Nama Asmat berasal dari kata-kata Asmat "As Akat", yang menurut orang Asmat berarti"orang yang tepat". Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa Asmat berasal dari kata Osamat yang berarti "manusia dari pohon". Tetapi kalo menurut tetangga suku Asmat, yaitu suku Mimika, nama Asmat ini berasal dari kata-kata mereka untuk suku "manue", yang berarti "pemakan manusia".
Suku Asmat sedang mengukir
Hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas dari suku Asmat sangat terkenal. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun seringkali juga ditemui motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian.
Sejarah
Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan
mereka, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat membunuh buaya tersebut, tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang.
sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Praktik Kanibalisme
Ketika terjadi pertentangan, suku Asmat membunuh musuhnya dan mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada
seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Seiring perkembangan zaman, hal ini sudah tidak pernah terjadi lagi.
Persebaran
Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut arafuru dan hutan belantara di pegunungan jayawijaya. Dalam kehidupan suku Asmat, batu sangat berharga bagi mereka dan dapat dijadikan sebagai mas kawin. Hal ini karena tempat tinggal suku Asmat yang berada di rawa-rawa sangat sulit menemukan batu-batu yang berguna untuk membuat kapak, palu, dan
sebagainya.
Ciri
Fisik
Asmat memiliki ciri fisik yang khas yaitu berkulit hitam dan berambut keriting. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar 162cm dan tinggi
badan laki-laki mencapai 172cm.
Mata Pencaharian dan Makanan Pokok
Suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mencari nafkah dengan berburu binatang hutan seperti, ular, kasuari babi hutan dll. Mereka juga selalu menggunakan sagu sebagai makanan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk
dimakan. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu, biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam bara api. Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun mereka sangat sulit mendapatkan air bersih karena wilayah mereka merupakan tanah berawa.
Sehingga menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat, mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar
Cara Merias Diri
Dalam merias diri Suku Asmat membutuhkan tanah merah untuk
menghasilkan warna merah, warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan dan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. Mereka menggunakannya dengan mencampur bahan tersebut
dengan sedikit air untuk digunakan mewarnai tubuh.
Ada istiadat suku asmat
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses
kehidupannya, masyarakat Suku Asmat juga mempunyai ritual atau acara-acara khusus, yaitu :
1. Kehamilan
Selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
2. Kelahiran
Tidak lama setelah kelahiran bayi dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3. Pernikahan
Pernikahan berlaku bagi suku Asmat yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
4. Kematian
Bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka
jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya
dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
Unik
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita
berkunjung ke Asmat Pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
Agama
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.
Kepercayaan Dasar
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu
Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan
penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
Mbismbu (pembuat tiang)
Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
Yamasy pokumbu (upacara perisai)
Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit,
bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Roh setan
Suku Asmat memiliki kepercayaan bahwa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori :
1. Setan yang membahayakan hidup.
Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan
perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup.
Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka
Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Suku Asmat juga percaya akan adanya kekuatan magis, banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan
pemburuan binatang. Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi
masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.