33
THE RELEVANCE OF THE 2013 CURRICULUM FOR PRIMARY
SCHOOLS: A PSYCHOLOGICAL REVIEW
Trisnawati1,Novi Ayu Kristiana Dewi2, Tri Wahyudi3, Muhammad Idris4 1,2,3
Prodi Sistem Informasi, STMIK Pringsewu Lampung 4
Prodi Pendidikan Manjeman Islam, STIT Pringsewu Lampung E-Mail : trinswatistmikpsw@gmail.com1,
muhammadidrisstitpringsewu@gmail.com4
ABSTRACT
Education in Indonesia several times already suffered changes curriculum and the latest curriculum is the curriculum 2013 which applied in 2013. Curriculum 2013 completion the curriculum before. One is the approach used, that is thematic integrative approach. Thematic integrative learning is intertwining learning that uses the theme to associate multiple subjects so as to provide meaningful experiences to students. This integration of material in thematic learning very appropriate with the integrative view of developmental psychology of Gestalt which refers to a sense that the whole is more meaningful than the parts. Besides the Gestalt theories, thematic integrative learning is also relevance with the theories of knowledge acquisition phase learners that’s constructivism theory which underlying of the role that experience or connections with students' learning environment.
Keywords:curriculum 2013, thematic integrative, gestalt, constructivism
ABSTRAK
Pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum dan yang terbaru adalah kurikulum 2013 yang mulai diterapkan pada tahun 2013. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Salah satunya adalah pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pembelajaran tematik integratif. Pembelajaan tematik integratif adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Integrasi materi dalam pembelajaran tematik integratif ini sangat sesuai dengan pandangan psikologi perkembangan Gestalt yang mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Disamping teori Gestalt, pembelajaran tematik integratif ini juga sesuai dengan teori tahap perolehan pengetahuan siswa yaitu teori kontruktivisme yang didasari oleh peran pengalaman atau koneksi dengan suasana lingkungan belajar siswa.
Kata kunci: kurikulum 2013, tematik integratif, gestalt, konstruktivisme
1. PENDAHULUAN
Dunia pendidikan Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum
dan yang terbaru adalah kurikulum 2013. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
34
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU
Sisdiknas, 2003). Kurikulum 2013 sudah dirancang sejak tahun 2012 oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan atau sering disingkat Kemendikbud untuk Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) tersebut telah diselenggarakan mulai tahun 2013, meskipun
saat ini tidak diterapkan secara menyeluruh oleh semua sekolah.
Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian
pendidikan. Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan
antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan aapengetahuan (knowledge).
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam
penjelasan Pasal 35: kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu.
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Salah
satunya adalah pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pembelajaran tematik
integrative (tematik-terpadu) untuk SD/MI. Hal ini dijelaskan dalam Lampiran
Permendikbud RI No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtdaiyah bahwa untuk proses pembelajaran pada jenjang SD/MI
dari kelas 1 hingga kelas VI menggunakan pembelajaran tematik-terpadu. Pembelajaran
tematik-terpadu tematik integrative merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan
bebagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema (Madjid,
2014:49). Karakteristik pembelajaran tematik integrative ini tampaknya merupakan
35
tersebut bisa dilihat dari pemaduan berbagai mata pelajaran ke dalam satu tema, model
pembelajaran melalui pengalaman konkret dan bermakna, serta pengintegrasian ranah
kognitif, afektif dan psikomotor dalam kegiatan pembelajaran.
II. PEMBAHASAN
2.1. Pembelajaran Tematik Integratif
Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari
kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke
dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi
sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai
konsep dasar yang berkaitan.
Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam
dan kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna
yang substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika,
Seni-Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah
Kompetensi Dasar dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki
peran penting sebagai pengikat dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya
(Depdiknas, 2013: 137).
Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Depdiknas 2006):
1. Berpusat pada siswa.
2. Memberikan pengalaman langsung.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas.
36 5. Bersifat fleksibel.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
1. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Ada tiga tokoh yang
mempelopori Teori Gestalt yaitu Max Wertheimer, Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler.
Suatu konsep yang penting dalam teori Gestalt adalah tentang “insight”, yaitu
pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan dan
menganggap bahwa Insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku. Insight yang
merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Lentera, 2012).
1) Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang,
sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang
bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
2) Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
3) Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
4) Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat
memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang dapat menjadi kendaraan dalam
memecahkan persoalan lain pada situasi yang berlainan.
5) Apabila insight telah di peroleh,maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan
37
Insight barulah berfungsi bila ada persepsi terhadap masalahnya. Hilgard dalam
Suryabrata (1984:302-304) memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight,
yaitu:
a) Insight itu dipengaruhi oleh kemampuan dasar
b) Insight itu dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa lampau yang relevan,
c) Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental,
d) Insight itu didahului oleh suatu periode mencoba-coba,
e) Belajar yang dengan Insight itu dapat diulangi,
f) Insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi
situasi-situasi yang baru.
Ada delapan prinsip belajar menurut teori Gestalt (Hidayai Nur Titin: 2011), yaitu:
1) belajar berdasarkan keseluruhan
2) belajar adalah suatu proses perkembangan,
3) siswa sebagai organisme keseluruhan,
4) terjadinya transfer,
5) belajar adalah reorganisasi pengalaman,
6) belajar dengan insight,
7) belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa,
8) belajar berlangsung terus-menerus.
2. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme ini dipelopori oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat
bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan
lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan
kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan
38
Teori Piaget sangatlah memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan secara
umum. Dalam pembelajaran teori piaget mewarnai bentuk-bentuk model, pendekatan, dan
strategi pembelajaran yang dilaksanakan. Hal ini tampak dalam kegiatan pembelajaran
yang menginginkan adanya student centered, yang dengan aktivitasnya mampu mebangun
pengetahuan dengan memperhatikan perbedaan individual tanpa mengesampingkan
interaksi sosial.
Piaget lebih menekankan kepada perkembangan intelektual yang didalamnya
dijelaskan empat tahapan yang harus dilalui oleh seorang anak dalam mencapai tingkatan
berpikir formal yaitu tahap sensori motor, tahap pra operasi, tahap operasi konkrit, dan
tahap operasi formal (Joko Winarto, 2011).
a. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui
perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Ia
mulai mampu untuk melambangkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya
mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
b. Tahap Pra Operasi (2-7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.
Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit
daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat obyek-obyek yang kelihatannya
berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.
c. Tahap Operasi Konkrit (7-11 tahun)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar. Umumnya mereka telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
39
dari sudut pandang yang berbeda secara objektif.
d. Tahap Operasi Formal (11 tahun hingga dewasa)
Priode operasi formal ini disebut juga priode operasi hipotetik-deduktif yang
merupakan tahapan tertinggi dari perkembangan intelektual dimana anak-anak
sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak symbol atau
gagasan dalam cara berpikirnya.
3. Kesesuain Pendekatan Tematik Integratif Dengan Aspek Psikologi Peserta Didik
Suatu pendekatan pembelajaran harus berkaitan dengan psikologi perkembangan
peserta didik dan psikologi belajar (Hergenhahn, 2008:23). Psikologi perkembangan
diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran
tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses
belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan
yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang
menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak.
Pendekatan Tematik Integratif ini digunakan di SD dari kelas I sampai kelas VI SD.
Pembelajaran-pembelajaran di kelas awal tentu masih mengacu pada pra operasional dan
40
perkembangan kognitif Piaget. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan
konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Pengalaman belajar seperti
ini akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang
menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga
siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dunia anak
adalah dunia nyata dan tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dari tahap
berpikir nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memandang objek yang ada di
sekelilingnya secara utuh. Untuk itu, pembelajaran hendaknya dari lingkungan terdekat,
yaitu mulai dari diri sendiri kemudian dikembangkan kepada keluarga dan sekolah
(Susanto, 2013:72). Sehingga penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan
sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih
melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Salah
satunya adalah pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pembelajaran tematik
integratif. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai
tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan
dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang
berkaitan.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses
41
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep
lain yang telah dipahaminya. Dari kaitan konseptual ini siswa akan memperoleh keutuhan
dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah
dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa
yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kebijakan penetapan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu dengan segala
prinsip dan karakteristiknya ternyata relevan dengan kebutuhan dan karakteristik
perkembangan peserta didik SD.
3.2. Saran
1. Di kurikulum 2013, kompetensi dasar yang wajib diberikan guru di dalam kelas
sudah meliputi ranah cognitive, psicomotor dan affective. Oleh karena itu, nanti
guru tidak bisa lagi hanya mengajarkan knowledge ataupun menempelkan karakter.
Tetapi harus secara holistik ke tiga ranah tersebut diajarkan ke siswa, sehingga
siswa dapat memiliki pengalaman belajar yang memungkinkan mereka bisa
mengkontruksi kemampuannya sendiri.
2. Dalam pendekatan tematik integratif pembelajaran yang dituju adalah penguasaan
kompetensi yang menyeluruh, tidak ada satu gurupun yang akan mampu
memberikan pengajarannya. Jadi dalam penagajaran guru juga dituntut untuk
memiligga bisa memberikan pembelajaran kepada siswanya secara team teaching.
3. Apabila sekolah akan menambahkan kemampuan lain seperti kemampuan
teknologi informasi kepada siswa, kompetensi dasar kemampuan tersebut bisa
diintegrasikan ke dalam tema-subtema yang ada. Materi, indikator, aktifitas dan
42
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2006). Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur Balitbang
Depdiknas. (2013). Kurikulum 2013: Kompetensi Dasar Sekolah (SD)/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Hergenhahn, B.R,. (2008). Theories of learning. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group
Lentera. (2012). Belajar Menurut Pandangan Teori Gestalt. (http://lenterakecil.com/belajar-menurut-pandangan-teori-gestalt/ Diunduh pada tanggal 03 Mei 2013).
Madjid, A. (2014). Pembelajaran Tematik-Terpadu. Bandung: Remaja Rosdakarya. Permendikbud RI Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah
Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Madjid, A. (2014).Pembelajaran Tematik-Terpadu. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hidayati, T.N. (2011). Implementasi Teori Belajar Gestalt Pada Proses Pembelajaran. Jurnal Falasifa. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Winarto, J. (2011). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam
Pendidikan. (online):
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori- perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan-346946.html diakses 6 Mei 2013.
Muyasaroh, I. (2016). Penanaman Nilai Moral Melalui Metode Bercerita Di Raudhatul
Athfal Raudhatul Islah Margosari Pagelaran Utara Pringsewu. JPGMI (Jurnal
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Multazam), 1(1), 61-67.
Trisnawati, T., Waziana, W., Andewi, W., Puastuti, D., & Nagara, E. S. (2017). Rme: An Alternative Learning In Improving Mathematical Communication Of High School