• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emosi dan proses kognitif 1 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Emosi dan proses kognitif 1 (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Emosi dan proses kognitif 1. Latar belakang

Sebagian besar hidup kita diisi dengan emosi, kita tidak bisa bayangkan hidup kita tanpa emosi. Kita akan hidup seperti robot, yang melakukan kegiatan tanpa adanya rasa senang, sedih, bingung, kesal, marah, dan sakit hati. Emosi mengatur nada dari kehidupan dan menjadikan hidup berharga. Tanpa kemampuan untuk bersedih, marah, senang dan cinta, kita akan kesulitan mengenali diri kita sebagai manusia.

Emosi dapat diartikan sebagai pola-pola reaksi yang melibatkan perubahan psikologi, ekspresi perilaku dan keadaan yang menyebabkan suatu tantangan. Reaksi emosi secara alami mempengaruhi bagaimana seseorang menghargai dan mengahadapi situasi-situasi tersebut (Buck 1985). Emosi meliputi bermacam-macam perasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan luar yang kita kurang mampu untuk mengontrolnya. Contohnya, kesedihan yang terlalu dalam menyebabkan kita merasa bahwa dunia tidak berwarna dan ingin cepat melupakannya. Secara khusus, emosi juga membawa pada perubahan fisik seseorang. Contoh dari Perubahan fisik ini meliputi meningkatnya detak jantung karena didekat seseorang yang kita sukai, tangan gemetar ketika berpidato untuk pertama kalinya. Dan pada akhirnya emosi dapat mempengaruhi perilaku kita. Bayangkan seorang ibu yang melihat anaknya

Sedangkan kognisi adalah proses yang meliputi memori, perhatian, bahasa, problem solving, and perencanaan. Banyak proses kognitif yang menakjubkan yang dilakukan oleh manusia. Mereka sering juga mampu mengontrol proses kognisi yang telah dilakukan dengan kognisi mereka sendiri (metakognisi), berfikir tentang cara yang terbaik untuk mengingat. Kemampuan bahasa kita pun sangat menakjubkan. Kita mampu menyimpan kata-kata hingga 100000 kata dan kita mengeluarkan tiga kata per detiknya.

Hubungan antara emosi dengan kognisi telah menjadi hal yang menarik para psikolog untuk diselidiki lebih lanjut. Selama lebih dari dua decade, keduanya dianggap merupakan dua proses yang tidak saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Pada makalah ini, akan dibahas tentang aspek-aspek fisiologi, behavioral dan experimental dari emosi. Bahasan ini difokuskan pada isu-isu terkini dari beberapa studi tentang emosi. Seperti peran dari perubahan fisik dalam memainkan pengalaman emosi seseorang.

2. Rumusan masalah

2.1. Bagaimana emosi kita mempengaruhi perubahan fisik tubuh kita? 2.2. Bagaimana proses munculnya emosi pada diri kita?

2.3. Bagaimana hubungan antara kognisi dan emosi?

2.4. Bagaimana peran emosi dalam proses pembelajaran fisika? 3. Pembahasan

(2)

Peran dari faktor-faktor fisiologi dalam memainkan emosi manusia telah membangkitkan minat para psikolog pada abad ini. Apakah faktor fisiologi ini adalah sebab utama dari emosi? Apakah kondisi fisik yang berubah-ubah mempengaruhi perubahan emosi? Meskipun banyak jawaban pada pertanyaan-pertanyaan ini telah dikemukakan, akan tetapi banyak kontroversi yang muncul di kalangan para psikolog. Mereka sepakat dalam satu hal yaitu: emosi yang kuat diasosiasikan dengan perubahan sistem saraf autonomik.

Sistem saraf autonomik mengatur kondisi internal tubuh dan bekerja secara tidak sadar. Sistem ini tersusun atas dua divisi, simpathetik dan parasimpathetik, keduanya terhubung pada hampir setiap otot pada organ dalam dan juga setiap pembuluh darah.

Divisi parasimpathetik bekerja dominan selama proses relaksasi dan dalam hal pemulihan energi. Dia bekerja untuk menurunkan detak jantung, aliran darah yang menuju pada otot-otot tulang, dan juga pencernaan. Sudah menjadi hal yang umum bahwa sebagian besar dari perubahan fisik dihubungkan dengan emosi yang kuat, seperti seringnya marah dan takut itu disebabkan oleh aktivitas dari divisi simpathetik.

Apa yang terjadi ketika sistem saraf nervous simpathetik teraktivasi? Bayangkan pada pukul 2 malam, kita berjalan menuju ke mobil kita pada parkiran yang kondisinya sepi, tiba-tiba seorang muncul dari lorong kecil untuk mengagetkan kita. Apa perubahan fisik yang akan terjadi pada kondisi ketakutan ini?

a) Pembuluh darah kita yang menuju ke perut dan usus akan menyusut dan pencernaan kita akan terhenti. Pada waktu bersamaan , pembuluh darah yang menuju pada otot-otot tulang akan mengembang, dan mengalirkan oksigen dan nutrisi yang dibawa darah ke bagian tubuh dimana darah diperlukan ketika kondisi tersebut.

b) Pancreas kita akan mengeluarkan hormone glikogen yang akan menstimuli hati untuk melepaskan gula yang tersimpan dalam hati menuju ke aliran darah. Gula darah akan menyediakan energi tambahan pada otot-otot tulang dimana mereka dibutuhkan. Sebagai tambahan, kelenjar adrenalin akan mengeluarkan hormone epinefrin yang membantu menopang banyaknya perubahan fisikal yang lain.

c) Pernafasan kita akan menjadi lebih dalam dan lebih cepat dan brokioolus akan mengembang. Perubahan ini akan meningkatkan supply oksigen ke darah untuk pembakaran gula darah pada otot-otot tulang.

d) Detak jantung akan meningkat bisa lebih dari dua kali lipatnya sehingga mempercepat sirkulasi darah dan mempercepat pengiriman oksigen dan nutrisi pada otot-otot tulang.

e) Pupil mata membesar dan sensitivitas penglihatan kita akan meningkat.

f) Kelenjar salivary akan berhenti bekerja, dan menyebabkan mulut menjadi kering, g) Otot di bawah permukaan kulit akan berkontraksi, dan menyebabkan bulu rambut

(3)

Semua perubahan fisik ini diperlukan untuk mepersiapkan tubuh untuk bereaksi pada potensi ancaman, seperti dengan menghadapinya dan lari darinya, fenomena ini dikenal sebagai fight or flight respon

Pada kenyataannya aktifnya system saraf simpathetik terkadang menghasilkan perbuatan yang hebat dan kuat sekali atau daya tahan tubuh. Beberapa kasus yang terjadi seperti seorang ibu yang mampu mengangkat mobil untuk membebaskan anaknya yang terjebak dibawahnya, seseorang yang berenang melawan arus yang kuat untuk lari dari buaya misalnya. Kejadian ini tidak bisa dikatakan bahwa kekuatan ini muncul karena seseorang tersebut diberkahi oleh kekuatan superpower. Akan tetapi lebih tepatnya munculnya perubahan fisik ini memungkinkan seseorang untuk menggunakan otot tubuhnya lebih efektif dan dalam waktu yang lama dari biasanya.

Segera sesudah situasi yang mengancam berakhir maka kondisi fisik kita kembali dalam keadaan semula. Hal ini disebabkan System syaraf parasimpathetik akan mulai memulihkan sendiri kondisi yang ditimbulkan oleh system syaraf simpathetik. Denyut jantung, pernafasan, kelenjar hormone, aliran darah dan ketegangan otot akan kembali normal. Lalu kondisi tubuh sebagai akibat ketakutan akan menurun.

3.2. Emosi dan otak

Area hipotalamus dan area-area tertentu pada sitem limbik adalah area yang terlibat dalam sejumlah reaksi-reaksi dari emosi, seperti marah, aggresif, ketakutan (Pribram 1981). Hal ini dibuktikan dengan beberapa percobaan dengan menggunakan hewan. Misalnya percobaan dengan menggunakan kucing telah menunjukkan bahwa stimulus pada area tertentu pada hypothalamus dapat mempengaruhi dengan kuat aktivasi dari system syaraf simphatetic dan tampilan emosi yang hanya dapat diintepretasikan oleh jenis binatang kucing. Pupil mata kucing membesar, bulu belakangnya berdiri, telinga yang bergerak turun, kuku yang keluar dari kaki-kakinya, desisan dan mengeramnya secara intensif (Flynn et al,.1970). disamping itu pembedahan pada area amygdala dapat mengahsilkan perilaku hewan yang sangat patuh. Untuk alasan ini, beberapa hewan buas yang digunakan untuk pertunjukan sirkus bisa patuh dengan pawangnya disebabkan oleh bagian dari amygdala ini yang telah dilakukan pembedahan.

(4)

dihubungkan dengan perilaku kekerasan seseorang. Jadi peneliti mengemukakan bahwa beberapa orang yang mudah berubah-rubah pikiran (volatile) dimungkinkan menderita penyakit atau mengalami luka di otaknya (mark and Ervin 1970).

Penelitian terkini tentang otak menunjukkan bahwa emosi tidak hanya dikontrol oleh bagian hypothalamus dan system limbik. Lebih dari itu, bagian otak yang disebut kortek secara mendalam terlibat dalam mengatur emosi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peran kortek pada emosi adalah secara asimetris. Bagian kiri berkontribusi pada lebih banyak perasaan positif, sedangkan bagian kanan berkontribusi pada lebih banyak perasaan negatif. Orang-orang yang menderita kerusakan pada hemisphere cerebral kanan akan sangat tenang dan riang dalam emosinya. Mereka mungkin menertawakan hal-hal yang tidak lucu bagi orang lain dan membuat guyonan-guyonan yang tidak tepat. Hal ini membuktikan bahwa emosi rasa senang adalah sebagian besar dipengaruhi oleh akivitas otak kiri. Sebaliknya, orang-orang yang menderita kerusakan pada hemisphere kanan akan mengalami rasa depresi yang akut dan tidak dapat mengontrol tangisannya. Emosi negatif ini sepertinya lebih banyak dipengaruhi oleh hemisphere kanan (Gainotti, 1972; Hecaen,1962; Sackeim et al.,1982). Hasil PET menunjukkan bahwa penderita depresi lebih banyak mengaktifkan bagian hemisphere sebelah kanan dengan level yang tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tidak depresi. (Davidson, 1984)

3.3. EKSPRESI DARI EMOSI

Emosi adalah perasaan pribadi yang berasal dari suatu kondisi terkini dari status internal, mood, lingkungan, konteks masa lalunya dan stimuli eksternal. Emosi erat hubungannya dengan hasrat dan willingness. Hasrat adalah perasaan pribadi atau keinginan untuk memiliki sesuatu, untuk melakukan interaksi dengan dunia luar atau untuk mempersiapkan apa yang akan terjadi. willingness adalah keadaan pribadi yang sadar, tenang dan pilihan dalam melakukan tindakan. Berdasarkan studi dari Fischer, Shaver, and Carnochan (1990) and Wilson and Keil (1999), taksonomi dari emosi dapat di uraian menjadi tiga level yang disebut sebagai subkategori, dasar dan level atas seperti pada table. Menariknya emosi manusia dapat diklasifikasikan kedalam dua katagori yang berlawanan: senang dan tidak senang. Variasi emosi pada dua kategori ini dapat diklasifikasikan menjadi lima level berdasarkan kekuatan perasaan individu (Wang, 2005). Kita dapat mengenali Level-level emosi pada individu dengan memperhatikan petunjuk verbal individu tersebut.

Table 1. taksonomi emosi

Level Deskripsi

level super Positif (senang) Negative (tidak senang) Level dasar gembira (Joy) Cinta (love) Marah

(5)

kesukaan

Senang (Comfort) Rasa aman (Safeness), kepuasan hati

(contentment), kepuasan (fulfillment), percaya (trust)

Takut(Fear) Cemas (Worry), sangat takut (horror), cemburu (jealousy), ketakutan (frightening), terancem (threatening)

2 Moderate

emosi Kegembiraan (Joy) Sangat senang (Delight), senang (fun), ketertarikan(interest), rasa bangga (pride) Kesedihan

(Sadness) Gelisah (Anxiety), kesepian (loneliness), rasa sesal(regret), rasa bersalah (guilt), duka cita (grief), duka cita karena menderita (sorrow), penderitaan yang mendalam (agony)

3 Strong emosi

Senang (Pleasure) Kebahagiaan (Happiness), kebahagiaan (bliss), kebahagiaaa/kegemparan ( excitement),

kebahagiaan yang luar biasa (ecstasy) Marah (Anger) kejengkelan (Annoyance), rasa permusuhan

(hostility), jijik (contempt),sangat marah (infuriated), membuat marah sekali (enraged) 4 Strongest

emosi

Cinta (Love) Rasa akrab (Intimacy), keinginan (passion), amorousness, kegandrungan (fondness), tergila-gila (infatuation)

Benci (Hate) Muak (Disgust), benci (detestation), ngeri (abhorrence), sangat brenci (bitterness )

(6)

Persepsi kemunculan

stimulus emosi perubahan viscera Aktivasi dari dan vaskuler

Pesan ke otak menghasilkan pengalaman emosi seseorang untuk membaca pesan nonverbal. Sebuah penelitian mengungkap bahwa orang-orang yang mempunyai kemiripan budaya mendapatkan nilai yang baik dalam Tes PONS tersebut.

Penelitian lain mengungkap bahwa pria dan wanita menunjukkan perbedaan ungkapan nonverbal dalam mengekspresikan emosi mereka. Ross Buck (1976) melakukan penelitian dengan memperlihatkan sederetan gambar ungkapan emosi pada sekelompok pria dan wanita. Penelitian ini menghasilkan bahwa responden lebih mudah menebak dengan benar gambar ungkapan emosi dari wanita daripada gambar ungkapan emosi dari pria. Akan tetapi penelitian ini tidak belaku pada anak-anak. Pada mereka didapatkan bahwa respon dari melihat gambar ungkapan emosi berubah sesuai dengan kepribadiannya bukan jenis kelaminnya.

Ekman dan Koleganya mengembangkan penelitaan ini lebih jauh lagi. Mereka berpendapat bahwa pergerakan otot wajah disebabkan oleh system syaraf autonomic, yang mengontrol detak jantung, pernafasan, organ tubuh yang lainnya. Dengan memakai karakterisrik dari ekspresi wajah seseorang, kita dapat memicu respon fisik dari orang tersebut. Contohnya Eksman And Koleganya melakukan penelitian dengan meminta seseorang untuk mengangkat alis mata atau kening, mengangkat kelopak mata bagian atas, mengerutkan kelopak mata bawah, menurunkan rahang dan meregangkan kelopak mata bawah. Sementara gelombang otak, detak jantung, nafas, suhu tubuh orang tersebut di monitoring. Ekman mengira bahwa kontraksi dan relaksasi dari otot muka memicu respon khusus pada system syaraf yang tugasnya untuk memproduksi hormone yang mampu untuk merubah mood kita.

3.4. Teori-teori tentang proses terbentuknya emosi 3.4.1. Teori James-Lange

(7)

3.4.2. Teori cannon-bard

Pada tahun 1927 Walter Cannon mempublikasikan kritik yang tajam pada teori James-Lange. Pertama ide tentang reaksi tubuh karena emosi dipertanyakan tentang perkiraan waktu proses terjadinya. Seringkali kita merasa emosi berubah sangat cepat dan meluncur tanpa kendali. Kita terkadang menemukan teman kita tiba-tiba emosinya riang lalu sedih. Kedua, percobaan yang dilakukan oleh Gregorio maranon (1924) membuktikan teori James-lange dengan menyuntikkan hormon epinefrin pada subyek penelitian. Penelitian ini menghasilkan bahwa sekitar 71 % dari subtek penelitian mengalami hanya gejala-gejala fisik seperti detak jantung meningkat, tenggorokan kering, tanpa mengalami perubahan emosi yang berarti.

Berdasarkan ketidakakuratan teori yang dikemukakan oleh James-Lange, Maranon mengusulkan bahwa bagian otak yang bernama Thalamus memainkan peran yang vital dalam mengatur emosi seseorang. Pada situasi yang membangkitkan emosi seseorang, stimuli dari perasa melewati bagian otak thalamus yang berfungsi sebagai stasiun penyampai emosi (station relay). Setelah itu Thalamus menyalurkan secara simultan informasi pada dua bagian tubuh yaitu; ke bagian tubuh atas yaitu otak kortek ( menghasilkan emosi pada seseorang) dan ke bagian tubuh bawah yaitu system syaraf autonomic (menghasilkan respon fisik).

Segera setelah itu, teori Cannon-Bard ini didukung oleh ahli anatomi tubuh james Papez (1937). Dia mengusulkan peran kritis dari hypothalamus dan bagian dari system limbik. Hypothalamus ini adalah bagian yang utama dari daerah otak yang memicu adanya gejala fisik. Dan system limbik adalah bagian yang utama dari daerah otak yang mengatur emosi seseorang. Pandangan ini adalah yang paling banyak diterima oleh para psikolog untuk menggambarkan proses terjadinya emosi.

3.4.3. Teori Dua faktor Schachter dan Singer Persepsi kemunculan

stimulus emosi

Impuls saraf thalamus

Sinyal ke system saraf autonomik Sinyal ke kortek menghasilkan

(8)

Ketika banyak peneliti memperbaharui idea James tentang factor-faktor fisik yang mempengarui emosi. Psikolog lainnya mengembangkan teori James dengan menitikberatkan pada pada proses kognitif seseorang. Diantara para psikolog ini adalah Stanley Schachter dan Jerome Singer. Berdasarkan dua factor teori terbentuknya emosi tersebut. Pengalaman emosi seseorang tergantung pada perubahan fisik dan interpetasi kognitif pada perubahan tersebut. Interpretasi kognitif ini memungkinkan seseorang menyebutnya sebagai kondisi umum dari perubahan fisik pada emosi tertentu (Schacher, 1964)

Bagaimana kita dapat membuktikan adanya peran kognitif dalam emosi sesorang? Setiap hari dalam kehidupan kita, munculnya emosi dan proses kognitif yang berkaitan dengannya adalah saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini yang membuat Stanley Schachter dan Jerome Singer tertarik untuk mempelajarinya. Mereka mengajak kita berfikir tentang kondisi yang diluar kebiasaan kita. Mereka mencoba memisahkan antara kondisi munculnya emosi dengan proses kognisi yang dilakukan seseorang. Apa yang akan kita lakukan, jika kita merasakan sensasi emosi akan tetapi tidak ada sebab yang nyata untuk emosi tersebut? Schachter dan Singer menjelaskan bahwa ketika kita merasakan suatu emosi, maka kita perlu menjelaskan perasaan kita ini dengan berbagai cara dan mencari sebab yang masuk akal di sekitar kita. Hasilnya, kita memberi arti pada setiap kondisi emosi kita dengan perasaan senang, cinta, cemburu, atau benci, berdasarkan keadaan kognisi yang terjadi pada kita.

Untuk mencoba mendesign suatu ekperimen untuk mengukur hipotesis ini, Schachter dan Singer menemui beberapa hambatan. Pertama, mereka kesulitan untuk mencari cara yang nonemosional untuk memunculkan perubahan fisik seseorang. Mereka menemukan solusi dari permasalahan ini dengan menyuntikkan hormone epinefrin, dengan alasan bahwa mereka ingin mempelajari efek suntikan pada penglihatan. Subjek penelitian secara acak ditempatkan pada salah satu dari empat kondisi yang berbeda.

a) Informed condition, peneliti menginformasikan bahwa suntikan akan menyebabkan efek samping seperti tangan gemetar, jantung berdebar yang merupakan efek samping sebenarnya dari suntikan tersebut.

b) Misinformed condition, subjek penelitian diarahkan untuk menduga bahwa efek suntikan berupa sakit kepala dan gatal

c) Ignorant condition, subjek diberitahukkan bahwa suntikan tidak menimbulkan efek samping sama sekali

(9)

Aktivasi dari kemunculan perubahan fisik

Interpretasi kognitif dari perubahan fisik

Mengkombinasi keduanya untuk pengalaman emosi

Schachter dan Singer memprediksi bahwa subyek dengan misinformed dan ignorant condition akan kekurangan penjelasan untuk keadaan yang dia rasakan. Dan akan mencoba mencari informasi dari lingkungannya yang akan membatu untuk menjelaskannya dari apa yang dia rasakan.

Setelah itu subyek dengan misinformed dan ignorant condition diperintahkan untuk melakukan tes penglihatan di sebuah ruangan, dengan seorang asisten penelitian yang telah diatur untuk membantu melakukan tindakan-tindakan tertentu. Di kasus tertentu, asisten melakukan tindakan-tindakan yang membuat suasana menyenangkan seperti tertawa, bermain hulahoop. Pada kasus yang lain, asisten tersebut melakukan tindakan yang membuat subjek menjadi marah. Lalu subyek menjadi marah, bertengkar mulut dengan asisten dan menyobek kertas questionnaire.

Dari penelitian Schachter dan Singer, mereka memprediksi bahwa subjek yang tidak memiliki alasan untuk menjelaskan keadaan emosi yang dia rasakan, akan memberi label berdasarkan emosi yang dilakukan oleh asisten. Jadi subjek dengan kondisi misinformed dan ignorant condition akan memberi label terhadap keadaan emosi sama dan mereka tidak mengerti berdasarkan isyarat dari lingkungannya. Berlainan dengan kondisi diatas, subyek dengan informed condition, yang telah diberi penjelasan tentang efek dari epinefrin adalah sedikit untuk berperilaku seperti apa yang dilakukan oleh asisten .

Akan tetapi eksperimen ini mempunyai kekurangan antara lain, penelitian Schachter dan Singer gagal untuk memonitor respon psikologi dari subyek penelitian, dikarenakan efek suntikan epinefrin adalah bervariasi dan terkadang dalam waktu yang singkat. Emosi yang dimunculkan subjek mungkin bukan dari sebab kondisi lingkungan yang sesaat tersebut akan tetapi ingatan dari masa lalunya.

3.5. Hubungan Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif 3.5.1. Emosi, persepsi dan Atensi

(10)

diperintahkan untuk melaporkan hasil pengamatan dua target stimuli visual (T1 dan T2) diantara arus beberapa stimulus visual yang cepat. Ketika T2 diikuti dengan T1 dengan jeda yang singkat, partisipan lebih seperti melewatkannya , seperti terbutakan perhatiannya. Menariknya, attentional blink terjadi karena di atur oleh stimuli emosi daripada ketika keadaan netral (Anderson, 2005).

Berdasarkan penemuan-penemuan lain menunjukkan bahwa wajah emosi dimungkinkan untuk mengatur dari pembagian perhatian. Sebagai contoh, pasien dengan unilateral inattention (dikarenakan kerusakan hemisphere parietal bagian kanan) lebih baik dalam mengenali wajah sedih ataupun senang dibandingkan dengan wajah netral (Vuilleumier and Schwartz, 2001).

3.5.2. Emosi, memori dan belajar

Penelitian pada pengkondisian classical pada rasa takut menyarankan bahwa amygdala terlibat dalam kemahiran, penyimpanan dan ekspresi dari respon rasa takut. Dimana kondisi ketakutan dipercaya terlibat secara primitive pada proses belajar afektif. Ketakutan yang diintruksikan menggambarkan situasi dimana kognisi dan emosi berinteraksi lebih jelas lagi.

Contoh lain dari belajar cognitive-affective adalah pengamatan ketakutan. Pada proses belajar ini, respon ketakutan yang diperoleh pebelajar dihasilkan dari proses belajar dengan metode observasi sosial. Pada kasus ini, manusia maupun hewan primata mampu belajar secara afektif pada stimulus yang diberikan, melalui pengamatannya pada reaksi emosi yang dimunculkan oleh stimulus tersebut (Ohman and Mineka, 2001). Misalnya kita belajar untuk menghindari ketakutan dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas pada jalur padat dengan membuat jembatan penyeberangan. Pembuatan bangunan anti gempa untuk menimimalisir ketakutan terhadap gempa bumi.

Konten emosi dapat merubah membentuk dan mengingat pada kejadian masa lampau, bersesuaian dengan yang ditemukan pada manusia dan hewan. Dibandingkan item-item yang netral, manusia lebih baik dalam hal mengingat informasi dengan melibatkan emosinya. Contohnya hal-hal yang bisa membantu ingatan adalah cerita sedih, film, gambar, dan untaian kata-kata.

(11)

beberapa gambar yang mengandung konten emosional dan netral. Gambar dengan konten emosional yang tinggi dingat lebih baik dibandingkan dengan gambar-gambar konten emosionalnya rendah. Pada manusia, ada beberapa dugaan yang mendukung bahwa peningkatan memori dikarenakan sebab utama dimensi arousal (pembangkitan) dari konten emosi (Phelps, 2006), dugaan ini ditemukan dengan melakukan penelitian pada hewan (McGaugh, 2004).

Untuk menggambarkan efek dari pembangkitan emosi, sekelompok hewan menerima suntikan D-amphetamine sesaat setelah dilatih dan sekelompok yang terkontrol menerima suntikan cairan garam.

Tes perilaku menunjukkan bahwa pemberian d-amphetamine pada amygdala meningkatkan memory baik yang berkaitan dengan tugas spasial maupun non-spasial. Pertumbuhan tubuh dari hewan tersebut mendukung dengan kuat model yang mengemukakan bahwa emosi berpengaruh pada memori dengan mengatur memori storage (McGaugh, 2004). Secara khusus, amygdala dan yang berhubungan dengan system basal forebrain yang meliputi stria terminalis menunjukkan peran utama pada proses pengaturan memori storage ini. Struktur ini diteliti memainkan peran utama pada konsolidasi/penggabungan memori pada jaringan di daerah otak. Jaringan ini termasuk; hippocampus, yang terlibat pada pembentukkan memori, dan struktur tambahan otak lainnya seperti; nucleus accumbens, caudate nucleus, entorhinal cortex, dan pada daerah cortical yang lainnya (McGaugh, 2002).

3.5.3. Behavioral inhibition and working memory

(12)

membatalkan tindakan yang ingin dilakukan. Respon ini dipercaya dikontrol pada daerah di prefrontal cortex (e.g., dorsolateral prefrontal cortex, anterior cingulate cortex, dan inferior frontal cortex) (Rubia et al., 2003; Aron et al., 2004). Response inhibition sering diteliti dengan istilah sebagai go/no-go stimulus. Jika subjek diminta untuk mengesekusi respon motorik maka menunjukkan stimulus go. Dan ketika menahan respon maka menunjukkan stimulus no-go. study terkini meneliti tentang interaksi antara proses emosi dan response inhibition (Goldstein et al., 2007). Response inhibition yang mengikuti kata-kata negative (kata-kata yang tidak berharga) berkaitan dengan dorsolateral prefrontal cortex. menariknya, daerah ini tidak mendapatkan tugas inhibitory, malahan, dorsolateral cortex yang sensitive dengan tugas perilaku penolakan dan memproses kata-kata negative 3.5.4. Dampak dari kognisi pada emosi

Hal terpenting yang patut untuk diskusikan adalah studi-studi tentang penelitian interaksi antara kognisi dan emosi yang dikenal dengan cognitive emotion regulation (Ochsner and Gross, 2005; Ochsner and Gross, 2008). Terutama sekali tentang Strategi pengaturan informasi yang disebut “cognitive reappraisal”, yang meliputi proses memikirkan kembali makna dari stimuli afektif yang terbebani atau kejadian yang merubah pengaruh emosi mereka. Reappraisal (penilaian kembali) muncul berdasarkan pada interaksi antara prefrontal and daerah cingulate yang sering terlibat pada mengontrol kognitif dan system seperti amygdala dan insula yang terlibat pada peresponan stimuli. Menariknya, tujuan untuk memikirkan kembali tentang stimuli yang mengatur dan mengurangi emosi mungkin bisa mendorong aktivitas amygdala sehingga emosi menjadi berkurang. Lebih jauh lagi, perubahan pengalaman emosi dan respon autonomic mungkin berkorelasi dengan seiring naik atau turunnya prefrontal dan/atau aktivitas amygdala.

3.6. Peran emosi dalam proses pembelajaran fisika

(13)

Adapun model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengembangkan kecerdasan emosi adalah salah satunya dengan model berbasis proyek. Adapun integrasi pada pengembangan kecerdasan emosional pada langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut,

a) Pada langkah pertama, searching yaitu menghadapkan siswa pada masalah riil di lapangan dan mendorong mereka mengidentifikasi masalah riil tersebut. Dalam hal ini, siswa terdorong untuk dapat mengenal emosi yang ada pada dirinya sendiri untuk menghadapi permasalahan yang ada dan menumbuhkan motivasi yang ada dalam dirinya untuk mengidentifikasi permasalahan yang diberikan. Contoh permasalahan tersebut adalah :

 Bagaimana caranya membuat sebuah wadah yang mempunyai dinding mendekati dinding adiabatik?

 Bagaimana menyusun suatu rangkaian RLC, sehingga terjadi frekuensi resonansi?

 Bagaimana cara membuat sebuah kapasitor yang memiliki ukuran kecil akan tetapi memiliki kapasitansi yang besar?

 Bagaimana menerapkan gaya yang bersifat konservatif?

b) Pada langkah kedua, solving yaitu penentuan alternatif dan merumuskan strategi pemecahan masalah oleh siswa. Dalam hal ini, siswa bekerja secara berkelompok yang secara tidak langsung menuntut mereka mampu dalam mengendalikan emosi amarahnya masing-masing untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Mereka harus mampu bekerja sebagai sebuah tim untuk memecahkan permasalahan. Pada tahapan ini siswa bisa berdiskusi tentang konsep-konsep fisika yang berhubungan dengan permasalahan tersebut. Seperti konsep adiabatic, rangkaian RLC, Kapasitansi Kapasitor dan konsep gaya.

c) Pada langkah ketiga, designing yaitu perencanaan model alat yang akan dibuat oleh siswa. Dalam hal ini, siswa dalam kelompok dituntut untuk memiliki motivasi dan saling berinteraksi satu sama lain dalam merencanakan, sehingga melatih keterampilan sosial siswa. Selain itu, tahap ini mampu melatih siswa untuk memahami perasaan siswa lainnya (empati). Pada langkah ini siswa diharapkan menggambar suatu design produk yang akan dibuat, seperti bagaimana membuat bentuk dari wadah dinding adiabatic tersebut? Bagaimana membuat rangkaian RLC yang efesien dan efektif?

d) Producing/creating, yaitu kelompok kerja membuat produk, sebagaimana telah didesain sebelumnya. Dalam hal ini dilatih empati dan keterampilan siswa dalam membuat produk secara berkelompok. Contoh dari Ketrampilan tersebut adalah bagaimana siswa membuat suatu wadah yang tepat sesuai dengan konsep adiabatic? Bagaimana siswa menyusun rangkaian sesuai dengan konsep RLC?

(14)

mengendalikan emosi mereka, menyadari kelebihan dan menerima kekurangan dari produk yang dihasilkan. Contoh dari Langkah ini adalah bagaimana siswa menguji ketepatan wadah yang dibuat tersebut dengan konsep adiabatic? Bagaimana siswa menguji Rangkaian RLC tersebut dan mengevaluasinya?

f) Pada langkah terakhir sharing, yaitu siswa mempresentasikan produk yang dihasilkan untuk mengkomunikasikan secara aktual hasil pemikirannya terhadap kelompok lain. Tahapan ini hampir melatih semua aspek yang ada dalam kecerdasan emosional yakni mengenal emosinya sendiri ketika persentasi di depan kelompok lain, mengendalikan emosi ketika menerima kritik dan saran kelompok lain, memotivasi diri untuk melakukan perbaikan terhadap produk yang telah dihasilkan, berempati ketika diskusi dan tentunya melatih keterampilan sosial.

Dalam proses berinteraksi antara siswa secara internal pada kelompok tersebut, setiap individu pasti memiliki sifat karakteristik yang berbeda-beda. Dalam diskusi antar internal kelompok ini, guru dapat membimbing siswa untuk menerapkan cognitive emotion regulation dan cognitive reappraisal.

Daftar pustaka

http://www.psychologymania.com/2011/07/hubungan-antara-emosi-motivasi-dan.html

http://www.hrepic.com/Teaching/GenEducation/nonverbcom/nonverbcom.htm

http://www.psychologytoday.com/basics/emotional-intelligence

Luiz Pessoa (2009), Scholarpedia,cognition and emotion dalam

http://www.scholarpedia.org/article/Cognition_and_emotion diakses tanggal 6 desember 2014.

www.psypress.co.uk/ek5/resources/pdf/chap18.pdf

Artini, N. P. J., dkk, 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa, e-Journal Program Pascasarjana : Universitas Pendidikan Ganesha

Gambar

Table 2. Hirarki emosi
gambar konten emosionalnya rendah. Pada manusia, ada beberapa dugaan yang

Referensi

Dokumen terkait

1) Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran scramble terhadap kemampuan menyusun karangan sederhana bahasa Mandarin pada siswa XI MIPA SMA NU 1 Gresik

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji dengan batang pepaya dalam menghambat Shigella sonnei

Under the absence of a mean velocity gradient we may consider the theory of homogeneous turbulence or the specific case of axisymmetric homogeneous turbulence, which describes

Dari analisis yang dilakukan, ditemukan hasil bahwa terdapat perbedaan capaian kemampuan membaca kritis yang berarti antara mahasiswa yang aktif terlibat dalam

Bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 8 Peraturan Menteri Agama nomor 8 Tahun 2013 terkait dengan unsur dalam pelaksana akademik di Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Berkaitan dengan hal diatas, maka partisipasi perlu digambarkan lebih luas melalui keragaman bentuk, fungsi, dan kepentingan serta hubungan yang terjadi di antara tiap

Matriks berisi judul, latar belakang, rumusan masalah, variabel, indikator, sumber data, dan metode penelitian (Form B). Seluruh berkas dimasukkan ke dalam map

Renstra LAPAN 2010-2014, memberikan gambaran kuat LAPAN dalam upaya membangun kemandirian di bidang teknologi dirgantara khususnya roket dan satelit sehingga dapat