• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak dan Belut dalam Menitipkan Anak (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Minyak dan Belut dalam Menitipkan Anak (1)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

“Minyak dan Belut” dalam Menitipkan Anak oleh:

Rudi Ahmad Suryadi

PPDB menjadi sebuah kebiasaan yang melekat pada sekolah/madrasah. Hal ini cukup menggaung menjadi tradisi tahunan bagi sekolah. Harap dan cemas juga membaluti pikirannya, diterima atau tidak di sekolah/madrasah yang dipilihnya.

Bagi kita yang berada dalam naungan Sunda, kesundaan, atau kita sebagai orang Sunda, bahkan satu kawasan Indonesia pun memiliki berbagai tradisi yang cukup banyak mengitari kehidupan sosial. Atau bahkan dalam setiap tahapan kehidupan. Tradisi ini secara sosiologis cukup mengakar dalam masyarakat selama dibudayakan oleh masyarakat. Kebiasaannya berbentuk upacara yang mengakar pada adat sebuah komunitas. Upacara perkawinan, opat bulanan, tujuh bulanan, juga upcara keagaman lainnya yang berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat. Suasana ini cukup kental dalam alur sosiologis masyarakat.

Dalam tradisi kepesantrenan terutama pada pesanten yang tergolong tradisional dan belum terpudarkan oleh piranti modern dalam kaitan sosiologis, setidaknya ada tradisi unik yang mempunyai makna simbolik dalam pengantaran anak sekaligus harapan orang tuanya kelak ketika selesai mengenyam pendidikan, khususnya di pesantren atau pangaosan. Tradisi ini tanpa mengabaikan kepraktisan administrasi (dalam konteks modern) menyuguhkan makna simbolik kebaikan di balik proses tradisi ini. Tentu berbeda dengan layanan administrasi kesiswaan dalam manajemen modern ini.

Pertama, membawa oncor atau obor atau minyak. Orang tua yang menitipkan anaknya ke pengajian, seolah tidak disodori administrasi yang rumit. Mereka membawa anaknya ke pengajian atau pesantren, menitipkan pada kyai atau guru ngaji dengan membawa minyak untuk keperluan penerangan. Pemakaian minyak untuk penerangan walaupun dulu mungkin tidak ada listrik, tetap unik untuk diperhatikan. “Pak kyai, saya menitipkan anak ini. Tiada apa yang dapat saya bawa kecuali minyak ini”, kira-kira demikian apa yang dikemukakan oleh orang tua.

Minyak yang diberikan ini tidak hanya berhubungan dengan bahan penerangan untuk mengaji. Penerangan obor yang butuh minyak. Di balik ini terdapat makna simbolik, minyak menjadi bahan penerang obor bersentuhan dengan bahan untuk penerang hati dan akal supaya dapat menerima dengan terang. Hati dan pikiran yang terang akan memudahkan santri untuk menerima pelajaran. Berbeda dengan pikiran dan hati yang gelap.

(2)

Kedua, membawa belut dan memberikannya pada guru ngaji atau kyai. Belut merupakan hewan yang licin permukaan kulitnya. Hewan ini cukup banyak tersebar di pesawahan dan cukup akrab dalam konsumsi masyarakat. Belut yang diberikan pada kyai atau guru ngaji tidak semata-mata hanya untuk konsumsi. Belut menjadi simbol harapan orang, agar anaknya licin otaknya untuk menerima pelajaran. Licin sebagai simbol ini menyuguhkan kemudahan pikiran dalam menerima ajaran yang diberikan.

Orang sering bilang jika ada anak pintar dengan bahasa “otak encer”, sebuah bahasa yang menggambarkan pikiran cerdas. Bukan “otak kuleud”, dalam bahasa Sunda. Ibarat belut yang licin, harapan orang tua terhadap anaknya pun mengacu pada kemudahan menerima pelajaran.

Dua contoh tradisi yang lambat laun hilang ini bukan berarti harus dilaksanakan pada saat sekarang. Setiap zaman punya nafas yang berbeda. Namun yang menjadi penekanan adalah bagaimana makna simbolik dari pemberian minyak dan belut ini tetap hangat dan mengemuka dalam ruang komunikasi pihak sekolah/madrasah dan orang tua dalam menitipkan anaknya. Pada saat memberikan belut misalnya, tidak serta orang tua langsung memberikannya. Yang ada adalah jalinan komunikasi antara orang tua dengan guru ngaji atau kyai, sebagai sebuah jalinan yang erat dalam komunikasi pendidikan.

Yang hilang dari makna simbolik ini, adalah jalinan komunikasi untuk menitipkan anak pada pihak sekolah/madrasah. Lembar pernyataan orang tua dan siswa yang harus diisi oleh siswa dan ditandatangani oleh orang tua bahkan dibubuhi materai lebih banyak hanya bernuansa administrasi. Seolah tidak tampak ruang komunikasi dengan konten menitipkan anaknya secara lisan dari orang tua kepada pihak sekolah/madrasah. Inilah kebanyakan fenomena yang terjadi dalam layanan sekolah/madrasah. Padahal kalau kita sadari bersama, yang berkewajiban mendidik anak adalah orang tua, bukan sekolah/madrasah. Lembaga pendidikan ibarat perpanjangantangan dari orang tua.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan, artinya apabila motivasi kerja yang ada di PT Gudang Garam Manado tidak

Hallinto-oikeus päätyi samaan ratkaisuun perusteenaan, että julkisuuslain mukaan salassa pidettäviä viranomaisen asiakirjoja ovat asiakirjat, jotka sisältävät tietoja

Secara lebih jauh, heuristik yang digunakan adalah heuristik usulan Inostroza dkk (2012) yang telah mengalami penyesuaian untuk konteks teknologi touchscreen - based

Adapun hasil analisis LM Tabel 31 pada bagian sektor peternakan unggas, menunjukkan bahwa, ada 3 komoditas ternak unggas di JLS Kabupaten Jember yang memiliki nilai

Dengan demikian, peneliti merasa penelitian tentang leksikon makanan dalam upacara adat Wuku Taun di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

"Oh man, let's not get that personal right off." Thinking of those teeth, Declan decided he'd rather risk his hand than his dick, and reached out slowly to give the massive

Berdasarkan perhitungan harga pokok dan tarif per masing-masing kamar Swiss Belhotel Borneo Samarinda dengan menggunakan metode Activity Based Costing , penulis

 Setiap hari sebelum pulang, catat hasil pekerjaan pada hari tersebut dalam Time Sheet (lihat esdm PKB dan Prosedur hari tersebut dalam Time Sheet (lihat esdm, PKB dan Prosedur.