Bab V
Kinetika Reaksi Kimia
Seperti yang telah dipelajari, atom‐atom unsur cenderung untuk bergabung dengan
atom‐atom unsur yang lain baik yang sejenis maupun tidak, dalam upaya untuk mencapai
kestabilan konfigurasi elektronnya. Target kestabilannya adalah meniru konfigurasi elektron
golongan gas mulia (seluruh orbital kulitnya terisi penuh dengan elektron berpasangan)..
Atom‐atom unsur golongan logam cenderung untuk melepaskan elektron valensinya, sehingga
membentuk kation (ion positif), dan golongan logam ini dinamakan elektropositif. Atom‐atom
ini biasanya ada pada golongan I dan II. Sedangkan atom‐atom dari unsur non logam
cenderung menerima elektron tambahan untuk menggenapi elektron valensinya, sehingga
membenetuk ion negative (anion), dan golongan non logam ini disebut elektronegatif. Atom‐
atom ini utamnya ada pada golongan VII. Diantara golongan logam dan non logam ada
golongan metalloid, yang bersifat ambivalen, bisa menerima atau melepas elektron untuk
mencapai kestabilannya.
Penggabungan atom‐atom unsur (ikatan kimia) terjadi dengan berbagai cara, seperti
ikatan ionik, ikatan kovalen – telah dijelaskan pada Bab II‐, dan ikatan logam. Ikatan logam
terjadi ketika atom‐atom logam terhimpun banyak. Tiap‐tiap atom akan melepaskan elektron
valensinya agar konfigurasinya lebih stabil. Sehingga akan terbentuk lautan elektron yang
meliputi ion‐ion logam. Gaya ini begitu kuat sehingga ion‐ion logam menjadi rigid (sulit
bergerak) dan mampat. Adanya lautan elektron ini menjadikan logam bersifat konduktor yang
baik. Elektron dari luar akan dengan mudah mendorong lautan elektron ini sehingga timbul
aliran (arus listrik). Seluruh penggabungan atom‐atom ini dalam tujuan kimia bisa dikatakan
membentuk molekul, bagian diskrit terkecil dari zat.
Dalam kajian selanjutnya, molekul‐molekul dan atom‐atom dapat melakukan fungsi
kimia melalui berbagai reaksi kimia yang dijalaninya. Reaksi kimia secara alamiah berlangsung
karena kecenderungan seluruh komponen alam (termasuk) molekul, atom dan zat, ingin
mencapai kemapanan (kondisi yang lebih stabil). Salah satu syarat agar tercapai kestabilan
yang lebih baik adalah dicapainya keadaan dengan tingkat energi terendah. Maka, beberapa
molekul atau atom dengan tingkat energi tinggi saling bergabung dengan melepaskan energi
yang dimilikinya agar diperoleh bentuk dan kondisi yang lebih stabil. Reaksi dengan
beberapa reaksi lain harus dipaksa dengan berbagai upaya penambahan energi agar dapat
berlangsung. Reaksi semacam ini dinamakan reaksi endotermis dan tidak spontan.
Berbagai contoh reaksi mungkin akan menjadi bahan kajian untuk melihat betapa
pentingnya reaksi kimia dan bagaimana pengendaliannya. Selain bisa diketahui bagaimana
atom dan molekul melakukan reaksi, spontan atau tidak spontan, juga sangat perlu untuk
dipelajari seberapa cepat reaksi itu terjadi. Bubuk dinamit dan bahan peledak lain, bereaksi
eksotermis dan meledak dalam waktu kurang dari 1 detik; sementara garam dan gula
perlahan‐lahan melarut, fermentasi buah ‐ umbi berlangsung beberapa hari. Berbagai usaha
dilakukan manusia, mempercepat proses pembersihan lingkungan, menghambat korosi,
mempercepat produksi, menghambat kerusakan produk dan lain‐lain. Usaha‐usaha tersebut,
adalah bagian dari penerapan pengetahuan tentang laju reaksi kimia dalam kinetika kimia.
5.1 Laju reaksi
Di atmosfer pada lapisan bagian bawah, banyak reaksi yang dikatalisis oleh cahaya
matahari (fotokatalitik), salah satunya adalah penguraian NO2. Adanya foton (cahaya
matahari) menyebabkan NO2 memperoleh energi yang cukup sehingga 1 oksigennya lepas
menjadi oksigen bebas yang bersifat radikal.
NO2 Æ NO + O O + O2 Æ O3
Radikal oksigen yang dihasilkan pada reaksi pertama, ‐reaksi pertama disebut juga reaksi
inisiasi (awal pembentukan radikal bebas)‐, akan mempropagasi gas‐gas oksigen disekitarnya
membentuk ozon. Reaksi ini berlangsung cepat. Setiap radikal oksigen terbentuk maka dengan
cepat akan bergabung dengan O2 membentuk ozon. Sehingga keseluruhan kecepatan reaksi
ini sebenarnya hanya tergantung reaksi penguraian NO2. Laju reaksi dikendalikan oleh
seberapa cepat NO2 terurai menjadi radikal O dan NO. Dalam kinetika reaksi, disebutkan
bahwa untuk reaksi yang berkesinambungan lebih dari 1 tahap, maka tahap reaksi yang paling
lambat akan menjadi penentu laju keseluruhan tahap reaksi tersebut.
Secara umum reaksi di atas, reaksi penguraian dari 1 molekul, dinamakan reaksi orde
satu (hanya melibatkan 1 molekul, melalui mekanisme penguraian). Reaksi‐reaksi lain banyak
terjadi baik alamiah maupun dengan rekayasa. Namun demikian setelah dikelompokkan
mungkin reaksi‐reaksi yang terjadi, adalah melalui salah satu dari mekanisme reaksi berikut:
1. Reaksi orde pertama, irreversibel (tidak berbalik) A Æ produk
2. Reaksi orde kedua, irreversibel 2 A Æ produk
A + B Æ produk
3 A Æ produk 2 A + B Æ produk
4. Reaksi orde ke‐n, irreversibel n A Æ produk
5. Reaksi orde pertama, reversibel A B
6. Reaksi orde pertama‐/kedua‐, reversibel A B + C
7. Reaksi simultan irreversibel A Æ produk
A + B Æ produk 3 A Æ produk
8. Reaksi bersambung (consecutive), irreversibel A Æ B
B Æ C
Nampak bahwa orde reaksi menyatakan banyaknya molekul reaktan yang terlibat dalam
setiap satu reaksi. Mekanisme ini dinyatakan sebagai banyak molekul yang terlibat dalam
tumbukan sehingga terjadi pertukaran komposisi atom dalam molekul‐molekul reaktan
menjadi produk. Sebagai contoh reaksi sederhana orde kedua irreversibel,
A + B Æ AB
Setiap 1 molekul A bertumbukan dengan 1 molekul B menghasilkan produk. Jika A dan B
melakukan tumbukan efektif menghasilkan produk (AB) maka laju reaksi bisa dihitung
berdasar pada laju berkurangnya A yang sekaligus sama dengan laju berkurangnya B dan sama
pula dengan laju pembentukan AB, atau
r
= ‐r
A = ‐r
B = +r
AB,dengan r adalah lambang untuk laju reaksi. Tanda (‐) pada r menyatakan laju pengurangan
komponen dalam indek dan tanda (+) menyatakan bahwa komponen dalam indek bertambah.
Proses tumbukan molekul dalam reaksi ini, sangat dipengaruhi oleh kuantitas
molekul atau tekanan parsial, dinamakan probabilitas tumbukan. Dalam volume reactor yang
sama, penambahan salah satu komponen (misal dengan penambahan A, B tetap) akan
meningkatkan probabilitas tumbukan karena makin kecil jarak antar molekul (berdesakan).
Sehingga laju reaksi dipengaruhi konsentrasi. Namun tidak semua tumbukan molekul
menghasilkan reaksi, yang menghasilkan reaksi hanyalah tumbukan yang disebut tumbukan
efektif. Rasio tumbukan efektif terhadap tumbukan total adalah konstan pada temperature
yang dijaga tetap. Peningkatan temperature akan menaikkan energi kinetic molekul‐molekul,
sehingga pada reaksi endotermis akan meningkatkan tumbukan efektif dan mempercepat
formula dinyatakan dengan k, konstanta laju) dan berbanding lurus dengan total probabilitas
tumbukan (dinyatakan dengan jumlah molekul yang terlibat reaksi, konsentrasi), diformulakan
sebagai berikut (untuk reaksi di atas):
r
= ‐r
A = ‐r
B = +r
AB = ‐k [A] [B]Beberapa hal penting berkaitan dengan tumbukan efektif molekul dalam reaksi kimia
adalah sebagai berikut:
1. tumbukan efektif akan makin besar jika probabilitas tumbukan makin besar,
konsentrasi yang lebih besar mengindikasikan jumlah molekul yang lebih banyak
dalam volume tertentu akan memberikan probablilitas timbukan lebih besar
2. energi kinetic molekul yang lebih besar akan menaikkan jumlah tumbukan efektif.
Energi kinetic akan mempercepat laju molekul dan memperbanyak frekuensi
bertumbukan. Beberapa reaksi dipercepat dengan pemanasan
3. orientasi tumbukan yang tepat akan meningkatkan jumlah tumbukan efektif.
Bagian molekul yang berkutub positif akan efektif jika bertemu dengan bagian
molekul lain yang berkutub negative.
4. energi tambahan yang cukup untuk melakukan tumbukan efektif, dinamakan
energi aktivasi. Suatu tumbukan akan efektif jika energi total dalam tumbukan
mampu digunakan untuk melampaui energi aktivasi reaksi. Jika tidak maka reaksi
tidak terjadi dan kembali ke keadaan semula. Faktor energi aktivasi ini merupakan
penentu apakah suatu reaksi dapat berlangsung atau tidak. Jika dalam tumbukan
A‐‐‐B mempunyai energi yang cukup untuk melampaui energi aktivasi (melampaui
puncak pada gambar grafik di bawah), maka selanjutnya dengan serta merta
(spontan) reaksi terus berlanjut menghasilkan AB dengan tingkat energi yang lebih
rendah dari A + B (sebelum reaksi). Reaksi ini melepaskan energi sebesar DE = Ei –
Ef (eksotermis).
Gambar 5.1 Proses tumbukan efektif dan profil energi aktivasi, pada reaksi eksotermis
A + B
A‐‐‐‐B
AB
Ea
DE Ei
Banyak reaksi yang bisa berlangsung spontan tetapi memerlukan waktu yang sangat
lama, karena energi aktivasi reaksinya yang terlalu besar sehingga molekul‐molekul ketika
bertumbukan jarang bisa mencapai atau melampauinya. Untuk reaksi‐reaksi semacam ini,
biasanya dapat dipercepat dengan suatu katalis. Katalis adalah suatu zat yang ditambahkan
pada reaksi untuk mempercepat laju, dan zat tersebut akan didapatkan kembali seperti
semula pada akhir reaksi. Diduga cara kerja katalis zat ini adalah dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi, sehingga molekul‐molekul yang terlibat dalam reaksi dapat melakukan
tumbukan lebih efektif dan lebih banyak.
Reaksi tanpa katalis
Reaksi dengan katalis
Gambar 5.2 Pengaruh katalis pada energi aktivasi reaksi
Suatu contoh, reaksi dekomposisi NO berlangsung sangat lama di atmosfer
menghasilkan N2 dan O2. Lambatnya reaksi ini sangat tidak sebanding dengan masuknya gas
NO sebagai polutan dari pembakaran bahan bakar fosil. Sehingga kualitas udara akan menjadi
buruk dengan makin banyaknya mesin kendaraan ataupun industri. Reaksi dekomposisi NO
adalah sebagai berikut:
2NO Æ N2 + O2
Reaksi ini bisa dipercepat dengan menggunakan logam platinum, rodium dan paladium yang
digunakan untuk media reaksi dan mengikat N—O , dan menurunkan energi aktivasi reaksi
yang akan dijalani. Dengan demikian logam‐logam ini dapat secara bersama‐sama digunakan
sebagai katalis dalam konversi gas NO menjadi N2 dan O2, dan dinamakan katalitik konverter
yang dapat dipasang pada mesin mobil untuk mempercepat proses detoksifikasi.
Laju reaksi adakalanya tidak bisa ditentukan secara perhitungan berdasarkan reaksi
stoikiometri yang tertulis. Penentuan laju reaksi yang tepat adalah dengan melakukan
pengukuran konsentrasi komponen‐komponen yang terlibat reaksi, jadi laju reaksi sebenarnya A + B
A‐‐‐‐B
AB
Ea1
DE Ei
Ef
hanya bisa ditentukan lewat suatu percobaan laboratirium. Persamaan reaksi stoikiometri
biasanya hanya menyatakan jumlah mol komponen‐komponen yang terlibat reaksi, tetapi
jarang sekali menggambarkan mekanisme tumbukan efektif yang mungkin bisa terjadi. Suatu
contoh reaksi berikut:
NO2 + O2 Æ NO + O3 atau reaksi lainnya
S2O82‐ + 2 I‐ Æ 2 SO42‐ + I2
Dari persamaan kedua reaksi di atas, reaksi pertama sepertinya menjalani reaksi orde ke dua
(ada 2 molekul yang terlibat dalam reaksi yaitu 1 molekul NO2 dan 1 molekul O2); sedangkan
reaksi kedua sepertinya menjalani reaksi orde ketiga (ada 3 molekul yang terlibat yaitu 1
molekul ion S2O82‐ dan 2 molekul ion I‐). Namun dalam kenyataannya reaksi pertama adalah
reaksi orde pertama dan reaksi ke dua adalah reaksi orde kedua. Kedua reaksi diatas adalah
reaksi multi tahap sebagai berikut :
NO2 Æ NO + O (reaksi tahap 1, lambat)
O + O2 Æ O3 (reaksi tahap 2, cepat)
NO2 + O2 Æ NO + O3 (reaksi keseluruhan)
S2O82‐ + I‐ + 2e Æ 2 SO42‐ + I‐ (reaksi tahap 1, lambat)
I‐ + I‐ Æ I2 + 2 e (reaksi tahap 2, sangat cepat) S2O82‐ + 2 I‐ Æ 2 SO42‐ + I2 (reaksi keseluruhan)
Reaksi‐reaksi di atas, laja dapat dihitung dan terbatasi dengan reaksi pertama yang
berlangsung lambat. Setiap terbentuk produk dari reaksi tahap 1, maka dengan cepat reaksi
tahap 2 berlangsung. Sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi mengikuti atau
ditentukan oleh reaksi tahap 1. Maka dengan demikian persamaan laju reaksi mempunyai
orde reaksi sesuai mekanisme reaksi yang berpengaruh yaitu reaksi tahap 1. Dengan demikian
laju reaksi NO2 dengan O2,‐ hanya dipengaruhi kecepatan penguraian NO2 dalam keadaan O2
yang cukup‐, adalah:
r
= ‐r
NO2 = ‐k
[NO2]merupakan reaksi orde pertama. Demikian juga dengan reaksi antara ion iodida dengan
peroksidisulfat, laju reaksinya,‐tergantung pada efektifitas tumbukan 1 molekul
]
[
]
[
2 822 8 2
− −
×
−
=
−
=
−
=
r
−r
−k
S
O
I
r
SO Imerupakan reaksi orde kedua.
5.2 Menghitung laju reaksi
Laju reaksi hanya dapat ditentukan jika reaksi stoikiometri telah diketahui dan ada
data percobaan terhadap perubahan komponen‐komponen yang terlibat reaksi setiap waktu.
Berdasarkan percobaan‐percobaan yang telah dilakukan, laju reaksi kimia dipengaruhi (fungsi
dari):
1. konsentrasi komponen‐komponen yang terlibat dalam reaksi
2. temperatur reaksi
3. tekanan sistem reaksi
4. katalis
secara matematika sederhana dapat dituliskan ke dalam bentuk
r
= f (Ci, T, P, katalis)
dan jika reaksi berlangsung dalam suhu‐tekanan dijaga (konstan) dan dengan kehadiran katalis
tertentu, maka laju reaksi hanya tergantung pada perubahan konsentrasi komponen‐
komponen yang terlibat dalam reaksi, dengan konstanta spesifik yang hanya sesuai dengan
kondisi yang dijaga tersebut. Dan persamaan laju bisa disederhanakan menjadi:
r
A = + f(T,P,katalis) f (Ci)rA= + ks f(Ci) ; dengan ks = f(T,P,katalis)
dengan ks adalah konstanta laju reaksi yang spesifik yang merupakan fungsi kondisi suhu‐
tekanan dan katalis yang dijaga. Artinya jika suhu‐tekanan atau keberadaan katalis, ada salah
satu atau beberapa berubah maka nilai ks juga akan berubah. Untuk reaksi‐reaksi eksotermis,
penambahan suhu reaksi akan menurunkan nilai ks, sedangkan untuk reaksi‐reaksi yang
endotermis penambahan suhu akan menaikkan nilai ks. Peningkatan nilai ks berarti reaksi