• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi

DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO

TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS

Disusun oleh :

HERNA SUSANTI

M 0206004

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I

Drs. Suharyana, M.Sc. NIP. 19611217 198903 1 003

Pembimbing II

Drs. Usman Santosa, MS NIP. 19510407 197503 1 003

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Senin

Tanggal : 26 Juli 2010

Anggota Tim Penguji :

Dra. Riyatun, M.Si (...) NIP. 19680226 199402 2 001

Mochtar Yunianto, S.Si, M.Si NIP. 19800630 200501 1 001

(...)

Disahkan oleh Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2010

(4)

PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER

DAN SUHU KRITIS

HERNA SUSANTI

Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan menggunakan metode padatan dan mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji temperatur kritis (Tc). Superkonduktor Bi1,7Pb0,3Sr2C2Cu3O10+δ dengan doping Pb menggunakan metode padatan telah dibuat dan diuji superkonduktivitasnya.

Telah dibuat 2 sampel dengan rumus kimia sama, tetapi variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu untuk sampel 1 pemberian Pb saat awal pencampuran dan sampel 2 pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, di-pellet, di-sintering, dan dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc.

Dari hasil karekterisasi yang dilakukan kedua sampel tidak menunjukkan efek Meissner. Dan temperatur kritis untuk sampel 1 dan sampel 2 tidak ditemukan. Jadi, sampel yang dibuat bukan merupakan material superkonduktor. Kata kunci : doping Pb, efek Meissner, temperatur kritis Tc

(5)

INFLUENCE OF TREATMENT VARIATION DOPING Pb TO Bi IN THE SYNTHESIS SUPERCONDUCTOR BSCCO

TOWARD MEISSNER EFFECT AND CRITICAL TEMPERATURE

HERNA SUSANTI

Department of Physics. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

This research conducted to make superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O by using solid method and to know influence treatment variation doping Pb on the synthesis superkonduktor BSCCO toward meissner effect and critical temperature (Tc). Superkonduktor Bi1,7Pb0,3Sr2C2Cu3O10-δ with doping Pb by using solid

method have been made and tested the superkonduktivity.

Have been made two sample with the equal chemical formula but treatment variation doping Pb different is for sampel 1 Pb given at early mixing and sampel 2 Pb given after kalsinasi (attenuation of second). The making of Superkonduktor BSCCO conducted by bray substance until really smooth, kalsinasi, pelletisasi, sintering, and characterization with Meissner effect and critical temperature (Tc).

From the result of characterization whole sampel not show Meissner effect. And from grafic the critical temperature for sampel 1 and sampel 2 not found. Thus sampel not material superconductor.

Keyword : doping Pb, Meissner effect, critical temperature

(6)

MOTTO

”Allah akan memberikan kesuksesan bagi manusia yang bersungguh-sungguh”

”Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tetapi berusahalah untuk menjadi manusia yang berguna”

”Dan Dia-lah ALLOH (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan

dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”

(7)

PERSEMBAHAN

1.

Ayah dan Ibuku tercinta

Dengan segala peluh dan doa-doamu setiap malam

ibu,akhirnya aku dapat mempersembahkan sepenggal harapanmu.

2.

My Engaged Anasrul

Terimaakasih buat bantuan dan antar jemputnya

.

3.

Kakak-kakakku (Ipuk

&

Yamto, Hendra)

4.

Keponakan kecil ku (d’ Dana)

5.

Almamaterku UNS

(8)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Material mempunyai arti penting bagi perkembangan teknologi yang akhirnya akan berpengaruh pada aspek kehidupan masyarakat. Dengan teknologi yang semakin canggih, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan cepat sehingga lebih menghemat tenaga dan waktu. Di bidang industri misalnya, dengan bantuan mesin dapat menghasilkan produk yang lebih banyak dengan waktu yang lebih singkat dibandingkan jika hanya dikerjakan secara manual oleh manusia. Banyak penemuan-penemuan baru yang muncul dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mempermudah segala aktivitasnya.

Salah satu penemuan yang sedang marak diteliti adalah superkonduktor. Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun. Superkonduktor ini banyak menarik minat bagi ilmuwan untuk mengembangkannya. Terutama superkonduktor keramik BSCCO yang dikenal sebagai superkonduktor dengan suhu kritis tinggi. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair. H.K Onnes menemukan pada temperatur 4,2 K hambatan listrik Merkuri menurun dari 0,03 Ω menjadi 3 x 10-6 Ω. (Suprihatin, 2008)

(9)

Pada tahun 1986 Bednorz dan Muller di Laboratorium IBM Zurich, berhasil menemukan bahan keramik superkonduktor dengan rumus kimia Ba1,8La0,15CuO4 dengan Tc = 30 K. Chu,dkk, pada tahun 1987 menemukan superkonduktor YBa2Cu3O7-δ atau dinamakan sistem YBCO yang dikenal dengan 123 mempunyai Tc = 92 K. Kemudian pada tahun 1988 Maeda,dkk menemukan superkonduktor Bi2Sr2Ca2Cu3O10 atau disebut juga dengan sistem BSCCO dengan

Tc = 110 K. Dalam sistem superkonduktor BSCCO terdapat 3 fasa yaitu fasa 2201 (senyawa Bi2Sr2CuOx) dengan Tc = 20 K, fasa 2212 (senyawa Bi2Sr2CaCu2Oy) dengan Tc = 80 K, dan fasa 2223 (senyawa Bi2Sr2Ca2Cu3Oz) dengan Tc = 110 K (Mukaida, 1988). Superkonduktor sistem BSCCO ini mempunyai Tc yang lebih tinggi dari pada YBCO, juga mempunyai sifat yang tahan terhadap kelembaban serta tidak mengandung unsur beracun seperti pada Tl2Ba2Ca2Cu3O10 atau disebut juga sistem TBCCO yang mempunyai Tc = 125 K.

Masalah terbesar penggunaan superkonduktor adalah suhu operasinya. Sifat superkonduktivitas baru muncul bila suhu bahan turun melewati titik tertentu, yang disebut sebagai titik kritis yang biasanya sangat rendah. Karena itu superkonduktor perlu perkakas pendingin. Sehingga niat penghematan pemakaian daya listrik masih harus bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan. Oleh sebab itulah para ahli sampai sekarang terus berlomba-lomba menemukan bahan superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu tinggi. Agar dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) umumnya berupa senyawa komponen jamak dan mempunyai fase struktur yang jamak pula. Struktur yang berlapis telah memperumit pembuatan bahan ini. Karena itu sintesis dan penumbuhan kristal tunggal dari senyawa SKST telah dilakukan di berbagai laboratorium negara maju sejak tahun 1987.

(10)

yang dibuat dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Sehingga alat uji Tc-nya pun belum pernah digunakan.

Metode yang digunakan dalam sintesis BSCCO dalam penelitian ini adalah metode padatan (solid method). Metode ini digunakan karena mempunyai keuntungan diantaranya mudah dibuat dan sederhana serta tidak mahal dalam mensintesis bahan superkonduktor. Dalam mensintesis superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan menggunakan metode padatan ini diharapkan mendapatkan homogenitas yang tinggi. Karena dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang dihadapi dalam mensintesis superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh sampel dengan fasa 2223 yang murni.

Masalah diatas dapat diatasi dengan beberapa cara, salah satunya dengan menambahkan (doping) Pb pada superkonduktor sistem BSCCO. Adapun pendopingan ini bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian fasa 2223 dan diharapkan mempunyai Tc yang tinggi. Disamping itu, penambahan Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara oleh superkonduktor (Engkir Sukirman). Pada sintesis superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai

dopan karena titik leleh Pb lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan.

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan metode reaksi padatan?

(11)

I. 3. Tujuan Penelitian

Adapun untuk tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan

menggunakan metode padatan.

2. Mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji Tc.

I. 4. Batasan Penelitian

Pembuatan superkonduktor dalam penelitian ini dibatasi pada superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O yang dibuat dengan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan rumus kimia Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10+δ kemudian dikarakterisasi melalui Uji Meissner dan Uji Temperatur Tc.

I. 5. Manfaat Penelitian

Dapat mengukur temperatur kritis sampel superkonduktor yang dibuat dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Yang mana alat uji Tc tersebut sebelumnya belum pernah digunakan.

I. 6. Sistematika Penulisan

Laporan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang tersusun secara ringkas agar mudah dipahamai, sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan, berisikan tentang latar belakang masalah yang mendasari penulisan skripsi ini, perumusan masalah dan pembatasan masalah yang akan dianalisis pada penelitian ini. Kemudian tujuan dan manfaat penelitian ini dan yang terakhir sistematika penulisan.

(12)

BAB III Metodologi Penelitian, membahas tentang metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen. Tahap-tahap yang dilakukan dalam eksperimen ini ada 2 yaitu tahap sintesis dan tahap karakterisasi.Tahap sintesis menggunakan metode reaksi padatan berisi langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan sampai terbentuk sampel superkonduktor sistem BSCCO yang siap untuk dikarakterisasi. Tahap karakterisasi dilakukan dengan menguji sampel yaitu uji efek Meissner dan mengukur Tc. Dikemukakan juga lokasi dan waktu penelitian serta alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini..

BAB IV Hasil dan Pembahasan, membahas pengaruh variasi perlakuan doping Pb pada Bi dalam sintesis superkonduktor BSCCO terhadap efek meissner, dan suhu kritis (Tc) menggunakan metode padatan.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penemuan Superkonduktor

Sifat superkonduktor suatu bahan pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes tahun 1911. Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan sampai 4 K atau -269 oC. Sejak saat itu Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui hambatan suatu logam akan turun (bahkan hilang sama sekali) ketika mendinginkan logam tersebut dibawah suhu ruang (suhu yang sangat dingin) atau lebih rendah dari suhu kritis logam tersebut, tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak. (Windartun, 2010)

Beberapa ahli ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa ketika dicapai suhu nol mutlak (0 K) maka elektron akan berhenti mengalir (arus statis). Ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Sehingga untuk mengetahui hal yang terjadi sebenarnya, Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri murni kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K Onnes mendapatkan bahwa hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Tanpa adanya hambatan arus mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus. Sehingga arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Kemudian fenomena ini oleh Onnes diberi nama superkonduktivitas.(Ismunandar, 2004)

(14)

superkonduktor. Dengan melayang, maka gesekan antara roda dengan rel dapat dihilangkan dan akibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat sekitar 550 km/jam (Eddy Marlianto, 2008)

II.2. Pengertian Umum Superkonduktor II.2.1. Sifat Hambatan Listrik Superkonduktor

Salah satu hal yang paling menarik dari bahan super konduktor adalah pada temperatur tertentu resistivitasnya sama dengan nol (ρ = 0). Temperatur tersebut biasa di sebut dengan temperatur kritis (Tc) yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal ke keadaan superkonduktif (Suprihatin, 2008). Material yang didinginkan didalam nitrogen cair atau helium cair, resistivitas material ini akan turun seiring dengan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol.

II.2.2. Sifat Magnetik Superkonduktor

(15)

Gambar.2.1. Sebuah magnet melayang di atas sebuah superkonduktor didinginkan oleh nitrogen cair. (www.wikipedia.com)

Gambar.2.2. Diagram efek meissner (www.wikipedia.com)

(16)

II.2.3. Suhu Kritis Superkonduktor

Suhu kritis untuk superkonduktor adalah suhu di mana hambatan listrik dari logam turun drastis menjadi nol. Beberapa bahan menunjukkan tahap transisi superkonduktor pada temperatur rendah. Temperatur kritis tertinggi sekitar 23 K ditemukannya pada tahun 1986 dari beberapa superkonduktor suhu tinggi. Bahan dengan suhu kritis dalam rentang 120 K telah menerima banyak perhatian karena bahan-bahan tersebut dapat dipertahankan dalam keadaan superkonduktor dengan nitrogen cair (77 K). Tabel dibawah ini adalah suhu kritis dari beberapa unsur :

Tabel 2.1 Suhu Kritis Bahan Superkonduktor (Sugata pikata, 1989)

No Jenis Bahan Tc (K)

(17)

Gambar.2.3 Grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak (Sugata pikata, 1989)

Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia memiliki hambatan listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti menjadi konduktor biasa yang baik, pada umumnya malah menjadi penghantar yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi isolator. Untuk suhu T < Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor.

II. 3. Tipe-tipe Superkonduktor

Berdasarkan interaksi dengan medan magnetnya, superkonduktor dibagi menjadi : Superkonduktor Tipe I dan Superkonduktor Tipe II.

II.3.1. Superkonduktor Tipe I

(18)

menolak medan magnet yang diberikan sampai mencapai medan magnet kritis. Kemudian dengan tiba-tiba bahan akan berubah kembali ke keadaan normal. (Windartun, 2010).

II.3.2. Superkonduktor Tipe II

Superkonduktor tipe II tidak dapat dijelaskan menggunakan teori BCS, karena tidak terjadi efek meissner. Abrisokov menjelaskan superkonduktor tipe II yang didasarkan pada kerapatan pasangan elektron, dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov menunjukkan bahwa parameter keteraturan fungsi gelombang tersebut dapat mendeskripsikan pusaran dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran. Selain itu Abrisokov memprediksikan dengan meningkatnya medan magnet maka jumlah pusaran juga bertambah.

(19)

II. 4. Teori BCS

Teori BCS dikemukakan oleh John Bardeen, Leon N. Cooper, dan John Robert Schrieffer. Mereka mengemukakan bahwa logam dapat memiliki hantaran super pada temperatur yang sangat dingin. Sehingga pada tahun 1972 mendapatkan Hadiah Nobel.

Teori ini mengatakan bahwa bahan superkonduktor akan memiliki hambatan listrik nol apabila elektron-elektron bebas dalam material itu berpasangan. Pada material non superkonduktor elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh impurities atau oleh phonon. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron. Sehingga dengan tukar menukar phonon, dua elektron akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Karena keadaan kuantumnya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya. Akibatnya elektron tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor. (Sugata pikata, 1989)

II. 5. Superkonduktor Sistem BSCCO

(20)

Gambar 2.5. Struktur unit sel perkonduktor BSCCO dan TSCCO (R. Abd-Shukor, F.A.Sc, 2009)

Superkonduktor sistem Bismuth terdiri atas tiga fasa Tc-rendah 2201 (30K), fasa Tc-rendah 2212 (80K), dan fasa Tc-tinggi 2223 (110K). Sintesis fasa tunggal atau kristal tunggal superkonduktor sistem bismuth, khususnya fasa suhu tinggi (fasa 2223) yang mempunyai suhu kritis sekitar 110K dalam mendapatkan kualitas semurni mungkin masih sangat susah. Hal ini disebabkan jangkauan suhu pembentukan superkonduktor fasa 2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara 8350C sampai 8570C.

(21)

homogen. Penggerusan ini dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan serbuk yang halus. Setelah itu, serbuk di-kalsinasi dan di-sintering.

Metode ini digunakan karena mudah dibuat dan sederhana serta tidak mahal dalam mensintesis bahan superkonduktor dan dengan menggunakan metode padatan ini diharapkan mendapatkan homogenitas yang tinggi. Karena dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang dihadapi dalam mensintesis superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh sampel dengan fasa 2223 yang murni.

II. 6. Berbagai Doping Pada Superkonduktor Sistem BSCCO Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan, di-kalsinasi, di-pellet kemudian di-sintering. Penggerusan merupakan proses awal dalam pembuatan superkonduktor. Tujuan penggerusan agar partikel lebih halus dan terjadi percampuran bahan – bahan, sehingga bahan – bahan menjadi homogen dan reaksi padatan dapat berlangsung secara efektif. Setelah bahan halus dan homogen, proses selanjutnya adalah kalsinasi. Kalsinasi adalah pemanasan untuk menghilangkan Nitrat, CO2 dan uap air dalam bahan superkonduktor dan terjadi reaksi difusi senyawa superkonduktor yang awal dimana membentuk butir-butir superkonduktor yang relatif kecil disamping itu juga membentuk bahan pengotor seperti Ca2PbO4, ruang hampa yang terdapat antar butiran, semikonduktor. Sehingga dapat menyebabkan konduktivitasnya berkurang. Sintering merupakan lanjutan kalsinasi, dengan pemanasan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama sehingga butiran – butiran superkonduktor menjadi lebih besar. Apabila pemanasan terlalu tinggi maka bahan akan meleleh dan bahan menjadi rusak sehingga tidak dapat dilakukan sintesis ulang. Tujuan

sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses

(22)

Salah satu upaya untuk meningkatkan harga Tc dalam sintesis superkonduktor BSCCO adalah dengan cara pemberian doping Pb, penggunaan fluks (Bi2O3, KCl, dan NaCl), variasi rumus kimia dalam mensintesis superkonduktor dan variasi suhu sintering (I Gede, 2010). Pendopingan ini bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian fasa 2223,dengan penambahan Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara. Pada sintesis superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai dopan karena titik leleh Pb lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam mensintesis superkonduktor BSCCO diantaranya :

1. Isao Shimono, dkk (1993) mensintesis superkonduktor BPSCCO menggunakan metode sitrat. Dengan rumus kimia Bi1,85Pb0,35Sr1,92Ca2,02Cu3,06. Bahan – bahan yang digunakan adalah Bi(NO3)3.5H2O, Pb(NO3)2, Sr(NO3)2, Ca(NO3), Cu(NO3)2.3H2O. Bahan – bahan dilarutkankan dalam aquades untuk menghasilkan larutan nitrat. Untuk menghasilkan prekursor gel, larutan nitrat dicampur dengan Citric Acid (H3(C6H5O7) . H2O) dan Ethylene Glycol ((CH2OH)2). Selanjutnya prekursor gel dipirolisis pada suhu 673 K selama 1 jam. Kemudian dihaluskan dan dipellet, sampel di-sintering pada suhu 1133K sampai 1143K selama 1 jam - 50 jam. Dalam mensintesis superkonduktor ini diperoleh fraksi volume maximum 89 % dan suhu kritisnya 101 K.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan. Tempat penelitian di Laboratorium Pusat UNS.

III. 2. Alat dan Bahan III. 2. 1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, tungku pemanas (furnace), cawan (crussible), cetakan pellet dan alat pengepres, penggerus (mortar dan pastel), super magnet, sampel holder, Leybold didactic GMBH 666205, termos berisi nitrogen cair, Sensor-CASSY (524 010 / 524 010 USB)

III. 2. 2. Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah Bi5O(OH)9(NO3)4 (Bismuth (III) Nitrate) (71,0%), PbO (Lead (II) Oxide) (99%), Sr(NO3)2 (Strontium Nitrate) (99,0%), CaCO3 (Calcium Carbonate) (99,0%), CuO (Copper (II) Oxide) (99%), Nitrogen cair.

Semua bahan berbentuk serbuk (powder), kecuali untuk Strontium Nitrate

(24)

III. 3 Prosedur Penelitian

Mulai

Penimbangan Bahan

Penggerusan I

Penggerusan II

Kalsinasi

Pelletisasi

Sintering

Karakterisasi

Uji Tc Efek meissner

Persiapan alat dan bahan

(25)

III. 3. 1 Komposisi Bahan Awal

Persiapan bahan awal untuk penimbangan dalam sintesis terdiri dari Bi5O(OH)9(NO3)4, PbO, Sr(NO3)2, CaCO3, CuO. Untuk membuat sampel senyawa superkonduktor dengan sistem Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3 (Prastasi Tjahyanti, 2000) yang diperlukan adalah data tentang berat atom (BA) dari bahan awal tersebut.

III. 3. 2 Proses Sintesis

Komposisi yang disintesis Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3Ox dengan variasi perlakuan Pb yaitu pemberian Pb pada awal pencampuran, dan pemberian Pb setelah dikalsinasi (pada penggerusan kedua) dengan massa komposisi bahan 5 gr. a. Penimbangan Bahan

Penimbangan bahan ini berdasarkan jumlah mol (jumlah atom) bahan yang disesuaikan dengan reaksi berikut ini :

0,34 Bi5O(OH)9(NO3)4 + 0,3 PbO + 2 Sr(NO3)2 + 2CaCO3 + 3CuO Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2 Cu3O10+ uap nitrat

b. Penggerusan I

Setelah ditimbang, bahan dicampur dan digerus menggunakan mortal dan pastel secara manual selama ± 8 jam sampai bahan terasa halus. Penggerusan bertujuan untuk membuat bahan superkonduktor menjadi semakin halus (Indras Marhaendrajaya, 2001) dan diharapkan meningkatkan homogenitas bahan serta memperluas permukaan kontak agar reaksi padatan dapat berlangsung secara efektif (Suprihatin,2008)

c. Kalsinasi

(26)

keadaan tertutup. Kalsinasi dilakukan untuk memperoleh campuran dalam bentuk bongkahan partikel baru. Pada proses ini sudah mulai terbentuk butir-butir superkonduktor tetapi masih sangat kecil. Proses pemanasan dapat dilihat pada gambar 3.2.

T(oC)

820

27

6 26 t (jam) Gambar.3.2. Proses Kalsinasi

d. Penggerusan ke II

Sampel hasil kalsinasi yang berbentuk padat berwarna hitam digerus sampai halus dengan pastel dan mortal. Penggerusan kedua ini dilakukan dengan tujuan agar ukuran partikel menjadi homogen sehingga dapat mengurangi celah antar partikel saat dilakukan pengepresan dan supaya sampel hasil pengepresan benar-benar padat, sehingga tidak terjadi kerusakan setelah melalui proses sintering. Penggerusan kedua ini dilakukan selama ± 5 jam.

e. Pelletisasi

(27)

f. Sintering

Sampel di-sintering pada suhu konstan 840 oC selama 96 jam. Tujuan

sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses

kalsinasi.

Setelah sampel selesai sintering sampel siap untuk dikarakteristik. Karakteristik pertama yaitu efek meissner, tetapi dari kedua sampel yang dibuat belum menunjukkan adanya penolakan medan magnet. Kemudian sampel

di-sintering lagi dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 845 oC selama 96 jam.

Saat sintering yang kedua masih berlangsung terjadi pemadaman listrik lagi. Proses sintering pun berhenti sehingga sampel langsung pendinginan. Waktu

sintering pada suhu konstan 845 oC selama 42 jam. Proses pemanasan sintering

(28)

Gambar.3.4. Susunan probe

Setelah diperoleh data berupa tegangan dan suhu resistivitas dihitung dengan persamaan 3.1

I V S p

r =2 (3.1)

dimana :

ρ = resistivitas (Ωm) V = tegangan (V) I = Arus (A) π = 3,14

S = jarak antar probe (m)

III.3.3.2. Efek Meissner

(29)
(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Sintesis Superkonduktor BSCCO

Superkonduktor BSCCO dengan doping Pb menggunakan 2 sampel. Rumus kimia sampel 1 dan sampel 2 sama Bi1,7Pb0,3Sr2Ca2Cu3O10. Tetapi dengan variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu pemberian Pb saat awal pencampuran dan pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, dicetak kemudian di-sintering, dan dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc. Adapun variasi perlakuan penambahan Pb, kalsinasi, sintering dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1. Variasi perlakuan penambahan Pb,kalsinasi, sintering

Sintering 1 Sintering 2

(31)

IV.2. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi

IV.2.1. Uji Meissner

Uji meissner dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya sifat diamagnetisme sampel yang diujikan. Dengan cara nitrogen cair disiramkan pada sampel holder, kemudian baru sampel direndam dalam nitrogen cair sampai sampel sudah tidak berbuih lagi. Dengan demikian suhu sampel sudah sama dengan suhu Nitrogen cair. Kemudian super magnet diletakkan di atas sampel. Jika efek meissner kuat maka magnet akan terangkat di atas sampel. Efek meissner

dikatakan lemah jika magnet tertolak oleh sampel tetapi magnet tidak sampai terangkat. Sedangkan efek meissner dikatakan tidak ada jika tolakan magnet oleh sampel sangat lemah.

Hasil uji Meissner dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil uji meissner Kalsinasi

Dari kedua sampel yang dibuat tidak teramati adanya efek meissner. Jadi antara sampel yang doping Pb-nya ditambahkan di awal pencampuran dengan sampel yang doping Pb-nya di tambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua) belum menunjukkan adanya perbedaan. Karena dari kedua sampel efek

(32)

(a)

(b)

(33)

stokiometri Bi dan Pb yang optimal adalah 1,8 dan 0,4 (Prastasi Tjahyanti, 2000). Selain itu, uji Meissner dilakukan dengan mengangkat sampel di luar nitrogen cair sehingga suhu sampel tidak lagi sama dengan suhu nitrogen cair ketika didekatkan dengan magnet. Hal ini menyebabkan sifat superkonduktifitas sampel menjadi hilang dan tidak dapat menolak medan magnet didekatnya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat superkonduktor kemurniannya kurang, sehingga sampel yang dibuat masih banyak mengandung pengotor. Dengan adanya pengotor inilah menyebabkan sampel tidak mengalami efek Meissner yang kuat. Disamping itu, kurang optimalnya waktu kalsinasi pada tiap sampel. Karena lama pemanasan merupakan salah satu proses penting dalam pembuatan superkonduktor 2223, sebab formasi fasa Bi 2223 terjadi melalui pembentukan fasa 2212 terlebih dahulu dan memerlukan waktu pemanasan yang cukup lama karena laju reaksinya sangat lambat. Sehingga lama pemanasan mempengaruhi pembentukan komposisi superkonduktor Bi 2223.

VI.2.2. Uji Tc

(34)

BAB V PENUTUP

V.1. KESIMPULAN

1. Dari kedua sampel yang telah dibuat dengan variasi perlakuan penambahan doping Pb pada Bi yang berbeda yaitu Pb ditambahkan pada pencampuran awal dan Pb ditambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua) tidak menunjukkan adanya pengaruh. Karena setelah di uji meissner, kedua sampel tidak menunjukkan adanya efek Meissner.

No Sampel Perlakuan Penambahan Pb Efek meissner

1. 1 Awal pencampuran Tidak teramati 2. 2 Setelah kalsinasi Tidak teramati

2. Sampel yang dibuat tidak menunjukkan adanya efek meissner, hal ini nungkin disebabkan karena kurang tepatnya perbandingan stokiometri Bi dan Pb yang digunakan, bahan yang digunakan dalam pembuatan superkonduktor kemurniannya kurang, serta kurang optimalnya waktu kalsinasi. Yang mana saat proses kalsinasi fasa 2223 sudah mulai terbentuk.

(35)

V.2. SARAN

1. Dalam pembuatan superkonduktor ini sebaiknya digunakan bahan-bahan dengan kemurnian tinggi agar superkonduktor yang dihasilkan tidak banyak mengandung fase pengotor.

2. Untuk mengantisipasi pemadaman listrik, sebaiknya disediakan genset

sehingga saat terjadi pemadaman listrik proses pemanasan tidak terganggu. 3. Untuk penimbangan bahan, sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang

(36)

DAFTAR PUSTAKA

A. Jeremie, dkk, 1993, Bi,Pb (2212) and Bi (2223) formation in the Bi-PbSr-Ca-Cu-O system, Matiĕre Condenśee, Switzerland

Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 22 Februari 2010 http://fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi

Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 24 Februari 2010 www.wikipedia.com

Isao Shimono, dkk, 1993, Preparation of Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O Superconductor by the Citrate Method, Journal of the Ceramic Society of Japan, Int Edition.

Ismunandar, Cun Sen, 2002, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari 2010. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1100396563

Ismunandar, 2004, Nobel Fisika 2003: Teori Superkonduktivitas dan Superfluiditas, Diakses 17 Februari 2010

http:// fisikanet.lipi.go.id

Marhaendrajaya, Indras, 2005, Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO Dengan Metode Lelehan, Jurnal Berkala Fisika ISSN: 1410-9662 Vol.8 No.2, April 2005, hal 53-60

Marlianto, Eddy, 2008, Studi Ultrasonik Pada Bahan Superkonduktor Suhu Timggi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pikata, Sugata, 1989, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari 2010 http://geocities.com/dmipa/articles/sp/konduktor.pdf

(37)

Suprihatin, 2008, Pengaruh Variasi Suhu Sintering Dalam Sintesis Superkonduktor Bi-2221 Dengan Doping Pb (BPSCCO-2212) Pada Suhu Kalsinasi 790 oC, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, Diakses 19 Februari 2010

Usman Santosa dan Suliyah, 1999, Sintesis komposit Superkonduktor BPSCCO/Ag, Pertemuan Ilmiah XIX HFI Jateng dan DIY, Yogyakarta

Gambar

Tabel 2.1 Suhu Kritis Bahan Superkonduktor (Sugata pikata, 1989)
Gambar.3.2. Proses Kalsinasi
Tabel 4.1.  Variasi perlakuan penambahan Pb,kalsinasi, sintering
Tabel 4.2 Hasil uji meissner

Referensi

Dokumen terkait

Contoh, siswa membuat soal yang berkaitan dengan pesawat sederhana, kemudian dari soal tersebut siswa menjawab dengan caranya sendiri, dari jawaban tersebut

Nomor SOP : Tanggal Pembuatan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif : Disahkan Oleh : SOP PENERBITAN SURAT KETERANGAN LULUS UJIAN SKRIPSI. Dasar Hukum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai komposisi penanaman tanaman sela di bawah tegakan berpengaruh nyata terhadap bobot segar daun Stenotaphrum secundatum

Lembaga imâmah ini, menurut al-Mawardi, mempunyai tugas dan tujuan umum, yaitu : 1) memelihara dan mempertahankan syari’at berdasarkan prinsip-prinsip yang ditetapkan dan sesuatu

Pengamatan dilakukan selama 12 hari di empat lokasi kawasan Telaga Warna, yaitu sekitar telaga, kebun teh, tepi hutan, dan sekitar rumah.. Pengamatan dilakukan pukul 08.00-11.00

dalilnl '.iuusan. mendornpleng) .ke- porahpeetanggungjawaban Kemudian kesjl.n:yaqgmencuatadalahfest,ivaT. ganrlkan mentega, -Iarnuan tenaran Solo sebagai kota. ,Awan berarak,

Sedangkan Thomas Aquinas berpendapat bahwa menurutnya hukum adalah aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan atau suatu tindakan, dimana manusia dirangsang

Eliot and Ezra Pound, who turned to Europe’s past and present in search of what Eliot would also come to call “world culture.” Mandelstam’s di- lemma and his compensatory vision