• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen - Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen - Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen

Pengertian produk tidak dapat dihilangkan dengan kebutuhan, dikarenakan

produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari.

Produk konsumen adalah semua hal meliputi barang atau jasa yang ditawarkan

kepada setiap orang untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi,

keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali

(Nasution A, 2001). Akhir-akhir ini banyak ditemukan produk-produk yang

beredar dipasaran mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan konsumen.

Produk-produk yang mengandung bahan toksik dapat masuk kedalam tubuh

manusia melalui pernafasan, pencernaan atau masuk melalui pori-pori kulit lalu

beredar keseluruh tubuh sesuai dengan dosis dan lama pajanan seseorang. Hati,

paru-paru dan organ tubuh dalam lainnya merupakan organ yang menjadi tempat

zat-zat yang bersifat toksik terakumulasi didalam tubuh.

Kosmetika termasuk dalam produk yang digunakan konsumen dalam

kebutuhan sehari-hari. Menurut Wall dan Jellinek yang dikutip oleh Tranggono

(2007), kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Di Mesir, 3500

tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat,

lumpur, arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Pada

abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk

kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya

(2)

Sejak semula kosmetika merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau

ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar

kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam

perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik

dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetika merupakan sediaan atau paduan bahan yang siap untuk

digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan

rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah

penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau

badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit (Tranggono, 2007). Sama halnya yang disebutkan oleh Wasitaatmadja

(1997) bahwa kosmetik bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan

maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam sehingga dapat

mempengaruhi struktur dan faal tubuh.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI dalam Tranggono (2007),

kosmetika dibagi ke dalam 13 preparat yaitu :

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan

lain-lain.

3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

(3)

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes,

dan lain-lain.

9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.

10.Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain-lain.

11.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung,

dan lain-lain.

12.Preperat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

13.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation,

dan lain-lain.

Sesuai dengan pasal 47 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, pemerintah

telah melakukan berbagai upaya kesehatan yang bertujuan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dengan salah

satu upaya kesehatan bagi masyarakat yaitu peningkatan kesehatan gigi dan

mulut.

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara

keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh

masyarakat. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan

didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Dalam kondisi

normal, dari gigi dan mulut yang sehat tidak tercium bau yang tidak sedap.

Kondisi ini dapat tercapai dengan perawatan gigi yang tepat. Keadaan oral hygine

yang buruk seperti adanya kalkulus dan stain, banyak karies gigi, keadaan tidak

bergigi atau ompong dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari

(4)

Praktek kebersihan mulut oleh individu merupakan tindakan pencegahan

yang paling utama dianjurkan yang berarti individu tadi telah melakukan tindakan

pencegahan yang sesungguhnya, praktek kebersihan mulut ini dapat dilakukan

individu dengan cara menggosok gigi (Sriyono, 2005). Tujuan menyikat gigi

adalah untuk menghilangkan dan mengganggu pembentukan plak, membersihkan

gigi dari makanan, debris dan pewarnaan, menstimulasi jaringan gigiva,

mengaplikasikan pasta gigi yang berisi suatu bahan khusus yang ditujukan

terhadap karies, penyakit periodontal, atau sensitivitas (Sriyono, 2005).

Tindakan pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu dilakukan agar

tidak terjadi gangguan fungsi, aktivitas (belajar dan bekerja) dan penurunan

produktivitas kerja yang tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup (Depkes RI,

1996).

Upaya pemeliharaan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini.

Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik

seorang anak, termasuk dintaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat gigi

secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan

kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. Keberhasilan pemeliharaan kesehatan

dan kebersihan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat,

metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat (Riyanti,

2005).

Sebagai salah satu preparat dalam kebersihan mulut, pasta gigi yang

digunakan bersama dengan sikat gigi lebih menekankan dari segi fungsi

(5)

dari permukaan gigi. Sehingga diperoleh kesan gigi yang bersih dan nafas yang

segar.

2.2 Fluor

Fluor adalah mineral alamiah yang terdapat di semua sumber air termasuk

laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas dialam. Fluor bergabung

dengan unsur lain membentuk senyawa fluorida. (Yanti, 2005).

Fluor merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Unsur

ini ditemukan dalam bentuk ion Fluorida (F). Dimana fluorida bersifat organik

dan anorganik yang mengandung elemen fluor. Seperti halnya halogen, fluor

adalah ion monovalen (-1 charge). Zat fluor dapat bersenyawa dengan elemen

atau radikal lainnya seperti hydrofluoric acid (HF), sodium fluorie (NaF), calcium

fluoride (CaF2) dan uranium hexafluoride (UF6) (Achmad, 2004).

Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan

fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur

yang mengandung fluor, pemberian tablet fluor dan topikal varnish. Tujuan

penggunaan fluor dalam bidang kedokteran gigi adalah untuk melindungi gigi dari

karies (Angela, 2005).

Sejak dulu senyawa fluor yang biasa digunakan adalah sodium fluoride

dan sodium monofluorofosfat. Fluor yang ditambahkan pada pasta gigi rata-rata

mempunyai konsentrasi yang sama yaitu 0,1% atau 1 mg/l, walaupun ada juga

pasta gigi yang konsentrasi fluornya 0,15%. Berarti jumlah ini adalah kira-kira

sama dengan 1 mg fluor dalam 1 gr pasta gigi. Jika mengosok gigi dengan 1 gr

pasta gigi berfluor lalu dilarutkan dalam 10 ml saliva (cairan mulut), maka di

(6)

2.2.1 Sifat-sifat fluor

Ion fluor dalam penggolongan secara kimiawi termasuk dalam golongan

halogen (Golongan 2A). Persenyawaan kimia dalam bentuk fluor paling banyak

terdapat sebagai fluorspar (CaF2), fluorapatit (Ca10F2(PO4)6F2), atau cryolite.

Fluor merupakan unsur yang menunjukkan semua bentuk elemen (ionized,

ionizable, atau nonionizable) yang artinya adalah suatu unsur kimia yang sangat

elektronegatif dibandingkan unsur kimia yang lain. Dengan unsur yang kecil,

afinitas elektron yang tinggi dan ikatan dengan unsur lainnya yang lemah

menyebabkan fluor mempunyai reaktifitas yang kuat dengan elemen jenis lain

(Fejerskov dkk, 1996).

Beberapa ion fluor larut dalam air, akan tetapi fluor yang berikatan dengan

lithium,, alumunium, stronikum, barium, magnesium, kalsium, dan manganese

hanya sedikit yang larut. Campuran kovalen biasanya ditemukan dalam bentuk

non-metal, seperti silicone tetra fluoride dan sulfur heksa fluoride (Fejerskov

dkk,1996).

Fluor merupakan suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki

lambang F dan nomor atom 19. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti

„mengalir‟. Fluor (F) adalah gas halogen beracun univalen berwarna kuning-hijau

pucat, memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk dengan senyawa lain bahkan

dengan gas mulia, memiliki sifat kimia yang paling reaktif dan elektronegatif dari

unsur lain yang menyebabkan kaca, logam bahkan air serta zat lain akan terbakar

dan menyala terang saat direaksikan, memiliki titik lebur pada suhu -219,60 C, dan

(7)

menyebabkan pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan kulit

(Halogen Group, 2009).

2.2.2 Sumber Pencemaran Fluor

Fluor di alam dapat ditemukan di tanah, di air maupun di udara, selain juga

ditemukan pada tanaman. Fluor merupakan elemen yang paling elektronegatif dan

semua elemen kimia, maka secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam bentuk

elemen tersendri. Kombinasi secara kimiawi dalam bentuk fluorida, fluor adalah

urutan ke 17 dari susunan elemen, dan keberadaannya merupakan 0.06-0.09% dari

permukaannya tanah. Di daerah pegunungan, kandungan fluor dalam tanah relatif

rendah.

Fluor sebagai unsur kimia halogen dalam tabel periodik yang paling reaktif

sehingga jarang ditemukan dalam keadaan bebas. Fluor sama seperti unsur

halogen lainnya yaitu klor, yodium dan brom didapat dalam bentuk “Binary

Compound” yang disebut fluorida. Sumber utama dari fluorida adalah air,

terutama air dari sumur-sumur yang dalam. Fluor ditemukan berikatan dengan

senyawa lain didalam tanah sebagai fluorspar (calcium, fluoride), cryolite (sodium

aluminium fluoride), dan lain-lain mineral seperti fluorapatite, fluorphospat dan

fluorsilikat (Panjaitan, 1995).

Semua air mengandung fluor dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Air laut

mempunyai kandungan fluor dengan konsentrasi 0,814 mg/liter. Kadar fluor

dalam air yang berasal dari danau, sungai atau sumur buatan adalah dibawah 0,5

mg/liter. Adanya perbedaan kadar fluor yang bervariasi tersebut, kelihatannya

(8)

Fluorida ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan dan jaringan tubuh. Pada

tahun 1802 telah ditemukan pertama kali tentang adanya fluorida dalam jaringan

tubuh binatang, dimana menunjukkan adanya fluorida dalam fosil gigi gajah.

Selain terdapat dalam gigi, fluorida juga dijumpai dalam tulang. Oleh karena

unsur halogen mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kalsium fluorida dalam

makanan biasanya diukur dalam mgr dan ukuran ini hampir sama dengan ukuran

fluorida dalam air yaitu ppm (1 mg fluoride dalam 1 liter air). Kebutuhan fluorida

per hari yang berasal dari makanan adalah sebesar 0,2–0,6 mgr (Panjaitan, 1995).

Daging, buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian mengandung sedikit

sekali fluorida. Makanan laut seperti ikan banyak mengandung fluorida, terutama

ikan bertulang halus seperti sardencis, ikan salem dan lain-lain.

Teh dan ikan adalah sumber lain yang mengandung fluor dalam jumlah

yang bermakna. Daun teh yang kering mengandung 75–100 ppm. Daging ikan

mengandung fluor sekitar 1 ppm, sedangkan kulit dan tulang ikan mengandung

lebih dari itu. Jumlah fluorida dalam ikan segar adalah sebesar 7–12 ppm, jika

kandungan fluor dalam air rendah, anda dapat menambah fluor melalui makanan

(Besford J, 1996).

Polusi fluor pada lingkungan dapat terjadi akibat fluor yang berasal dari

pertambangan, pembuangan industri, pembakaran batu bara, pupuk dan pestisida

yang tidak disertai perlindunan. Sumber utama polusi adalah industri dan

pertambangan. Sebagai contoh, sembilan puluh persen sampel udara yang diambil

dari sebuat kota di Republik Federasi Jerman pada tahun 1965, mengandung fluor

0,5 – 3,8 mg/m3. Banyak masalah yang muncul pada daerah pertambangan

(9)

menempel pada tanaman, dan selanjutnya dapat memasuki rantai makanan (WHO,

1994).

2.2.3 Kegunaan Fluor

Pada tahun 1886 ahli kimia Perancis Henri Miossan berhasil mengisolasi

fluor dari senyawanya dengan cara mengelektrolisis lelehan fluorida. Berdasarkan

kerjanya dalam mengisolasi fluor tersebut, Miossan memenangkan penghargaan

Nobel 1906 dalam bidang kimia.

Gas fluor sangat beracun, sehingga dalam keadaan murni gas ini jarang

digunakan, tetapi dalam bentuk senyawa fluor banyak digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Dalam bentuk klorofluorokarbon, yaitu cairan atau gas yan tidak

berwarna dan tidak beracun seperti freon (CCI2F2, CCIF3) digunakan

sebagai zat pendispersi dalam semprotan aerosol dan sebagai zat

pendingin (refrigenerant).

2. Politetrafluoroetilena (teflon), yaitu sejenis plastik yang sangat tahan

terhadap sebagian besar reaksi kimia, banyak digunakan dalam industri

automobile, sebagai contoh untuk membuat produk-produk yang

digunakan sebagai paking motor (motor gasket) dan aksesoris

dashboard, serta teflon juga digunakan sebagai pelapis pada bagian

dalam permukaan panic atau peralatan dapur lainnya.

3. Cairan hidrokarbon yang terfluorinasi yang diperoleh dari minyak bumi

(10)

4. Uranium heksafluorida digunakan dalam proses difusi gas untuk

menyediakan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga atom

(Krisbiyantoro, 2008).

5. Pembuatan aluminium dengan menggunakan kalium fluorida selama

elektrolisis.

6. Pembuatan baja, pupuk asam fosfat, batu bata, ubin, barang-barang dari

tanah liat, semen, kaca dan enamel (Connell & Miller, 2006).

2.2.4 Pengendalian Fluor

Fluoridasi termasuk pasta gigi yang mengandung fluor memang salah satu

cara efektif mengontrol kerusakan gigi seperti karies, namun penggunaannya

harus tepat dosis dan tidak berlebihan dalam pemakaiannya.

Menurut Standar Nasional kadar fluor pada pasta gigi yang baik untuk

anak adalah 500-1000 mg/L (SNI 16-4767-1998). Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 Lampiran 1#34 disebutkan bahwa batas

maksimum garam fluorida dan turunannya dalam sediaan hygiene mulut adalah

0,15% (setara dengan 1500 ppm), jumlah ini sesuai dengan aturan Asean

Cosmetic Directive 76/768/EEC Annex III Bagian 1, aturan FDA Amerika

Serikat, serta ISO 11609 (BPOM, 2009).

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.

HK.00.05.42.1018 tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik telah menetapkan bahwa

jumlah senyawa fluorida yang boleh terkandung dalam pasta gigi tidak boleh dari

0,15% atau 1500 ppm. Hal ini sejalan dengan yang telah ditetapkan oleh

negara-negara di ASEAN kecuali Thailand. Thailand menetapkan kadar fluorida dalam

(11)

kandungan fluorida pada air minum Thailand sudah cukup tinggi. Sedangkan

untuk pasta gigi anak-anak kandungan fluoridanya harus kurang dari 0,1% atau

1000 ppm (BPOM, 2009).

Selain kadar yang dibatasi ada, penandaan-penandaan yang harus

dicantumkan pada kemasan pasta gigi yang berfluorida yaitu tertera mengandung

senyawa fluorida, misalnya sodium fluoride dan untuk pasta gigi yang

mengandung 0,1-0,15% fluoride, kecuali sudah ada penandaan kontra indikasi

untuk anak-anak, misalnya hanya digunakan untuk dewasa maka wajib

mencantumkan “Anak-anak usia 6 tahun dan dibawahnya gunakan seukuran biji

kacang polong (diameter 6 mm) untuk penyikatan gigi yang diawasi untuk

memperkecil kemungkinan tertelan. Dalam hal asupan fluorida dari sumber

lainnya konsultasikan dengan dokter gigi atau dokter”.

Pemakaian pasta gigi sudah dapat dimulai pada usia dua tahun. Pada anak

terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering menelan

pasta gigi juga karna pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari fluorosis,

banyaknya pasta gigi yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji

kacang polong (American Dental Association, 2014).

Sesuai dengan rekomendasi American Dental Association menyebutkan

bahwa orang tua disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter gigi sebelum

menggunakan pasta gigi berfluoride kepada anak usia 2 tahun. Untuk

anak-anak usia 2 sampai 6 tahun dianjurkan menggunakan pasta gigi berfluorida

sejumlah ukuran kacang polong pada setiap menyikat gigi.

Selain itu rekomendasi lain mengusulkan untuk anak usia mulai dari 3

(12)

dengan menggunakan pasta gigi berfluorida dalam jumlah tidak lebih dari ukuran

sebutir beras (sekitar 0,1 gram pasta gigi atau 0,1 miligram fluorida) dan

mengawasinya untuk memastikan menggunakan jumlah pasta gigi yang tepat.

Untuk anak-anak 3 sampai 6 tahun, orang tua harus memastikan penggunaan pasta

gigi berfluorida tidak lebih dari sebesar ukuran kacang polong (sekitar 0,25 gram

pasta gigi atau 0,25 mg fluorida) dan mengawasi anak dalam menyikat gigi untuk

meminimalkan terjadinya pasta gigi yang tertelan (American Dental Association,

2014).

2.2.5 Dampak Penggunaan Fluor Terhadap Lingkungan dan Manusia

Zat atau senyawa hasil kegiatan manusia ataupun industri (limbah) biasanya

berbahaya dan mempunyai sifat beracun. Keberadaan zat atau senyawa tersebut di

lingkungan akan sangat membahayakan dan menurunkan kualitas lingkungan

(Darmono, 1995).

Hampir semua sumber atau persediaan air dalam tanah mengandung ion

fluor, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Ion fluor merupakan elemen

yang sangat elektronegatif dan aktif sehingga terdistribusi di alam secara meluas

dan ditemukan dalam mineral-mineral di tanah, udara, air,tumbuhan, dan juga

binatang.

Fluorida dilepaskan sebagai limbah dari berbagai proses industri seperti

pabrik yang memproduksi baja, aluminium, tembaga, dan nikel serta pabrik

lainnya seperti pengolahan fosfat, pupuk, gelas/kaca, pembuatan keramik dan

bata, serta produksi lem. Penggunaan pestisida yang mengandung fluorida juga

(13)

merupakan industri yang utama dalam pelepasan fluorida ke lingkungan (WHO,

2004).

Dengan pupuk dan pabrik pembuatan asam fosfat, batuan fosfat yang

mengandung fluor yang digunakan dalam proses tersebut, melakukan sejumlah

reaksi untuk membentuk asam hidroflorat (HF) dan silikon tetrafluorida (SiF4)

yang berbentuk gas dan dibuang ke atmosfer. Pada pembuatan aluminium proses

tersebut melibatkan penggunaan kalsium fluorida selama elektrolisis dan gas yang

sama (HF dan SiF4) yang dilepaskan. Mineral yang mengandung fluorida sering

digunakan dalam pembuatan baja, batu bata, ubin, barang-barang dari tanah liat,

semen, kaca, enamel. Batu bara mengandung fluorida 0,001-0,048% yang

menyebabkan pembentukan asam hidroflorat dan silikon tetrafluorida di dalam

proses pembakarannya (Connell dan Miller, 2006).

Dalam lingkungan, silikon tetrafluorida bereaksi dengan air menghasilkan

asam fluorosilat (H2SiF4). Keduanya, asam fluorosilat dan asam hidroflorat yang

merupakan bentuk gas utama dari fluor, yang siap diserap oleh hewan dan

tanaman (Smith dan Hodge, 1979). Partikulat pada umumnya antara lain kriolit,

natrium fluorosilikat, aluminium fluorida, natrium fluorida dipancarkan ke dalam

atmosfer dan mempunyai kelarutan air tanah dari 0,04-4,0 g per 100 mL pada

1000 C. Dengan zat-zat ini, hujan dan keadaan iklim lainnya mempunyai pengaruh

yang kuat terhadap perluasan pengaruh toksik (Connell dan Miller, 2006).

Secara optimal intake fluorida ditentukan antara 0,05 sampai 0,07 mg/kg

berat badan per hari. Menurut Mc Clure, untuk anak-anak usia 1-12 tahun, intake

(14)

intake yang paling optimal untuk pencegahan karies tanpa menimbulkan fluorosis

adalah 0,06 mg/kg berat badan untuk anak usia 1-12 tahun (Buzalaf, 2011).

Kira-kira 75-90% dari fluor yang dikonsumsi diserap didalam lambung yang

bersifat asam, fluor dikonversikan menjadi hydrogen fluoride (HF) dan hampir

40% dari fluor yang dikonsumsi diserap oleh lambung dalam bentuk HF. pH asam

lambung yang tinggi akan mengurangkan absropsi dengan mengurangkan

konsentrasi HF. Fluor yang tidak diabropsi dilambung akan diserap oleh usus dan

pH tidak mempengaruhi absorpsinya berbanding di lambung (Whitford,

1997;IPCS, 2002).

Setelah diabsorpsi di dalam darah, fluor didistribusikan keseluruh tubuh

dengan kira-kira hampir 99% fluor berada di daerah yang tinggi kandungan

kalsium seperti tulang dan gigi (dentin dan enamel) dimana ia tersusun seperti

crystal lattice. Fluor bisa melewati plasenta dan dijumpai didalam air susu ibu

pada kadar yang rendah yaitu sama seperti di dalam darah (WHO, 1996;IPCS,

2002).

Fluor diekskresikan secara primer oleh urin (IPCS, 2002). Urinary fluor

clearance meningkat dengan pH urin disebabkan oleh penurunan konsentrasi HF.

Berbagai faktor seperti diet dan obat-obatan yang bisa memberi efek kepada pH

urin dan ini seterusnya akan memberi efek terhadap fluoride clearance dan

retention (USNRC, 1993).

Menurut salah satu penelitian, diperkirakan 25-38% anak menelan pasta gigi

sewaktu menyikat gigi. Hal ini disebabkan oleh produsen pasta gigi yang sering

menambahkan rasa yang disukai anak-anak ke dalam pasta gigi yang bertujuan

(15)

pasta gigi yang dioleskan di atas sikat giginya atau menelan pasta gigi tersebut

sewaktu menyikat gigi karena anak dibawah umur 5 tahun belum begitu pandai

membuang atau meludahkan cairan yang ada didalam mulutnya (Shulman, 1997).

Gejala awal keracunan fluorida termasuk gangguan pencernaan, mual,

muntah, dan sakit kepala. Dosis minimal yang yang dapat menghasilkan gejala ini

diperkirakan 0,1 sampai 0,3 mg/kg fluorida (yaitu 0,1-0,3 miligram fluorida untuk

setiap kilogram berat badan).

Gejala keracunan fluorida akut hampir sama dengan penyakit umum

lainnya, 80% insiden keracuanan fluorida terjadi pada anak usia 6 tahun dengan

kadar florida 5 mg/kg BB. Sebagaimana dicatat dalam Journal of Public Health

Dentisty : “Memperkirakan kejadian eksposur fluorida beracun nasional juga

diperumit oleh adanya bias. Orang tua atau pengasuh mungkin tidak menyadari

gejala yang terkait dengan toksisitas fluorida ringan seperti kolik atau

gastroenteritis, terutama jika mereka tidak melihat anak menelan fluorida.

Demikian pula, karena sifat spesifik dari gejala ringan sampai sedang, dokter tidak

meungkin memasukkan toksisitas fluorida tanpa riwayat konsumsi fluorida”.

Meskipun insiden kejadian tertelannya pasta gigi pada anak banyak yang tidak

terdiagnosis, jumlah laporan ke Poison Control Center di AS mengalami

peningkatan sejak Food and Drugs Administration (FDA) mengeluarkan

peringatan bahaya racun fluorida. Memang di awal 1990-an (sebelum peringatan

FDA), ada sekitar 1.000 laporan keracuan setiap tahun dari pasta gigi fluorida.

Saat ini, terdapat peningkatan 20 kali lipat sejak FDA menambahkan peringatan

(16)

Intake fluorida yang berlebihan dapat menimbulkan masalah-masalah

kesehatan bagi manusia sebagai berikut antara lain :

1. Efek terhadap gigi dan tulang

Efek fluor yang berlebihan pada gigi disebut fluorosis gigi.

Fluorosis gigi merujuk kepada perubahan tampilan enamel gigi yang

disebabkan oleh pengambilan fluor dalam jangka masa panjang ketika

gigi sedang berkembang (Aoba T, Fejerskov O, 2002). Perubahan

tampilan enamel gigi adalah warna gigi menjadi tidak putih, pucat, dan

buram. Ini bisa berupa tumpukan putih yaitu masih pada tahap ringan

sehingga kepada tompokan gelap atau hitam. Warna gigi yang gelap

atau hitam ini terlihat pada fluorosis yang lebih berat dan enamelnya

juga menjadi lunak dan rapuh. Tanda pertamanya berupa erupsi gigi

dengan enamel yang berbintik-bintik (mottled enamel).

Fluorosis gigi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masa

pembentukan gigi, maka hanya anak berusia 8 tahun ke bawah yang

memiliki risiko tinggi terkena fluorosis. Sedangkan anak berusia di atas

8 tahun tidak berisiko terkena fluorosis. Pada masa ini apabila

seseorang terpapar fluorida lebih dari 1 ppm setiap harinya minimal 2

tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat kehitaman pada

permukaan gigi. Namun, proses ini akan berhenti saat anak berusia 13

tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna (Centers for

Disease Control and Prevention, 2001).

Keparahan kondisi ini tergantung kepada dosis, durasi dan masa

(17)

terjadinya fluorosis pada tulang adalah antara 8-10 ppm. Fluorosis pada

tulang ini ditunjukkan oleh adanya pertambahan ketebalan

tulang-tulang kortikal panjang pada endosteal dan periosteal.

2. Kanker

Banyak penelitian dilakukan terhadap pekerja terutamnya dalam

bidang peleburan aluminium dilaporkan terdapat peningkatan insiden

dan mortalitas akibat kanker paru, kanker kandung kemih dan juga

kanker-kanker lain. Hasil penelitian Grandjean, Olsen (2004) di

Denmark terhadap pekerja pabrik cryolite yang berbentuk cohort

selama 12 tahun telah menunjukkan hasil yaitu mortalitas total lebih

dari 90%. Kematian pekerja-pekerja ini kebanyakannya adalah akibat

kanker dengan insiden yang paling tinggi adalah kanker paru primer

dan kanker kandung kemih. Grandjean dan Olsen membuat kesimpulan

bahwa fluor perlu dipertimbangkan sebagai antara faktor yang

menyebabkan kanker kandung kemih dan kanker paru primer.

3. Penurunan IQ

Berdasarkan kepada penemuan reset yang terkini, didapati bahwa

fluor (F) menyebabkan disfungsi neuronal dan cedera pada sinap

dengan mekanisme yang melibatkan produksi radikal bebas dan

peroksidasi lipid (Shivarajashankara et al., 2001). Penelitian oleh Lu et

al (2000) di China yang mengkaji mengenai efek kadar fluor yang

tinggi didalam air minum terhadap IQ anak-anak telah menunjukkan

(18)

fluornya tinggi mempunyai IQ yang lebih rendah berbanding anak-anak

yang minum air dengan kandungan fluor yang rendah.

Biomekanisme cara kerja dari fluor yang bisa menurunkan IQ

masih tidak jelas namun terdapat bukti yang menyatakan bahwa ini

mungkin melibatkan alterasi lipid membran dan menurunnya aktivitas

kholinesterase di otak. Fluor juga diketahui mempunyai adverse effect

terhadap aktivitas kholinesterase yang terlibat dalam hidrolisis ester

choline. Efek toksik ini bisa menyebabkan perubahan utilisasi

acethycholine, seterusnya memberi efek terhadap transmisi impuls saraf

pada jaringan otak (Vani, Reddy, 2000).

2.3 Pasta Gigi

Dalam catatan sejarah, pertama kali pasta gigi pada peradaban manusia

ditemukan pada 1550 SM di Mesir Kuno, dimana bahan-bahan pembuatnya terdiri

dari campuran serbuk batu api, tanah liat, kemenyan dan madu.sedangkan pada

masa Romawi dan Yunani Kuno, pasta gigi terbuat dari serbuk tanduk rusa,

serbuk tulang hewan, serbuk batu apung dan marmer, madu dan berbagai macam

tumbuhan obat yang digunakan hingga ke zaman pertengahan. Sedangkan produk

pasta gigi komersial yang sudah diproduksi di pasaran dimulai di Amerika Serikat

pada tahun 1850 dengan nama Sheffield Toothpaste (Mitsui, 1997).

Sedian pembersih gigi adalah sediaan semi padat yang efektif sebagai

medium perawatan yang terdiri dari campuran bahan penggosok, bahan

pembersih, dan bahan tambahan agar zat aktif dapat berkerja pada permukaan gigi

dengan efek utamanya yaitu membuat permukaan gigi lebih resisten terhadap

(19)

mukosa mulut (SNI 12-3524-1995). Sediaan pembersih gigi dapat berupa pasta,

gel, pasta dengan lapisan berwarna, serbuk atau cairan. Sediaan dalam bentuk gel

umumnya disukai karena mempuyai penampilan yang lebih baik. Namun sediaan

dalam bentuk pasta maupun gel, masyarakat menyebutnya sebagai pasta gigi (J.

B.Wilkinson dan Moore, 2000).

Pasta gigi merupakan salah satu media dalam menjaga kesehatan gigi dan

mulut yang dipakai bersamaan sikat gigi untuk membersihkan permukaan gigi

dari sisa makanan yaitu materi alba, film, food debris dan stain yang dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan gigi. Menurut American Council on Dental

Therapeutics (1970), pasta gigi adalah suatu bahan yang digunakan dengan sikat

gigi untuk membersihkan tempat-tempat yang dapat dicapai. Saat ini seluruh pasta

gigi yang beredar di masyarakat, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak,

sebagian besar mengandung flour.

Pasta gigi didefinisikan suatu bahan semi-aqueous yang digunakan

bersama-sama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan

gigi. Pasta gigi biasa digunakan pada saat menyikat gigi dengan menggunakan

sikat gigi. Penggunaan pasta gigi bersamaan sikat gigi melalui penyikatan gigi

adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini dengan

tujuan untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut.

2.3.1 Fungsi Pasta Gigi

Fungsi pasta gigi adalah untuk membersihkan gigi yang dianggap sebagai

bahan kosmetik. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi memiliki

fungsi utama yaitu membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan atau minuman,

(20)

dapat mencegah kerusakan gigi yang disebabkan oleh aktifitas bakteri dalam

mulut, mencegah terjadinya karang gigi dan radang gusi (Depkes RI, 1996).

Menyikat gigi dengan pasta gigi adalah penting. Pasta gigi digunakan di

dalam menyikat gigi dengan berbagai alasan :

1. Pasta gigi dan teknik penyikatan gigi yang benar dapat bekerja untuk

menghilangkan plak dan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan

yang melekat pada gigi dimana dapat menyebabkan karies, penyakit

gingiva.

2. Pasta gigi yang mengandung fluorida, dapat membuat seluruh

permukaan gigi lebih resisten untuk berlubang dan fluorida dapat

meningkatkan remineralisasi secara dini sehingga mencegah perusakan

gigi yang lebih lanjut.

3. Komposisi tertentu pada pasta gigi dapat membantu membersihkan dan

mengkilatkan gigi dan menyingkirkan stain.

4. Pasta gigi membantu menyegarkan nafas dan membuat mulut terasa

lebih bersih.

5. Pemakaian pasta gigi dapat menyenangkan penyikatan dengan adanya

bahan pemberi rasa yang dikandungnya.

6. Pasta gigi dapat digunkan sebagai vehikel (bahan untuk memasukkan

obat) yang cocok untuk memasukkan obat-obatan ke dalam mulut (Oral

Health Care Product, 1994).

2.3.2 Komposisi Pasta Gigi

Hampir semua pasta gigi mengandung lebih dari satu bahan aktif dan

(21)

Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari bahan

abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik. Komposisi pasta gigi beserta

fungsi bahan-bahan yang terkandung akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Bahan abrasif (20-50%)

Bahan abrasif yang terdapat pada pasta gigi umumnya berbentuk

bubuk pembersih yang dapat memoles dan menghilangkan stain dan

plak. Bentuk dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu

untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif antara

lain silica atau hydrated silica, sodiaum bikarbonat, aluminium oxide,

dikalsium fosfat dan kalsium karbonat.

2. Air (20-40%)

Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut.

3. Humectant atau pelembab (20-35%)

Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga

kelembaban. Digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab.

4. Bahan perekat (1-2%)

Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberikan

bentuk krim dengan cara mencegah terjadinya pemisahan dalam solid

dan liquid pada suau pasta igi. Contohnya glycerol, sorbitol dan

polyethylene glycol (PEG) dan cellulose gum.

5. Surfectan atau Deterjen (1-3%)

Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran

adalah Sodium Lauryl Sulphate (SLS) yang berfungsi menurunkan

(22)

memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material alba dan

sisa makanan menjadi lebih mudah. Sodium Lauryl Sulphate ini juga

memiliki efek antti bakteri.

6. Bahan penambah rasa (0-2%)

Biasanya pasta gigi mengunakan pemanis buatan untuk memberikan

cita rasa yang beraneka ragam. Misalnya rasa mint, stroberi, kayu

manis bahkan rasa permen karet untuk pasta gigi anak. Tambahan rasa

pada pasta gigi akan membuat menyikat gigi menjadi menyenangkan.

7. Bahan terapeutik (0-2%)

Bahan terapeutik yang biasa ditambahkan dalam pasta gigi adalah

flour, bahan desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan antimikroba, bahan

pemutih, bahan pengawet. Manfaat masing-masing bahan terapeutik

adalah :

a.Fluoride

Penambahan fluoride pada pasta gigi dapat memperkuat enamel

dengan cara membuatnya resisten terhadap asam dan menghambat

bakteri untuk memproduksi asam. Jenis fluoride yang terdapat dalam

pasta gigi adalah Stannous fluoride, Sodium fluoride dan Sodium

monofluorofosfat. Stannous, Stannous fluoride atau Tin fluor

merupakan fluor yang pertama ditambahkan dalam pasta gigi yang

digunakan secara bersamaan dengan bahan abrasif (kalium fosfat).

Fluor ini bersifat antibakterial namun kelemahannya dapat membuat

(23)

yang paling sering ditambahkan dalam pasta gigi, tapi tidak dapat

digunakan bersamaan dengan bahan abrasif.

b.Bahan desensitisasi

Jenis bahan desensitisasi adalah bahan yang digunakan untuk

perawatan hipersensitivitas denti/hipersensi. Bahan sensitivitas yang

sering digunakan dalam pasta gigi adalah Potassium citrate yang dapat

memblok transmisi nyeri di antara sel-sel syaraf dan Stronsium

chloride yang dapat memblok tubulus dentin.

c.Bahan anti-tartar

Bahan ini digunakan untuk mengurangi kalsium dan magnesium dalam

saliva sehingga keduanya tidak dapat berdeposit pada permukaan gigi,

misalnya Tetrasodium pyrophosphate.

d.Bahan antimikroba

Bahan ini digunakan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan

bakteri, misalnya Trikolsan (bakterisidal), Zinc citrate atau Zinc

phosphate (bakteriostatik). Selain itu, ada beberapa herbal yang

ditambahkan sebagai anti mikroba dalam pasta gigi misalnya daun

sirih dan siwak.

8. Bahan pemutih (0,05-0,5%)

Bahan pemutih yang biasa digunakan antara lain Sodium carbonat,

Hidrogen peroksida, citroxane, dan sodium hexametaphospate

9. Bahan pengawet (0,05-0,5%)

Bahan pengawet ini berfungsi untuk menceah pertumbuhan

(24)

ditambahkan dalam pasta gigi adalah Sodium benzoate,

Methylparaben, dan Etihylparaben (Storehagen, 2003).

2.3.3 Jenis-jenis Pasta Gigi

Pada masa lampau, pasta gigi yang digunakan bersamaan dengan sikat gigi

hanya bersifat sebagai alat kosmetik. Sesuai dengan perkembangan zaman banyak

pasta gigi mempunyai efek untuk merawat penyakit mulut dan mencegah karies

gigi, sehingga sukar dibedakan dengan jelas antara pasta gigi yang berefek

kosmetik dan yang berefek terapi.

Ada bebarapa jenis pasta gigi yaitu pasta gigi anti karies, pasta gigi anti

plak, pasta gigi pemutih dan pasta gigi herbal :

1. Pasta gigi anti karies

Pasta gigi yang beredar dipasaran umumnya mengandung fluor dalam

bentuk Natrium fluoride (NaF), Stanium Fluoride (SnF) dan Sodium

monofluorofosfat (NaMNF). Pasta gigi fluoride efektif dalam mencegah

dan mengendalikan karies gigi. Fluor dapat menghambat demineralisasi

enamel dan meningkatkan remineralisasi. Fluor sangat berperan penting

terhadap peningkatan kesehatan gigi. Contoh pasta gigi anti karies

adalah Colgate, Pepsodent dan Fluordine.

2. Pasta gigi anti plak

Selama dua dekade terakhir, banyak pasta gigi telah diformulasikan

mengandung senyawa antimikroba untuk mencegah atau mengurangi

plak, kalkulus dan karies gigi. Salah satu senyawa tersebut adalah

triklosan. Triklosan (2,4 trikloro-2’-hidroksi difenil eter) adalah suatu

(25)

concentration atau konsentrasi penghambat minimal terhadap banyak

bakteri oral kurang dari 10 µg/g) terhadap kebanyakan bakteri yang

membentuk plak. Anti mikroba ini terabsorbsi ke permukaan oral tetapi

tidak menimbulkan stein. Contoh merek dagangnya adalah Antiplague,

AP-24

3. Pasta gigi pemutih

Pasta gigi untuk pemutih meliputi enzim, peroksida, surfaktan, sitrat,

pirofosfat dan hexametaphosphate. Contoh merek dagangnya adalah

Diamond, dan Opale.

4. Pasta gigi anti hipersensitivitas

Hipersensitivitas dentin merupakan suatu kondisi dari gigi yang sakit,

berupa rasa sakit yang singkat dan tajam, diakibatkan dentin yang

tersingkap dalam menerima stimulus yang berasal dari luar. Jenis bahan

desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi adalah Potassium citrate

dan Stronsium chloride. Contoh merek daangnya adalah Colgate

Sensitive, Sensodyne dan Sensodyne-F.

5. Pasta gigi herbal

Pasta gigi herbal merupakan pasta gigi yang mengandung bahan-bahan

alami pilihan. Penelitian klinis tentang pasta gigi yang mengandung

herbal telah banyak dilakukan oleh para ahli (Panjaitan, 1997).

Menurut kegunaannya, pasta gigi dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Fungsi kosmetik. Pasta gigi kosmetik ini tidak mengandung bahan

obat-obatan. Efek penggunaan pasta gigi yang bersifat kosmetik ini adalah

(26)

materi alba, plak, sisa-sisa makanan dan memberikan kesegaran pada

nafas.

2. Fungsi kosmetik terapeutik. Penggunaan pasta gigi ini adalah untuk

memelihara secara cermat dan menghilangkan plak gigi secara

fisis-mekanis. Efek dari pasta gigi ini adalah sebagai bahan terapi untuk

mencegah karies, kalkulus dan menghambat penyakit gingiva.

3. Fungsi terapeutik. Pasta gigi ini mengandung obat-obatan. Fungsi pasta

gigi ini adalah membawa oabat-obatan ke permukaan gigi atau ke

sekitar pasta gigi, misalnya: plak, saliva, dan jaringan mukosa. Efek

pasta gigi secara klinis dapat mengurangi plak, kalkulus, karies, dan

penyakit gingival, akan tetapi pasta gigi akan berfungsi atau dapat

memberikan efek jika obat-obatan tersebut bereaksi secara kimiawi atau

secara farmakologi dengan hidroxil apatit. Efek pasta gigi juga

tergantung pada ketepatan prosedur atau cara menyikat gigi. Pasta gigi

terapeutik ini dibagi lagi dalam dua kelompok, yaitu pasta gigi

terapeutik yang tidak mengandung fluor dan pasta gigi terapeutik yang

mengandung fluor (Houwink, 1993).

Pasta gigi terapeutik ini dibagi dalam dua kelompok yaitu :

1. Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor

Ada beberapa macam pasta gigi yang termasuk ke dalam pasta gigi

terapeutik yang tidak mengandung fluor, yaitu :

a. Pasta gigi yang mengandung ammonium,

b. Pasta gigi yang mengandung klorofil,

(27)

d. Pasta gigi yang mengandung antienzim,

e. Pasta gigi yang mengandung oksidator,

f. Pasta gigi yang mengandun enzim proteolitik.

Pada pasta gigi yang diatas digunakan untuk perawatan penyakit

periodontal.

2. Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor

Menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor merupakan

salah satu cara penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah

erupsi. Penggunaan fluor sebagai bahan topikal telah dilakukan sejak

lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan

pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang

signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies.

Konsentrasi fluor dalam pasta gigi adalah 1000 ppm/1 miligram fluor

dalam 1 gram pasta gigi yang mengandung fluor. Dengan pasta gigi

yang mengandung fluor dapat diharapkan menghambat karies sebesar

15-30%.

a. Pasta gigi yang mengandung sodium fluoride, merupakan

campuran pertama fluorida yang digunakan dalam formulasi pasta

gigi dipakai juga sebagai bahan topikasl aplikasi fluor. Melalui

penelitian terhadap pasta gigi yang mengandung 0,22% sodim

fluorida diketahui bahwa kandungan ini tidak efektif dalam

menurunkan insiden karies karena bahan ini tidak dapat

(28)

sebagai bahan abrasif karena dapat membentuk kalsium fluoride

yang tidak dapat terlarut.

b. Pasta gigi yang mengandung stannous fluoride, pasta gigi yang

mengandung 0,4% stannous fluorida dan kalsium pirofosfat

sebagai bahan pembersih dan pengkilat merupakan pasta gigi

yang telah dikenal luas, di mana kalsium pirofosfat ini dipilih

karena merupakan bahan abrasif yang cukup baik dan dapat

dikombinasikan dengan stannous fluorida. Bahan ini efektif

dalam menurunkan insiden permukaan karies baru pada

anak-anak, digunakan pula dalam pasta gigi profilaksis, topikal aplikasi

dan fluoridasi air minum. Sayangnya pemakaian yang lama dapat

memberikan warna pada gigi.

c. Pasta gigi yang mengandung sodium monofluorofosfat, dikenal

dalam pasta gigi yang mengandung 0,76% sodium

monofluorofosfat dan dikalsium fosfat sebagai bahan pembersih

dan pengkilat. Bahan sodium monofluorofosfat ini sangat efektif

pada pasta gigi sensitif, terutama pada orang dewasa yang telah

lama menggosok gigi dengan cara salah, efektif untuk

mengurangi rasa sensitif pada leher gigi yang terbuka, dan efektif

pada gingival yang sensitif.

d. Pasta gigi yang mengandung amino fluorida. Organik fluorida

terutama amino fluorida mempunyai kemampuan mengurangi

pembentukan karies gigi. Laporan secara in vitro telah

(29)

enamel terhadap dekalsifikasi oleh asam yang terdapat dalam

mulut lebih besar pada oranik fluorida. Amino fluorida mungkin

mempunyai efek inhibisi langsung terhadap enzim-enzim yang

dihasilkan oleh bakteri-bakteri pada plak, akibatnya terjadi

penurunan inflamasi gingival. Konsentrasi amino fluorida yang

rendah dapat mengurangi pembentukan ekstraseluler polisakarida

dan pembentukan plak. Penelitian-penelitian ini menunjukkan

bahwa amino fluorida berguna untuk memperbaiki kesehatan

gingival, mengurangi pembentukan karies gigi serta dapat juga

menghalangi metabolisme enzim bakteri dan efektif pada

permukaan enamel (Panjaitan, 1997).

2.4 Peran Fluorida Pada Gigi

Fluorida adalah suatu zat yang dapat memberikan kekerasan dan daya

tahan pada enamel gigi dan mencegah terjadinya karies gigi. Hal ini mula-mula

diketahui dengan penelitian Morichini pada tahun 1805, dimana ia menemukan

fluoride pada gigi enamel manusia. Kemudian peneliti-peneliti lain juga

menemukan fluoride tidak hanya pada enamel gigi saja, melainkan pada dentin

dan tulang. Sejak tahun 1865, fluoride dianjurkan oleh dokter dan dokter gigi

dalam usaha pencegahan terhadap karies gigi (Houtwink, 1993).

Gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin merupakan lapisan bawah email,

sehingga struktur email sangat menentukan terhadap proses terjadinya karies.

Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal

penting yaitu hidroksil apatit, dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Permukaan

(30)

yang relatif lebih sedikit. Mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin

saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap melalui penyerapan mineral langsung

ke permukaan gigi. Ion kimia penting yang diharapkan banyak diikat oleh

hidroksi apatit pada email gigi adalah ion fluor, dengan adanya penambahan fluor,

hidroksi apatit akan berubah menjadi fluoroapatit. Fluoroapatit ini lebih tahan

terhadap asam sehingga gigi akan lebih tahan terhadap proses

demineralisasi.Suwelo menyatakan bahwa penambahan ion fluor menyebabkan

hidroxil apatit berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam

sehingga proses karies dapat dihambat (Panjaitan, 1995).

Fluor berperan dalam pembentukan email gigi dan mulut dalam suasana

asam. Fluor berperan dalam pembentukan email gigi dan membuat struktur gigi

lebih kuat sehingga gigi lebih tahan terhadap pengikisan oleh asam. Asam

dibentuk ketika bakteri di dalam plak memecah gula dan karbohidrat yang berasal

dari makanan. Serangan asam yang berulang akan merusak gigi sehingga

menyebabkan terjadinya karies. Disini fluor berperan mengurangi kemampuan

bakteri untuk membentuk asam. Fluor juga berfungi merangsang pembentukkan

mineral kembali yang akan menghentikan proses terjadinya karies (Pittford,

1997).

2.5 Fluorida pada Pasta Gigi Anak

Pemakaian fluor secara lokal yang biasa dilakukan sehari-hari adalah

menyikat gigi dengan menggunkan pasta gigi yang mengandung fluor. Menurut

Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies,

(31)

menfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel

menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan asam.

Reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan

enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi

dan meningkatkan remineralisasi. Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal

hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi

yang telah kehilangan mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991). Demineralisasi

adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang terutama disusun

oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak

sampai mencapai pH kritis (pH) oleh bakteri yang menghasilkan asam (Rosen,

1991).

Beberaapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan Fluoride

(F) pada pasta gigi anak-anak. Salah satunya adalah Lembaga Kesehatan Jakarta

Public Interest Research and Advocay Center (LKJ PIRAC) pada September –

Oktober 2002 telah melakukan riset terhadap kandungan fluor dan pengamatan

kemasan dalam pasta gigi anak yang beredar dipasaran di Jakarta. Dari hasil

analisa laboratorium, ditemukan produk pasta gigi yang mengandung Fluoride

(F) dengan konsentrasi yang tinggi. Adapun hasil kandungan Fluorida (F) yang

(32)

Tabel 2.1 Hasil Uji Fluor (F) pada Pasta Gigi Anak oleh LKJ PIRAC No. Merek Pasta Gigi Parameter

Uji

Sumber : Lembaga Kesehatan Jakarta Public Interest Research and Advocay Center, 2002

Dari hasil penelitian laboratorium menunjukan bahwa terdapat 8 merek

pasta gigi yang mengandung fluorida melebihi 1.000 part per milligram (ppm) dan

hanya satu merek pasta gigi yang kadarnya di bawah 500 ppm. Serta ditemukan

perbedaan jumlah kandungan zat ini secara signifikan pada hasil uji di

laboratorium dengan penghitungan berdasarkan yang tercantum dalam kemasan.

Hanya satu produk yang melengkapi kemasannya dengan peringatan pihak

produsen atas bahaya yang akan terjadi bila anak menelan fluorida dan peringatan

disajikan dalam bahasa Inggris. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan

informasi yang benar, jelas dan jujur; berhak atas kenyamanan, keamanan dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang. Dan menuntut Badan Pengawas Obat

dan Makanan (POM) untuk menurunkan standar kandungan fluorida pada pasta

gigi, khususnya untuk anak-anak dari 800-1500 ppm menjadi 250-500 ppm (LJK

(33)

2.6 Perbedaan Pasta Gigi Anak dan Dewasa

Pembersihan gigi anak dimulai sejak gigi mulai erupsi karena menurut

penelitian terakhir yang dilakukan oleh Edwardson dan Mejare (1978), bakteri

penyebab penyakit gigi ada di rongga mulut, begitu gigi mulai muncul di rongga

mulut.

Anak yang belum dapat berkumur dan meludahkan cairan yang ada di

mulutnya disarankan menggunakan pasta gigi yang tidak mengandung fluor.

Ketika sudah dapat berkumur dengan baik, orang tua dapat memberikan pasta gigi

yang mengandung fluor. Penyikatan gigi yang dilakukan oleh anak harus

sepengetahuan orang tua dengan mengawasi saat anak menggosok giginya.

Akan tetapi, banyak sekali dijumpai pasta gigi untuk anak yang tidak

mengandung fluor. Banyak orang tua yang memberikan pasta gigi untuk anaknya

sama dengan pasta gigi yang biasa dipakai orang dewasa. Ini bisa diakibatkan

karena harga pasta gigi anak yang lebih mahal dan masih banyak orang tua yang

beranggapan bahwa komposisi pasta gigi untuk anak-anak dan orang dewasa

adalah sama, yang membedakannya hanya dari segi rasa, sehingga orang tua lebih

menyukai memberikan pasta gigi dewasa untuk anaknya.

Perbedaan antara pasta gigi anak dan pasta gigi untuk orang dewasa dapat

diperhatikan sebagai berikut, diantaranya :

1. Pasta gigi orang dewasa mengandung kadar fluor yang tinggi.

Kadar fluor yang tinggi tidak dianjurkan untuk pasta gigi anak

karena apabila fluor tertelan dalam jumlah yang banyak bisa

mengakibatkan keracunan pada anak. Pasta gigi untuk anak,

(34)

fluor pada pasta gigi untuk dewasa, berarti mengandung 0,03%

fluor. Diharapkan dengan konsentrasi fluor 0,03% dapat

menghambat proses terjadinya karies.

2. Pasta gigi orang dewasa mengandung deterjen yang cukup kuat.

Apabila anak menggunakan pasta gigi untuk orang dewasa yang

mengandung bahan ini maka bisa mengakibatkan mulut terasa

kering dan perih.

3. Pasta gigi orang dewasa biasanya ada yang mengandung Sodium

Lauryl Sulfate (SLS) yang merupakan deterjen sintetis yang sangat

ampuh untuk membersihkan lantai. Apabila anak memakai pasta

gigi yang mengandung bahan tersebut, bahkan bila sampai

termakan maka zat ini dapat membuat mulut anak terasa terbakar.

4. Pasta gigi orang dewasa biasanya mengandung harsh abrasive yang

dapat mengikis lapisan email gigi anak.

5. Pasta gigi orang dewasa sering mengandung perasa yang kuat

(harsh flavorings) yang justru tidak disukai oleh anak karena

meninggalkan rasa yang tidak enak di mulut usai menyikat gigi

(Yoga, 1994).

Terdapat perbedaan yang mendasar pada komposisi antara pasta gigi untuk

anak dan untuk orang dewasa, tetapi kenyataan yang terdapat dilapangan sangat

bertolak belakang. Pasta gigi anak yang beredar tidak aman untuk anak. Beberapa

komposisi yang seharusnya hanya bisa terdapat pada pasta gigi orang dewasa juga

(35)

2.7 Balita

A. Karakteristik Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah

satu tahun juga termasuk golongan ini. Masa balita adalah masa emas (golden

age) dalam rentang perkembangan seorang individu, pada masa ini anak

mengalami tumbuh kemban yang luar biasa, baik dari segi fisik, motorik, emosi,

kognitif maupun psikososial (Sacharin, 1996).

Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari

satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari

tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah.

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya sehingga anak batita sebaiknya

diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita

lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang

relatif besar. Pola makan yang diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan

frekuensi sering karena perut batita masih lebih kecil sehingga tidak mampu

menerima jumlah makanan dalam sekali makan.

Pada usia prasekolah akan menjadi konsumen aktif yaitu mereka sudah

dapat memilih makanan yang disukainya. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh

keadaan psikologis, kesehatan dan sosial anak. Oleh karena itu keadaan

lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam

pemberian makanan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap

(36)

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak

Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang

usia 4-6 tahun yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses

perkembangan. Perkembangan anak menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu

suatu proses yang menuju ke dapan dan tidak dapat diulang kembali. Dalam

perkembangan anak terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat

tetap dan tidak dapat diulang. Sedangkan pertumbuhan dapat diartikan sebagai

perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh

lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan

dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak.

Dari sempit menjadi luas dan sebagainya (Ahmadi dkk, 2005).

Kebiasaan menyikat gigi sejak anak-anak dapat dimulai dari lingkungan

keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang utama bagi pembentukan

kepribadian anak dan orang tua adalah sebagai panutan anak. Umur 2 tahun

adalah umur dimana anak meniru semua hal yang dilakukan orang dewasa yang

ada di sekitarnya. Bila melihat orang tuanya menyikat gigi, suatu hari nanti anak

akan bisa memegang sikat gigi dan mencoba menyikat giginya sendiri (Gupte,

2004).

Pada masa balita (2-5 tahun), perkembangan anak berubah dari otonomi ke

inisiatif, timbul keinginan-keinginan yang baru dalam diri anak. Pada masa akhir

anak, ia sudah mulai mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri.

Perkembangan motorik dan keterampilan anak diperoleh melalui proses

kematangan dan latihan. Masa balita dikaitkan dengan masa “kemandirian” atau

(37)

dengan keinginannya. Sikap “kepala batu” ini dapat diubah bila orang tua atau

pendidik konsisten memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah

ditetapkan. Pada anak akan terlihat kemiripan dengan orang tua, ini disebut proses

identifikasi. Proses identifikasi adalah proses mengadopsi sifat, sikap, pandangan

orang lain dan dijadikan sifat, sikap dan pandangannya sendiri. Oleh karena itu,

pada masa ini perlu ketegasan dari orang tua untuk membiasakan anak dengan

kegiatan-kegiatan yang positif. Pada usia ini adalah saat yang paling baik untuk

mulai menggunakan sikat gigi (Singgih, 2000).

2.8 Perilaku Kesehatan Orang Tua

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun

dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir,

berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku kesehatan

dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan tindakan tentang

kesehatan. Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

dan lingkungan. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga

domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan

(38)

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang

melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga.Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut

Notoadmodjo (2007) yaitu :

1. Usia

Usia merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu (tahun).

2. Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan luas dibandingkan dengan seseorang

yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

3. Sumber Informasi

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara

salam penyampaian informasi, merangsang pikiran dan

kemampuan.

Peran serta orang tua sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan

pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak, agar anak

dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Pengetahuan orang tua sangat

penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak

mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh

(39)

dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor

predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak

(Riyanti,2005).

2) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

Sikap orang tua yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai

pemeliharaan kesehatan gigi. Orang tua yang mencari pengetahuan dan

mendiskusikan mengenai kesehatan gigi anak dengan dokter gigi merupakan bukti

bahwa orang tua mempunyai sikap positif terhadap kesehatan gigi anak.

3) Tindakan

Tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat

rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan.

Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh

bagaimana kepercayaan dan perasaanya terhadap stimulus tersebut.

Kesehatan gigi susu sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan

gigi tetap. Oleh karena itu, peran orang tua sangat diperlukan di dalam

membimbing, memberi pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas

kepada anak agar anak kelak dapat memelihara kebersihan giginya.

Orang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi anak.

Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan gigi. Keberhasilan

(40)

perawatan gigi. Orang tua yang menjadi teladan lebih efisien dibandingkan anak

yang menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua (Potter & Perry,

2005).

Pendidikan dasar tentang prosedur kesehatan mulut penting dilakukan pada

anak sejak tahun pertama kelahiran (0-12 bulan). Beberapa teknik pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan orangtua adalah :

a. Penggunaan sikat gigi

Ada dua jenis sikat gigi, manual dan elektrik. Sikat gigi manual adalah

sikat gigi yang biasa digunakan sehari-hari dengan mengunakan tangan dan terdiri

atas kepala sikat, bulu sikat dan tangkai pegangannya. Ukuran kepala sikat

maupum kekerasan bulu sikat berbeda dengan anak-anak. Pemilihan sikat gigi

pada anak sebaiknya dipilih sikat gigi yang ukurannya kecil dengan tangkai yang

mudah digenggam. Bulu sikatnya halus. Bagian kepala sikat menyempit agar

mudah menjangkau bagian dalam rongga mulut anak. Anak umur 1-5 tahun bisa

memakai sikat dengan 3 deret bulu. American Dental Association menganjurkan

ukuran maksimal kepala sikat gigi balita adalah 18x7 mm.

b. Pemakaian pasta gigi

Jumlah rata-rata pasta gigi yang digunakan oleh anak-anak dibawah umur

7 tahun berkisar dari 0,4-1,4 miligram. Perlu diperhatikan tertelannya pasta gigi

oleh anak kecil yang tidak berkumur atau meludah dengan baik setelah

menggosok gigi. Orang tua harus diberitahu agar mengawasi anaknya membatasi

jumlah pasta gigi yang diletakkan pada sikat gigi, kira-kira sebesar kacang polong.

Pasta akan memberikan kesegaran gigi dan mulut yang lebih optimal. Pasta gigi

(41)

diharapkan mengundang perhatian anak sehingga lebih tertarik dan rajin menyikat

gigi.

c. Membersihkan gigi.

Gigi anak dapat dibersihkan dengan menyikat gigi. Waktu menyikat gigi

sebaiknya dilakukan teratur, minimal 2 kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan

dan sebelum tidur malam. Untuk menyikat gigi secara teratur sebaiknya dilakukan

lebih dari 2 menit. Menurut Claessen et al waktu yang tepat untuk menyikat gigi

adalah setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam. Tindakan ini dikatakan

tepat karena sesuai dengan tujuan menyikat gigi yakni untuk membersihkan gigi

dan mulut dari sisa makanan yang menempel pad permukaan gigi setelah selesai

makan (Claessen dkk, 2008).

Anak yang berumur 2 tahun, orang tua harus melakukan penyikatan gigi

anak sebanyak satu atau dua kali sehari. Setelah anak dapat meludah dan bukan

menelan, gunakan pasta gigi sebesar kacang polong untuk mengurangi

kemungkinan anak tertelan pasta gigi yang berlebihan.

Anak diatas dua tahun sudah dapat mulai diajarkan cara menyikat gigi.

Pertama sekali, orang tua memberikan contoh pada anak cara menyikat gigi

setelah itu anak diminta untuk mengikutinya. Posisi yang mudah saat

mengajarkan cara meyikat gigi yaitu orang tua berdiri saling berdampingan di

depan cermin. Posisi lain juga dapat dilakukan adalah orang tua dan anak saling

berhadapan lalu tangan orang tua memandu tangan anak untuk melakukan

penyikatan gigi.

Anak berumur 3 sampai 6 tahun, penyikatan gigi yang mudah dan dapat

(42)

dengan gerakan memutar pada gigi anterior amupun posterior. Pada umur ini anak

sudah dapat menyikat gigi sendiri namun masih perlu perhatian dari orang tua.

Anak sudah bisa diberikan pasta gigi yang mengandung fluor sebesar kacang

polong pada sikat gigi anak (Riyanti, 2005).

d. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi

Orang tua harus berperan aktif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut

anaknya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membawa

anaknya berkunjung ke dokter gigi. Kunjungan ke dokter gigi sejak dini

diharapkan untuk membiasakan anak melakukan pemeriksaan gigi secara rutin

dan mnegatasi rasa cemas dan ketakutan anak terhadap perawatan gigi dan mulut.

Usia ideal untuk memulai kunjujgan ke dokter gigi adalah 2-3 tahun. Pemeriksaan

gigi pada umumnya hanya dilakukan pada saat gigi terasa sakit saja, sedangkan

saat gigi sudah tidak sakit lagi maka mereka tidak datang ke dokter gigi lagi

secara rutin 6 bulan sekali, dan mereka akan datang lagi saat gigi terasa sakit.

Sebagian besar penyakit gigi justru terdapat pada mereka yang tidak

memeriksakan gigi secara rutin khususnya pada anak-anak usia 5 sampai 10 tahun

(Furze H, 2003).

Menurut rekomendasi dari The American Academy of Pediatric Dentistry

dan American Dental Association, seseorang anak harus mulai melakukan

kunjungan ke dokter gigi setelah gigi sulung pertamanya erupsi dan tidak boleh

lebih dari usia 12 bulan. Rekomendasi ini ditujukan untuk mendeteksi dan

mengontrol berbagai patologi gigi, terutama karies gigi yang merupakan penyakit

mulut yang paling relevan pada anak-anak dan dapat terjadi segera setalah gigi

(43)

fluorida dapat mulai dilakukan pada kunjungan ini untuk menjaga kesehatan

mulut dan gigi. Sesuai dengan penelitian Naimar, 2003 menyebutkan bahwa

Amerika Serikat menetapkan kunjungan pertama ke dokter gigi sebaiknya pada

tahun pertama kehidupan. Hal tersebut didasarkan pada dibangunnya dasar

pendidikan preventif dan perawatan gigi dalam rangka mencapai kesehatan mulut

yang optimum saat kanak-kanak (Furze H, 2003). Dengan mendapatkan

pendidikan kesehatan gigi dari dokter gigi, pengetahuan orang tua terhadap

(44)

2.9 Kerangka Konsep

Fluorida (F) pada

pasta gigi anak -

anak

Tingkat pengetahuan

dan tindakan orang

tua anak usia 4-6

tahun tentang pasta

gigi anak-anak

Ada

Tidak

Ada

Memenuhi syarat SNI

16-4767-1998 yaitu

500 – 1000 ppm

Tidak memenuhi

syarat SNI 16-4767-1998

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Uji Fluor (F) pada Pasta Gigi Anak oleh LKJ PIRAC

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan Timbal (Pb) dan tingkat pengetahuan orang tua dan guru tentang Timbal (Pb) pada mainan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan peran petugas kesehatan, guru dan orang tua dalam pelaksanaan UKGS dengan perilaku menyikat gigi

Salah satu dari industri hilir yang perlu didirikan di Indonesia adalah pabrik Asam benzoat yang produknya digunakan sebagai bahan baku dalam bidang farmasi, kosmetik, pasta

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui sejauhmana peran guru dan orang tua dalam menanaman budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak

Alat penelitian yang digunakan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan karies gigi. Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengedarkan

Sikap positif orang tua dalam mencegah caries gigi pada anak akan menimbulkan dampak yang positif pula pada tindakan orang tua terhadap anaknya, yaitu pencegahan caries

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut pada anak usia taman kanak-kanak di Provinsi DIY