BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja.
Hukum waris itu sendiri adalah merupakan hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
meninggal dunia, mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi para ahli
waris.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan larat belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apa definisi dari hukum waris?
2. Bagaimana hukum waris menurut KUH Perdata? 3. Apa contoh kasus rebutan warisan?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan masalahnya adalah
1. Mengetahui definisi hukum waris
2. Mengetahui hukum waris menurut KUH Perdata 3. Mengetahui contoh kasus rebutan warisan
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Hukum Waris
Menurut Prof. Subekti Hukum warisan itu mengatur akibat-akibat hubungan kekeluargaan terhadap harta peninggalan seseorang.
seorang yang meninggal dunia, dan siapa-siapakah yang berhak atas
kekayaan itu.
Vollmar berpendapat bahwa hukum waris adalah perpindahan dari
sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan kewajiba, dari orang yang mewariskan kepada warisannya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan
(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai harta peninggalan
dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup atau yang ditinggalkannya.
2.2 Hukum Waris Menurut KUH Perdata A. Wujud Warisan
Dalam hukum waris berlaku suatu prinsip, bahwa yang berpindah
di dalam pewarisan adalah kekayaan pewaris. Yang dimaksud dengan kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat bernilai ekonomis. Sehingga segala hal yang bisa diperjuabelikan, dapat diwariskan.
Namun mengenai hal tersebut, ada pula hal-hal yang dikecualikan, adalah :
1. Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya si pemberi
kuasa (Pasal 1813)
2. Hubungan kerja yang bersifat sangat pribadi tidak beralih
kepada ahli waris (Pasal 1601)
3. Keanggotaan dalam perseroan tidak beralih kepada ahli
4. Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang
mempunyai hak tersebut (Pasal 807) B. Pewarisan Karena Kematian
Pewarisan hanya dapat terjadi karena kematian. Dengan demikian, sejak detik kematian tersebut, maka segala hak dan kewajiban pewaris
beralih kepada ahli warisnya. Konsekuensi logis dari adanya Pasal itu adalah bahwa kita belum dapat berbicara tentang warisan kalau si
pewaris masih hidup.
C. Keraguan dalam Menentukan Kematian Seseorang
Hal ini terjadi jika ada beberapa orang yang meninggal secara bersamaan dan tidak diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu.
Maka harus dianggap meninggal secara bersamaan. D. Prinsip Mengenai Barang Warisan
KUHPerdata tidak memandang mengenai asal-usul harta warisan.
Entah itu dari bapak atau dari ibu, maka dianggap sebagai harta warisan.
E. Syarat-syarat Mewaris
Ahli waris harus sudah ada dan masih ada pada saat warisan terbuka. (1) Mempunyai hubungan darah dengan pewaris
(2) Bukan orang yang tidak patut untuk mewaris (3) Tidak menolak warisan
F. Cara Mewaris
Mewaris berdasarkan Undang-undang, terdiri atas :
a. Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri. Artinya, ahli waris tampil mewaris secara langsung dari pewaris kepala demi kepala.
b. Mewaris berdasarkan penggantian (representasi). Artinya, ahli waris tampil mewaris karena menggantikan kedudukan dari ahli
waris yang sebenarnya berhak mewaris yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.
G. Ahli Waris Menurut Undang-undang
a. Ahli waris berdasarkan hubungan darah
yang hidup terlama (Pasal 832). Dengan demikian, seseorang harus
mempunyai hubungan darah dengan pewaris
b. Janda atau duda yang ditinggal mati saling mewaris
c. Keluarga yang lebih dekat kepada pewaris yang berhak mewaris. Ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan:
Golongan I: Terdiri suami isteri dan anak berserta
keturunannya.
Golongan II : Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya.
Golongan III : Terdiri kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.
Golongan IV : Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
2.3 Contoh Kasus Rebutan Warisan
Kasus rebutan warisan almarhum Adi Firansyah akhirnya bergulis ke Pengadilan. Sidang pertama perkara ini telah digelar Kamis (12/04)
kemarin di Pengadilan Agama Bekasi. Warisan pesinetron muda yang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor ini, menjadi sengketa antara Ibunda almarhum dengan Nielsa Lubis, mantan istri Adi.
Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi. Nielsa
beralasan Ia hanya memperjuangkan hak Chavia, putri hasil perkawinannya dengan Adi. Sementara Ibunda Adi mengatakan pada dasarnya pihaknya tidak keberatan dengan pembagian harta almarhum
anaknya. Namun mengenai rumah yang berada di Cikunir Bekasi, pihaknya berkeras tidak akan menjual, menunggu Chavia besar.
Menurut Nielsa Lubis, Mantan Istri Alm Adi Firansyah, "Saya menginginkan penyelesaiannya secara damai dan untuk pembagian
Menurut Ny Jenny Nuraeni, Ibunda Alm Adi Firansyah, "Kalau
pembagian pasti juga dikasih untuk Nielsa dan Chavia. Pembagian untuk Chavia 50% dan di notaris harus ada tulisan untuk saya, Nielsa dan Chavia. Rumah itu tidak akan dijual menunggu Chavia kalau sudah besar." Terlepas dari memperjuangkan hak, namun mencuatnya masalah
ini mengundang keprihatinan. Karena ribut-ribut mengenai harta warisan rasanya memalukan. Selain itu, sangat di sayangkan jika gara-gara persoalan ini hubungan keluarga almarhum dengan Nielsa jadi tambang
meruncing.
"Saya tidak pernah komunikasi semenjak cerai dan mertua saya
tidak pernah berkomunikasi dengan Chavia (jaranglah)", ujar Nielsa Lubis.
"Bagaimana juga saya khan masih mertuanya dan saya kecewa berat dengan dia. Saya siap akan mengasih untuk haknya Chavia", ujar Ny
Jenny Nuraeni. (Aozora/Devi) Solusi:
Dikasus ini, yang meninggalkan harta warisan adalah almarhum
mantan suami yang menjadi rebutan antara sang ibu almarhum dengan mantan istri almarhum, dan almarhum telah memiliki anak dari mantan istrinya.
Untuk status rumah yang ditinggalkan oleh almarhum, tergantung kapan almarhum memiliki rumah tersebut, jika almarhum sudah
memilikinya sejak masih bersama mantan istri maka status rumah merupakan harta bersama atau harta gono gini yang diperoleh dari
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang menyatakan bahwa harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Dan Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta
bersama diatur menurut hukum masing masing (pasal 37 UUP). Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum
adat dan hukum lainnya.
Mengenai harta benda dalam perkawinan, pengaturan ada di dalam
pasal 35 UUP dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Harta bersama, (pasal 37 UUP).
2. Harta bawaan, (pasal 36 ayat 2 UUP 3. Harta perolehan,
Berdasarkan uraian di atas apabila dikaitkan dengan kasus diatas
maka mantan istri almarhum mempunyai hak atau berhak atas harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tanpa melihat alasan-alasan
yang diajukan dan harta tersebut disebut harta bersama.
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Yang dimaksud hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup atau yang ditinggalkannya.
Ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan:
Golongan I: Terdiri suami isteri dan anak berserta
keturunannya.
Golongan II : Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara
beserta keturunannya.
Golongan IV : Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh termasuk saudara-saudara ahli waris golongan
III beserta keturunannya. 3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Matompo, Osgar dan Nafri,Harun. (2017). Pengantar Hukum Perdata. Malang: Setara Press.
Suseno, A. (2014, Maret). Contoh Kasus Hukum Perdata : Perebutan Harta Warisan. Dikutip pada 21 April 2017, dari Adhie Suseno Blog:
http://adhiesuseno.blogspot.co.id/2014/03/contoh-kasus-hukum-perdata-perebutan.html
Toha. (2015, April). Makalah Hukum Waris dalam KUH Perdata. Dikutip pada 21
April 2017, dari Kumpulan Seputar Dunia Kuliah: http://serba-