• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gender dalam Hubungan Internasional Anal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gender dalam Hubungan Internasional Anal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Gender dalam Hubungan Internasional :

Analisa Gender dalam Kebijakan Pengiriman Tenaga Kerja Wanita

Indonesia ke Arab Saudi

Queentries Regar

105120400111041

Program Studi S1 Hubungan Internasional

Universitas Brawijaya

Abstrak

Indonesia dalah negara yang cukup aktif mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri dan remitansi tenga kerja Indonesia (TKI) yang masuk ke Indonesia menjadi salah satu sumber pemasukan yang besar bagi Indonesia. Tingginya jumlah remitansi yang masuk diiringi pula dengan tingginya angka kasus TKI yang mengalami penyiksaan, kekerasan seksual hingga dihukum mati di Arab Saudi. Tingginya jumlah kasus TKI bermasalah sayangnya tidak diiringi dengan tingginye penyediaan perlindungan bagi TKI dari pemerintah Indonesia. Akhrinya, perempuan yang mendominasi total jumlah TKI yang dikirim menjadi korban dalam kasus-kasus tersebut. Argumen utama dalam jurnal ini ialah pemerintah belum memberikan perlindungan maksimal dan spesifik bagi tenaga kerja wanita (TKW) sebagai bentuk pemberian hak perlindungan dan kesamaan serta penghargaan (appreciation) terhadap para TKW.

(2)

Pendahuluan

Pada bulan Agustus tahun 2013, kantor Migrant CARE1 didatangi oleh

seorang pria bernama Tri Apriyanto. Pria ini melaporkan kasus adiknya, seorang

tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Encih Pratiwi, yang bekerja sebagai Penata

Laksana Rumah Tangga (PLRT) di Riyadh, Arab Saudi yang mendapatkan kekerasan

dan ditahan oleh majikan karena Encih menolak diajak menikah oleh majikan. Encih

menjadi korban penganiayan dimana ia sering dipukul oleh majikan, tidak diijinkan

berkomunikasi dengan siapapun termasuk keluarga di Indonesia, tidak diijinkan

keluar rumah dan gaji tidak dibayar sejak tahun 2009.

Keluarga Encih telah melaporkan kasus ini ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Brebes, agen pengirim Encih dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungann

Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memohon bantuan dan perlindungan agar Encih

segera dipulangkan ke Indonesia. Baru pada dua tahun kemudian, Kementrian Luar

Negeri (Kemenlu) Indonesia mengirimkan surat kepada keluarga di Brebes dan

melampirkan nota jawaban dari Kementrian Luar Negeri Arab Saudi, dimana nota

tersebut berisi pernyataan bahwa Encih tidak berkeinginan untuk pulang. Surat

tersebut juga sebagai pernyataan dari pemerintah bahwa kasus Encih telah selesai,

tanpa menindaklanjuti apakah benar Encih menulis tersebut dengan kemauan sendiri

tanpa paksaan. Padahal pada bulan yang sama, dengan bantuan tenaga kerja asal

(3)

Filipina, Encih menghubungi keluarga melalui Facebook dan memohon pertolongan

secepatnya agar dapat pulang ke Indonesia.

Laporan kasus di atas hanyalah satu dari berjuta-juta kasus TKI bermasalah,

dimana mayoritas berjenis kelamin perempuan, yang hak-haknya tidak dipenuhi oleh

pemerintah, Bahkan hanya minim perlindungan yang disediakan pemerintah terhadap

9 TKI yang telah mendapatkan hukuman mati dan 33 kasus TKW yang dalam

ancaman hukuman mati saat ini di Arab Saudi2. Jurnal ini akan menganalisa

kebijakan pemerintah Indonesia mulai dari proses perekrutan, pengiriman dan

pemulangan TKI informal serta dasar hukum perlindungan TKI di Arab Saudi

menggunakan perspektif feminis liberal sebagai instrumen untuk menganalisis data

dan informasi secara sistematis mengenai laki-laki dan perempuan melalui

identifikasi kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Komposisi Perempuan dalam Peta Tenaga Kerja Indonesia

Menurut data Kemenlu3, jumlah TKI di luar negeri hingga tahun 2012 ialah

2.536.429. TKI yang menyebar di seluruh dunia tersebut terbagi dalam dua jenis yaitu

TKI formal dan informal. TKI formal adalah warga negara Indonesia yang bekerja di

luar negeri pada entitas hukum sedangkan TKI informal (buruh migran) bekerja pada

2 Migrant Workers Are Facing Double Jeoprady Abroad. Diakses dari www.thejakartaglobe.com pada 10 Januari 2014

(4)

pengguna perseorangan seperti PLRT, supir dan tukang kebun. Hingga tahun 2012,

jumlah TKI formal sebanyak 920.621 dan TKI informal sebanyak 1.615.808. Dalam

data BNPT2KI pada Juli 2013, disebutkan bahwa jenis pekerjaan informal per Juli

tahun 2013 yaitu domestic worker atau PLRT (menempati urutan pertama pekerjaan yang paling diminati, sebanyak 81.863 orang diikuti dengan pekerjaan care taker

sebanyak 25.333 orang4. Untuk Arab Saudi, hingga akhir Juli 2013, jumlah TKI yang

dikirim ke Arab Saudi adalah sebanyak 21.3765 dengan mayoritas dari total angka

tersebut adalah perempuan. Dari total 494.609 TKI yang dikirim pada tahun 2012,

57% (279.784 jiwa) adalah perempuan. Secara rata-rata, jumlah tenaga kerja informal

Indonesia yang bermigrasi ke luar negeri selalu didominasi oleh perempuan.

Gambar 1.1 Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Jenis

Kelamin

4 Presentasi : Gambaran Umum Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri , Kepala Bnp2tki (Moh. Jumhur Hidayat), Rakornas Perlindungan WNI 20 Agustus 2013

(5)

Pada Tahun 2006 – akhir Juni 201

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 s.d Juli

25,000 125,000 225,000 325,000 425,000 525,000 625,000

542,000 543,859

496,131 528,984 451,120

376,686

279,784

139,826

PEREMPUAN

PEREMPUAN Linear (PEREMPUAN )

(6)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 s.d Juli

20,000 70,000 120,000 170,000 220,000 270,000

138,000 152,887 148,600

103,188 124,684

210,116 214,825

112,053

LAKI-LAKI

LAKI-LAKI Linear (LAKI-LAKI)

Sumber data: PUSAT PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN

INFORMASI (PUSLITFO BNP2TKI) 2012

Faktor penarik dari negara penerima ialah terjadinya perubahan demografis

(usia lanjut yang tinggi), pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kelangkaan

tenaga kerja karena tingkat kelahiran yang rendah. Pertumubuhan ekonomi yang

tinggi berimbas pada banyaknya tenaga kerja lokal Arab Saudi yang memilih bekerja

di sektor professional sehingga akhirnya jumlah pekerja lokal yang tersedia untuk

(7)

tingginya jumlah penduduk lanjut usia di negara-negara tersebut sehingga muncullah

kemudian permintaan akan pekerja informal yang mampu mengemban tugas sebagai

PLRT atau care taker.

Kaum perempuan menjadi pekerja yang paling diminati untuk mengisi

pekerjaan ini sebab perempuan dianggap lebih memiliki kemampuan dan ketekunan

dalam melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah,

mengurus anak dan orang tua. Di Arab Saudi, penduduk negara-negara tersebut lebih

menyukai tenaga kerja asing asal Indonesia sebab adanya sifat-sifat khas yang

melekat pada orang Indonesia yaitu rajin, setia, ramah dan pekerja keras. Selain itu,

kebanyakan penduduk Indonesia juga menganut agama Islam sehingga warga Timur

Tengah merasa memiliki kesamaan pandangan dalam hidup.

Adanya pengganguran dan kemiskinan yang terjadi di daerah asal menjadi

faktor pendorong migrasi TKW Indonesia. Tersedianya lowongan pekerjaan yang

sangat membutuhkan perempuan ditambah dengan perbedaan upah antar negara yang

mencolok akhirnya membuat TKW ini memilih bekerja di luar negeri.

Mayoritas TKW tersebut rutin mengirimkan gaji mereka kepada keluarga di

Indonesia. Jumlah remitansi yang mereka kirimkan ke tanah air juga tergolong tinggi,

pada tahun 2012 jumlah remitansi TKI mencapai sebesar 7.018.280.144,50 dollar

Amerika atau setara dengan Rp 67.866.768.997.274,10.6

Perempuan Dalam Kebijakan Pemerintah Indonesia Mengenai

(8)

Pengiriman dan Perlindungan TKI

Banyaknya keuntungan yang didapat dari pengiriman TKI membuat Indonesia

menjadi negara yang cukup aktif mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri terutama

TKW informal ke wilayah Arab Saudi. Jumlah TKW dan remitansi yang besar ini

sayangnya tidak diiringi dengan tingkat proteksi yang tinggi bagi para pahlawan

devisa tersebut, khususnya bagi TKW informal yang tidak memiliki ikatan legal-platform dengan atasan atau majikannya. Dari 177 kasus yang diterima oleh Migrant CARE pada tahun 2012, 39 diantaranya merupakan kasus TKW bermasalah di Arab

Saudi yang mengalami pelecehan seksual, hilang kontak, gaji tidak dibayar, dan

lain-lain.

Terdapat instrumen hukum nasional yang menjadi dasar kewajiban negara

untuk melindungi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri yaitu

Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, Penetapan

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, Penetapan Instruksi

Presiden No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Penempatan dan

Perlindungan TKI, Penetapan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Penetapan Peraturan

Presiden No. 29 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan

TPPO, Pembuatan Permenlu No 4 Tahun 2008 tentang Sistem Pelayanan Warga pada

(9)

Keimigrasian, Revisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Instrumen hukum nasional tersebut juga dilengkapi dengan instrument hukum

internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia yaitu UN Protocol to Prevent,

Suppress & Punish Trafficking in Persons, ILO Convention 182 Concerning

Elimination of Worst Forms of Child Labor, ILO Convention 29 Concerning Forced

Labor, ILO Convention 105 Concerning Abolition of Forced Labor, ILO Convention

185 (Revised) Concerning Revising Seafarers’s Identity Documents Biometric

Testing Campaign Report, Convention No. 69/1946 Concerning the Certification of

Ships Cooks, The 1990 International Convention on the Protection of the Rights of

All Migrant Workers and Members of Their Families .

Sayangnya pelbagai dasar hukum tersebut belum mampu diaplikasikan secara

keseluruhan dan belum pro-perempuan sehingga sulit untuk memberikan

perlindungan maksimal bagi TKW bermasalah. Berdasarkan perspektif feminisme

liberal, perempuan harus masuk sebagai subjek dalam system atau kebijakan yang

diambil pemerintah terutama apabila kebijakan tersebut berkenaan langsung dengan

perempuan. Namun yang terjadi ialah perempuan tidak menjadi subjek dalam

kebijakan tersebut padahal perempuan merupakan aktor utama dalam pengiriman TKI

ke luar negeri.

Ketidakadilan dan eksploitasi pada perempuan telah dimulai dari dalam negeri

sejak proses perekrutan. Proses perekrutan diawali dengan kedatangan sponsor ke

(10)

dengan iming-iming gaji yang cukup besar. Penduduk desa umumnya berlatar

belakang kondisi ekonomi rendah sehingga sangatlah mudah bagi mereka menjadi

tergoda dengan iming-iming gaji besar namun tidak memiliki pengetahuan dan

informasi yang memadai mengenai bagaimana kondisi kerja di luar negeri.

Berhubung mayoritas lowongan pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan informal

maka akhirnya banyak perempuan yang dipaksa keluarga untuk menjadi TKW.

Sistem patriarki yang masih kuat di desa membuat perempuan ini tidak mampu

menolak dorongan dari keluarga untuk menjadi TKW.

Penulis melihat bahwa terdapat pula perempuan yang menjadi TKW

berdasarkan kemauan diri sendiri. Penulis menganalisa bahwa perempuan yang

bersedia menjadi TKW tersebut, sekalipun tidak ada paksaan keluarga, sebenarnya

terdorong oleh keadaan yang secara tidak langsung memaksa sang perempuan untuk

menjadi TKW. Perempuan yang dari keluarga ekonomi ini merasa memiliki

kewajiban untuk membantu ekonomi keluarga dan hanya dengan cara ini sang

perempuan dapat berkontribusi terhadap keluarga sebab di desa tidak ada pekerjaan

yang dapat menghasilkan uang banyak untuk perempuan. Kondisi ini lah membuat

wanita terjebak dalam kondisi yang tidak ada pilihan (left with no option) sehingga mau tidak mau mereka akhirnya memilih menjadi TKW. Buruknya lagi, keterpaksaan

inilah yang seringkali membuat calon TKW tidak maksimal dalam melengkapi diri

sendiri dengan pengetahuan dan informasi mumpuni mengenai dokumen dan

(11)

Kondisi ini sangat berbeda dengan kaum laki-laki di desa yang masih

memiliki pilihan untuk pergi menjadi TKI atau tetap tinggal di desa. Pertama,

laki-laki masih memiliki pilihan pekerjaan lain di desa yaitu bekerja di ladang atau di

sawah atau menjadi buruh kasar, yang mana untuk perempuan pekerjaan-pekerjaan

semacam itu tidak akan maksimal bila dikerjakan oleh perempuan dan kedua, sstem

patriarki di desa membuat suara pilihan laki-laki dianggap lebih valid dibanding pilihan perempuan.

Berikutnya adalah proses pengiriman. Sebelum ditempatkan di negara tujuan,

calon TKW yang lulus syarat akan mengkuti pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja

(BLK). Marjinalisasi perempuan juga terjadi dalam proses pelatihan ini. Semua calon

TKI, baik laki-laki dan perempuan, ditempatkan pada suatu penampungan dan dilatih

bekerja. Dalam proses ini, ilmu dan pelatihan yang diberikan sangatlah general tanpa

memberikan pembekalan spesifik terhadap perempuan.

Apabila dianalisa lebih lanjut, sebenarnya medan dan beban kerja yang

dihadapi calon TKW yang akan berangkat ke Arab Saudi ini lebih berat dibanding

beban kerja TKI laki-laki. Kultur Arab Saudi yang tertutup dan adanya anggapan

bahwa perempuan adalah second-class citizen membuat calon TKW sangat rentan menjadi korban pelechan seksual, penganiyaan dan sebagainya. Seharusnya calon

TKW tidak hanya diberi pelatihan mengenai cara bekerja namun juga softskill

mengenai cara perempuan bertahan hidup disana, cara pencegahan dari kemungkinan

menjadi korban kejahatan dan cara menyelamatkan diri apabila kejahatan telah terjadi

(12)

Swasta (PPTKIS) sangat pasif dan tindakan yang dikeluarkan hanyalah aksi kuratif,

yaitu tindakan baru dilakukan setelah ada perempuan yang menjadi korban bukan

tindakan preventif yaitu tindakan pencegahan yang dilakukan sebelum adanya

korban.

Ketika TKW sudah berada di luar negeri, UU dan hukum yang ada juga belum

bisa melindungi perempuan. Revisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sangat belum memadai dalam

melindungi TKW sebab sebagian besar konten dari UU tersebut lebih

menitikberatkan pada pengaturan PPTKIS bukan pada pengaturan standar

perlindungan dan legalitas TKI. RUU tersebut juga sangat general, dimana tidak ada

aturan perlindungan spesifik terhadap perempuan. Padahal medan pekerjaan wanita,

terutama di negara-negara Timur Tengah, lebih berat dibandingkan laki-laki.

Ironisnya lagi, ketentuan menyangkut pendidikan dan pelatihan itu tak diatur khusus

dalam revisi RUU PPTKLN7.

Pada 12 April 2012 Indonesia telah meratifikasi The 1990 International

Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of

Their Families namun dalam RUU versi pemerintah hal itu tak dimasukan dalam

konsideran, baik dalam konsideran menimbang maupun mengingat. Tidak adanya

harmonisasi UU dengan konvensi tersebut, membuat perlindungan pemerintah

terhadap TKW terasa stagnan.

7 RUU PPTKLN Masih Abaikan Perlindungan TKI. Diakses dari

(13)

Isu berikutnya ialah moratorium dengan Arab Saudi. Penulis melihat

kebijakan tersebut sangat kontra-produktif dan mengabaikan perspektif hak atas

pekerjaan dan hak untuk bermigrasi terutama bagi perempuan yang menjadi dominan

dalam pengiriman TKI. Kebijakan ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah

dalam melindungi TKI. Kalaupun opsi moratorium dipilih, kebijakan tersebut harus

tetap dalam konteks penjaminan hak asasi manusia dan bukannya menutup akses

warga negara untuk bekerja dan bermigrasi.

Dalam konteks moratorium penempatan TKI ke Saudi Arabia,

moratorium semestinya dapat menjadi momentum untuk mengobservasi dan

memperbaiki segala kebobrokan yang selama ini terjadi dalam tata kelola

penempatan buruh migran, baik yang dilakukan oleh birokrasi maupun korporasi

pelaksana penempatan.8 Selama masa jeda harus dilakukan audit menyeluruh terhdap

praktek-praktek bisnis PPTKIS dan kinerja lembaga pemerintah. Pada saat yang

bersamaan, diplomasi politik untuk mendesak bilateral agreement perlindungan buruh migran dengan Arab Saudi harus diijalankan dengan sungguh-sungguh dan

juga harus dilakukan peningkatan kualitas pelatihan bagi perempuan yang seringkali

menjadi aktor rentan dalam pengiriman TKW ke Arab Saudi.

Adanya isu pelarangan penempatan TKI informal terutama Road Map Zero

Domestic Worker 20179 yang dicanangkan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan

8 Presentasi “Arah Diplomasi Perlindungan Buruh Migran Indonesia” Oleh Wahyu Susilo :Policy Analyst Migrant CARE. Disampaikan Dalam: Rapat Koordinasi Nasional Perlindungan Warga Negara Indonesia 2013 Jakarta, 18 Agustus 2013

9 Road Map Zero Domestic Worker 2017 adalah rancangan untuk menghentikan semua pengiriman tenaga kerja informal khususnya PLRT ke luar negeri. Diakses dari www. Thejakartaglobe.com dan

(14)

Transmigrasi juga tidak suportif terhadap tenaga kerja. Usulan kebijakan ini

mengabaikan peluang yang dimiliki TKW untuk memperbaiki ekonomi sebab dalam

pasar tenaga kerja internasional, posisi potensial yang bisa dimasuki Indonesia adalah

sektor pekerja rumah tangga. Seperti yang penulis telah jabarkan sebelumnya,

perempuan bahkan menjadi figur dominan pengirim remitansi ke Indonesia dan

sumber ekonomi bagi keluarga di desa. Pelarangan penempatan TKW di sektor PLRT

adalah tindakan melawan arus komunitas internasional yang pada bulan Juni 2011

berhasil mendorong adanya pengakuan PLRT sebagai pekerja (dalam cakupan hukum

perburuhan) setara dengan pekerja di sektor lainnya dan bahkan melahirkan Konvensi

ILO No. 189 tentang Pekerjaan Layak untuk PRT10.

Yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah

mengintegrasikan sistem pendidikan dan pelatihan yang berkualitas, terukur bagi

calon TKW di sektor PLRT sehingga TKW tersebut paham akan hak dan memiliki

kapabilitas dan akses untuk memperjuangkan haknya.

Kesimpulan

Feminis liberal melihat bahwa perempuan adah aktor rasional yang memiliki

hak dan kemampuan untuk personal autonomy serta berhak dihargai dan dihormati layaknya laki-laki. Dalam kenyataannya, penghargaan terhadap perempuan belum

(15)

terimplementasi dalam kebijakan pengiriman TKW ke luar negeri.

Perempuan-perempuan yang berjasa memberikan sumbangan devisa yang besar bagi Indonesia

melalui remitansi yang rutin mereka kirimkan ke Indonesia ini masih menjadi figur

yang termajinalkan dalam kebijakan perekrutan, pengiriman dan perlindungan yang

dikeluarkan pemerintah Indonesia. Usaha dan perjuangan para TKW seringkali tidak

mendapat feedback perlindungan yang maksimal dari pemerintah.

Tingginya jumlah kasus TKW bermasalah di Arab Saudi bukanlah isu yang

baru setahun atau dua tahun dihadapi pemerintah Indonesia. Kasus TKW yang

bemunculan ini merupakan akumulasi dari kasus yang belum terselesaikan dari

tahun-tahun sebelumnya disertai dengan pembenahan hukum yang kurang dari

pemerintah. Kebijakan pemerintah mulai dari proses perekrutan, pengiriman dan

perlindungan juga belum pro-perempuan. Perempuan masih belum dianggap sebagai

figur penting yang perlu dilindungi secara spesifik dalam UU.

Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang lebih pro-perempuan,

melihat bahwa data menunjukkan perempuan menjadi figur dominan sekaligus figur

paling rentan dalam pengiriman TKI ke luar negeri. Pemerintah seharusnya tidak

hanya berpegang pada tindakan kuratif yang hanya bersifat membantu mengurangi

masalah yang telah terjadi bukan menyelesaikan masalah dari akarnya, melainkan

juga harus menciptakan tindakan-tindakan preventif sebagai bentuk proteksi terhadap

(16)

DAFTAR PUSTAKA

(17)

Data Presentasi Rapat Koordinasi Nasional Perlindungan Warga Negara Indonesia 2013, Jakarta 18 Agustus 2013

Indonesia Plans to Stop Sending Domestic Workers Abroad by 2017, diakses dari

www.thejakartaglobe.com pada 22 Desember 2013

Menuju Zero Penempatan TKI 'Domestic Worker' 2017, diakses dari

www.republika.co.id pada 22 Desember 2013

Migrant Workers Are Facing Double Jeoprady Abroad. Diakses dari

www.thejakartaglobe.com pada 10 Januari 2014

Remitansi TKI, Diakses dari www.bnp2tki.go.id pada tanggal 4 Oktober 2013

Referensi

Dokumen terkait

aegypti pada konsentrasi 0,02 ppm lebih kecil dari LC 95 maka dinyatakan sebagai rentan, namun apabila kematian lebih besar dariLC 95 maka dinyatakan resisten

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan, frekuensi makan, pola pengasuhan gizi berhubungan dengan status gizi anak

Hasil Ekstraksi dan Kandungan Fenolik Total Hasil ekstraksi; pada penelitian ini ekstrak daun manggis diperoleh dengan menggunakan pelarut air, metanol, etanol, aseton

Amari also applied the natural gradient update rule for the optimization in the information geometry by using J (θ) = ℓ( x ; θ) as the online objective function, which is equivalent

Penelitian ini bertujuan untuk 1). Mendeskripsikan penerapan Layanan Penguasaan Konten dengan teknik Latihan Penelitian untuk meningkatkan Hasil belajar IPA

[gunakan bahasa kalimat sendiri, jika tidak cukup, gunakan halaman belakang].. Dalam penelitian kuantitatif, setidaknya terdapat empat jenis, yakni 1) Penelitian survai, 2)

bahwa Pasal 39 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menentukan Pemerintah Daerah dapat memberikan

Hasil uji hiptesis F menunjukkan bahwa secara simultan tidak terdapat pengaruh antara variable kepemimpinan transaksional dan motivasi terhadap kinerja dengan ukuran F