• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA NGABEN NINGKEB DI BANJAR KEBON DESA PAKRAMAN BLAHBATUH KECAMATAN BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR (Kajian Filosofis) Oleh Ni Luh Putu Yulia Sukma Yanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yuliasukma_yantiyahoo.co.id Abstract - UPACARA NGABEN NINGKEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPACARA NGABEN NINGKEB DI BANJAR KEBON DESA PAKRAMAN BLAHBATUH KECAMATAN BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR (Kajian Filosofis) Oleh Ni Luh Putu Yulia Sukma Yanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yuliasukma_yantiyahoo.co.id Abstract - UPACARA NGABEN NINGKEB "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA NGABEN NINGKEB DI BANJAR KEBON DESA PAKRAMAN BLAHBATUH KECAMATAN BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR

(Kajian Filosofis)

Oleh

Ni Luh Putu Yulia Sukma Yanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

yuliasukma_yanti@yahoo.co.id

Abstract

Ngaben Ningkeb interpreted Ngaben ceremony that ended in a reversed way or called Ningkeb.Fenomena background researcher to examine the problems about the implementation of Ngaben Ningkeb Ceremony with the formulation of the problem include: 1). How is the Ngompen Ningkeb Ceremony Procession in Banjar Kebon, Pakraman Blahbatuh Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency? 2). What is the function of Ngaben Ningkeb Ceremony in Banjar Kebon, Pakraman Blahbatuh Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency? 3). What is the philosophical meaning contained in Ngompen Ningkeb Ceremony at Banjar Kebon, Pakraman Blahbatuh Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency? With the aim of research can implement the science of religion obtained in the life of the community and know in general about the Procession, Functions and Meaning philosophical related Ngaben Ningkeb Ceremony.

This research is discussed using several theories, among others, Religious Theory, is used because this research includes the research of Religion, Structural Functionalism Theory, used to dissect the problems related to Ngaben Ningkeb Ceremony, and Symbol Theory, is used to study the meaning of Philosophy. This type of research is qualitative research with primary data source from the field that is by observation and interview while secondary data obtained through documentation technique.

The results of the study as follows: 1). A. The initial procession Ngaben ningkeb ceremony, among others: Nyamuh, Matur Piuning, Mapajati, Ngulapin and Nyiramin. B. Ningkeb peak procession among others: Nedunin Sawa, Towards Setra, Sprinkle various types Tirta, Ngeseng Sawa, and last Ningkeb. C. The process after the implementation of Ngaben Ningkeb, among others: Mapegat and Mecaru. 2). Function Ceremony Ngaben Ningkeb include: A. Sustainability Function, where Ngingken ningkeb ceremony can be practically can be a ceremony that deserves to be preserved because in every process is something sacred and different with Ngaben in general. B. The return function of Sanghyang Panca Mahabhuta, which outlines the elements of Panca Mahabhuta in this great realm and usher Atma (Spirit) into Pitra nature by deciding Atma's love with his world. C. Purgatory function, in this case, purification is intended as a main foundation that should be put forward in the process Ngaben ningkeb ceremony. 3). And the meaning contained in Ngingken ningkeb ceremony is a philosophical meaning, where the conception of sarira is used as the meaning of philosophy Ngaben ningkeb is the conception of Sarira according to Wrhaspati Tattwa. And the meaning of Return Panca Mahabhuta, where basically all will return by itself although not done ceremony Ngaben, but it takes a very long time, hence from cultivated to return by cremation (Ngaben).

(2)

I PENDAHULUAN

Melaksanakan berbagai upacara, umat Hindu diharapkan berpedoman kepada tiga kerangka dasar, yakni :Tattwa (filsafat), Susila (etika), dan Upacara (ritual). Kerangka dasar ini merupakan satu kesatuan yang saling memberikan fungsi atas sistem agama secara keseluruhan.Secara teoritis ketiga unsur tersebut dapat dibedakan, namun dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan. Jika hanya filsafat saja yang diketahui dengan mengabaikan ajaran-ajaran susila dan upacara saja tanpa mengetahui dasar-dasar filsafat dan etika, percuma upacara tersebut dilakukan.

Panca Yadnya, khususnya Pitra Yadnya adalah suatu penyucian dan “meralina” serta penghormatan terhadap orang yang telah meninggal menurut ajaran Agama Hindu. Yang dimaksud “meralina” ialah merubah suatu wujud demikian rupa sehingga unsur-unsurnya kembali kepada asal semula. Upacara ngaben dalam kehidupan beragama Hindu, seyogyanya dimaknai sebagai aktivitas sosial yang merupakan perwujudan dari pada sikap sosial gotong-royong (toleransi) antar sesama umat manusia, yang membawa dampak positif terhadap pelaksanaan Panca Yadnya khususnya dalam upacara Pitra Yadnya “ (Ngaben Ningkeb)”.

Pelaksanaan Upacara Ngaben Ningkeb di Banjar Kebon, Desa Pakraman Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, memiliki sesuatu yang unik dalam pelaksanaan upacara ngaben. Nuansa kental yang diusung dalam pelaksanaan upacara Ngaben Ningkeb ini merupakan wujud dari rasa kebersamaan (toleransi) dari suatu keluarga besar untuk menyokong, mendukung dan menyukseskan pelaksanaan upacara Ngaben Ningkeb di Banjar Kebon, Blahbatuh yang tidak umum/lazim dilaksanakan oleh banjar atau desa-desa lain. Dimana, Ngaben Ningkeb ini hanya dilakukan oleh satu keluarga saja di Banjar Kebon, Desa Pakraman Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

II PEMBAHASAN

2.1 Prosesi Ngaben Ningkeb di Banjar Kebon, Desa Pakraman Blahbatuh, Kecamatan Blahbtauh,Kabupaten Gianyar.

2.1.1 Proses Awal Ngaben Ningkeb A. Nyamuh

kegiatan ini adalah pembuatan jajan papecikan atau jajan suci atau bisa disebut jajan sesamuhan. Adapun jajan yang dibuat adalah jajan suci yang terbuat dari bahan-bahan seperti: tepung beras dicampur sedikit dengan tepung ketan, air, gula, garam, dan kelapa yang sudah diparut secukupnya agar jajan itu mudah dibentuk oleh Serati/ tukang banten. Jajan suci warna putih terdiri dari :keberber, candigara, kuluban, kekupa, kerang, getahsigapa, sedangkan yang warna kuning terdiri dari : keberber polos, keberber mesari, candigara, kuluban, tibubun.

B. Matur Piuning

Matur piuning ini dilaksanakan 6 hari sebelum Upacara pengabenan yang dipimpin oleh seorang Pemangku, serta didampingi salah satu anggota keluarga dan sarati banten (tukang banten).Matur piuning dimulai dari merajan orang bersangkutan sampai ke Pura seperti Pura Dalem dan Pura Prajepati untuk memohon agar Upacara ngaben ningkeb tersebut dapat berjalan dengan lancar secara Sekala dan Niskala tanpa adanya halangan.

C.Kegiatan Mapejati

(3)

D.Ngulapin

Dalam upacara ngaben, ngulapin berarti memanggil roh orang yang akan diupacarai agar menempatkan tempat yang sudah disediakan berupa adegan. Adegan tersebut berupa “Daksina Linggih”

Sebelum prosesi pembakaran dilakukan upacara ngulapin. Pada saat ngulapin, Adegan diikut sertakan . Dan setelah selesai ngulapin, daksina/adegan tersebut dapat dibawa kerumah duka dan disemayamkan sehari, akan tetapi keesokan harinya baru dibawa ke tempat atau wadah yang sudah disiapkan diareal kuburan untuk disatukan dengan sawa yang akan dibersihkan.

E.Nyiramin

Nyiramin adalah upacara memandikan jenasah atau sawa baik mayat orang yang baru meninggal maupun pengawak dari orang yang telah meninggal sebelumnya. Dalam upacara nyiramin layon, biasa dilakukan dihalaman rumah keluarga yang bersangkutan (natah).Adapun wadah layon disebut dengan pepage.Pepage adalah semacam tandu atau balai darurat yang khususnya dibuat dari bambu yang dipakai untuk nyiramin layon yang baru meninggal atau pengawak.

F. Ngaskara

Ngaskara adalah suatu upacara penyucian (samskara). Akan tetapi untuk daerah Blahbatuh dan sekitarnya disebut dengan Mangun Prebeya. Adapun sebelum mulai acara ini didahului dengan prosesi ke Pura Penataran Sangging yang tempatnya di Banjar Kebon,Blahbatuh yang tujuannya itu untuk mengambil tirta atau toya ning. Selain nunas toya ning , dilakukan juga acara mlaspas peralatan seperti Domya Yudha dan Kajang Kawitan yang dipimpin oleh Jero Mangku Sangging tersebut.

2.1.2 Proses Puncak Saat Melaksanakan Ngaben Ningkeb A. Nedunin Sawa

Pada saat sawa diturunkan terlebih dahulu dihaturkan Segehan Agung dengan Caru Penghalang Dewasa dan dengan menginjak segehan agung sawa lalu digotong dan dibawa keluar.Sawa diturunkan dari tempat persemayamannya lewat arah teben. Setelah itu sawa dinaiki di pepaga dan bagi ngaben tingkat utama maka sawa dinaikkan ke bade/wadah. Dan setelah siap lalu diberangkatkan sawa tersebut dan dituntun oleh para preti sentananya. B. Menuju ke Setra

Pada Upacara Ngaben Ningkeb ini yang pertama kali berjalan adalah suara genta yang dibunyikan oleh Jero Mangku atau Pinandita yang disusul dengan pasepan, tirtapengentas, toya penembak, dan selanjutnya peralatan upakara dan yang terakhir baru mayat atau sawa yang digotong. Setelah sawa diikuti oleh gamelan angklung dan yang terakhir keluarga sangging.

C.Memercikkan berbagai jenis Tirta

Pada saat tulang, pengawak dan adegan dijadikan satu dalam petulangan lalu dipercikkan tirtha. Yang pertama toya penembak ,setelah itu dilanjutkan dengan tirtha panglukatan, tirtha pabersihan, tirtha pemanah dan tirtha pangentas, lalu yang terakhir adalah tirtha dari sanggah, kawitan dan tirtha dari kahyangan tiga dan pura prajepati. Yang memercikkan tirta adalah seorang Sulinggih.

D.Ngeseng Sawa

(4)

E.Ningkeb

Sebagaimana yang sudah menjadi tradisi di warga sangging Blahbatuh Gianyar bahwa sehabis pembakaran jenasah hingga menjadi abu, maka wadah tersebut dibalik atau yang disebut dengan ningkeb.Ningkeb dilakukan oleh keluarga yang bersangkutandan ningkeb dimulai dari arah kanan. Setelah ningkeb tersebut maka abu dari jenasah akan ditinggalkan begitu saja tanpa dipungut bahkan tanpa dilihat kembali ketempat pembakaran tersebut sampai di depan rumah.

2.1.3Proses akhir Ngaben Ningkeb A. Mapegat

Dalam Upacara mapegat dilakukan di depan pintu masuk pekarangan rumah. Fungsi dari mepegat tersebut adalah sebagai pemutusan suatu hubungan duniawi dengan yang akan dilepas dengan sarana upakara (banten) seperti bantensorohan, suci, benang yang diikatkan pada dua batang cabang dapdap(kayu sakti). Dan setelah banten prayascita, durmangala, bayuan asoroh dan dapetan asoroh dihaturkan oleh jero mangku, maka kelapa muda atau nyuh gading dicari airnya saja untuk dipercikkan ke badan semua keluarga, dan benang yang diikatkan pada cabang dapdap tersebut ditabrak hingga benangnya putus yang itu artinya upacara mepegat telah berakhir.

B. Mecaru

Di dalam upacara Ngaben Ningkeb ini, upacara pecaruan dilakukan di masing-masing lebuh (pintu masuk pekarangan rumah), di Pura Panataran Sangging, di perempatan desa (balai banjar) dan di setra.

2.2 Fungsi Upacara Ngaben Ningkeb di Banjar Kebon, Desa Pakraman Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

a. Fungsi Kelestarian

Upacara Ngaben Ningkeb ini bisa dibilang dapat menjadi suatu upacara yang pantas atau patut dilestarikan sebab dalam setiap prosesnya merupakan suatu hal yang sangat sacral dan bisa dibilang berbeda antara ngaben yang lainnya.

b. Fungsi Pengembalian Sang Hyang Panca Maha Bhuta

Dalam Upacara ngaben atau pelebon adalah suatu penyucian dan mepralina (mengembalikan) unsur jasmani kepada Panca Maha Bhuta yang ada di alam semesta (Bhuana Agung).Upacara ngaben dalam kehidupan beragama Hindu, seyogyanya dimaknai sebagai aktivitas sosial yang merupakan perwujudan dari pada sikap sosial gotong royong (toleransi) antar sesama umat manusia, yang membawa dampak positif terhadap pelaksanaan Panca Yadnya khususnya dalam Upacara Ngaben Ningkeb.

c. Fungsi Penyucian

Penyucian berarti menyucikan roh dari seseorang yang sudah di aben agar kwalitas tubuhnya menjadi lebih tinggi, dari tingkatan Prta menjadi Dewa Hyang. Penyucian dimaksudkan sebagai suatu landasan utama yang patut dikedepankan dalam proses upacara ngaben ningkeb ini. Ketulusan, keimanan, rasa bakti, tulus iklas dan rasa cinta kasih yang mendalam yang menjadi dasar dari setiap proses Upacara Ngaben Ningkeb ini dilaksanakan.

2.3 Makna Upacara Ngaben Ningkeb di Banjar Kebon, Desa Pakraman Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

a. Makna Filosofis

(5)

Dan konsepsi sarira yang digunakan sebagai makna filosofis dari ngaben ini adalah konsepsi sarira menurut Wrhaspati Tattwa.Menurut wrhaspati tattwa diselubungi oleh tiga sarira.Sarira yang paling kasar disebut sthula sarira, lebih halus dari sthula sarira adalah suksma sarira dan yang lebih halus dari suksmasarira adalah antah karana sarira.

b. Makna Pengembalian Panca Maha Bhuta

Meski caranya memang berbeda dengan prosesi pengabenan pada umumnya, yang dimana dalam Ngaben Ningkeb ini tidak ada istilah ke laut untuk membuang abu jenasah yang sudah dibakar akan tetapi abu tersebut sudah dibalik pada saat pembakaran yang dimana di sebut dengan Ningkeb. Dan unsur Panca Maha Bhuta yang membentuk badan jasmaninya dituang ke Ibu Pertiwi dan Atma yang sebagai badan rohaninya diterbangkan ke Alam Brahma.

III SIMPULAN

1. Prosesi pelaksanaan dari Ngaben Ningkeb ini adalah suatu Upacara Ngaben yang memiliki suatu perbedaan dengan Upacara Ngaben pada umumnya. Proses dari pelaksanaannya dari sebelum Upacara, waktu Upacara puncak dan sampai Upacara akhirnya adalah sebagai berikut: 1. Persiapan awal : a. Nyamuh, b. Matur Piuning, c. Kegiatan Mapajati, d. Ngulapin, e. Nyiramin, f. Ngaskara. 2. Puncak Upacara : a. Nedunin Sawa, b. Menuju ke Setra, c. Memercikkan berbagai jenis Tirtha, d. Ngeseng Sawa. e. Ningkeb. Dan 3. Tahap akhir: a. Mapegat, b. Mecaru.

2. Fungsi Ngaben Ningkeb ini dimana ada 3 fungsi yang diterapkan dalam Upacara Ngaben Ningkeb ini, antara lain: a. Fungsi Kelestarian yang dimana, dalam fungsi kelestarian, Upacara Ngaben Ningkeb ini bisa dibilang dapat menjadi suatu upacara yang pantas atau patut dilestarikan sebab dalam setiap prosesnya merupakan suatu hal yang sangat sacral dan bisa dibilang berbeda antara ngaben yang lainnya. b.Fungsi Pengembalian Sanghyang Panca Maha Bhuta,Secara garis besarnya ngaben merupakan suatu proses mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta dialam besar ini dan mengantarkan Atma (Roh) kealam Pitra dengan memutuskan kecintaan atma (Roh) dengan dunianya, ia akan dapat kembali pada alamnya, yakni alam pitra. c. Fungsi Penyucian dalam upacara Ngaben Ningkeb mulai dari tahap awal (nyamuh) sampai tingkat akhir (mecaru) hampir tiap-tiap bagian mengandung fungsi untuk membersihkan dan menyucikan semuanya disamping sebagai sarana persembahan pada saat ngaben. Penyucian dimaksudkan sebagai suatu landasan utama yang patut dikedepankan dalam proses upacara ngaben ningkeb ini. Ketulusan, keimanan, rasa bakti, tulus iklas dan rasa cinta kasih yang mendalam yang menjadi dasar dari setiap proses Upacara Ngaben Ningkeb ini dilaksanakan.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ananda Kusuma, Sri Reshi. 1986. Kamus Bahasa Bali, Bali-Indonesia-Bali. CV. Kayumas, Denpasar.

Azwar, Saifudin. 1999. “Metode Penelitian”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bagus, Loren. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta :PT. Gramedia.

Basrowi dan Sudikin. 2002. “Metode Penelitian Kualitatif”. Surabaya: Jala Sutra.

Bungin, Burhan. 2002. “Metodologi Penelitian Kualitatif”.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Cholid. 2001, Metode Observasi, Surabaya : Paramita.

Donder dan Wisarja. 2010. “Filsafat Ilmu”.Surabaya: Paramita.

Endraswara. 2006. Metode, Teori, teknik, Penelitian Kebudayaan, Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Widyatama.

Hadi Syamsul. 2006. “Metode Penelitian Kuantitatif untuk Akutansi dan Keuangan”. Yogyakarta:Ekonisia.

Indrawan. 2000. Kamus Ilmiah Populer, Jakarta : Balai Pustaka.

Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.Ghalia Indonesia.

Koentjaraningrat. 1967. Metodologi Penelitian.Jakarta : PT. Gramedia. Komarudin. 1984. “Ensiklopedia”. Surabaya: Paramita.

Moloeng.2012. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka.

M.S, Kaelan.2015.”Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat”.Yogyakarta: Paradigma. Nawawi. 1993. Kamus Ilmiah Populer, Jakarta : Balai Pustaka.

Nurkancana, Wayan. 1990. Metode Observasi, Surabaya : Usaha Nasional. Patilim, Hamid. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta

Poerwadarminta.2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka. Puspa, Ida Ayu Tari. 2010. Estetika Hindu Dalam Upakara Pitra Yajna,Pascasarjana.

Putra, I Gusti Ayu Mas Muterini. 1988. Upacara Pitra Yadnya.Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi.

Purwita, 1997. Makna Upacara Ngaben, Bandung : Kappa Sigma

Ratna, 2010. Metodologi Penelitian : Kajian Budaya dan Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Redana, I Made. 2006. Metodologi Penelitian. Denpasar : IHDN Denpasar

Riduan.2004.”Metode Dan Teknik Penyusunan Tesis”.Bandung: Alfabeta

Ratna, Nyoman Kuta.2012. Teori,Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudarsana, I. K. (2015, September). Inovasi Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah Berbasis

Multikulturalisme. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-3-9, pp. 94-101). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.

Sudarsana, I. K. (2015, June). Pentingnya Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter bagi Remaja Putus Sekolah. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-1-5, pp. 343-349). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.

Surayin, Ida Ayu Putu. 2002. Upakara Yajna. Jakarta : Balai Pustaka. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Sudharta, dan Oka Puniatmaja. 2001. Upadesa tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Sumadi, 1977.Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo Persada. Suardana, 1993.Metode Deskriptif. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Sanjaya, Putu. 2011.”Filsafat Pendidikan Agama Hindu”. Surabaya:Paramita.

(7)

Suharsini-Arikunto. 2002. “Prosedur Penelitian”. Edisi Revisi 5. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.

Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi II, Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Penyusun. 2003. Kamus Bahasa Indonesia.

Umar, Husein. 2003. Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Usman. 2014. Teori Strutural Fungsional. Jakarta : Bumi Aksara.

Wijayananda, Empu Jaya Ida Pandita. 2004. Makna Filosofis Upacara dan Upakara.Surabaya : Paramita

Wiana, Ketut. 1998. Makna Upacara. Surabaya : Paramita.

Wiana, Ketut. 2002. Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu.Surabaya : Paramita. Wikraman, 2002.Makna Ngaben, Jakarta : Grasindo.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat banyak wacana yang diproduksi oleh masyarakat untuk menguatkan penolakan pendirian pabrik PT Semen Indonesia seperti

Seiring dengan bertambahnya waktu pemakaian membuat pengguna Blackberry seperti pelajar semakin paham dengan penggunaan inovasi pada Blackberry dan mulai menerapkannya

Besaran Skalar adalah besaran yang memiliki besar namun tidak memiliki arah.Besaran#besaran dalam /isika yang sudah kita kenal seperti massa, panjang, aktu , dan yang

“Menurut Muzafer Sherif, ciri –ciri dari kelompok sosial adalah mempunyai dorongan/motive yang sama dari setiap individu dalam hal ini adalah embrio komunitas punk

Penentuan kadar fenolik total dapat dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 765 nm dengan

Mengingat (1) Perseroan telah menyediakan fasilitas E-Proxy dan (2) upaya pencegahan penyebaran risiko virus COVID-19, Perseroan menghimbau kepada seluruh Pemegang

Dari beberapa penelitian yang telah ada, para peneliti tersebut membahas tentang metode hisab gerhana Matahari, meski penelitian hisab gerhana Matahari masih

0ngkaran ( negasi  dari suatu pernyataan adalah suatu pernyataan baru yang diperoleh dari pernyataan semula seemikian sehingga jika pernyataan semula bernilai