coba dengan menggunakan teknik
Cronbach Alpha menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,974. Pada skala
yang digunakan untuk penelitian, dari 75 aitem diperoleh koefisien reliabilitas
sebesar 0,967.
Tabel 3.
Distribusi Skala Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta
34, 39, 40, 45, 46,
3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 November 2007 sampai dengan
14 Desember 2007. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara menyebar
skala penelitian kepada mahasiswa-mahasiswa Cina yang kedua orangtuanya
Prosedur penelitian adalah dengan membagikan skala yang terdiri dari
75 butir aitem mengenai prasangka rasial. Peneliti pergi ke beberapa
universitas untuk menyebar skala dan meminta kesediaan subjek untuk
menjawab seluruh pernyataan yang ada. Sebagian lagi dibagikan ke beberapa
orang di kost atau kontrakan milik teman yang dikenal oleh peneliti (snowball
sampling). Subjek penelitian merupakan mahasiswa yang masih aktif
mengikuti kegiatan perkuliahan, beretnis Cina asli dan tidak berasal dari
perkawinan campur antara etnis Cina dan non-Cina. Jumlah subjek yang
mengisi skala penelitian adalah 100 orang, dengan rentang usia antara 18 – 30
tahun.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian, diperoleh data
dengan deskripsi sebagai berikut:
Tabel 4.
Deskripsi Data Penelitian
Skor Empirik Skor Teoritik
Skala X
Min X
Max
Mean SD X
Min X
Max
Mean SD
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mean empirik dari
prasangka rasial lebih kecil dari mean teoritiknya (150,24 < 187,5). Selisih
antara mean empirik dan mean teoritik dari skala ini adalah sebesar 37,26.
Aitem pada skala berjumlah 75 butir dengan rentang skor 1, 2,3,dan 4.
Nilai minimal skala 75 x 1 = 75 dan nilai maksimal skala 75 x 4 = 300
sehingga rentang skor untuk skala ini adalah 300 – 75 = 225. Standar deviasi
dari skala ini adalah 225 : 6 = 37,5 dan mean teoritik skala ini adalah (75 +
300):2 = 375 : 2 = 187,5.
Berikut ini deskripsi hasil penelitian dari aspek-aspek prasangka:
Tabel 5.
Aspek-aspek Prasangka
Skor Empirik Skor Teoritik
Aspek X
Min X
Max Mean SD
X Min
X
Max Mean SD
Kognisi
Negatif 25 80 50,03 9,041 25 100 62,5 12,5
Afeksi
Negatif 25 78 50,18 8,553 25 100 62,5 12,5
Konasi
Negatif 25 82 48,10 9,285 25 100 62,5 12,5
Berdasarkan hasil penelitian dari aspek-aspek prasangka, dapat dilihat
bahwa mean empirik dari aspek kognisi negatif, afeksi negatif, dan konasi
negatif lebih kecil dibandingkan dengan mean teoritiknya. Mean empirik dari
aspek kognisi negatif adalah 50,03 lebih kecil dari mean teoritiknya yang
50,03 = 12,47. Mean empirik dari aspek afeksi negatif adalah 50,18 lebih
kecil dari mean teoritiknya yang adalah 62,5. Selisih antara mean empirik dan
mean teoritiknya adalah 62,5 – 50,18 = 12,32. Mean empirik dari aspek
konasi negatif adalah 48,10 lebih kecil dari mean teoritiknya yang adalah 62,5.
Selisih antara mean empirik dan mean teoritiknya adalah 62,5 – 48,10 = 14,4.
Dari ketiga aspek prasangka yang diteliti, antara mean empirik dan
mean teoritiknya mempunyai selisih yang tidak jauh berbeda sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada aspek yang mendominasi dalam keseluruhan
prasangka.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada
kelompok sampel mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05 maka sebaran
skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran skor
dinyatakan tidak normal.
Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kosmogorov-Smirnov
dengan program SPSS 13.00 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan
probabilitas sebesar 0,486 ini berarti bahwa p > 0,05 sehingga distribusi skor
adalah normal.
Tabel 6.
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Skor Kolmogorov Sminov 0,837
3. Kategorisasi
Kategorisasi tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap
mahasiswa pribumi di Yogyakarta dilakukan dengan mengacu pada rata-rata
skor dan standar deviasi. Penggolongan tersebut terbagi menjadi lima kategori
yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah.
Tabel 7.
Kategorisasi Prasangka Rasial
Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta
Kategorisasi Norma Kategorisasi Norma Skor f %
Sangat
Tinggi (µt +1,5σ)<X 243,75< X 0 0% Tinggi (µt +0,5σ)<X≤(µt +1,5σ) 206,25< X≤243,75 3 3%
Sedang (µt –0,5σ)<X≤(µt +0,5σ) 168,75< X≤206,25 18 18%
Rendah (µt –1,5σ)<X≤(µt –0,5σ) 131,25< X≤168,75 59 59%
Sangat
Rendah X≤(µt –1,5σ) X ≤131,25 20 20%
Total 100 100%
Keterangan:
µt : Mean Teoritik σ : Standar Deviasi
Berdasarkan kategorisasi, tidak ada orang yang memiliki prasangka
rasial yang sangat tinggi. 3 orang (3%) mempunyai prasangka rasial yang
tinggi, 18 orang (18%) mempunyai prasangka rasial yang sedang, 59 orang
(59%) mempunyai tingkat prasangka yang rendah, dan 20 orang (20%)
4. Data Demografi
Beberapa data demografi yang diperoleh dari skala adalah sebagai
berikut:
Tabel 8. Data Demografi
Jenis
Kelamin
Usia Perguruan tinggi
Prasangka
Pria Wanita 17-20 21-24 USD UKDW UAJY UGM
Sangat
Tinggi
- - - - -
Tinggi 1 2 1 2 1 1 1 -
Sedang 13 5 9 9 5 7 2 4
Rendah 39 20 28 31 26 19 8 6
Sangat
Rendah
13 7 14 6 5 11 2 2
66 34 52 48 37 38 13 12 Total
100 100 100
Keterangan:
USD : Universitas Sanata Dharma
UKDW: Universitas Kristen Duta Wacana
UAJY : Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Secara terpisah, data demografi di atas dapat dilihat melalui grafik
berikut ini:
Grafik 1.
Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Jenis Kelamin
0 0 1 2
13
5
39
20
13 7
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sangat Tinggi
Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Pria Wanita
Keterangan:
N Pria : 66 orang N Wanita : 34 orang
Melalui data demografi yang diperoleh, dapat dilihat bahwa
berdasarkan jenis kelamin, jumlah mahasiswa pria yang mengisi skala adalah
66 orang dan jumlah mahasiswa wanita yang mengisi skala adalah 34 orang.
Tidak ada subjek pria maupun wanita yang mempunyai tingkat prasangka
rasial yang sangat tinggi. 1 orang subjek pria dan 2 orang subjek wanita
memiliki tingkat prasangka tinggi. 13 subjek pria dan 5 subjek wanita
berada dalam tingkat prasangka yang rendah, sedangkan 13 subjek pria dan 7
subjek wanita berada dalam tingkat prasangka yang sangat rendah.
Grafik 2.
Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Usia
0 0 1 2
9 9 28
31
14
6
0 5 10 15 20 25 30 35
Sangat Tinggi
Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Usia 17 - 20 tahun Usia 21 - 24 tahun
Keterangan:
N Usia 17 – 20 tahun : 52 orang N Usia 21 – 24 tahun : 48 orang
Berdasarkan kategorisasi usia, jumlah mahasiswa berusia 17 – 20
tahun yang mengisi skala adalah 52 orang dan jumlah mahasiswa berusia 21 –
24 tahun yang mengisi skala adalah 48 orang. Tidak ada orang yang
mempunyai tingkat prasangka rasial yang sangat tinggi. 1 orang dalam
kategori usia 17 – 20 tahun dan 2 orang dalam kategori usia 21 – 24 tahun
memiliki tingkat prasangka tinggi. 9 orang dalam kategori usia 17 – 20 tahun
dan 9 orang dalam kategori usia 21 – 24 tahun memiliki tingkat prasangka
kategori usia 21 – 24 tahun memiliki tingkat prasangka rendah, sedangkan 14
orang dalam kategori usia 17 – 20 tahun dan 6 orang dalam kategori usia 21 –
24 tahun memiliki tingkat prasangka sangat rendah.
Grafik 2.
Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Perguruan Tinggi
0 0 0 0 1 1 1 0
Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
N USD (Universitas Sanata Dharma) : 37 orang N UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) : 38 orang N UAJY (Universitas Atma Jaya Yogyakarta) : 13 orang N UGM (Universitas Gadjah Mada) : 12 orang
Dilihat dari perguruan tinggi, 37 orang subjek berasal dari Universitas
Sanata Dharma (USD), 38 orang subjek berasal dari Universitas Kristen Duta
Wacana (UKDW), 13 orang subjek berasal dari Universitas Atma Jaya
Yogyakarta (UAJY), dan 12 orang subjek berasal dari Universitas Gadjah
sangat tinggi. 1 orang dari masing-masing perguruan tinggi memiliki tingkat
prasangka yang tinggi kecuali UGM. 5 orang dari USD, 7 orang dari UKDW,
2 orang dari UAJY, dan 4 orang dari UGM memiliki tingkat prasangka yang
sedang. 26 orang dari USD, 19 orang dari UKDW, 8 orang dari UAJY, dan 6
orang dari UGM memiliki tingkat prasangka yang rendah. 5 orang dari USD,
11 orang dari UKDW, 2 orang dari UAJY, dan 2 orang dari UGM memiliki
tingkat prasangka rasial yang sangat rendah.
5. Uji Perbedaan
Uji beda dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat
prasangka rasial antara mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di
Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin, usia dan universitas. Jika p ≥ 0,05
maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat prasangka rasial
yang signifikan di antara kelompok subjek. Sebaliknya jika p < 0,05 maka
dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat prasangka rasial yang
signifikan di antara kelompok subjek.
Untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat prasangka rasial
antara mahasiswa Cina pria dan wanita, peneliti menggunakan Independent
Sample T-test melalui program SPSS versi 13,00 for windows. Hasil uji
perbedaan menghasilkan taraf signifikansi sebesar 0,264 ini berarti bahwa p >
0,05 sehingga tidak ada perbedaan tingkat prasangka rasial antara mahasiswa
Tabel 9.
Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin (Independent Sample T-test)
Jenis
Kelamin N Mean SD df t p Keterangan
Pria 66 150,30 23,184
Wanita 34 150,15 31,113 98 0,28 0,264
tidak signifikan
Keterangan :
N : Jumlah Subjek
SD : Besarnya standard deviasi t : Hasil uji t
p : Probabilitas
Independent Sample T-test digunakan juga untuk melihat apakah ada
perbedaan tingkat prasangka rasial antara mahasiswa Cina dengan kategori
usia 17 – 20 tahun dan kategori usia 21 – 24 tahun. Hasil uji perbedaan
menghasilkan taraf signifikansi sebesar 0,409 ini berarti bahwa p > 0,05
sehingga tidak ada perbedaan tingkat prasangka rasial antara mahasiswa Cina
dengan kategori usia 17 – 20 tahun dan kategori usia 21 – 24 tahun terhadap
mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
Tabel 10.
Uji Beda Berdasarkan Usia (Independent Sample T-test)
Usia N Mean SD df t p Keterangan
17 – 20 52 145,98 26,112
21 – 24 48 154,88 25,321 98 -1,727 0,409
tidak signifikan
Keterangan :
N : Jumlah Subjek
SD : Besarnya standard deviasi t : Hasil uji t
Sedangkan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat prasangka
rasial antara mahasiswa Cina dari perguruan tinggi yang satu dengan yang
lainnya, maka peneliti menggunakan One-Way Anova melalui program SPSS
versi 13,00 for windows. Hasil uji perbedaan menghasilkan taraf signifikansi
sebesar 0,444 ini berarti bahwa p > 0,05 sehingga tidak ada perbedaan tingkat
prasangka rasial antara mahasiswa Cina dari perguruan tinggi yang satu
dengan yang lainnya terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
Tabel 11.
Uji Beda Berdasarkan Perguruan Tinggi (One-Way Anova)
Universitas N Mean SD df p Keterangan
USD 37 150,57 24,981
UKDW 38 145,82 28,626
UAJY 13 154,62 26,918
UGM 12 158,58 18,017
96 0,444 tidak signifikan
Keterangan :
N : Jumlah Subjek
SD : Besarnya standard deviasi p : Probabilitas
6. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingginya tingkat prasangka
rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta. Dari 100
subjek yang mengisi skala, 59 orang (59%) memiliki prasangka rasial yang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa prasangka rasial mahasiswa Cina
terhadap mahasiswa pribumi di Yogyakarta rendah.
Subjek yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah adalah
mahasiswa Cina yang sering berinteraksi dengan mahasiswa non-Cina.
Berdasarkan pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling, dapat
diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa beretnis Cina yang tinggal di
Yogyakarta adalah pendatang yang berasal dari luar kota. Mahasiswa Cina
pendatang pada umumnya akan mencari tempat tinggal yang praktis dan dekat
dari kampus. Kebanyakan dari mereka memilih untuk tinggal di rumah
kontrakan atau kostan. Tinggal di sebuah rumah kontrakan atau
kost-kostan menuntut mahasiswa Cina untuk berinteraksi dengan teman sekamar
atau teman satu kontrakan yang belum tentu memiliki etnis yang sama.
Interaksi antarras ini dapat menurunkan prasangka rasial. Berkat interaksi
maka dimungkinkan untuk saling mengenal kesamaan-kesamaan di antara
mereka, menghilangkan stereotip yang tidak sesuai dengan kenyataan,
menghapus homogenitas kelompok, dan mengembangkan perasaan positif
terhadap anggota-anggota di luar kelompoknya (Pettigrew, dalam Baron dan
Byrne, 2006). Teori Kontak dari Allport (1954) juga menyatakan bahwa
kontak antar kelompok dapat mengurangi permusuhan antar ras bila
memenuhi tiga kondisi penting, yaitu pertama, mereka harus mempunyai
kontak yang akrab dan berada dalam interaksi yang akrab. Kedua, perlu
adanya saling ketergantungan yang kooperatif atau menjalin kerjasama untuk
sama lain, dan ketiga adalah bahwa kontak harus terjadi dalam status yang
sederajat, karena kebencian dapat timbul karena adanya ketidakseimbangan
status tradisional yang dipertahankan (dalam Sears, dkk., 2004).
Predikat Yogyakarta sebagai kota pelajar membuat
universitas-universitas di Yogyakarta menjadi universitas-universitas pilihan bagi calon-calon
mahasiswa dari berbagai daerah. Hal ini menyebabkan sebagian besar
universitas di Yogyakarta memiliki mahasiswa yang berasal dari berbagai
etnis. Mereka harus dapat saling bekerja sama dengan baik dalam berbagai
kegiatan yang diadakan oleh universitas. Hal ini menyebabkan mahasiswa
Cina dituntut untuk dapat berinteraksi secara intensif dengan mahasiswa
non-Cina. Interaksi yang akrab dan terjadi secara terus menerus dapat mengurangi
prasangka rasial. Tuntutan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, membuat
mereka membutuhkan bantuan dari orang-orang yang dirasa mampu untuk
memenuhi kebutuhan mereka, biasanya adalah orang-orang terdekat atau yang
mempunyai kesamaan kebutuhan. Hal ini menimbulkan ketergantungan yang
kooperatif untuk mencapai suatu tujuan bersama. Selain itu, adanya kesamaan
status sebagai mahasiswa dapat membuat interksi antara mahasiswa Cina dan
mahasiswa non-Cina semakin baik, karena mereka memiliki pola pikir yang
sederajat dan mampu untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhannya
bersama, sehingga prasangka dapat berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian, dari aspek kognisi dapat dilihat bahwa
prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina rendah,
terbuka. Informasi-informasi baru yang diperoleh selama proses belajar
mengajar di kelas sangat membantu dalam memperluas pandangan-pandangan
mereka yang sempit terhadap suatu hal. Sebagian besar sistem keyakinan
mereka mengalami pengaturan kembali dan mereka dapat melihat segala
sesuatu dengan lebih objektif. Mereka akan mengubah sejumlah sikap yang
telah diperoleh sejak anak-anak dalam kelompok etnisnya sendiri, dan menilai
kembali sikap yang lain berdasarkan informasi yang baru diperolehnya dalam
pendidikan tinggi dan pergaulannya dengan teman-temannya yang berbeda
etnis, sehingga prasangka terhadap ras atau etnis lain dapat berkurang.
Dilihat dari aspek afeksi, mahasiswa Cina memiliki perasaan yang
positif terhadap mahasiswa non-Cina. Sebagai kelompok minoritas,
mahasiswa Cina tidak merasa dikucilkan melainkan diterima dengan tangan
terbuka oleh teman-teman di luar etnis Cina. Mereka merasa nyaman
bersahabat dengan orang-orang non-Cina, sehingga tidak merasa takut atau
terancam walaupun tinggal dalam lingkungan yang mayoritas penduduknya
adalah non-Cina. Beberapa mahasiswa Cina bahkan menjalin hubungan yang
sangat akrab dengan mahasiswa non-Cina. Hubungan yang dekat dengan
orang dari etnis lain pada dasarnya tidak masalah bagi mereka, namun
biasanya keluarga yang menjadi penghambat dalam hubungan tersebut.
Sebagian besar generasi tua etnik Cina masih memiliki sikap etnosentrisme
yang kuat. Mereka mempunyai pandangan bahwa orang Cina pada umumnya
memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dari etnis lain.
orang-orang non-Cina. Mereka akan merasa malu jika anaknya bergaul terlalu
dekat dengan orang non-Cina. Mahasiswa Cina sebagai generasi muda
memiliki sikap etnosentrisme yang lebih rendah dibandingkan dengan
generasi tua, maka hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah bagi mereka.
Berdasarkan aspek konasi, dapat dilihat bahwa mahasiswa Cina
memiliki prasangka rasial yang rendah terhadap mahasiswa non-Cina di
Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena lingkungan Yogyakarta yang terdiri
dari berbagai suku dan budaya menuntut para mahasiswa Cina untuk dapat
berinteraksi dengan semua orang dari berbagai etnis dan budaya. Interaksi
antar ras dapat mengurangi prasangka, karena individu akan mengembangkan
perasaan positif pada orang-orang dari ras lain yang sering dijumpainya dan
mengembangkan perasaan negatif terhadap orang yang jarang atau tidak
pernah dijumpainya (Pettigrew, dalam Baron dan Byrne, 2006). Penerimaan
dari mahasiswa non-Cina membuat mahasiswa Cina merasa senang sehingga
mereka juga belajar untuk dapat menghargai serta menerima teman-teman
non-Cina dengan tangan terbuka.
Berdasarkan data demografi, dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis
kelamin, tidak ada perbedaan tingkat prasangka rasial antara mahasiswa Cina
pria dan wanita terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta. Masyarakat
telah mulai dapat menerima kehadiran seseorang berdasarkan prestasinya
tanpa melihat perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki atau perempuan telah
diberi kesempatan yang sama dalam berbagai bidang di masyarakat (Helmi,
membuat anak memiliki kebebasan dalam segala hal termasuk dalam menjalin
hubungan interpersonal, salah satunya adalah hubungan antar-etnik. Baik anak
laki-laki maupun perempuan dapat bergaul dengan siapa saja tanpa
memandang perbedaan dalam hal suku, ras, atau agama, sehingga tingkat
prasangka rasial mereka tidak mempunyai beda yang signifikan..
Berdasarkan kategorisasi usia, juga dapat dilihat bahwa tidak ada
perbedaan tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina yang berusia antara 17 –
20 tahun dengan yang berusia 21 – 24 tahun terhadap mahasiswa non-Cina di
Yogyakarta. Tingkat prasangka rasial antara mahasiswa Cina semester akhir
dengan mahasiswa Cina semester awal sama-sama berada pada kategori
rendah. Sejak awal mahasiswa masuk dalam perguruan tinggi, mereka dituntut
untuk dapat melakukan interaksi dengan orang-orang dari etnis lain yang baru
mereka kenal. Interaksi antar ras tersebut mampu menurunkan prasangka
seiring berjalannya waktu, karena mereka dituntut untuk dapat menempatkan
diri dalam tempat dan situasi dimana mereka berada. Proses adaptasi ini akan
menetap untuk seterusnya dan keyakinan mereka mengalami pengaturan
kembali sehingga mereka dapat lebih objektif dalam memandang etnis lain.
Berdasarkan karakter yang dimiliki tiap-tiap universitas, diperoleh
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina
terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta. Mahasiswa Cina yang terdapat
dalam universitas swasta seperti UKDW, UAJY, USD umumnya mudah
dijumpai sedangkan dalam universitas negeri seperti UGM mahasiswa Cina
prasangka rasial antara mahasiswa Cina yang berada di perguruan tinggi
negeri maupun swasta. Hal ini disebabkan karena interaksi yang mereka
lakukan tidak hanya terjadi dalam lingkup pendidikan. Dalam lingkup
non-formal pun mereka berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di sekitarnya
yang belum tentu beretnis sama dengan mereka. Sehingga walaupun beberapa
dari mereka bergaul secara homogen di dalam kelas, mereka tetap dituntut
untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan tempat tinggal mereka
seperti kost-kostan atau kontrakan. Hal ini menyebabkan karakteristik dari
universitas tidak menyebabkan adanya perbedaan tingkat prasangka rasial di
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian besar universitas di Yogyakarta memiliki mahasiswa dari berbagai etnis sehingga mahasiswa Cina di Yogyakarta dituntut untuk dapat berinteraksi dan bekerja sama secara baik dengan mahasiswa non-Cina. Interaksi antar ras dapat menurunkan prasangka.
Berdasarkan aspek kognisi, aspek afeksi, dan aspek konasi, prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta tergolong rendah karena adanya proses belajar di lingkungan pendidikan tinggi. Mahasiswa Cina menerima informasi-informasi baru, dan berdasarkan informasi-informasi baru tersebut pola pikirnya berkembang dan mampu bersikap lebih objektif terhadap segala hal. Mahasiswa Cina merasa nyaman bergaul dengan mahasiswa non-Cina. Sebagai kelompok minoritas mereka tidak merasa dikucilkan dan dapat diterima dengan tangan terbuka oleh mahasiswa non-Cina.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta agar lebih peka dan berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan prasangka rasial. Mahasiswa di Yogyakarta hendaknya diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan interaksi antar etnis, misalnya festival kebudayaan, bakti sosial untuk membantu masyarakat yang kurang mampu.
2. Bagi orang tua dan para pendidik
Orang tua dan pendidik diharapkan dapat menjadi teladan yang baik dan mengajarkan sikap yang baik bagaimana menghargai dan menghormati setiap individu, tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama, sehingga tercipta interaksi yang baik antar sesama individu dan menghapus homogenitas kelompok.
3. Bagi mahasiswa etnis Cina
Mahasiswa etnis Cina diharapkan dapat meningkatkan interaksi yang baik dengan mahasiswa non-Cina sehingga tercipta hubungan yang akrab, dan mampu saling bekerja sama dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh universitas, agar dapat memperkecil timbulnya prasangka.
4. Bagi peneliti lain:
54
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. (1999). Prasangka Rasial dan Persepsi Agresi di Antara Mahasiswa Pribumi dan Cina Dari Empat Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
--- (2000). Prasangka Rasial dan Persepsi Agresi di Antara Mahasiswa Pribumi dan Cina di Kota Bandung. Jurnal Psikologi Unpad.
5(1), 64 – 75.
Allport, G. W. (1954). The Nature of Prejudice. Boston: The Beacon Press. Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha.
--- (2004). Dasar-dasar Psikometri Cetakan Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
--- (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R. A., Byrne, D., & Branscombe, N. R. (2006). Social Psychology 11th
Edition, Boston: Allyn & Bacon Inc.
Brewer, M. B. & Miller, N. (1996). Intergroup Relation. Buckingham: Open University Press.
Brown, R. (1995). Prejudice. Its Social Psychology. Cambridge: Blackwell Publisher Inc.
--- (2005). Prejudice. Menangani ”Prasangka” dari Perspektif Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budi, T. P.(2005). SPSS 13.00 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penerbit Andy.
Chia, Frany. (2003). Hubungan Antara Citra Raga Dengan Minat Membeli Produk Kosmetik Pemutih Kulit Pada Remaja Putri Etnis Cina. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Hadi, Sutrisno. (2004). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Helmi, A. F. (1991). Sikap Etnosentrik Pada Generasi Tua dan Muda Etnik Cina.
Jurnal Psikologi , 1, 38 – 46.