• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah MKA tentang Resirkulasi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah MKA tentang Resirkulasi (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan patin rnerupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bemilai ekonomis tinggi dan mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan seperti ukuran per individu yang cukup besar, kebiasaan makan omnivora serta mutu daging yang cukup digemari oleh masyarakat luas terutama di Sumatera dan Kalimantan. Ikan patin merupakan salah satu komoditas pertanian dan salah satu alternatif bagi petani untuk memanfaatkan lahan yang dimilikinya sehingga menghasilkan nilai tambah yang memadai. Secara garis besar pembudidayaan ikan patin meliputi kegiatan pembenihan, pra pembesaran, dan pembesaran di kolam atau pada jaring apung (Subrata, et. al., 2001).

Selain di Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di kawasan Asia seperti di Vietnam, Thailand, dan China. Di antara beberapa jenis patin tersebut, yang telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus); nama latin sebelumnya adalah P. sutchi dan patin jambal (Pangasius djambal). Patin siam mulai berhasil dipijahkan di Indonesia pada tahun 1981, sedangkan patin jambal pada tahun 1997. Di samping itu terdapat patin hasil persilangan (hibrida) antara patin siam betina dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan dikenal dengan “patin pasupati” (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kendala tersendiri dalam budidaya, baik dari kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Kendala yang relatif besar dihadapi dalam pembenihan ikan adalah terhadap ikan patin jambal. (Bank Indonesia, 2010).

(2)

menjadi semakin menurun populasinya dan terancam akibat penangkapan ikan yang berlebihan, polusi air dan pembangunan dam. Jenis ini dipilih untuk penelitian-penelitian akuakultur (budidaya) karena nilai komersialnya yang tinggi, ukuran maksimumnya yang besar (lebih dari 1 meter) dan penyebaran geografisnya yang luas. Pengembangbiakan spesies ini diharapkan juga bisa mengurangi tekanan penangkapan induk ikan yang mempengaruhi populasi atau cadangan ikan di alam. Untuk itu, upaya dalam pembudidayaannya perlu menggunakan teknik-teknik yang tepat dan benar. Salah satunya ialah teknik resirkulasi pada budidaya pembesaran ikan patin jambal.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi ikan patin jambal?

2. Bagaimana habitat dan kebiasaan hidup ikan patin jambal? 3. Bagaimana makanan dan kebiasaan makan ikan patin jambal? 4. Bagaimana pembesaran ikan patin jambal?

5. Bagaimana pertumbuhan ikan patin jambal?

6. Bagaimana sistem resirkulasi pada ikan patin jambal?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari isi makalah ini adalah agar pembaca, khusunya mahasiswa dapat mengetahui pengertian resirkulasi, mampu mengatahui langkah-langkah dalam pembuatan resirkulasi pada budidaya ikan patin serta manfaat resirkulasi dalam budidaya ikan patin.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Jambal

Menurut Bleeker (1846) dalam Yuliartati (2011), klasifikasi ikan patin jambal sebagai berikut:

Domain : Eukaryota Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Infraphylum : Gnathostomata Superclass : Osteichthyes Class : Osteichthyes Subclass : Actinopterygii Order : Siluriformes Family : Pangasiidae Genus : Pangasius Specific name : djambal

Scientific name: Pangasius djambal

(4)

Gambar 1.Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah (Kordi, 2005 dalam Anonimous, 2013).

Menurut Slembrouck, et. al. (2005), Pangasius djambal dibedakan oleh suatu kombinasi unik dari karakter berikut: 6 jari-jari sirip perut, bagian depan yang kuat dari lebar mulut (29,3 – 36,6% dari panjang kepala), panjang sungut rahang atas (> 200% dari diameter mata; antara 31,8 dan 66,2% panjang kepala), sirip lunak tambahan (adipose) yang berkembang dengan baik di bagian punggung belakang, landasan gigi vomerine dengan perpanjangan sisi, panjang predorsal yaitu jarak dari ujung mulut sampai duri keras sirip punggung pertama (35,5 – 41,9% panjang standar), besar diameter mata (10,1 – 21,3% panjang kepala), jarak yang panjang dari ujung mulut ke isthmus (103,8 – 133,3% panjang mulut), lebar punggung (5,7 – 9,5% panjang kepala), lebar tubuh yang besar (16,8 – 21,4% panjang standar), panjang kepala (21,8 – 27,1% panjang standar), lebar kepala (13,4 – 19,4% panjang standar), dan 27 sampai 39 tapis insang pada lengkung insang pertama.

2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin Jambal

(5)

yang hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi. Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang – liang tepi sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar. Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan yang mampu hidup pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan dengan kondisi perairan baik.

Ikan patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti ikan lele dan ikan gabus. Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta hanya memijah sekali setahun pada musim hujan (November-Maret) (Amri, 2007 dalam Yuliartati, 2011).

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin Jambal

Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri atas cacing, serangga, udang sungai, jenis–jenis siput dan biji–bijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang dipelihara pada kolam-kolam maupun akuarium dapat diberikan makanan alami seperti artemia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Maswira, 2009 dalam Yuliartati, 2011).

(6)

terlihat dari kebiasaannya memakan ikan- ikan kecil. Ketika masih kecil, ikan ini menyukai plankton serta tumbuhan air. Namun setelah dewasa, selain pakan yang disebutkan tadi, ikan ini juga memangsa hewan seperti ikan kecil, udang kecil, atau serangga air. Apabila dibudidayakan di kolam, ikan patin dapat diberi pakan alami dan pakan tambahan berupa pakan buatan seperti pellet. Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan patin, karena hanya dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Pakan yang baik adalah pakan yang mempunyai gizi seimbang, baik protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Untuk itu, pellet yang diberikan sebagai pakan tambahan adalah pellet komersial dengan kandungan protein 30 – 40%.

2.4 Pembesaran Ikan Patin Jambal

Menurut Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011), pembesaran ikan merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan yang siap dikonsumsi. Produk akhirnya berupa ikan konsumsi, meskipun ukuran ikan yang dikonsumsi ini bisa saja berbeda sesuai dengan kebutuhan pasar. Kegiatan dalam pembesaran ikan patin biasanya meliputi hal-hal berikut:

1. Persiapan media pembesaran yang akan digunakan. 2. Penebaran benih.

3. Pemberian makan.

4. Perawatan ikan agar terhindar dari hama dan penyakit ikan. 5. Pemanenan.

Media pembesaran ikan patin berbeda-beda sehingga kegiatan persiapan media pembesaran sangat tergantung pada jenis media yang hendak dimanfaatkan. Persyaratan lokasi yang harus dipenuhi dalam pembudidayaan ikan patin yaitu :

1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.

2. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

(7)

4. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).

5. Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium adalah antara 26–28°C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang relatif stabil.

6. Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.

Menurut Slembrouck, et. al. (2005), karakteristik tempat pemeliharaan yang digunakan untuk budidaya P. djambal dan kisaran variasi faktor lingkungan yang diamati selama masa pembesaran adalah sebagai berikut:

a. Kolam

Kolam-kolam yang dipergunakan dibangun dari beton dan dasarnya tanah. Pasokan air tergantung pada musim dan kekurangan air kadangkala terjadi selama 1 atau 2 bulan pada musim kemarau.

Tabel 1. Kisaran padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamati selama pemeliharaan induk ikan P. djambal dalam kolam.

b. Keramba Jaring Apung

(8)

Tabel 2. Padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamati selama pemeliharaan induk ikan P. djambal dalam keramba jaring apung di sungai.

c. Pemberian Pakan

Pemberian pakan yang tepat diperlukan untuk menjaga agar induk ikan tetap dalam keadaan sehat. Sudah diketahui bahwa keterbatasan atau kekurangan dalam nutrisi dasar bisa mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan gonad. Induk P. djambal bisa diberi pakan sebagai berikut:  pelet dengan kadar protein 35%;

 takaran pemberian pakan harian tergantung dari ukuran ikan.

Tabel 3. Takaran pemberian pakan harian untuk P. djambal sesuai dengan bobot tubuh rata-rata.

2.5 Pertumbuhan Ikan Patin Jambal

(9)

terganggu bila suhu air menurun sampai 14°C - 15°C atau meningkat sampai di atas 350C dan aktivitas ikan patin akan terhenti pada suhu di bawah 6 °C atau di atas 42°C.

Menurut Anonimous (2013), ikan patin perkembangan gametnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Patin jantan mencapai dewasa lebih cepat daripada ikan betina, karena proses kematangan kelamin relatif lama. Namun, patin yang hidup di daerah tropis, perkembangan telur dan spermanya lebih cepat daripada patin yang hidup di daerah subtropics. Ikan akan tumbuh dengan normal jika pertambahan berat sesuai dengan pertambahan panjang. Pertumbuhan ikan dapat dinyatakan menurut rata – rata berat / panjang pada umur tertentu.

2.6 Sistem Resirkulasi pada Ikan Patin Jambal

Sistem resirkulasi air merupakan kegiatan pembesaran larva dalam air yang mengalir, menyerupai sistem air terbuka. Berkat filter mekanik dan biologis, air resirkulasi secara terus menerus akan terhindar dari kekeruhan dan zat racun yang larut (terutama amoniak) yang berasal dari sisa pakan, urine dan kotoran ikan. Karena jumlah sisa pakan dan zat racun tergantung langsung dari jumlah larva yang dibesarkan, volume filter harus ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya padat tebar larva. Teknologi ini juga memungkinkan penurunan kuantitas pasokan air, pengontrolan variasi suhu secara lebih mudah, peningkatan kepadatan tebar serta penanganan gangguan yang bisa terjadi oleh parasit atau bakteri tanpa mengganti air. Sistem air resirkulasi merupakan sebuah mata rantai pengolahan atau penanganan air dan setiap mata rantai berkaitan dengan fungsi yang spesifik. Sejumlah peralatan tersedia untuk setiap fungsi, tapi dalam panduan praktis ini hanya dijelaskan langkah-langkah utama melalui penyajian sistem yang sudah digunakan di Indonesia. Pada sistem air resirkulasi atau mengalir, disarankan untuk menutup aliran air selama 30 menit setiap waktu pemberian pakan guna mempertahankan mangsa yang hidup dalam tangki-tangki. (Slembrouck, et. al., 2005).

(10)

1. Pompa: untuk menjaga kualitas air yang baik, untuk sistem pompa yang dipilih harus memiliki cukup daya guna mensirkulasi volume air dari tangki-tangki budidaya sekitar 3 kali perhari.

2. Filtrasi mekanik: filtrasi mekanik digunakan untuk membersihkan media budidaya dari partikel-partikel organik seperti sisa pakan dan kotoran ikan. Jenis filter ini umumnya dipasang sedekat mungkin dari saluran pengeluaran air tangki pemeliharaan.

3. Filtrasi biologi atau unit nitrifikasi: zat amonia dan nitrogen yang dikeluarkan oleh ikan dalam media budidaya juga berasal dari penguraian kotoran dan sisa pakan. Konsentrasinya dalam air tidak boleh melebihi tingkat yang membahayakan. Zat-zat ini bisa dibersihkan atau dibuang atau dirubah menjadi bahan tidak beracun dengan bantuan sistem penjernihan biologis.

4. Pasokan oksigen: oksigen dikonsumsi oleh ikan, oleh bakteri di dalam filter biologis dan oleh penguraian produk sisa organik. Karena tingkat oksigen yang rendah akan mengurangi pertumbuhan dan derajat konversi pakan, penting untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut pada tingkat yang cukup, biasanya di atas 5 mg.L-1 pada suhu 28 – 30°C. Oksigen bisa dengan mudah ditambahkan ke dalam sistem dengan menggunakan pompa udara, mengurangi ketinggian air atau meningkatkan aliran air. 5. Pengendalian patogen: melakukan disinfeksi air perlu untuk desinfeksi pencegahan dengan cara perendaman setiap minggu.

6. Pengaturan suhu : penghematan energi merupakan salah satu keuntungan dari sistem resirkulasi. Begitu tangki mencapai suhu optimal, sejumlah kecil energi cukup untuk menjaga suhu. Temperatur bisa dijaga dengan resistensi termoelektrikal atau dengan insulasi termal.

(11)

aerasi, dan bak biofilter serta bak tanaman. Sistem resirkulasi ini pemah dicoba untuk pembenihan ikan patin. Sistem sirkulasi tertutup juga pernah digunakan untuk budidaya ikan Penaeus monodon. Sistem yang dikembangkan terdiri dari: tangki pemeliharaan ikan, tangki pemisah lamela, tangki aerasi dan biofilter. Densitas ikan yang diujikan adalah 40. 80, 160 ekor/m2 selama 8 minggu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ikan secara berurutan adalah: 0.28, 0.23, dan 0.17 gram/hari dengan persentase hidup secara berurutan: 89%, 76%, dan 60%.

Gambar 3. Sistem sirkulasi air tertutup untuk pembenihan ikan patin.

(12)

Gambar 3. Tampak depan dan sirkulasi air (arah panah) dari sistim air resirkulasi (jenis industri skala rumah tangga) yang diusulkan oleh “Catfish Asia Project”.

Nomor-nomor dalam gambar menunjukkan unsur-unsur dan langkah-langkah fungsional berikut:

1. Tempat penampungan air kapasitas 30 liter, air bersih didistribusikan secara gravitasi ke tangki-tangki pemeliharaan dan kembali ke filtrasi biologi melalui pipa A. Pipa ini “kembali” digunakan untuk mengontrol ketinggian air dan pemberian oksigen.

2 & 3. Kedua tangki pemeliharaan yang terbuat dari papan kayu dengan dilapisi plastik timah dan karpet. Setiap tangki memiliki kapasitas air 250 liter dan dirancang untuk menampung larva maksimum 5000 ekor, kepadatan pemeliharaan maksimal 20 larva per liter. Dengan bantuan kran, aliran air bisa diatur sampai 750 liter per jam yang memungkinkan 3 kali penggantian volume air per jam. Tingkat ketinggian air dipertahankan melalui pipa pembuangan (pipa B) pengeluaran air ditutup dengan jaring nyamuk untuk mencegah hanyutnya larva dari tangki pembesaran.

(13)

5 & 6. Pembuangan air dari pipa A dan B mencapai filtrasi biologi dengan pengeluaran air yang stabil. Menjaga arus air supaya konstan dalam filter meningkatkan kapasitas pengobatan secara biologis. Sekat-sekat atau ruang yang dibuat dalam filter guna untuk meningkatkan waktu selama air berhubungan dengan penopang filtrasi biologi. Keempat ruangan mulai dari awal tersebut (5) diisi dengan ijuk (Kakaban) sebagai penopang filtrasi biologi dan ruangan yang ke lima (6) dengan diisi bantalan karet busa untuk menyaring kebersihan dari ijuk.

(14)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah.

2. Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara – muara sungai serta danau. Ikan patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal.

3. Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala, tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa ikan ini cenderung menjadi karnivora (pemakan daging).

4. Kegiatan dalam pembesaran ikan patin biasanya meliputi hal-hal berikut: 1. Persiapan media pembesaran yang akan digunakan.

2. Penebaran benih. 3. Pemberian makan.

4. Perawatan ikan agar terhindar dari hama dan penyakit ikan. 5. Pemanenan.

Karakteristik tempat pemeliharaan yang digunakan untuk budidaya P. djambal dan kisaran variasi faktor lingkungan yang diamati selama masa pembesaran adalah sebagai berikut:

(15)

2. Keramba Jaring Apung

3. Pemberian Pakan

5. Pertumbuhan ikan patin dipengaruhi oleh dua faktor. yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi sifat genetis.

6. Sistem resirkulasi air merupakan kegiatan pembesaran larva dalam air yang mengalir, menyerupai sistem air terbuka. Enam unsur utama sistem air resirkulasi, yaitu: pompa, filtrasi mekanik, filtrasi biologi atau unit nitrifikasi, pasokan oksigen, pengendalian pathogen, dan pengaturan suhu.

3.2 Saran

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2013.

Kombinasi Variasi Tepung Cacing Sutra (

Tubifex

sp.) dan

Tepung Tapioka pada Konsentrasi 75 % untuk Mensubstitusi Pakan

Komersial akan Menghasilkan Pertumbuhan yang Optimal pada Ikan

Patin (

Pangasius hypophtalmus)

. UAJY.

Bank Indonesia. 2010. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Pembenihan Ikan Patin. Jakarta.

Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp.). Jakarta.

Ramadhan, M.A.;

Alfiansyah A.C

.;

M. Sungging P.

;

Husay J.P.; dan M. Yusuf

A.

2010. Teknik Pembesaran Ikan Patin (

Pangasius hypopthalmus

)

dengan Sistem Resirkulasi Tertutup. Usulan Program Kreativitas

Mahasiswa Universitas Airlangga: Surabaya.

Slembrouck, J.; Oman K.; Maskur; dan Marc L. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. IRD-BRKP: Jakarta.

Subrata, D.M.; Budi I.S.; Lenny S.; dan Aryanto. 2001.

Sistem resirkulasi air

tertutup untuk pembenihan ikan patin

(Pangasius sp.)

(bagian 1):

Pengendalian suhu air dengan pengendali mikrokontroller. Buletin

Keteknikan Pertanian Vol. 15, No. 3.

Gambar

Gambar 1. Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)
Tabel 1. Kisaran padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamatiselama pemeliharaan induk ikan P
Tabel 2. Padat tebar ikan dan parameter lingkungan yang diamati selama
Gambar 3. Sistem sirkulasi air tertutup untuk pembenihan ikan patin.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Desain dalam penelitian ini menggunakan Desain kuantitif, artinya penelitian dilakukan pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

Penyelidikan tanah di lapangan pada proyek central square mall ini dilakukan untuk mengetahui kondisi tanah asli di lapangan sehingga dapat merencanakan jenis pondasi yang

Berdasarkan hasil pengolahan horizontal tingkat dua dengan metode AHP, maka diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi promosi KPR

Sebagai unit perusahaan baru dalam PT Kompas Media Nusantara, tentu saja bukan permasalahan gampang bagi KompasTV untuk membangun image bahkan membentuk sebuah

Hasil kajian menunjukkan sikap guru Bahasa Melayu terhadap penggunaan buku teks berada pada tahap sederhana bagi aspek isi kandungan, persembahan serta aktiviti dan latihan..

Tabel 6 menunjukkan hasil dari pengukuran tinggi dan jarak dimana dari hasil pengukuran tersebut diperoleh hasil bahwa tinggi tiang dan jarak antar tiang PJU

ahol az eltérő álláspontok közül a jogkönyv összcállitója a saját nézeteit fogalmazta rneg.“`* Bónis György szerint a Húı'ıııusk()rı_tv legnagyobb ré- sze a