TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman aren menurut klasifikasi tanaman dimasukkan dalam
Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae,
Kelas : Monocotyledonae, Ordo : Spadicitlorae, Famili : Palmae, Genus : Arenga
dan Spesies : Arenga pinnata Merr (Pratiwi dan Alrasjid, 1989).
Akar pohon aren berbentuk serabut, menyebar dan cukup dalam dapat
mencapai lebih dari 5 m sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi
pencegah erosi, terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan
lebih dari 20 % (Sunanto, 1993).
Batang aren bulat warna hijau kecoklatan, tidak berduri, tidak
bercabang, tinggi mencapai 25 m, diameter 65 cm (mirip pohon kelapa).
Pohon ini mulai berbunga mulai dari umur 6–12 tahun. Pohon ini dalam
pertumbuhannya berguna sebagai perlindungan erosi terutama tebing-tebing
sungai dari bahaya tanah longsor maupun sebagai unsur produksi
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, 1998).
Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m
dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga
7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan
lilin di sisi bawahnya. Anak daun menyirip, pangkal membulat, ujung runcing,
tepi rata dan tangkai pendek (Effendi, 2010).
Bunga terdiri atas bunga jantan dan betina. Bunga yang muncul pertama
kali adalah bunga betina. Bunga betina tersusun pada untaian-untaian bunga,
pertama kali posisinya pada ruas batang di ketiak pelepah daun di bawah titik
tumbuh. Bunga betina ini belum dapat diserbuki oleh tepung sari dari bunga
jantan karena bunga jantan belum tumbuh. Sekitar 3 bulan kemudian, bunga
jantan mulai tumbuh di bawah bunga betina. Tepung sari bunga jantan ini sudah
terlambat menyerbuk putik bunga betina, sebab putik-putik sudah kelewat masak,
sehingga pohon belum dapat memproduksi buah aren. Sedangkan bunga jantan
berbentuk bulat panjang seperti peluru dengan panjang 1,2–1,5cm berwarna ungu.
Bunga jantan setelah dewasa kulitnya pecah dan kelihatan banyak benang sari
berwarna kuning. Setiap benang sari ditumbuhi banyak tepung sari berwarna
kuning (Sunanto, 1993).
Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan
perantaraan angin atau serangga. Buah yang telah terbentuk berbentuk bulat
panjang dengan ujung melengkung ke dalam, diameter 3-5 cm, di dalammya
berisi 3 buah, masing-masing berbentuk seperti satu siung bawang putih. Buah ini
tidak dapat dimakan langsung karena getah. Di dalam buah terdapat biji yang
berbentuk bulat dan apabila sudah matang warna hitam. Pohon aren akan
mencapai tingkat kematangan pada umur 6-12 tahun (Sunanto, 1993).
Syarat Tumbuh Iklim
Pohon aren tersebar di hampir seluruh bagian wilayah Indonesia dan
merupakan sumber pendapatan bagi petani di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Irian Jaya, Maluku dan Nusa Tenggara Timur
Dalam pertumbuhan tanaman aren yang optimal membutuhkan suhu
20-250 C. Pada kisaran suhu yang demikian membantu tanaman aren untuk berbuah. Kelembaban tanah dan ketersediaan air sangat perlu dengan curah hujan
yang cukup tinggi diantara 1.200-3.500 mm/tahun berpengaruh dalam
pembentukan mahkota pada tanaman aren (Bernhard, 2007).
Di samping itu, banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada
tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata
sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Iklim yang cocok
untuk tanaman ini adalah iklim sedang sampai iklim agak basah (Sunanto, 1993).
Tanah
Tanaman aren tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga
dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung), berkapur dan berpasir. Tetapi
tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (pH tanah
terlalu asam) (Sunanto, 1993).
Tanaman aren dapat tumbuh di dekat pantai sampai pada ketinggian
1.400 m dpl. Pertumbuhan yang baik adalah pada ketinggian sekitar 500-1.200 m
dpl karena pada kisaran lahan tersebut tidak kekurangan air tanah dan tidak
tergenang oleh banjir permukaan (Bernhard, 2007)
Tanaman aren dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tetapi yang sangat
cocok pada kondisi lahan dengan jenis tanah yang mempunyai tekstur tanah liat
berpasir (Bernhard, 2007).
Benih
Susunan benih aren terdiri dari kulit benih (testa), endosperma dan embrio.
tersusun oleh sel-sel parenkim, sedangkan jaringan endosperma sebagian selnya
bersifat hidup. Lain halnya dengan bagian embrio benih, seluruhnya tersusun oleh
sel-sel hidup yang aktif secara fisiologis dan banyak mengandung air untuk
mempertahankan kehidupan sel penyusunnya (Widyawati, dkk, 2009).
Proses perkecambahan benih aren tidak seperti tanaman monokotil
umumnya. Perkecambahan dimulai dengan munculnya axis embrio. Setelah
mencapai panjang tertentu axis embrio membengkak pada bagian ujungnya, pada
bagian inilah akan muncul plumula dan akar (Murniati dan Rofik, 2008).
Benih aren termasuk ke dalam benih rekalsitran karena kandungan airnya
relatif tinggi pada waktu dipanen dan penurunan kandungan air benih dapat
menurunkan daya berkecambah benih tersebut. Sifat permeabilitas benih aren
ditentukan oleh faktor umur, semakin tua benih aren maka kadar lignin dan tannin
meningkat. Semakin tinggi kandungan lignin dan tannin biji aren maka semakin
rendah imbibisinya. Peningkatan kadar lignin dan tannin tersebut sangat berperan
dalam menurunkan permeabilitas benih aren terhadap air sehingga ketika
dikecambahkan proses imbibisi benih aren berlangsung sangat lambat
(Widyawati, dkk, 2009).
Kriteria Matang Benih
Benih aren yang siap dikecambahkan diambil dari buah yang sudah
mencapai masak fisiologis dengan ciri-ciri sebagai berikut : bagian eksokarp
berwarna kuning sampai kuning kecoklatan dan licin, mesokarp berwarna kuning
kecoklatan dan lunak, endokarp berwarna hitam pekat dan sangat keras,
Cara mendapatkan benih aren yaitu buah aren diekstraksi dengan cara
merendam buah dalam ember yang berisi air sampai buah tenggelam kemudian
ditutup dengan karung selama 5 hari. Selanjutnya benih aren dibersihkan dari
daging buah (mesokarp) dengan cara diinjak-injak, sisa daging buah dibersihkan
dengan menggunakan serbuk gergaji. Benih dipilih yang berwarna hitam
mengkilap dengan ukuran yang seragam (Saleh, 2004).
Kriteria Pohon Induk Sebagai Sumber Benih
Penentuan blok penghasil tinggi sebagai awal kegiatan seleksi pohon
induk dapat dilakukan melalui pengujian keragaman sifat tandan, bunga dan buah.
Sifat-sifat tandan, bunga dan buah yang diamati adalah : jumlah tandan bunga
jantan/pohon, jumlah tandan bunga betina/pohon, jumlah tandan buah/pohon,
jumlah buah/tandan (Effendi, 2010).
Ciri-ciri pohon induk yang baik yaitu: batang pohon harus besar (kekar),
pelepah daun merunduk, akarnya baik, daunnya rimbun dan tebal dengan
memiliki 20-30 daun serta pohonnya sudah dikenal. Oleh karena itu hal yang
harus diperhatikan dalam memilih dan menentukan pohon induk sebagai sumber
benih yaitu pohon yang sudah berbunga baik sistem pembungaan betina maupun
sistem pembungaan jantan dan sedang disadap niranya (Tulung, 2003).
Pohon induk dapat dipilih sebagai sumber benih yaitu melalui penyadapan
nira mayang jantan dengan memiliki produktivitas nira yang tinggi antara 15-25
liter/mayang/hari. Penyadapan nira dilakukan pada mayang jantan pertama atau
kedua. Sebab tidak semua mayang jantan yang keluar (9-11 mayang) dan tidak
tanaman merombak pati menjadi gula dalam bentuk nira yang keluar melalui
mayang jantan yang disadap sesuai prosedur penyadapan nira (Bernhard, 2007).
Media Tanam
Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman
yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
tersedia bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan
atmosfer di atas media dan terakhir harus dapat menyokong tanaman
(Nelson, 1991).
Struktur atau kondisi fisik medium semai sangat berperan penting dalam
menentukan terjadinya proses perkecambahan dan perkembangan benih yang
disemaikan. Media tanah yang baik harus memiliki keseimbangan antara kadar air
dan aerasi (porositas). Struktur yang kompak menjamin terjadinya kontak antara
biji dengan media. Porousitas menjamin kontinuitas suplai air dan aerasi untuk
respirasi akar, serta mempermudah penetrasi akar. Namun media yang terlalu
kompak dapat menghambat perkecambahan, sedangkan media yang terlalu porous
akan menyulitkan semai untuk dapat berkembang dengan baik. Biasanya biji
berukuran kecil membutuhkan medium yang lebih kompak dan liat dibanding
biji-biji berukuran besar (Fahmi, 2011).
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor
genetis dan faktor lingkungan. Faktor genetis sangat menentukan kemampuan
tanaman untuk memberikan produksi yang tinggi serta sifat penting lainnya
seperti kualitas hasil, ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, kekeringan
dan lain-lain. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan dan
susunan atmosfir, struktur tanah, reaksi tanah (pH), faktor biotis dan penyediaan
unsur hara (Damanik, dkk, 2010).
Sekam padi adalah kulit padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam
padi yang biasa digunakan biasa berupa sekam bakar dan sekam mentah (tidak
dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama.
Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah
sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik
(Setyadi, 2010).
Media menentukan dalam proses perkecambahan benih, setiap jenis benih
tanaman mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda tentang media yang
sesuai untuk perkecambahan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
perkecambahan adalah media yang memiliki sifat fisik yang baik, gembur,
mempunyai kemampuan menyimpan air dan bebas dari organisme bebas penyakit
(Murniati dan Rofik, 2008).
Media perkecambahan yang biasa digunakan diantaranya pasir, arang
sekam, serbuk gergaji, campuran tanah dan kompos, lapisan tanah top soil dan
coco peat. Media arang sekam memiliki struktur kasar, kerapatan media rendah
sehingga memungkinkan axis embrio dan akar aren dapat dengan mudah tumbuh.
Media pasir dan campurannya dalam prakteknya lebih mudah disterilkan sehingga
mampu menekan serangan jamur ketika proses perkecambahan berlangsung
(Fahmi, 2011).
Penelitian tentang pengaruh media pembibitan telah banyak dilakukan,
namun untuk pembibitan tanaman aren masih jarang dilakukan. Penelitian
mengecambahkan pada berbagai media semai menunjukkan bahwa campuran
media tanah dan serbuk gergaji (1:1) memberikan hasil yang terbaik terhadap
daya berkecambah dan kecepatan berkecambah. Kalima dan Witono (2000)
melaporkan bahwa campuran tanah + pasir halus + arang sekam + kompos
(1:1:1:1) memberikan hasil yang terbaik bagi perkecambahan benih rotan teretes
(Daemonorops oblonga Blume). Murniati dan Suminar (2006) melaporkan bahwa
media campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 (b/b) merupakan
media yang terbaik bagi perkecambahan benih mengkudu dengan DB
sebesar 88.7 %.
Kompos adalah hasil pembusukan sisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N
rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna.
Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama
dibandingkan bahan kompos yang C/N rasio nya rendah. Kualitas kompos
dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).
Auksin
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara,
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah
proses fisiologis tumbuhan. Zat pengatur tumbuh sebagai zat penggerak atau
pemicu terdiri dari auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisik (inhibitor).
Auksin adalah sejenis senyawa organik yang dapat mengatur bentuk gejala
sedikit. Dengan demikian auksin tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Abidin, 1995).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan
akar adalah auksin. Kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan
meningkatkan persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran,
meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar, dan mendorong pengakaran yang
seragam (Macdonald, 2002).
Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani yaitu auxien yang berarti
meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa
pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu
senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan
koleoptil ke arah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah
fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan di daerah koleoptil. Aktifitas auksin
dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya
pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari
(Salisbury dan Ross, 1995).
Rumus Bangun Auksin
Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman yang
aktivitasnya dapat merangsang/mendorong pengembangan sel. Di alam IAA
tumbuhan (endogenous) yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif
seperti contohnya tunas, sedangkan IBA (Indole Butyric Acid) dan NAA
(Naphtalene Acetic Acid) merupakan auksin sintetis (Priyono dan Hoesen, 2000).
Sebenarnya hormon sudah tersedia secara alami pada tumbuhan, namun
tetap harus dapat diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan berakar, mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan
jumlah dan kualitas akar, dan mengurangi keragaman jumlah dan kualitas
perakaran. Hormon yang biasa digunakan dalam merangsang pertumbuhan akar
adalah dari kelompok hormon auksin buatan yaitu IAA (Indole Acetic Acid), IBA
(Indole Butyric Acid), dan NAA (Napthalene Acetic Acid) yang semua ini
wujudnya bisa berupa bubuk, tablet, pasta, dan cairan (Irwanto, 2001).
Tanaman dapat memproduksi sendiri hormon auksin endogen. Auksin
diproduksi dalam jaringan meristematik (yaitu tunas, daun muda dan buah).
Peranan auksin dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah
pengenduran dinding sel, pembesaran sel, inisiasi akar, pembentukan xylem,
pemanjangan batang, pertumbuhan tunas lateal, inisiasi pembuahan, absisi,
perakaran dan penuaan (Gardner, dkk, 1991).
Pengetahuan dasar tentang zat pengatur tumbuh ini diperlukan agar
pemakaian zat ini efektif dan menguntungkan karena pengaruh zat pengatur
tumbuh ini tergantung cara pemakaiannya. Pada kadar rendah tertentu zat
pengatur tumbuh akan mendorong pertumbuhan sedangkan pada kadar yang
terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracun bahkan mematikan
alternatif teknologi baru yang dapat memperbaiki proses biologis tanaman
(Winten, 2009).
Naphtalene Acetic Acid (NAA) merupakan jenis auksin sintetik yang mempunyai sifat merangsang pertumbuhan dan berpengaruh terhadap
pemanjangan tunas (Salisbury dan Ross, 1995). Pada dasarnya penggunaan zat
pengatur tumbuh yang mengandung auksin sintetik akan mendorong terjadinya
pembelahan, pembesaran dan perpanjangan sel melalui pengaktifan pompa ion
pada plasma membrane. Dinding sel menjadi longgar yang mengakibatkan
tekanan pada dinding sel menjadi berkurang. Air dengan mudah masuk ke dalam