• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra - Implementasi Deteksi Tepi Citra Manuskrip Kuno Dengan Metode Kombinasi Gradien Prewit Dan Sobel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra - Implementasi Deteksi Tepi Citra Manuskrip Kuno Dengan Metode Kombinasi Gradien Prewit Dan Sobel"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1Pengertian Citra

Suatu citra adalah fungsi intensitas dua dimensi f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan (brightness) suatu citra pada suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra digital tersusun atas sejumlah elemen-elemen, masing-masing memiliki lokasi dan nilai/intensitas tertentu. Elemen-elemen ini disebut elemen gambar, elemen citra, dan juga piksel yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Tingkat ketajaman atau resolusi warna pada citra digital tergantung pada jumlah ”bit” yang digunakan oleh komputer untuk merepresentasikan setiap piksel tersebut. Tipe yang sering digunakan untuk merepresentasikan citra adalah ”8-bit citra” (256 colors (0 untuk hitam - 255 untuk putih)), tetapi dengan kemajuan teknologi perangkat keras grafik, kemampuan tampilan citra di komputer hingga 32 bit (232 warna) (Putra, 2010).

Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x begerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman komputer. Letak titik origin pada koordinat grafik citra dan koordinat pada grafik matematika terdapat perbedaan. Hal yang berlawanan untuk arah vertikal berlaku pada kenyataan dan juga pada sistem grafik dalam matematika yang sudah lebih dulu dikenal (Putra, D. 2010).

2.1.1 Citra Analog

(2)

yang terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang belum dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak dapat diproses pada komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses pada komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu (Sutojo. 2009).

Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, video kamera analog, kamera foto analog, Web Cam, CT scan, sensor ultrasound pada system USG dan lain-lain . Hampir semua kejadian alam boleh diwakili sebagai perwakilan analog seperti bunyi, cahaya, air, elektrik, angin dan sebagainya (Munir, 2004).

2.1.2 Citra Digital

Citra digital adalah citra yang terdiri dari sinyal–sinyal frekuensi elektromagnetis yang sudah di-sampling sehingga dapat ditentukan ukuran titik gambar tersebut yang pada umumnya disebut piksel. Untuk menyatakan citra (image) secara matematis, dapat didefinisikan fungsi f (x,y) di mana x dan y menyatakan suatu posisi dalam koordinat dua dimensi dan nilai f pada titik (x,y) adalah nilai yang menunjukkan warna citra pada titik tersebut. Contoh indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah (Munir, 2004).

Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut :

(3)

Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi f (x,y), dimana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan f (x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut (Sutoyo, et al. 2009).

Berikut ini pada Gambar 2.1 nilai piksel dari citra objek manusia.

Gambar 2.1 Nilai piksel dari citra objek manusia (Robin, 2015)

2.2 Format File Citra

(4)
(5)

2.2.1 Format Data Bitmap

Pada format bitmap, citra disimpan sebagai suatu matriks di mana masing – masing elemennya digunakan untuk menyimpan informasi warna untuk setiap piksel. Jumlah warna yang dapat disimpan ditentukan dengan satuan bit-per-piksel. Semakin besar ukuran bit-per-piksel dari suatu bitmap, semakin banyak pula jumlah warna yang dapat disimpan. Format bitmap ini cocok digunakan untuk menyimpan citra digital yang memiliki banyak variasi dalam bentuk maupun warnanya, seperti foto, lukisan, dan frame video. Format file yang menggunakan format bitmap ini antara lain adalah BMP, DIB, PCX, GIF, dan JPG. Format yang menjadi standar dalam system operasi Microsoft Windows adalah format bitmap BMP atau DIB (Gonzales, 2003).

Karakteristik lain dari bitmap yang juga penting adalah jumlah warna yang dapat disimpan dalam bitmap tersebut. Ini ditentukan oleh banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan setiap titik dari bitmap yang menggunakan satuan bpp (bit per piksel). Dalam Windows dikenal bitmap dengan 1, 4, 8, 16, dan 24 bit per piksel. Jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam suatu bitmap adalah sebanyak 2n,

Berikut ini tabel yang menunjukkan hubungan antara banyaknya bit per piksel dengan jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam bitmap, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

dimana n adalah banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan satu titik dari bitmap (Hamzah, A. 2001).

Tabel 2.1 Hubungan antara bit per pikseldenganjumlah warna maksimum pada bitmap No Jumlah bit per piksel Jumlah warna maksimum

1 1 2

2 4 16

3 8 256

4 16 65536

5 24 16777216

(6)
(7)

Tabel 2.2 BMP FileHeader Offset Size Name Description

0 2 BfType ASCII”BM”

2 4 BfSize Size of file(in bytes)

6 2 BfReservedl Zero

8 2 BfReservedl Zero

10 4 BfOffBits Byte offset in file where image begins 14 4 BiSize Size of this header (40 bytes)

18 4 BiWidth Image width in pixels 22 4 BiHeight Image height in pixels

26 2 BiPlanes Number of image planes, must be 1 28 2 BiBitCount Bits per pixel: 1,4,8 or 24

30 4 biCompression Compression type

Keterangan:

(8)
(9)

Gambar 2.2 Struktur File BMP

Pada 1 – 14 bytes pertama disebut File header yang merupakan tempat penyimpanan informasi umum tentang file gambar bitmap. Untuk 15 – 54 bytes berikutnya disebut info header, dimana pada blok ini berisi tentang informasi secara detail tentang gmabar bitmapnya. Dan pada 55 byte seterusnya berupa data / pixel dan padding yang merupakan isi dari gambar bitmap layar (Munir, 2004).

2.3 Mode Warna

Menampilkan sebuah citra pada layar monitor diperlukan lebih dari sekedar informasi tentang letak dari piksel-piksel pembentuk citra. Untuk memperoleh gambar yang tepat dibutuhkan juga informasi tentang warna yang dipakai untuk menggambarkan sebuah citra digital. Beberapa mode warna yang sering digunakan adalah:

1. Bitmap mode memerlukan 1 bit data untuk menampilkan warna dan warna yang dapat ditampilkan hanya warna hitam dan putih (monokrom)

2. Indexed Color Mode, mengurutkan warna dalam jangkauan 0-255 (8 bit) 3. Grayscale Mode, menampilkan citra dalam 256 tingkat keabuan.

(10)

5. CMYK Mode, menampilkan citra dalam kombinasi 4 warna dasar (cyan, magenta, yellow, black) tiap warna dasar memiliki intensitas warna 0-255 (8 bit).

Mode warna RGB menghasilkan warna menggunakan kombinasi dari tiga warna primer merah, hijau, biru. RGB adalah model warna penambahan, yang berarti bahwa warna primer dikombinasikan pada jumlah tertentu untuk menghasilkan warna yang diinginkan. RGB dimulai dengan warna hitam (ketiadaan semua warna) dan menambahkan merah, hijau, biru terang untuk membuat putih. Kuning diproduksi dengan mencampurkan merah, hijau; warna cyan dengan mencampurkan hijau dan biru; warna magenta dari kombinasi merah dan biru. Monitor komputer dan televisi memakai RGB. Sorotan electron menghasilkan sinyal merah, hijau, biru yang dikombinasikan untuk menghasilkan berbagai warna yang dilihat pada layar (Munir, 2004). Kombinasi warna RGB dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kombinasi Warna RGB (Munir, 2004)

Warna campuran (selain dari putih) dihasilkan dengan menambahkan warna komponen RGB individual dengan berbagai tingkat saturasi, dengan tingkatan mulai dari 0.0 hingga 1.0 (0 berarti tidak menggunakan warna tersebut; 1 berarti menggunakan warna tersebut pada saturasi penuh) (Munir, 2004).

(11)

komponen warna tersebut dikombinasikan dalam 100% saturasi (1,1,1) hasilnya adalah putih (seperti diperlihatkan berikut):

Hijau (0,1,0) + Biru (0,0,1) = Cyan (0,1,1) Cyan (0,1,1) + Merah (1,0,0) = Putih (1,1,1)

Warna yang berlawanan satu sama lain dengan model warna RGB disebut warna pelengkap. Jika dicampurkan, warna pelengkap selalu menghasilkan putih. Contoh warna pelengkap adalah Cyan dan Merah, Hijau dan Biru, Magenta dan Hijau. CMYK mengacu ke sistem warna yang terbuat dari cyan, magenta, kuning dan hitam. Cyan, magenta dan kuning adalah tiga warna primer pada model warna ini dan merah, hijau, biru adalah model tiga warna sekunder. CMYK memainkan peranan penting pada grafik komputer umum, terutama pada desktop publishing. Hasil percetakan atau gambar lainnya pada kertas menggunakan CMYK yang merupakan model warna pengurangan yaitu pigmen warna menyerap atau menyaring warna putih dan cahaya yang dipantulkan menentukan warna dari gambar (Munir, 2004) . Kombinasi warna CMYK dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kombinasi Warna CMYK (Munir, 2004)

Pencampuran tinta cyan, magenta dan kuning secara seimbang pada kertas akan menghasilkan warna coklat gelap. Oleh karena itu hitam ditimpahkan kearea yang gelap untuk memberikan penampilan yang lebih baik (hitam adalah K pada CMYK). Konversi ini menggunakan hitam untuk mengompensasi mendapatkan kelakuan nyata dari warna, membuatnya menjadi sangat rumit.

(12)

C = 1 – R M = 1 – G Y = 1 – B

Formula tersebut hanya merupakan titik awal. Bagaimanapun pada prakteknya kalibrasi intensif dari piranti dibutuhkan karena pigmen warna khas umumnya tidak bekerja seperti yang diperkirakan dari perhitungan (Munir, 2004).

2.4 Menghitung Nilai RGB Citra Asli

Menghitung nilai RGB citra asli adalah sama dengan citra penyisip, dimana setiap pikselnya mengandung 24-bit kandungan warna atau 8-bit untuk masing-masing warna dasar (R, G, dan B), dengan kisaran nilai kandungan antara 0 (00000000) sampai 255 (11111111) untuk tiap warna yang dapat ditulis sebagai berikut (Gonzales, 2003).

Red : RGB (255, 0, 0) ……….………….…………..………....… (2.1)

Green : RGB (0, 255, 0) .………..………...……… (2.2)

Blue : RGB (0, 0, 255) …..……….………....………. (2.3)

Dari nilai triplet RGB persamaan (2.1) sampai (2.3) di atas dapat dikonversikan ke

dalam nilai desimal seperti dibawah ini:

Red : 255*2560 + 0*2561 + 0*2562

Rumus dasar mencari nilai RGB citra adalah:

= 0 + 0 + 16,711,680 = 16,711,680.... (2.6)

R = COLOR And RGB(255, 0, 0) ….……….….. (2.7) G = (COLORAnd RGB(0, 255, 0)) / 256 ...……..………...… (2.8) B = ((COLORAnd RGB(0, 0, 255)) / 256) / 256 ….………..…. (2.9) Dari persamaan (2.4) sampai (2.6) diatas, rumus RGB pada persamaan (2.7) sampai (2.9) menjadi:

(13)

Nilai B = ((c and16,711,680)/256)/256 ………...………... (2.12)

2.5 Karakteristik File Citra

Karakteristik file citra ditentukan oleh resolusi (resolution) dan kedalaman bit (bit depth). Karakteristik-karakteristik ini akan menentukan tawar-menawar antara kualitas file citra dan jumlah bit yang dibutuhkan untuk menyimpan atau mentransmisikannya .

2.5.1 Image Resolution

Image resolution adalah jumlah piksel per inci (kepadatan piksel per inci) yang dinyatakan dengan piksel-piksel. Semakin tinggi resolusi citra, maka semakin baik kualitas citra tersebut, dalam arti bahwa dalam ukuran fisik yang sama, citra dengan resolusi tinggi akan lebih detil serta jika citra diperbesar maka detil citra masih jelas. Namun, resolusi yang tinggi akan mengakibatkan jumlah bit yang diperlukan untuk menyimpan atau mentransmisikannya meningkat (Putra, 2010).

2.5.2 Bit Depth

Bit depth merupakan jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan tiap piksel. Bit depth adalah jumlah bit untuk tiap piksel. Semakin banyak jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah piksel, yang berarti semakin tinggi kedalaman piksel-nya, maka semakin tinggi pula kualitasnya, dengan resiko jumlah bit yang diperlukan menjadi lebih tinggi (Basuki, 2005).

Dengan 1 byte (8 bit) untuk tiap piksel, diperoleh 28

(14)

bit depth dari citra dan layar monitor komputer. Tabel 2.3 berikut menunjukkan hubungan antara bit depth dan color resolution (Munir, 2014).

Tabel 2.3 Hubungan Antara Kedalaman Warna Dan Resolusi Warna Kedalaman Warna Resolusi Warna Kalkulasi

1 bit 2 warna 21 (2)

2 bit 4 warna 22 (2x2)

3 bit 8 warna 23 (2x2x2)

4 bit 16 warna 24 (2x2x2x2)

5 bit 32 warna 25 (2x2x2x2x2)

6 bit 64 warna 26 (2x2x2x2x2x2)

7 bit 128 warna 27 (2x2x2x2x2x2x2)

8 bit 256 warna 28 (2x2x2x2x2x2x2x2)

16 bit 65.536 warna 216

24 bit 16.777.216 warna 224

32 bit 4.294.967.296 warna 232

2.6 Deteksi Tepi

Tepi citra (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang cepat/tiba-tiba (besar) dalam jarak yang singkat. Sedangkan deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra.Deteksi tepi (Edge detection) adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garistepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkatkecerahan yang berbeda (Sutoyo,2009). Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu prosesyang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah:

1. Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra.

2. Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atauadanya efek dari proses akuisisi citra.

(15)

Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar 2.5 berikut ini menggambarkan bagaimana tepi suatu citra diperoleh(Sutoyo,2009).

Gambar 2.5.Proses Deteksi Tepi Citra (Sutoyo et al, 2009).

Kemudian pada Gambar 2.6, menjelaskan ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital

Gambar 2. 6.Model Tepi Satu Citra (Putra, 2010).

(16)

1. Tepi curam, tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90°.

2. Tepi landai, disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landaidapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.

3. Tepi yang mengandung derau (noise).

Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandungderau. Operasi peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukanterlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Jenis-jenis Tepi Citra (Putra, 2010).

2.7 Operator Sobel

Proses yang digunakan oleh operator Sobel merupakan proses dari sebuah konvolusiyang telah di tetapkan terhadap citra yang terdeteksi. Dalam operator Sobel digunakanmatrik konvolusi 3 X 3 dan susunan piksel-pikselnya di sekitar pixel (x, y)(Sutoyo et al, 2009).

Matriks konvolusi 3x3 piksel dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8.

p1 p2 p3

p8 (x,y) p4

(17)

Gambar 2.8. MatriksKonvolusi 3 X 3 Sobel (Sutoyo et al, 2009).

P (1,2,3,4,5,6,7,8)= nilai piksel citra

Operator Sobel merupakan pengembangan operator Robert dengan menggunakan High Pass Filter (HPF) yang diberi satu angka nol penyangga. Operator ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.Kelebihan dari operator Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelummelakukan perhitungan deteksi tepi.Sehingga besar Gradien Prewit(G) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Sutoyo, 2009).

Sx = ( p3 + cp4 + p5 ) − ( p1 + cp8 + p7 ) ... (2.1) Sy = ( p1 + cp2 + p3 ) - ( p7 + cp6 + p5 ) ... (2.2) | G | = √GX2 + GY2 ... (2.3)

Dengan nilai c konstanta bernilai dua, sehingga terbentuk matriks operator Sobel dapatdigambarkan seperti pada Gambar 2.9.

-1 0 1 -1 -2 -1

Sx -2 0 2 Sy 0 0 2

-1 0 1 1 2 1

Gambar 2.9. Matriks Operator Sobel (Sutoyo, 2009).

(18)

Pada Gambar 2.10 terlihat bahwa hasil deteksi tepi berupa tepi-tepi dari suatu gambar. Bila diperhatikan bahwa tepi suatu gambar terletak pada titik-titik yang memiliki perbedaan tinggi.

Gambar 2.10 Hasil Deteksi Tepi(Sutoyo, 2009)

Proses deteksi tepi (edge detection) sendiri masing dapat dikelompokkan berdasarkan operator atau metode yang digunakan dalam proses pendeteksian tepi suatu citra untuk memperoleh citra hasil.

2.8 Operator Deteksi tepi dengan Gradien Prewit pertama

Mutu kontras gambar yang kurang baik bisamempunyai efek yang bersifat proses pemerataan atauintegrasi, karena itu dalam proses penajaman ataupeningkatan kontrasnya digunakan upaya yang bersifatproses diferensiasi. Proses diferensiasi ini merupakanbentuk turunan yang biasanya diterapkan dalam bentukoperator Gradien Prewit. (Pujiyono et al, 2009). Untuk citra yang kontinu bentukGradien Prewit-nya adalah:

Vf= �𝑑𝑑𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑

2

+𝑑𝑑𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑

2

……… (2.4)

(19)

... (2.5)

Dengan a, b, c, d, f, g, h, i merupakan nilai-nilaiintensitas piksel tetangga dan nilai e adalah nilai pikselyang akan digantikan setelah penerapan detektor Sobel.Pada deteksi tepi dengan Gradien Prewit arah, proses deteksi ini dapat digolongkan pada prosespenapisan tidak linear. Proses penapisan tidak lineardisini dilakukan dengan menggunakan tapis linearyang cara operasinya tidak terhadap setiap titik tetapiterhadap suatu sumbu tertentu, jadi mempunyai arahdalam operasinya. Cara penapisan tidak linear jugadapat dilakukan berdasarkan estimasi suatu nilaistatistik pada sekelompok piksel.

Pada deteksi tepi dengan cara geser dan selisih citra, cara ini akan diperoleh hasil citra dengan tepi yanglebih jelas. Proses penampilan tepi ini dapat dilakukanmenurut arah yang diingini, bisa hanya dari tepi arahvertikalnya saja atau tepi arah horisontalnya saja, ataubahkan seluruh tepi dalam kedua arah tersebut.

Pada deteksi tepi dengan Gradien Prewit kedua disebut jugadetektor Laplace. Bentuk turunan kedua untuk citrayang kontinu adalah sebagai berikut(Sutoyo, 2009).

V2f = �𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑2𝑓𝑓

2 +

𝑑𝑑2𝑓𝑓

𝑑𝑑𝑑𝑑2 ………. (2.6)

Dengan demikian operator Laplace akanmempunyai bentuk diskret sebagai berikut: L(I,j) =G(i-1,j)+G(i+1,j)+G(i,j-1)+G(i,j+1)+4G(i,j) ……….. (2.7) Dari bentuk persamaan diskret citra Laplace di atasdilihat bahwa proses deteksi tepi dengan operatorLaplace dapat dilakukan dengan kernel(Sutoyo, 2009).

(20)

Proses penggunaan operator Gradien Prewit dengan menggunakan derivatif pertamauntuk menemukan tepi dapat dilakukan dengan langkah-langkah :

1. Penentuan Gradien Prewit citra untuk mengetahui intensitas variasi lokal dengan melakukan konvolusidengan matriks konvolusi Gx dan Gy. Matriks konvolusi Gx dan Gy diperoleh dari pendekatandiskret derivatif parsial fungsi f(x,y

2. Penentuan matriks konvolusi ditunjukkan dalam hubungan-hubungandari persamaan-persamaan berikut (Sutoyo, 2009).

).

Gradien Prewit Gx diperoleh dari pendekatan diferensial horisontal atau derivatif parsial terhadap x padafungsi f(x,y):

𝜕𝜕𝑓𝑓(𝑑𝑑,𝜕𝜕)

𝜕𝜕𝑑𝑑

=

f

(

x,y

) –

f

(

x-1,y

)

………... (2.10) sehingga diperoleh matriks konvolusiGx=[1 -1]

Gradien Prewit Gy diperoleh dari pendekatan diferensial vertikal atau derivatif parsial terhadap y padafungsi f(x,y):

𝜕𝜕𝑓𝑓(𝑑𝑑,𝜕𝜕)

𝜕𝜕𝑑𝑑

=

f

(

x,y

) –

f

(

x,y-1

)

………... (2.11) sehingga diperoleh matriks konvolusi

Gy=�1

−1�………..………... (2.12)

Dengan langkah yang sama maka dapat ditentukan matriks konvolusi Gx dan Gy dengan ukuranyang berbeda, misalnya 2 x 2, 3 x 3, 5 x 5 dan lain seterusnya.

3. Penentuan magnitude citra sebagai tepi: Magnitude (Ṽf) = �(𝜕𝜕𝑓𝑓

(21)

Secara ringkas, penentuan tepi dengan operator Gradien Prewit dapat dilihat pada Gambar 2.11. (Hidayatno et al, 2010).

Gambar 2.11. Diagram Blok Deteksi Tepi dengan Operator Gradien Prewit

Perhitungan Deteksi tepi menggunakan Gradien Prewit

(22)

2.9 Mean Square Error (MSE)

Mean Square Error (MSE)adalah nilai error kuadrat rata-rata antara citra asli dengan citra manipulasi ( octeville, 2008).

MSE dinyatakan sebagai mean square error yang didefinisikan sebagai : MSE = 1

Dimana x dan y adalah koordinat dari gambar, M dan N adalah dimensi dari gambar, 𝑆𝑆𝑑𝑑𝜕𝜕 menyatakan stego-image dan 𝐶𝐶𝑑𝑑𝜕𝜕 menyatakan cover-image. 𝐶𝐶2

𝑚𝑚𝑚𝑚𝑑𝑑 memiliki nilai maksimum dalam gambar, sebagai contoh :

𝐶𝐶2

𝑚𝑚𝑚𝑚𝑑𝑑 ≤ �1,𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 − 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑝𝑝255, 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑝𝑝𝑢𝑢 8 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑢𝑢 ………...……….(2.17)

2.10Penelitian yang Relevan

Berikut ini beberapa penelitian yang berhubungan dengan implementasi deteksi tepi citra dengan metode kombinasi Gradien Prewit dan Sobel:

Tabel 2.4 Penelitian yang Relevan

TAHUN JUDUL PENELITI HASIL PENELITIAN

2011 Studi Implementatif Digitalisasi Dan Restorasi Citra Digital Lontar Kuno Bali

(23)

2013 Segmentasi Area Teks Aksara Bali pada Citra Lontar Kuno Bali Berdasarkan Peta Nilai Lacunarity

Kesiman Metode mathematical morphology dengan operasi erotion sangat baik

digunakan pada tahap pre-processing untuk menebalkan bagian aksara bali pada citra digital lontar kuno bali. Nilai lacunarity dapat digunakan secara efektif untuk

mendeteksi area teks aksara bali pada citra digital lontar kuno bali.

Hasil operasi deteksi tepi citra yang dikembangkan akan mengalami gangguan yang signifikanapabila

diberikan gangguan noise salt and pepper, histogram

equalization, dan operasi penapisan dengan tapis lolos atas (High Pass Filtering). Algoritma yang

dikembangkan cukup dapat bertahanterhadap pengolahan citra pemberian noise

Gambar

Gambar 2.1  Nilai piksel dari citra objek manusia (Robin, 2015)
Tabel 2.2 BMP FileHeader
Gambar 2.2  Struktur File BMP
Gambar 2.3  Kombinasi Warna RGB (Munir, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan mahasiswa yang mengakses Internet di atas 5 jam per hari, hampir setiap saat mereka menggunakan Internet untuk media sosial dan pesan instan (instant messenger)

Metode laboratorium untuk total mikroba dengan metode hitung cawan (Total Plate Count), Escherichia coli dengan metode MPN Escherichia coli (Most Probable Number), dan kapang

Bukankah ibundamu yang dulu ketika engkau tidak berdaya , kemudian di gendongnya setiap hari dan ketika engkau menangis ibundamu yang menggendongmu dengan

Biro Bina Sosial Setda Provinsi Jawa Tengah sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) koordinator yang memiliki tugas pokok untuk menyusun perumusan kebijakan

[r]

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan

Hasil penelitian terhadap perempuan (istri) pegawai tetap di Universitas HKBP Nommensen (Sihotang Maria, 2010), bahwa motivasi mereka bekerja untuk membantu

tangan  dan  alat  ukur    sesuai  spesifikasi  yang  diperlukan  dalam  setiap  mata  lomba  (daftar  peralatan  tangan  dan  alat  ukur  terlampir).